Professional Documents
Culture Documents
Dibuat oleh :
1
Lihat www.kompas.com, 4 Juni 2005, diakses pada Selasa 21 Februari 2023 pukul 19:00 WIB
2
Lihat www.aclc.kpk.go.id, 15 Februari 2023, Mengenal Pengertian Korupsi dan Anti Korupsi, dikases pada
Selasa 21 Februari 2023 pukul 19: WITA
Dalam perspektif hukum, korupsi tergolong sebagai suatu tindakan yang
melanggar hukum dan dapat dipidanakan. Setiap tindakan yang melanggar
peraturan perundangan maka dapat dipidanakan sesuai dengan ketentuan yang
berlaku. Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah
menjadi Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 Tentang Pemberantasan Tindak
Pidana Korupsi memuat 29 pasal yang berkaitan dengan tindakan korupsi.
Pemberantasan korupsi dari perspektif hukum dilakukan sebagai ikhtiar yang
lebih represif, yang bertujuan untuk memaksa setiap individu untuk tunduk dan
taat pada peraturan yanng sudah ditetapkan. Korupsi dalam persepktif hukum
harus dipahami sebagai tindakan melawan hukum dan terlihat sebagai kejahatan
luar biasa. Di Indonesia, lembaga yang bertugas untuk memerangi korupsi yaitu
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang dibentuk berdasarkan UU Nomor 30
Tahun 2002.
Perilaku korupsi tidak hanya terjadi di Indonesia, pada banyak negara pun
tidak luput dari tindakan korupsi. Sebagai tindakan kejahatan luar biasa, di
beberapa negara memberlakukan hukuman mati untuk para pelaku. Indonesia
sendiri mempunyai beberapa produk undang-undang dan peraturan pemerintah
terkait dengan pemberantasan korupsi, di antaranya :
a. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang-Undang
Hukum Acara Pidana
b. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara
yang Bersi dan bebas Korupsi, Kolusi dan Nepotisme.
c. Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak
Pidana Korupsi
d. Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 2000 tentang tata cara Pelaksanaan
Peran Serta Masyarakat dan Pemberian Penghargaan dalam Pencegahan
dan Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi
e. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas UU
Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi
f. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Tindak Pidana Pencucian
Uang
g. Undang-Undang Nomor 46 Tahun 2009 tentang Pengadilan Tindak Pidana
Korupsi.
2. Korupsi dari Persepktif Agama
Agama merupakan dasar dari segala keyakinan yang dimiliki oleh setiap
individu. Tidak ada satu ajaran agama pun yang mengajarkan ummatnya untuk
melakukan tindakan korupsi. Namun dalam kenyataannya perilaku korupsi sudah
menjadi kebiasaan ummat beragama.
Dalam khazanah Islam3, terdapat istilah atau kata yang mengandung
pengertian sepadan dengan korupsi . Rasya (menyuap) yang kemudian
berkembang menjadi Rasywah yang artinya batil (suapan atau sogok). Selain itu,
dalam Al-Quran terdapat kata kunci yang secara konseptual memiliki pengertian
yang sepadan dengan korupsi , yaitu Al-Baahil, Dakhalm Ghalla, Al-Ghulul, Al-
Khabits, dan Jasad.
Berdasarkan uraian di atas, agama dalam hal ini adalah Islam memandang
korupsi sebagai bentuk kemungkaran yang diwujudkan dalam bentuk penyuapan,
penggelapan, menetapkan kebijakan secara sepihak, ketertutupan,
peneyelewengan hak , kedudukan , wewenang, jabatan untuk mengutamakan
kepentingan dan keuntungan pribadi.
Agama memang mengingatkan dan mengarahkan para penganutnya untuk
hidup yang jujur dan lurus. Korupsi merupakan tindakan yang diharamkan agama.
Sebagai renungan, seseorang yang beragama atau memegang teguh ajaran agama
tertentu tidak akan mudah untuk melakukan tindakan korupsi. Namun, harus
disadari juga bahwa perilaku seseorang tidak hanya ditentukan oleh kepatuhannya
dalam beragama. Banyak faktor yang menyebabkan seseorang bertindak korup.
3. Korupsi dari Perspektif Politik
Dalam perspektif politik, korupsi dipandang sebagai sesuatu yang sangat
berbahaya, sebab dampaknya menyangkut hajat hidup orang banyak. Mantan
Hakim Agung RI, mendiang Artidjo Alkostar pernah mengatakan bahwa sifat
bahaya korupsi politik lebih dahsyat dari pada korupsi biasanya karena
menyebabkan pelanggaran hak-hak asasi rakyat serta terenggutnya hak-hak
strategis rakyat4.
Artidjo mengartikan korupsi politik sebagai korupsi yang dilakukan oleh
presiden , kepala negara, anggota parlemen, dan pejabat pemerintahan. Korupsi ini
3
Lihat www.mediaindonesia.com, Intoleransi Agama terhadap Korupsi, dikases pada Selasa 21 Februari 2023
pukul 19:00 WITA
4
Lihat aclc.kpk.go.id, Bentuk-Bentuk Korupsi Politik, diakses pada Selasa 21 Februari 2023 pukul 19:00 WITA
terjadi ketika pembuat keputusan politik menggunakan kekuasaan politik yang
mereka pegang untuk mempertahankan kekuasaan, status, dan kekayaan mereka.
pelaku korupsi ini memanipulasi institusi politik dan prosedur sehingga
memengaruhi pemerintahan dan sistem politik. Undang-undang disalahgunakan,
tidak dilakukan secara prosedural, atau bahkan dirancang sesuai dengan
kepentingan penguasa.
Adaupun jenis-jenis korupsi politik di antaranya sebagai berikut :
1. Penyuapan dalam politik tidak hanya untuk memperkaya diri sendiri, tetapi
juga untuk melanggengkan pengaruhnya dalam birokrasi pemerintahan
2. Perdagangan pengaruh terjadi saat pejabat punlik menawarkan diri atau
menerima permintaan pihak lain untuk menggunakan pengaruh politik dan
jabatannya untuk dapat mengintervensi keputusan tertentu.
3. Jual beli suara merupakan korupsi politik yang sering terjadi saat
pemiliham umum. Cara ini dilakukan oleh politisi atau partai untuk
memenangkan pemilihan.
4. Nepotisme atau Patronage merupakan pemberian perlakuan istimewa
kepada keluarga atau kerabat dalam kekuasaan tertentu baik di tingkat
eksekutif, legisltif, maupum yudikatif.
5. Pembiayaan Kampanye merupakan korupsi politik yang masih debatable,
apakah masuk pelanggaran pidana atau dukungan politik semata. Namun
adanya istilah tidak ada makan siang gratis , kiranya dapat menjadi
jawaban. Pendanaan kampanye oleh pengusaha kepada caleg tidak ujug-
ujug, pasti ada sebabnya. Walau mungkin tidak secara tertulis, namum ada
ujtang budi yamh harus dibayar oleh Caleg kepada pendonornya.
4. Korupsi dari Perspektif Budaya
Memerangi korupsi dapat dimulai dengan pemahaman terhadap konsep
korupsi, cara memandang apakah tindakan tertentu termasuk korupsi atau tidak.
Cara memandang masyarakat tentang apa yang benar atau salah, boleh atau tidak,
baik atau buruk merupakan landasan dalam bersikap dan berperilaku. Korupsi
seringkali didefinisikan dengan mengacu pada standar yang ditentukan
masyarakat itu sendiri. Sedangkan standar nilai dalam masyarakat itu sangat
beragam. Artinya, apa yang bagi orang lain korupsi, belum tentu dianggap korupsi
bagi sebagian lainnya, atau mungkin saja lumrah bagi sebagaian masyarakat untuk
membangun silaturrahmi.
Selain masalah cara pandang yang masih abu-abu, tindakan korupsi
merupakan suatu proses enkulturasi5, yaitu interaksi sosial saat seseorang belajar
memahami dan mempraktekkan serta membangun kebiasaan di sekitar menjadi
kebudayaannya. Korupsi di masyarakat terbentuk karena adanya kondisi yang
memungkinkan atau terkadang memaksa untuk melakukan korupsi. Permasalahan
seperti kesenjangan sosial, krisis kepercayaan, buruknya pelayanan publik,
penegakan hukum yang lemah, serta rendahnya pendidikan menjadikan perilaku
korupsi dianggap lumrah sebagai bentuk jawaban atas kesulitah yang dihadapi
masyarakat.
5
Dikutip dari www.geotimes.id , Korupsi dalam Perspektif Budaya, diakses pada Selasa 21 Februari 2023 pukul
19:00 WITA
6
Artidjo Alkotsar , Korelasi Korupsi Politik Dengan Hukum dan Pemerintahan Negara (Telaah Teantang Praktik
Korupsi Politik dan Penanggulangannya), Jurnal Hukum Edisi Khusus Vol . 16 Oktober 2009. Hal 170
C. Pengaruh Perspektif dalam Pencegahan Korupsi
Upaya pemberantasan korupsi dilakukan melalui berbagai pendekatan, mulai
dari pendidikan, pencegahan dan penindakan. Dalam upaya pencegahan korupsi,
budaya dinilai mampu untuk mencegah terjadinya tindakan korupsi. Pengaruh
budaya terhadap tindakan korupsi sangat besar. Budaya eweh pekeweh atau menolak
pemberian dianggap tidak menghargai atau memberi sesuatu kepada atasan dinggap
sebagai menghormati, sudah ada lama di sekitar masyarakat seharusnya tidak
diagung-agungkan lagi. Namun sebaliknya, masih banyak budaya di daerah yang
sebenarnya mengandung kearifan lokal yang dapat mencegah terjadinya korupsi.
Nilai-nilai budaya tersebut perlu digali dan lebih ditonjolkan dalam kampanye melalui
berbagai media massa. Jika nilai –nilai tersebut dilaksanakan secara bersamaan
dengan memperbaiki sistem penyelengaraan pemerintahan, maka upaya
pemberantasan korupsi akan lebih maksimal.
Selain pengaruh budaya, penegakan hukum yang konsisten dan terpadu sangat
penting bagi terwujudnya pilar-pilar keadilan dan kepastian hukum. Penegakan
hukum yang konsisten dapat membawa manfaat bagi masyarakat yaitu timbulnya efek
jera yang dapat mencegah seseorang untuk melakukan tindakan korupsi. Selain itu,
penegakan hukum yang pasti terhadap pelaku korupsi akan meningkatkan
kepercayaan masyarakat terhadap aparatur penegakan hukum, sehingga dukungan
terhadap lembaga akan semakin menguat. Sebaliknya, bila terjadi inkonsistensi dalam
penegakan hukum, maka masyarakat akan menilai telah terjadinya tarik menarik
kepentingan yang mengakibatkan kepercayaan masyarakat melemah. Dengan
demikian tidak seharusnya pemberantasan korupsi hanya dibebankan pada satu
lembaga saja, namu harus didukung oleh lembaga-lembaga lainnya.
Selanjutnya pengaruh agama dalam upaya pemberantasan korupsi dimilai
sangat fundamental. Bagaimana tidak, agama merupakan pondasi bagi setiap individu
dalam bertindak atau berperilaku. Agama jelas melarang tindakan korupsi dan
mengajarkan untuk hidup jujur dan ikhlas. Namun demikian, agama tidak menjamin
seseorang akan melakukan semua yang diperintahkan, kecuali individu tersebut
berkeinginan untuk membuka hati dan menata hubungannya dengan Tuhan.
Berkesadaran dalam setiap perilaku juga sangat membantu, misalnya selalu berfikir
bahwa ada pengawas yang selalu melihat perbuatan baik ataupun buruknya kita.
Dengan demikian, bisa dikatakan bahwa agama menjadi salah satu elemen dasar
untuk mencegah tindak korupsi. Agama sangat penting untuk ditanamkan sejak dini
agar setiap individu memiliki dasar keimanan yang kuat untuk menimbulkan budaya
malu dan perasaan bersalah jika melakukan hal-hal yang tidak baik.
7
Ibid, hal 161
Daftar Referensi :
Artidjo Alkotsar , Korelasi Korupsi Politik Dengan Hukum dan Pemerintahan Negara
(Telaah Teantang Praktik Korupsi Politik dan Penanggulangannya), Jurnal Hukum Edisi
Khusus Vol . 16 Oktober 2009
www.kompas.com, 4 Juni 2005, diakses pada Selasa 21 Februari 2023 pukul 19:00 WIB
www.aclc.kpk.go.id, 15 Februari 2023, Mengenal Pengertian Korupsi dan Anti Korupsi,
dikases pada Selasa 21 Februari 2023 pukul 19: WITA