You are on page 1of 108

SKRIPSI

HUBUNGAN GANGGUAN MENTAL EMOSIONAL DENGAN


HIPERTENSI PADA PEKERJA DI INDONESIA
(ANALISIS DATA RISKESDAS TAHUN 2018)

DISUSUN OLEH :

Adi Setya Frida Utami


11171010000052

PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT

FAKULTAS ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

1442 H / 2021
HUBUNGAN GANGGUAN MENTAL EMOSIONAL DENGAN
HIPERTENSI PADA PEKERJA DI INDONESIA
(ANALISIS DATA RISKESDAS TAHUN 2018)

Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
SARJANA KESEHATAN MASYARAKAT

DISUSUN OLEH :

Adi Setya Frida Utami


11171010000052

PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT

FAKULTAS ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

1442 H / 2021
FACULTY OF HEALTH SCIENCES

PUBLIC HEALTH MAJOR

EPIDEMIOLOGY SPECIALIZATION

Undergraduate Thesis, August 2021

ADI SETYA FRIDA UTAMI, 11171010000052

Relationship between Mental Emotional Disorders and Hypertension in

Workers in Indonesia (Data Analysis of Riskesdas 2018)

xvi + 94 Pages + 14 Tables + 3 Charts + 4 Attachments

ABSTRACT

Hypertension is often cited as a cause of premature death worldwide. The


prevalence of hypertension in Indonesia continues to increase. One of the risk
factors for hypertension is psychological stress or mental emotional disorders.
Most people with hypertension and mental emotional disorders in Indonesia are
working groups. This study aims to determine the relationship between mental
emotional disorders and hypertension in Indonesian workers in 2018. This study
used a cross-sectional study design and is a follow-up analysis using the 2018
Basic Health Research (Riskesdas) data. The number of samples in this study was
435,060 individuals in 2018. age 15 years. The results showed a significant
relationship between mental emotional disorders and hypertension (P-value
0.000). The findings in this study also showed a significant relationship between
mental emotional disorders and hypertension according to age 35-64 years and 65
years, gender, occupation and BMI (P-value <0.05). As for the age of 15-34 years
showed no significance between the two. Workers with mental emotional
disorders at the age of 35 years and over, female, informal workers and obese
BMI have a greater chance of risking hypertension. Posbindu PTM and Pos UKK
activities can be strengthened and workers can prevent hypertension by adopting a
healthy lifestyle.
Keywords: Hypertension, Mental Emotional Disorders, GME, Worker
Characteristics, Psychological Stress.

iii
FAKULTAS ILMU KESEHATAN

PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT

PEMINATAN EPIDEMIOLOGI

Skripsi, Agustus 2021

Adi Setya Frida Utami, 11171010000052

Hubungan Gangguan Mental Emosional dengan Hipertensi Pada Pekerja di


Indonesia (Analisis Data Riskesdas Tahun 2018)

xvi + 94 Halaman + 14 Tabel + 3 Bagan + 4 Lampiran

ABSTRAK

Hipertensi sering disebut sebagai penyebab kematian dini di


seluruh dunia. Prevalensi hipertensi di Indonesia terus mengalami kenaikan.
Faktor risiko hipertensi salah satunya adalah stres psikologis atau gangguan
mental emosional. Sebagian besar penderita hipertensi dan gangguan mental
emosional di Indonesia adalah kelompok pekerja. Penelitian ini bertujuan untuk
mengetahui hubungan gangguan mental emosional dengan hipertensi pada pekerja
di Indonesia tahun 2018. Penelitian ini menggunakan desain studi cross-sectional
dan merupakan analisis lanjutan menggunakan data Riset Kesehatan Dasar
(Riskesdas) tahun 2018. Jumlah sampel dalam penelitian ini sebanyak 435.060
individu pada usia ≥15 tahun. Hasil penelitian menunjukkan adanya signifikansi
antara gangguan mental emosional dengan hipertensi (P-value 0,000). Temuan
pada penelitian ini juga menunjukkan adanya signifikansi antara gangguan mental
emosional dengan hipertensi menurut usia 35-64 tahun dan ≥65 tahun, jenis
kelamin, pekerjaan serta IMT (P-value <0,05). Adapun pada usia 15-34 tahun
menunjukkan tidak ada signifikansi antara keduanya. Pekerja dengan gangguan
mental emosional pada usia 35 tahun keatas, berjenis kelamin perempuan,
merupakan pekerja informal dan IMT obesitas memiliki peluang lebih besar untuk
resiko hipertensi. Kegiatan Posbindu PTM dan Pos UKK dapat diperkuat dan
pekerja dapat melakukan pencegahan hipertensi dengan melakukan gaya hidup
sehat.
Kata Kunci: Hipertensi, Gangguan Mental Emosional, GME, Karakteristik
Pekerja, Stres Psikologis.

iv
PERNYATAAN PERSETUJUAN

HUBUNGAN GANGGUAN MENTAL EMOSIONAL DENGAN


HIPERTENSI PADA PEKERJA DI INDONESIA
(ANALISIS DATA RISKESDAS TAHUN 2018)

Skripsi ini telah disetujui dan dipertahankan di hadapan Tim Penguji Sidang Skripsi
Program Studi Kesehatan Masyarakat Fakultas Ilmu Kesehatan
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta

Jakarta, 18 Agustus 2021

Disusun oleh

Adi Setya Frida Utami


NIM. 11171010000052

Menyetujui Mengetahui
Pembimbing Ketua Program Studi

Hoirun Nisa, M.Kes., Ph.D Catur Rosidati, M.KM


NIP. 197904272005012005 NIP. 197502101008012018

PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
1442 H/2021

v
HALAMAN PENGESAHAN

SKRIPSI

HUBUNGAN GANGGUAN MENTAL EMOSIONAL DENGAN


HIPERTENSI PADA PEKERJA DI INDONESIA
(ANALISIS DATA RISKESDAS TAHUN 2018)

Disusun oleh :
Adi Setya Frida Utami
NIM. 11171010000052

Telah diujikan
Pada tanggal 16 Agustus 2021

Ketua Sidang Skripsi

Siti Rahmah Hidayatullah Lubis, SKM, M.KKK


NIDN. 2026128302

Penguji 1 Penguji 2

Dr. Febrianti, M.Si Raihana Nadra Alkaff, MMA., Ph.D


NIP. 197102212005012004 NIP. 197812162009012005

PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
1442 H / 2021

vi
DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Identitas Pribadi

Nama : Adi Setya Frida Utami

Tempat Tanggal Lahir : Kebumen, 22 Maret 1997

Jenis Kelamin : Perempuan

Alamat : Plarangan RT.06/01 No. 19, Kelurahan Plarangan,


Kecamatan Karanganyar, Kabupaten Kebumen, Jawa
Tengah, 54364

Nomor Telepon : 087877664849

Email : adisetyafrida@gmail.com

Riwayat Pendidikan

2017 – 2021 : S1 – UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Fakultas Ilmu


Kesehatan, Program Studi Kesehatan Masyarakat,
Peminatan Epidemiologi

2012 – 2015 : SMA Negeri 1 Gombong

2009 – 2012 : SMP Negeri 1 Karanganyar

2003 – 2009 : SD Negeri 1 Plarangan

2002 – 2003 : TK Tarbiyatul Masitoh

vii
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan

segala rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian skripsi

dengan judul “Hubungan Gangguan Mental Emosional dengan Hipertensi Pada

Pekerja di Indonesia (Analisis Data Riskesdas Tahun 2018)” dengan baik dan

tepat waktu. Sholawat dan salam semoga tercurahkan kepada Nabi besar

Muhammad SAW yang telah membimbing umatnya dari zaman jahiliyah menuju

zaman yang terang seperti sekarang ini.

Penulis menyadari bahwa penelitian ini masih banyak kekurangan baik isi

maupun susunannya. Oleh karenanya penulis berharap saran dan masukan untuk

hasil penelitian ini agar dapat memperbaiki penelitian untuk selanjutnya. Dalam

proses penyusunan penelitian skripsi ini penulis disertai dan didampingi oleh

pihak-pihak terkait serta teman-teman yang baik dan sabar. Penulis mengucapkan

terima kasih yang begitu besar kepada:

1. Allah SWT yang telah memberikan rahmat, nikmat serta karuniaNya

sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian ini dengan baik.

2. Mamah, Bapak, Kakak dan Adik peneliti yang telah memberikan

semangat, doa dan dukungan agar peneliti mendapatkan kemudahan dan

kemampuan untuk menyelesaikan penelitian skripsi ini.

3. Ibu Zilhadia, M.Si., Apt selaku Dekan Fakultas Ilmu Kesehatan UIN

Syarif Hidayatullah Jakarta.

4. Ibu Catur Rosidati, SKM., M.Kes selaku Kepala Program Studi Kesehatan

Masyarakat UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

viii
5. Ibu Hoirun Nisa., SKM., M.Kes., Ph.D sebagai dosen pembimbing baik

skripsi, magang dan PBL yang telah membimbing, mengarahkan, memberi

masukan, dan memberi motivasi serta semangat kepada penulis dalam

penyusunan penelitian skripsi ini.

6. Ibu Siti Rahmah Hidayatullah Lubis, SKM., MKKK dan ibu Dr. Febrianti,

M.Si sebagai penguji siding yang senantiasa memberi masukan dan saran

untuk perbaikan penyusunan penelitian skripsi.

7. Teman yang selalu sabar mendengarkan keluh kesah, memberikan

semangat, motivasi serta masukan kepada penulis yaitu Agil Aditya Arba

Saputra, S.T. dan Wihda Intan Sabila.

8. Teman seperjuangan dan seperbimbingan yang selalu menjadi teman

diskusi serta memberi banyak masukan kepada penulis yaitu Fidah

Syadidurrahmah.

9. Semua pihak lain yang tidak dapat disebutkan satu-persatu telah

membantu dalam penyusunan penelitian skripsi ini.

Penulis menyadari bahwa penulisan penelitian skripsi ini masih jauh dari

sempurna, banyak kekurangan dalam proses penyusunannya. Untuk itu peneliti

berharap kritik dan saran yang membangun untuk memperbaiki penulisan

penelitian selanjutnya dikemudian hari. Semoga hasil penelitian skripsi ini dapat

bermanfaat bagi peneliti sendiri, kementerian kesehatan RI, dan para pekerja.

Wassalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

Jakarta, 16 Juli 2021

Penulis

ix
DAFTAR ISI

SAMPUL ................................................................................................................. i
ABSTRACT .......................................................................................................... iii
ABSTRAK ............................................................................................................ iv
PERNYATAAN PERSETUJUAN....................................................................... v
HALAMAN PENGESAHAN .............................................................................. vi
DAFTAR RIWAYAT HIDUP ........................................................................... vii
KATA PENGANTAR ........................................................................................ viii
DAFTAR ISI .......................................................................................................... x
DAFTAR TABEL .............................................................................................. xiii
DAFTAR BAGAN .............................................................................................. xiv
BAB I ...................................................................................................................... 1
PENDAHULUAN .................................................................................................. 1
A. Latar Belakang ......................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah .................................................................................... 5
C. Tujuan ....................................................................................................... 7
1. Tujuan Umum ....................................................................................... 7
2. Tujuan Khusus ...................................................................................... 7
D. Manfaat Penelitian .................................................................................... 8
1. Bagi Peneliti .......................................................................................... 8
2. Bagi Institusi Pendidikan ...................................................................... 8
3. Bagi Kementerian Kesehatan RI........................................................... 8
E. Ruang lingkup Penelitian ......................................................................... 8
BAB II .................................................................................................................. 10
TINJAUAN PUSTAKA ...................................................................................... 10
A. Hipertensi ............................................................................................... 10
1. Epidemiologi Hipertensi ..................................................................... 10
2. Etiologi dan Gambaran Klinis Hipertensi ........................................... 11

x
3. Pengertian Hipertensi .......................................................................... 13
B. Gangguan Mental Emosional (GME) ..................................................... 15
C. Gangguan Mental Emosional dan Hipertensi ......................................... 17
D. Karakteristik Individu Hubungannya dengan Gangguan Mental
Emosional dan Hipertensi ................................................................................. 19
1. Usia ..................................................................................................... 19
2. Jenis Kelamin...................................................................................... 20
3. Pekerjaan ............................................................................................. 21
4. Perilaku Merokok ............................................................................... 22
5. Aktivitas Fisik ..................................................................................... 23
6. Konsumsi Alkohol .............................................................................. 24
7. IMT ..................................................................................................... 25
8. Penyakit Komorbid ............................................................................. 27
E. Kerangka Teori ....................................................................................... 29
BAB III ................................................................................................................. 31
KERANGKA KONSEP, DEFINISI OPERASIONAL DAN HIPOTESIS ... 31
A. Kerangka Konsep ................................................................................... 31
1. Usia ..................................................................................................... 31
2. Jenis Kelamin...................................................................................... 32
3. Pekerjaan ............................................................................................. 32
4. IMT ..................................................................................................... 33
B. Definisi Operasional ............................................................................... 35
C. Hipotesis ................................................................................................. 39
BAB IV ................................................................................................................. 40
METODE PENELITIAN ................................................................................... 40
A. Jenis Penelitian ....................................................................................... 40
B. Waktu dan Tempat Penelitian ................................................................ 40
C. Populasi dan Sampel Penelitian ............................................................. 40
1. Data Riskesdas 2018 ........................................................................... 40
2. Populasi Penelitian.............................................................................. 41
3. Sampel Penelitian ............................................................................... 41
D. Instrumen Penelitian ............................................................................... 44

xi
E. Metode Pengumpulan Data Penelitian ................................................... 44
F. Manajemen Data ........................................................................................ 46
G. Analisis Data .......................................................................................... 48
H. Etik Penelitian ........................................................................................ 50
BAB V................................................................................................................... 51
HASIL .................................................................................................................. 51
A. Hasil Analisis Univariat ......................................................................... 51
B. Hasil Analisis Bivariat ............................................................................ 54
BAB VI ................................................................................................................. 61
PEMBAHASAN .................................................................................................. 61
A. Keterbatasan Penelitian .......................................................................... 61
B. Pembahasan Hasil Analisis .................................................................... 62
C. Perspektif Pencegahan Gangguan Mental Emosional dan Hipertensi
Menurut Islam ................................................................................................... 71
BAB VII PENUTUP............................................................................................ 74
A. Simpulan ................................................................................................. 74
B. Saran ....................................................................................................... 75
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 77
LAMPIRAN ......................................................................................................... 85

xii
DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Klasifikasi Hipertensi Menurut JNC VII, 2003 .................................... 14


Tabel 2.2 Kategori IMT ........................................................................................ 26
Tabel 3.1 Definisi Operasional ............................................................................. 35
Tabel 4.1 Hasil Perhitungan Sampel ..................................................................... 43
Tabel 4.2 Variabel Peneitian ................................................................................. 46
Tabel 4.3 Pengkodean Ulang ................................................................................ 48
Tabel 5.1 Distribusi Frekuensi Hipertensi ............................................................ 51
Tabel 5.2 Distribusi Frekuensi Gangguan Mental Emosional (GME) .................. 51
Tabel 5.3 Distribusi Frekuensi Karakteristik Pekerja ........................................... 52
Tabel 5.4 Distribusi Frekuensit Hipertensi Menurut Karakteristik Pekerja .......... 53
Tabel 5.5 Hubungan Gangguan Mental Emosional dengan Hipertensi ................ 54
Tabel 5.6 Hubungan GME dengan Hipertensi Menurut Usia ............................... 55
Tabel 5.7 Hubungan GME dengan Hipertensi Menurut Jenis Kelamin ............... 56
Tabel 5.8 Hubungan GME dengan Hipertensi Menurut Pekerjaan ...................... 58
Tabel 5.9 Hubungan GME dengan Hipertensi Menurut IMT ............................... 59

xiii
DAFTAR BAGAN

Bagan 2.1 Kerangka Teori .................................................................................... 30


Bagan 3.1 Kerangka Konsep ................................................................................. 34
Bagan 4.1 Bagan Simple Size ............................................................................... 44

xiv
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Hipertensiiiimerupakan salahiiiisatu penyebabiiiiikematian dini di

seluruhiiidunia. Hipertensi seringiiiidisebut sebagai the silent killer atau

terjadi tanpa gejala dan penderitaiiiihipertensi baru mengetahuiiiibahwa

dirinya mengalamiiiihipertensi setelah adanya komplikasi (Kemenkes RI,

2019a). Komplikasi pasien hipertensi ringan dan sedang dapat terjadi pada

berbagai organ seperti mata, ginjal, jantung dan otak (Nuraini, 2015).

Menurut WHO terdapat 1,13iiiimiliar orangiiiidi seluruh duniaiiimenderita

hipertensi dan duaiiiipertiga diantaranya tinggaliiidi negara berpenghasilan

rendah daniiiimenengah (WHO, 2019). Hipertensi menyumbang 57 juta

kecacatan per tahun dan sekitar 10,7 juta orang setiap tahun di dunia

mengalami kematian akibat hipertensi (WHO, 2020). Jumlah penderita

hipertensi mengalami peningkatan setiapiiitahunnya. Diperkirakan akan

ada 1,5 miliar orang dengan hipertensi serta terdapat 9,4 juta individu yang

meninggal setiap tahunnya dikarenakan hipertensi pada tahun 2025

(WHO, 2019). Wilayah Asia Tenggara merupakan wilayah penyumbang

kematian akibat penyakit tidak menular hingga 9 juta kematian dan

seperenamnya akibat hipertensi (Singh, Poonam Khetrapal, 2020).

Menurut Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2013, prevalensi

hipertensi menurut hasil pengukuran mencapai 25,8% (Kemenkes RI,

2013). Prevalensi hipertensi mengalami kenaikan berdasarkan Profil

1
Kesehatan Indonesia tahun 2016 menjadi 30,9% (Kemenkes RI, 2017).

Berdasarkan laporan Riskesdas tahun 2018, prevalensi hipertensi terus

mengalami kenaikan, menurut hasil pengukuran diketahui prevalensi

hipertensi menjadi 34,11% (Kemenkes RI, 2019d). Diestimasikan kasus

penderitaiiiihipertensi di Indonesia sebesariii63.309.620 kasusiiidan angka

kematianiiiakibatiiiihipertensi sebesar 427.218iiiikematian (Kemenkes RI,

2019a).

Penduduk yang banyak terkena hipertensi di Indonesia adalah

penduduk yang tinggal di perkotaan dan kelompok umur dewasa tengah

sampai lansia. Prevalensiiiihipertensi di perkotaan pada tahuniiii2013

sebesar 26.1% dan di daerah pedesaan 25.5% (Kemenkes RI, 2013).

Prevalensi hipertensi meningkat menjadi 31.7% di perkotaan dan 30.2% di

pedesaan pada tahun 2016 (Kemenkes RI, 2017). Berdasarkan laporan

Riskesdas tahun 2018, prevalensi hipertensi meningkat menjadi 34,43% di

perkotaan dan 33,72% di pedesaan (Kemenkes RI, 2019d).

Kelompok umur 75 tahun ke atas merupakan kelompok umur yang

terbanyak mengalami hipertensi (69,53%) kemudian diikuti

kelompokiiiumur 65-74iiitahun (63,22%) dan kelompokiiiiumur 55-64

tahun (55,23%) (Kemenkes RI, 2019d). Prevalensi penderita hipertensi

pada tahun 2013 tertinggi pada kelompok individu yang bekerja yaitu

94.4% (Kemenkes RI, 2013). Prevalensi penderita hipertensi pada tahun

2018 juga terbanyak terjadi pada kelompok pekerja yaitu 85.99% dari

seluruh penduduk Indonesia yang mengalami hipertensi (Kemenkes RI,

2019d). BPJS kesehatan menunjukkan bahwa data biayaiiiiipelayanan

2
kesehatan pasieniiiihipertensi sebesar 2,8iiiitriliun rupiah pada tahun 2016

dan mengalami kenaikan menjadi 3iiitriliun rupiah pada tahun 2017 serta

2018 (Kemenkes RI, 2019b).

Stres psikologis adalah salah satu faktor risiko hipertensi. Stres

psikologis merupakan sebuah tanda seseorang memerlukan adaptasi dalam

sebuah kondisi, dengan batas normal stres dapat memberikan dampak

positif untuk mental. Namun, stres yang berkepanjangan dapat

menyebabkan kerusakan mekanisme fungsional tubuh (Idaiani, 2016).

Gangguan mental emosional disebut juga stresi psikologis karena

seseorang yang mengalami gangguan mental emosional mengalami

perubahan psikologis (Ekowati & Hastuti, 2019). Saat individu mengalami

gangguan mental emosional terjadi perubahan aksis hipothalamo pituitary

adrenal (HPA) yang menyebabkan pengeluaran hormon adrenalin dan

apabila terjadi terus menerus akan menyebabkan meningkatnya tekanan

darah (Idaiani, 2016). Hal ini dikarenakan hormon adrenalin meningkat

ketika seseorang mengalami gangguan mental emosional, kemudian

menyebabkan jantung lebih cepat memompa darah hingga terjadi kenaikan

tekanan darah (Nuraini, 2015).

Secara global, dilihat dari tahun hilang akibat kesakitan atau

kecacatan (YLDs) terbesar adalah akibat gangguan mental. Haliiiini juga

terjadiiiidi wilayah AsiaiiiiTenggara termasuk diiiiIndonesia, kontributor

YLDs terbesar adalah gangguan mental (Kemenkes RI, 2019c). Menilai

sifat hubungan gangguan mental emosional dengan hipertensi menjadi hal

yang penting dilakukan karena berdasarkan neuroscientific and behavioral

3
diketahui bahwa gangguan mental emosional mempengaruhi kesehatan

fisik, serta gangguan mental sangat umum terjadi di masyarakat sejak awal

kehidupan dan dapat diobati (Stein et al., 2014).

Jumlah penderita hipertensi dan gangguan mental emosional di

Indonesia pada tahun 2018 banyak terjadi pada kelompok pekerja

(Kemenkes RI, 2019d). Pekerja yang mengalami stres psikologis atau

gangguan mental emosional akan lebih berisiko untuk hipertensi, hal

tersebut dikarenakan peningkataniiiresistensi pembuluh darahiiiperifer

serta curahiiijantung tinggi kemudian mengakibatkan aktivitasiiiisaraf

simpatetik dan meningkatkan tekanan darah (Dita, 2020).

Berdasarkan penelitian sebelumnya diketahui adanya hubungan

signifikan antara hipertensi dan gangguan mental emosional seperti gejala

depresi, kecemasan dan kemarahan. Hal serupa ditemukan pada beberapa

penelitian prospektif yang menunjukkan hubungan antara perubahan

neurofisiologi dan hipertensi (Stein et al., 2014). Penelitian lain

mengaitkan gangguan mental emosional yang dirasakan dengan hipertensi

atau penyakit kardiovaskular (Erika Heard et al., 2011). Gangguan mental

emosional seperti rasa cemas, takut dan sebagainya menyebabkan

peningkatan stimulasi saraf otonom simpatik yang mengakibatkan

peningkatan volume darah, tekanan vaskular perifer dan curah jantung

sehingga memberikan efek meningkatnya tekanan darah (Dinata, 2015).

Penelitian tentang gangguan mental dengan kejadian penyakit

hipertensi masih perlu dilakukan di Indonesia khususnya pada kelompok

4
pekerja. Menurut statistik terbaru dari organisasi buruh internasional,

diketahui lebih dari 400 juta pekerja di seluruh dunia bekerja secara

berlebihan dengan budaya lembur. Hal ini dapat meningkatkan risiko

kecelakaan, tingkat stres dan penyakit pada pekerja (Kemenkes RI,

2018b). Penyakit yang beresiko pada pekerja yaitu seperti hipertensi dan

gangguan mental emosional. Berdasarkan Riskesdas tahun 2018 terdapat

85,99% penderita hipertensi di Indonesia merupakan kelompok pekerja

dan 77,2% penderita gangguan mental emosional di Indonesia merupakan

kelompok pekerja (Kemenkes RI, 2019d). Oleh karena itu peneliti ingin

meneliti hubungan gangguan mental emosional dengan hipertensi

padaiiipekerja diiiIndonesia menggunakan sampel yang representatif

secara nasional dengan menganalisis dataiiiRiskesdas tahun 2018.

B. Rumusan Masalah

Angka hipertensi di Indonesia masih tinggi setiap tahunnya dan

pekerja memiliki porporsi yang paling tinggi mengalami hipertensi

dibandingkan mereka yang tidak bekerja dan bersekolah. Komplikasi

akibat hipertensi dapat menyebabkan kerusakan organ dan gangguan

kesehatan lainnya. Salah satu faktor risiko terjadinya hipertensi adalah

stres psikologis atau gangguan mental emosional. Tahun hilang akibat

kesakitan atau kecacatan di Indonesia terbesar adalah akibat gangguan

mental. Berdasarkan neuroscientific and behavioral diketahui bahwa stres

psikologis atau gangguan mental emosional mempengaruhi kesehatan

fisik, serta gangguan mental sangat umum terjadi di masyarakat sejak awal

kehidupan dan dapat diobati (Stein et al., 2014). Berdasarkan penelitian-

5
penelitian sebelumnya diketahui bahwa gangguan mental emosional

memiliki hubungan dengan kejadian penyakit hipertensi. Oleh karena itu

peneliti ingin meneliti hubungan gangguan mental emosional dengan

hipertensi pada pekerja di Indonesia menggunakan data Riset Kesehatan

Dasar Indonesia (Riskesdas) tahun 2018. Adapun pertanyaan pada

penelitian ini yaitu sebagai berikut:

1. Bagaimana distribusi frekuensi hipertensi pada pekerja di Indonesia

tahun 2018?

2. Bagaimana distribusi frekuensi gangguan mental emosional pada

pekerjaiidi Indonesia tahun 2018?

3. Bagaimana distribusi frekuensi karakteristik pekerja (usia, jenis

kelamin, pekerjaan, dan IMT) di Indonesia tahun 2018?

4. Bagaimana distribusi frekuensi hipertensi menurut karakteristik

pekerjaiidi Indonesia tahun 2018?

5. Bagaimana hubungan gangguan mental emosional dengan hipertensi

pada pekerjaiidi Indonesia tahun 2018?

6. Bagaimana hubungan gangguan mental emosional dengan hipertensi

menurut usia pada pekerjaiidi Indonesiaiiitahun 2018?

7. Bagaimana hubungan gangguan mental emosional dengan hipertensi

menurut jenis kelamin pada pekerjaiidi Indonesia tahun 2018?

8. Bagaimana hubungan gangguan mental emosional dengan hipertensi

menurut pekerjaan padaiipekerjaiidi Indonesia tahun 2018?

9. Bagaimana hubungan gangguan mental emosional dengan hipertensi

menurut IMT padaiipekerja di Indonesia tahun 2018?

6
C. Tujuan

1. Tujuan Umum

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan gangguan mental

emosional dengan hipertensi pada pekerja di Indonesia berdasarkan

analisis data Riskesdas tahun 2018.

2. Tujuan Khusus

1. Mengetahui distribusi frekuensi hipertensi padaiiipekerja di

Indonesia tahun 2018.

2. Mengetahui distribusi frekuensi gangguan mental emosionaliiipada

pekerja di Indonesia tahun 2018.

3. Mengetahui distribusi frekuensi karakteristik pekerja (usia, jenis

kelamin, pekerjaan, dan IMT) di Indonesia tahun 2018.

4. Mengetahui distribusi frekuensi hipertensi menurut karakteristik

pekerjaiidi Indonesia tahun 2018.

5. Mengetahui hubungan gangguan mental emosional dengan

hipertensi pada pekerjaiidi Indonesia tahun 2018.

6. Mengetahui hubungan gangguan mental emosional dengan

hipertensi menurut usia padaiipekerja di Indonesia tahun 2018.

7. Mengetahui hubungan gangguan mental emosional dengan

hipertensi menurut jenis kelamin padaiipekerja di Indonesia tahun

2018.

8. Mengetahui hubungan gangguan mental emosional dengan

hipertensi menurut pekerjaan padaiipekerja di Indonesia tahun

2018.

7
9. Mengetahui hubungan gangguan mental emosional dengan

hipertensi menurut IMT padaiipekerja di Indonesia tahun 2018.

D. Manfaat Penelitian

1. Bagi Peneliti

Penelitian ini dapat digunakan sebagai penelitian awal untuk

penelitian lanjut terkait gangguan mental emosional dengan penyakit

kronik seperti hipertensi.

2. Bagi Institusi Pendidikan

Hasil penelitian ini dapat menjadi salah satu sumber pengetahuan

tentang hubungan gangguan mental emosional dengan hipertensi.

3. Bagi Kementerian Kesehatan RI

Hasil penelitian ini dapat memberikan gambaran tentang kondisi

gangguan mental emosional dengan hipertensi pada pekerja di

Indonesia sehingga data ini dapat menjadi salah satu pertimbangan

dalam menentukan kebijakan pencegahan dan pengendalian hipertensi

pada masyarakat khususnya para pekerja.

E. Ruang lingkup Penelitian

Penelitian ini membahas hubungan gangguan mental emosional

dengan hipertensi padaiiipekerja di Indonesia menggunakan data Riset

Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2018. Penelitian ini merupakan studi

observasionaliiianalitik dengan desain studi cross sectionaliiianalitik.

Penelitian dilakukan pada bulan Februari – Mei 2021. Populasi pada

8
penelitian iniiiiadalah seluruhiiipekerja di Indonesia. Variabel yang diteliti

mengacu pada teori dan hasil penelitian (Ekowati & Hastuti, 2019)1,

(Muslim, Rusdi, 2013)2, (Siswoyo, Hadi, 2011)3, (Grossman, S & Porth,

2014)4, (Widakdo & Besral, 2013)5, (Ghosh et al., 2016)6, (Rasajati et al.,

2015)7, (Black, J. M., & Hawks, J. H, 2014)8, (Memah et al., 2019)9,

(Karim et al., 2018)10, (Davies, T., Craig,T, 2009)11, (Moksnes et al.,

2010)12, (Pierce et al., 2017)13, (Idaiani, 2016)14, (Sofyan et al., 2012)15,

(Pratama Putra et al., 2019)16, dan (Monica et al., 2019)17.

9
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Hipertensi

1. Epidemiologi Hipertensi

Data dari WHO menunjukkan bahwa terdapatiii1,13 miliar

manusia diiiidunia mengalamiiiihipertensi dan duaiiipertiga

diantaranya bertempat tinggal di negara yang memiliki penghasilan

rendah dan menengah (WHO, 2019). Setiap tahunnya jumlah

penderita hipertensi mengalami peningkatan. Pada tahun 2025

diperkirakan terdapat 1,5iiimiliar penduduk di dunia mengalami

hipertensiiiidan 9,4iiijuta meninggaliiikarena hipertensiiiisetiap

tahunnya (WHO, 2019). Wilayah Asia Tenggara merupakan wilayah

penyumbang kematian akibat penyakit tidak menular hingga 9 juta

kematian dan seperenamnya akibat hipertensi (Singh, Poonam

Khetrapal, 2020).

Berdasarkan laporan Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas)

tahun 2013, prevalensi hipertensi menurut hasiliiipengukuran

mencapai 25,8% (Kemenkes RI, 2013). Prevalensi hipertensi

mengalami kenaikan berdasarkan Profil Kesehatan Indonesia tahun

2016 menjadi 30,9% (Kemenkes RI, 2017). Berdasarkan laporan

Riskesdas tahun 2018, prevalensi hipertensi terus mengalami

kenaikan, menurut hasil pengukuran diketahui prevalensi hipertensi

10
menjadi 34,11% (Kemenkes RI, 2019d). Jumlah kasusiiihipertensi di

Indonesiaiiidiestimasikan 63.309.620iiikasus dan angka kematian

akibatiiihipertensi sebesar 427.218iiikematian (Kemenkes RI, 2019a).

Penduduk yang banyak mengalami hipertensi di Indonesia

adalah penduduk yang tinggal di perkotaan dan kelompok umur

dewasa tengah sampai lansia.iPrevalensiiihipertensi diiiperkotaan

pada tahun 2013iisebesar 26.1% dan diiiipedesaan sebesar 25.5%

(Kemenkes RI, 2013). Prevalensi hipertensi meningkat menjadi 31.7%

di perkotaan dan 30.2% di pedesaan pada tahun 2016 (Kemenkes RI,

2017). Berdasarkan hasil Riskesdas tahun 2018, prevalensi hipertensi

meningkat menjadi 34,43% di perkotaan dan 33,72% di pedesaan

(Kemenkes RI, 2019d). Kelompokiiiumur yang palingiibanyak

terkena hipertensi padaiiikelompok umuriii75 tahun ke atas (69,53%)

kemudian diikutiiiikelompok umuriii65-74 tahun (63,22%) dan

kelompok umuriii55-64 tahun (55,23%) (Kemenkes RI, 2019d).

Prevalensi penderita hipertensi pada tahun 2013 tertinggi pada

kelompok individu yang bekerja yaitu 94.4% (Kemenkes RI, 2013).

Prevalensi penderita hipertensi pada tahun 2018 juga terbanyak terjadi

pada kelompok pekerja yaitu 85.99% dari seluruh penduduk Indonesia

yang mengalami hipertensi (Kemenkes RI, 2019d).

2. Etiologi dan Gambaran Klinis Hipertensi

Etiologi hipertensi primer dapatiiidikelompokkan menjadi

penyebab yangiiidapat dicegah dan tidak dapat dicegah. Penyebab

yang dapat dicegah yaitu merokok, hyperlipidemia, kelebihan

11
konsumsi sodium dan kopi, kurangnya aktivitas fisik, konsumsi

alkohol, obesitas, kurangnya konsumsi potassium, kalsium dan

magnesium, serta stres yang berlebihan. Penyebab yangiiitidak dapat

dicegahiiiyaitu riwayat keluargaiiihipertensi, usia, postmenopause dan

ras/etnis (Ignatavicius & Workman, 2013). Etiologi hipertensi

sekunder yaitu pada proses terjadinya penyakit atau pengobatan

sehingga meningkatkan tekanan pembuluh perifer (Huether, S. E.,

McCance, K. L., & Parkinson, C. F, 2013).

Darah yang mengalir ke seluruh tubuh karenaiijantung memompa

darahiidan pembuluhiidarah secara fleksibel membantu mengalirkan

darah ke seluruh tubuh. Stroke volume merupakaniijumlah darahiiyang

keluariidari jantung sekali pompa/per-denyut sedangkan curah jantung

adalah jumlahiidarah yang keluar dari jantungiisetiap menitnya. Stroke

volume dan curahiijantung mempengaruhi tekanan darah ke seluruh

tubuh karena ketika jumlah darah yang keluar banyak akan

menyebabkaniiitekanan darahiiiterhadap dindingiiipembuluh darah

meningkat (Ignatavicius & Workman, 2013).

Resistensi pembuluh darah merupakan hambatan aliran darah.

Resistensi pembuluhiiidarah dipengaruhi olehiiijari-jari arteriol serta

kekentalaniiidarah. Apabila jari-jari arteriol menyempit maka

kekuatan darah untuk mengalir akan semakin besar sedangkan apabila

darah terlalu kental menyebabkan aliran darah semakin lambat dan

usaha darah untuk tetap mengalir semakin meningkat. Hal ini yang

menyebabkan resistensi pembuluh darah meningkat yang kemudian

12
menyebabkan peningkatan tekanan darah untuk melawan resistensi

tersebut (Sherwood, L, 2013).

Tekanan darah dapat dikontrol agar tetap normal jika curah jantung

dan resistensi pembuluh darah mengalami perubahan dengan menjaga

stabilitas tekanan darah. Terdapat 4 kontrol utama yaitu, regulasi

volume cairan tubuh, sistem renin-angiostensin, sistem baroreseptor

arteri dan aldosterone, serta autoregulasi vaskular. Baroreseptor dan

kemoreseptor secara refleks bekerja mengontrol tekanan darah.

Baroreseptor memiliki neuron aferen yang sangat peka terhadap

perubahan tekanan darah. Jika tekanan darah meningkat maka

kecepatan lepas neuron-neuron aferen untuk menghasilkan potensial

aksi semakin meningkat dan sebaliknya. Hal ini yang secara rutin

diinformasikan oleh baroreseptor ke pusat kontrol kardiovaskuler di

medulla batang otak. Jika tekanan darah terlalu tinggi batang otak

akan segera menurunkan aktivitas simpatis dan menaikkan aktivitas

parasimpatis ke sistem kardiovaskuler sehingga denyut jantung

menurun dan tekanan darah kembali normal (Ignatavicius &

Workman, 2013).

3. Pengertian Hipertensi

Hipertensi adalah sebuah keadaan ketika tekanan darah sistolik

lebih dari 140 mmHg dan/atau tekanan diastolik lebih dari 90 mmHg

(Ignatavicius & Workman, 2013). Kementrian Kesehatan RI

menyebutkan bahwa tekanan darah tinggi merupakan keadaan ketika

tekanan darah sitolik ≥140 mmHg dan tekanan darah diastolik ≥ 90

13
mmHg pada dua kali pengukuran dengan selang waktu 5 menit dari

pengukuran pertama dalam keadaan istirahat/tenang (Kemenkes RI,

2014).

Menurut Kemenkes RI, klasifikasi tekanan darah di Indonesia yang

digunakan mengacu pada klasifikasi berdasarkan hasil JNC VII (Joint

National Committee on the prevention, detection, evaluation and

treatment of high blood pressure) tahun 2003 (Kemenkes RI, 2014).

Tabel 2.1 Klasifikasi Hipertensi Menurut JNC VII, 2003

Klasifikasi Tekanan Darah Sistolik Tekanan Darah Diastolik

Tekanan Darah (mmHg) (mmHg)

Normal < 120 < 80

Pra Hipertensi 120 – 139 80 – 89

Hipertensi tahap 1 140 – 159 90 – 99

Hipertensi tahap 2 160 atau > 160 100 atau > 100

Sumber : (Kemenkes RI, 2014)

Hipertensi diklasifikasikan berdasarkan penyebab yaitu hipertensi

primer dan hipertensi sekunder, hipertensi primer merupakan jenis

hipertensi yang belum diketahui penyebabnya sedangkan hipertensi

sekunder adalah hipertensi yang biasanya dikarenakan komplikasi

suatu penyakit. Hal ini dijelaskan pada penelitian Idaiani (2016) yang

menjelaskan bahwa kesehatan mental emosional memiliki signifikansi

dengan kejadian hipertensi dan sering dikaitkan dengan penyakit

kronis lainnya (Idaiani, 2016).

14
Berdasarkan bentuknya, hipertensi dibagi menjadi beberapa jenis

yaitu hipertensi diastolik (peningkatan hanya pada tekanan darah

diastolik), hipertensi sistolik (peningkatan hanya pada tekanan darah

sistolik), dan hipertensi campuran (peningkatan keduanya).

B. Gangguan Mental Emosional (GME)

Gangguan mental emosional disebut juga dengan stres psikologis

karena kondisi ini mengindikasikan seseorang mengalami perubahan

psikologis (Ekowati & Hastuti, 2019). Gangguan mental emosional

merupakan kumpulan gejala atau pola perilaku atau psikologik

individu secara klinik berkaitan dengan gejala kecemasan (ansietas),

depresi, dan gangguan psikosomatik (Davies, T., Craig,T, 2009;

Muslim, Rusdi, 2013).

Gangguan mental emosional disebabkan akibat adanya

stressor berupa interaksi dari multifaktoral (biologis dan lingkungan)

sehingga menyebabkan hiperaktivitas aksis hipotalamus, aksis

hipofisis/pituitary dan adrenal yang mengakibatkan munculnya

gangguan atau kelainan pada neurotransmitter, dan neurohormone

(Davies, T., Craig,T, 2009; Muslim, Rusdi, 2013). Gangguan mental

emosional mengindikasikan seseorang mengalami perubahan

psikologis (Ekowati & Hastuti, 2019).

15
Adapun gejala gangguan mental emosional sebagai berikut :

a. Ansietas (Kecemasan)

Ansietas/manifestasi rasa cemas ditandai oleh tiga dari

empat kategori gejala berikut ini (Muslim, Rusdi, 2013) :

1. Rasa khawatir yang berlebihan terhadap hal-hal yang belum

terjadi seperti takut, cemas, pikiran berulang tentang hal-hal

buruk yang menimpa dirinya.

2. Kewaspadaan yang berlebihan karena terlalu mengamati

lingkungan sehingga mengakibatkan sulit berkonsentrasi,

mudah dialihkan, sukar tidur, iritabel dan tidak sabar.

3. Ketegangan motorik seperti gemetar, tegang, kurang rileks,

gelisah, mata bergetar, mudah kaget, kening berkerut, muka

tegang, nyeri otot, dan lelah.

4. Hipereaktifitas saraf otonom seperti jantung berdebar, mulut

kering, berkeringat, pusing, telapak tangan basah, kesemutan,

nafas dan nadi cepat waktu istirahat, mual, dingin, rasa tidak

nyaman di ulu hati, serta muka pucat.

b. Gejala Depresi

Gejala depresi secara relatif bermanifestasi menetap.

Periodenya berulang terkadang normal terkadang muncul gejala

depresi. Pada periode depresif akan terjadi afek, kognitif dan fisik

depresi seperti rasa sedih, murung, rendah diri, tidak bersemangat,

penurunan rasa minat dan rasa senang terhadap aktivitas yang

biasa dilakukan. Gejala depresi pada penderita gangguan mental

16
emosional paling sedikit mengalami tiga gejala dari beberapa

gejala berikut ini (Muslim, Rusdi, 2013) :

1. Afek yaitu perasaan seseorang yang dilihat dari ekspresi dan

gestur tubuh. Afek depresif seperti rasa sedih, apatis,

kehilangan minat, merasa tidak berharga, murung, tidak

bersemangat dan tidak bertenaga.

2. Secara kognitif seperti rendah diri, konsentrasi menurun,

ragu-ragu, mudah bereaksi, dan merasa bersalah.

3. Secara fisik yaitu mengalami kesulitan tidur, gangguan nafsu

makan, gangguan seksual, perubahan berat badan hingga

memiliki niat untuk bunuh diri.

c. Gangguan Psikosomatik

Gangguan psikosomatik merupakan keadaan berulang

dimana seseorang mengalami keluhan gejala fisik namun tidak

ada penyebab yang pasti saat dilakukan pemeriksaan medis.

Biasanya pasien merasakan keluhan gejala fisik seperti sesak

napas, nyeriiilambung, iialergi kulit, diare, gangguaniihaid dan

lainiisebagainya (Siswoyo, Hadi, 2011).

C. Gangguan Mental Emosional dan Hipertensi

Gangguan mental emosional atau stres psikologis banyak

dihubungkan dengan penyakit kronis salah satunya adalah hipertensi. Saat

individu mengalami gangguan mental emosional terjadi perubahan aksis

hipothalamo pituitary adrenal (HPA) yang menyebabkan pengeluaran

hormon adrenalin dan apabila terjadi terus menerus akan menyebabkan

17
meningkatnya tekanan darah (Idaiani, 2016). Hal ini dikarenakan hormon

adrenalin pada seseorang akan meningkat ketika mengalami gangguan

mental emosional, kemudian menyebabkan jantungiimemompaiidarah

lebih cepat sehinggaiiterjadi kenaikan tekanan darah (Nuraini, 2015).

Gangguan mental emosional seperti rasa cemas, takut dan lain-lain

meningkatkan stimulasi saraf otonom simpatik kemudian mengakibatkan

peningkatan curah jantung, volume darah dan tekanan vascular perifer

sehingga memberikan efek meningkatnya tekanan darah (Dinata, 2015).

Ada banyak faktor risiko gangguan mental emosional yang mirip dengan

faktor risiko yang berhubungan dengan hipertensi (Idaiani, 2016). Stres

psikologis atau gangguan mental emosional terjadi karena berbagai

konteks. Selain itu ada banyak penelitian yang menghubungkan gangguan

mental emosional di tempat kerja, gangguan mental emosional terhadap

lingkungan dan stres fisik atau somatoform dengan hipertensi (Hamano et

al., 2012; B. Hu et al., 2015).

Beberapa penelitian mengaitkan stres psikologis atau gangguan

mental emosional dengan hipertensi. Penelitian menunjukkan bahwa

hipertensi berhubungan positif dengan gangguan mental emosional

(kecemasan umum dan gejala depresi) (Ojike et al., 2016). Sebuah studi

longitudinal di Kanada mengungkapkan bahwa individu yang mengalami

gangguan mental emosional (kecemasan dan depresi) memiliki risiko 60%

lebih tinggi untuk hipertensi. Studi lain menunjukkan bahwa faktor

psikologis sebagai pendorong perkembangan hipertensi (Ojike et al., 2016;

Patten et al., 2009). Penelitian lain menjelaskan bahwa terdapat

18
signifikansi antara gangguan mental emosional dengan kejadian hipertensi

yaitu pada kelompok individu yangiiimengalami gangguan mental

emosional lebihiiiberpeluang 1.33 kali untuk hipertensi dibandingkan

kelompok yang tidakiiimengalami gangguan mental emosional (Idaiani,

2016).

D. Karakteristik Individu Hubungannya dengan Gangguan Mental

Emosional dan Hipertensi

1. Usia

Hipertensi primer merupakan jenis hipertensi yang umum terjadi.

Penderita hipertensi primeriibiasanya pada umur 30 – 50 tahun (Black,

J. M., & Hawks, J. H, 2014). Pertambahan usia dapat meningkatkan

risiko peningkatan tekanan darah pada individu. Tekananiiidarah

diastolikiiimeningkat hingga umur 50iiitahun kemudianiimenurun

pada umur 60 tahun dan seterusnya sedangkan pada tekananiiidarah

sistolikiiiakan terus meningkatiiiseiring bertambahnyaiiiusia karena

semakin bertambahnya umur, arteri dalamiitubuh akan jadiiilebih

lebariiidaniiikaku sehingga kapasitas daniiirekoil darahiiiyang

diakomodasikan melalui arteri berkurang (Grossman, S & Porth,

2014; Nuraeni, 2019). Salah satu hasil penelitian menunjukkan bahwa

usia memiliki signifikansi secara statistik dengan kejadian hipertensi

(Pv 0.000). Pada kelompok umur tua (≥ 45 tahun) lebih berisiko untuk

hipertensi (OR 8.4) CI 95% (2.9 – 24.2) (Nuraeni, 2019). Pada

penelitian lain menyatakan bahwa adanya hubungan signifikan secara

statistik antara umur dengan kejadian hipertensi (Pv 0.001). Pada

19
kelompok umur 35 – 64 tahun (OR=3.45) CI 95% (3.37 – 3.53) dan

pada kelompok umur ≥65 tahun (OR=10.27) CI 95% (10.27 – 9.91)

(Idaiani, 2016).

Berdasarkan penelitian Widakdo, G & Besral (2013) diketahui

terdapat signifikansi secara statistik antara usia dengan kejadian

gangguan mental emosional (Pv <0.001). Bertambahnya usia

seseorang maka semakin berisiko mengalami gangguan mental

emosional usia yaitu pada 45 – 54 tahun (OR=1.13) CI 95% (1.10 –

1.15), usia 55 – 64 tahun (OR=1.38) CI 95% (1.35 – 1.42), usia ≥65

tahun (OR=2.16) CI 95% (2.10 – 2.22) (Widakdo & Besral, 2013).

Peningkatan risiko ini dapat disebabkan karena terdapat perubahan

pada sistem saraf (neurotransmitter katekolaminergik) usia lanjut

(Koenig et al., 2006; Widakdo & Besral, 2013).

2. Jenis Kelamin

Berdasarkan penelitian (Rahmayani, 2019) jenis kelamin memiliki

signifikansi secara statistik dengan kejadian hipertensi yaitu kelompok

laki-laki lebih berisiko mengalami hipertensi dengan (OR=4.182) CI

95% (1.427 – 12.258). Hasil penelitian lain menunjukkan signifikansi

secara statistik antara jenis kelamin dengan kejadian hipertensi (Pv

0.035) (Falah, 2019). Data eksperimental dan klinis mengungkapkan

terdapat hormon estrogen pada wanita yang memberi efek

vasorelaksasi, pencegahan remodeling vaskular, penghambatan saraf

simpatetis yang dapat vasokonstriksi, dan menurunkan kekuatan aorta

melalui aktivitas pada endothelium serta sel otot polos yang dapat

20
melindungi perempuan dari peningkatan tekanan darah/hipertensi.

Namun, pada wanita pascamenopause kadar estrogen akan menurun

sehingga pada kelompok wanita pasca menopause lebihiiiberisiko

mengalamiiiihipertensi (Ghosh et al., 2016).

Berdasarkan penelitian (Widakdo & Besral, 2013) menunjukkan

adanya signifikansi secara statistik antaraiiijenisiiikelamin dengan

kejadianiiigangguan mental emosional (Pv < 0.001). Perempuan lebih

berisiko mengalami gangguan mental emosional (OR = 1.73) CI 95%

(1.69 – 1.77) (Widakdo & Besral, 2013). Hasil penelitian lain juga

menunjukkan bahwa adanya signifikansi secara statistikiiiantara jenis

kelamin denganiiikejadian gangguan mental emosional (Pv 0.000).

Perempuan lebih berisiko mengalami gangguan mental emosional

dengan (OR = 1.90) CI 95% (1.67 – 2.16) (Mubasyiroh et al., 2017).

3. Pekerjaan

Pekerjaan digunakan sebagai penguat identitas seseorang, dengan

bekerja seseorang dapat berkontribusi dalam perbaikan keadaan

hidupnya dan lingkungan sekitarnya (Anshori, 2013). Sebuah hasil

penelitianiiimenunjukkan bahwa adanya hubunganiiisignifikan secara

statistik antaraiiipekerjaan denganiiikejadian hipertensi (Pv 0.035).

Pada kelompok yang bekerja memiliki risiko lebih tinggi mengalami

hipertensi (OR=2.9) CI 95% (1.17 – 7.22) (Rasajati et al., 2015).

Penelitian lain menunjukkan hal yang sama bahwa pada kelompok

yang bekerja memiliki risiko yang lebih tinggi mengalami hipertensi

21
(Pv 0.001) (OR=4.667) CI 95% (1.890 – 11.526) (Qonitah &

Isfandiari, 2017).

Pekerjaan berperan dalam kejadian gangguan mental emosional,

banyak penelitian menghubungkan stres atau gangguan mental dengan

pekerjaan (Idaiani, 2016). Sebuah penelitian mengungkapkan bahwa

ada signifikansi secara statistik antara pekerjaan dengan gangguan

mental emosional (Pv <0.001). Pada kelompok yang bekerja

wiraswasta memiliki risiko (OR=1.09) CI 95% (1.06 – 1.13) dan pada

kelompok yang bekerja sebagai petani/nelayan/buruh memiliki risiko

(OR=1.08) CI 95% (1.05 – 1.11) (Widakdo & Besral, 2013).

4. Perilaku Merokok

Perilaku merokok dapat meningkatkan tekanan darah seseorang,

hal ini dikarenakan zat yang ada pada rokok yaitu nikotin. Zat nikotin

dapat meningkatkan denyut jantung dan menjadikan vasokontriksi

perifer yang menyebabkan meningkatnya tekanan darah arteri (Black,

J. M., & Hawks, J. H, 2014). Hasil penelitian (Agustina & Raharjo,

2015) mengungkapkan adanya signifikansi secara statistik antara

perilaku merokok dengan kejadian hipertensi dengan (Pv 0.017). Pada

kelompok individu yang memiliki kebiasaan merokok memiliki risiko

lebih besar mengalami hipertensi (OR=6) CI 95% (1.48 – 24.29)

(Agustina & Raharjo, 2015). Hal ini sejalan dengan hasil penelitian

(Rahmayani, 2019) yaitu kelompok individu yang memiliki kebiasaan

merokok lebih berisiko mengalami hipertensi dengan (Pv <0.001)

(POR=10) CI 95% (1.781 – 56.150).

22
Perilaku merokok memiliki signifikansi secara statistik dengan

kejadian gangguan mental emosional (Pv <0.001). Pada kelompok

individu yang merokok memiliki risiko lebih tinggi mengalami

gangguan mental emosional (OR=1.30) CI 95% (1.60 – 1.71)

(Widakdo & Besral, 2013).

5. Aktivitas Fisik

Aktivitas fisik menengah dan tinggi secara teratur diketahui dapat

mengurangi risiko dan menurunkan tekanan darah seseorang. Hal ini

dikarenakan ketika individu melakukan aktivitas fisik, tubuh akan

mengeluarkan energi untuk metabolisme lemak dan lemak di dalam

tubuh menjadi tidak terakumulasi sehingga aliran darah lancar.

Sebaliknya jika tubuh kurang melakukan aktivitas fisik, energi yang

dikeluarkan sedikit dan terjadi akumulasi lemak dalam tubuh sehingga

jantung bekerja lebih keras dalam mengalirkan darah ke seluruh tubuh

dan terjadi peningkatan tekanan darah (Karim et al., 2018). Sebuah

studi epidemiologi mengungkapkan bahwa aktivitas fisik yang teratur

merupakan langkah pencegahan maupun pengobatan hipertensi serta

menurunkan risiko kejadian penyakit kardiovaskular dan kematian

(Williams et al., 2018). Hal ini sejalan dengan penelitian (You et al.,

2018) menyatakan bahwa adanya signifikansi secara statistik antara

aktivitas fisik dengan kejadian hipertensi (Pv <0.0001). Pada

kelompok individu yang teratur melakukan aktivitas fisik setiap

minggunya memiliki (OR=0.83) CI 95% (0.75 – 0.92). Hal ini berarti

23
aktivitas fisik yang teratur merupakan faktor pencegah terjadinya

hipertensi (You et al., 2018).

Aktivitas fisik yang kurang dapat menyebabkan munculnya gejala

gangguan mental emosional yaitu ansietas. Sebuah penelitian

menunjukkan bahwa adanya signifikansi secara statistik antara

aktivitas fisik dengan ansietas (Pv <0.001). Pada kelompok individu

yang kurang melakukan aktivitas fisik memiliki risiko yang lebih

tinggi mengalami ansietas (OR=1.32) CI 95% (1.17 – 1.47) (Stubbs et

al., 2017). Penelitian lain juga menjelaskan tentang hubungan gejala

gangguan mental emosional yaitu ansietas dan gejala depresi dengan

aktivitas fisik (Pv <0.01). Pada kelompok individu yang kurang

melakukan aktivitas fisik memiliki risiko lebih tinggi mengalami

ansietas (OR=9.63) dan mengalami depresi (OR=5.17) (Moksnes et

al., 2010).

6. Konsumsi Alkohol

Kebiasaan mengkonsumsi alkohol memiliki peran penting

terjadinya hipertensi pada individu. Sebuah hasil penelitian

menunjukkan adanya signifikansi secara statistik antara konsumsi

alkohol dengan kejadian hipertensi (Pv 0.0001 ) (Jayanti et al., 2017).

Hal ini sejalan dengan hasil penelitian (Memah et al., 2019) yang

menunjukkan adanya signifikansi secara statistik antara konsumsi

alkohol dengan kejadian hipertensi (Pv 0.000). Konsumsi alkohol

yang berlebih dapat menyebabkan kerusakan fungsi organ hati

24
sehingga mempengaruhi kinerja dan fungsi jantung. Hal ini

dikarenakan alkohol dapat merangsang epinefrin atau adrenalin

sehingga menyebabkan arteri mengecil dan menimbulkan penimbunan

air dan natrium. Hal inilah yang mempengaruhi peningkatan tekanan

darah pada individu (Memah et al., 2019).

Kebiasaan konsumsi alkohol juga berperan dalam kejadian

gangguan mental emosional. Sebuah penelitian mengungkapkan

bahwa adanya signifikansi secara statistik antara konsumsi alkohol

dengan kejadian gangguan mental emosional (Pv <0.001). Pada

kelompok individu yang mengkonsumsi alkohol lebih berisiko

mengalami gangguan mental emosional (OR=1.66) CI 95% (1.60 –

1.71) (Widakdo & Besral, 2013). Hasil penelitian ini sejalan dengan

penelitian (Mubasyiroh et al., 2017) yang mengungkapkan bahwa

adanya signifikansi secara statistik antara konsumsi alkohol dengan

kejadian gangguan mental emosional (Pv 0.001). Pada kelompok

individu yang pernah mengkonsumsi alkohol (OR=1.86) CI 95% (1.38

– 2.52) dan pada kelompok individu yang masih mengkonsumsi

alkohol (OR=1.97) CI 95% (1.31 – 2.96) (Mubasyiroh et al., 2017).

7. IMT

Indeks masa tubuh (IMT) merupakan indeks beratiibadan terhadap

tinggiiibadan pada orang dewasa untuk mengklasifikasikaniistatus

gizi. IMT adalah hasil perhitungan beratiiibadan seseorang dalam

satuan kilogramiiidibagi dengan kuadratiiitinggi badan dalam satuan

25
m (kg/m2) (Kemenkes RI, 2018a). Kategori IMT secara nasional di

Indonesia yaitu sebagai berikut :

Tabel 2.2 Kategori IMT

Kategori IMT
Kurus Berat < 17.0
Ringan 17.0 – 18.4
Normal 18.5 – 25.0
Gemuk/Obesitas Ringan 25.1 – 27.0
Berat > 27.0

Gemuk/obesitasiiiterutama padaiiitubuh bagianiiiatas (berbentuk

apel)iimempengaruhi perkembangan hipertensi. Hal ini dikarenakan

meningkatnyaiijumlah lemak di sekitariiidiafragma, pinggang, dan

perutiii(Black, J. M., & Hawks, J. H, 2014). Selain itu, leptin atau

hormon yang diturunkan dari adiposit mewakili hubungan antara

adipositas dan peningkatan aktivitas simpatis kardiovaskular. Leptin

bekerja pada hipotalamus untuk meningkatkan tekanan darah melalui

aktivitas sistem saraf simpatis (Grossman, S & Porth, 2014). Sebuah

penelitian mengungkapkan bahwa adanya signifikansi secara statistik

antara obesitas dengan kejadian hipertensi (Pv 0.007). Pada kelompok

individu yang obesitas memiliki risiko lebih tinggi mengalami

hipertensi (OR=5.573) CI 95% (1.706 – 18.205) (Rahmayani, 2019).

Selain itu pada penelitian lain juga mengungkapkan bahwa ada

signifikansi secara statistik antara obesitas dengan kejadian hipertensi

26
(Pv 0.038) (OR=3.5) CI 95% (1.06 – 9.26) (Agustina & Raharjo,

2015).

Terdapat hubungan antara obesitas dan gangguan mental

emosional. Sebuah penelitian mengungkapkan adanya signifikansi

secara statistik antara obesitas dengan ansietas (Pv 0.02) dengan

(OR=2.37). Penelitian ini juga mengungkapkan adanya signifikansi

secara statistik antara obesitas dengan gejala depresi (Pv 0,006)

dengan (OR=2.80) (Pierce et al., 2017).

8. Penyakit Komorbid

Penyakit penyerta merupakan salah satu keadaan dimana seseorang

memiliki penyakit lainnya. Diabetes melitus dengan hipertensi

merupakan sebuah hubungan yang kompleks. Hipertensi dapat

menyebabkan kensensitifan sel terhadap insulin menjadi berkurang

bahkan tidak sensitif sama sekali. Hal itu dapat terjadi resistensi insulin

yang kemudian menyebabkan seseorang mengalami hiperglikemia

(Sherwood, L, 2013). Hiperglikemia berhubungan dengan

hiperinsulinemia, dyslipidemia serta hipertensi yang secara bersama-

sama dapat mengawali terjadinya penyakit kardiovaskuler dan stroke

(Pratama Putra et al., 2019).

Tekanan darah yang meningkat akan menyebabkan pembuluh

darah serebral berkontraksi dan apabila berlangsung selama berbulan-

bulan atau bertahun-tahun dapat menyebabkan hialinisasi pada lapisan

otot pembuluh darah serebral. Apabila pembuluh serebral tidak dapat

27
berdilatasi sehingga tidak dapat mengatasi fluktuasi dari tekanan darah

sistemik sehingga ketika tekanan darah sistemik naik maka perfusi pada

dinding kapiler menjadi tinggi yang dapat menyebabkan terjadinya

hyperemia, edema dan kemungkinan lainnya adalah adanya pendarahan

di otak (Sherwood, L, 2013; Sofyan et al., 2012).

Tekanan darah yang meningkat secara terus menerus dapat

menyebabkan kerusakan sistem pembuluh darah arteri. Hal ini terjadi

akibat adanya endapan lemak pada dinding pembuluh darah arteri

sehingga lumen menjadi sempit dan dapat menyebabkan penyakit

jantung/PJK. Hal ini dapat dijelaskan karena beban jantung bertambah

akibat meningkatkan resistensi terhadap pemompaan darah dari vertikel

kiri (Sherwood, L, 2013).

Sebuah penelitian menjelaskan bahwa terdapat signifikansi secara

statistik terhadap kejadian hipertensi dengan diabetes melitus (Pv 0.041)

(Pratama Putra et al., 2019). Penelitian lain juga menjelaskan hal yang

sama yaitu terdapat signifikansi secara statistik terhadap kejadian

hipertensi dengan diabetes mellitus (Pv 0.004) dengan OR 1.7 (Silih,

2012). Selain diabetes mellitus, stroke diketahui memiliki signifikansi

dengan kejadian hipertensi (pv 0.000) (Sofyan et al., 2012). Hal ini juga

sejalan dengan penelitian (L. Hu et al., 2019) yang menyatakan bahwa

terdapat signifikansi antara kejadian hipertensi dengan stroke (Pv

<0.001). Penyakit jantung erat kaitannya dengan kejadian hipertensi, hal

ini dijelaskan pada penelitian (Amisi et al., 2018) bahwa hipertensi

memiliki signifikansi dengan kejadian hipertensi (Pv 0.028) dengan nilai

28
OR 2.667. Penelitian lain juga menjelaskan hal yang sama yaitu terdapat

signifikansi antara kejadian hipertensi dengan penyakit jantung (Pv

0.045) (Monica et al., 2019).

E. Kerangka Teori

Pengaruh berbagai faktor yang menyebabkan gangguan mental

emosional dan hipertensi dapat dijelaskan pada beberapa penelitian dan

teori oleh (Ekowati & Hastuti, 2019)1, (Muslim, Rusdi, 2013)2, (Siswoyo,

Hadi, 2011)3, (Grossman, S & Porth, 2014)4, (Widakdo & Besral, 2013)5,

(Ghosh et al., 2016)6, (Rasajati et al., 2015)7, (Black, J. M., & Hawks, J. H,

2014)8, (Memah et al., 2019)9, (Karim et al., 2018)10, (Davies, T., Craig,T,

2009)11, (Moksnes et al., 2010)12, (Pierce et al., 2017)13, (Idaiani, 2016)14,

(Sofyan et al., 2012)15, (Pratama Putra et al., 2019)16, dan (Monica et al.,

2019)17.

29
Bagan 2.1 Kerangka Teori

Stressor11
Perilaku Merokok8,5
IMT
5,9 Kategori
Konsumsi Alkohol
Perubahan Obesitas4,13
Psikologis1 Aktivitas Fisik Kurang10,12

Gangguan Mental Hipertensi5


Emosional14

Ansietas2 Usia4,5
Gejala Depresi2 Jenis Kelamin5,6
Gangguan Pekerjaan7,14,5
Psikosomatik3
Penyakit
Kormobid15,16,17

30
BAB III

KERANGKA KONSEP, DEFINISI OPERASIONAL DAN HIPOTESIS

A. Kerangka Konsep

Padaiiipenelitianiiiini hipertensi merupakan variabeliiidependen

dan gangguan mental emosional adalah variabeliiiindependen. Usia, jenis

kelamin, pekerjaan dan IMT diikutsertakan dalam analisis karena dinilai

berhubungan dengan kejadian hipertensi dan gangguan mental emosional.

Hal ini dapat dijelaskaniisebagaiiiberikut :

1. Usia

Hasil penelitianiiimenunjukkan bahwa usia memiliki signifikansi

secara statistik dengan kejadian hipertensi (Pv 0.000). Pada kelompok

umur tua (≥ 45 tahun) lebih berisiko mengalami hipertensi (OR 8.4) CI

95% (2.9 – 24.2) (Nuraeni, 2019). Kejadian hipertensi semakin berisiko

dengan seiring bertambahnya usia. Pada kelompok umur 35 – 64 tahun

(OR=3.45) CI 95% (3.37 – 3.53) sedangkan pada kelompok umur ≥65

tahun (OR=10.27) CI 95% (10.27 – 9.91) (Idaiani, 2016).

Berdasarkan penelitian Widakdo, G & Besral (2013) diketahui

bahwa adanya signifikansi secara statistik antara usia dengan kejadian

gangguan mental emosional (Pv <0.001). Semakin bertambahnyaiiiusia

seseorang maka semakiniiibesar risikoiiimengalami gangguan mental

emosional usia 45 – 54 tahun (OR=1.13) CI 95% (1.10 – 1.15), usia 55 –

64 tahun (OR=1.38) CI 95% (1.35 – 1.42), usia ≥65 tahun (OR=2.16) CI

95% (2.10 – 2.22) (Widakdo & Besral, 2013).

31
2. Jenis Kelamin

Berdasarkan penelitian (Rahmayani, 2019) jenis kelamin memiliki

signifikansi secara statistik dengan kejadian hipertensi yaitu pada laki-

laki lebih berisiko mengalami hipertensi dengan (OR=4.182) CI 95%

(1.427 – 12.258). Hasil penelitian lain menunjukkan bahwa usia memiliki

signifikansi secara statistik dengan kejadian hipertensi (Pv 0.035) (Falah,

2019).

Berdasarkan penelitian (Widakdo & Besral, 2013) menunjukkan

adanya signifikansi secara statistik antara jenis kelamin dengan kejadian

gangguan mental emosional (Pv < 0.001). Pada perempuan lebih berisiko

mengalami gangguan mental emosional (OR = 1.73) CI 95% (1.69 –

1.77) (Widakdo & Besral, 2013).

3. Pekerjaan
Hasil penelitian menunjukkan bahwa adanya signifikansi secara

statistik antara pekerjaan dengan kejadian hipertensi (Pv 0.035). Pada

kelompok yang bekerja memiliki risiko lebih tinggi mengalami hipertensi

(OR=2.9) CI 95% (1.17 – 7.22) (Rasajati et al., 2015). Penelitian lain

menunjukkan hal yang sama bahwa pada kelompok yang bekerja

memiliki risiko yang lebih tinggi mengalami hipertensi (Pv 0.001)

(OR=4.667) CI 95% (1.890 – 11.526) (Qonitah & Isfandiari, 2017).

Sebuah penelitian mengungkapkan bahwa ada signifikansi secara

statistik antara pekerjaan dengan gangguan mental emosional (Pv

<0.001). Pada kelompok yang bekerja wiraswasta memiliki risiko

(OR=1.09) CI 95% (1.06 – 1.13) dan pada kelompok yang bekerja

32
sebagai petani/nelayan/buruh memiliki risiko (OR=1.08) CI 95% (1.05 –

1.11) (Widakdo & Besral, 2013).

4. IMT

Berat badaniiimerupakan salah satu faktoriiideterminan pada

tekananiiidarah semua kelompok umur. Perubahan fisiologis menjelaskan

hubungan antaraiiikelebihan beratiiibadan denganiiitekanan darahiiiyaitu

saat terjadi resistensiiiiinsulin daniiihiperinsulinemia, aktivitasiiiisaraf

simpatis dan sistemiiireninangiotensin (Nuraini, 2015). Sebuah penelitian

mengungkapkan bahwa adanya signifikansi secara statistik antara

obesitas dengan kejadian hipertensi (Pv 0.007). Pada kelompok individu

yang obesitas memiliki risiko lebih tinggi mengalami hipertensi

(OR=5.573) CI 95% (1.706 – 18.205) (Rahmayani, 2019).

Sebuah penelitian mengungkapkan adanya signifikansi secara

statistik antara obesitas dengan ansietas (Pv 0.02) dengan (OR=2.37).

Penelitian ini juga mengungkapkan adanya signifikansi secara statistik

antara obesitas dengan gejala depresi (Pv 0,006) dengan (OR=2.80)

(Pierce et al., 2017).

33
Bagan 3.1 Kerangka Konsep

HIPERTENSI
Gangguan Mental Emosional

Karakteristik Pekerja

Usia

Jenis Kelamin

Pekerjaan

IMT

Keterangan

: Variabel Dependen

: Variabel Independen

: Variabel Confounding

Variabel karakteristik pekerja digunakan untuk melihat bagaimana

hubungan gangguan mental emosional dengan hipertensi apabila dikontrol oleh

usia, jenis kelamin, pekerjaan dan IMT.

34
B. Definisi Operasional

Definisi operasional digunakan untuk membatasi ruang lingkup atau pengertian variabel yang diteliti. Definisi operasional

juga bermanfaat untuk mengarahkan kepada pengukuran terhadap variabel-variabel yang diteliti serta pengembangan instrumen.

Berikut definisi operasional variabel-variabel yang diteliti pada penelitian ini :

Tabel 3.1 Definisi Operasional

Variabel Skala
No Definisi Operasional Cara Ukur Alat Ukur Hasil Ukur
Dependen Ukur
1. Hipertensi Hipertensi adalah keadaan Tekanan darah Alat ukur yang 0. Tidak Ordinal
apabila tekanan darah dan informasi digunakan 1. Ya
sistolik ≥ 140mmHg atau diagnosis dokter adalah
tekanan darah diastolik ≥ terkait hipertensi tensimeter dan
90mmHg atau pernah diperoleh kuesioner.
didiagnosis oleh dokter atau melalui Informasi ini
sedang mengkonsumsi obat wawancara, dan diperoleh dari
untuk hipertensi. pengukuran kuesioner
langsung oleh individu kode

35
enumerator B20 – B24 dan
Riskedas L04 – L06
kemudian disalin
pada lembar
kuesioner.
Variabel Skala
No Definisi Operasional Cara Ukur Alat Ukur Hasil Ukur
Independen Ukur
1. Gangguan Mental Gangguan mental Wawancara Kuesioner survei 0. Tidak GME Ordinal
emosional (GME) emosional adalah rasa langsung dan individu kode 1. GME, Jika
khawatir yang berlebihan disalin pada C12 – C31 responden
yang berulang, dapat lembar kuesioner menjawab “Ya” ≥ 6
muncul perubahan somatik oleh enumerator pertanyaan
meliputi gemetar, otot Riskesdas. (Kemenkes RI,
tegang, berdebar, sulit tidur, 2019d)
konsentrasi buruk, mual,
sakit kepala dsb.
Karakteristik Skala
No Definisi Operasional Cara Ukur Alat Ukur Hasil Ukur
Pekerja Ukur
1. Usia Lama waktu hidup Wawancara Kuesioner rumah 0. 15 – 34 tahun Nominal

36
seseorang sejak dilahirkan langsung dan tangga bagian 1. 35 – 64 tahun
sampai saat wawancara disalin pada keterangan 2. ≥ 65 tahun
dilakukan lembar kuesioner anggota keluarga (Idaiani, 2016)
oleh enumerator kode 10
Riskesdas.
2. Jenis Kelamin Sifat atau keadaan jantan Wawancara Kuesioner rumah 0. Perempuan Nominal
atau betina secara biologis langsung dan tangga bagian 1. Laki-laki
disalin pada keterangan
lembar kuesioner anggota keluarga
oleh enumerator kode 4
Riskesdas.
3. Pekerjaan Pekerjaan adalah jenis Wawancara Kuesioner rumah 0. Pekerja Formal Nominal
aktivitas mandiri yang langsung dan tangga bagian 1. Pekerja Informal
dilakukan responden secara disalin pada keterangan (Bhagaskara et al.,
2020)
berulang sehingga dapat lembar kuesioner anggota keluarga
memenuhi kebutuhannya. oleh enumerator kode 12
Pekerja formal yaitu Riskesdas.
pekerja pemerintah dan
swasta, pekerja informal

37
yaitu buruh, asisten rumah
tangga, pengrajin, petani
dsb.
4. IMT IMT adalah nilai yang Pengukuran Kuesioner 0. Normal Ordinal
diperoleh dari perhitungan langsung individu kode 1. Kurus
berat badan dalam satuan menggunakan L01 dan L02 2. Berat Badan
kg dibagi tinggi badan timbangan badan Berlebih/Obesitas
kuadrat dalam satuan meter. dan meteran
kemudian disalin
pada lembar
kuesioner oleh
enumerator
Riskesdas

38
C. Hipotesis

1. Ada hubungan antara gangguan mental emosional dengan hipertensi

pada pekerja di Indonesia tahun 2018.

2. Ada hubungan antara gangguan mental emosional dengan hipertensi

menurut usia pada pekerja di Indonesia tahun 2018.

3. Ada hubungan antara gangguan mental emosional dengan hipertensi

menurut jenis kelamin pada pekerja di Indonesia tahun 2018.

4. Ada hubungan antara gangguan mental emosional dengan hipertensi

menurut pekerjaan pada pekerja di Indonesia tahun 2018.

5. Ada hubungan antara gangguan mental emosional dengan hipertensi

menurut IMT pada pekerja di Indonesia tahun 2018.

39
BAB IV

METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Jenis penelitianiiiini merupakaniiipenelitian epidemiologiiiianalitik

dengan desainiiistudi crossiiisectional. Penelitianiiiini merupakan analisis

sekunder menggunakaniiidata Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) Tahun

2018. Variabeliiidependen pada penelitian ini adalah hipertensi sedangkan

variabel independennyaiiiadalah gangguan mental emosional. Namun,

penelitian ini juga menganalisis variabel usia, jenis kelamin, pekerjaan,

dan IMT.

B. Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian Riskesdas tahun 2018 dilakukaniiidi seluruh provinsi

daniiikabupaten/kota di Indonesia yaituiii34 provinsi, i416 kabupaten dan

98iiikota pada bulan maret 2018. Data sekunder diperoleh dari

Dataset/baseline Riskesdas tahun 2018. Analisisiiilanjutan dari data

Riskesdas tahun 2018 dilakukaniiipada bulan Februari – Mei 2021.

C. Populasi dan Sampel Penelitian

1. Data Riskesdas 2018

Populasiiiidalam penelitian Riskesdas 2018 adalahiiiseluruh rumah

tanggaiiidi Indonesia dengan targetiiisampel 300.000iiirumah tangga

dari 30.000iiiBlok Sensusii(BS) Susenas yangiiidilakukan oleh Badan

Pusat Statistik dengan menggunakaniiimetode PPS (probability

40
proportional to size) menggunakaniiilinear systematic sampling dengan

two stage sampling.

2. Populasi Penelitian

Pada penelitian iniiipopulasinya adalahiiiseluruh pekerja yang

tinggal di Indonesia.

3. Sampel Penelitian

Ketersedian data pada raw data Riskesdas 2018 mempengaruhi

jumlah sampel pada penelitian ini. Sampel penelitian ini adalah seluruh

pekerja yang tinggal di Indonesia, merupakan sampel penelitian

Riskesdas tahun 2018 dan memenuhi kriteria sebagai berikut :

1. Kriteria Inklusi

a. Berusia ≥ 15 tahun saat dilakukannya survei Riskesdas 2018

b. Melakukan pengukuran tekanan darah

c. Melakukan pengukuran berat badan dan tinggi badan

d. Merupakan sampel penelitian survei Riskesdas 2018

e. Memiliki pengukuran gangguan mental emosional

2. Kriteria Eksklusi

a. Tidak melengkapi salah satu data dari pengukuran tekanan

darah, pengukuran berat badan dan tinggi badan.

b. Data variabel yang dibutuhkan penelitian ini hilang/tidak

lengkap.

Sampel minimal pada penelitian ini dihitung menggunakan rumus

estimasi proporsi pada sampel acak sederhana dengan presisi mutlak

untuk mengetahui prevalensi hipertensi dan uji hipotesis dua proporsi

41
untuk mengetahui hubungan variabel independen dan dependen

(analisis bivariat).

Adapun rumus estimasi proporsi pada sampel acak sederhana

dengan presisi mutlak yaitu :

n = Z21-α/2 x P(1-P) x def


d2
Keterangan :

n = Jumlah sampel yang dibutuhkan

Z1-α/2 = Derajat Kepercayaan 95% = 1.96

P = Proporsi Hipertensi = 0.341

Def = Disain efek = 2

d = Presisi = 15%

Hasil besar sampel yang didapatkan dari rumus estimasi

proporsi pada sampel acak sederhana dengan presisi mutlak adalah 77

rumah tangga/kecamatan. Untuk mempermudah pengambilan sampel

dan perkiraan droup out sebesar 10%, maka sampel yang dibutuhkan

adalah 77+ (7.7) = 84.7 ~ 85 rumah tangga/kecamatan.

Selanjutnya untuk analisis penelitian, maka perhitungan sampel

minimal digunakan rumus uji hipotesis beda dua proporsi sebagai

berikut:

√ ( ) √ ( ) ( )
x def
( )

Keterangan :

n = Jumlah sampel minimal yang dibutuhkan

Z1-α/2 = Derajat kemaknaan 5% = 1.96

42
Z1-β = Kekuatan uji 80% = 1.64

P = Proporsi rata-rata pada populasi

P1 = Proporsi variabel dependen (hipertensi) pada variabel

independen kategori 1 penelitian sebelumnya

P2 = Proporsi variabel dependen (hipertensi) pada variabel

independen kategori 2 penelitian sebelumnya

Tabel 4.1
Hasil Perhitungan Besar Sampel Uji Hipotesis Beda Dua Proporsi
Variabel P1 P2 n nxdef Sumber
Gangguan Mental Emosional 0.344 0.274 683 1366 (Idaiani, 2016)
Usia 0.751 0.122 9 18 (Idaiani, 2016)
Jenis Kelamin 0.304 0.249 1037 2074 (Idaiani, 2016)
Pekerjaan 0.475 0.331 181 362 (Idaiani, 2016)
IMT 0.231 0.769 13 26 (Agustina & Raharjo, 2015)

Berdasarkan rumus diatas, didapatkaniiijumlah sampeliiiminimal

yangiiidibutuhkan adalah 2.074. Jumlahiisampel digunakaniiioleh

peneliti untuk menilaiiiikecukupan dan melihatiiiapakah jumlah sampel

minimal ini memenuhi syaratiiiuntuk dilakukan ujiiiihipotesis. Adapun

jumlah sampel didapatkan dari Riskesdas 2018 sejumlah 1.091.528

rumah tangga dengan individu sebanyak 1.017.290 orang. Makaiiidapat

disimpulkan bahwaiiijumlah sampel minimal yangiiididapatkan oleh

peneliti sudah memenuhiiiisyarat dilakukaniiujiiihipotesis.

43
Bagan 4.1 Bagan Sample Size

Responden Riskesdas tahun 2018


n = 1.017.290

Memenuhi Kriteria Inklusi Tidak Memenuhi Kriteria


dan Eksklusi Penelitian Inklusi dan Eksklusi
n = 447.891 Penelitian
n = 569.399

D. Instrumen Penelitian

Instrumen yangiiidigunakan pada penelitian iniiiiadalah kuesioner

individuiiidan rumahiiitangga Riskesdas tahun 2018. Kuesioneriiitersebut

berisikan pertanyaan yang berkaitan dengan variabel hipertensi, gangguan

mental emosional, usia, jenis kelamin, pekerjaan, dan IMT.

E. Metode Pengumpulan Data Penelitian

Data Riskesdas tahun 2018 dikumpulkan olehiiBalai Penelitian dan

PengembanganiiiKesehatan. Pada penelitianiiiini, penelitiiiimelakukan

observasi terhadap data sekunder Riskesdas tahun 2018. Dataiiisekunder

yang digunakaniiipeneliti telah disesuaikan denganiiidata yangiiitersedia

pada Riskesdas 2018. Adapuniiidata yang dijadikaniiisebagai variabel

penelitianiiiadalah sebagai berikut :

1. Hipertensi

Hipertensi merupakan variabel dependen dalam penelitian ini. Data

terkait hipertensi diperoleh melalui wawancara dan pengukuran

tekanan darah secara langsung 1-3 kali pengukuran yang kemudian

disalin pada kuesioner individu Riskesdas 2018 oleh enumerator.

44
2. Gangguan Mental Emosional

Gangguan mental emosional merupakan variabel independen dalam

penelitian ini. Data terkait gangguan mental emosional diperoleh

melalui wawancara. Kemudian data disalin pada kuesioner individu

Riskesdas 2018 oleh enumerator.

3. Usia

Usia merupakan variabel lain yang ikut diteliti dalam penelitian ini.

Data terkait usia diperoleh melalui wawancara. Kemudian data disalin

pada kuesioner rumah tangga Riskesdas 2018 oleh enumerator.

4. Jenis Kelamin

Jenis kelamin merupakan variabel lain yang diteliti dalam penelitian

ini. Data terkait jenis kelamin diperoleh melalui wawancara.

Kemudian data disalin pada kuesioner rumah tangga Riskesdas 2018

oleh enumerator.

5. Pekerjaan

Pekerjaan merupakan variabel lain yang diteliti dalam penelitian ini.

Data terkait pekerjaan diperoleh melalui wawancara. Kemudian data

disalin pada kuesioner rumah tangga Riskesdas 2018 oleh enumerator.

6. IMT

IMT merupakan variabel lain yang diteliti dalam penelitian ini. Data

terkait IMT diperoleh melalui wawancara dan pengukuran berat badan

dan tinggi badan. Kemudian data disalin pada kuesioner individu

Riskesdas 2018 oleh enumerator.

45
F. Manajemen Data

Manajemen data dilakukan setelahiiipengumpulan data. Padaiiipenelitian

ini data yang diperolehiiiadalah dataiiiyang masihiiimentah (raw data)

selanjutnya diolahiiimenjadi informasiiiiyang dapat menjawabiiitujuan

penelitian. Manajemeniiidata dilakukan menggunakan perangkat lunak

denganiitahapan sebagai berikut:

1. Filter

Pada tahap ini dilakukan pemisahan data yang tidak dibutuhkan dalam

penelitian. Peneliti melakukan identifikasi terhadap pertanyaan

kuesioner Riskesdas 2018 yang berkaitan dengan variabel yang

diteliti. Berikut kode variabel yang digunakan peneliti pada penelitian

Rsikesdas 2018 :

Tabel 4.2
Variabel Penelitian

No Variabel Kode Variabel Kuesioner


1. Hipertensi B20, B21, B22, B23, B24, RKD18 IND
L04, L05, L06
2. Gangguan Mental C12, C13, C14, C15, C16, RKD18 IND
Emosional C17, C18, C19, C20, C21,
C22, C23, C24, C25, C26,
C27, C28, C29, C30, C31
4. Usia B4K10 RKD18 RT
5. Jenis Kelamin B4K4 RKD18 RT
6. Pekerjaan B4K12 RKD18 RT
7. IMT L01, L02 RKD18 IND

46
2. Cleaning

Data dibersihkan melalui tabulasi frekuensi dari masing-masing

variabel yang diteliti yaitu variabel dependen, independen dan variabel

lain yang dikut sertakan dalam penelitian ini. Analisis data frekuensi

dilakukan untuk mendeteksi adanya data yang tidak lengkap atau

missing. Tahap ini juga dilakukan untuk menentukan jumlah sampel

yang eligible terhadap kriteria inklusi dan eksklusi penelitian ini.

3. Compute

Perhitungan yang dilakukan pada penelitian ini adalah pada variabel

IMT. Variabel IMT yang dimaksud adalah perhitungan dari berat badan

(kg) dibagi dengan tinggi badan (meter) kuadrat. Data yang dibutuhkan

adalah data kuesioner RKD18 IND kode L01 dan L02.

4. Recoding

Pengkodean ulang atau membuat kode baru dalam penelitian ini

dilakukan pada beberapa variabel untuk mempermudah peneliti

menganalisis data. Pengkodean ulang pada penelitian ini dapat dilihat

pada tabel berikut ini :

47
Tabel 4. 3
Pengkodean Ulang Data Riskesdas 2018

No Nama Kode Awal Kode Akhir Keterangan


Variabel
1. Tekanan Data 0. Tidak Hipertensi Kategorisasi dari
Darah Numerik 1. Hipertensi data numerik
2. IMT Data 0. Normal Kategorisasi dari
Numerik 1. Kurus data numerik
2. Berat Badan
Berlebih/Obesitas
3. Usia Data 0. 15 – 34 tahun Kategorisasi dari
Numerik 1. 35 – 64 tahun data numerik
2. ≥ 65 tahun
4. Pekerjaan Data 0. Pekerja Formal Kategorisasi dari
Kategorik 1. Pekerja Informal data kategorik

G. Analisis Data

Analisis dataiiiyang akan dilakukan olehiiipeneliti dengan dua cara

yaituiiianalisis univariat dan bivariat. Analisisiiidata dilakukan untuk

melihatiiidistribusi variabel penelitianiiimaupun uji statistik dengan

menggunakan software pengolah data.

1. Analisis Univariat

Analisis univariat dilakukan untuk mengetahui distribusi frekuensi

variabel penelitian. Analisisiiiunivariat dilakukan pada variabel

dependen, independen dan variabel lain. Variabeliiidependen yaitu

hipertensi serta variabel independen yaitu gangguan mental emosional,

48
dan variabel lain yaitu usia, jenis kelamin, pekerjaan, dan IMT. Hasil

analisis berbentuk presentase.

2. Analisis Bivariat

Analisis bivariatiiidilakukan untuk membuktikaniiiiihipotesis

penelitian. Analisisiiidilakukan untuk melihatiiihubungan antara

variabeliiidependen denganiiivariabel independen daniiivariabel lain.

Analisisiiidilakukan denganiiuji chi-square dengan derajat kepercayaan

95%.

Uji chi-square digunakan untuk melihat hubungan dan

membandingkan proporsi pada dua atau lebih kelompok. Pada analisis

ini, dataiiiyang dibandingkan merupakaniiidata kategorik yang

dibandingkaniiidengan data kategorik. Uji ini digunakan untuk

mengetahui hubungan antara gangguan mental emosional dengan

hipertensi serta hubungan antara gangguan mental emosional dengan

hipertensi menurut usia, jenis kelamin, pekerjaan, dan IMT pekerja.

Hasil analisis yaitu nilai P-value dan OR. Hasil analisis dikatakan

memiliki hubungan apabila terdapat signifikansi secara statistik

dibuktikan dengan didapatkannya P-value <0,05 dan rentang CI tidak

melewati angka 1. Nilai OR yang dihasilkan apabila > 1 menunjukkan

resiko.

49
H. Etik Penelitian

Persetujuaniiietik (ethical approval) penelitianiiiini telahiiidisetujui

oleh Komisi Etik Penelitian Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Islam

Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta melalui surat persetujuan etikiiidengan

nomor surat Un.01/F.10/KP.01.1/KE.SP/06.08.030/2021.

50
BAB V

HASIL

A. Hasil Analisis Univariat


1. Prevalensi Hipertensi Pada Pekerja di Indonesia Tahun 2018

Tabel 5.1
Distribusi Frekuensi Hipertensi Pada Pekerja
di Indonesia Tahun 2018

Hipertensi n %
Tidak 267.800 59,8
Ya 180.091 40,2
Total 447.891 100

Berdasarkan Tabel 5.1 diketahui bahwasanya dari 447.891

Pekerja terdapat 180.091 pekerja yang mengalami hipertensi dengan

presentase sebesar 40,2%.

2. Prevalensi Gangguan Mental Emosional Pada Pekerja di


Indonesia Tahun 2018

Tabel 5.2
Distribusi Frekuensi Gangguan Mental Emosional Pada Pekerja
di Indonesia Tahun 2018

Gangguan Mental
n %
Emosional
Tidak GME 408.730 91,3
GME 39.161 8,7
Total 447.891 100

Tabel 5.2 diatas menunjukkan bahwasannya dari 447.891

pekerja di Indonesia, terdapat 39.161 pekerja yang mengalami

gangguan mental emosional dengan presentase sebesar 8,7%.

51
3. Gambaran Karakteristik Individu Pekerja di Indonesia Tahun
2018

Tabel 5.3
Distribusi Frekuensi Karakteristik Pekerja di Indonesia Tahun
2018

Karakteristik Pekerja n %
Usia
15 – 34 tahun 138.455 30,9
35 – 64 tahun 280.427 62,6
≥ 65 tahun 29.009 6,5
Jenis Kelamin
Perempuan 177.102 39,5
Laki-Laki 270.789 60,5
Pekerjaan
Pekerja Formal 80.397 18,0
Pekerja Informal 367.494 82,0
IMT
Normal 260.585 58,2
Kurus 38.529 8,6
Berat Badan Berlebih/Obesitas 148.777 33,2
Total 447.891 100

Tabel 5.3 menunjukkan bahwa dari 447.891 pekerja, usia

terbanyak pada rentang 35-64 tahun yaitu 280.427 atau 62,6% dan

sebagian besar berjenis kelamin laki-laki yaitu 270.789 (60,5%).

Pekerjaan terbanyak di Indonesia adalah pekerjaan informal

(wiraswasta, petani, nelayan, buruh, asisten rumah tangga dan lain-

lain). Selain itu, dari 447.730 pekerja terdapat 367.494 (82,0%) yang

bekerja sebagai pekerja informal serta paling banyak memiliki IMT

normal yaitu 260.585 pekerja atau 58,2%.

52
4. Gambaran Hipertensi Menurut Karakteristik Pekerja di
Indonesia Tahun 2018

Tabel 5.4
Distribusi Frekuensi Hipertensi Menurut Karakteristik Pekerja di
Indonesia Tahun 2018

Hipertensi

Karakteristik Pekerja Tidak Ya

n % n %
Usia
15 – 34 tahun 106.886 39,9 31.569 17,5
35 – 64 tahun 151.536 56,6 128.891 71,6
≥ 65 tahun 9.378 3,5 19.631 10,9
Jenis Kelamin
Perempuan 101.126 37,8 75.976 42,2
Laki-Laki 166.674 62,2 104.115 57,8
Pekerjaan
Pekerja Formal 51.670 19,3 28.727 16,0
Pekerja Informal 216.130 80,7 151.364 84,0
IMT
Normal 170.120 63,5 90.465 50,2
Kurus 27.780 10,4 10.749 6,0
Berat Badan Berlebih/Obesitas 69.900 26,1 78.877 43,8
Total 267.800 100 180.091 100

Tabel 5.4 menunjukkan dari 180.091 pekerja yang

hipertensi, sebagian besar berusia 35-64 tahun sebanyak 128.891

pekerja (71,6%), berjenis kelamin laki-laki sebanyak 104.115 pekerja

(57,8%), bekerja seagai pekerja informal sebanyak 151.364 (84,0%)

dan memiliki IMT normal sebanyak 90.465 (50,2%). Sama halnya

dari 267.800 pekerja yang tidak hipertensi, sebagian besar berusia 35-

64 tahun sebanyak 151.536 pekerja (56,6%), berjenis kelamin laki-

laki sebanyak 166.674 pekerja (62,2%), bekerja sebagai pekerja

53
informal sebanyak 216.130 pekerja (80,7%) dan memiliki IMT normal

sebanyak 170.120 pekerja (63,5%).

B. Hasil Analisis Bivariat


1. Hubungan Gangguan Mental Emosional dengan Hipertensi Pada
Pekerja di Indonesia Tahun 2018

Tabel 5.5
Hubungan Antara Gangguan Mental Emosional dengan
Hipertensi Pada Pekerja di Indonesia Tahun 2018
Hipertensi
OR
Tidak Ya P-value
Gangguan Mental Emosional (CI 95%)
(n= 267.800) (n= 180.091)
n % n %
Tidak GME 245.412 91,6 163.318 90,7
GME 22.388 8,4 16.773 9,3 0,000 1,126 (1,102-1,150)

Menurut hasil analisis bivariat menggunakan uji Chi-

Square diketahui bahwa terdapat signifikansi secara statistik antara

gangguan mental emosional dengan hipertensi pada pekerja di

Indonesia tahun 2018 (P-value 0,000). Selain itu didapatkan OR 1,126

(95%CI: 1,102-1,150) artinya pekerja dengan gangguan mental

emosional berpeluang 1,12 kali lebih besar untuk risiko hipertensi

dibandingkan pekerja yang tidak mengalami gangguan mental

emosional.

2. Hubungan Gangguan Mental Emosional dengan Hipertensi


Menurut Karakteristik Pekerja di Indonesia Tahun 2018
Pada penelitian ini, karakteristik pekerja terdiri atas usia,

jenis kelamin, pekerjaan, dan IMT. Berikut merupakan hasil analisis

54
bivariat yang menunjukkan hubungan gangguan mental emosional

dengan hipertensi menurut karakteristik pada pekerja di Indonesia

tahun 2018:

a. Hubungan Gangguan Mental Emosional dengan Hipertensi


Menurut Usia Pekerja di Indonesia Tahun 2018

Tabel 5.6
Hubungan Antara Gangguan Mental Emosional dengan
Hipertensi Menurut Usia Pekerja di Indonesia Tahun 2018
Hipertensi
Gangguan Mental Emosional OR
Tidak Ya P-value
Menurut Usia (n= 267.800) (n= 180.091) (CI95%)
n % n %
15-34 tahun
Tidak GME 98.324 92,0 29.145 92,3 Ref
0,057
GME 8.562 8,0 2.424 7,7 0,955 (0,911-1,001)
35-64 tahun
Tidak GME 138.688 91,5 116.817 90,6 Ref
0,000
GME 12.848 8,5 12.074 9,4 1,116 (1,087-1,145)
≥ 65 tahun
Tidak GME 8.400 89,6 17.356 88,4 Ref
0,004
GME 9.78 10,4 2.275 11,6 1,126 (1,040-1,219)

Berdasarkan tabel 5.6 diketahui hasil analisis bivariat

menggunakan uji Chi-Square bahwa pekerja usia 15-34 yang

mengalami gangguan mental emosional tidak memiliki

signifikansi secara statistik dengan hipertensi (P-value 0,057)

namun, didapatkan OR 0,955 (95%CI: 0,911-1,001).

Pekerja usia 35-64 tahun yang mengalami gangguan mental

emosional memiliki signifikansi secara statistik dengan hipertensi

55
(P-value 0,000) dan didapatkan OR 1,116 (95%CI: 1,087-1,145).

Artinya pekerja usia 35-64 tahun yang mengalami gangguan

mental emosional memiliki peluang 1,11 kali lebih besar untuk

risiko hipertensi. Pekerja usia ≥65 tahun yang mengalami

gangguan mental emosional memiliki signifikansi secara statistik

dengan hipertensi (P-value 0,004) dan didapatkan OR 1,126

(95%CI: 1,040-1,219). Artinya pekerja usia ≥ 65 tahun yang

mengalami gangguan mental emosional memiliki peluang 1,12

kali lebih besar untuk risiko hipertensi. Hal ini menunjukkan

semakin bertambahnya usia seseorang dengan gangguan mental

emosional semakin meningkatkankan peluang untuk resiko

hipertensi.

b. Hubungan Gangguan Mental Emosional dengan Hipertensi


Menurut Jenis Kelamin Pekerja di Indonesia Tahun 2018

Tabel 5.7
Hubungan Antara Gangguan Mental Emosional dengan
Hipertensi Menurut Jenis Kelamin Pekerja di Indonesia
Tahun 2018

Hipertensi
Gangguan Mental Emosional OR
Tidak Ya P-value
Menurut Jenis Kelamin (n= 267.800) (n= 180.091) (CI95%)
n % n %
Perempuan
Tidak GME 90.455 89,4 66.772 87,9 Ref
0,000
GME 10.671 10,6 9.204 12,1 1,168 (1,134-1,204)
Laki-laki
Tidak GME 154.957 93,0 96.546 92,7 Ref
0,019
GME 11.717 7,0 7.569 7,3 1,037 (1,006-1,068)

56
Berdasarkan analisis bivariat menggunakan uji Chi-Square

pada tabel 5.6 diketahui pekerja berjenis kelamin perempuan yang

mengalami gangguan mental emosional memiliki signifikansi

secara statistik dengan hipertensi (P-value 0,000) dan didapatkan

OR 1,168 (95%CI: 1,134-1,204). Artinya pekerja berjenis

kelamin perempuan yang mengalami gangguan mental emosional

memiliki peluang 1,13 kali lebih besar untuk risiko hipertensi.

Pekerja berjenis kelamin laki-laki yang mengalami gangguan

mental emosional memiliki signifikansi secara statistik dengan

hipertensi (P-value 0,019) dan didapatkan OR 1,037 (95%CI:

1,006-1,068). Artinya pekerja berjenis kelamin laki-laki yang

mengalami gangguan mental emosional memiliki peluang 1,03

kali lebih besar untuk risiko hipertensi. Hal ini menjelaskan jenis

kelamin perempuan yang mengalami gangguan mental emosional

memiliki peluang lebih besar untuk resiko hipertensi

dibandingkan jenis kelamin laki-laki yang mengalami gangguan

mental emosional.

57
c. Hubungan Gangguan Mental Emosional dengan Hipertensi
Menurut Pekerjaan Pada Pekerja di Indonesia Tahun 2018

Tabel 5.8
Hubungan Antara Gangguan Mental Emosional dengan
Hipertensi Menurut Pekerjaan Pada Pekerja di Indonesia
Tahun 2018
Hipertensi
Gangguan Mental Emosional OR
Tidak Ya P-value
Menurut Pekerjaan (n= 267.800) (n= 180.091) (CI95%)
n % n %
Pekerja Formal
Tidak GME 48.813 94,5 27.279 95,0 Ref
0,003
GME 2.857 5,5 1.448 5,0 0,907 (0,850-0,968)
Pekerja Informal
Tidak GME 196.599 91,0 136.039 89,9 Ref
0,000
GME 19.531 9,0 15.325 10,1 1,134 (1,109-1,159)

Hasil analisis bivariat menggunakan uji Chi-Square pada

tabel 5.8 diketahui bahwa pekerja sebagai pekerja formal yang

mengalami gangguan mental emosional memiliki signifikansi

secara statistik dengan hipertensi (P-value 0,003) dan didapatkan

OR 0,907 (95%CI: 0,850-0,968). Artinya pekerja formal yang

mengalami gangguan mental emosional memiliki peluang 10%

lebih rendah untuk risiko hipertensi. Pekerja informal yang

mengalami gangguan mental emosional memiliki signifikansi

secara statistik dengan hipertensi (P-value 0,000) dan didapatkan

OR 1,134 (95%CI: 1,109-1,159). Artinya pekerja informal yang

mengalami gangguan mental emosional memiliki peluang 1,13

kali lebih besar untuk risiko hipertensi. Hal ini menunjukkan

58
bahwa kelompok pekerja informal yang mengalami gangguan

mental emosional memiliki peluang lebih besar untuk resiko

hipertensi dibandingkan kelompok pekerja formal yang

mengalami gangguan mental emosional.

d. Hubungan Gangguan Mental Emosional dengan Hipertensi


Menurut IMT Pekerja di Indonesia Tahun 2018

Tabel 5.9
Hubungan Antara Gangguan Mental Emosional dengan
Hipertensi Menurut IMT Pekerja di Indonesia Tahun 2018

Hipertensi
Gangguan Mental Emosional OR
Tidak Ya P-value
Menurut IMT (n= 267.800) (n= 180.091) (CI95%)
n % n %
Normal
Tidak GME 156.094 91,8 81.834 90,5 Ref
0,000
GME 14.026 8,2 8.631 9,5 1,174 (1,141-1,207)
Kurus
Tidak GME 24.523 88,3 9.345 86,9 Ref
0,000
GME 3.257 11,7 1.404 13,1 1,131 (1,058-1,210)
Berat Badan Berlebih/Obes
Tidak GME 64.795 92,7 72.139 91,5 Ref
0,000
GME 5.105 7,3 6.738 8,5 1,186 (1,141-1,231)

Hasil analisis bivariat menggunakan uji Chi-Square pada

tabel 5.9 dihasilkan pekerja dengan IMT normal yang mengalami

gangguan mental emosional memiliki signifikansi secara statistik

dengan hipertensi (P-value 0,000) dan didapatkan OR 1,174 (95%CI:

1,141-1,207). Artinya pekerja dengan IMT normal yang mengalami

gangguan mental emosional memiliki peluang 1,17 kali lebih besar

59
untuk risiko hipertensi. Pekerja dengan IMT kurus yang mengalami

gangguan mental emosional memiliki memiliki signifikansi secara

statistik dengan hipertensi (P-value 0,000) dan didapatkan OR 1,131

(95%CI: 1,058-1,210). Artinya pekerja dengan IMT kurus yang

mengalami gangguan mental emosional memiliki peluang 1,13 kali

lebih besar untuk risiko hipertensi. Pekerja dengan IMT berat badan

berlebih/obesitas yang mengalami gangguan mental emosional

memiliki signifikansi secara statistik dengan hipertensi (P-value

0,000) dan didapatkan OR 1,186 (95%CI: 1,141-1,231). Artinya

pekerja dengan IMT berat badan berlebih/obesitas yang mengalami

gangguan mental emosional memiliki peluang 1,18 kali lebih besar

untuk risiko hipertensi.

60
BAB VI

PEMBAHASAN

A. Keterbatasan Penelitian

Keterbatasan pada penelitian ini sangat mempengaruhi hasil penelitian,

keterbatasan penelitian ini dapat dijelaskan sebagai berikut:

1. Keterbatasan pada alat ukur gangguan mental emosional yang tidak dapat

mendiagnosis gangguan mental emosional lebih dari 30 hari sehingga

tidak dapat mengetahui apakah gangguan mental emosional terjadi

sebelum hipertensi atau setelah hipertensi.

2. Hubungan antara gangguan mental emosional dengan hipertensi menurut

karakteristik pekerja belum menggunakan analisis multivariat.

3. Penelitian ini belum memasukkan faktor risiko lainnya seperti aktivitas

fisik, perilaku merokok, konsumsi gula, garam, konsumsi buah dan

sayur.

61
B. Pembahasan Hasil Analisis

1. Prevalensi Hipertensi

Hipertensi merupakan kondisi seseorang memiliki tekanan darah

tidak normal. Penentuan hipertensi pada penelitian ini yaitu keadaan

apabila tekanan darah sistolik ≥ 140mmHg atau tekanan darah diastolik

≥ 90mmHg atau pernah didiagnosis oleh dokter atau sedang

mengkonsumsi obat untuk hipertensi.

Hasil penelitianiiiini menunjukkan prevalensi hipertensi pada

pekerja di Indonesia tahun 2018 sebesar 40,2%. Prevalensi hipertensi

pada pekerja di China menunjukkan angka yang lebih kecil yaitu sebesar

15,6% (Guan et al., 2019). Prevalensi hipertensi pada pekerja di India

juga menunjukkan angka yang lebih kecil dari penelitian ini yaitu sebesar

36,6% (Jayaseelan et al., 2020).

2. Hubungan Gangguan Mental Emosional dengan Hipertensi

Penelitian ini melaporkan adanya signifikansi secara statistik antara

gangguan mental emosional dengan hipertensi (P-value 0,000). Hasil

penelitian ini konsisten dengan penelitian-penelitian sebelumnya yang

menunjukkan signifikansi secara statistik antara gangguan mental

emosional dengan hipertensi (P-value <0,05) (Fugger et al., 2019; Ojike

et al., 2016; Stein et al., 2014). Pada penelitan di beberapa negara

menggunakan data The cross-national World Mental Health Surveys

didapatkan OR 1,2 (95%CI: 1,100-1,300). Pada penelitian Fugger et al.,

(2019) didapatkan OR 2,06 (95%CI: 1,49-2,84). Pada penelitian Ojike et

al., (2016) didapatkan OR 1,53 (95%CI: 1,31-1,80).

62
Mekanisme yang dapat menjelaskan hubungan antara gangguan

mental emosional dengan hipertensi yaitu individu yang mengalami

gangguan mental emosional memanifestasikan berbagai gangguan fungsi

kekebalan tubuh seperti terjadinya pelepasan sitokin tertentu yang

berperan dalam aksis hipotalamus-hipofisis-adrenal. Hal tersebut

menyebabkan ketidakseimbangan otonom dan penghambatan kortikal

yang bermanifestasi sebagai indeks penurunan fungsi vegal sehingga

menyebabkan hipertensi (Wu et al., 2012). Selain itu individu dengan

gangguan mental emosional terjadi perubahan aksis hipothalamo

pituitary adrenal (HPA) yang menyebabkan pengeluaran hormon

adrenalin. Apabila terjadi terus menerus akan menyebabkan

meningkatnya tekanan darah (Idaiani, 2016). Hal ini dikarenakan hormon

adrenalin pada seseorang akan meningkat ketika mengalami gangguan

mental emosional dan menyebabkan jantungiiimemompa darah lebih

cepatiiisehingga terjadi kenaikaniiitekanan darah (Nuraini, 2015).

3. Hubungan Gangguan Mental Emosional dengan Hipertensi Menurut

Karakteristik Pekerja

a. Hubungan Gangguan Mental Emosional dengan Hipertensi

Menurut Usia

Penelitian ini melaporkan tidak adanya signifikansi antara

gangguan mental emosional dengan hipertensi pada usia 15-34 tahun

(P-value 0,057). Penelitian ini konsisten dengan penelitian

sebelumnya yang menunjukkan tidak adanya signifikansi antara

63
gangguan mental emosional dengan hipertensi pada usia 18-34 tahun

(Ojike et al., 2016; Wu et al., 2012).

Penelitian ini melaporkan adanya signifikansi antara

gangguan mental emosional dengan hipertensi pada usia 35-64 tahun

(P-value 0,000). Hasil ini konsisten dengan penelitian sebelumnya

yang menunjukkan adanya signifikansi antara gangguan mental

emosional dengan hipertensi pada rentang usia sampai 64 tahun

(Shen et al., 2010; Wagner et al., 2008). Pada penelitian Shen et al.,

(2010) didapatkan OR 1,03 (95%CI: 0,89-1,19). Pada Penelitian

Wagner et al., (2008) rentang usia 30-44 tahun didapatkan OR 1,62

(95%CI: 0,93-2,84) dan 45-64 tahun didapatkan OR 2,13 (95%CI:

1,27-3,55).

Penelitian ini melaporkan adanya signifikansi antara

gangguan mental emosional dengan hipertensi pada usia ≥ 65 tahun

(P-value 0,004). Hasil ini konsisten dengan penelitian sebelumnya

yang menunjukkan adanya signifikansi antara gangguan mental

emosional dengan hipertensi pada usia ≥ 65 tahun (Shen et al., 2010;

Wagner et al., 2008). Pada penelitian Wagner et al., (2008)

didapatkan OR 3,01 (95%CI: 1,75-5,16). Pada penelitian Shen et al.,

(2010) usia 65-74 tahun didapatkan OR 1,74 (95%CI: 1,34-2,25) dan

usia ≥ 75 tahun didapatkan OR 2,43 (95%CI: 1,93-3,07).

Pada usia tua terjadi perubahan sistem saraf

neurotransmitter dan neurohormone sehingga mengakibatkan

gangguan mental emosional pada lansia (Davies, T., Craig,T, 2009).

64
Gangguan mental emosional pada lansia menyebabkan resistensi

pembuluh darah perifer dan curah jantung sehingga akan

menstimulasi aktivitas saraf simpatik. Aktivitas sistem saraf simpatik

meningkatkan ketegangan otot, denyut jantung dan tekanan darah.

Seiring bertambahnyaiiiusia arteriiiidalam tubuh akan jadi

lebihiiilebar, menebal dan kaku sehingga kapasitas dan rekoiliiidarah

yangiiidiakomodasikan melalui arteri berkurang (Grossman, S &

Porth, 2014; Nuraeni, 2019). Hal ini menunjukkan bahwa seiring

bertambahnya usia dan mengalami gangguan mental emosional

memiliki peluang lebih besar untuk resiko hipertensi.

b. Hubungan Gangguan Mental Emosional dengan Hipertensi

Menurut Jenis Kelamin

Penelitian ini melaporkan adanya signifikansi antara

gangguan mental emosional dengan hipertensi menurut jenis kelamin

(P-value <0,05). Hasil penelitian ini konsisten dengan penelitian

sebelumnya yang menemukan adanya signifikansi antara gangguan

mental emosional dengan hipertensi berdasarkan jenis kelamin P-

value <0,001 (Grimsrud et al., 2009; Wu et al., 2012). Pada

penelitian Grimsrud et al., (2009) kelompok jenis kelamin

perempuan didapatkan OR 2,3 (95%CI: 1,6-3,2). Pada penelitian

Wu et al., (2012) kelompok jenis kelamin laki-laki didapatkan OR

1,23 (95%CI: 1,14-1,32) dan kelompok jenis kelamin perempuan OR

1,21 (95%CI: 1,14-1,28).

65
Perempuan yang bekerja pada penelitian ini sebagian besar

bekerja sebagai buruh dan ART. Pekerjaan informal pada perempuan

sering menimbulkan tekanan karena disamping mengurus

keluarganya, dia harus bekerja untuk memenuhi kebutuhannya.

Tekanan inilah yang sering mengakibatkan kecemasan,

hiperaktivitas saraf otonom sehingga mengindikasikan gangguan

mental emosional pada perempuan (Davies, T., Craig,T, 2009;

Muslim, Rusdi, 2013). Gangguan mental emosional merangsang

kelenjar adrenal untuk mengeluarkan hormon adrenalin yang

memacu denyut jantung lebih cepat dan terjadi peningkatan tekanan

darah. Data eksperimental dan klinis juga mengungkapkan terdapat

hormon estrogen pada wanita yang memberi efek vasorelaksasi,

pencegahan remodeling vaskular, penghambatan saraf simpatetis

yang dapat vasokonstriksi, dan menurunkan kekuatan aorta melalui

aktivitas pada endothelium serta sel otot polos yang dapat

melindungi perempuan dari peningkatan tekanan darah/hipertensi.

Namun, pada wanita pascamenopause kadar estrogen akan menurun.

Oleh karena itu kelompok wanita pasca menopause lebih berisiko

mengalami hipertensi (Ghosh et al., 2016). Perempuan dengan

gangguan mental emosional memiliki peluang lebih besar untuk

resiko hipertensi.

66
c. Hubungan Gangguan Mental Emosional dengan Hipertensi

Menurut Pekerjaan

Penelitian ini menemukan adanya signifikansi antara

gangguan mental emosional dengan hipertensi menurut pekerjaan (P-

value <0,05). Pekerjaan pada penelitian ini adalah pekerja formal

dan informal. Pekerja formal seperti pekerja pemerintah dan swasta

sedangkan pekerja informal seperti buruh, petani, asisten rumah

tangga, wiraswasta dll. Penelitian Son et al., (2011), menemukan

adanya signifikansi antara pekerjaan dengan hipertensi (P-value

<0,01), diperoleh OR 1,24 (95%CI: 0,93-1,66) pada pekerja

pemerintah dan OR 1,04 (95%CI: 0,83-1,29) pada pekerjaan manual

(pedagang kecil, asisten rumah tangga, pembuat kerajinan tangan

dll). Penelitian Cha et al., (2012), menemukan adanya signifikansi

antara pekerjaan dengan hipertensi (P-value <0,0001), pada laki-laki

didapatkan OR 0,97 (95%CI: 0,60-1,58) kelompok pekerja

pemerintah dan OR 0,85 (95%CI: 0,58-1,26) kelompok pekerjaan

manual (asisten rumah tangga, kerajinan tangan, petani, buruh dll).

Pada perempuan didapatkan OR 0,65 (95%CI: 0,41-1,05) kelompok

pekerja pemerintah dan OR 0,89 (95%CI: 0,71-1,13) kelompok

pekerja manual. Sebuah penelitian mengungkapkan bahwa ada

signifikansi secara statistik antara pekerjaan dengan gangguan

mental emosional (Pv <0.001). Pada kelompok yang bekerja

wiraswasta memiliki risiko (OR=1.09) CI 95% (1.06 – 1.13), pada

67
kelompok yang bekerja sebagai petani/nelayan/buruh memiliki risiko

(OR=1.08) CI 95% (1.05 – 1.11) (Widakdo & Besral, 2013).

Menurutiiiiiistatistik terbaruiiiiidari organisasiiiiiiiiburuh

internasional, diketahui lebihiiidari 400iijuta pekerja di seluruhidunia

bekerja secara berlebihan dengan budaya lembur. Hal ini diketahui

dapat meningkatkanirisiko kecelakaan, tingkat stres dan penyakit

pada pekerja (Kemenkes RI, 2018b). Pasar kerja di Indonesia

tersegmentasi dalam dua segmen yaitu formal dan informal. Pekerja

formal seperti pekerja pemerintah/swasta dan pekerja informal

seperti buruh, petani dan sebagainya. Penetapan upah pada pekerja

formal memiliki regulasi yang jelas, sedangkan penetapan upah pada

pekerja informal tidak memiliki regulasi yang jelas dan kualitas

pendidikan tenaga kerja masih rendah (Bhagaskara et al., 2020).

Penelitian Tairea et al., (2014) menemukan 65% pegawai

pemerintah di Kepulauan Cook mengalami hipertensi. Setelah

dilakukan observasi diketahui bahwa perilaku gaya hidup yang tidak

sehat seperti rendahnya konsumsi buah dan sayur serta rendahnya

aktivitas fisik memberikan peluang terjadinya hipertensi pada

pegawai pemerintah. Namun, pegawai pemerintah mendapatkan

pemeriksaan kesehatan secara berkala sehingga kondisi setiap

pekerja dapat diketahui (Tairea et al., 2014). Indonesia juga

menerapkan pemeriksaan kesehatan secara berkala setiap 6 bulan

sekali atau minimal setahun sekali pada Posbindu PTM. Hal ini

dilakukan sebagai langkah pencegahan dan pengendalian terhadap

68
penyakit tidak menular seperti hipertensi (Kemenkes RI, 2021).

Berbeda dengan pekerja manual pada penelitian Cha et al., (2012)

berdasarkan hasil observasi, pekerja manual lebih banyak mengalami

stres psikososial karena masalah keuangan, ketidaknyamanan saat

bekerja dan kontrol kesehatan yang rendah ditempat kerja. Hal ini

menyebabkan pekerja manual memiliki peluang untuk hipertensi

lebih besar dibandingkan kelompok pekerja pemerintah (Cha et al.,

2012). Adapun di Indonesia juga diterapakan Pos Upaya Kesehatan

Kerja (Pos UKK) sebagai wadah upaya kesehatan berbasis

masyarakat pada pekerja sektor informal yang dikelola oleh

masyarakat untuk masyarkat pekerja (Kemenkes RI, 2018c).

d. Hubungan Gangguan Mental Emosional dengan Hipertensi

Menurut IMT

Penelitian ini menemukan adanya signifikansi antara

gangguan mental emosional dengan hipertensi menurut IMT (P-

value 0,000). Penelitian ini konsisten dengan hasil penelitian-

penelitian sebelumnya yaitu didapatkan signifikansi antara gangguan

mental emosional dengan hipertensi menurut IMT P-value <0,05

(Medrano et al., 2018; Wagner et al., 2008; Winkel et al., 2015).

Pada penelitian Winkel et al., (2014) didapatkan OR 2,7 (95%CI:

1,3-5,4) pada kelompok IMT obesitas. Penelitian Wagner et al.,

(2008) menemukan adanya signifikansi antara gangguan mental

emosional dengan hipertensi menurut IMT (P-value 0,018).

69
Penelitian Medrano et al., (2018) menemukan adanya signifikansi

antara gangguan mental emosional dengan hipertensi menurut IMT

(P-value 0,034).

Obesitas sering mengakibatkan berkurangnya tingkat

kepercayaan diri seseorang, mudah tersinggung, kesedihan yang

berkepanjangan, dan tidak menghargai diri sendiri. Perubahan

psikologis ini mengindikasikan seseorang mengalami gangguan

mental emosional (Ekowati & Hastuti, 2019). Gangguan mental

emosional pada individu dapat meningkatkan stimulasi saraf otonom

simpatik yang mengakibatkan peningkatan curah jantung, volume

darah dan tekanan vascular perifer sehingga memberikan efek

meningkatnya tekanan darah (Dinata, 2015). Adapun obesitas

mempengaruhi perkembangan hipertensi. Hal ini dikarenakan

meningkatnya jumlah lemak di sekitar diafragma, pinggang, dan

perut (Black, J. M., & Hawks, J. H, 2014). Adapun leptin atau

hormon yang diturunkan dari adiposit mewakili hubungan antara

adipositas dan peningkatan aktivitas simpatis kardiovaskular. Leptin

bekerja pada hipotalamus untuk meningkatkan tekanan darah melalui

aktivitas sistem saraf simpatis (Grossman, S & Porth, 2014).

70
C. Perspektif Pencegahan Gangguan Mental Emosional dan Hipertensi

Menurut Islam

Individu yang mengalami gangguan mental emosional pada sistem

sarafiiisimpatis menstimulasi kelenjariiiiiadrenal dari sistemiiiiendokrin.

Kemudian melepaskan epinefrin dan memanifestasikan dalamiiirespons

fisiologis salah satunya sistemiiiadrenomedullari simpatisii(SAM) dan

kelenjariiihipotalamus-pituitari-adrenokortikol (HPA). Kelenjar hipotalamus

mengaktifkaniipituitary kemudian mengeluarkan hormoniadrenokortikotropik

(ACTH). Hormon iniiiimenstimulasi kelenjar adrenaliiiuntuk mengeluarkan

hormoniiepinephrine, norepinefrin danikortisol yang bergerak secaraiicepat

ke pembuluhiiidarah akibat kerjaiiijantung meningkat. Hal tersebut

menyebabkan tekanan darah meningkat (Anggraieni & Subandi, 2014;

Dinata, 2015; Idaiani, 2016; Nuraini, 2015). Hasil penelitian ini menemukan

adanya hubungan antara gangguan mental emosional dengan hipertensi (P-

value 0,000) dan didapatkan OR 1,126 (95%CI: 1,102-1,150). Artinya

kelompok individu yang mengalami gangguan mental emosional memiliki

peluang 1,126 kali lebih besar untuk risiko hipertensi. Terapi yang mungkin

dilakukan pada penderita hipertensi adalah terapi farmakologi dan terapi

psikologis. Terapi psikologis dibutuhkan untuk mereduksi gangguan mental

emosional sehingga dapat memediasi turunnya tekanan darah (Linden et al.,

2001).

Ilmu kesehatan jiwa menjelaskan bahwa zikir merupakan salah

satu terapi psikiatrik. Zikir merupakan usaha individu untuk mendekatkan diri

kepada Allah. Zikir memiliki daya relaksasi untukiimendatangkan ketenangan

71
jiwa. iiSetiap bacaaniiizikir mengandungiiimakna yang dapatiiimencegah

timbulnyaiigangguan mental emosional (Hawari, 2005). Penelitian

Anggraieni & Subandi, (2014) menemukan adanya hubungan antara zikir

dengan penurunan tekanan darah pada penderita hipertensi (P-value 0,006).

Berzikir mempengaruhi tubuh sehinggaiiimerasakan getaraniirasa yang

lemas, dan menembusiiike seluruh tubuh. Ketika hal ini terjadi, individu

mulai merasakan relaksasi sehingga tubuh dan gangguan mental emosional

pada individu dapat terkendali dengan baik (Lulu, 2002).

Terapi murotal Al-Quran secara fisik didapatkan dari suara

manusia yang dapat mengaktifkan hormon endorphin alami, menimbulkan

ketenangan, serta memperbaikiiiisistem tubuhiiisehingga dapatiiimenurunkan

tekananiiidarah, memperlambat denyut jantung dan aktivitas gelombang otak

(Siswantinah, 2011). Penelitian Silvitasari, (2020) menemukan adanya

hubungan antara terapi murotal dengan penurunan tekanan darah (P-value

0,000). Dalam surah Al-A’raf ayat 204:

yang artinya “Dan apabila dibacakan Al-Quran, maka dengarkanlah baik-

baik dan perhatikanlah dengan tenang mudah-mudahan kamu mendapat

rahmat” rahmat dari Allah sangat luas, salah satunya adalah kenikmatan sehat

(Al-Dausary, 2013).

Diriwayatkan dari Abu Hurairah Radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah

bersabda bahwa “Tidaklah berkumpul suatu kaum di sebuah rumah Allah

(masjid), mereka membaca Kitab Allah dan mempelajarinya diantara

72
mereka, terkecuali akan turun ketentraman kepada mereka, hati-hati mereka

dipenuhi rahmat, diliputi oleh para malaikat dan Allah menyebut mereka di

hadapan makhluk-Nya” hadist ini menjelaskan bahwa orang yang membaca

Al-Quran akan mendapatkan ketenangan hati (Al-Dausary, 2013). Hal yang

mungkin dapat dijadikan sebagai terapi dan pencegahan kenaikan tekanan

darah dan gangguan mental emosional yaitu dengan berzikir, mendengarkan

murotal Al-Quran dan membaca Al-Quran.

73
BAB VII

PENUTUP

A. Simpulan
1. Prevalensi hipertensi pada pekerja di Indonesia tahun 2018 sebesar

40,2% dan prevalensi gangguan mental emosional pekerja di

Indonesia tahun 2018 sebesar 8,7%.

2. Karakterisik pekerja di Indonesia banyak berusia 35-64 tahun

(62,6%), berjenis kelamin laki-laki (60,5%), pekerja informal (82%),

dan IMT berat badan berlebih/obesitas (33,2%).

3. Hipertensi pada pekerja di Indonesia banyak dialami oleh usia 35-64

tahun (71,6%), berjenis kelamin laki-laki (57,8%), pekerja informal

(84%) dan IMT berat badan berlebih/obesitas (43,8%).

4. Ada hubungan antara gangguan mental emosional dengan hipertensi

pada pekerja di Indonesia tahun 2018. Pekerja dengan gangguan

mental emosional memiliki peluang lebih besar untuk resiko

hipertensi.

5. Ada hubungan antara gangguan mental emosional dengan hipertensi

pada usia lebih tua (usia 35-64 tahun dan ≥ 65 tahun). Pekerja dengan

gangguan mental emosional pada usia 35 tahun ke atas memiliki

peluang lebih besar untuk resiko hipertensi. Adapun pada usia yang

lebih muda yaitu usia 15-34 tahun tidak menunjukkan adanya

hubungan antara gangguan mental emosional dengan hipertensi pada

pekerja di Indonesia tahun 2018.

74
6. Ada hubungan antara gangguan mental emosional dengan hipertensi

menurut jenis kelamin pada pekerja di Indonesia tahun 2018. Pekerja

perempuan yang mengalami gangguan mental emosional memiliki

peluang lebih besar untuk resiko hipertensi.

7. Ada hubungan antara gangguan mental emosional dengan hipertensi

menurut pekerjaan pada pekerja di Indonesia tahun 2018. Pekerja

informal yang mengalami gangguan mental emosional memiliki

peluang lebih besar untuk resiko hipertensi.

8. Ada hubungan antara gangguan mental emosional dengan hipertensi

menurut IMT pada pekerja di Indonesia tahun 2018. Pekerja dengan

IMT obesitas dan mengalami gangguan mental emosional memiliki

peluang lebih besar untuk resiko hipertensi.

B. Saran
1. Bagi Kementerian Kesehatan RI

Program pencegahan dan pengendalian hipertensi dan

gangguan mental emosional pada pekerja dengan dianjurkannya:

1. Pembentukan Pos Pembinaan Terpadu (Posbindu) PTM di tempat

kerja untuk pekerja formal. Adapun pada pekerja informal

dianjurkan untuk melakukan penguatan Pos Upaya Kesehatan

Kerja (Pos UKK) melalui Puskesmas, Dinas Kesehatan Provinsi

dan Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota.

2. Diperlukannya pengukuran gangguan mental emosional yang

lebih baik lagi agar dapat membedakan tingkatan stres psikologis

pada individu.

75
3. Promosi kesehatan di tempat kerja perlu dilakukan agar

membantu meningkatkan pengetahuan para pekerja untuk

melakukan gaya hidup sehat dan meningkatkan kewaspadaan.

2. Bagi Peneliti Selanjutnya

1. Diharapkan peneliti selanjutnya dapat melakukan analisis

multivariat dan menyertakan faktor risiko lain seperti aktivitas

fisik, perilaku merokok, konsumsi gula dan garam, konsumsi buah

dan sayur, status perkawinan dalam analisis hubungan gangguan

mental emosional dengan hipertensi.

2. Diharapkan peneliti selanjutnya dapat membuktikan bahwa adanya

pengaruh zikir, mendengarkan murotal Al-Quran dan membaca Al-

Quran dapat mencegah terjadinya peningkatan tekanan darah dan

gangguan mental emosional.

3. Bagi Pekerja

Diharapkan para pekerja mengetahui faktor risiko yang

dapat mempengaruhi gangguan mental emosional dengan hipertensi,

melakukan pencegahan hipertensi dan melakukan gaya hidup yang

sehat.

76
DAFTAR PUSTAKA

Agustina, R., & Raharjo, B. B. (2015). Faktor Risiko Yang Berhubungan Dengan
Kejadian Hipertensi Usia Produktif (25-54 Tahun). Unnes Journal Of Public
Health, 4(4). Https://Doi.Org/10.15294/Ujph.V4i4.9690

Al-Dausary, Prof. Dr. M. (2013). Keutamaan- Keutamaan Al-Qur’an. Alukah.Net.


Https://Www.Google.Co.Id/Url?Sa=T&Rct=J&Q=&Esrc=S&Source=Web
&Cd=&Ved=2ahukewi-
Germg9zxahvc_Xmbhz6daqcqfjaaegqicrad&Url=Https%3a%2f%2fwww.A
lukah.Net%2fbooks%2ffiles%2fbook_11580%2fbookfile%2fkeutamaan.Pdf
&Usg=Aovvaw05wccrmtkbaibfjjc8gf5_

Amisi, W. G., Nelwan, J. E., & Kolibu, F. K. (2018). Hubungan Antara Hipertensi
Dengan Kejadian Penyakit Jantung Koroner Pada Pasien Yang Berobat Di
Rumah Sakit Umum Pusat Prof. Dr. R. D. Kandou Manado. 7, 7.

Anggraieni, W. N., & Subandi, S. (2014). Pengaruh Terapi Relaksasi Zikir Untuk
Menurunkan Stres Pada Penderita Hipertensi Esensial. Jurnal Intervensi
Psikologi (Jip), 6(1), 81–102.
Https://Doi.Org/10.20885/Intervensipsikologi.Vol6.Iss1.Art6

Anshori, N. S. (2013). Makna Kerja: Suatu Studi Etnografi Abdi Dalem Keraton
Ngayogyakarta Hadiningrat Daerah Istimewa Yogyakarta. Jurnal Psikologi
Industri Dan Organisasi, 2(3).
Http://Journal.Unair.Ac.Id/Downloadfull/Jpio5616-
50248bb6d6fullabstract.Pdf

Bhagaskara, A., Herdiyansyah, M. I., Afandi, M., & Yoga, R. (2020). Kondisi
Penyerapan Tenaga Kerja Akibat Kenaikan Upah Minimum. Jurnal Feb
Unmul, 10.

Black, J. M., & Hawks, J. H. (2014). Medical Surgical Nursing: Clinical


Management Of Expected Results. Elsevier.

Cha, S. H., Park, H. S., & Cho, H. J. (2012). Socioeconomic Disparities In


Prevalence, Treatment, And Control Of Hypertension In Middle-Aged
Koreans. Journal Of Epidemiology, 22(5), 425–432.
Https://Doi.Org/10.2188/Jea.Je20110132

Davies, T., Craig,T. (2009). Abc Kesehatan Mental. Egc.

Dinata, W. W. (2015). Menurunkan Tekanan Darah Pada Lansia Melalui Senam


Yoga. 14.

77
Dita, M. R. A. (2020). Kejadian Hipertensi Pada Pekerjaan Masyarakat: Pegawai
Kantor Dan Petani. 9.

Ekowati, Y. L., & Hastuti, R. Y. (2019). Studi Komparasi Status Sosial Ekonomi
Orangtua Dengan Resiko Gangguan Mental Emosional Pada Anak Usia
Prasekolah Di Kabupaten Klaten. 14(01), 13.

Erika Heard, Whitfield, Keith E, Edwards, Christopher L, Bruce, Marino A, &


Beech, Bettina M. (2011). Mediating Effects Of Social Support On The
Relationship Among Perceived Stress, Depression, And Hypertension In
African Americans. Journal Of The National Medical Association, 103(2),
7.

Falah, M. (2019). Hubungan Jenis Kelamin Dengan Angka Kejadian Hipertensi


Pada Masyarakat Di Kelurahan Tamansari Kota Tasikmalaya. 3, 10.

Fugger, G., Dold, M., Bartova, L., Kautzky, A., Souery, D., Mendlewicz, J.,
Serretti, A., Zohar, J., Montgomery, S., Frey, R., & Kasper, S. (2019).
Comorbid Hypertension In Patients With Major Depressive Disorder –
Results From A European Multicenter Study. European
Neuropsychopharmacology, 29(6), 777–785.
Https://Doi.Org/10.1016/J.Euroneuro.2019.03.005

Ghosh, S., Mukhopadhyay, S., & Barik, A. (2016). Sex Differences In The Risk
Profile Of Hypertension: A Cross-Sectional Study. Bmj Open, 6(7),
E010085. Https://Doi.Org/10.1136/Bmjopen-2015-010085

Grimsrud, A., Stein, D. J., Seedat, S., Williams, D., & Myer, L. (2009). The
Association Between Hypertension And Depression And Anxiety Disorders:
Results From A Nationally-Representative Sample Of South African Adults.
Plos One, 4(5), E5552. Https://Doi.Org/10.1371/Journal.Pone.0005552

Grossman, S & Porth. (2014). Porth’s Pathophysiology: Concepts Of Altered


Health States. Lippincott Williams & Wilkins.

Guan, Y., Zhang, M., Zhang, X., Zhao, Z., Huang, Z., Li, C., Xiao, Q., & Wang,
L. (2019). Association Between Sleep Duration And Hypertension Of
Migrant Workers In China: A National Cross-Sectional Surveillance Study.
Bmj Open, 9(11), E031126. Https://Doi.Org/10.1136/Bmjopen-2019-
031126

Hamano, T., Kimura, Y., Takeda, M., Yamasaki, M., Isomura, M., Nabika, T., &
Shiwaku, K. (2012). Effect Of Environmental And Lifestyle Factors On
Hypertension: Shimane Cohre Study. Plos One, 7(11), E49122.
Https://Doi.Org/10.1371/Journal.Pone.0049122

78
Hawari, D. (2005). Al Qur’an: Ilmu Kedokteran Jiwa Dan Kesehatan Jiwa. Pt
Dana Bhakti Prima Yasa.

Hu, B., Liu, X., Yin, S., Fan, H., Feng, F., & Yuan, J. (2015). Effects Of
Psychological Stress On Hypertension In Middle-Aged Chinese: A Cross-
Sectional Study. Plos One, 10(6), E0129163.
Https://Doi.Org/10.1371/Journal.Pone.0129163

Hu, L., Huang, X., Zhou, W., You, C., Liang, Q., Zhou, D., Li, J., Li, P., Wu, Y.,
Wu, Q., Wang, Z., Gao, R., Bao, H., & Cheng, X. (2019). Associations
Between Resting Heart Rate, Hypertension, And Stroke: A Population‐
Based Cross‐Sectional Study. The Journal Of Clinical Hypertension, 21(5),
589–597. Https://Doi.Org/10.1111/Jch.13529

Huether, S. E., Mccance, K. L., & Parkinson, C. F. (2013). Study Guide For
Understanding Pathophysiology-E-Book. Elsevier Health Sciences.

Idaiani, S. (2016). Hubungan Gangguan Mental Emosional Dengan Hipertensi


Pada Penduduk Indonesia. Badan Penelitian Dan Pengembangan Kesehatan
Kemenkes RI, 26(3), 8.

Ignatavicius & Workman. (2013). Medical-Surgical Nursing: Patient-Centered


Collaborative Care. 7th Edition. Elsevier Inc.

Jayanti, I. G. A. N., Wiradnyani, N. K., & Ariyasa, I. G. (2017). Hubungan Pola


Konsumsi Minuman Beralkohol Terhadap Kejadian Hipertensi Pada Tenaga
Kerja Pariwisata Di Kelurahan Legian. Jurnal Gizi Indonesia (The
Indonesian Journal Of Nutrition), 6(1), 65–70.
Https://Doi.Org/10.14710/Jgi.6.1.65-70

Jayaseelan, V., Debnath, K., & Sekhar Kar, S. (2020). Prevalence, Awareness
And Control Of Hypertension Among Sanitary Workers Employed In A
Tertiary Care Centre In Puducherry, South India. Indian Journal Of
Occupational And Environmental Medicine, 2(24), 119–124.

Karim, N. A., Onibala, F., & Kallo, V. (2018). Hubungan Aktivitas Fisik Dengan
Derajat Hipertensi Pada Pasien Rawat Jalan Di Wilayah Kerja Puskesmas
Tagulandang Kabupaten Sitaro. 6, 6.

Kemenkes RI. (2013). Riset Kesehatan Dasar Tahun 2013. Badan Penelitian Dan
Pengembangan Kesehatan Kemenkes RI.

Kemenkes RI. (2014). Infodatin Hipertensi. Kementrian Kesehatan Republik


Indonesia.

79
Kemenkes RI. (2017). Profil Kesehatan Indonesia Tahun 2016. Badan Penelitian
Dan Pengembangan Kesehatan Kemenkes RI.

Kemenkes RI. (2018a). Epidemi Obesitas. Pencegahan Dan Pengendalian


Penyakit Tidak Menular Kementrian Kesehatan RI.
P2ptm.Kemkes.Go.Id/Uploads/N2vaaxixzgzwwfpel1vlrfdqq3zrzz09/2018/0
2/Factsheet_Obesitas_Kit_Informasi_Obesitas.Pdf

Kemenkes RI. (2018b). Kerja Berlebihan Itu Tidak Baik, Tapi Kenapa Banyak
Orang Masih Melakukannya? Direktorat Pencegahan Dan Pengendalian
Penyakit Tidak Menular Kemenkes RI.
Http://Www.P2ptm.Kemkes.Go.Id/Artikel-Ilmiah/Kerja-Berlebihan-Itu-
Tidak-Baik-Tapi-Kenapa-Banyak-Orang-Masih-Melakukannya

Kemenkes RI. (2018c). Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor


100 Tahun 2015 Tentang Pos Upaya Kesehatan Kerja Terintegrasi.
Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. Https://Persi.Or.Id/Wp-
Content/Uploads/2020/11/Pmk1002015.Pdf

Kemenkes RI. (2019a). Hari Hipertensi Dunia 2019: “Know Your Number,
Kendalikan Tekanan Darahmu Dengan Cerdik.” Direktorat Pencegahan Dan
Pengendalian Penyakit Tidak Menular Kemenkes RI.
Http://P2ptm.Kemkes.Go.Id/Kegiatan-P2ptm/Dki-Jakarta/Hari-Hipertensi-
Dunia-2019-Know-Your-Number-Kendalikan-Tekanan-Darahmu-Dengan-
Cerdik

Kemenkes RI. (2019b). Hipertensi Penyakit Paling Banyak Diidap Masyarakat.


Www.Depkes.Go.Id.

Kemenkes RI. (2019c). Info Datin Kesehatan Jiwa. Pusat Data Dan Informasi
Kementrian Kesehatan RI.
Https://Pusdatin.Kemkes.Go.Id/Resources/Download/Pusdatin/Infodatin/Inf
odatin-Kesehatan-Jiwa.Pdf

Kemenkes RI. (2019d). Laporan Nasional Riskesdas Tahun 2018. Badan


Penelitian Dan Pengembangan Kesehatan Kemenkes RI.

Kemenkes RI. (2021). Strategi Pencegahan Dan Pengendalian Ptm Di Indonesia.


Direktorat Pencegahan Dan Pengendalian Penyakit Tidak Menular
Kemenkes RI. Http://Www.P2ptm.Kemkes.Go.Id/Profil-P2ptm/Latar-
Belakang/Strategi-Pencegahan-Dan-Pengendalian-Ptm-Di-Indonesia

Koenig, H. G., Vandermeer, J., Chambers, A., Burr-Crutchfield, L., & Johnson, J.
L. (2006). Minor Depression And Physical Outcome Trajectories In Heart
Failure And Pulmonary Disease: The Journal Of Nervous And Mental

80
Disease, 194(3), 209–217.
Https://Doi.Org/10.1097/01.Nmd.0000202492.47003.74

Linden, W., Lenz, J. W., & Con, A. H. (2001). Individualized Stress Management
For Primary Hypertension: A Randomized Trial. Archives Of Internal
Medicine, 161(8), 1071. Https://Doi.Org/10.1001/Archinte.161.8.1071

Lulu. (2002). Dzikir Dan Ketenangan Jiwa: Studi Pada Majelis Dzikrul Ghofilin,
Cilandak, Ampera Raya, Jakarta. Jurnal Tazkiya, 2.

Medrano, L., Amatya, K., Vizthum, D., Fadrowski, J. J., & Brady, T. M. (2018).
Association Of Mood Disorders With Cardiovascular Disease Risk Factors
In Overweight And Obese Youth With Elevated Blood Pressure. The
Journal Of Clinical Hypertension, 20(9), 1268–1275.
Https://Doi.Org/10.1111/Jch.13348

Memah, M., Kandou, G. D., & Nelwan, J. E. (2019). Hubungan Antara Kebiasaan
Merokok Dan Konsumsi Alkohol Dengan Kejadian Hipertensi Di
Puskesmas Kombi Kecamatan Kombi Kabupaten Minahasa. 8(1), 7.

Moksnes, U. K., Moljord, I. E. O., Espnes, G. A., & Byrne, D. G. (2010). Leisure
Time Physical Activity Does Not Moderate The Relationship Between
Stress And Psychological Functioning In Norwegian Adolescents. Mental
Health And Physical Activity, 3(1), 17–22.
Https://Doi.Org/10.1016/J.Mhpa.2009.12.002

Monica, R. F., Adiputro, D. L., & Marisa, D. (2019). Hubungan Hipertensi


Dengan Penyakit Jantung Koroner Pada Pasien Gagal Jantung Di Rsud Ulin
Banjarmasin. Homeostatis, 02(01), 121–124.

Mubasyiroh, R., Suryaputri, I. Y., & Tjandrarini, D. H. (2017). Determinan Gejala


Mental Emosional Pelajar Smp-Sma Di Indonesia Tahun 2015. Buletin
Penelitian Kesehatan, 45(2), 103–112.
Https://Doi.Org/10.22435/Bpk.V45i2.5820.103-112

Muslim, Rusdi. (2013). Diagnosis Gangguan Jiwa, Rujukan Ringkas Ppdgj Iii
Dan Dsm-5. Bagian Ilmu Kedokteran Jiwa Fk Unika Atmajaya.

Nuraeni, E. (2019). Dan Jenis Kelamin Beresiko Dengan Kejadian Hipertensi Di


Klinik X Kota Tangerang. 4(1), 6.

Nuraini, B. (2015). Risk Factors Of Hypertension. 10.

Ojike, N., Sowers, J. R., Seixas, A., Ravenell, J., Rodriguez-Figueroa, G.,
Awadallah, M., Zizi, F., Jean-Louis, G., Ogedegbe, O., & Mcfarlane, S. I.
(2016). Psychological Distress And Hypertension: Results From The

81
National Health Interview Survey For 2004-2013. Cardiorenal Medicine,
6(3), 198–208. Https://Doi.Org/10.1159/000443933

Patten, S. B., Williams, J. V. A., Lavorato, D. H., Campbell, N. R. C., Eliasziw,


M., & Campbell, T. S. (2009). Major Depression As A Risk Factor For High
Blood Pressure: Epidemiologic Evidence From A National Longitudinal
Study: Psychosomatic Medicine, 71(3), 273–279.
Https://Doi.Org/10.1097/Psy.0b013e3181988e5f

Pierce, G. L., Kalil, G. Z., Ajibewa, T., Holwerda, S. W., Persons, J., Moser, D. J.,
& Fiedorowicz, J. G. (2017). Anxiety Independently Contributes To
Elevated Inflammation In Humans With Obesity: Anxiety And
Inflammation In Obesity. Obesity, 25(2), 286–289.
Https://Doi.Org/10.1002/Oby.21698

Pratama Putra, I. D. G. I., Wirawati, I. A. P., & Mahartini, N. N. (2019).


Hubungan Kadar Gula Darah Dengan Hipertensi Pada Pasien Diabetes
Mellitus Tipe 2 Di Rsup Sanglah. Intisari Sains Medis, 10(3).
Https://Doi.Org/10.15562/Ism.V10i3.482

Qonitah, N., & Isfandiari, M. A. (2017). Hubungan Antara Imt Dan Kemandirian
Fisik Dengan Gangguan Mental Emosional Pada Lansia. Jurnal Berkala
Epidemiologi, 3(1), 11.

Rahmayani, S. T. (2019). Faktor-Faktor Risiko Kejadian Hipertensi Primer Pada


Usia 20-55 Tahun Di Poliklinik Penyakit Dalam Rsud 45 Kuningan. 1(4),
12.

Rasajati, Q. P., Raharjo, B. B., & Ningrum, D. N. A. (2015). Faktor-Faktor Yang


Berhubungan Dengan Kepatuhan Pengobatan Pada Penderita Hipertensi Di
Wilayah Kerja Puskesmas Kedungmundu Kota Semarang. Unnes Journal Of
Public Health, 8.

Shen, C., Findley, P., Banerjea, R., & Sambamoorthi, U. (2010). Depressive
Disorders Among Cohorts Of Women Veterans With Diabetes, Heart
Disease, And Hypertension. Journal Of Women’s Health, 19(8), 1475–1486.
Https://Doi.Org/10.1089/Jwh.2009.1551

Sherwood, L. (2013). Human Physiology Form Cells To Systems, The Blood


Vessels And Blood Pressure. Eighth Edition. Thomson Brooks/Cole.

Silih, Y. (2012). Hubungan Antara Diabetes Melitus Dengan Kejadian Hipertensi


Di Kecamatan Pontianak Selatan. 13.

82
Silvitasari, I. (2020). Menurunkan Tekanan Darah Dengan Terapi Murotal Al-
Quran Pada Pasien Hipertensi Dewasa Di Wilayah Kerja Puskesmas
Bendosari. Media Publikasi Penelitian, 18(2), 8.

Singh, Poonam Khetrapal. (2020). World Hypertension Day. Who South-East


Asia Region.
Https://Www.Who.Int/Southeastasia/News/Speeches/Detail/World-
Hypertension-Day

Siswantinah. (2011). Pengaruh Terapi Murotal Terhadap Kecemasan Pasien Gagal


Ginjal Kronik Yang Dilakukan Tindakan Hemodialisa Di Rsud Kraton
Kabupaten Pekalongan. Universitas Muhammadiyah Semarang.

Siswoyo, Hadi. (2011). Hubungan Kekerasan Dalam Rumah Tangga Dengan


Gangguan Mental Emosional Pada Remaja Dan Dewasa Muda Di Lima
Kota Besar, Tesis. Fkm Ui.

Sofyan, A. M., Sihombing, I. Y., & Hamra, Y. (2012). Hubungan Umur, Jenis
Kelamin, Dan Hipertensi Dengan Kejadian Stroke. 7.

Stein, D. J., Aguilar-Gaxiola, S., Alonso, J., Bruffaerts, R., De Jonge, P., Liu, Z.,
Miguel Caldas-De-Almeida, J., O’neill, S., Viana, M. C., Al-Hamzawi, A.
O., Angermeyer, M. C., Benjet, C., De Graaf⁎, R., Ferry, F., Kovess-
Masfety, V., Levinson, D., De Girolamo, G., Florescu, S., Hu, C., … Scott,
K. M. (2014). Associations Between Mental Disorders And Subsequent
Onset Of Hypertension. General Hospital Psychiatry, 36(2), 142–149.
Https://Doi.Org/10.1016/J.Genhosppsych.2013.11.002

Stubbs, B., Koyanagi, A., Hallgren, M., Firth, J., Richards, J., Schuch, F.,
Rosenbaum, S., Mugisha, J., Veronese, N., Lahti, J., & Vancampfort, D.
(2017). Physical Activity And Anxiety: A Perspective From The World
Health Survey. Journal Of Affective Disorders, 208, 545–552.
Https://Doi.Org/10.1016/J.Jad.2016.10.028

Tairea, K., Kool, B., Harries, A. D., Bissell, K., Gounder, S., Hill, P. C., Avare,
T., & Fariu, R. (2014). Characteristics Of Government Workers And
Association With Diabetes And Hypertension In The Cook Islands. Public
Health Action, 5.

Wagner, J. A., Pietrzak, R. H., & Petry, N. M. (2008). Psychiatric Disorders Are
Associated With Hospital Care Utilization In Persons With Hypertension:
Results From The National Epidemiologic Survey On Alcohol And Related
Conditions. Social Psychiatry And Psychiatric Epidemiology, 43(11), 878–
888. Https://Doi.Org/10.1007/S00127-008-0377-2

83
Who. (2019). Hypertension. World Health Organization.
Https://Www.Who.Int/News-Room/Fact-Sheets/Detail/Hypertension

Who. (2020). Blood Pressure/Hypertension. World Health Organization.


Https://Www.Who.Int/Data/Gho/Indicator-Metadata-Registry/Imr-
Details/3155

Widakdo, G., & Besral, B. (2013). Efek Penyakit Kronis Terhadap Gangguan
Mental Emosional. Kesmas: National Public Health Journal, 7(7), 309.
Https://Doi.Org/10.21109/Kesmas.V7i7.29

Williams, B., Mancia, G., Rosei, E. A., Azizi, M., Burnier, M., Clement, D. L.,
Coca, A., De Simone, G., Dominiczak, A., Kahan, T., Mahfoud, F., Redon,
J., Ruilope, L., Zanchetti, A., Kerins, M., Kjeldsen, S. E., Kreutz, R.,
Laurent, S., Lip, G. Y. H., … Desormais, I. (2018). Esc/Esh Guidelines For
The Management Of Arterial Hypertension. 98.

Winkel, S., Einsle, F., Pieper, L., Höfler, M., Wittchen, H.-U., & Martini, J.
(2015). Associations Of Anxiety Disorders, Depressive Disorders And Body
Weight With Hypertension During Pregnancy. Archives Of Women’s
Mental Health, 18(3), 473–483. Https://Doi.Org/10.1007/S00737-014-0474-
Z

Wu, E.-L., Chien, I.-C., Lin, C.-H., Chou, Y.-J., & Chou, P. (2012). Increased
Risk Of Hypertension In Patients With Major Depressive Disorder: A
Population-Based Study. Journal Of Psychosomatic Research, 73(3), 169–
174. Https://Doi.Org/10.1016/J.Jpsychores.2012.07.002

You, Y., Teng, W., Wang, J., Ma, G., Ma, A., Wang, J., & Liu, P. (2018).
Hypertension And Physical Activity In Middle-Aged And Older Adults In
China. Scientific Reports, 8(1), 16098. Https://Doi.Org/10.1038/S41598-
018-34617-Y

84
LAMPIRAN

LAMPIRAN 1

LAMPIRAN 2

85
86
87
LAMPIRAN 2

88
89
90
91
92
LAMPIRAN 3

93
LAMPIRAN 4

94

You might also like