Professional Documents
Culture Documents
ABSTRACT
Welder had important role for steel fabrication industry, otherwise the job of welder had a variously dangerous
potential. The occurring of substandard practice could be prevent by identified the cause of substandard
practice. The aim of this research was to study the cause of the occurring of substandard practice on welder at
PT. Bangun Sarana Baja. This research was done by using cross sectional design and qualitative approach in
order to describe the cause of the occurring of substandard practice on welder at PT. Bangun Sarana Baja
Gresik. The respondent of this research was 20 peoples who was work as a welder at PT. Bangun Sarana Baja.
The result of this research represent that 80% of welder at PT. Bangun Sarana Baja had performed standard
practice. Management has given a lot of variously programs. Personal factor and job factor most of welder
supported the occurring of standard practice. The conclusion of this research was most of welder at PT. Bangun
Sarana Baja has performed standard practice. Substandard practice occurred because the lack of welder
participation in training and the lack of experience before they worked at PT. Bangun Sarana Baja as the
personal factor, the difficulty of PPE arrangement, the careless of used PPE, work not based on SOP as the job
factor, and lack of control of management on compliance to make standard for each program.
Keywords: substandard practice, personal factor, job factor, lack of control of management
ABSTRAK
Pengelas memiliki peran penting dalam industry fabrikasi baja, selain itu pengelas juga mempunyai potensi
bahaya yang beragam. Terjadinya Substandard Practice dapat dicegah dengan mengidentifikasi penyebabnya.
Tujuan penelitian ini adalah mempelajari penyebab terjadinya substandard practice pada pengelas di PT. Bangun
Sarana Baja. Penelitian dilaksanakan menggunakan rancangan cross sectional dengan menggunakan pendekatan
kualitatif agar dapat menggambarkan penyebab terjadinya substandard practice pada pengelas di PT. Bangun
Sarana Baja Gresik. Responden dalam penelitian ini sebanyak 20 orang yang merupakan pengelas di PT. Bangun
Sarana Baja. Hasil penelitian menunjukkan bahwa 80% pengelas di PT. Bangun Sarana Baja telah melakukan
standard practice. Manajemen telah memberikan banyak program yang beragam. Faktor personal dan faktor
pekerjaan pada sebagian besar pengelas mendukung terciptanya standard practice. Dari penelitian ini dapat
disimpulkan bahwa pengelas di PT. Bangun Sarana Baja sebagian besar telah melakukan standard practice.
Substandard practice terjadi karena kurangnya partisipasi pengelas dalam pelatihan dan kurangnya pengalaman
pada bidang pengelasan sebelum bekerja di PT. Bangun Sarana Baja sebagai faktor personal, penyediaan APD
yang rumit dan lama, kelalaian dalam memakai APD, bekerja tidak sesuai dengan SOP sebagai faktor personal,
dan kurangnya pengendalian dari perusahaan dalam pembuatan standar untuk setiap program.
Kata kunci: substandard practice, faktor personal, faktor pekerjaan, lack of control of management
1
2 The Indonesian Journal of Occupational Safety , Health and Environment, Vol. 1, No. 1 Jan-April 2014: 1–14
tenaga kerja maupun orang lain atas hak Kecelakaan kerja mempunyai beberapa
keselamatannya yang berada pada suatu faktor penyebab diantaranya adalah kondisi
industri serta sumber produksi suatu industri tidak aman dan perilaku tidak aman atau yang
dapat terpelihara dan digunakan secara efisien sering dikenal dengan unsafe act dan unsafe
(Suma’mur, 2009). condition. Sebuah penelitian mengatakan
Industri baja dibidang konstruksi hanya bahwa lebih dari 90% kecelakaan kerja
melakukan pengolahan, perancangan, serta disebabkan oleh unsafe act. Dalam penelitian
fabrikasi baja sehingga siap digunakan untuk DuPont tercatat bahwa 76% kecelakaan kerja
mendirikan suatu konstruksi bangunan. disebabkan oleh unsafe act, 22% karena
Fabrikasi baja merupakan tahap dimana baja kombinasi dari unsafe act dan unsafe condition,
disusun dan disatukan sedemikian rupa 4% disebabkan karena unsafe condition.
sehingga memenuhi rancangan yang telah PT Bangun Sarana Baja merupakan
disusun. Penyatuan serta penyusunan baja industri yang bergerak dibidang fabrikasi baja
dilakukan oleh tenaga manusia yang dimana dalam pengerjaannya terdapat proses
diantaranya terdapat proses penyusunan, pengelasan baja. Pengelasan atau welding
penyatuan dengan pengelasan, dan pada tahap adalah penyambungan dua bahan atau lebih
akhir adalah pengecatan baja. Setiap tahap yang didasarkan pada prinsip-prinsip proses
dalam proses fabrikasi memiliki potensi bahaya difusi, sehingga terjadi penyatuan bagian bahan
yang berbeda terlebih lagi proses tersebut yang disambung (Riswan, 2008).
dilakukan oleh tenaga manusia sehingga dapat Seperti pada perusahaan besar yang
memicu terjadinya kecelakaan kerja. Suma’mur lainnya, PT. Bangun Sarana Baja mempunyai
(2009) menyatakan bahwa penyebab dari target zero accident dimana target tersebut
kecelakaan kerja adalah manusia dan kondisi menuntut perusahaan untuk menegakkan
lingkungan. keselamatan dan kesehatan setiap tenaga kerja
Pengelasan merupakan suatu kegiatan guna mencegah terjadinya kecelakaan. Menurut
penting pada proses fabrikasi baja untuk literatur Shappell dan Wiegman (2000)
menyatukan dua buah baja sesuai dengan menunjukkan bahwa antara 70 dan 80 persen
susunan dan rancangan yang telah ditetapkan. dari kecelakaan penerbangan dapat dikaitkan
Pengelasan atau welding adalah penyambungan dengan kesalahan manusia (tindakan tidak
dua bahan atau lebih yang didasarkan pada aman). Beberapa penelitian terdahulu juga
prinsip-prinsip proses difusi, sehingga terjadi menyebutkan bahwa terjadinya kecelakaan
penyatuan bagian bahan yang disambung lebih banyak didominasi oleh tindakan tidak
(Riswan, 2008). Las merupakan ikatan aman dari pada kondisi tidak aman. Teori Loss
metalurgi pada sambungan logam atau logam Causation Model dari Bird dan Germain
paduan yang dihasilkan oleh pemanasan pada merupakan salah satu cara mengidentifikasi
suhu tertentu atau temperatur yang sesuai serta mengurangi terjadinya kerugian akibat
dengan atau tanpa penggunaan tekanan, dan kecelakaan kerja. Teori tersebut menyebutkan
dengan atau tanpa pemakaian logam pengisi bahwa penyebab langsung dari terjadinya
(Siswanto,2009). kecelakaan adalah praktek dan kondisi
Penelitian Safrin (2007) menyebutkan substandar dimana istilah tersebut digunakan
bahwa kasus kecelakaan kerja yang terjadi pada sebagai pengganti istilah perilaku dan kondisi
bagian welder adalah luka bakar di bagian tidak aman.
tangan dan muka pada saat melakukan PT. Bangun Sarana Baja sebagai
pengelasan. Data kecelakaan kerja pada tahun industry fabrikasi baja dengan proses
2005–2006 menunjukkan jumlah kecelakaan pengelasan yang menggunakan tenaga manusia
yang disebabkan oleh terkena serpihan las di berpotensi terjadi substandard practice terutama
wajah dan tangan menduduki peringkat ke 1 dalam hal pemakaian APD. Penyebab
dari 16 jenis penyebab dalam 14 divisi di PT. terjadinya substandard practice dapat
PAL Indonesia. Para pekerja di perusahaan itu diidentifikasi melalui faktor personal dan faktor
seharusnya telah mendapatkan langkah kerja pekerjaan sebagai komponen dari basic cause
serta cara pemakaian APD yang benar, namun serta melalui lack of control yang merupakan
dalam implementasinya masih saja terjadi upaya pengendalian dari perusahaan. Tujuan
kecelakaan pada bagian tubuh yang seharusnya penelitian ini adalah untuk Mempelajari
terlindungi oleh APD. penyebab terjadinya substandard practice pada
pengelas di PT Bangun Sarana Baja.
Dimas Trianggoro. W dan Tjipto Suwandi, Penyebab Terjadinya Substandard… 3
Hasil penelitian menyatakan bahwa kecelakaan kerja dan 60% mengetahui arti
standar program yang dilakukan PT. Bangun perilaku tidak aman sehingga dapat diartikan
Sarana Baja sudah memenuhi (90%) daftar bahwa sebagian besar pengelas telah mengerti
periksa. PT. Bangun Sarana Baja hanya arti K3, kecelakaan kerja dan perilaku tidak
mempunyai 4 buah SOP untuk program P3K, aman.
Evakuasi, Investigasi kecelakaan, dan Inspeksi Tabel Hasil Kuesioner Pengetahuan
mobil forklift oleh karena itu diambil sumber pada Pengelas PT Bangun Sarana Baja juga
lain yakni dari form yang dibuat oleh PT. mengidentifikasikan bahwa sebanyak (90%)
Bangun Sarana Baja untuk mendukung pengelas menghadiri dan menerima seluruh
program yang telah dilaksanakan. Bentuk form penjelasan mengenai lingkungan kerja,
dapat dilihat pada halaman lampiran. peraturan yang terkait dengan pekerjaan namun
hanya (25%) pengelas yang berpartisipasi
Kesesuaian antara Pelaksanaan dengan dalam pelatihan K3 yang diadakan oleh
Program PT. Bangun Sarana Baja perusahaan. Berdasarkan hasil tersebut dapat
Kesesuaian standar program didapatkan digambarkan bahwa sebagian besar pengelas
melalui wawancara pada pihak manajemen tidak pernah mengikuti pelatihan namun
khususnya departemen HSE PT. Bangun hampir seluruh pengelas mengikuti program
Sarana Baja. Wawancara dilakukan dengan orientasi yang diadakan oleh perusahaan.
tujuan untuk mengetahui apa saja program yang Sebanyak (70%) pengelas juga
dijalankan oleh PT. Bangun Sarana Baja, mengaku tidak pernah bekerja pada bidang
penjelasan program, pelaksana program, yang sama sebelumnya juga dapat diartikan
partisipan serta jadwal program tersebut. PT. bahwa pekerja tidak mempunyai pengetahuan
Bangun Sarana Baja mempunyai jadwal dan pengalaman mengenai bidang pengelasan
tahunan program yang harus dilaksanakan. sebelum bekerja sebagai pengelas di PT.
Seluruh program yang telah direncanakan oleh Bangun Sarana Baja.
PT. Bangun Sarana Baja telah terlaksana sesuai Pengetahuan dikategorikan menjadi 3
dengan jadwal dan tanggung jawab masing yakni kategori baik, sedang, dan buruk.
masing anggota departemen HSE. Kategori didapatkan dengan menjumlah skor
dari kuesioner pengetahuan kemudian
Identifikasi Faktor Personal Pengelas di PT. disesuaikan dengan range dari setiap kategori.
Bangun Sarana Baja Berikut merupakan distribusi frekuensi kategori
Pengetahuan menjadi salah satu pengetahuan pengelas di PT. Bangun Sarana
komponen dalam penegakan keselamatan kerja. Baja
Dalam aspek pengetahuan, penilaian dilakukan Hasil penelitian menyatakan bahwa
khususnya pada pengetahuan mengenai sebanyak (20%) pengelas mempunyai
kesehatan dan keselamatan kerja yang telah pengetahuan yang baik, (75%) mempunyai
didapatkan oleh pengelas mulai dari awal pengetahuan sedang dan (5%) mempunyai
bekerja sampai dengan penelitian ini dimulai. pengetahuan yang buruk. Hal ini dapat terjadi
Kuesioner mengenai pengetahuan terdiri dari 3 akibat kurangnya partisipasi dalam pelatihan
pertanyaan mengenai pengertian K3, dan kurangnya pengalaman dalam bidang kerja
kecelakaan kerja, dan perilaku tidak aman pengelas. Kategori pengetahuan pengelas
dalam bekerja dan 3 pertanyaan mengenai sekaligus menggambarkan kategori faktor
keikutsertaan pengelas dalam program orientasi personal yang dimiliki oleh pengelas
perusahaan, pelatihan K3 dan pengalaman kerja
sebelumnya. Identifikasi Faktor Pekerjaan Pengelas di
Tabel Hasil Kuesioner Pengetahuan PT. Bangun Sarana Baja
pada Pengelas di PT. Bangun Sarana Baja Faktor lain yang berkaitan dengan
menjelaskan tentang skor yang didapatkan oleh faktor personal dalam membentuk penyebab
pengelas dari tiap pertanyaan kuesioner. Tabel dasar ialah faktor pekerjaan. Faktor pekerjaan
Hasil Kuesioner Pengetahuan pada Pengelas PT mempunyai berbagai macam aspek namun
Bangun Sarana Baja pada lampiran dalam penelitian ini hanya diambil dari 2 aspek
mengidentifikasikan bahwa (95%) pengelas yakni peralatan dan perlengkapan serta aspek
mengetahui arti K3 dalam perusahaan, kesalahan dan penyalahgunaan. Faktor
demikian pula (65%) mengetahui arti pekerjaan dikategorikan menjadi 3 yakni
kategori baik, sedang, dan buruk. Kategori
Dimas Trianggoro. W dan Tjipto Suwandi, Penyebab Terjadinya Substandard… 5
100%
Penyalahgunaan dan Kesalahan
80% Berdasarkan Perilaku Pemakaian
60% APD Pada Pengelas di PT. Bangun
40% Sarana Baja
20% substandard
Berdasarkan Gambar 4 diketahui
0% standard bahwa pengelas yang berada dalam kategori
substandard sebanyak (60%) berasal dari
pengelas dengan pengawasan penyalahgunaan
dan kesalahan yang berada pada kategori
sedang dan (100%) berasal dari pengelas
dengan pengawasan Perhatian pada
Penyalahgunaan dan Kesalahan yang berada
Gambar 3 Distribusi Kategori Peralatan dan pada kategori buruk. Hal tersebut
Perlengkapan Berdasarkan mengidentifikasikan bahwa substandard
Perilaku Pemakaian APD Pada practice terjadi pada pengelas dengan peralatan
Pengelas di PT. Bangun Sarana dan perlengkapan dalam kategori sedang dan
Baja buruk.
Hasil tabulasi silang mengenai
Berdasarakan Gambar 3 diketahui kesesuaian terhadap SOP berdasarkan
bahwa pengelas yang berada dalam kategori pemakaian safety shoes yang terdapat pada
Dimas Trianggoro. W dan Tjipto Suwandi, Penyebab Terjadinya Substandard… 7
tentang Alat Pelindung Diri pasal 8 ayat 1 pelindung diri. Seperti yang telah teridentifikasi
disampaikan bahwa APD yang rusak, retak atau bahwa hasil penelitian menyatakan bahwa
tidak dapat berfungsi dengan baik harus sebagian besar pengelas berada dalam kategori
dibuang dan atau dimusnahkan, ketetapan ini standard practice yang berarti pengelas telah
terkait dengan kegiatan inspeksi APD yang memakai APD dengan tepat. Pengelas yang
wajib dilakukan oleh perusahaan dan telah tidak masuk dalam kategori standard
tertulis pada pasal 7 mengenai manajemen APD disebabkan karena kondisi APD yang tidak
di tempat kerja. Dalam pasal tersebut baik dan kesalahan dalam pemakaian APD.
diungkapkan secara rinci mengenai program Substandard practice merupakan
atau kegiatan yang wajib dilakukan oleh penyebab langsung terjadinya kecelakaan atau
perusahaan dalam mengelola APD di tempat insiden. Kecelakaan atau insiden diartikan
kerja seperti identifikasi kebutuhan ADP, sebagai kontak dengan barang, substansi,
penyediaan APD, pelatihan, penggunaan, ataupun manusia hingga akhirnya akan dapat
perawatan dan penyimpanan, penatalaksanaan memungkinkan terjadi kerugian yang menimpa
pembuangan atau pemusnahan, pembinaan, manusia, peralatan, bahan, dan lingkungan
inspeksi, evaluasi dan pelaporan. (Bird dan Germain, 1992). Oleh sebab itu
PT. Bangun Sarana Baja telah diperlukan adanya upaya pencegahan yang
menjalankan program inspeksi APD pada wajib dilakukan oleh manajemen. Langkah
pekerja namun inspeksi hanya sebatas untuk awal yang sangat penting dalam upaya
mengetahui apakah pekerja memakai APD pencegahan adalah mengetahui penyebab
atau tidak, tanpa melihat kelayakan dari APD terjadinya substandard practice.
yang dipakai. APD yang tidak layak atau rusak Substandar practice dapat dilihat
sudah tidak mampu memenuhi fungsinya sebagai perilaku yang ditampilkan oleh
sebagai pelindung bagian tubuh dari bahaya seseorang. Perilaku terbentuk oleh berbagai
dan resiko yang ada di area kerja dan bahkan macam faktor demikian pula substandard
dapat memungkinkan timbulnya resiko yang practice yang terjadi karena adanya faktor yang
lain. melatarbelakanginya. Basic cause merupakan
Substandard practice lain yang penyebab yang melatarbelakangi terjadinya
dilakukan oleh pengelas adalah kesalahan substandard practice sebagai komponen dari
dalam pemakaian face shield. Pemakaian face immediate cause. Basic cause atau penyebab
shield yang tidak benar adalah ketika pengelas dasar merupakan penyebab terjadinya
menggunakan face shield yang tidak menutup kecelakaan yang dapat diketahui berdasarkan
wajah. Face shield merupakan APD yang faktor personal dan faktor pekerjaan. Sehingga
dirancang untuk melindungi wajah dari basic cause dapat membantu menjelaskan
percikan material dan melindungi mata dari mengapa seseorang melakukan substandard
sinar non-ionisasi (Siswanto, 1994). Selain itu practice dan menjelaskan alasan munculnya
Siswanto (1994) juga mengungkapkan bahwa substandard condition (Bird dan Germain,
perlunya pelindung kepala bagi pengelas untuk 1992).
melindungi rambut dari percikan logam dan Faktor personal merupakan faktor
bunga api yang panas serta kepala dari dalam diri seseorang yang dapat menimbulkan
kejatuhan benda-benda, namun dari pihak terjadinya substandard practice. Hasil
perusahaan hanya menyediakan face shield penelitian mengidentifikasi substandard
sebagai pelindung bagian kepala untuk practice terjadi pada pengelas dengan factor
pengelas. personal yang masuk dalam kategori sedang
dan buruk. Maka dapat disimpulkan bahwa
Penyebab Substandard practice Berdasarkan faktor personal menjadi salah satu penyebab
Loss Causation Model timbulnya substandard practice pada pengelas
Substandard practice merupakan istilah di PT. Bangun Sarana Baja sejalan dengan
yang digunakan untuk menggantikan unsafe act pernyataan dari Suma’mur (2009) bahwa salah
dengan tujuan bahwa setiap praktek akan satu penyebab kecelakaan adalah faktor
dihubungkan dengan standar sebagai dasar manusia itu sendiri sebagai pelaksana
untuk pengukuran, evaluasi dan koreksi (Bird pekerjaan. Hal ini juga diungkapkan oleh Bird
dan Germain, 1992). Substandard practice dan Germain (1992) bahwa berdasarkan
mempunyai berbagai macam bentuk salah pengalaman, keterlibatan faktor manusia
satunya adalah kegagalan untuk memakai alat
Dimas Trianggoro. W dan Tjipto Suwandi, Penyebab Terjadinya Substandard… 11
masih banyak pengelas yang bekerja tidak Donaldson, Les dan Scannel, Edward E. 1987.
sesuai SOP. Pengembangan Sumber Daya
Pemakaian APD pada pengelas di PT. Manusia: Panduan Bagi Pelatih Muda.
Bangun Sarana Baja (60%) pengelas telah Edisi terjemahan oleh Suyuti, ya’kub,.
masuk pada kategori standard practice, namun Moh dan Syafruddin, Eko. Jakarta:
(65%) safety shoes yang digunakan memiliki Gaya Media Pratama
kondisi yang tidak layak, selain itu (60%) Foster, B. 2001. Pembinaan Untuk Peningkatan
pengelas masih menggunakan face shield Karyawan. Jakarta: PPM
dalam keadaan tidak menutup wajah. Geller, E. S. 2001. The Psychology of Safety
Penyebab terjadinya substandard Handbook, United State of America:
practice pada pengelas di PT. Bangun Sarana CRC Press LLC Lewis Publishers is an
Baja adalah kurangnya partisipasi pengelas imprint of CRC Press LLC
dalam pelatihan dan kurangnya pengalaman Geller, E. S. 2005. Behavior-Based Safety and
pada bidang pengelasan sebelum bekerja di Occupational Risk Management,
PT. Bangun Sarana Baja sebagai faktor Virginia Polytechnic Institute and State
personal, penyediaan APD yang rumit dan University: Sage Publication
lama, kelalaian dalam memakai APD, bekerja John, E. B. 2007. Contextual Teaching and
tidak sesuai dengan SOP sebagai faktor Learning. Terjemahan Ibnu Setiawan.
personal, dan kurangnya pengendalian dari Bandung: MLC
perusahaan dalam pembuatan standar untuk Mangkunegara, A.A. Anwar Prabu. 2003.
setiap program. Perencanaan dan Pengembangan
Penyebab terjadinya substandard Sumber Daya Manusia. Bandung: PT.
practice pada pengelas di PT. Bangun Sarana Refika Aditama.
Baja adalah kurangnya partisipasi pengelas Mustaqim. 2004. Psikologi Pendidikan.
dalam pelatihan dan kurangnya pengalaman Yogyakarta: Pustaka Pelajar
pada bidang pengelasan sebelum bekerja di Notoadmodjo, Soekidjo. 2003. Pendidikan dan
PT. Bangun Sarana Baja sebagai faktor Perilaku Kesehatan, Jakarta: Rineka
personal, penyediaan APD yang rumit dan Cipta
lama, kelalaian dalam memakai APD, bekerja Notoadmodjo, S. 2007. Kesehatan Masyarakat
tidak sesuai dengan SOP sebagai faktor Ilmu dan Seni, Jakarta: PT Rineka
personal, dan kurangnya pengendalian dari Cipta
perusahaan dalam pembuatan standar untuk Reason, J. 2008. The Human Contribution:
setiap program Unsafe Act, Accident and Heroic
Recoveries.USA: Ashgate
Riswan, D. J. 2008. Diktat Teori Fabrikasi 2.
DAFTAR PUSTAKA Yogyakarta: Universitas Negeri
Yogyakarta.
Bird and Germain. 1992. Practical Loss Safrin,Afrizal. 2007. Evaluasi Dan Perbaikan
Control Leadership, United States of Rancangan Topeng Las Berbasis Studi
America: International Loss Control Ergonomi Dan K3. Surabaya: Tugas
Institute Akhir Jurusan Teknik Industri ITS
Ditjen R.I., 2011. Himpunan Peraturan Santoso dan Tjiptono. 2004. Riset Pemasaran
Perundang-undangan Keselamatan Konsep dan Aplikasi dengan SPSS.
dan Kesehatan Kerja. Jakarta; Jakarta : PT. Elex Media Komputindo
Kementrian Tenaga Kerja dan Shappell dan Wiegman. 2000. The Human
Factors Analysis and Classification
Transmigrasi R.I: 811-812
System-HFACS. Oklahoma : Institute of
Aviation.
14 The Indonesian Journal of Occupational Safety , Health and Environment, Vol. 1, No. 1 Jan-April 2014: 1–14