You are on page 1of 3

MAYUH TIYUH, DALAM KITAB KUNTARA RAJA NITI

Oleh : Zainudin Hasan,SH,MH

Kitab Kuntara Raja Niti adalah kitab masyarakat adat yang berlaku dilingkungan
masyarakat adat lampung pepadun. Kitab Kuntara Raja Niti sampai hari ini masih menjadi
pedoman bagi sebagian para batin punyimbang adat dalam mengatur kepentingan adat
para warga adatnya. Dalam kitab kuntara raja niti terdapat kaidah-kaidah hukum tentang
pemerintahan, pandangan hidup, Nilai-nilai etis, Norma-norma, dan berbagai tata cara
larangan kesalahan serta hukumannya baik yang bersifat perdata maupun pidana dan
mengenai tata tertib adat istiadat masyarakat adat lampung pepadun. Kitab Kuntara Raja
Niti memuat sebanyak 248 Pasal yang dalam bentuk kitab asalnya menggunakan bahasa
surat lampung atau Had surat lampung. Dalam Kitab Kuntara Raja Niti terdapat beberapa
keharusan dan larangan, salah satu bentuk larangannya menyangkut sepuluh hal dalam
Mayuh Tiyuh yang merupakan kategori aturan wajib sebuah Negeri.
Berikut ini adalah bentuk larangan yang diatur dalam Pasal 2 Kitab Kuntara Raja Niti.
Mayuh yang dalam bahasa Lampung berarti buruk, jelek, hina, tercela, dan tidak baik yang
pengertiannya sama dengan gangguw, ngebatok, halai, mak wawai. Sedangkan Tiyuh berarti
Kampung atau Negeri. Dalam Mayuh Tiyuh Kuntara Raja Niti memiliki sepuluh hal yang
harus dihindari oleh sebuah Tiyuh atau Negeri: Pertama Kutor di mukak di bulakang, kedua
Mak bupukalan ragah, ketiga Mak busesat, keempat Mak bulanggar mak bumusigit, kelima
Mak ngegantung kalekup, keenam Mak begeduk, ketujuh Hun kuruk tiyan mak ngenah
dandan batin, kedelapan Mak bukahandak, kesembilan Kurang Kanian, dan kesepuluh
Punyimbang lom tiyuh mak sai tungkul.
Sepuluh Mayuh Tiyuh tersebut memiliki arti bahwa tercelanya Negeri atau Tiyuh
disebabkan karena sepuluh hal : Pertama Kotor di depan dan kotor di belakang, kedua Tidak
ada tempat beraktifitas mandi untuk pria, ketiga Tidak ada balai adat, keempat Tidak ada
Mushola dan Masjid, kelima Tidak mengantungkan alat bunyi kentongan, keenam Tidak ada
beduk, ketujuh Orang lain masuk negeri tidak melihat tanda-tanda adanya kepala adat,
kedelapan Tidak mempunyai kemauan (kurang prakarsa), kesembilan Kurang makanan, dan
kesepuluh Para pemimpin didalam Negeri tidak seiya sekata atau selalu ada perselisihan.
Berikut ini adalah tafsiran berdasarkan penelitian penulis mengenai sepuluh perkara
Mayuh Tiyuh dalam kitab Kuntara Raja Niti. Pertama tentang Kutor dimukak dibelakang
bahwa Kutor dimukak dibelakang adalah bentuk pertama tercelanya sebuah negeri karena
daerah atau tempat yang kotor akan menimbulkan banyak sumber penyakit, tempat yang
kotor cenderung kumuh, merusak pemandangan, dan merupakan tanda kemalasan orang
yang ada disekitarnya. Larangan kutor dimukak dibelakang menunjukkan bahwa orang
lampung harus memiliki lingkungan yang harus selalu bersih dan terjaga. Larangan kotor di
depan dan belakang menunjukkan bahwa dari segi penampilan lingkungan sekitar rumah
yang wajib bersih merupakan tanggung jawab pemilik rumah bukan hanya petugas
kebersihan.
Larangan Kotor di depan dan di belakang menampakkan bahwa kebersihan disini
pengertiannya bukan hanya sebatas kebersihan pada tampilan fisik semata namun juga
kebersihan di dalam diri baik berupa bersih hati dan bersih pikiran, makna bersih depan
bersih belakang menunjukkan tentang kebersihan luar dan dalam diri sehingga diharapkan
bersih diri dan bersih lingkungan pada Tiyuh Negeri orang lampung akan menjadi orang-
orang yang sehat secara lahir batin dan bisa menjadi contoh dalam kehidupan
bermasyarakat.
Mayuh Tiyuh yang Kedua yaitu, Mak bupukalan ragah. Pukalan adalah refresentasi
fasilitas umum dan ruang publik yang harus dimiliki oleh Tiyuh atau Negeri. Pembangunan
fasilitas umum wajib dimiliki oleh sebuah Negeri untuk warga masyarakatnya beraktifitas
sehari-hari. Pentingnya penyediaan fasilitas umum sebagai ruang publik dan tempat
beraktifitas masyarakat merupakan satu bentuk memberikan rasa nyaman dan bahagia bagi
orang-orang yang menggunakannya. Tiyuh yang tidak memiliki fasilitas umum menunjukkan
kekurangan dan ketercelaan, hal ini berdampak pada perkembangan mental dan psikologis
kehidupan masyarakat yang ada di dalamnya.
Mayuh Tiyuh yang ketiga yaitu Mak busesat. Mak busesat artinya tidak memiliki
Balai adat. Balai adat merupakan lambang kebersamaan, musyawarah, kekeluargaan,
gotong-royong, dan lambang budaya komunalistik sebuah Negeri. Tiyuh yang tidak
mempunyai Sesat menunjukkan Negeri tersebut tidak beradat, tidak ada musyawarah
mufakat, dan tidak ada pula tata titi adat. Tiyuh yang tidak ada adat budaya menunjukkan
tempat yang tidak memiliki identitas, dan tidak memiliki nilai dan norma. Tidak ada Sesat
berarti tidak ada kegiatan adat, adat yang lemah menunjukkan kehidupan yang individualis,
dan hilangnya pranata sosial dalam sebuah Negeri. Sesat Adat juga menunjukan hubungan
horizontal antara manusia dengan lingkungannya khususnya masyarakat adat, Sesat adat
juga merupakan bentuk implementasi nilai sosial Piil Pesenggiri, Nengah Nyappur, Sakai
Sambayan, Nemui Nyimah, dan Bejuluk Beadek masyarakat adat lampung yang wajib dijaga.
Mayuh Tiyuh yang keempat yaitu Mak bulanggar mak bumusigit. Langgar atau
Masjid adalah tempat Ibadah bagi ummat Islam, Lampung yang identik dengan Agama Islam
menunjukkan tentang hubungan vertikal antara manusia dengan Tuhannya. Artinya
masyarakat Lampung wajib menjalankan syariat Islam dan taat dalam menjalankan ibadah
seperti menjalankan sholat lima waktu secara berjamaah maupun melakukan aktifitas lain di
masjid sehubungan dengan peningkatan keimanan dan ketakwaan kepada Yang Maha
Pencipta. Bagi ummat Islam, masjid adalah pusat peradaban, Masjid bukan hanya semata-
mata dijadikan sarana ibadah mahdhah melainkan juga sebagai sarana dan sekaligus
kekuatan dalam membangun dan menanamkan nilai-nilai kebaikan dan pembaharuan
kehidupan ummat manusia. Tiyuh yang tidak memiliki Masjid menunjukkan kekeringan
cahaya iman dan jauhnya dari nilai-nilai religius sehingga akan menjauhkan masyarakatnya
dari keselamatan dunia dan keselamatan di akhirat.
Mayuh Tiyuh yang kelima yaitu Mak ngegantung kalekup. Kelekup atau kentongan
adalah tanda bunyi dari bahan kayu yang kegunaannya sebagai alat pemberitahuan,
kehidupan sosial masyarakat yang guyub, saling memperhatikan, dan peduli terhadap
lingkungan. Kelekup juga merupakan lambang keamanan dan ketertiban lingkungan, bahwa
lingkungan harus selalu terjaga keamanannya dan ketertibannya agar orang-orang yang
tinggal dapat merasakan kenyamanan dan ketenangan dalam beraktifitas dan tinggal di
dalamnya. Kelekup juga memiliki makna kebersamaan serta informasi, dari sebuah Kelekup
kita bisa menggali informasi apa kira-kira yang sedang terjadi pada Tiyuh atau sebuah
Negeri.
Mayuh Tiyuh yang keenam yaitu Mak begeduk. Geduk atau beduk adalah lambang
panggilan untuk sholat, panggilan sholat menunjukkan aba-aba, tanda, dan teguran. Hal ini
dapat dimaknai bahwa selain harus memiliki geduk yang sebenarnya ada di masjid sebagai
informasi panggilan ibadah sholat, geduk juga berarti bahwa sebuah Negeri harus memiliki
ulama atau ahli agama dan cendikiawan yang selalu mengingatkan untuk senantiasa berada
dijalan kebaikan dan kebenaran. Perlunya ahli agama atau ulama dalam sebuah Negeri agar
kehidupan masyarakat yang ada di dalamnya dapat sesuai dengan aturan-aturan agama,
selalu mendapatkan petunjuk sehingga penduduk Negeri selamat di dunia dan akhirat.
Mayuh Tiyuh yang ketujuh yaitu Hun kuruk tiyan mak ngenah dandan batin. Negeri
harus memiliki pemimpin yang terlihat berwibawa dan selalu hadir untuk rakyatnya kapan
saja dan dimana saja. Sehingga kehadiran seorang pemimpin selalu dirasakan oleh
masyarakat yang dipimpinnya baik di dalam maupun di luar. Kepemimpinan yang baik
merupakan faktor yang mempengaruhi keberhasilan sebuah Negeri. Seorang pemimpin
yang mempunyai kecakapan pribadi yang memungkinkan ia untuk dapat dicontoh,
menginspirasi, dapat memotivasi para pengikutnya dan disegani oleh pemimpin-pemimpin
lain dari luar.
Mayuh Tiyuh yang kedelapan yaitu Mak bukahandak. Mak bukahandak artinya
adalah tidak memiliki kemauan. Orang lampung harus memiliki semangat dan cita-cita,
produktif, pekerja keras dalam berusaha, dan kreatif. Usaha dan ikhtiar adalah kewajiban
yang harus dipunyai oleh orang lampung. Kerja keras harus didasari dengan adanya
kemauan, kemauan yang menimbulkan tekad, ketekunan, daya tahan, berani dan pantang
mundur. Orang yang tidak memiliki semangat dan cita-cita adalah orang pesimis yang
merupakan lambang kemalasan sehingga sulit untuk maju. Untuk mencapai kemauan yang
dicita-citakan Orang lampung wajib memiliki pendidikan yang tinggi karena pendidikan yang
baik akan mempengaruhi pola pikir, kemampuan, kinerja dan skill.
Mayuh Tiyuh yang kesembilan yaitu Kurang Kanian, Kekurangan makanan adalah
lambang kemiskinan. Sandang, pangan dan papan yang tercukupi merupakan lambang
kesejahteraan suatu Negeri. Kekurangan makanan merupakan lambang kemelaratan dan
lemahnya suatu negeri, Pentingnya suatu tempat yang memiliki sumber penghasilan yang
melimpah untuk dapat memenuhi sendiri kebutuhan wilayahnya sehingga sangat dianjurnya
memiliki cadangan penghasilan pangan sendiri pada setiap tempat. Karena kemampuan
daerah untuk memenuhi kebutuhan pangannya sendiri merupakan indikator kesejahteraan
ekonomi masyarakat.
Mayuh Tiyuh yang kesepuluh yaitu Punyimbang lom tiyuh mak sai tungkul. Para
pemimpin punyimbang marga wajib duduk bersama menyelesaikan masalah dengan cara
musyawarah mufakat, setiap permasalahan wajib diselesaikan segera dengan musyawarah
mufakat untuk menghindari perselisihan dan silang pendapat. Perpecahan dan pertikaian
karena perbedaan pendapat harus dihindari karena persatuan dan kesatuan akan membuat
menjadi kuat sehingga dimungkinkan terjadinya kerjasama dan kerjasama akan
menghasilkan kekompakan, hasil yang maksimal, dan semakin memperkuat persatuan
solidaritas.
Wallahualam bisshawab.

BIODATA SINGKAT PENULIS:


Zainudin Hasan,S.H.,M.H
Akademisi Fakultas Hukum Universitas Bandar Lampung
Mengajar Mata Kuliah Hukum Adat, Sosiologi Hukum
Tinggal di Jl. Untung Suropati, Gang Raja Ratu No.82, Labuhan Ratu, Bandar Lampung
TLP/SMS/WA/LINE : 0813 1733 1084
Facebook : Zainudin Hasan
Instagram : zainudinhasan_sbm
Email: zainudinhasan@ubl.ac.id
No Rekening BSM : 7093 638012

You might also like