Professional Documents
Culture Documents
Character Building Pancasila (Final Exam)
Character Building Pancasila (Final Exam)
Indonesia memiliki sejarah HAM yang cukup panjang dan rumit. Semenjak menjadi
negara jajahan oleh Belanda, Indonesia mengalami sebuah kerja paksa yang disebut
sebagai ‘kerja rodi’. Salah satu contoh dari kerja rodi yakni ‘tanam paksa’ yang
dicetuskan oleh Johannes van den Bosch. Tanam paksa ini seharusnya dilakukan atas izin
dari warga setempat yang memiliki kepemilikan atas tanah dan kebun di pulau Jawa ini,
namun kenyataannya, mereka dipaksa bekerja bagai budak di tanah mereka sendiri
(Pramartha, 2014, p. 2).
2. Korupsi di Indonesia menjadi salah satu permasalahan yang telah terjadi berpuluh-puluh
tahun yang lalu dan kini korupsi. Secara hukum, korupsi adalah sebuah perbuatan yang
menguntungkan sebuah pihak yang tidak sesuai dengan hak dan pekerjaan resmi dari
pihak tersebut (Ka'bah, 2007, p. 78). Korupsi dapat kita temui di berbagai instansi dan di
berbagai lapisan masyarakat. Contoh yang paling dekat dengan kita adalah kasus korupsi
yang melibatkan organisasi sekolah maupun kampus yang merugikan korban serta nama
baik organisasi bahkan kampus itu sendiri. Bahkan dari organisasi yang lingkupnya
masih kecil saja dengan keuntungan yang tidak besar-besar amat, orang-orang tidak
bertanggung jawab ini berani melakukan tindakan tidak terpuji ini. Ini dikarenakan,
pendidikan dini yang kurang mengenai ideologi serta pedoman rakyat Indonesia terhadap
nilai-nilai Pancasila.
Maka dari itu, kita beranjak dewasa, oknum-oknum yang kemudian mendapat jabatan
dan wewenang lebih akan dengan mudah dan tanpa rasa bersalah karena sudah
dilakukannya sedari ia masih bukan siapa-siapa. Contohnya adalah beberapa pejabat di
Indonesia yang melakukan korupsi besar-besaran. Mereka tahu itu merupakan tindakan
tidak terpuji dan mereka sama sekali tidak peduli jika perbuatan yang mereka lakukan
merugikan rakyatnya, yang terpenting adalah mereka dapat hidup enak.
Tetapi, tidak sedikit juga rakyat yang merasa jika Pancasila tidak penting atau tidak
benar-benar mengerti tentang asal-usul serta fungsi dari Pancasila itu sendiri. Maka dari
itu, pendidikan kewarganegaraan sudah ditanamkan dalam kurikulum sekolah sejak kita
masih duduk di bangku sekolah dasar, dengan begitu, pendidikan kewarganegaraan dan
demokrasi yang dianut oleh Indonesia sudah ditanamkan sejak masih belia oleh
pendidikan yang layak.
4. Keadilan adalah pemberian hak yang sudah seharusnya seorang manusia dapatkan
(CBDC, 2021, p. 151). Pertama-tama, keadilan sosial yang ideal dan sesuai dengan nilai
luhur Pancasila ialah pertanggungjawaban negara untuk mewujudkan keadilan serta hak
dari rakyat-rakyatnya. Namun, keadilan sosial tersebut masih menjadi angan-angan
karena nyatanya, keadilan sosial masih sangat perlu diperhatikan terutama di kota-kota
besar yang kesenjangan sosialnya masih sangat tinggi. Ini menyebabkan rakyat belum
mendapatkan hak-hak yang seharusnya mereka dapatkan, seperti contohnya hak untuk
pendidikan, tempat tinggal yang layak, serta makanan yang layak. Keadilan sosial tidak
dapat diwujudkan jika praktik demokrasi di negara kita masih sangat minim. Rakyat-
rakyat yang belum mendapat keadilan sosial ini perlu menyuarakan harapan serta
pandangan mereka tentang kehidupan yang menjadi impian mereka agar didengar oleh
negara. Maka dari itu, agar suara mereka dapat terdengar, praktik demokrasi harus dapat
berjalan dengan baik terlebih dahulu agar suara rakyat-rakyat kecil ini dapat terdengar
dan masalah keadilan sosial dapat diatasi sesuai dengan nilai luhur Pancasila.
Kita dapat mengambil contoh dari kasus tragedi Sampit. Sampit sendiri adalah sebuah
kota yang terletak di Kalimantan Tengah dan dekat dengan pesisir laut. Suku Dayak
adalah penduduk asli kota Sampit, hingga kemudian para suku pendatang seperti
Suku Banjar, Bugis, Tionghoa, Jawa, dan kemudian Madura pada abad ke 13. Ini
menandakan bahwa Sampit telah menjadi kota dengan ragam suku yang berbeda dan
tentunya memiliki adat serta budaya yang beda dari Dayak. Apakah mereka harus
dipaksa untuk mengikuti adat dan budaya Suku Dayak sebagai penduduk lokal di
sana? Tidak. Namun, apakah mereka harus menghormati Suku Dayak sebagai
penduduk lokal di sana? Tentu saja, bahkan mereka harus saling menghormati antar
suku karena Pancasila serta semboyan Indonesia mengajarkan kita untuk saling
menghormati antar suku. Dari tragedi Sampit pada 2001, kita dapat melihat bahwa
peran dari polisi sebagai aparat negara sangatlah penting karena jika kasus ditangani
sendiri oleh para warga Dayak dan Madura, maka memanglah tragedi tersebut tidak
dapat dihindari. Walaupun terdengar kejam, namun kita tidak dapat mengelak bahwa
dari awal warga Madura sudah salah karena telah main hakim sendiri tanpa mengakui
keberadaan polisi yang dapat membantu mereka. Jika memang mereka merasa marah
terhadap satu individu tersebut, maka selesaikanlah dengan individu tersebut dan
tidak usah membawa orang lain ke dalam kasus ini. (Widyaningrum, Yumarnamto, &
Prijambodo, 2020, pp. 51-53)
Untuk kasus lainnya sepeti tragedi Maluku dan 1998, dari keseluruhan kasus
disebabkan oleh isu SARA yang masih sangat sering terjadi di negara yang terdiri
atas lebih dari seribu suku yang terbagi-bagi ke dalam 17000 pulau. Isu yang terjadi
di Maluku diakibatkan oleh datangnya suku-suku secara bersamaan yang
menyebabkan mereka tidak dapat beradaptasi dengan cepat dan juga masih dalam
pengaruh kolonialisme yang ditanamkan oleh Belanda (Safi, 2017). Tragedi 1998
juga disebabkan oleh konflik SARA yang dilakukan oleh oknum tidak bertanggung
jawab. Adanya multikulturalisme di Indonesia membawa banyak sekali dampak
positif, namun juga tidak jarang menimbulkan efek negatif. Efek negatif ini
ditimbulkan oleh oknum yang tidak bertanggung jawab dan ingin memecah belah
NKRI dengan memanfaatkan keberagaman suku serta cara pandang mereka untuk
menimbulkan sebuah konflik.
b. Interaksi antar budaya memang sangat rentan terhadap konflik dan perselisihan,
namun tidak menutup kemungkinan juga bahwa interaksi antar budaya dapat
membawa sebuah interaksi ke jenjang yang berikutnya. Misalnya, yang dapat kita
ambil dalam tragedi Sampit adalah saling tertutupnya masyarakat Madura dan Dayak
terhadap satu sama lain sehingga stigma buruk masyarakat yang masih melekat kuat
di setiap sisi tidak dapat dihilangkan dari benak mereka. Interaksi antar budaya dapat
mengantarkan dua atau lebih suku untuk mempelajari budaya masing-masing dengan
lebih dalam lagi. Terkadang sebuah suku maupun adat terjadi takut jika adat yang
mereka miliki akan ditinggal begitu saja ketika kita mempelajari adat lain, namun jika
tidak dengan mempelajari adat tersebut, bagaimana kita tahu bahwa sebuah adat itu
baik dan buruk? Bagaimana cara kita menilai sebuah suku jika kita hanya mengetahui
mereka hanya dengan satu sisi? (Widyaningrum, Yumarnamto, & Prijambodo, 2020,
p. 57)
Mempelajari dan memperdalam sebuah budaya bukanlah hal yang buruk, dengan
begini, kita dapat menghilangkan atau mengubah stigma masyarakat terhadap suatu
hal dari sudut pandang kita dan menjadi sebuah sudut pandang yang berasal dari
mereka sendiri. Kita tidak perlu menganut sebuah adat maupun budaya untuk
mempelajari sesuatu yang baru, kita hanya perlu belajar untuk menghormati dan
tidak menilai sesuatu hanya dari sudut pandang kita saja.