You are on page 1of 10

Serambi Engineering, Volume IV, No.

1, Januari 2019 hal 406-415 ISSN : 2528-3561

Studi Hubungan Antara Faktor Lingkungan Fisik Rumah Dengan


Penderita TB Paru BTA di Aceh Selatan
Mawardi1,*, Rychad Sambera2, Irma Hamisah3

Balai Pelatihan Kesehatan Aceh – Banda Aceh


1

2,3
Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Muhammadiyah Aceh – Banda Aceh
*Koresponden email: mawardi.ibrahim@gmail.com

Diterima: 30 Desember 2018 Disetujui: 8 Februari 2019

Abstract
Pulmonary TB is a world problem especially in developing countries including Indonesia. In Indonesia, it is
estimated that every year 450,000 new cases of pulmonary TB appear with death estimated at 175,000 per
year. This study aims to determine the relationship between physical environmental factors of houses with
pulmonary TB patients with AFB (+) at Lhok Bengkuang Health Center, Tapaktuan Subdistrict, South Aceh
Regency in 2018. The population in this study were pulmonary TB patients smear (+) recorded in the case data
report in the working area of Lhok Bengkuang Health Center, Tapaktuan Subdistrict, South Aceh Regency
in 2017, which is 36 patients with pulmonary TB (+) and 36 non-pulmonary TB sufferers. The results of the
univariate study showed 52.8% of respondents with occupant density did not meet the requirements, 55.6% of
respondents with house floors did not meet the requirements, 51.4% of respondents with lighting did not meet
the requirements, 51.4% of respondents with house ventilation did not meet the requirements . The results of
bivariate analysis showed that there was a relationship between occupant density (P value = 0.001), house floor
(P value = 0.015), lighting (P value = 0.034), ventilation (P value = 0.038) with pulmonary TB patients with
AFB (+) in the area of Lhok Bengkuang District Health Center, Tapaktuan Subdistrict, South Aceh Regency.
Keywords : occupant density, house floor, lighting, home ventilation, pulmonary TB smear (+)

Abstrak
Penyakit TB paru merupakan masalah dunia terutama di negara-negara sedang berkembang termasuk Indonesia.
Di Indonesia di perkirakan tiap tahun muncul 450.000 kasus TB paru baru dengan kematian di perkirakan
175.000 pertahun. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara faktor lingkungan fisik rumah
dengan penderita TB paru BTA (+) di Puskesmas Lhok Bengkuang Kecamatan Tapaktuan Kabupaten Aceh
Selatan Tahun 2018. Populasi dalam penelitian ini adalah penderita TB paru BTA (+) yang tercatat dalam
laporan data kasus di wilayah kerja Puskesmas Lhok Bengkuang Kecamatan Tapaktuan Kabupaten Aceh
Selatan Tahun 2017 yaitu sebanyak 36 penderita TB Paru (+) dan 36 penderita non TB Paru. Hasil penelitian
univariat menunjukkan 52,8% responden dengan kepadatan penghuni tidak memenuhi syarat, 55,6% responden
dengan lantai rumah tidak memenuhi syarat, 51,4% responden dengan pencahayaan tidak memenuhi syarat,
51,4% responden dengan ventilasi rumah tidak memenuhi syarat. Hasil analisis bivariat menunjukkan ada
hubungan kepadatan penghuni (P value = 0,001), lantai rumah (P value = 0,015), pencahayaan (P value =
0,034), ventilasi(P value = 0,038) dengan dengan penderita TB paru BTA (+) di Wilayah Kerja Puskesmas Lhok
Bengkuang Kecamatan Tapaktuan Kabupaten Aceh Selatan Tahun 2018.
Kata Kunci: kepadatan penghuni, lantai rumah, pencahayaan, ventilasi rumah, TB paru BTA(+)
1. Pendahuluan dengan pendekatan promotif, preventif dan rehabilitatif
Mewujudkan kesehatan yang optimal bagi yang dilaksanakan secara terpadu, menyeluruh dan
masyarakat adalah merupakan salah satu tujuan untuk berkesinambungan (Depkes RI, 2012).
pembangunan dalam bidang kesehatan. Berdasarkan Ditinjau dari segi epidemiologi derajat kesehatan
Undang-undang Kesehatan No. 36 Tahun 2009 pasal masyarakat dipengaruhi oleh 4 faktor yaitu faktor
47 menyatakan bahwa untuk mewujudkan derajat lingkungan, faktor perilaku, faktor pelayanan
kesehatan yang setinggi-tingginya bagi masyarakat, kesehatan dan faktor keturunan. Ditinjau dari
diselenggarakan upaya kesehatan masyarakat. Upaya epidemiologi ada kegiatan yang dilakukan untuk
kesehatan diselenggarakan dalam bentuk kegiatan derajat kesehatan. Salah satunya pemberantasan

406
Serambi Engineering, Volume IV, No.1, Januari 2019 ISSN : 2528-3561

penyakit baik menular maupun tidak menular. yang telah menginfeksi hampir sepertiga penduduk
Tujuan dari program pemberantasan penyakit adalah dunia dan pada sebagian besar negara di dunia tidak
mencegah terjadinya penyakit, menurunkan angka dapat mengendalikan penyakit TBC ini disebabkan
kematian dan angka kesakitan serta mengurangi banyaknya penderita yang tidak berhasil disembuhkan.
akibat buruk dari penyakit baik yang menular maupun WHO dalam Annual Report on Global TB Control
tidak menular (Bustan, 2012). 2003 menyatakan terdapat 22 negara dikategorikan
Tuberculosis merupakan penyakit menular sebagai high burden countris terhadap TBC , termasuk
yang sebagian besar disebabkan oleh kuman Indonesia (WHO, 2017).
Mycrobacterium Tuberculosis. Kuman yang Di Indonesia, prevalensi TB paru dikelompokkan
berbentuk batang ini mempunyai sifat istimewa, yaitu dalam tiga wilayah, yaitu wilayah Sumatera (33%),
dapat bertahan terhadap penghilangan warna dengan wilayah Jawa dan Bali (23%), serta wilayah Indonesia
asam dan alkohol, sehingga disebut sebagai Basil Bagian Timur (44%). Penyakit TB paru merupakan
Tahan Asam (BTA) (Murti, 2011). penyebab kematian nomor tiga setelah penyakit
Lingkungan merupakan hal yang tidak terpisahkan jantung dan saluran pernafasan pada semua kelompok
dari aktivitas kehidupan manusia, baik itu lingkungan usia serta nomor satu untuk golongan penyakit infeksi.
secara fisik, biologis maupun sosial sehingga sangat Korban meninggal akibat TB paru di Indonesia
berperan dalam proses terjadinya gangguan kesehatan diperkirakan sebanyak 61.000 kematian tiap tahunnya
masyarakat, termasuk gangguan kesehatan berupa (Dinas Kesehatan Aceh, 2017).
penyakit tuberkulosis (Notoatmodjo, 2012). Berdasarkan latar belakang diatas, sehingga
Lingkungan rumah merupakan salah satu faktor peneliti ingin meneliti tentang hubungan antara
yang memberikan pengaruh besar terhadap status faktor lingkungan fisik rumah dengan penderita TB
kesehatan penghuninya. Lingkungan rumah juga paru BTA (+) di Wilayah Kerja Puskesmas Lhok
merupakan salah satu faktor yang berperan dalam Bengkuang Kecamatan Tapaktuan Kabupaten Aceh
penyebaran kuman tuberkulosis. Kuman tuberkulosis Selatan Tahun 2018.
dapat hidup selama 1-2 jam bahkan sampai beberapa Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui
hari hingga berminggu-minggu tergantung pada “hubungan antara faktor lingkungan fisik rumah
ada tidaknya sinar ultraviolet, ventilasi yang baik, dengan penderita TB paru BTA (+) di Wilayah Kerja
kelembaban, suhu rumah dan kepadatan penghuni Puskesmas Lhok Bengkuang Kecamatan Tapaktuan
rumah (Atmosukarto, 2012). Kabupaten Aceh Selatan Tahun 2018. Ruang lingkup
Alasan utama meningkatnya beban TB paru global penelitian ini adalah pencahayaan rumah, kepadatan
ini antara lain disebabkan kemiskinan pada berbagai penghuni, lantai rumah dan ventilasi rumah yang tidak
penduduk yang membuat terlantar dan kurangnya memadai yang ingin peneliti teliti.
biaya berobat, tidak hanya pada negara yang sedang
berkembang tetapi juga pada penduduk perkotaan 2. Studi Kepustakaan
tertentu di negara maju, adanya perubahan demografik 2.1 Pengertian TB Paru
dengan meningkatnya penduduk dunia dan perubahan Tuberkulosis paru adalah penyakit menular
dari struktur usia manusia yang hidup, perlindungan yang disebabkan oleh kuman Mycobacterium
kesehatan yang tidak mencukupi pada kelompok yang tuberculosis tipe Humanus. Kuman tuberkulosis
rentan terutama di negeri miskin, tidak memadainya pertama kali ditemukan oleh Robert Koch pada tahun
pendidikan mengenai TB dikalangan masyarakat 1882. Jenis kuman tersebut adalah Mycobacterium
(Sudoyo dkk,2012). tuberculosis, Mycobacterium africanum dan
Penyakit tuberkulosis paru merupakan penyakit Mycobacterium bovis. Basil tuberkulosis termasuk
yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis dalam genus Mycobacterium, suatu anggota dari

407
Serambi Engineering, Volume IV, No.1, Januari 2019 ISSN : 2528-3561

family dan termasuk ke dalam ordo Actinomycetales. atau penyebaran langsung ke bagian-bagian tubuh
Mycobacterium tuberculosis menyebabkan sejumlah lainnya (Daryatno, 2010). Daya penularan dari
penyakit berat pada manusia dan juga penyebab seorang penderita ditentukan oleh banyaknya kuman
terjadinya infeksi tersering (Aditama,2012). yang dikeluarkan dari parunya. Makin tinggi derajat
Basil–basil tuberkel di dalam jaringan tampak positif hasil pemeriksaan dahak negatip (tidak terlihat
sebagai mikroorganisme berbentuk batang, dengan kuman), maka penderita tersebut dianggap tidak
panjang bervariasi antara 1 – 4 mikron dan diameter menular (Soemirat, 2012).
0,3 – 0,6 mikron. Bentuknya sering agak melengkung Kemungkinan seseorang terinfeksi TB Paru
dan kelihatan seperti manik – manik atau bersegmen. ditentukan oleh konsentrasi droplet dalam udara
Basil tuberkulosis dapat bertahan hidup selama dan lamanya menghirup udara tersebut. Faktor yang
beberapa minggu dalam sputum kering, ekskreta lain mempengaruhi kemungkinan seseorang menjadi
dan mempunyai resistensi tinggi terhadap antiseptik, penderita Tuberkulosis paru adalah daya tahan tubuh
tetapi dengan cepat menjadi inaktif oleh cahaya yang rendah, diantarannya gizi buruk atau HIV/AIDS
matahari, sinar ultraviolet atau suhu lebih tinggi dari (Soemirat, 2012).
600C (Atmosukarto, 2012). Diagnosis TB paru pada orang dewasa dapat
Mycobacterium tuberculosis masuk ke dalam ditegakkan dengan ditemukannya BTA pada
jaringan paru melalui saluran napas (droplet infection) pemeriksaan dahak secara mikroskopis. Hasil
sampai alveoli, terjadilah infeksi primer. Selanjutnya pemeriksaan dinyatakan positif apabila sedikitnya dua
menyebar ke getah bening setempat dan terbentuklah tiga spesimen SPS BTA hasilnya positif.Bilahanya 1
primer kompleks. Infeksi primer dan primer kompleks yang positif perlu diadakan pemeriksaan lebih lanjut
dinamakan TB primer, yang dalam perjalanan lebih yaitu foto rontgen dada atau pemeriksan dahak SPS
lanjut sebagian besar akan mengalami penyembuhan diulang (Crofton, 2012).
(Bustan, 2012).
2.3 Penyebab & Gejala Penyakit TB Paru
2.2 Cara Penularan Penyebab dari penyakit ini adalah bakteri
Sumber penularan adalah penderita TB Paru Mycobacterium tuberculois. Ukuran dari bakteri ini
BTA positif. Pada waktu batuk atau bersin, penderita cukup kecil yaitu 0,5-4 mikron x 0,3-0,6 mikron dan
menyebarkan kuman ke udara dalam bentuk droplet bentuk dari bakteri ini yaitu batang, tipis, lurus atau
(percikan dahak). Droplet yang mengandung kuman agak bengkok, bergranul, tidak mempunyai selubung
dapat bertahan di udara pada suhu kamar selama tetapi kuman ini mempunyai lapisan luar yang tebal
beberapa jam (Crofton, 2012). Orang dapat terinfeksi yang terdiri dari lipoid (terutama asam mikolat). Sifat
kalau droplet tersebut terhirup kedalam saluran dari bakteri ini agak istimewa, karena bakteri ini dapat
pernafasan, kuman TB Paru tersebut dapat menyebar bertahan terhadap pencucian warna dengan asam dan
dari paru ke bagian tubuh lainnya, melalui sistem alkohol sehingga sering disebut dengan bakteri tahan
peredaran darah, sistem saluran limfe, saluran nafas, asam (BTA). Selain itu bakteri ini juga tahan terhadap

408
Serambi Engineering, Volume IV, No.1, Januari 2019 ISSN : 2528-3561

suasana kering dan dingin. Bakteri ini dapat bertahan 2. Gejala lain adalah Malaise (perasaan lesu)
pada kondisi rumah atau lingkungan yang lembab bersifat berkepanjangan kronis, disertai rasa
dan gelap bisa sampai berbulan-bulan namun bakteri tidak fit, tidak enak badan, lemah, lesu, pegal-
ini tidak tahan atau dapat mati apabila terkena sinar, pegal, nafsu makan berkurang, badan semakin
matahari atau aliran udara (Widoyono, 2011). kurus, pusing, serta mudah lelah. Gejala
TB paru merupakan penyakit menular yang sistemik ini terdapat baik pada TB Paru maupun
disebabkan oleh kuman Microbacterium tuberculosis, TB yang menyerang organ lain.
sebagian besar kuman terdiri atas asam lemak (lipid),
lipid inilah yang membuat kuman lebih tahan terhadap 2.4 Pengobatan dan Pencegahan Penyakit TB Paru
asam dan gangguan kimia dan fisik (Hiswani, 2014). Menurut Zulfikar (2012) tujuan pengobatan TB
Menurut Amir (2012) gejala-gejala umum TB paru paru untuk menyembuhkan penderita, mencegah
adalah : kematian, menurunkan penularan ke orang lain dan
1. Berat badan turun tanpa sebab yang jelas atau mencegah resistensi terhadap obat anti tuberkulosis.
pada anak berat badan tidak naik dalam 1 bulan Pengobatan yang dianjurkan oleh WHO dan
dengan penanganan gizi. IULTLD dengan paduan Obat Anti Tuberkulosis
2. Tidak nafsu makan dan pada anak terlihat gagal (OAT) standar yang terdiri dari Isoniazid, Rifampisin,
tumbuh serta penambahan berat badan tidak Pirazinamid, Streptomycin dan Ethambutol dengan
memadai sesuai umur. standar yang dinyatakan dalam kategori 1, kategori 2,
3. Demam lama dan berulang tanpa sebab yang kategori 3 dan sisipan (Sugiarto, 2012). Berdasarkan
jelas (bukan tifoid, malaria atau infeksi saluran paduan obat tersebut diatas maka program TB paru di
nafas akut), dapat disertai adanya keringat pada Indonesia menggunakan paduan OAT yang disediakan
malam hari. dalam bentuk paket dengan tujuan memudahkan
4. Adanya pembesaran kelenjar seperti di leher pemberian obat kepada penderita dan menjamin
atau ketiak. kelangsungan pengobatan sampai selesai, satu paket
5. Batuk lama lebih 30 hari dengan atau tanpa untuk setiap penderita dalam satu masa pengobatan.
dahak atau dapat juga berupa batuk darah. Tindakan yang harus dilakukan agar tidak tertular
Menurut Amir (2012) gejala sistemik TB paru penyakit TB adalah menjalankan pola hidup sehat,
1. Gejala secara sistemik pada umumnya penderita tapi tidak hanya cukup dengan menjalankan pola
akan mengalami demam. Demam berlangsung hidup sehat, hal lain yang harus dilakukan agar
pada sore dan malam hari, disertai keringat terhindar dari penyakit TB paru adalah memberikan
dingin meskipun tanpa aktifitas, kemudian imunisasi BCG pada anak balita, vaksin sebaiknya
kadang hilang. Gejala ini akan timbul lagi diberikan sejak anak masih kecil agar terhindar dari
beberapa bulan kemudian seperti demam, penyakit tersebut, bila ada yang dicurigai sebagai
influenza biasa, dan kemudian seolah-olah penderita TB paru maka harus diobati sampai tuntas
sembuh tidak ada demam. agar tidak tambah parah dan terjadi penularan,

409
Serambi Engineering, Volume IV, No.1, Januari 2019 ISSN : 2528-3561

jangan minum susu sapi mentah, bagi penderita yang sesuai dan lantai rumah yang tidak terbuat dari
sebaiknya tidak meludah sembarangan dan sewaktu tanah. Rumah dan lingkungan yang tidak memenuhi
bersin harus menutup mulut menggunakan sapu syarat kesehatan beresiko menjadi sumber penyebab
tangan, pencegahan terhadap penyakit TB paru dapat penularan berbagai jenis penyakit (Wulandari, 2012).
dilakukan dengan tidak melakukan kontak udara Kepadatan penghuni merupakan suatu proses
dengan penderita, minum obat pencegah dengan dosis penularan penyakit. Semakin padat maka perpindahan
yang tepat dan hidup sehat, terutama rumah harus baik penyakit, khususnya penyakit menular melalui udara
ventilasi udaranya dimana sinar matahari pagi masuk akan semakin mudah dan cepat, apalagi terdapat
ke dalam rumah (Wijaya, 2012). anggota keluarga yang menderita Tb paru dengan
BTA (+). Kuman TB paru cukup resisten terhadap
2.5 Faktor Kualitas Lingkungan Dengan Penderita antiseptik tetapi dengan cepat akan menjadi inaktif
TB Paru BTA (+). oleh cahaya matahari, sinar ultraviolet yang dapat
Lingkungan sehat pada dasarnya adalah suatu merusak atau melemahkan fungsi vital organisme
kondisi atau keadaan lingkungan yang optimum dan kemudian mematikan. Kepadatan hunian ditempat
sehingga berpengaruh terhadap terwujudnya status tinggal penderita TB paru anak paling banyak ialah
kesehatan yang optimum pula. Ruang lingkup tingkat kepadatan rendah. Suhu di dalam ruangan
kesehatan lingkungan antara lain: perumahan, erat kaitannya dengan kepadatan hunian dan ventilasi
pembuangan kotoran manusia, penyediaan air bersih, rumah (Behrman et al, 2012).
pembuangan sampah, pembuangan limbah, rumah Kepadatan penghuni yang ditetapkan oleh
hewan ternak dan sebagainya (Notoatmodjo, 2012). Departemen Kesehatan RI, yaitu rasio luas lantai
Rumah sehat adalah bangunan rumah tinggal seluruh ruangan dibagi jumlah penghuni minimal
yang memenuhi syarat kesehatan, yaitu rumah yang 10 m2/orang. Luas kamar tidur minimal 8 m2dan
memiliki jamban yang sehat, sarana air bersih, tempat tidak dianjurkan digunakan lebih 2 orang tidur
pembuangan sampah, sarana pembuangan air limbah, dalam satu ruang tidur, kecuali anak dibawah umur 5
ventilasi rumah yang baik, kepadatan hunian rumah tahun. Kepadatan hunian dapat juga ditentukan dengan

410
Serambi Engineering, Volume IV, No.1, Januari 2019 ISSN : 2528-3561

jumlah kamar tidur dibagi dengan jumlah penghuni umum, cahaya alami didapat melewati jendela,
(sleeping density), dinyatakan dengan nilai: baik, bila tetapi tidak memungkinkan cahaya bisa diperoleh
kepadatan lebih atau sama dengan 0,7 cukup, bila dari genteng yang terbuat dari kaca. Sebaiknya tidak
kepadatan antara 0,5 - 0,7 dan kurang bila kepadatan terlalu berlebihan membuat sistem pencahaayan,
kurang dari 0,5 (Azhar, 2012). karena akan membuat penghuni menjadi gerah akibat
Menurut indikator pengawasan rumah , luas ruangan yang terlalu terang (Kemenkes, 2012).
ventilasi yang memenuhi syarat kesehatan adalah Kuman tuberkulosis dapat bertahan hidup
≥ 10% luas lantai rumah dan luas ventilasi yang bertahun-tahun lamanya, dan mati bila terkena sinar
tidak memenuhi syarat kesehatan adalah < 10%luas matahari, sabun, lisol, karbol dan panas api. Rumah
lantai rumah. Luas ventilasi rumah yang <10% dari yang tidak masuk sinar matahari mempunyai resiko
luas lantai (tidak memenuhi syarat kesehatan) akan menderita tuberkulosis 3-7 kali dibandingkan dengan
mengakibatkan berkurangnya konsentrasi oksien dan rumah yang dimasuki sinar matahari (Azhar, 2012).
bertambahnya (Depkes RI, 2012). Pencahayaan alam dan buatan langsung maupun tidak
Untuk memperoleh penerangan yang baik selain langsung dapat menerangi seluruh ruangan minimal
memanfaatkan penerangan matahari sebanyak intensitasnya 60 lux dan tidak menyilaukan (Depkes
mungkin untuk menerangi ruangan rumah pada siang RI, 2012).
hari melalui jendela, lubang ventilasi pintu atau atap
rumah, gunakan pewarnaan yang muda atau cerah 3 Metodologi Penelitian
untuk lantai, dinding maupun langit-langit rumah dan 3.1. Jenis Penelitian
gunakan listrik yang cukup yang tidak menyilaukan Jenis Penelitian ini merupakan penelitian survei
mata pada malam harinya (Chandara, 2012). yang bersifat analitik dengan desain penelitian case
Lantai rumah yang sehat adalah lantai yang kedap control yaitu penelitian survei analitik dimana subjek
air sebagai syarat utama bagi rumah yang sehat. Bahan yaitu kasus dan kontrol telah diketahui dan dipilih
yang digunakan bisa seperti kayu, semen, keramik, berdasarkan telah mempunyai keluaran (out come)
atau ubin. Lantai yang berdebu atau becek tidak dari puskesmas. untuk melihat hubungan antara
membuat penghuni menjadi nyaman dan menjadi faktor lingkungan fisik rumah dengan penderita TB
sarang penyakit. Pemilihan bahan material lantai paru BTA (+) di Wilayah Kerja Puskesmas Lhok
sangat penting, seperti keramik lantai yang licin dapat Bengkuang Kecamatan Tapaktuan Kabupaten Aceh
menyebabkan penghuni dapat terpeleset (Kemenkes, Selatan Tahun 2018.
2012).
Jenis lantai tanah memiliki peran terhadap proses 3.2. Populasi dan Sampel
kejadian TB paru, melalui kelembaban dalam ruangan. Populasi dalam penelitian ini adalah semua
Lantai tanah cenderung menimbulkan kelembaban penderita TB paru BTA (+) yang tercatat dalam
pada musim panas lantai menjadi kering sehingga laporan data kasus di wilayah kerja Puskesmas Lhok
dapat menimbulkan debu yang berbahaya bagi Bengkuang Kecamatan Tapaktuan Kabupaten Aceh
penghuni rumah (Fatimah, 2013). Selatan Tahun 2017 yaitu sebanyak 36 penderita TB
Rumah sehat memiliki sistem pencahayaan alami Paru (+).
yang cukup. Bila terdapat rumah yang kurang sistem Untuk menentukan ukuran dan besarnya sampel
pencahayaan matahari, maka akan sangat lembab, tidak dalam penelitian ini digunakan total populasi yaitu
nyaman dan rawan terhadap bibit penyakit. Secara responden yang menderita TB paru (+) sebanyak

411
Serambi Engineering, Volume IV, No.1, Januari 2019 ISSN : 2528-3561

36 kasus dan yang non TB Paru sebanyak 36 kasus. Kecamatan Tapaktuan Kabupaten Aceh Selatan,
Dapat dilihat pada Tabel 1. sebanyak 63,9% mengalami TB Paru (+) dibandingkan
dengan responden yang non TB Paru 47,2%.
3.3 Jenis Data Sedangkan responden dengan lantai rumah
Adapun jenis data yang digunakan dalam penelitian memenuhi syarat di Wilayah Kerja Puskesmas
ini adalah data primer dan data sekunder. Lhok Bengkuang Kecamatan Tapaktuan Kabupaten
1. Data primer yaitu data yang diambil dengan cara Aceh Selatan, sebanyak 52,8% yang non TB Paru
membagikan kuesioner kepada responden yaitu dibandingkan dengan responden 36,1%.
penderita TB Paru BTA (+). Kuesioner yang Tabel 4 menunjukkan bahwa responden dengan
akan diberikan kepada responden harus terlebih pencahayaan tidak memenuhi syarat di Wilayah Kerja
dulu mendapat persetujuan dan ditandatangani Puskesmas Lhok Bengkuang Kecamatan Tapaktuan
oleh responden tersebut. Sebelum mengisi Kabupaten Aceh Selatan, sebanyak 61,1% mengalami
kuesioner, responden diberi penjelasan tentang TB Paru (+) dibandingkan dengan responden yang
cara pengisiannya. Jika responden mengalami non TB Paru 41,7%.
kesulitan untuk memahami atau menjawab Sedangkan responden dengan pencahayaan
kuesioner maka peneliti akan memberikan memenuhi syarat di Wilayah Kerja Puskesmas
penjelasan yang dapat dipahami oleh responden. Lhok Bengkuang Kecamatan Tapaktuan Kabupaten
2. Data sekunder yaitu berupa data yang Aceh Selatan, sebanyak 58,3% yang non TB Paru
didapatkan dari Puskesmas Lhok Bengkuang. dibandingkan dengan responden 38,9%.
Tabel 5 menunjukkan bahwa responden
Adapun pengumpulan data primer dalam penelitian dengan ventilasi rumah tidak memenuhi syarat
ini dilakukan dengan wawancara terhadap responden di Wilayah Kerja Puskesmas Lhok Bengkuang
untuk menggali informasi yang relevan dengan tujuan Kecamatan Tapaktuan Kabupaten Aceh Selatan,
penelitian. Penyebaran kuesioner pengumpulan data sebanyak 55,6% mengalami TB Paru (+) dibandingkan
dengan menggunakan daftar pertanyaan yang telah dengan responden yang non TB Paru 47,2%.
dibuat dalam memperoleh data dalam penelitian, Sedangkan responden dengan pencahayaan
dimana kuesioner tersebut diajukan hal-hal yang memenuhi syarat di Wilayah Kerja Puskesmas
relevan dan berkaitan dengan tujuan penelitian. Lhok Bengkuang Kecamatan Tapaktuan Kabupaten
Selain itu juga dilakukan observasi atau pengamatan Aceh Selatan, sebanyak 52,8% yang non TB Paru
langsung terhadap objek penelitian guna memperoleh dibandingkan dengan responden 44,4%.
bahan dan data-data yang diperlukan.
4.2. Analisis Bivariat
4. Hasil Dan Pembahasan Analisis bivariat menggunakan Chi-Square untuk
4.1. Analisis Univariat mengetahui hubungan antara kepadatan penghuni,
Analisis univariat menggunakan distribusi lantai rumah, pencahayaan, ventilasi rumah dengan
frekuensi terhadap variabel kepadatan penghuni, lantai penderita TB paru BTA (+) di Wilayah Kerja
rumah, pencahayaan dan ventilasi rumah disajikan Puskesmas Lhok Bengkuang Kecamatan Tapaktuan
pada Tabel 2. Kabupaten Aceh Selatan Tahun 2018.
Tabel 2. menunjukkan bahwa responden dengan Dari Tabel 6. diketahui dari 38 responden yang
kepadatan penghuni tidak memenuhi syarat di Wilayah kepadatan penghuninya tidak memenuhi syarat lebih
Kerja Puskesmas Lhok Bengkuang Kecamatan besar TB Paru (+) sebesar 72,2% dibandingkan non
Tapaktuan Kabupaten Aceh Selatan, sebanyak TB sebesar 33,3%. Sedangkan dari 34 responden
72,2% mengalami TB Paru (+) dibandingkan dengan yang kepadatan penghuninya memenuhi syarat lebih
responden yang non TB Paru 33,3%. Sedangkan besar non TB sebesar 66,7% dibandingkan TB Paru
responden dengan kepadatan penghuni memenuhi (+) sebesar 27,8%. Hasil uji Chi-Square diperoleh
syarat di Wilayah Kerja Puskesmas Lhok Bengkuang nilai P-value=0,001. Hal tersebut menunjukkan ada
Kecamatan Tapaktuan Kabupaten Aceh Selatan, hubungan antara kepadatan penghuni dengan penderita
sebanyak 66,7% yang non TB Paru dibandingkan TB paru BTA (+) di Wilayah Kerja Puskesmas Lhok
dengan responden 27,8%. Bengkuang Kecamatan Tapaktuan Kabupaten Aceh
Sementara untuk kondisi kelayakan lantai rumah Selatan Tahun 2018, dan diperoleh nilai odd ratio
dapat dilihat pada Tabel 3. yang menunjukkan bahwa (OR) sebesar 5,200 yang artinya responden dengan
responden dengan lantai rumah tidak memenuhi kepadatan penghuni tidak memenuhi syarat beresiko
syarat di Wilayah Kerja Puskesmas Lhok Bengkuang mengalami TB Paru (+) 5 kali lipat dibandingkan

412
Serambi Engineering, Volume IV, No.1, Januari 2019 hal 248-254 ISSN : 2528-3561

dengan kepadatan penghuni yang memenuhi syarat. Selatan Tahun 2018, dengan nilai p-value= 0,001.
Dari Tabel 7. diketahui dari 40 responden yang dan diperoleh nilai odd ratio (OR) sebesar 5,200
lantai rumah tidak memenuhi syarat lebih besar TB yang artinya responden yang kepatan penghuni tidak
Paru (+) sebesar 63,9% dibandingkan non TB sebesar memenuhi syarat seperti didalam satu rumah di huni
47,2%. Sedangkan dari 32 responden yang lantai lebih dari 1 kepala keluarga, kamar tidur dihuni 3
rumah memenuhi syarat lebih besar non TB sebesar orang, dan untuk balita luas kamar tidur < 9 m3 lalu
52,8% dibandingkan TB Paru (+) sebesar 36,1%. dihuni beberapa orang sehingga lingkungan fisik
Hasil uji Chi-Square diperoleh nilai P-value=0,015. rumah responden dapat beresiko terkena TB Paru
Hal tersebut menunjukkan ada hubungan antara lantai BTA (+) 2 kali lipat dibandingkan yang memenuhi
rumah dengan penderita TB paru BTA (+) di Wilayah syarat. Untuk mencegah terjadinya TB Paru BTA (+)
Kerja Puskesmas Lhok Bengkuang Kecamatan responden harus didalam satu rumah di huni tidak
Tapaktuan Kabupaten Aceh Selatan Tahun 2018, lebih dari 1 kepala keluarga, kamar tidur dihuni 2
dan diperoleh nilai odd ratio (OR) sebesar 1,977 orang maksimal, dan untuk balita luas kamar tidur >9
yang artinya responden dengan lantai rumah tidak m3 tidak digabung dengan orang dewasa.
memenuhi syarat beresiko mengalami TB Paru (+) Peneliti berasumsi bahwa kepadatan penghuni
1 kali lipat dibandingkan dengan lantai rumah yang menjadi faktor yang kejadian TB Paru. Hal ini
memenuhi syarat. dikarenakan responden yang menderita TB Paru (+)
Dari Tabel 8. diketahui dari 37 responden yang luas ruangan < 10 m2, luas kamar tidur > 8 m 2 namun
pencahayaan tidak memenuhi syarat lebih besar dihuni hingga 3 orang. Sedangkan responden dengan
TB Paru (+) sebesar 61,1% dibandingkan non non TB memiliki luas ruangan > 10 m2, luas kamar
TB sebesar 38,9%. Sedangkan dari 35 responden tidur >8m2 dan dihuni hanya 2 orang saja.
yang pencahayaan memenuhi syarat lebih besar Hubungan antara lantai rumah dengan penderita
non TB sebesar 58,3% dibandingkan TB Paru (+) TB paru BTA (+) di Wilayah Kerja Puskesmas Lhok
sebesar 38,9%. Hasil uji Chi-Square diperoleh nilai Bengkuang Kecamatan Tapaktuan Kabupaten Aceh
P-value=0,034. Hal tersebut menunjukkan ada Selatan Tahun 2018, dengan nilai p-value= 0,015.
hubungan antara pencahayaan dengan penderita TB dan diperoleh nilai odd ratio (OR) sebesar 1,977 yang
paru BTA (+) di Wilayah Kerja Puskesmas Lhok artinya responden yang mempunyai lantai rumah
Bengkuang Kecamatan Tapaktuan Kabupaten Aceh tidak memenuhi syarat seperti lantai tidak terbuat dari
Selatan Tahun 2018, dan diperoleh nilai odd ratio semen halus, lantai tidak mudah dibersihkan, lantai
(OR) sebesar 2,200 yang artinya responden dengan bergenang air jika di bersihkan dengan air sehingga
pencahayaan tidak memenuhi syarat beresiko lingkungan fisik rumah responden dapat beresiko
mengalami TB Paru (+) 2 kali lipat dibandingkan terkena TB Paru BTA (+) 2 kali lipat dibandingkan
dengan pencahayaan yang memenuhi syarat. yang memenuhi syarat. Untuk mencegah terjadinya
Dari Tabel 9. diketahui dari 37 responden yang TB Paru BTA (+) responden harus membuat lantai
ventilasi rumah tidak memenuhi syarat lebih besar TB yang terbuat dari semen halus atau keramik, lantai
Paru (+) sebesar 55,6% dibandingkan non TB sebesar mudah dibersihkan, lantai tidak bergenang air jika di
47,2%. Sedangkan dari 35 responden yang ventilasi bersihkan dengan air.
rumah memenuhi syarat lebih besar non TB sebesar Peneliti berasumsi bahwa lantai rumah menjadi
52,8% dibandingkan TB Paru (+) sebesar 44,4%. faktor yang memmpengaruhi kejadian TB Paru. hal
Hasil uji Chi-Square diperoleh nilai P-value=0,047. ini dikarenakan responden yang menderita TB Paru
Hal tersebut menunjukkan ada hubungan antara (+) memiliki lantai dari semen dan tidak rata, lantai
ventilasi rumah dengan penderita TB paru BTA tidak mudah dibersihkan karena jika dibersihkan
(+) di Wilayah Kerja Puskesmas Lhok Bengkuang dengan di pel lantai terkadang dikenang air sehingga
Kecamatan Tapaktuan Kabupaten Aceh Selatan Tahun lantai lembab. Sedangkan responden dengan TB Paru
2018, dan diperoleh nilai odd ratio (OR) sebesar 2,397 (-) memiliki lantai rata tetapi sebagian besar masih
yang artinya responden dengan ventilasi rumah tidak terbuat dari semen dan lantai mudah dibersihkan tidak
memenuhi syarat beresiko mengalami TB Paru (+) 2 digenangi air.
kali lipat dibandingkan dengan ventilasi rumah yang Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan ada
memenuhi syarat. hubungan antara pencahayaan dengan penderita TB
Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan ada paru BTA (+) di Wilayah Kerja Puskesmas Lhok
hubungan antara kepadatan penghuni dengan penderita Bengkuang Kecamatan Tapaktuan Kabupaten Aceh
TB paru BTA (+) di Wilayah Kerja Puskesmas Lhok Selatan Tahun 2018, dengan nilai p-value= 0,034.
Bengkuang Kecamatan Tapaktuan Kabupaten Aceh dan diperoleh nilai odd ratio (OR) sebesar 2,200 yang

413
Serambi Engineering, Volume IV, No.1, Januari 2019 ISSN : 2528-3561

artinya responden yang mempunyai pencahayaan penderita TB paru BTA (+) di Wilayah Kerja
tidak memenuhi syarat seperti pintu rumah tidak Puskesmas Lhok Bengkuang Kecamatan
pernah dibuka pagi hari yang menyebabkan matahri Tapaktuan Kabupaten Aceh Selatan Tahun 2018,
tidak bisa masuk, matahari yang masuk terhalang dengan nilai OR = 5,200.
oleh ventilasi yang ditutup sehingga lingkungan fisik 2. Ada hubungan lantai rumah dengan penderita TB
rumah responden dapat beresiko terkena TB Paru paru BTA (+) di Wilayah Kerja Puskesmas Lhok
BTA (+) 2 kali lipat dibandingkan yang memenuhi Bengkuang Kecamatan Tapaktuan Kabupaten
syarat. Untuk mencegah terjadinya TB Paru BTA (+) Aceh Selatan Tahun 2018, dengan nilai OR =1,977.
responden harus mebuka pintu dipagi hari agar masuk 3. Ada hubungan pencahayaan dengan penderita TB
udara segar dan cahaya matahri, cahaya matahri harus paru BTA (+) di Wilayah Kerja Puskesmas Lhok
bisa masuk ke dalam rumah jangan dihalangi oleh Bengkuang Kecamatan Tapaktuan Kabupaten
jendela yang ditutup dengan kain atau semacamnya Aceh Selatan Tahun 2018, dengan nilai OR =
sehingga sinar matahri yang masuk dapat membunuh 2,200.
kuman yang ada di dalam rumah dan sehat bagi tubuh. 4. Ada hubungan ventilasi rumah dengan penderita
Pencahayaan menjadi faktor yang mempengaruhi TB paru BTA (+) di Wilayah Kerja Puskesmas
kejadian TB Paru. Hal ini dikarenakan responden yang Lhok Bengkuang Kecamatan Tapaktuan
menderita TB Paru (+) tidak pernah membuka pintu di Kabupaten Aceh Selatan Tahun 2018, dengan nilai
pagi hari agar masuk udara dan sinar matahari, begitu OR = 2,397.
juga sinar matahari yang terhalang masuk kerumah Saran yang dapat diberikan sesuai dengan penelitian
karena jendela tidak dapat dibuka karena ditutupi seng ini adalah:
atau semacamnya. . 1. Bagi Puskesmas perlu ditingkatkan upaya
Hubungan antara ventilasi rumah dengan penderita penjaringan terhadap penderita tuberkulosis
TB paru BTA (+) di Wilayah Kerja Puskesmas Lhok paru baik secara aktif di lapangan maupun
Bengkuang Kecamatan Tapaktuan Kabupaten Aceh pasif di tempat pelayanan kesehatan dengan
Selatan Tahun 2018, dengan nilai p-value= 0,038. melibatkan langsung petugas kesehatan.
dan diperoleh nilai odd ratio (OR) sebesar 2,397 yang 2. Bagi Masyarakat dalam membangun rumah
artinya responden yang mempunyai ventilasi rumah untuk lebih memperhatikan aspek sanitasi
tidak memenuhi syarat seperti rumah tidak memiliki rumah sehat seperti ventilasi, pencahayaan,
jendela yang bisa di buka tutup, lubang ventilasi < 5% kebiasaan membuka jendela dan lebih
dari luas lantai dan ventilasi di rumah responden tidak meningkatkan perilaku hidup bersih dan
bisa masuk udara dengan bebas sehingga lingkungan sehat untuk menghindari penularan penyakit
fisik rumah responden dapat beresiko terkena TB Paru tuberkulosis paru dengan memperhatikan
BTA (+) 2 kali lipat dibandingkan yang memenuhi asupan makanan yang bergizi.
syarat. Untuk mencegah terjadinya TB Paru BTA (+) 3. Bagi peneliti selanjutnya yang berminat untuk
responden harus memiliki ventilasi yang dapat dibuka melakukan penelitian lebih lanjut, peneliti
dan ditutup, lubang ventilasi >5% dari luas lantai merekomendasikan meneliti lebih dalam
sehingga udara yang ada didalam rumah sehat bagi tentang faktor-faktor yang mempengaruhi
responden. penyakit TB Paru dengan variabel lain seperti
Hasil penelitian sesuai dengan teori diatas, peneliti umur, suhu ruangan, dan jenis dinding.
berasumsi bahwa ventilasi rumah mempengaruhi
kejadian TB Paru, hal ini dikarenakan responden 6. Daftar Pustaka
yang menderita TB Paru (+) tidak memiliki ventilasi Aditama, T. (2012) Tuberkulosis, Masalah dan
permanen hanya di tutupi seng dan luasnya < 5%, Penanggulangannya. Jakarta : UI Press.
ventilasi tidak dapat masuk udara dengan bebas karena Amir, M. (2012). Pengantar Ilmu Penyakit Paru,
jendela tidak bisa dibuka dan ditutup. Sedangkan Surabaya : Airlangga University Press.
responden dengan non TB memiliki jendela yang Atmosukarto. (2012). Tuberkulosis Paru, Diagnosis,
bisa keluar masuk udara dengan bebas namun ukuran Terapi dan Masalahnya, jld 4. Jakarta : UI
jendela masih saja < 5%. Press
Azhar., (2012). Hubungan Lingkungan Fisik Rumah
5. Kesimpulan Dan Saran dengan Kejadian Penyakit Tuberkulosis
Berdasarkan penelitian yang dilakukan dapat Paru, Semarang: UNDIP.
disimpulkan bahwa: Behrman et al, (2012). Ilmu Kesehatan Anak. Nelson
1. Ada hubungan kepadatan penghuni dengan Volume 3 Edisi 15 .Jakarta: EGC.

414
Serambi Engineering, Volume IV, No.1, Januari 2019 ISSN : 2528-3561

Bustan, N. (2012). Epidemiologi Penyakit Tidak Zulfikar. T, (2012). Tuberkulosis, Aceh: FK UNSYIAH
Menular, Jakarta: Rineka Cipta. dan RSUD ZA.
Chandara, (2012). Pengantar Kesehatan Lingkungan.
Jakarta: EGC.
Crofton, (2012). Tuberculosis Klnik,Ed 2, Alih Bahasa
: Harun M, dkk. Editor : Harun M. Jakarta,
Widya Medika.
Daryatno. (2010). Tuberkulosis,Tatalaksana dan
Masalahnya. Jakarta : UI Press.
Depkes RI, (2012). Pengawasan Penyehatan
Lingkungan Pemukiman, Jakarta
Dinas Kesehatan Aceh, (2017). Laporan Pendenrita
Tuberkulosis Tahun 2017. Aceh: DINKES
Aceh.
Fatimah, (2013). Pemberantasan Penyakit TB Paru
Dan Strategi Dots Bagian Paru. Medan:
Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera
Utara.
Hiswani, (2014). Tuberkulosis Merupakan Penyakit
Infeksi Yang Masih Menjadi Masalah Kesehatan
Masyarakat, Medan: USU.
Indra, (2012). Pengobatan Standar TBC, l. Cermin
dunia kedokteran, volume 137. Jakarta: Kalbe
Farma.
Murti Bisma. (2011). Prinsip dan Metode Riset
Epidemiologi. Yogyakarta : Gadjah Mada
University Press.
Notoatmodjo, S, (2012). Pendidikan dan Perilaku
Kesehatan, Jakarta: Rineka Cipta.
Nurhidayah, (2014). Hubungan Antara
Karakteristik Lingkungan Rumah Dengan
KejadianTuberkulosis (TB),Jakarta: FKUI.
Soemirat, J. (2012). Epidemiologi Lingkungan,
Yogyakarta : Gajah Mada Uniersity Press.
Sudoyo, (2012). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam,
Jakarta: Interna Publishing.
Sugiarto, (2012). Metode Penelitian Kuntitatif
Kualitatif dan R & D. Bandung : Alfabeta.
WHO, (2017). Pengobatan Tuberculosis Pedoman
untuk Program-Program Nasional, Jakarta:
Hipokrates.
Widoyono, (2011). Penyakit Tropis :
Epidemiologi, Penularan, Pencegahan, dan.
Pemberantasannya. Jakarta: Erlangga.
Wijaya, Merokok dan Tuberkulosis. Journal
Tuberkulosis Indonesia, 8, 23-28. 2012.
Yogyakarta:UNDIP. 2012
Wulandari. (2012). Hubungan Dukungan Sosial
Dengan Kualitas Hidup Pada Penderita
Tuberkulosis Paru (TB Paru) Di Balai
Pengobatan Penyakit Paru (BP4) Yogyakarta
Unit Pinggiran. Journal Tuberkulosis
Indonesia, 8, 7-11. Yogyakarta:UNDIP.

415

You might also like