You are on page 1of 5

11-099

TEKNOLOGI FERMENTASI PADA PEMBUATAN PAKAN TERNAK RUMINANSIA


BERBAHAN BAKU ECENG GONDOK (Eichornia crassipes)

The Fermentation Technology on The Making of Ruminants Animal


Feeding Using Water Hyacinth (Eichornia crassipes) Raw Material

Herlina Fitrihidajati, Evie Ratnasari, Isnawati, Gatot Soeparno


Jurusan Biologi, FMIPA, Universitas Negeri Surabaya
E-mail:-

Abstract - Water hyacinth (Eichhornia crassipes) is an aquatic weed that grows in the surface of water. It’s
rapidly growth can disturb the aquatic ecosystem. The water hyacinth has a potential to become the food
supplement of animal because of its high protein content, but the crude fiber content which is difficult to be
digested by the animal. So that, it’s needed some treatment of water hyacinth to become an animal feeding
which have a low crude fiber content using technology fermentation. The purpose of this research is to
know the result of water hyacinth fermentation on the various concentration of bio-activator. The method
that was used is by fermenting the water hyacinth in the various concentration of yeast include 0 g/Kg (V0),
14 g/Kg (V1), 17,5 g/Kg (V23), 21 g/Kg (V3) dan 24,5 g/kg (V4) for 5 days. The feeding of the fermentation
result from the various treatment then was analyzed its protein level and crude fiber content, and also the
physical structure. The Physicly of water hyacinth fermentation result was has a crumb structure, has a dark
brown colour and has a smell like tempe. From the proximate analysed, was known that V1 treatment
(14g/kg) contained of the best nutrition that had the highest rough protein content (11,09%) and the low
crude fiber content (21,16%).

Keywords: fermentation technology, animal feeding, ruminants and water hyacinth.

PENDAHULUAN dilakukan oleh Fitrihidajati dan Ratnasari


Eceng gondok merupakan gulma (2005) bahwa pemanfaatan mikrobia yang
liar yang banyak terdapat di badan-badan terdapat dalam Effective Microorganism
perairan yang keberadaannya dapat (EM4) dapat mempercepat dekomposisi
menimbulkan efek negatif yang serius pada limbah Blotong yang berupa serat menjadi
ekosistem perairan. Telah banyak usaha pupuk organik. Demikian pula hasil
dilakukan untuk memanfaatkan gulma penelitian yang lain (Isnawati, 2008) telah
perairan ini, antara lain adalah usaha berhasil mengembangkan probiotik yang
menggunakan eceng gondok sebagai pakan dapat digunakan untuk mendegragasi
ternak unggas, seperti itik (Wahyono, dkk. materi-materi yang berasal dari tumbuhan.
2005) serta sebagai pakan ikan nila merah Isnawati (2010) juga telah berhasil mencoba
(Muchtaromah, dkk. 2009). memfermentasi pakan ternak dari limbah
Eceng gondok memang sangat pertanian dan diimplementasikan pada
potensial untuk pakan hewan, karena ruminansia.
kandungan proteinnya yang tinggi (11,2%) Tujuan penelitian ini adalah
namun satu kelemahan eceng gondok untuk mengetahui bagaimana hasil
adalah merupakan bahan pakan yang fermentasi eceng gondok pada berbagai
konsentrasi bioaktifator.
ketercernaannya rendah karena banyak
mengandung serat kasar (16,79%).
METODE PENELITIAN
Untuk mengubah eceng gondok
Jenis penelitian adalah
menjadi bahan pakan yang bernilai gizi baik
eksperimental tanpa ulangan dengan satu
dan mudah dicerna, maka salah satu cara
faktor perlakuan berbagai konsentrasi
yang dapat ditempuh adalah menggunakan
bioaktivator berupa ragi tempe. Konsentrasi
teknologi fermentasi. Penelitian yang telah

596 Biologi, Sains, Lingkungan, dan Pembelajarannya_


ragi tempe yang digunakan meliputi 0 g/Kg HASIL DAN PEMBAHASAN
(V0), 14 g/Kg (V1), 17,5 g/Kg (V23), 21 g/Kg Pada penelitian ini dihasilkan
(V3) dan 24,5 g/kg (V4) selama 5 hari. Pakan beberapa data yang diperlukan yang
hasil fermentasi dari berbagai perlakuan meliputi kondisi pakan fermentasi eceng
lalu dianalisis kadar protein dan serat gondok Hasil fermentasi eceng gondok
kasarnya serta struktur secara fisik. berstruktur remah, berwarna coklat
Bahan – bahan yang digunakan kehitaman, dengan aroma cenderung
ialah eceng gondok yang diambil bagian berbau khas tempe seperti pada gambar 1
batang dan daunnya dengan berat 800 kg, berikut.
tetes tebu (molase) konsentrasi 100% 4
liter, serbuk tongkol jagung 200 Kg, ragi
tempe 15,4 Kg, Air untuk mengukus, dan
daun pisang.
Proses fermentasi eceng gondok
menggunakan 5 konsentrasi ragi tempe,
yakni 0 g/Kg, 14 g/Kg, 17,5 g/Kg, 21 g/Kg
dan 24,5 g/kg. Kelima konsentrasi tersebut Gambar 1. Hasil Fermentasi Eceng Gondok
Berbentuk Remahan
diberi kode secara berturut-turut V0, V1,
Data-data itu secara rinci meliputi
V2, V3, dan V4 dengan lama fermentasi 5
data hasil analisis proksimat pakan
hari. Sebelum dilakukan proses fermentasi,
fermentasi eceng gondok selama 5 hari
eceng gondok dicacah terlebih dahulu.
berdasarkan kadar protein kasar dan serat
Setelah dicacah, eceng gondok dikering- kasar seperti pada tabel berikut :
anginkan selama 7 hari, kemudian dicampur Tabel 1 Hasil Analisis Proksimat Pakan Eceng
dengan bahan tambahan (10 Kg Eceng Gondok Fermentasi Selama 5 Hari
gondok + 2,5 Kg Serbuk tongkol jagung + 50 Sampel Hasil Analisis (%)
cc molase). Kemudian dikukus selama 20 Protein kasar Serat kasar
V0 9.5469 25.6521
menit. Setelah dikukus, bahan campuran
V1 11.0867 21.1650
didinginkan sampai suhu ruangan (± 27°C). 11.0436 24.3588
V2
Kemudian ditambahkan ragi tempe sesuai V3 10.6811 24.2709
dengan perlakuan. Eceng gondok siap V4 10.8843 23.6851
fermentasi dimasukkan kedalam keranjang Pakan eceng gondok yang
kotak yang telah dilapisi daun pisang pada difermentasi dengan penambahan ragi
bagian samping dan bawahnya, serta tempe pada berbagai konsentrasi
menutup bagian atasnya. Fermentasi mempunyai nilai gizi yang relatif lebih baik
dilakukan selama 5 hari dengan dilakukan jika dibandingkan dengan pakan eceng
pengecekan setiap hari terhadap suhu gondok yang pada proses fermentasinya
untuk memaksimalkan pertumbuhan ragi tidak menggunakan ragi tempe. Hal ini
tempe. Setelah fermentasi bahan kembali disebabkan pada ragi tempe terkandung
dikering-anginkan sampai menjadi remah. sejumlah mikroorganisme dari kelompok
Analisis data dilakukan secara selulolitik, amilolitik, proteolitik dan lipolitik.
deskriptif dengan membandingkan hasil Kelompok selulolitik akan mendegradasi
fermentasi terhadap kandungan gizi eceng selulosa menjadi komponen penyusunnya
gondok. yaitu glukosa (Isnawati, 2010), kelompok
amilolitik akan menguraikan komponen
amilum yang terdapat pada bahan baku

Seminar Nasional XI Pendidikan Biologi FKIP UNS 597


pakan menjadi glukosa, komponen protein relatif sulit karena biasanya mikroorganisme
akan diuraikan menjadi peptide yang lebih tidak dapat mencerna titik-titik
sederhana oleh organisme proteolitik. percabangan pada molekul besar
Sedangkan komponen lemak akan (Lehninger, 1982).
disederhanakan oleh kelompok lipolitik. Berdasarkan Tabel 1 di atas
Proses penguraian akan lebih cepat dengan apabila dibandingkan antara perlakuan-
penambahan ragi tempe dibandingkan perlakuan tersebut, maka perlakuan V1
fermentasi tanpa penambahan ragi tempe menghasilkan pakan Fermentasi eceng
karena mikroorganisme yang terkandung gondok yang kandungan gizinya relatif lebih
dalam ragi tempe menjadi agen tinggi dibandingkan dengan perlakuan
pendegradasi komponen-komponen lainnya. Hal ini dapat terjadi karena tercipta
tersebut. Hal serupa juga dilaporkan oleh kondisi berimbang antara jumlah
Zaman (2013) bahwa ragi tempe dapat mikroorganisme yang mendegradasi dengan
digunakan untuk mempercepat proses bahan yang didegradasi. Apabila jumlah
fermentasi dan meningkatkan kandungan mikroorganisme yang mendegradasi
gizi kiambang (Salvinia molesta). Proses senyawa kimia kompleks sedikit, maka
degradasi tetap terjadi pada bahan baku jumlah gizi atau bahan yang terdegradasi
yang tidak ditambah ragi tempe, karena juga hanya sedikit. Masih terlalu banyak
pada bahan tersebut sudah terdapat senyawa kimia kompleks yang tersisa tidak
mikroflora yang menjadi penghuni alamiah. terdegradasi, sehingga nilai gizinya juga
Adapun jenis-jenis mikroflora yang terdapat turun. Pada penambahan ragi tempe yang
pada ragi tempe adalah Rhizopus terlalu banyak juga akan menghasilkan
oligosporus, Rhizopus oryzae, Rhizopus proses perubahan bahan kompleks menjadi
stolonifer, dan Rhizopus arrhizus (Fardiaz, bahan sederhana yang siap pakai juga
1992). Ragi tempe yang ditambahkan itu cepat. Namun, karena jumlah
sendiri juga menjadi tambahan gizi pada mikroorganisme yang terdapat di dalamnya
pakan yang dibuat, utamanya sumber juga banyak, maka sebagian bahan hasil
protein. degradasi bahan itu akan digunakan
Perbedaan yang menonjol antara kembali oleh mikroorganisme itu untuk
pakan Fermentasi eceng gondok yang mempertahankan hidupnya dan tumbuh.
ditambah ragi tempe dan tanpa Hal ini disebabkan karena pertumbuhan
penambahan ragi tempe adalah bahwa mikroorganisme itu cepat dan menunjukkan
pada pakan eceng gondok tanpa kurva yang eksponensial (Pelczar, 1986).
penambahan ragi tempe kadar serat Berdasarkan hal inilah mengapa
kasarnya tinggi. Hal ini menunjukkan bahwa penambahan ragi tempe yang lebih banyak
jenis karbohidrat yang tidak tercerna oleh (V2, V3 dan V4) menghasilkan pakan yang
ruminansia ini banyak yang tetap utuh nilai gizinya relatif lebih sedikit.
belum terdegradasi. Dada (2002) Hal yang penting dalam
melaporkan bahwa pakan dengan penelitian fermentasi eceng gondok untuk
tambahan eceng gondok yang dikeringkan pakan ruminansia ini adalah bahwa pada
tanpa melalui proses fermentasi memiliki dasarnya semua perlakuan menghasilkan
kadar serat kasar yang tinggi yakni antara pakan yang aman untuk dikonsumsi hewan
22-31%. Serat kasar yang tinggi ini uji, karena tidak mengadung zat-zat yang
menunjukkan kandungan selulosa yang membahayakan. Sebelumnya, Marlina dan
tinggi. Pendegradasian selulosa memang Askar (2001) menyebutkan bahwa eceng

598 Biologi, Sains, Lingkungan, dan Pembelajarannya_


gondok dapat digunakan sebagai pakan DAFTAR PUSTAKA
tambahan yang baik untuk ternak non Dada, S. (2002). The Utilization of Water
ruminansia. Kandungan protein kasar yang Hyacinth ( Eichornia crassipes) . In W.
terdapat pada pakan hasil fermentasi eceng A. Goats, Vol 4 (pp. 147-149). West
African: Afr.J.Biomed. Res 2002.
gondok pada semua perlakuan telah
Fardiaz, S. (1992). Mikrobiologi Pangan I. Jakarta:
memenuhi kebutuhan dasar domba untuk
Gramedia Pustaka Utama.
hidup. Sebagai pedoman kasar, jumlah Fitrihidrajati, Herlina dan Ratnasari Evie. (2005).
protein kasar minimum yang diperlukan Pemanfaatan Limbah Blotong sebagai
domba untuk hidup pokok sebesar 8% dari Pupuk Organik dengan Penambahan
bahan kering. Domba yang sedang tumbuh Effective Microorganism (EM4).
atau laktasi memerlukan protein kasar Surabaya: Laporan Penelitian Lemlit
sejumlah 11% dari bahan kering (Gatenby, Unesa.
1991). Isnawati. (2008). Pembuatan Probiotik dan
Pemanfaatannya pada Dekomposisi
Pakan yang nilai gizinya tinggi pasti
Berbahan Tumbuhan . Surabaya:
dapat memicu pertambahan berat badan
Laporan Penelitian Lemlit UNESA.
lebih cepat. McDonald et al (2002)
menyatakan bahwa pertumbuhan ternak (Isnawati, Pengaruh Pemberian Berbagai
dikontrol oleh konsumsi nutrisi khususnya Bioactivator dan Lama Fermentasi
konsumsi energi. Amoniasi Terhadap Peningkatan
Berdasarkan pembahasan diatas, Kandungan Protein Kasar (PK) dan
dapat diketahui bahwa eceng gondok dapat Penurunan Serat Kasar (SK) Limbah
dimanfaatkan sebagai pakan tambahan Pertanian untuk Pakan Ternak Domba ,
2010)
dengan proses fermentasi seperti yang
Isnawati. (2010). Pengaruh Pemberian Berbagai
telah digunakan pada pakan-pakan
Bioactivator dan Lama Fermentasi
alternatif lainnya yakni menggunakan ragi Amoniasi Terhadap Peningkatan
tempe sebagai agen fermentasi. Dengan Kandungan Protein Kasar (PK) dan
demikian tentunya mempunyai potensi Penurunan Serat Kasar (SK) Limbah
sebagai pakan tambahan untuk ruminansia Pertanian untuk Pakan Ternak Domba .
lainnya. Surabaya: Laporan Penelitian Lemlit
UNESA.
SIMPULAN AL, L. (2001). Nilai Gizi Eceng Gondok dan
Pemanfaatan sebagai Pakan Ternak
Dari pembahasan di atas dapat
Non Ruminansia . In M. d. S, Principle
disimpulkan bahwa hasil fermentasi eceng
of Biochemistry. Temu Teknis Non
gondok secara fisik berstruktur remahan, Peneliti.
berwarna coklat kehitaman, dan berbau Marlina N dan Askar S. (2001). Nilai Gizi Eceng
khas tempe. Dari hasil analisis proksimat, Gondok dan Pemanfaatan sebagai
diketahui bahwa perlakuan V1 (14g/kg) Pakan Ternak Non Ruminansia. Temu
mengandung kandungan gizi terbaik yaitu Teknis Non Peneliti.
memiliki kandungan protein kasar yang Mc.Donald PRA, E. J. (2002). Animal Nutrition. In
paling tinggi yakni 11,09% dan kadar serat E. J. Mc.Donald PRA, sixth edition.
London: Pretice Hall Gosport.
kasar yang relatif rendah (21,16%).
Muchtaromah B, S. R. (2009). Pemanfaatan
Tepung Hasil Fermentasi Eceng Gondok
(Eichornia crassipes ) sebagai
Campuran Pakan Ikan Nila Merah.
Artikel Fsaintek UIN Malang.

Seminar Nasional XI Pendidikan Biologi FKIP UNS 599


PelczarJ, C. E. (1986). Dasar - Dasar TANYA JAWAB
Mikrobiologi.Jilid 1. Jakarta: 1. Rambu Ana Anggung Praing, S.Pi :Peternakan
Universtitas Indonesia Press. ruminansia apa ? kemudian pada slide
Q, Z. (2013). Pengaruh Kiambang (Salivia terdapat konsentrasi, kira-kira berapa range
molesta) yang di Fermentasi Dengan dalam konsentrasi ragi ?
Ragi Tempe sebagai Suplemen Pakan Jawaban: kambing ataupun sapi. Terkait
Terhadap Peningkatan Biomassa Ayam dengan konsentrasi dari 0 ke 14 lonjakannya
Pedaging (skripsi). Surabaya: cukup jauh jadi didasarkan sebetulnya kami
Universitas Negeri Surabaya. ada hasil penelitian dengan konsentrasi 7 gr,
tetapi tidak memberikan hasil, penelitian ini
Wahyono F, N. M. (2005). Kandungan Asam sebenarnya pengembangan tapi semi
Amino dan Kecernaan Nutrien Eceng eksperimental karena tidak pakai ulangan
Gondok Terfermentasi Aspergillus niger yang merupakan kelemahan penelitian kami,
Serta Penggunaanya dalam Ransum sebenarnya kita memakai tujuh tapi karena
Itik Tegal. Semarang: Universitas memang tidak memberikan hasil yang
Diponegoro. signifikan.
2. Ir Nugrahaningsih, MP : Banyak di daerah
rawa pening dan di sekitarnya eceng gondok
sudah digunakan untuk industri kerajinan,
dari hasil yang diperoleh jika dibanding
dengan diambil seratnya, nilai ekonomisnya
bagaimana ?
Jawaban: Hal itu belum dikaji dan akan
menjadi pengembangan penelitian lebih
lanjut.

600 Biologi, Sains, Lingkungan, dan Pembelajarannya_

You might also like