You are on page 1of 13

SEJARAH

Makalah Kelompok 4
“Sistem Tanam Paksa”

Guru Pembimbing:
La Ode Ali Mardhan S.Pd

Disusun Oleh:
Aris Hermansyah
Ld. Abdul Hilmi
Muh. Yuka Yasman
Nur Anasya
Syafira Suleman
Wa Ode Rizkiawati

Kelas: XI MIPA 2

SMAN 1 Wangi – Wangi

Tahun 2023/2024
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkat
rahmat dan karunia-Nya, penyusunan makalah ini dapat terselesaikan dengan cukup baik.
Dalam penyelesaian makalah ini, kami banyak mengalami kesulitan, terutama
disebabkan oleh kurangnya ilmu pengetahuan yang menunjang. Namun, berkat bimbingan
dan bantuan dari pihak lain, akhirnya makalah ini dapat terselesaikan. Karena itu, sudah
sepantasnya kami mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah memberikan
arahan dan bimbingan kepada kami setiap saat.
Kami sadar, sebagai seorang pelajar yang masih dalam proses pembelajaran, penulisan
makalah ini masih banyak kekurangannya. Oleh karena itu, kami sangat mengharapkan
adanya kritik dan saran yang bersifat positif, guna penulisan makalah yang lebih baik lagi.
Harapan kami, semoga makalah yang sederhana ini dapat berguna bagi kita semua.

Wangi – Wangi 27 September 2023


Penyusun

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .......................................................................................................ii


DAFTAR ISI ....................................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN...................................................................................................1
A..Latar Belakang.........................................................................................................1
B. Rumusan Masalah....................................................................................................1
C..Tujuan......................................................................................................................1
BAB II PEMBAHASAN....................................................................................................2
A. Pengertian Tanam Paksa..........................................................................................2
B. Terjadinya Sistem Tanam Paksa..............................................................................2
C. Wilayah Indonesia Yang Terpengaruhi Oleh Tanam Paksa....................................4
1. Pulau Jawa .......................................................................................................4
2. Pulau Sumatera ................................................................................................4
D. Reaksi Terhadap Tanam Paksa................................................................................4
1. Eduard Douwes Dekker (1820 – 1887)............................................................4
2. Baron Van Howvel (1812 – 1879)....................................................................5
Dan France Vande Putte...................................................................................5
E. Dampak Sistem Tanam Paksa..................................................................................5
1. Tanah dan Tenaga Kerja...................................................................................5
2. Politik Ekonomi Uang......................................................................................5
3. Kelaparan..........................................................................................................6
4. Penyakit............................................................................................................6
5. Teknologi Baru.................................................................................................7
F. Penghapusan Tanam Paksa......................................................................................7
G. Penyimpangan Tanam Paksa...................................................................................8
BAB III PENUTUP............................................................................................................9
A..Kesimpulan..............................................................................................................9
B. Saran........................................................................................................................9
DAFTAR PUSTAKA.......................................................................................................10

iii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Yang menjadi latar belakang munculnya sistem tanam paksa adalah sistem pajak
tanah yang dilakukan oleh Raffles yang kemudian diteruskan oleh Komisaris Jendral Van
Der Capellen dan Du Bus De Gisignies telah mengalami kegagalan, kegagalan yang
dimaksud dalam hal ini adalah kegagalan dalam merangsang para petani untuk
meningkatkan produksi tanaman perdagangan untuk ekspor. Pemerintah Hindia Belanda
mengangkat jendral baru untuk Indonesia dengan alasan untuk meningkatkan produksi
tanaman ekspor pada tahun 1830, peningkatan tanaman ekspor dirasa sangat perlu oleh
pemerintah Belanda karena untuk menopang keadaan ekonomi Belanda dengan
hutangnya yang sangat besar.
Karena Belanda merasa tidak mempunyai jalan lain kecuali mencari pemecahan
masalah di wilayah-wilayah koloni, akhirnya menghasilkan gagasan sistem tanam paksa
yang diintroduksi oleh gubernur Van den Bosch. sistem tanam paksa yang dijalankan
oleh Van den Bosch disebut juga Cultuurstelsel.

B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian tanam paksa?
2. Bagaiman terjadinya tanam paksa?
3. Wilayah mana sajakah yang terpengaruh tanam paksa?
4. Bagaimana reaksi terhadap sistem tanam paksa?
5. Apakah dampak dari sistem tanam paksa?
6. Jelaskan apa peyebab penghapusan sistem tanam paksa?
7. Jelaskan penyimpangan yang terjadi di sistem tanam paksa!

C. Tujuan
1. Untuk Mengetahui Pengertian Tanam Paksa.
2. Untuk Mengetahui Bagaimana Terjadinya Tanam Paksa.
3. Untuk Mengetahui Wilayah Mana Sajakah yang Terpengaruh Tanam Paksa.
4. Untuk Mengetahui Bagaimana Reaksi Terhadap Sistem Tanam Paksa.
5. Untuk Mengetahui Dampak dari Sistem Tanam Paksa.
6. Untuk Mengetahui Apa Peyebab Penghapusan Sistem Tanam Paksa.
7. Untuk Mengetahui Penyimpangan yang Terjadi di Sistem Tanam Paksa.

1
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Tanam Paksa


Sistem tanam paksa adalah peraturan yang dikeluarkan oleh Gubernur Jenderal
Johannes van den Bosch pada tahun 1830 yang mewajibkan setiap desa menyisihkan
sebagian tanahnya (20%) untuk ditanami komoditi ekspor, khususnya kopi, tebu, dan
tarum (nila). Hasil tanaman ini akan dijual kepada pemerintah kolonial dengan harga
yang sudah dipastikan dan hasil panen diserahkan kepada pemerintah kolonial. Penduduk
desa yang tidak memiliki tanah harus bekerja 75 hari dalam setahun (20%) pada kebun-
kebun milik pemerintah yang menjadi semacam pajak.
Pada praktiknya peraturan itu dapat dikatakan tidak berarti karena seluruh wilayah
pertanian wajib ditanami tanaman laku ekspor dan hasilnya diserahkan kepada
pemerintahan Belanda. Wilayah yang digunakan untuk praktik cultuurstelstel pun tetap
dikenakan pajak. Warga yang tidak memiliki lahan pertanian wajib bekerja selama
setahun penuh di lahan pertanian. Tanam paksa adalah era paling eksploitatif dalam
praktik ekonomi Hindia Belanda. Sistem tanam paksa ini jauh lebih keras dan kejam
dibanding sistem monopoli VOC karena ada sasaran pemasukan penerimaan negara yang
sangat dibutuhkan pemerintah. Petani yang pada zaman VOC wajib menjual komoditi
tertentu pada VOC, kini harus menanam tanaman tertentu dan sekaligus menjualnya
dengan harga yang ditetapkan kepada pemerintah. Aset tanam paksa inilah yang
memberikan sumbangan besar bagi modal pada zaman keemasan kolonialis liberal
Hindia Belanda pada 1835 hingga 1940.
Akibat sistem yang memakmurkan dan menyejahterakan negeri Belanda ini, Van
den Bosch selaku penggagas dianugerahi gelar Graaf oleh raja Belanda, pada 25
Desember 1839. Cultuurstelsel kemudian dihentikan setelah muncul berbagai kritik
dengan dikeluarkannya UU Agraria 1870 dan UU Gula 1870, yang mengawali era
liberalisasi ekonomi dalam sejarah penjajahan Indonesia.

B. Terjadinya Sistem Tanam Paksa


Gubernur Jendral van den Bosch memberlakukan sistem ini dengan mengambil
pelajaran dari sistem pajak tanah yang gagal pada era sebelumnya oleh Raffles, dari
sistem pajak tanah yang tidak mampu membuat para penduduk pribumi meningkatkan
tanaman ekspor maka Gubernur Jendral van den Bosch mencoba untuk meningkatkan
hasil tanaman ekspor dengan mengadakan kerja sama dengan para Bupati dan pejabat
daerah yang dekat dengan rakyat. Artinya sistem feodal di pedesaan harus dimanfaatkan
agar para petani mampu menghasilkan tanaman ekspor yang banyak, untuk itulah
Gubernur Jendral van den Bosch mencoba untuk mengadakan kerja sama dengan para
pegawai pemerintahan yang dekat dengan petani.

2
Hal ini dikarenakan para penduduk pribumi juga dikenakan pajak oleh Gubernur
Jendral van den Bosch, yang mana pajak yang dikenakan bukan berupa uang melainkan
berupa tanaman ekspor yang telah mereka tanam. Pajak berupa hasil pertanian mereka ini
juga menjadi ciri dari sistem Tanam Paksa yang dilakukan oleh van den Bosch, hasil dari
pajak-pajak tersebut kemudian dikirim ke negeri Belanda untuk dijual kepada pembeli
dari Amerika dan Eropa dengan harga yang dapat menguntungkan Belanda. Sistem pajak
tanah yang berlangsung selama tahun 1810-1830, penanaman dan penyerahan wajib telah
dihapuskan kecuali daerah Parahyangan dan Jawa Barat. Namun didaerah Parahyangan
para penduduk pribumi diwajibkan menanam kopi dan pajak yang diserahkan kepada
pihak Belanda harus berupa kopi yang telah ditanam oleh penduduk pribumi, sedangkan
untuk tanaman yang lainnya tidak terdapat wajib pajak.
Namun pajak yang menjadi beban petani kepada bupati tidaklah termasuk dalam
pembebasan pajak oleh pemerintah kolonial Belanda, hal ini dilakukan karena dalam
masyarakat terdapat beberapa pajak yaitu pajak yang diberikan kepada pemerintah
kolonial Belanda dan pajak yang diserahkan kepada Bupati ataupun pihak pemerintah
yang terdapat di daerah-daerah. Sistem pajak tanah dengan memberikan hasil pertanian
ini dianggap akan berhasil oleh van den Bosch, karena van den Bosch berpendapat bahwa
pajak tanah yang diterapkan pada era sebelumnya sangat menyiksa petani. Hal ini
dikarenakan petani harus membayar pajak tanah hampir setengah dari penghasilan
mereka dalam bertani, sehingga sistem pajak tanah yang diterapkan oleh Bosch ini
tergolong pajak yang menguntungkan rakyat.
Ada beberapa dampak dari sistem tanam paksa yang diterapkan oleh van den
Bosch ini, salah satu dampak dari sistem tanam paksa ini adalah kepemilikan tanah
secara massal oleh satu orang (miliki komunal). Hal ini dikarenakan oleh pegawai
pemerintah kolonial yang menganggap bahwa desa dengan keseluruhan yang ada (tanah,
dan pegawai (petani)) sebagai suatu alat yang dapat digunakan untuk menetapkan tugas
penanaman paksa yang dibebankan oleh pihak Belanda kepada tiap desa di Indonesia.
Jika dibandingkan dengan penyerahan wajib yang diterapkan oleh VOC kepada
penduduk, memang masih lebih menguntungkan rakyat pada sistem tanam paksa ini.
Hal ini dikarenakan dalam sistem tanam paksa pegawai Belanda ada yang
ditugaskan untuk mengawasi dan turun langsung kelapangan untuk membantu para
petani dalam menanam tanaman dagang, dari pegawai pemerintahan yang ditugaskan
untuk mengawasi petani ini disebut sebagai efisiensi karena dengan mengawasi secara
langsung tanaman para petani sehingga dapat mengurangi kecurangan yang dilakukan
oleh petani di lapangan.

3
C. Wilayah Indonesia yang Terpengaruhi oleh Tanam Paksa
1. Pulau Jawa
Pulau Jawa merupakan salah satu target utama sistem tanam paksa karena di
pulau Jawa terdapat sumber daya alam dan sumber daya manusia yang sangat besar
yang pastinya dapat menunjang potensi untuk mengisi kekosongan kas Negara
Belanda yang sedang kosong melompong. Berikut ini beberapa daerah di Pulau Jawa
yang menjadi tempat eksekusi sistem tanam paksa.
a. Jawa Tengah dan Jawa timur
Salah satu potensi yang sangat besar untuk daerah ini yaitu pemanfaatan
lahan untuk ditanami oleh tanaman gula, dan merupakan daerah pengekspor gula
pada waktu itu. Selain itu, tanaman yang menjanjikan adalah teh dan tembakau
untuk dijual di pasaran Eropa dan Belanda berhasil mengeruk dan menarik
keuntungan yang sebanyak-banyaknya sehingga kas Belanda terisi bahkan
berlebih sehingga dimanfaatkan untuk memperkaya diri tanpa harus
memperhatikan nasib bangsa Indonesia yang semakin lama semakin terpuruk
serta terlindas oleh roda tanam paksa yang ditetapkan oleh Belanda.
b. Jawa Barat dan Banten
Penghasilan terbesar dari daerah ini adalah kopinya yang sangat terkenal
dan salah satu tambang emas bagi Belanda yang bertujuan menarik keuntungan
sebesar-besarnya dari bangsa Indonesia. Selain itu, tanaman lain yang dapat
menunjang kualitas dari daerah ini adalah teh dan tembakau.
2. Pulau Sumatera
Keterlibatan Belanda dalam kegiatan ekonomi di Sumatera Utara diawali oleh
Jacobus Nienhuys. Daerah perkebunan yaitu seperti Deli Serdang yang pada tahun
1865 merupakan daerah penghasil tembakau sebesar 189 bal. Belanda pun
memperoleh keuntungan besar. Selain itu, daerah lainnya yaitu seperti Asahan atau
Kisaran yang merupakan penghasil karet, sehingga merupakan pengantar ekspor
Indonesia dalam hal karet yang merupakan penghasil karet yang mumpuni atau bagus
pada saat itu. Walaupun tidak terlalu terkenal namun ada daerah penghasil yang juga
terlibat sistem tanam paksa yaitu seperti di Siak Sri Indrapura yang merupakan
penghasil sawit dan karet walaupun tidak terlalu besar jumlahnya karena pada saat
itu, Sultan Siak yaitu Sultan Syarif Khosim I dan Sultan Syarif Khosim II menolak
sistem tanam paksa pada rakyatnya.

D. Reaksi Terhadap Tanam Paksa


Tanam paksa mendapat reaksi yang cukup keras dari masyarakat. Reaksi ini
datang dari Douwes Dekker dan Baron Van Howvel serta Frans Van De Putte.
1. Eduard Douwes Dekker (1820-1887)
Eduard Douwes Dekker adalah residen di Lebak, Serang, Banten. Pada tahun
1860 beliau menulis buku Max Havelaar yang berisi tentang penderitaan bangsa

4
Indonesia akibat pelaksanaan tanam paksa. Dalam menulis buku tersebut ia
menggunakan nama samaran yaitu Multattuli.
2. Baron Van Howvel(1812-1879) dan Frans Van De Putte
Baron Van Howvel merupakan salah satu seseorang anggota parlemen negeri
Belanda. Ia sempat beberapa tahun menetap di Indonesia yaitu di Batavia. Bersama
dengan Frans Van De Putte ia menentang sistem tanam paksa lewat parlemen
Belanda. Van De Putte menulis buku Suiker Contracten (Kontrak Gula).

E. Dampak Sistem Tanam Paksa


1. Tanah dan Tenaga Kerja
Pelaksanaan sistem tanam paksa telah mempengaruhi dua unsur pokok
kehidupan agraris pedesaan Jawa, yaitu tanah dan tenaga kerja. Sistem tanam paksa
pertama-tama mencampuri sistem pemilikan tanah penduduk pedesaan, karena para
petani diharuskan menyerahkan tanahnya untuk penanaman tanaman ekspor.
Tuntutan akan kebutuhan tanah pertanian untuk penanaman tanaman ekspor yang
dilakukan dengan ikatan desa telah mempengaruhi pergeseran sistem pemilikan dan
penguasaan tanah. Ini terjadi karena berbagai hal, baik karena adanya pertukaran atau
pembagian tanah-tanah pertanian untuk pemerataan pembagian kewajiban
menyediakan tanah dan kerja kepada pemerintah, maupun karena kecenderungan
perusahaan pemilikan tanah perseorangan menjadi tanah komunal desa.
Selain tanah, sistem tanam paksa membutuhkan pengerahan tenaga kerja
rakyat secara besar-besaran untuk penggarapan lahan, penanaman, pemanenan,
pengangkutan dan pengolahan di pusat-pusat pengelolaan atau pabrik. Pengerahan
tenaga kerja yang dibutuhkan itu dilakukan dengan menggunakan ikatan organisasi
desa. Oleh karena itu, sistem tanam paksa menyentuh unsur tenaga kerja dari
kehidupan masyarakat agraris pedesaan Jawa. Dalam praktiknya, semua kerja yang
dibutuhkan dilakukan dengan sistem kerja paksa.
2. Politik Ekonomi Uang
Pelaksanaan sistem tanam paksa juga besar artinya dalam mengenalkan
ekonomi uang ke dalam lingkungan kehidupan pedesaan agraris. Kehidupan
perekonomian desa yang semula masih tradisional dan subsisten, secara berangsur-
angsur berkenalan dengan ekonomi uang, yakni melalui proses komersialisasi
produksi pertanian dan pasaran kerja. Pengenalan penanaman tanaman ekspor dan
penyerapan tenaga kerja bebas yang berlangsung sejak sistem tanam paksa, pada
dasarnya telah menjadi pintu masuknya peredaran uang ke daerah pedesaan secara
luas, yang besar pengaruhnya dalam membawa pergeseran perekonomian desa ke
arah kehidupan ekonomi pasar. Peredaran uang itu masuk antara lain melalui sistem
pembayaran upah tanaman kepada petani penanam (plantloon), pembayaran ”uang
penggalak tanaman” (cultuurprocenten) kepada para pejabat, pembayaran upah kerja
bebas, dan dalam perkembangan terakhir pembayaran sewa tanah pada petani.

5
3. Kelaparan
Bahaya kelaparan melanda daerah Jawa Tengah pada tahun 1849 sampai 1850,
terutama terjadi di residen Semarang. Pada tahun 1850, residen Semarang
penduduknya berkurang 9% sebagai akibat dari kematian dan pengungsian penduduk
menuju daerah lain. Sebab yang mendasari terjadinya kelaparan adalah (1)
Kesewenang-wenangan pemerintah dan penyalahgunaan para kepala pribumi, (2)
Beberapa tanaman pemerintah yang wajib dilaksanakan oleh penduduk seperti kopi,
tembakau, tebu, dan nila,
(3) Perluasan tanaman nila secara besar-besaran.
Tanaman nila ini menuntut lebih banyak tenaga pengerjaan serta memberikan
upah sedikit dan lebih merugikan jika dibanding dengan tanaman lain. Melihat
kenyataan ini, maka pemerintah melakukan penggantian tanaman nila dengan
tanaman tebu. Tanaman nila bagi penduduk menimbulkan keberatan besar dan
berpengaruh pada harga padi yang sangat mahal. Selain disebabkan oleh pelaksanaan
sistem tanam paksa, ada juga sebab lain seperti kegagalan panen, berjangkitnya
wabah penyakit dan sebagainya.
Kekurangan bahan makanan secara mengerikan sempat terjadi di Demak dan
Grobogan sebagai akibat kegagalan panen karena panen yang ada diserang oleh hama
belalang dan berbagai praktik pemerasan, di mana tentang hal ini pihak pemerintah
Belanda sendiri tidak pernah memikirkan terhadap akibat-akibat yang
mengkhawatirkannya. Di daerah Demak, kesengsaraan terjadi karena terlalu
tingginya pemungutan pajak tanah dan pelaksanaan dinas-dinas wajib untuk
pembuatan benteng yang terlalu memberatkan.
4. Penyakit
Penyakit tampaknya juga berhubungan dengan tempat tinggal dan makanan
serta minuman atau kebiasaan-kebiasaan lain dalam kehidupan sosial budaya orang-
orang desa. Di kabupaten Demak, Grobogan, dan Semarang kelaparan menyebabkan
banyak kematian. Selama panen gagal dan kelaparan, banyak penduduk-penduduk
daerah ini yang menikmati makan hanya sekali sehari ditambah dengan makanan
tambahan kecil seperti jagung, singkong, ubi. Oleh karena itu kegagalan panen dan
kelaparan di Semarang sering diikuti oleh penyakit. Pengabaian terhadap masalah
kebersihan juga menyebabkan penduduk mudah terserang penyakit. Perubahan-
perubahan yang terjadi pada tanah-tanah daratan juga mempengaruhi penyakit,
khususnya perluasan pekerjaan-pekerjaan irigasi, pembukaan sawah-sawah baru, dan
perbaikan komunikasi dan transportasi.
Menghadapi situasi yang demikian, tidak ada pemecahan atas permasalahan
yang timbul ini, selain dengan cara-cara tradisional dan keyakinan. Penduduk di Jawa
pada umumnya meyakini dua penyebab utama timbulnya penyakit yakni fisikal dan
spiritual. Yang pertama menyangkut penyakit yang timbul dari sebab-sebab nyata
seperti sakit perut, luka dsb. Penyakit ini biasanya diobati dengan ramuan obat lokal
yang dibuat dari tanaman yang tumbuh di halaman rumah orang desa. Sedang yang

6
kedua, disebabkan oleh kekuatan supranatural seperti ilmu hitam. Dalam hal ini
pasien dibawa ke dukun untuk mendapat pertolongan.

Kebijakan kesehatan pemerintah Belanda di Jawa abad ke-19 hanya


berorientasi kepada orang Eropa dan kolonial. Penekanan dan pelayanan kesehatan
lebih ditujukan untuk melindungi kesehatan orang-orang Eropa, baik sipil maupun
militer daripada untuk penduduk pribumi. Fasilitas-fasilitas kesehatan lebih banyak
dikonsentrasikan di kota-kota pusat administratif Belanda seperti Batavia, Semarang
dan Surabaya. Penduduk di luar kota berada di luar kepentingan dan bahkan
pelayanan pengobatan untuk pribumi pun sangat terbatas, karena halangan warna
kulit dan biaya.
5. Teknologi Baru
Secara tidak langsung pelaksanaan sistem tanam paksa, pada dasarnya telah
mengenalkan teknologi baru, terutama dalam pengenalan biji-biji tanaman
perdagangan, seperti tebu, indigo dan tembakau, beserta cara penanamannya,
meskipun pengenalan teknologi pertanian baru yang terjadi pada masa itu belum
dapat merangsang perubahan dan pertumbuhan perekonomian rakyat pedesaan pada
umumnya.

F. Penghapusan Tanam Paksa


Sistem tanam paksa mendapatkan banyak kecaman. salah satu tokoh yang
mengecam adalah Douwes Dekker dalam tulisannya yang menyamar sebagai
Multatuli. Douwes Dekker menulis buku berjudul Max Havelaar yang berisi tentang
tuntutan kepada pemerintah kolonial untuk lebih memperhatikan rakyat Hindia
Belanda karena Hindia Belanda berdiri karena hasil dari keringat rakyat pribumi.
Sistem Tanam Paksa dihapus karena berbagai alasan. Antara 1831-1867, kebijakan
ini berhasil menyumbang 967 juta gulden ke pemerintah Belanda. Keuntungan itu
didapatkan Belanda dari penderitaan rakyat Indonesia. Pasalnya, pekerja pribumi
dipaksa fokus bekerja bahkan disiksa untuk tanam paksa, sehingga nasib diri sendiri
dan keluarganya tidak terurus. Akibatnya, banyak pekerja yang sakit, timbul
kelaparan, dan kematian di berbagai daerah. Selain itu, Sistem Tanam Paksa
umumnya berjalan tidak sesuai dengan ketentuan yang ada. Salah satu contohnya
adalah para petani kerap dipaksa menyediakan setengah lahannya untuk ditanami
tanaman sesuai ketetapan Belanda. Namun sebenarnya, Belanda hanya mendapat 20
persen dan sisanya dikantongi secara ilegal oleh para pejabat daerah. Belanda pun
membiarkan penyelewengan terjadi selama pelaksanaannya. Ketimpangan kondisi
sosial itu menimbulkan reaksi dari berbagai pihak, terutama golongan
humanis Belanda.

7
G. Penyimpangan Tanam Paksa
Secara umum aturan yang dibuat pemerintah kolonial Hindia Belanda tidaklah
memberatkan pribumi. Namun, di lapangan banyak penyimpangan yang dilakukan
sehingga praktek tanam paksa menjadi sangat memberatkan pribumi. Berikut adalah
praktek penyimpangan tersebut :

1. Jatah tanah untuk tanam paksa melebehi seperlima dari tanah garapan dan melebihi
apabila tanahnya tidak subur.
2. Rakyat lebih banyak mencurahkan pada tanaman ekspor sehingga ladang miliknya
terbengkalai.
3. Rakyat yang tidak memiliki tanah bekerja melebihi ketentuan seperlima tahun.
4. Waktu pekerjaan tanam paksa melebihi batas waktu tanam padi (3 bulan) karena
perkebunan memerlukan perawatan yang terus menerus.
5. Kegagalan panen dibebankan kepada pemilik tanah.
6. Adanya aturan cultuurprocenten (bonus kepada pemimpin pribumi yang melebihi
ketentuan) yang semakin memberatkan pemilik tanah

8
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Tanam paksa adalah suatu aturan yang sengaja ditetapkan oleh Belanda untuk
mengisi kekosongan kas Negara Belanda dari pembiayaan biaya perang melawan Belgia
maupun di Indonesia, serta Karena hutang luar negeri Belanda. Namun, secara tidak
langsung setelah diutusnya Van Den Bosch, maka ia menetapkan aturan-aturan tanam
paksa yang ternyata adalah kebalikan dari aturan-aturan tanam paksa yang telah dibentuk
sebelumnya di Belanda.
Jadi, intinya apabila bangsa Indonesia tidak melakukan perubahan pada aspek
iptek, bangsa Indonesia akan tergilas bangsa lain dan dapat dibodoh-bodohi dan
dimanfaatkan kelemahan Indonesia untuk keuntungan bangsa lain. Oleh karena itu,
marilah kita sebagai Bangsa Indonesia bersama-sama mewujudkan Indonesia untuk tidak
dapat lagi dibodoh-bodohi.

B. Saran
Demikianlah pembuatan makalah ini, penulis juga menyadari makalah ini masih
banyak kesalahan dan kekurangan maka dari pada itu penulis mengharapkan kritik dan
saran dari pembaca demi perbaikan makalah yang akan datang akan lebih baik lagi.
Kritik dan saran penulis ucapkan terima kasih.

9
DAFTAR PUSTAKA

Moedjanto, G. 1988. Indonesia Abad ke-20 (Jilid I): Dari Kebangkitan Nasional sampai
Linggarjati. Yogyakarta: Kanisius.

Mubyarto, dkk. 1992. Tanah dan Tenaga Kerja. Jakarta: Bentang.

Mulyoto. 1999. Sejarah Indonesia Madya. Surakarta: UNS Press.

Noer Fauzi. 1999. Petani dan Penguasa. Bandung: Insist.

Sartono Kartodidrjo & Djoko Suryo. 1991. Sejarah Perkebunan di Indonesia: Kajian Sosial
Ekonomi. Yogyakarta: Aditya Media

10

You might also like