Professional Documents
Culture Documents
Abstrak: Kemampuan berpikir kritis harus dimiliki oleh siwa agar dapat menghadapi
berbagai permasalahan personal maupun sosial dalam kehidupannya. Kemampuan
berpikir kritis adalah kemampuan berpikir reflektif dan beralasan dalam mengambil
keputusan. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif kualitatif dengan tujuan untuk
mendeskripsikan kemampuan siswa dalam konstruk pemikiran kritis. Subjek penelitian
adalah siswa kelas VIII A SMPN 1 Delanggu Kabupaten Klaten tahun pelajaran
2016/2017 yang berjumlah 29 siswa. Instrumen kemampua berpikir kritis
dikembangkan dari kemampua berpikir kritis Ennis (2011). Instrumen berupa 15 soal
uraian kemampuan berpikir yang terdiri atas 13 aspek. Instrumen soal yang digunakan
telah divalidasi oleh dosen ahli. Analisis dilakukan terhadap jawaban siswa dan
dikategorikan ke dalam empat kategori yaitu benar/correctly (B), cukup benar/ partially
correct (C), kurang benar/partially incorrect (K), dan salah/ incorrect (S). Hasil
penelitian menunjukkan bahwa kemampuan berpikir kritis siswa rendah. Hal ini
membuktikan bahwa kemampuan berpikir kritis siswa masih perlu dilatihkan lebih
lanjut agar dapat ditingkatkan.
Alamat Korespondensi:
Lilis Nuryanti
Pendidikan Dasar
Pascasarjana Universitas Negeri Malang
Jalan Semarang 5 Malang
E-mail: nuryanti.lilis86@gmail.com
Keterampilan berpikir merupakan kemampuan yang sangat diperlukan dalam menghadapi tantangan kehidupan. Keterampilan
tersebut diantaranya kemampuan berpikir kritis, berpikir kreatif, dan kemampuan pemecahan masalah (Kalelioglu & Gulbahar,
2014). Kemampuan berpikir kritis merupakan kemampuan yang sangat diperlukan seseorang agar dapat menghadapi berbagai
permasalahan yang dihadapi dalam kehidupan bermasyarakat maupun personal. Terdapat beberapa pengertian tentang berpikir
kritis. Facione (2011) menyatakan bahwa berpikir kritis merupakan pengaturan diri dalam memutuskan sesuatu yang
menghasilkan interpretasi, analisis, evaluasi, dan inferensi, maupun pemaparan menggunakan suatu bukti, konsep, metodologi,
kriteria, atau pertimbangan kontekstual yang menjadi dasar dibuatnya keputusan. Choy & Cheah (2009) mendefinisikan
berpikir kritis sebagai proses kompleks yang memerlukan kognitif tingkat tinggi dalam memproses informasi. Ennis (2011)
menambahkan bahwa berpikir kritis merupakan kemampuan berpikir reflektif dan beralasan yang difokuskan pada apa yang
dipercayai atau dilakukan. Kemampuan berpikir kritis meliputi kemampuan klarifikasi dasar, dasr pengambilan keputusan,
menyimpulkan, memberikan penjelasan lebih lanjut, perkiraan dan pengintegrasian, serta kemampuan tambahan.
Seorang pemikir kritis mampu menganalisis dan mengevaluasi setiap informasi yang diterimanya. Hal ini sejalan
dengan pendapat Duron, et. al., (2006) yang menyatakan bahwa pemikir kritis mampu menganalisis dan mengevaluasi
informasi, memunculkan pertanyaan dan masalah yang vital, menyusun pertanyaan dan masalah tersebut dengan jelas,
mengumpulkan dan menilai informasi yang relevan menggunakan ide-ide abstrak, berpikiran terbuka, serta
155
156 Jurnal Pendidikan, Vol. 3, No. 2, Bln Februari, Thn 2018, Hal 155—158
mengomunikasikannya dengan efektif. Jie et.al., (2015) menambahkan bahwa pemikir kritis mampu mengkritisi, bertanya,
mengevaluasi, dan merefleksi informasi yang diperoleh.
Mengajarkan siswa untuk berpikir kritis merupakan salah satu tujuan utama pendidikan (Kazempour, 2013; Kaleiloglu
& Gulbahar, 2014; Zubaidah, 2010). Sebagai pendidik, seorang guru harus mampu menciptakan pembelajaran yang mampu
melatih kemampuan berpikir kritis siswa untuk menemukan informasi belajar secara mandiri dan aktif menciptakan struktur
kognitif pada siswa (Patonah, 2014). Upaya untuk pembentukan kemampuan berpikir kritis siswa yang optimal mensyaratkan
adanya kelas yang interaktif, siswa dipandang sebagai pemikir bukan seorang yang diajar, dan guru berperan sebagai mediator,
fasilitator, dan motivator yang membantu siswa dalam belajar bukan mengajar. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk
menganalisis kemampuan berpikir kritis siswa. Hal ini penting dilakukan sebagai masukan bagi guru agar dapat merancang
pembelajaran yang tepat dan meningkatkan kemampuan berpikir kritis siswa.
METODE
Jenis penelitian yang dilakukan adalah penelitian deskriptif. Penelitian deskriptif (descriptive research) merupakan
penelitian yang bertujuan untuk mendeskripsikan suatu keadaan atau fenomena apa adanya tanpa memanipulasi terhadap objek
penelitian (Sukmadinata, 2015:18).
Penelitian ini dilakukan di SMP Negeri 1 Delanggu Kabupaten Klaten. Subjek penelitian adalah siswa kelas VIII A
tahun pelajaran 2016/2017 dengan sampel yang berjumlah 29 siswa. Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini berupa soal
kemampuan berpikir kritis yang dikembangkan dari Ennis (2011). Kemampuan berpikir kritis yang diukur terdiri atas enam
indikator yang dijabarkan ke dalam 13 aspek. Instrumen berupa 15 soal uraian. Jawaban siswa selanjutnya dikategorikan ke
dalam empat kategori yaitu Benar/ correctly (B), Cukup benar/ partially correct (C), Kurang benar/ partially incorrect (K), dan
Salah/ incorrect (S).
HASIL
Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari 15 soal yang diujikan kepada siswa ternyata mempunyai kategori yang
bervariasi pada tiap aspek yang diujikan. Jawaban siswa tersebar dalam empat kategori yaitu kategori B, C, K, dan S. Hasil
analisis jawaban siswa dapat dilihat pada Tabel 1. Distribusi kategori jawaban dan jumlah siswa dapat dilihat pada Gambar 1.
35
30
Jumlah Siswa
25
20 B
15 C
10
5 K
0
0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 S
Nomor Soal
Hasil analisis kategori jawaban kemampuan berpikir kritis siswa pada tiap aspek sangat variatif. Aspek
mengidentifikasi atau menyusun pertanyaan, kategori B sangat tinggi. Hal ini menunjukkan bahwa siswa mempunyai
kemampuan yang sangat baik dalam menyusun pertanyaan. Struktur kalimat pertanyaan yang dibuat oleh siswa sangat baik dan
sesuai dengan topik yang ditentukan. Aspek menganalisis kesimpulan, didominasi oleh kategori C. Hal ini menunjukkan bahwa
kemampuan siswa dalam mengidentifikasi kesimpulan masih rendah. Siswa mampu mengidentifikasi kebenaran atau kesalahan
terhadapa kesimpulan yang disajikan, namun siswa kurang mampu memberikan penjelasan yang mendukung kesimpulan
tersebut.
Aspek mengidentifikasi dan mengatasi ketidakrelevanan, didominasi oleh aspek C. Siswa mampu mengidentifikasi
kesalahan, namun siswa belum mampu menjelaskan bagaimana cara mengatasi ketidakrelevanan tersebut. Aspek mengapa,
didominasi oleh kategori B. Siswa mampu membuat pertanyaan sekaligus memberikan jawaban dengan baik dan benar. Aspek
reputasi, didominasi oleh kategori K, siswa mampu memilih atau menentukan sumber yang bereputasi namun belum mampu
memberikan alasan atas pemilihan sumber yang bereputasi tersebut. Aspek interval yang pendek antara observasi dan laporan,
tersebar pada semua kategori dan didominasi oleh kategori S. Hal ini disebabkan karena siswa belum memahami tentang
interval waktu dengan baik. Aspek kelas logika, didominasi oleh kategori C. Siswa mampu mendeduksi, namun belum mampu
memberikan penjelasan terkait deduksi yang dibuat. Aspek menggeneralisasikan tersebar pada kategori C, K, dan S. Siswa
mampu menggeneralisasikan suatu data namun tidak memberikan penjelasan dari kesimpulan yang dibuat. Aspek konsekuensi
menerima atau menolak keputusan, didominasi oleh kategori B. Siswa mampu memberikan penjelasan terhadap pengambilan
atau penolakan keputusan. Aspek definisi, didominasi oleh kategori C. Siswa mampu membuat definisi namun masih kurang
tepat.
Aspek asumsi, hampir semua jawaban siswa pada kategori K. Tidak ada jawaban pada kategori B atau C. Aspek
membuat dan mempertimbangkan keputusan, tersebar pada semua kategori. Kategori B, C, dan K merata dan kategori S hanya
dua jawaban siswa. Hal ini menunjukkan bahwa kemampuan berpikir kritis siswa pada aspek ini masih rendah. Aspek
mengikuti langkah-langkah penyelesaian masalah, hampir semua jawaban siswa pada kategori B, hanya dua jawaban siswa
pada kategori S. Hal ini menunjukkan bahwa kemampuan berpikir kritis siswa dalam memberikan solusi atas permasalahan
sangat baik.
PEMBAHASAN
Kemampuan berpikir kritis siswa SMP Negeri 1 Delanggu Kabupaten Klaten tergolong rendah. Hal ini dibuktikan
dengan persentase rata-rata kategori B yang hanya 40,46%. Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh
Prihartiningsih dkk, (2016); Martawijaya (2015) dan Normaya (2015) yang menyatakan bahwa kemampuan berpikir kritis siswa
SMP masih belum berkembang atau masih rendah. Rendahnya kemampuan berpikir kritis siswa ini antara lain dikarenakan
pembelajaran yang diterapkan di sekolah masih didominasi oleh guru sehingga kurang melatih kemampuan berpikir kritis pada
siswa. Hal ini sejalan dengan penelitian Patonah (2014) yang mengungkapkan bahwa proses pembelajaran IPA masih
didominasi oleh guru, pembelajaran cenderung menghapal daripada mengembangkan daya piker sehingga siswa lemah dalam
menyampaikan gagasannya sendiri, lemah dalam menganalisis, serta bergantung pada orang lain dibandingkan bertanggung
jawab terhadap pilihannya sendiri.
Rendahnya kemampuan berpikir kritis dapat menimbulkan dampak yang kurang baik bagi pendidikan selanjutnya.
Oleh karena itu, kemampuan berpikir kritis perlu dilatihkan. Hal ini sejalan dengan pendapat Yuliati (2013) yang menyatakan
bahwa berpikir kritis dapat diajarkan dan memerlukan latihan untuk dapat memilikinya. Kemampuan berpikir kritis harus
dilatihkan pada siswa karena berpikir kritis memungkinkan siswa untuk menganalisis pikirannya dalam menentukan pilihan dan
menarik kesimpulan dengan cerdas. Apabila siswa diberi kesempatan untuk menggunakan pemikiran dalam tingkatan yang
lebih tinggi di setiap tingkatan kelas, maka siswa akan terbiasa membedakan antara kebenaran dan kebohongan, penampilan
dan kenyataan, fakta dan opini, pengetahuan dan keyakinan (Kurniawati dkk, 2009). Salah satu cara untuk melatihkan
kemampuan berpikir kritis adalah melalui proses pembelajaran.
Guru harus mampu menciptakan pembelajaran yang melatih kemampuan berpikir kritis siswa. Pemilihan model
pembelajaran yang tepat akan mengaktifkan seluruh potensi yang dimiliki siswa yang pada akhirnya dapat meningkatkan
kemampuan berpikir kritisnya. Berbagai model pembelajaran yang dapat diterapkan diantaranya model pembelajaran inkuiri
terbimbing. Hasil penelitian menunjukkan bahwa model pembelajaran inkuiri terbimbing dapat meningkatkan kemampuan
berpikir kritis siswa (Azizmalayeri et. al., 2012; Fuad dkk, 2017; Jack, 2013).
Hasil penelitian Susilo (2012) menunjukkan bahwa terjadi peningkatan kemampuan berpikir kritis siswa setelah siswa
dibelajarkan melalui pembelajaran berbasis masalah (PBL). Selain itu, model PBL juga dapat meningkatkan motivasi belajar
siswa. Kurniawati dkk, (2016) juga menyatakan bahwa model pembelajaran Remap CS (Reading Concept Map Cooperative
Script) dapat meningkatkan kemampuan berpikir kritis siswa.
158 Jurnal Pendidikan, Vol. 3, No. 2, Bln Februari, Thn 2018, Hal 155—158
SIMPULAN
Berdasarkan hasil analisis data dan pembahasan dapat disimpulkan bahwa kemampuan berpikir kritis siswa SMP kelas
VIII masih rendah. Hal tersebut dibuktikan dari rendahnya capaian rata-rata kategori jawaban Benar (B) siswa. Rendahnya
kemampuan berpikir kritis siswa disebabkan karena siswa belum terbiasa disajikan pembelajaran aktif yang memaksimalkan
potensi berpikir siswa.
Hasil penelitian ini memberikan gambaran kepada guru dan peneliti tentang kondisi kemampuan berpikir kritis siswa
SMP. Guru harus lebih kreatif dalam merancang dan mengembangkan perangkat pembelajaran agar mampu meningkatkan
kemampuan berpikir kritis siswa sehingga menjadi habit. Guru harus melibatkan siswa dalam situasi pembelajaran yang mampu
merangsang kemampuan siswa dalam berpikir kritis melalui berbagai model pembelajaran aktif.
DAFTAR RUJUKAN
Azizmalayeri, K., Misrshjafari, E., Sharif, M., Asgari, M., & Omidi, M. (2012). The Impact of Guided Inquiry Methods of
Teaching on The Critical Thinking of High School Students. Journal of Education and Practice, 3(10), 42—48.
Retrieved from http://www.iiste.org/Journals/index.php/JEP/article/view/2530.
Choy, S. C., & Cheah, P. K. (2009). Teacher Perception of Critical Thinking Among Students and Its Influence on Higher
Education. International Journal of Teaching and Learning in Higher Education, 20(2), 198—206. Retrieved from
http://www.isetl.org/ijtlhe/pdf/IJTLHE336.pdf.
Ennis, R. H. (2011). The Nature of Critical Thinking: An Outline of Critical Thinking Disposition and Abilities. Last Revised.
Emeritus Proffessor: University of Illinois.
Duron, R., Limbach, B., & Waugh., W. (2006). Critical Thinking Framework for Any Discipline. International Journal of
Teaching and Learning in Higher Education, 17(2), 160—166. Retrieved from
http://www.isetl.org/ijtlhe/pdf/IJTLHE55.pdf.
Facione, P. A. (2011). Critical Thinking: What It Is and Why It Counts. Millbrae: Measured Reasons and The California
Academic Press.
Jack, G. U. (2013). Concept Mapping and Guided Inquiry as Effective Techniques for Teaching Difficult Concepts in
Chemistry: Effect on Students’ Academic Achievement. Journal of Educational and Practice, 4(5), 9—16. Retrieved
from http://www.iiste.org/Journals/index.php/JEP/article/view/4782.
Kaleiloglu, F., & Gulbahar, Y. (2014). The Effect of Instructional Techniques on Critical Thinking Disposition in Online
Discussion. Educational Technology & Society, 17(1), 248—258.
Kazempour, E. (2013). The Effects of Inquiry-Based Teaching on Critical Thinking of Students. Journal of Social. Issues &
Humanities, 1(3), 23—27.
Kurniawati, I. D., Wartono., & Diantoro, M. (2014). Pengaruh Pembelajaran Inkuiri Terbimbing Integrasi Peer Instruction
terhadap Penguasaan Konsep dan Kemampuan Berpikir Kritis Siswa. Jurnal Pendidikan Fisika Indonesia, 10(1), 34—
46. DOI: http://dx.doi.org/10.15294/jpfi.v10i1.3049.
Kurniawati, Z. L., Zubaidah, S., & Mahanal, S. (2016). Model Pembelajaran Remap CS (Cooperative Scrift) untuk
Pemberdayaan Keterampilan Berpikir Kritis Siswa. Proceeding Biology Education Conference, 13(1), 399—403.
Normaya, K. 2015. Kemampuan Berpikir Kritis dalam Pembelajaran Matematika dengan Menggunakan Model JUCAMA di
Sekolah Menengah Pertama. Edu-Mat Jurnal Pendidikan Matematika. 3(1), 92—104. Retrieved from
http://ppjp.unlam.ac.id/journal/index.php/edumat/article/view/634/542.
Patonah, S. (2014). Elemen Bernalar Tujuan pada Pembelajaran IPA Melalui pendekatan Metakognitif Siswa SMP. Jurnal
Pendidikan IPA Indonesia, 3(2), 128—133. DOI: http://dx.doi.org/10.15294/jpii.v3i2.3111.
Prihartiningsih., Zubaidah, S., & Kusairi. (2016). Kemampuan Berpikir Kritis Siswa SMP pada Materi Klasifikasi Makhluk
Hidup. Prosiding Seminar Nasional Pendidikan IPA Pascasarjana UM, (1)1053—1062.
Sukmadinata, N. S. (2015). Metode Penelitian Pendidikan. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
Yuliati, L. (2013). Efektivitas Bahan Ajar IPA Terpadu terhadap Kemampuan Berpikir Tingkat Tinggi Siswa SMP. Jurnal
Pendidikan Fisika Indonesia, 9(1), 55—57. DOI: http://dx.doi.org/10.15294/jpfi.v9i1.2580.
What is the research Analysis of Critical Thinking Skills of Junior High
School Students
What is the aim of the research? The aim is to describe students' ability in critical
thinking constructs.
What is the research design it? The instrument is in the form of 15 thinking ability
description questions consisting of 13 aspects. Expert
lecturers have validated the question instrument used.
The analysis was conducted on students' answers and
categorized into four categories, namely
correct/correctly (B), partially correct (C), partially
incorrect (K), and incorrect (S).
What is the result finding? Based on the data analysis and discussion results, it
can be concluded that the critical thinking skills of
junior high school students in grade VIII are still low.
This is evidenced by the low achievement of students'
average correct answer category (B).
What is the strength and weaknesses? Teachers must be more creative in designing and
developing learning tools in order to improve students'
critical thinking skills so that it becomes a habit.
Teachers must involve students in learning situations
that can stimulate students' ability to think critically
through various active learning models.
Tersedia secara online Jurnal Pendidikan:
http://journal.um.ac.id/index.php/jptpp/ Teori, Penelitian, dan Pengembangan
EISSN: 2502-471X Volume: 3 Nomor: 12 Bulan Desember Tahun 2018
DOAJ-SHERPA/RoMEO-Google Scholar-IPI Halaman: 1572—1582
Pendidikan di Indonesia telah mengalami banyak perubahan dengan tujuan mencerdaskan bangsa. Dalam hal ini perubahan
diwujudkan dengan adanya perubahan kurikulum, dimana saat ini Kurikulum 2013 yang diterapkan di Indonesia. Sebelum
Kurikulum 2013 diterapkan, pemerintah melakukan evaluasi terhadap kurikulum sebelumnya dan melakukan uji coba akan
keterlaksanaan Kurikulum 2013. Kurikulum sebelumnya memiliki beberapa kekurangan, di antaranya beberapa kompetensi
yang dibutuhkan misalkan penerapan pendidikan karakter, pembelajaran aktif dalam proses pembelajaran yang secara teori
berpusat pada siswa, namun pada kenyataannya masih berpusat pada guru.
Kurikulum 2013 adalah salah satu upaya untuk memperbaiki kurikulum sebelumnya. Diberlakukannya kurikulum 2013
diharapkan dapat menghasilkan lulusan yang berkompeten dan diharapkan dapat meningkatkan hasil belajar siswa dari segi
kognitif, afektif, dan psikomotor. Kurikulum 2013 menekankan pada pembentukan karakter siswa. Pembelajaran yang
diterapkan dalam kurikulum 2013 adalah pembelajaran tematik terpadu. Kegiatan pembelajaran berbasis tematik didasarkan
pada sebuah tema yang di dalam tema tersebut terdiri dari beberapa mata pelajaran yang digabungkan menjadi sebuah tema.
Narti, dkk (2016)“Thematic learning is defined as a learning that is designed based on a particular theme” bahwa
pembelajaran tematik didefinisikan sebagai pembelajaran yang dirancang berdasarkan yang khusus tema. Sejalan dengan Majid
(2014) bahwa suatu pembelajaran tematik terpadu memungkinkan siswa baik secara individu ataupun kelompok untuk
menggali serta menemukan konsep holistik, otentik, dan bermakna. Pembelajaran tematik Sekolah Dasar di Indonesia,
berdasarkan kurikulum tematik terpadu 2013 merupakan integrasi antar disiplin, multidisiplin, dan transdisipliner (Hidayati,
1572
1573 Jurnal Pendidikan, Vol. 3, No. 12, Bln Desember, Thn 2018, Hal 1572—1582
dkk, 2016). Jadi, pembelajaran tematik di Sekolah Dasar untuk mengintegrasikan dimensi sikap, pengetahuan, dan keterampilan
menjadi satu kesatuan, menggabungkan kompetensi dari beberapa pelajaran dasar untuk dihubungkan satu sama lain sehingga
saling memperkuat, menggabungkan kompetensi inti dari setiap pelajaran sehingga setiap pelajaran masih memiliki kompetensi
dasar sendiri dan menghubungkan berbagai mata pelajaran dengan lingkungan di sekitarnya.
Pembelajaran tematik terpadu dalam Kurikulum 2013 didukung adanya penerapan pendekatan saintifik. Sani (2015)
pendekatan saintifik yaitu aktivitas ilmiah yang meliputi kegiatan mengamati, menanya, mengumpulkan informasi,
mengasosiasi dan mengomunikasikan. Dalam pendekatan saintifik ini yakni membelajarkan siswa untuk dapat mencari
informasi dari berbagai sumber dengan tujuan siswa tidak terus bergantung dari informasi guru saja. Dapat dikatakan bahwa
pendekatan saintifik merupakan pembelajaran yang berpusat pada siswa (student centered) dengan tujuan mengarahkan siswa
untuk aktif dalam mencari dan mengolah informasi. Dalam melaksanakan proses pembelajaran guru sangat diperlukan sebagai
fasilitator dan motivator.
Kurikulum 2013 sekarang ini dalam pelaksanaannya belum merata untuk semua sekolah khususnya Sekolah Dasar di
Indonesia, seperti Sekolah Dasar yang akan diteliti yaitu di SDN Purwoasri 2 dan SDN Mranggen Kecamatan Purwoasri
Kabupaten Kediri. SDN Purwoasri 2 yang ditunjuk oleh Dinas Pendidikan sebagai sekolah inti untuk melaksanakan Kurikulum
2013 dan SDN Mranggen sebagai sekolah imbas dimana melaksanakan Kurikulum 2013 dilaksanakan setahun setelah sekolah
inti melaksanakan. Hasil wawancara dengan Kepala SDN Purwoasri 2 dan Kepala SDN Mranggen bahwa penerapan dalam
pembelajaran tematik terpadu pada Kurikulum 2013 dilakukan secara bertahap. Bertahap artinya tidak langsung diterapkan pada
semua kelas. Pelaksanaan Kurikulum 2013 pertama kali diterapkan oleh SD inti terlebih dahulu kemudian pada tahun
berikutnya diikuti oleh SD imbas. SDN Purwoasri 2 menerapkan Kurikulum 2013 pertama kali pada tahun ajaran 2016/2017
yang dimulai dari jenjang kelas I dan IV, selanjutnya untuk tahun ajaran 2017/2018 diterapkan pada jenjang kelas II dan kelas
V, sehingga untuk kelas III dan kelas VI belum diterapkan Kurikulum 2013. SDN Mranggen tahun ajaran 2017/2018 baru
menerapkan Kurikulum 2013 pada jenjang kelas I dan IV sehingga untuk pelaksanaan Kurikulum 2013 di SDN Mranggen saat
ini masih pada jenjang kelas I dan IV.
Hasil wawancara dengan guru kelas V SDN Purwoasri 2 dan guru kelas IV SDN Mranggen bahwa sebelum
menerapkan pembelajaran tematik terpadu Kurikulum 2013, guru diberikan pelatihan tentang pengenalan Kurikulum 2013, cara
membuat RPP, penilaian autentik dan salah satu didalamnya tentang bagaimana menggunakan pendekatan saintifik dalam
pelaksanaan pembelajaran tematik. Dalam Kurikulum 2013 ini guru juga harus melakukan penilaian autentik. Sa’ud (2013)
penilaian autentik merupakan proses pengumpulan informasi tentang perkembangan belajar siswa. Penilaian ini dilakukan oleh
guru dalam proses pembelajaran. Sesuai dengan hasil wawancara dengan guru kelas V SDN Purwoasri 2 dan guru kelas IV
SDN Mranggen merasa kesulitan untuk melakukan penilaian kepada siswa. Guru banyak mengeluh mengenai sistem penilaian
yang beragam dan sistem pengolahannya ke dalam mata pelajaran. Hasil observasi di SDN Purwoasri 2 dan SDN Mranggen
bahwa guru kelas V SDN Purwoasri 2 dan guru kelas IV SDN Mranggen sudah melaksanakan pembelajaran tematik terpadu
dengan pendekatan saintifik. Hasil wawancara dengan kepala sekolah, guru kelas, dan observasi terhadap pelaksanaan
pembelajaran, maka peneliti tertarik untuk mengkaji lebih jauh mengenai penerapan pembelajaran tematik terpadu di SDN
Purwoasri 2 dan SDN Mranggen.
METODE
Penelitian penerapan pembelajaran tematik terpadu di sekolah dasar ini menggunakan pendekatan kualitatif.
Hanurawan (2016) menyatakan bahwa metode penelitian kualitatif yaitu prosedur sistematis yang telah disepakati untuk
mengungkap suatu gejala yang menjadi objek penelitian. Sependapat dengan Hanurawan, (Prastowo, 2012) menyatakan bahwa
metode penelitian kualitatif adalah metode penelitian yang mengkaji suatu objek tanpa adanya manipulasi dan bersumber pada
metode ilmiah atau dari fenomena yang telah diamati. Penelitian kualitatif ini lebih cenderung bersifat ilmiah dan tanpa adanya
pengujian hipotesis.
Rancangan penelitian ini adalah studi kasus. Menurut (Furchan, 2011) penelitian studi kasus merupakan penyelidikan
yang mendalam terhadap seseorang secara intensif. Studi kasus pada dasarnya kajian berisi aspek tentang masalah, konteks dan
isu (Moedzakir, 2010). Dalam penelitian dengan pendekatan studi kasus ini memberikan penjelasan secara detail dan lengkap
terhadap suatu fenomena sosial tentang penerapan pembelajaran tematik terpadu di SDN Purwoasri 2 dan SDN Mranggen.
Penelitian mengenai penerapan pembelajaran tematik terpadu di SDN Purwoasri 2 dan SDN Mranggen dengan subjek
penelitian dalam penelitian ini, yaitu guru kelas V SDN Purwoasri 2 dan guru kelas IV SDN Mranggen. Data yang digunakan
sebagai acuan untuk mendeskripsikan penerapan pembelajaran tematik terpadu di SDN Purwoasri 2 dan SDN Mranggen
diperoleh dari hasil observasi, wawancara dan studi dokumen. Teknik analisis data yang dilakukan dalam penelitian ini, yaitu
data reduction, data display, dan conclusion drawing/verification.
Sari, Akbar, Yuniastuti, Penerapan Pembelajaran Tematik… 1574
HASIL
Perencanaan Pembelajaran Tematik Terpadu
Perencanaan pembelajaran merupakan suatu proses penentu rencana dalam kegiatan pembelajaran yang akan dilakukan
secara terpadu dan sistematis. Perencanaan yang dibuat dituangkan ke dalam Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP). Dalam
hal ini guru berkewajiban menyusun RPP secara lengkap dan sistematis. Berdasarkan wawancara dan studi dokumen dengan
guru kelas V SDN Purwoasri 2 bahwa RPP dibuat secara mandiri oleh guru dan dengan Kelompok Kerja Guru (KKG). Dalam
membuat RPP, guru kelas V SDN Purwoasri 2 dilakukan per tema. RPP yang dibuat oleh guru kelas V SDN Purwoasri 2
merupakan RPP yang sudah mencerminkan Kurikulum 2013 yang memuat komponen identitas RPP yaitu kompetensi inti,
kompetensi dasar, indikator, tujuan, materi, pendekatan, metode, media, sumber belajar, langkah-langkah kegiatan
pembelajaran dan penilaian dalam suatu proses pembelajaran serta di dalam RPP tersebut sudah memuat pendekatan saintifik.
Pendekatan saintifik digunakan oleh guru karena pada kurikulum 2013 sudah jelas bahwa pembelajarannya merupakan
pembelajaran tematik terpadu dengan menggunakan pendekatan saintifik.
Selain itu, berdasarkan wawancara dan studi dokumen yang dilakukan peneliti dengan guru kelas IV SDN Mranggen
bahwa dalam membuat RPP, guru kelas IV SDN Mranggen dilakukan setiap hari sebelum pembelajaran dilakukan, sehingga
dapat dikatakan RPP dibuat per-pertemuan. Guru membuat RPP dengan pendekatan saintifik berpedoman pada silabus, buku
guru dan buku siswa. Dalam membuat RPP untuk langkah-langkah kegiatan pembelajaran guru sudah mencerminkan sesuai
dengan yang ada pada pendekatan saintifik, meliputi kegiatan mengamati, menanya, mengumpulkan informasi, menalar, dan
mengomunikasikan, walaupun di dalam RPP guru tidak menuliskan secara rinci langkah pembelajaran mana yang termasuk
kegiatan mengamati, menanya, mengumpulkan informasi, menalar, dan mengomunikasikan. Berdasarkan perencanaan
pembelajaran berupa RPP yang telah dibuat oleh guru kelas V SDN Purwoasri 2 dan guru kelas IV SDN Mranggen sudah
mencakup semua komponen sesuai dengan pembelajaran tematik terpadu Kurikulum 2013.
Kegiatan penutup. Pada kegiatan ini yang pertama guru membuat kesimpulan pembelajaran dengan melakukan tanya
jawab bersama siswa mengenai pembelajaran yang telah dilakukan, kedua guru memberikan evaluasi tertulis dilakukan guru
setiap akhir subtema, ketiga guru melakukan refleksi dengan melakukan tanya jawab bersama siswa mengenai materi yang
sudah dipahami atau belum, keempat guru memberikan tindak lanjut berupa tugas rumah dan menginformasikan kepada siswa
untuk pembelajaran berikutnya. Penerapan pembelajaran tematik terpadu dengan pendekatan saintifik di kelas V SDN
Purwoasri 2 telah tampak terlihat dari kegiatan pembelajaran. Pembelajaran yang berlangsung telah memuat adanya kegiatan
mengamati, menanya, mengumpulkan informasi, menalar, dan mengomunikasikan.
Hal yang sama berdasarkan wawancara dengan guru kelas IV SDN Mranggen bahwa guru kelas IV SDN Mranggen
berpedoman pada RPP dalam proses pembelajarannya dan memanajemen waktu pembelajaran agar pembelajaran dapat tercapai
sesuai dengan tujuan pembelajaran di hari itu. Hasil observasi tentang pelaksanaan pembelajaran tematik terpadu pada Tema 1
Indahnya Kebersamaan Subtema 1 Keberagaman Budaya Bangsaku Pembelajaran ketiga dengan memuat mata pelajaran
Bahasa Indonesia, PJOK, dan IPA.
Kegiatan Pendahuluan. Pada kegiatan ini diawali dengan pra-kegiatan (mengucap salam dan doa), dalam hal ini guru
memberi salam dan siswa berdoa sebelum memulai kegiatan, siswa menyanyikan lagu Indonesia Raya dan membaca Pancasila
dan siswa menghafal perkalian secara bergantian setiap harinya untuk tampil di depan kelas dan siswa yang lain menirukan.
Kegiatan Inti. Pada kegiatan ini guru menggunakan pendekatan saintifik pada pembelajaran tematik terpadu yang meliputi
kegiatan mengamati, menanya, mengumpulkan informasi, mengasosiasikan, dan mengomunikasikan.
Kegiatan mengamati. Guru meminta siswa mengamati permainan tradisional pada layar LCD (Benteng-bentengan dan
Gobak Sodor), guru meminta siswa membaca teks bacaan yang berjudul “Benteng-Bentengan” dan “Gobak Sodor”, guru
meminta siswa mengamati gambar alat musik pada layar LCD dan guru meminta siswa membaca teks bacaan yang berjudul
“Siap Menghadapi Musim Hujan”. Kegiatan Menanya, pada kegiatan ini guru meminta siswa bertanya tentang gerakan-gerakan
pada permainan Benteng-Bentengan dan Gobak Sodor, guru meminta siswa untuk membuat pertanyaan tentang “Benteng-
Bentengan” dan “Gobak Sodor” dan siswa bertanya tentang gambar alat musik yaitu “Bagaimana bunyi dapat sampai ke
telinga kita?”.
Kegiatan mengumpulkan informasi. Pada kegiatan ini siswa mempraktikan gerakan lokomotor dan non lokomotor,
siswa dibentuk menjadi lima kelompok. Setiap kelompok diberi kartu kalimat tentang informasi permainan “Benteng-
Bentengan dan Gobak Sodor”, siswa mempraktikan salah satu permainan tradisional yaitu gobak sodor di lingkungan sekolah,
guru meminta siswa berkelompok untuk berdiskusi tentang pertanyaan pada buku siswa halaman 35—36 “Siap Menghadapi
Musim Hujan”, guru meminta siswa untuk berkelompok melakukan percobaan 1, 2, dan 3 pada buku siswa halaman 37 tentang
“Perambatan Bunyi” dan guru membagi siswa menjadi kelompok dan meminta siswa melakukan permainan berbisik berantai
dengan menggunakan telepon-telepon dari gelas plastik. Kelompok yang benar dan tepat diberi bintang.
Kegiatan mengasosiasikan yaitu siswa bertanya jawab dengan guru tentang gerakan lokomotor dan non lokomotor dan
siswa bertanya jawab dengan guru tentang hubungan antar gagasan pada teks bacaan “Siap Menghadapi Musim Hujan”.
Kegiatan berikutnya yaitu kegiatan mengomunikasikan. Pada kegiatan ini guru meminta siswa membacakan hasil diskusinya
tentang informasi permainan “Benteng-Bentengan dan Gobak Sodor”, salah satu kelompok menyampaikan hasil diskusinya
tentang pertanyaan pada buku siswa halaman 35—36 “Siap Menghadapi Musim Hujan”, siswa membacakan hasil diskusinya
tentang menuliskan gagasan pokok dan gagasan pendukung dan membacakan hasil diskusi tentang percobaan perambatan bunyi.
Kegiatan Penutup. Pada kegiatan ini guru membuat kesimpulan pembelajaran dengan melakukan tanya jawab bersama
siswa mengenai pembelajaran yang telah dilakukan, guru memberikan evaluasi tertulis setiap akhir subtema, guru melakukan
refleksi dengan melakukan tanya jawab bersama siswa mengenai materi yang sudah mereka pahami dan belum mereka pahami
dan guru memberikan tindak lanjut berupa tugas rumah dan menginformasikan kepada siswa untuk pembelajaran berikutnya.
Berdasarkan hasil observasi oleh peneliti, guru menilai seluruh kemampuan siswa dari pengetahuan, sikap, dan
keterampilan. Guru melakukan penilaian terhadap pengetahuan siswa pada materi pelajaran setiap pembelajaran. Dalam
pembelajaran guru meminta siswa untuk mengerjakan tugas yang ada di buku siswa kemudian langsung menilainya, sedangkan
untuk penilaian evaluasi tiap pembelajaran tidak lakukan oleh guru. Guru melakukan penilaian pengetahuan evaluasi dengan tes
tulis setiap akhir tema, UTS, dan UAS. Penilaian sikap dilakukan setiap hari oleh guru karena dengan menilai sikap siswa setiap
hari, guru akan lebih mudah untuk memasukkan nilai pada rapor nantinya. Penilaian keterampilan dengan menggunakan lembar
observasi yang menilai kinerja siswa sesuai rubrik yang tertera pada RPP.
Selain itu, berdasarkan wawancara dengan guru kelas IV SDN Mranggen bahwa penilaian yang dilakukan oleh guru
mencakup pengetahuan, sikap, dan keterampilan. Penilaian pengetahuan dinilai dengan menggunakan tes tertulis di akhir
subtema atau biasa disebut ulangan harian. Sedangkan penilaian sikap dan keterampilan dinilai di akhir subtema dengan lembar
observasi yang sesuai dengan RPP, karena guru merasa kerepotan kalau harus melakukan penilaian sikap dan keterampilan
setiap hari sehingga guru lebih memfokuskan materi yang diajarkan hari itu. Selain itu, berdasarkan observasi, pada saat
pembelajaran berlangsung di dalam kelas didapatkan bahwa peneliti belum melihat adanya penilaian secara keseluruhan.
Penilaian yang dilakukan oleh guru hanya terhadap pengetahuan yaitu dengan meminta siswa mengerjakan soal di buku siswa
kemudian menilainya dan melakukan ulangan harian di setiap akhir subtema. Guru masih belum terlihat menilai sikap spiritual,
sikap sosial, dan keterampilan. Guru tidak menilai sikap dan keterampilan di dalam proses pembelajaran. Penilaian sikap dan
keterampilan dinilai dan dimasukkan langsung ke dalam daftar nilai yang ada di akhir setiap subtema.
Berdasarkan studi dokumen tentang penilaian proses hasil belajar yang dilakukan oleh guru kelas IV SDN Mranggen
yaitu guru memiliki daftar nilai yang digunakan untuk menilai setiap kemampuan siswanya baik pengetahuan, sikap spiritual,
sikap sosial, dan keterampilan yang selanjutnya akan dimasukkan guru ke dalam rapor yang ditulis angka dan deskripsi.
Berdasarkan pernyataan hasil wawancara, observasi dan dokumen terkait dengan penilaian belajar siswa dapat disimpulkan
bahwa guru telah melaksanakan penilaian pengetahuan, sikap, dan keterampilan.
bergantian, (5) penilaian yang rumit, guru harus menilai per muatan pelajaran, dan (6) membuat deskripsi pada masing-masing
muatan pelajaran dalam penulisan rapor.
Hambatan-hambatan yang dialami tersebut, guru memiliki beberapa upaya untuk mengatasinya. Berdasarkan hasil
wawancara dengan guru kelas IV SDN Mranggen, upaya guru dalam mengatasi hambatan yang terjadi, yaitu (1) guru menyusun
RPP per subtema atau per tema. Jadi guru tidak perlu membuat RPP pada setiap harinya, (2) pembelajaran agar bervariasi pada
kegiatan mengamati guru melakukan pembelajaran di luar kelas dan pada kegiatan mengomunikasikan terkadang guru meminta
siswanya untuk menempelkan hasil karyanya di dinding kelas, (3) memunculkan siswa agar bertanya dalam proses
pembelajaran, guru memberikan pancingan kepada siswa agar mau untuk bertanya, (4) jika sarana prasarana digunakan oleh
kelas lain, guru menggantinya dengan media atau siswa diajak keluar kelas atau lingkungan sekitar sekolah, sehingga
pembelajaran dilakukan di luar kelas, (5) memberikan tanda pada masing-masing soal mata pelajaran sehingga mempermudah
guru dalam melakukan penilaian, dan (6) mendiskusikan dengan guru mata pelajaran untuk mengetahui KD mana yang kurang
dan KD mana yang sudah dikuasai oleh siswa.
PEMBAHASAN
Perencanaan Pembelajaran Tematik Terpadu
Keterlaksanaan pembelajaran tentunya diawali dengan adanya perencanaan. Sesuai dengan pendapat Kunandar (2013)
guru yang baik yaitu guru yang membuat perencanaan sebelum melaksanakan pembelajaran di kelas. Dalam hal ini guru harus
memiliki rencana pembelajaran sebelum memulai mengajar. Berdasarkan hasil penelitian dapat diketahui bahwa guru kelas V
SDN Purwoasri 2 dan guru kelas IV SDN Mranggen telah membuat perencanaan pembelajaran sebelum melaksanakan
pembelajaran di kelas. Data tersebut di dapatkan dari hasil wawancara dan studi dokumen yang dilakukan peneliti dengan guru
kelas V SDN Purwoasri 2 dan guru kelas IV SDN Mranggen. Guru membuat perencanaan pembelajaran sesuai dengan
penjelasan pada waktu mengikuti pelatihan Kurikulum 2013. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) dibuat dan
dikembangkan guru melalui forum KKG, selain itu ada sebagian juga yang dibuat sendiri oleh guru. Perancangan RPP yang
telah dibuat oleh guru sudah mencakup komponen identitas sekolah, identitas mata pelajaran, kelas/semester, alokasi waktu,
kompetensi inti, kompetensi dasar, indikator, tujuan, materi, kegiatan proses belajar mengajar, metode, media, sumber belajar
dan penilaian dalam suatu pembelajaran.
RPP yang telah dibuat oleh guru juga sudah mencerminkan RPP dalam pembelajaran tematik terpadu. Hal tersebut
dapat dilihat dari kegiatan pembelajaran yang dilakukan oleh guru memuat adanya beberapa muatan pelajaran dan disusun
secara runtut tidak terpisah-pisah. Majid (2014) pembelajaran tematik terpadu dimana dalam pembelajaran tersebut
memungkinkan peserta didik baik secara individu ataupun kelompok dapat menggali dan menemukan konsep holistik, otentik
dan bermakna. Pembelajaran tematik terpadu melalui pengalaman belajar yang cenderung melibatkan siswa untuk
mengontruksi pengetahuan (Gravoso, dkk, 2008). Sesuai dengan Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 22
Tahun 2016 yang menyatakan bahwa pembelajaran tematik terpadu pada Kurikulum 2013 merupakan pembelajaran yang
Sari, Akbar, Yuniastuti, Penerapan Pembelajaran Tematik… 1578
menggunakan pendekatan saintifik. Terlihat pada RPP yang sudah dibuat oleh guru kelas V SDN Purwoasri 2 dan SDN
Mranggen yaitu mencerminkan adanya pendekatan saintifik didalamnya. Pendekatan saintifik yang meliputi kegiatan
mengamati, menanya, mencoba/mengumpulkan informasi, menalar, dan mengomunikasikan.
Penilaian sikap dilakukan dengan teknik observasi. Kunandar (2013) observasi merupakan teknik penilaian yang
dilakukan secara langsung ataupun tidak langsung. Penilaian sikap spiritual dan sikap sosial digunakan oleh guru untuk
mengetahui kemampuan siswa terhadap penguasaan Kompetensi Dasar 1 dan Kompetensi Dasar 2 dari setiap mata pelajaran
Guru kelas V SDN Purwoasri 2 melakukan penilaian sikap setiap hari, setiap pembelajaran guru memperhatikan perilaku siswa,
sedangkan guru kelas IV SDN Mranggen melakukan penilaian sikap dengan melihat rata-rata sikap dalam satu minggu atau
setiap akhir sub tema. Guru dapat melakukan penilaian keterampilan dengan observasi, proyek, dan portofolio (Kunandar,
2013). Penilaian keterampilan sosial digunakan oleh guru untuk mengetahui kemampuan siswa terhadap penguasaan
Kompetensi Dasar 4 pada masing-masing mata pelajaran. Guru kelas V SDN Purwoasri 2 dan guru kelas IV SDN Mranggen
melakukan penilaian keterampilan dengan observasi dan kinerja yang sesuai dengan teknik menilai keterampilan.
Guru menilai pengetahuan, sikap, dan keterampilan dalam proses pembelajaran dan hasil pembelajaran merupakan
bukti guru telah menilai secara autentik. (Kunandar, 2013) penilaian autentik merupakan penilaian sikap, pengetahuan dan
keterampilan berdasarkan proses dan hasil. Hal ini membuktikan bahwa penilaian yang dilakukan oleh guru dalam
pembelajaran dengan menggunakan pendekatan saintifik pada pembelajaran tematik terpadu sudah autentik. Berdasarkan
pembahasan di atas, dapat diketahui bahwa penilaian yang dilakukan oleh guru sudah autentik. Guru telah menilai siswa
terhadap aspek pengetahuan, sikap dan keterampilan. Pengetahuan siswa dinilai guru pada akhir pembelajaran (subtema atau
tema) dengan tes tulis, UTS dan UAS. Sikap siswa dinilai oleh guru dengan menggunakan observasi. Keterampilan dinilai oleh
guru dengan menggunakan observasi dan kinerja.
Sarana prasarana yang digunakan guru dalam proses pembelajaran seperti proyektor dan laptop yang harus digunakan
secara bergantian. Abidin (2014) pembelajaran aktif, kreatif dan inovatif dapat terlaksana jika pembelajaran dilengkapi dengan
sarana dan prasarana pembelajaran yang mendukung. SDN Purwoasri 2 dan SDN Mranggen mengalami kendala adanya sarana
prasarana yang harus digunakan secara bergantian. Upaya yang dilakukan oleh guru yaitu ketika sarana prasarana seperti
proyektor dan laptop digunakan dengan kelas lain, guru menggunakan media lainnya atau siswa diajak untuk melakukan
pembelajaran di luar kelas. Hambatan selanjutnya yaitu kesulitan dengan proses penilaian yang begitu banyak. Ada beberapa
teknik yang harus digunakan dalam menilai siswa. Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (2016) menjelaskan bahwa teknik
untuk menilai sikap dapat dilakukan dengan observasi, penilaian diri, penilaian antar teman, dan jurnal. Kunandar (2013) guru
untuk menilai pengetahuan menggunakan tes tertulis, lisan, dan penugasan. Selain itu, guru juga harus menilai keterampilan
dengan menggunakan kinerja, proyek dan portofolio. Berbagai teknik penilaian tersebut digunakan oleh untuk menilai masing-
masing pembelajaran. Hal inilah yang menjadi hambatan guru dalam menilai pada proses pembelajaran tematik terpadu. Selain
itu dalam penulisan rapor guru juga mengalami hambatan, karena Kurikulum 2013 ini rapor yang dibuat oleh guru untuk
melaporkan hasil belajar siswa kepada orangtua siswa dibuat dengan deskripsi setiap Kompetensi Dasar tertinggi dan
Kompetensi Dasar terendah pada masing-masing mata pelajaran. Hal ini sesuai dengan pendapat Trianto (2012) yang
menjelaskan bahwa nilai akhir pada laporan (rapor) dikembalikan pada kompetensi mata pelajaran. Rapor yang dibuat dalam
bentuk deskripsi menjadi sebuah kendala bagi guru karena rapor tersebut terlalu banyak. Dalam hal ini guru untuk mengatasi
rumitnya penilaian yang dilakukan guru dan penulisan rapor yang berbentuk deskripsi. Guru mengikuti BIMTEK K-13 atau
KKG baik skala Kecamatan maupun Kabupaten mengenai penilaian proses dan penulisan deskripsi dalam rapor. Mulyasa (2016)
karena proses penilaian sangat kompleks maka guru harus memiliki pengetahuan, keterampilan dan sikap yang cukup.
SIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan dapat diperoleh kesimpulan bahwa penerapan pembelajaran tematik
terpadu di kelas V SDN Purwoasri 2 dan kelas IV SDN Mranggen telah terlaksana dengan baik. Berikut uraian kesimpulan
sesuai dengan fokus penelitian.
Pertama, perencanaan pembelajaran yaitu penyusunan RPP sudah mencakup semua komponen, meliputi identitas RPP
kompetensi inti, kompetensi dasar, indikator, tujuan pembelajaran, materi pembelajaran, pendekatan pembelajaran, metode
pembelajaran, media pembelajaran, sumber belajar, langkah-langkah kegiatan pembelajaran, dan penilaian. RPP yang disusun
sudah mencerminkan Kurikulum 2013 yaitu menggunakan pendekatan saintifik pada pembelajaran tematik terpadu dan RPP
disusun sesuai dengan kebutuhan baik per-pertemuan, per subtema atau per tema.
Kedua, pelaksanaan pembelajaran telah dilaksanakan guru dengan menggunakan pendekatan saintifik melalui (a)
Kegiatan mengamati, siswa diminta untuk membaca buku dan mengamati video yang ditampilkan guru pada layar proyektor; (b)
Kegiatan menanya, siswa diminta guru untuk bertanya atau membuat pertanyaan tentang apa yang sudah diamati tersebut; (c)
Kegiatan mengumpulkan informasi, guru membagi siswa menjadi kelompok untuk mendiskusikan tentang apa yang telah
diamati dan ditanyakan. Dari sini siswa akan banyak mencoba/mengumpulkan informasi dari berbagai sumber sehingga akan
memperkaya pengetahuan siswa; (d) kegiatan mengasosiasi, guru bertanya jawab dengan siswa tentang apa yang telah
didiskusikan siswa bersama kelompoknya (bimbingan internal dalam kelompok); (e) kegiatan mengomunikasikan, siswa
menampilkan atau mempresentasikan hasil diskusinya bersama kelompok di depan kelas. Dalam hal ini melatih siswa agar
berani dalam menyampaikan pendapatnya.
Ketiga, penilaian proses dan hasil belajar yaitu guru menilai siswa dari aspek (a) pengetahuan, menilai apa yang sudah
dikerjakan siswa dalam buku siswa, memberikan evaluasi berupa tes tulis setiap akhir subtema atau tema, UTS dan UAS; (b)
sikap spiritual dan sosial, menilai dengan lembar observasi; (c) keterampilan, menilai dengan lembar observasi dan kinerja. Dari
ketiga aspek penilaian tersebut yang selanjutnya hasil laporan penilaian dicantumkan dalam rapor hasil belajar yang kemudian
disampaikan oleh wali murid siswa.
Keempat, hambatan yang dialami guru dalam penerapan pembelajaran tematik terpadu, meliputi penyusunan RPP yang
membutuhkan waktu lama karena pada Kurikulum 2013 ini menggunakan tematik, gaya guru mengajar yang kurang bervariasi
dan hanya berpedoman pada buku guru sehingga siswa kurang berantusias, adanya siswa yang kurang berani untuk bertanya
saat proses pembelajaran, sarana prasarana yang harus dilakukan secara bergantian, penilaian yang rumit karena banyaknya
penilaian yang harus dilakukan guru setiap harinya dan penulisan rapor yang rumit karena berbentuk deskripsi.
Kelima, upaya yang dilakukan guru untuk mengatasi hambatan yang terjadi saat proses pembelajaran yaitu penyusunan
RPP dilakukan per tema dengan melihat dokumen guru pada tahun sebelumnya serta berdiskusi dengan guru yang lainnya.
Guru menciptakan pembelajaran yang bervariasi agar tidak berpacu pada buku guru saja, memancing siswa dengan media yang
menarik agar minat siswa bertanya tumbuh, memiliki alternatif untuk menggunakan media atau sumber belajar lain apabila
sarana prasarana terbatas, mengikuti BIMTEK K-13 atau KKG baik skala Kecamatan maupun Kabupaten mengenai penilaian
proses dan penulisan deskripsi dalam rapor.
Keenam, dampak yang terjadi setelah menerapkan pembelajaran tematik terpadu Kurikulum 2013 yaitu pengetahuan
siswa lebih di bawah dibandingkan keterampilan dan sikap siswa. Pada Kurikulum 2013 ini lebih banyak praktik dalam proses
pembelajarannya menekankan pada keterampilan sehingga untuk pengetahuan siswa kurang bagus.
Berdasarkan kesimpulan, saran yang diberikan adalah guru hendaknya lebih meningkatkan dan mengembangkan
perencanaan, pelaksanaan dan penilaian pembelajaran dengan menerapkan pendekatan saintifik pada pembelajaran tematik
terpadu sesuai ketentuan yang berlaku, sehingga pembelajaran akan lebih efektif. Guru sebelum melaksanakan kegiatan perlu
adanya perencanaan yaitu dengan menyusun RPP. Dengan perencanaan pembelajaran yang matang, maka pelaksanaan
pembelajaran juga dapat berjalan dengan optimal serta membawa dampak baik terhadap siswa. Hal ini dapat menjadikan siswa
lebih berpikir kritis, kreatif, dan inovatif.
DAFTAR RUJUKAN
Abidin, Y. (2014). Desain Sistem Pembelajaran dalam Konteks Kurikulum 2013. Bandung: PT Refika.
Akbar, S. (2014). Penyegaran Pembelajaran Tematik Berbasis KKNI Kurikulum 2013: Makalah Kuliah Umum. Malang:
Universitas Kanjuruhan Malang.
Akbar, S. (2018). Pembelajaran Tematik. Malang: Universitas Negeri Malang.
Asrori, M. (2012). Psikologi Pembelajaran. Bandung: CV Wacana Prima.
Chen, Y. (2012). The effect of thematic video-based instruction on learning and motivation in e-learning, 7(6), 957–965.
https://doi.org/10.5897/IJPS11.1788
Fendos, J. (2017). Scientific Teaching and Active Learning yet to Revolutionize Education in East Asia. Asian Education
Studies, 2(4), 1. https://doi.org/10.20849/aes.v2i4.210
Furchan, A. (2011). Pengantar Penelitian dalam Pendidikan. Yogyakarta: Pustaka Pelajar Offset.
Sari, Akbar, Yuniastuti, Penerapan Pembelajaran Tematik… 1582
Gravoso, R. S., Pasa, A. E., Labra, J. B., & Mori, T. (2008). Design and Use of Instructional Materials for Student-Centered
Learning: A Case in Learning Ecological Concepts. The Asia-Pacific Education Researcher, 17(1).
https://doi.org/10.3860/taper.v17i1.353
Hanurawan. (2016). Metode Penelitian Kualitatif untuk Ilmu Psikologi. Jakarta: Rajawali Press.
Hidayati, W., Tarbiyah, F., State, T., & Kalijaga, S. (2016). Implementation of Curriculum 201 In Primary School Sleman
Yogyakarta, 6(2), 6–12. https://doi.org/10.9790/7388-0602020612
Hosnan. (2014). Pendekatan Saintifik dan Kontekstual dalam Pembelajaran Abad 21. Bogor: Ghalia Indonesia.
Johnson, B. E. (2007). Contextual Teaching & Learning. Bandung: MLC.
Jr, K. W. C., Student, G., Wilson, E., Flowers, J. L., & Farin, C. E. (2012). Scientific Basis vs . Contextualized Teaching and
Learning: The Effect on the Achievement of Postsecondary Students, 53(1), 57–66. https://doi.org/10.5032/jae.2012.01057
Kunandar. (2013). Penelitian Autentik (Penilaian Hasil Belajar Peserta Didik Berdasarkam Kurikulum 2013) Suatu
Pendekatan Praktis Disertai dengan Contoh. Jakarta: Rajagrafindo Persada.
Majid, A. (2014). Pembelajaran Tematik Terpadu. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
Moedzakir. (2010). Desain dan Model Penelitian Kualitatif. Malang: Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Malang.
Mulyasa, H. E. (2016). Guru dalam Implementasi Kurikulum 2013. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
Narti, Y., Setyosari, P., Degeng, I. N. S., & Dwiyogo, W. D. (2016). Thematic Learning Implementation in Elementary School
(Phenomenology Studies in Pamotan SDN 01 and 01 Majangtengah Dampit Malang). International Journal of Science
and Research, 5(11), 1849–1855. https://doi.org/10.21275/ART20163223
Prastowo, A. (2012). Metode Penelitian Kualitatif dalam Perspektif Rancangan Penelitian. Yogyakarta: Ar-Ruzz Media.
Pursitasari, I. D., Nuryanti, S., & Rede, A. (2015). Promoting of Thematic-based Integrated Science Learning on the Junior
High School, 6(20), 97–102.
Sa’ud, U. S. (2013). Inovasi Pendidikan. Bandung: Alfabeta.
Sagala, S. (2013). Konsep dan Makna Pembelajaran. Bandung: Alfabeta.
Said, I. M., Sutadji, E., & Sugandi, M. (2016). The Scientific Approach-Based Cooperative Learning Tool for Vocational
Students Vocation Program of Autotronic (Automotive Electronic) Engineering. IOSR Journal of Research & Method in
Education, 6(3), 67–73. https://doi.org/10.9790/7388-0603046773
Sani, R. A. (2015). Pembelajaran Saintifik untuk Implementasi Kurikulum 2013. Jakarta: PT. Bumi Aksara.
Subagyo, L., & Safrudianur. (2014). Implementasi Kurikulum 2013 pada Jenjang SD, SMP, SMA dan SMK di Kalimantan
Timur Tahun 2013/2014. Pancaran, 3(4), 131–144. https://doi.org/10.1111/ijlh.12426
Sukiniarti. (2016). Improving Science Pedagogic Quality in Elementary School Using Process Skill Approach can Motivate
Student to be Active in Learning, 7(5), 150–157.
Suprijono, A. (2012). Cooperative Learning. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Trianto. (2012). Mengembangkan Model Pembelajaran Tematik. Jakarta: Prestasi Pustaka.
Winarno. (2013). Pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan. Jakarta: Bumi Aksara.
1583 Jurnal Pendidikan, Vol. 3, No. 12, Bln Desember, Thn 2018, Hal 1572—1582
What is the aim of the research? This study aims to describe the planning,
implementation, assessment, obstacles, efforts, and
impact of integrated thematic learning at SDN
Purwoasri 2 and SDN Manager.
What is the research design it? This research design is a case study. In this research,
the case study approach provides a detailed and
complete explanation of a social phenomenon about
the implementation of integrated thematic learning at
SDN Purwoasri 2 and SDN Mranggen. The data used
as a reference to describe the implementation of
integrated thematic learning at SDN Purwoasri 2 and
SDN Mranggen were obtained from observations,
interviews, and document studies. Data analysis
techniques used in this research are data reduction,
data display, and conclusion drawing/verification.
What is the result finding? Based on the results of the research and discussion, it
can be concluded that the implementation of integrated
thematic learning in grade V of SDN Purwoasri 2 and
grade IV of SDN Mranggen has been well
implemented. First, learning planning, namely the
preparation of lesson plans, has included all
components. Second, the implementation of learning
has been carried out by teachers using a scientific
approach. Etc.
What is the strength and weaknesses? Teachers should further improve and develop
planning. With careful learning planning, the
implementation of learning can also run optimally and
have a good impact on students. This can make
students think more critically, creatively, and
innovatively.
JURNAL PEDAGOGIA ISSN 2089-3833 Volume. 5, No. 2, Agustus 2016
Fika Megawati
Dosen Program Studi Bahasa Inggris
Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan
Universitas Muhammadiyah Sidoarjo
Jl. Mojopahit 666b, Sidoarjo
Surel:fikamegawati@umsida.ac.id
Abstrak
Di Indonesia bahasa Inggris merupakan bahasa asing untuk dipelajari. Dalam prakteknya baik guru dan
siswa masih menghadapi banyak masalah ketika proses pembelajaran. Berbagai respon dapat ditemui di
kelas terkait masalah-masalah tersebut, khususnya pada sikap siwa selama mengikuti proses
pembelajaran, hasil belajar siswa, dan partisipasi dalam melaksanakan kegiatan kelompok. Penelitian ini
bertujuan untuk memaparkan kesulitan-kesulitan yang dihadapi siswa dalam belajar bahasa Inggris dan
faktor penyebabnya. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan instrumen angket,
observasi, danrekaman video. Analisis data penelitian dilakukan melalui tiga cara yaitu reduksi data,
penyajian data, penarikan kesimpulan dan verifikasi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa subjek
penelitian mengalami kesulitan belajar bahasa Inggris yang beragam. Hal tersebut terjadi akibat factor
tingkat penguasaan bahasa Inggris yang berbeda-beda.
Kata kunci : kesulitan belajar, kompetensi, Bahasa Inggris
Abstract
In the context of EFL instruction, it seems that both teachers and learners face many problems during the
classroom activities. Various responses can be seen as the result of this situation, particularly at the
attitude during the learning process, the result in completing the task, and the contribution in team work.
This study aimed to describe English learning problems reported by the learners as non – English
Department students. This study applied qualitative research method and use observation, recording,
amdquestionnaire as the instruments. The data were analized through three stages: data reduction, data
display, and conclusion drawing/verification. The results of the study show that EFL learners experience
a range of English learning problems. It happened due to different proficiency level of the students.
Keywords: learning problems, competence, English
PENDAHULUAN
Menguasai bahasa Internasional merupakan hal yang perlu dikembangan
saat ini. Dengan ditetapkannya Indonesia sebagai anggota AEC (ASEAN
Economic Community), maka sudah sepatutnya generasi bangsa semakin maju
dalam hal ilmu pengetahuan dan teknologi yang didukung dengan penguasaan
bahasa pengantar yang baik dan benar. Bahasa Inggris merupakan bahasa
internasional penting yang dapat menghubungkan masyarakat dengan dunia dalam
berbagai aspek termasuk aspek pendidikan. Hal ini telah ditunjukkan dengan
peraturan pemerintah yang menjadikan mata pelajaran bahasa Inggris sebagai
mata pelajaran wajib untuk dipelajari siswa dari sekolah dasar hingga jenjang
SMA. Bahkan di level pendidikan tinggi, seluruh program studi pasti memberikan
mata kuliah Bahasa Inggris untuk 1 atau 2 semester meskipun disiplin ilmu yang
diambil tidak berkaitan dengan Bahasa Inggris. Hal tersebut menunjukkan betapa
pentingnya penguasaan bahasa asing, khususnya bahasa Inggris sebagai salah satu
pengantar kesuksesan bidang akademik seseorang maupun untuk menunjang karir
di dunia kerja (Sinaga, 2010).
Komunikasi dapat terwujud jika seseorang menguasai empat keterampilan
bahasa: menyimak, berbicara, membaca, dan menulis. Hal tersebut berlaku juga
pada proses pembelajaran bahasa Inggris yang disebut listening dan reading
sebagai receptive skill sedangkan reading dan speaking sebagai productive skill.
Sering orang menyebut bahwa hanya dengan menguasai speaking, orang itu dapat
dikatakan mahir berbahasa. Hal tersebut tidaklah sepenuhnya benar. Bahasa tulis
juga penting untuk dikuasai. Sebagai contoh, ketika kita membuka Internet dan
ingin merespon email, tentu saja dibutuhkan kemampuan membaca yang teliti
beserta kemampuan menulis dengan struktur bahasa yang benar sehingga dapat
memberi jawaban yang sesuai.
Selain itu terdapat tiga elemen bahasa yang berperan penting dalam
mendukung keempat keterampilan tersebut, yaitu pronunciation (pelafalan),
vocabulary (kosa kata), dan grammar (struktur bahasa). Untuk mencapai
kemampuan bahasa Inggris yang optimal, diperlukan instruktur bahasa yang
profesional agar menghasilkan peserta didik yang berkualitas. Selain itu,
penguasaan materi dan praktek harus diberikan dengan porsi yang seimbang.
Namun, untuk mewujudkan kelas bahasa yang ideal bukanlah hal yang mudah.
Selain memiliki pengasaan materi yang cukup, seorang pengajar bahasa
seharusnya mengetahui tingkat penguasaan bahasa masing-masing peserta didik.
Jika semua kondisi disamaratakan, akan terasa sulit untuk mencapai tujuan
pembelajaran yang diharapkan. Karena pada dasarnya setiap siswa mempunyai
karakteristik berbeda termasuk pada teknik belajar dan porsi penyerapan materi
pelajaran seperti pada konsep multiple intelligence (Stanford, 2003).
Dalam proses pembelajaran bahasa Inggris, seorang siswa tentu pernah
mengalami suatu hambatan dalam belajar. Hambatan tersebut dapat menimbulkan
kurang maksimalnya hasil belajar siswa. Hal tersebut dapat terjadi pada siapa saja
termasuk pada mahasiswa yang mengambil program studi bahasa Inggris dan non
bahasa Inggris. Hasan (2000) menyatakan bahwa kesulitan yang dihadapi oleh
METODE PENELITIAN
Berdasarkan pada tujuan penelitian ini, yaitu untuk mengetahui kesulitan
siswa dalam belajar Bahasa Inggris, maka jenis penelitian ini adalah penelitian
kualitatifyang menghasilkan kata-kata tertulis atau lisan yang dapat diamati.
Penelitian dilaksanakan pada mahasiswa semester genap 2015-2016 di bulan Mei
2016. Subjek penelitian adalah mahasiswa Universitas Muhammadiyah Sidoarjo
prodi PGSD semester 2A1 dan 2A3 yang mengambil mata kuliah Bahasa Inggris
II. Dimana sebelumnya mereka telah mendapatkan materi bahasa Inggris I yang
membahasa tentang konsep dasar bahasa Inggris. Jumlah dari subjek penelitian
adalah 65 mahasiswa.
Pengumpulan data yang dilakukan adalah dengan metode penyebaran
angket, rekaman,dan observasi. Angket disebarkan kepada subjek penelitian untuk
3. Penarikan kesimpulan
Kesimpulan yang dipaparkan pertama kali bersifat sementara. Hal ini dapat
berubah ketika kurang adanya referensi pendukung untuk memperkuat hasil
pengumpulan data. Ketika terdapat referensi pendukung yang valid dan
konsisten, maka peneliti ini bisa menarik kesimpulan yang kredibel.
pebelajar dari Finlandia merasa bahwa aksen British sangat melekat pada mereka
sehingga bahasa yang dihasilkan pun masih tergolong baik.
Writing adalah kegiatan paling kompleks untuk di kuasai. Bagi pebelajar
ESP dalam konteks ini. Namun, sedikit mahasiswa yang menjadikan writing
sebagai keterampilan yang sulit dipelajari. Hal ini karena dalam proses
pembelajaran, mereka melakukan pendekatan proses writing dimana ada beberapa
step yang harus dilewati sebelum mereka mempublikasikan hasil tulisan bahasa
Inggris mereka. Proses writing tersebut terdiri dari outlining (penyusunan
kerangka paragraph), drafting (pembuatan draf awal paragraf), editing
(pengecekan pada ketepatan penulisan), revising (pengecekan pada ketepatan
relevansi isi), dan publishing (mempublikasikan hasil tulisan untuk dibaca oleh
teman). Pentingnya process apporach pada kegiatan menulis sangat disarankan
karena untuk menuangkan suatu gagasan diperlukan suatu proses kegiatan yang
dapat mengembangkan ide dan memperbaiki unsur – unsur di dalamnya. Selain
itu diperlukan media pembelajaran yang sesuai sehingga kesulitan yang dihadapi
dapat diminimalisasi dengan media tersebut. Salah satu media yang dapat
digunakan adalah comic strips jika ide yang akan dikembangkan berhubungan
dengan teks naratif (Megawati & Anugerahwati, 2012).
Kesulitan dalam pembelajaran bahasa Inggris paling rendah terletak pada
Reading. Sebagian besar mahasiswa berpendapat bahwa keterampilan membaca
adalah hal yang paling mudah untuk dilakukan. Faktor yang dijadikan landasan
jawaban oleh mahasiswa adalah karena ketertarikan mereka pada kegiatan
membaca. Sehingga meskipun bahasa pengantar yang diberikan adalah bahasa
Inggris mereka tetap menikmati kegiatan itu. Alasan yang kedua yaitu ketika
membaca mahasiswa mempunyai teks yang dapat langsung dijadikan bahan
referensi untuk menjawab pertanyaan yang berkaitan dengan pemahaman teks.
Namun pendapat yang menyatakan reading sebagai keterampilan yang
sulit tidak dapat diabaikan meskipun jumlahnya sangat sedikit. Dari keterangan
yang didapat, mahasiswa merasa sulit memahami isi bacaan dalam bahasa Inggris
dikarenakan rendahnya penguasaan kosa kata sehingga pesan yang terkanding
pada apa yang mereka baca sangat sulit di maknai. Hal ini dapat dijadikan
masukan untuk semua pengajar bahasa agar memperhatikan tingkat kesulitan pada
pemilihan bacaan bahasa Inggris dengan kompetensi mahasiswa (Johnson, 1930).
Sebagai bahan pendukung data penelitian, analisis dilakukan pada hasil
rekaman tugas akhir mahasiswa. Sebelum melakukan rekaman, mahasiswa
diminta membaca referensi idola yang akan dideskripsikan (disarankan sumber
yang berbahasa Inggris). Kemudian, membuat draf deskripsi idola maksimal dua
paragraf dan dikonsultasikan dengan dosen. Setelah mendapat masukan dari
dosen, mahasiswa melakukan revisi dan mempersiapkan diri dengan melihat dan
menyimak video You Tube sebelum membuat rekaman. Agar mempermudah
analisis data rekaman, peneliti mengklasifikasikan hasil rekaman mahasiswa
menjadi tiga kategori, yaitu mahasiswa aktif, kurang aktif, dan pasif.
Hasil analisis menunjukkan bahwa pada siswa yang aktif berpartisipasi
dikelas bahasa Inggris, mampu melaksanakan projek dengan percaya diri dan
lancar dengan pengucapan yang hampir mendekati benar. Hal ini dapat dilihat dari
ekspresi wajah mereka yang tidak menunjukkan rasa tegang dan kefasihan mereka
ketika menceritakan profil idolanya. Mereka dengan percaya diri memperlihatkan
gambar idola mereka sambil mendeskripsikan alasan mereka memilih tokoh
tersebut sebagai inspirasi. Beberapa mahasiswa bahkan melakukan improvisasi
yang sangat baik guna memberikan informasi yang detail kepada pendengar.
Untuk mahasiswa yang kurang aktif dalam proses pembelajaran,
penampilan mereka cukup bagus, terutama dalam pengucapan kosa kata bahasa
Inggris meskipun masih terdengar terbata-bata dikarenakan mereka belum hafal
atau membaca teks yang ada pada catatan tangan. Catatan yang telah dipersiapkan
membantu memberikan ide yang akan disampaikan di dalam rekaman. Untuk
ekspresi wajah, mereka terlihat santai dan tidak tegang ketika memberikan
gambaran profil idola masing-masing.
Hasil rekaman Speaking siswa yang pasif berpartisipasi di kelas selama
proses pembelajaran Bahasa Inggris satu semester menunjukkan bahwa mereka
tidak percaya diri untuk mendeskripsikan idolanya dalam bahasa Inggris
meskipun mereka sudah mempersiapkan catatan untuk dibaca. Selama
menjelaskan deskripsi idolanya, suara yang dihasilkan sangat pelan dan ekspresi
wajah menunjukkan raut muka yang malu atau gelisah. Selain itu, susunan
struktur bahasa yang digunakan tidak begitu bagus. Hal tersebut terlihat ketika
mereka berusaha mengucapkan kosa kata bahasa Inggris dengan putus-putus dan
diulang-ulang karena tidak yakin apa yang diucapkan. Hal ini dikarenakan
keterbatasan dalam menerjemahkan bahasa Indonesia ke dalam bahasa Inggris
tanpa pengecekan ulang atau proofread. Meskipun dalam konsultasi isi dari
deskripsi sudah mendapatkan masukan, tetapi hasil perbaikan yang dilakukan
tidak cukup memuaskan.
Dari semua hasil penelitian, dapat disimpulkan bahwa kesulitan belajar
bahasa Inggris dalam mencapai kompetensi bahasa secara utuh dipengaruhi oleh
tingkat penguasaan bahasa tiap mahasiswa. Hal ini dapat dilihat dari pernyataan
subjek penelitian yang tergolong aktif berpendapat bahwa Speaking merupakan
keterampilan yang paling mudah. Hal ini bertolak belakang dengan mahasiswa
yang tergolong pasif yang menyatakan bahwa Speaking merupakan hal yang
paling sulit untuk dikuasai.
SIMPULAN
Proses pembelajaran bahasa Inggris tidak dapat dipisahkan dengan
munculnya berbagai kesulitan-kesulitan yang terjadi terutama pada peserta didik.
Kesulitan tersebut dapat di lihat dari masing-masing keterampilan bahasa atau
secara keseluruhan. Pada kondisi kelas yang mempunyai kompetensi bahasa yang
berbeda, kesulitan yang dihadapi juga beragam haislnya. Pada penelitian ini,
subjek penelitian menunjukkan kesulitan belajar bahasa Inggris pada empat
keterampilan dengan urutan yang paling sulit hingga yang paling mudah sebagai
berikut Speaking, Listening, Reading, Writing. Faktor penyebab kesulitan belajar
bahasa inggris sangat dipengaruhi oleh tingkat penguasaan bahasa masing-masing
mahasiswa. Pada mahasiswa aktif kecenderungan memilih writing. Tetapi, untuk
mahasiswa pasif cenderung memilih speaking sebagai hal yang susah
dipraktekkan. Hasil rekaman video menunjukkan bahwa siswa aktif dan kurang
aktif dapat melaksanakan tugas akhir dengan baik dalam hal percaya diri dan tata
bahasa. Tetapi untuk siswa pasif, hasil menunjukkan bahwa mahasiswa kurang
percaya diri dan tidak dapat mendeskripsikan dengan lancar.
DAFTAR PUSTAKA
Afisa, P., & Yolanda, S. (2015). The Students’ Difficulties In Speaking At The
Tenth Grade Of SMA Negeri 1 Sine In 2014/2015 Academic Year
(Doctoral dissertation, Muhammadiyah University of Surakarta).
Hasan, A. S. (2000). Learners' perceptions of listening comprehension problems.
Language Culture and Curriculum, 13(2), 137-153.
Johnson, G. R. (1930). An objective method of determining reading difficulty.
The Journal of Educational Research, 21(4), 283-287.
Kharma, N. (1981). Analysis of the errors committed by Arab university students
in theuse of the English definite/indefinite articles. IRAL-International
Review of Applied Linguistics in Language Teaching, 19(1-4), 333-345.
Lituanas, P. M., Jacobs, G. M., & Renandya, W. A. (1999). A study of extensive
reading with remedial reading students. Language instructional issues in
Asian classrooms, 89-104.
Megawati, F., & Anugerahwati, M. (2012). Comic Strips: AStudy on the
Teaching of Writing Narrative Texts to Indonesian Efl Students. Teflin,
23(2).
Megawati, F., Mandarani, V. (2016). Speaking Problems in English Communication.
Artikeldipresentasikanpada the First ELTiC Conference. Universitas
Muhammadiyah Purworejo, Jawa Tengah. 30 Agustus 2016.
What is the aim of the research? This study aims to describe the difficulties students
face in learning English and the factors that cause
them.
What is the research design? The research data was analyzed in three ways: data
reduction, data presentation, conclusion drawing, and
verification.
What is the result finding? From the results obtained, all students had a variety of
opinions about the most difficult skills to master. No
one skill was overlooked. But when compared from
one language skill to another, the results show that
Speaking is at the highest level.
What is the strength and weaknesses? The English learning process cannot be separated from
the emergence of various difficulties that occur,
especially for students. Factors causing difficulties in
learning English are strongly influenced by the level
of language mastery of each student.
Abstrak
Kemampuan bernalar sangat dibutuhkan bagi siswa maupun mahasiswa dalam memahami materi atau
konsep matematika. Namun pada kenyataannya banyak mahasiswa yang sulit memahami materi atau
konsep matematika, sehingga hasil kurang maksimal. Salah satu cara untuk meningkatkan kemampuan
penalaran matematika adalah dengan menggunakan pendekatan problem solving, dengan menggunakan
pendekatan ini mahasiswa akan lebih bertanggung jawab dan terlibat secara langsung dalam pemecahan
masalah dengan merumuskan dan memecahkan masalah mereka sendiri. Kemampuan penalaran dapat
dilihat dari hasil tes siswa dalam mengerjakan soal pemecahan masalah yang dibuat berdasarkan
indikator penalaran matematika Tujuan penelitian ini yaitu untuk mendeskripsikan kemampuan penalaran
matematika mahasiswa yang berkemampuan tinggi, sedang, dan rendah pada mahasiswa pendidikan
matematika IKIP Budi Utomo Malang. Jenis penelitian yang digunakan peneliti adalah penelitian
deskriptif kualitatif. Subjek dalam penelitian ini adalah 3 siswa yang terdiri dari 1 siswa berkemampuan
tinggi, 1 siswa berkemampuan sedang, dan 1 siswa berkemampuan rendah. Pengambilan data dilakukan
dengan memberikan soal Tes Pemecahan Masalah (TPM) kepada ketiga subjek tersebut. Setelah itu,
dilakukan wawancara kepada setiap subjek. Berdasarkan analisis data didapatkan kesimpulan bahwa
kemampuan penalaran siswa yang berkemampuan tinggi dan sedang berkriteria baik, sedangkan siswa
yang berkemampuan rendah berkriteria cukup.
Kata Kunci: Penalaran Matematika, Pendekatan Problem Solving
Abstract
Reasoning capabilities for students are very significant to develop in understanding the material or Math
concepts. Nevertheless, a lot of students are often get difficult to understand the material or Math
concepts. This makes the students’ learning outcome not satisfying. One way to improve the ability of
Mathematical reasoning is through a problem solving approach. By using this approach, students will be
more responsible and directly involved in solving the problem by formulating and solving their own
problems. The ability of reasoning can be seen from the results of the tests in working on the problem-
solving based on the indicator of Mathematical reasoning research purpose i.e. to describe mathematical
reasoning abilities of high, average, and low students in Mathematics Education Study Program of IKIP
Malang Budi Utomo. This study was descriptive qualitative research. The subjects in this study were 3
students, one student from high proficiency level, average proficiency level, and low proficiency level.
Data retrieval was done by giving the problem-solving test. After that, interview was conducted to every
subject. To sum up, reasoning ability of the students of high and average proficiency level were good,
while the low proficiency level student was enough.
Keywords: Mathematical Reasoning, Problem Solving Approach
PENDAHULUAN
Kemajuan dan perkembangan IPTEK yang sangat pesat saat ini tidak lepas
dari peran pendidikan sebagai salah satu tolak ukur berkembangnya suatu bangsa.
Untuk menguasai IPTEK maka dibutuhkan penguasaan dalam berbagai ilmu,
salah satunya adalah matematika. Perkembangan IPTEK tidak hanya menuntut
kemampuan menerapkan matematika tapi juga dibutuhkan kemampuan penalaran
untuk menyelesaikan berbagai masalah yang akan muncul. Dalam pembelajaran
dkk (2006: 41) mendefinisikan penalaran adalah proses berpikir sistematik dan
logis untuk memperoleh sebuah simpulan (pengetahuan atau keyakinan).
Penalaran adalah suatu kegiatan berpikir khusus, di mana terjadi suatu
penarikan kesimpulan, di mana pernyataan disimpulkan dari beberapa premis.
Matematika dan proses penalaran merupakan dua hal yang tidak dapat dipisahkan.
Matematika dapat dipahami melalui proses penalaran, dan penalaran dapat dilatih
melalui belajar matematika. Pernyataan yang menjadi dasar penarikan suatu
kesimpulan dalam penalaran disebut dengan premis atau antesedens, sedangkan
suatu pernyataan baru yang merupakan kesimpulan disebut dengan konklusi atau
konsekuens (Shadiq, 2004: 2). Berdasarkan uraian di atas maka dapat disimpulkan
bahwa penalaran adalah suatu kegiatan berpikir logis untuk mengumpulkan fakta,
mengelola, menganalisis, menjelaskan, dan membuat kesimpulan.
Dari beberapa pendapat di atas indikator-indikator yang digunakan untuk
mengetahui kemampuan penalaran mahasiswa dalam penelitian ini adalah:
1. Menganalisis situasi matematik: mahasiswa mengerti masalah dalam soal
matematika. Mengetahui apa yang diketahui dan yang ditanyakan dalam soal
serta menghubungkan dengan cara penyelesaiannya.
2. Merencanakan proses penyelesaian: mahasiswa dapat merencanakan proses
penyelesaian sebuah soal matematika.
3. Memecahkan persoalan dengan langkah yang sistematis: mahasiswa mampu
menyelesaikan masalah matematika sesuai dengan urutan langkah yang baik
dan benar.
4. Menarik kesimpulan yang logis: mahasiswa menarik kesimpulan yang logis
dengan memberikan alasan pada langkah penyelsaiannya.
Indikator-indikator di atas digunakan untuk mengetahui kemampuan
penalaran mahasiswa, serta diperkuat oleh hasil wawancara yang dilakukan
kepada mahasiswa dengan melihat hasil pekerjaannya.
Kemampuan Bernalar Matematika
Menurut Turmudi dalam Sumartini (2015: 2) mengatakan bahwa
kemampuan penalaran matematis merupakan suatu kebiasaan otak seperti halnya
kebiasaan lain yang harus dikembangkan secara konsisten menggunakan berbagai
macam konteks. Dengan penalaran matematis, mahasiswa dapat mengajukan
METODE PENELITIAN
Jenis penelitian yang digunakan penulis dalam penelitian ini adalah
penelitian deskriptif kualitatif, yaitu penelitian yang digunakan untuk
menggambarkan, menjelaskan dan menjawab persoalan-persoalan tentang
fenomena dan peristiwa yang terjadi saat ini, baik tentang fenomena sebagaimana
adanya maupun analisis hubungan antar variabel dalam suatu fenomena. Dalam
penelitian ini akan dideskripsikan kemampuan penalaran matematika siswa yang
berkemampuan tinggi, sedang, dan rendah melalui pendekatan problem solving.
Adapun subjek dalam penelitian ini yaitu 3 orang mahasiswa angkatan
2013A semster genap tahun akademik 2015/2016 IKIP Budi Utomo Malang yang
terdiri dari 1 mahasiswa berkemampuan tinggi, 1 mahasiswa berkemampuan
sedang dan 1 mahasiswa berkemampuan rendah.
Data yang diperoleh adalah TPM matematika yang berfungsi untuk
mengukur tingkat kemampuan penalaran matematika siswa dalam menyelesaikan
Skor Penilaian
5
Keterangan:
4
P Menganalisis situasi matematik
3 Q Merencanakan proses penyelesaian
R Memecahkan persoalan dengan sistematis
S Menarik kesimpulan yang logis
2
P Q R S Indikator Penalaran
Skor Penilaian
5
Keterangan:
4
P Menganalisis situasi matematik
3 Q Merencanakan proses penyelesaian
R Memecahkan persoalan dengan sistematis
S Menarik kesimpulan yang logis
2
P Q R S Indikator Penalaran
Diagram 3. Skor Kemampuan Penalaran SR dalam Menyelesaikan Masalah
1 ST Tinggi 3 3 3 3 12 Baik
2 SS Sedang 3 3 3 4 13 Baik
3 SR Rendah 3 1 2 1 7 Cukup
Keterangan:
P: Menganalisis situasi matematik
Q: Merencanakan proses penyelesaian
R: Memecahkan persoalan dengan langkah yang sistematis
S: Menarik kesimpulan yang logis
menjelaskan setiap langkah penyelesaian dengan baik pada saat wawancara tetapi
lupa menuliskan kesimpulan pada saat tes tertulis. Secara garis besar kedua subjek
tersebut dapat melakukan keempat indikator penalaran dengan baik. Subjek
berkemampuan rendah (SR) dapat menganalisis situasi matematik, tetapi tidak
dapat merencanakan proses penyelesaian dengan baik sehingga tidak
mendapatkan kesimpulan jawaban yang benar.
SIMPULAN
Dari hasil dan pembahasan disimpulkan bahwa (1) Kemampuan penalaran
matematika siswa yang berkemampuan tinggi termasuk kriteria baik; (2)
Kemampuan penalaran matematika siswa yang berkemampuan tinggi termasuk
kriteria baik; (3) Kemampuan penalaran matematika yang berkemampuan
sedang termasuk kriteria cukup.
DAFTAR PUSTAKA
Azmi, Ulul. 2013. Profil Kemampuan Penalaran Matematika Dalam
Menyelesaikan Masalah Matematika Ditinjau Dari Kemampuan
Matematika Pada Materi Persamaan Garis Lurus Kelas VIII SMP YPM
4 Bohar Sidoarjo. Skripsi. Tidak diterbitkan. Surabaya: Institut Agama
Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya.
What is the aim of the research? The purpose of this research is to describe
the mathematical reasoning ability of
students with high, medium, and low
abilities in mathematics education students
at IKIP Budi Utomo Malang.
Abstrak: Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pola pendidikan karakter terhadap siswa yang
dilaksanakan oleh empat sekolah dasar berkategori unggul di Kota Padang Sumatera Barat. Penelitian
menggunakan metode kualitatif melalui pendekatan studi kasus (qualitative case study design). Sumber
data penelitian diambil dari dua belas orang informan yang terdiri atas kepala sekolah, guru kelas,
guru Pendidikan Agama Islam, guru seni dan guru olah raga yang dipilih dari empat sekolah dasar
tersebut menggunakan teknik purposive. Data penelitian diambil melalui wawancara secara mendalam
(indepth interview ) kepada seluruh informan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat delapan
tema penting tentang pola pelaksanaan pendidikan karakter efektif yang dilaksanakan terhadap siswa
di empat sekolah tersebut. Delapan tema tersebut dilaksanakan melalui: (1) materi pembelajaran; (2)
aturan-aturan sekolah (disiplin, peduli lingkungan, tanggung jawab ); (3) perlombaan sains antarsiswa
(kreatif, gemar membaca, rasa ingin tahu ); (4) ajang penghargaan siswa berprestasi (menghargai, kerja ke-
ras, demokratis, peduli ); (5) peringatan hari kebangsaan (semangat kebangsaan, cinta terhadap tanah air,
menghargai, peduli ); (6) praktik ibadah dan bimbingan kerohanian (jujur , religius, tanggung jawab); (7)
kegiatan pramuka (kreatif , peduli sosial , kerja keras, jujur, bersahabat, cinta damai demokratis); (8) adanya
kelas talenta dan musik (kreatif dan bekerja keras, menghargai ).
Abstract: This study aims to determine the pattern of character education to students conducted by a
superior category of four elementary schools in the city of Padang, West Sumatra. The study used a
qualitative method through a case study approach. Sources of data were taken from twelve infor-
mants consisting of the principal, classroom teacher, a teacher of Islamic education, art teacher and
sports teacher selected from four elementary schools using purposive technique. Data were taken
through in-depth interviews (depth interview) to all informants. The results showed that there are
eight important themes on the pattern of implementation of effective character education conducted
on students in four schools. Eight themes are carried through: (1) the learning materials; (2) the school
rules (discipline, care for the environment, responsibility); (3) competition between students of science
(creative, fond of reading, curiosity); (4) awards outstanding students (respect, hard work, democratic,
caring); (5) commemoration day of nationality (the national spirit, love of the homeland, respect, care);
(6) the practice of worship and spiritual guidance (honest, religious, responsibility); (7) scouting
(creative, social care, hard working, honest, friendly, peace-loving democratic); (8) their talents and
music classes (creative and work hard, respect).
156
157
2012:32; Amri, 2012: 54; Mulyasa, 2012:35; Dari berbagai hasil penelitian yang
Daryanto, 2013:43; dan Anggraini, et. al. telah penulis himpun, saat ini terdapat tu-
2016:76). Pada dasarnya konsep pendidik- juh bentuk dekadensi moral generasi muda
an karakter bukanlah sesuatu yang baru bangsa. Dekadensi tersebut setidaknya
dalam konsep pendidikan di Indonesia. menggambarkan begitu rapuhnya karakter
Buktinya, para pendiri negeri ini secara diri generasi muda Indonesia. Pertama,
nyata telah menuangkan nilai-nilai karak- penyalahgunaan narkoba. Ada 3,8 hingga
ter tersebut sebagaimana terlihat jelas pada 4,2 juta pengguna narkoba di Indonesia
seluruh sila-sila Pancasila sebagai dasar ne- dari kalangan pelajar dan mahasiswa. Dari
gara. Menurut Megawangi (2004:35), Wolf- pengguna narkoba ini 48% di antaranya
gang, et.al. (2006), dan Rawana, et. al. (2011: adalah pecandu dan 52% sekadar coba-
76), pendidikan karakter sangat penting coba dan pemakai (BNN , 2012). Kedua, por-
untuk pembentukan kepribadian siswa dan nografi, 64% pelajar dan mahasiswa belajar
diharapkan mampu menjadi fondasi utama seks melalui film porno dan DVD bajakan.
dalam membangun manusia Indonesia ber- Akibatnya 39% responden dari usia 15 -19
takwa dan siap bersaing di masa menda- tahun dan 25% usia 20 -25 tahun sudah per-
tang. nah berhubungan seksual (KPAI, 2016). Ke-
Menanamkan nilai-nilai karakter ter- tiga, seks bebas, 800 jenis video porno asli
hadap siswa sebagaimana telah dirumus- produksi dalam negeri, 90 % dari video ter-
kandalam Kurikulum 2013 merupakanlang- sebut diperankan oleh kalangan pelajar dan
kah awal untuk memperbaiki tujuan pendi- mahasiswa (KPAI, 2016 ). Keempat, kasus
dikan di Indonesia (Adisusilo, 2012:36). Be- aborsi, hampir 2,4 juta terjadi setiap tahun-
gitu juga penanaman pendidikan karakter nyaatau (700-800 ribu), dan pelakunya ada-
ternyata mampu mendidik siswa yang ung- lah kalangan remaja (Komnas HAM . 2016).
gul dari aspek pengetahuan, cerdas secara Kelima, prostitusi, 150.000 anak di bawah
emosional, dan kuat dalam keperibadian usia 18 tahun menjadi pekerja seks, sete-
(Lickona, 2006:93; Milson, et.al. 2010:50; Les- ngah dari pekerja seks tersebut berusia di
lie, 2012:208); dan Darmayanti & Wibowo, bawah 18 tahun, sedangkan 50.000 diantara-
2014:76). nya belum mencapai usia 16 tahun (KPAI ,
Menurut beberapa penelitian terda- 2016). Keenam, tawuran pelajar dan maha-
hulu seperti yang dilakukan oleh Lynn & siswa, pada tahun 2012 sudah terjadi 139
Arthur (2007) dinyatakan bahwa pendidik- tawuran kasus tawuran, bahkan 12 kasus
an di Indonesia secara umum masih ber- tersebut menyebabkan kematian, dan pada
orientasikan kepada hasil ujian (exam orien- 2011 dari 339 kasus tawuran menyebabkan
ted). Oleh karena itu, sudah saatnya sistem 82 anak meninggal dunia (KPA1 , 2016). Ke-
pendidikan Indonesia direformasi karena tujuh, geng motor, judi taruhan geng motor
belummampumenjawab kebutuhanzaman. berkisar 5 sampai 25 juta rupiah per sekali
Merujuk kepada hasil penelitian dan pen- balapan liar, akibatnya sekitar 60 orang
dapat tersebut, maka tentu perlu pembuk- meninggal setiap tahunnya (KPAI, 2016 ).
tian secara empirik akibat dari kurang te- Itulah beberapa bentuk dekadensi moral
patnya arah pendidikan selama ini sehing- yang melanda kalangan generasi muda di
ga generasisekarang cenderung rapuh, mu- Indonesia yang dapat diamati pada Gam-
dah emosi, dan kehilangan karakter seba- bar 1.
gai generasi.
Tabel 3. Petikan Wawancara tentang Kreativitas, Gemar Membaca, dan Rasa Ingin Tahu
No. Informan Petikan Wawancara
1. Informan 1 Kegiatan ini bertujuan untuk memupuk nilai-nilai karakter seperti kreativitas,
terus belajar menerpa diri .
2. Informan 2 Di antara pendidikan karakternya yaitu kreatif , kerja keras, rasa ingin tahu ,...gemar
membaca.
3. Informan 5 Kita ingin menumbuhkan nilai karakter keingintahuan yang tinggi terhadap
berbagai disiplin ilmu, harus giat belajar dan serius.
4. Informan 7 Kegiatan ini bertujuan untuk mendidik siswa agar kreatif, rajin membaca, dan rasa
ingi tahu.
Pola ketiga yaitu melalui perlombaan dan 7) seperti terlihat pada petikan wa-
sains antarsiswa. Menurut informan, per- wancara pada Tabel 4.
lombaan sains antarsiswa juga rutin dila- Pola kelima yaitu melalui peringatan
kukan oleh masing-masing sekolah terse- hari kebangsaan. Menurut informan, setiap
but. Bahkan, kegiatan tersebut tidak hanya ada agenda peringatan hari kebangsaan se-
di bidang pelajaran sains, tetapi juga per- luruh sekolah dasar selalu memperingati-
lombaan yang berkaitan dengan keagama- nya, seperti HUT R I dan Hari Pendidkan
an, seperti lomba salat, tahfiz Alquran, al- Nasional. Pelaksanaan ini bertujuan mena-
asmaul husna, serta perlombaan olahraga, namkan nilai karakter pada aspek seperti
menulispuisi dan cerita, taman, kelas sehat, semangat kebangsaan, cinta terhadap tanah air,
dan lomba kreativitas. Menurut informan menghargai, dan peduli kepada siswa. Tema
ini merupakan penanaman karakter kreati - ini diungkapkan oleh kepala sekolah (seba-
vitas, gemar membaca, dan rasa ingin tahu. gai informan 1 dan 2) dan wali kelas (seba-
Tema ini disampaikan oleh kepala sekolah gai informan 6 dan 7) seperti terlihat pada
(sebagai informan 1 dan 2) dan wali kelas petikan wawancara pada Tabel 5.
(sebagai informan 5 dan 7) seperti terlihat Pola keenam yaitu melalui praktik
pada Tabel 3. ibadah harian dan bimbingan kerohanian.
Pola keempat yaitu melalui ajang Berdasarkan observasi penulis selama pe-
penghargaan siswa berprestasi. Menurut nelitian, keempat sekolah berkategori ung-
informan, cara ini juga merupakan salah gul yang terlibat dalam penelitian ini sa-
satu pola yang dapat dilaksanakan pihak ngat memperhatikan kegiatan rutinitas iba-
sekolah. Artinya, sekolah mempunyai per- dah siswa baik selama berada di sekolah
hatian terhadap siswa yang mempunyai se- maupun di rumah. Kegiatan praktik iba-
mangat dan sungguh-sungguh dalam me- dah dilaksanakan dengan cara salat berja-
nuntut ilmu. Pesan pendidikan karakter maah setiap hari di sekolah. Adapun untuk
yang terdapat dalam pola ini adalah bagai- mengontrol kegiatan ibadah di rumah pi-
mana seseorang harus menghargai, demokra- hak sekolah telah menyiapkan buku kon-
tis, dan peduli terhadap prestasi orang lain. trol ibadah harian yang meliputi salat dan
Di samping itu, pola ini menunjukkan ba- membaca Alquran. Di samping itu, keem-
gaimana seseorang harus mengapresiasi pat sekolah ini juga secara rutin melakukan
kerja keras seorang siswa yang sungguh- kegiatan bimbingan kerohanian melaui ce-
sungguh belajar. Tema ini diungkapkan ramah agama kepada para siswa. Dua pola
oleh kepala sekolah (sebagai informan 2, 3, tersebut menurut informan bertujuan untuk
dan 4) dan wali kelas (sebagai informan 6 memantapkan pemahaman siswa terhadap
ajaran Islam seperti akidah, ibadah, dan mai, dan demokratis . Berdasarkan observasi
akhlak sehingga kelak siswa menjadi anak- di sekolah-sekolah yang terlibat dalam pe-
anak yang religius, jujur, dan bertanggung nelitian ini, kegiatan pramuka merupakan
jawab. Tema ini disampaikan oleh tiga orang kegiatan ekstrakurikuler favorit bagi siswa
guru agama (sebagai informan 8, 9, dan 10) di sekolah tersebut. Bahkan, kegiatan pra-
seperti terlihat pada petikan wawancara mukadiempat sekolah unggul tersebut me-
pada Tabel 6. rupakan kegiatan pramuka dengan pering-
Pola ketujuh yaitu melalui kegiatan kat satu hingga empat terbaik di Kota Pa-
pramuka. Menurut informan, cara ini juga dang. Tema ini disampaikan oleh kepala
merupakan salah satu pola dalam mena- sekolah (informan 1 dan 2), wali kelas (in-
namkan nilai-nilai karakter kepada siswa. forman 5 dan 6), dan guru olahraga (infor-
Karena dengan kegiatan pramuka siswa man 11), seperti terlihat pada petikan wa-
dapat memiliki nilai-nilai kreatif , peduli so- wancara Tabel 7.
sial , kerja keras , jujur dan bersahabat, cinta da-
Tabel 7. Petikan Wawancara tentang K erja Keras, Damai, Peduli, dan Demokratis
No. Informan Petikan Wawancara
1. Informan 1 Melalui pramuka siswa belajar untuk bersosial , bekerja keras, jujur, persahabatan,
dan demokratis.
2. Informan 2 Kegiatan pramuka paling digemari oleh siswa di sekolah ini. Di pramuka
mereka belajar demokratis, kepedulian, dan kejujuran.
3. Informan 5 Kegiatan pramuka juga salah satu cara menanamkan pendidikan karakter. Kare-
na dengan pramuka siswa dilatih untuk bekerja keras, jujur , perdamaian, dan de-
mokratis. Pramuka di sekolah ini merupakan terbaik di Kota Padang ini.
4. Informan 6 Melalui kegiatan pramuka siswa akan dilatih untuk bekerja keras, suka perdamai-
an, dan belajar demokratis.
5. Informan 11 Melalui kegiatan pramuka siswa akan dilatih untuk bersosial , bekerja keras, jujur,
persahabatan, dan demokratis.
Pola kedelapan yaitu melalui adanya 12) seperti terlihat pada petikan wawan-
kelas talenta dan musik. Pola kedelapan ini cara Tabel 8.
tidak banyak penulis temui di sekolah-se- Pada prinsipnya, pola pelaksanaan da-
kolah dasar di Kota Padang. Namun, be- lammenanamkan nilai-nilai pendidikan ka-
berapa sekolah unggul yang terlibat dalam rakter terhadap siswa di sekolah tidak di-
penelitian ini telah membuka kelas talenta atur secara baku dan mutlak. Namun, yang
dan kelas musik untuk mengembangkan terpenting adalah bagaimana nilai-nilai ka-
bakat para siswa. Menurut beberapa orang raktertersebut sampai, dipahami, tertanam,
informan, pola ini dapat menanamkan ni- dan diharapkan menjadi perilaku permanen
lai-nilai karakter kreatif, bekerja keras , dan dalam setiap diri siswa. Dengan mencer-
menghargai kepada siswa. Di samping itu, mati hasil penelitian ini, maka terlihat jelas
kelas bakat dan musik ini juga sebagai sa- delapan pola pelaksanaan pendidikan ka-
lah satu cara memperkenalkan sekolah ter- rakterpada empat sekolah berkategori ung-
sebut dari aspek yang berbeda kepada ma- gulsebagaimana terdapat dalam hasil pene-
syarakat luas. Tema ini disampaikan oleh litian ini. Pendekatan pelaksanaan pendidik-
kepala sekolah (informan 1 dan 2), wali ke- an karakter dapat dilakukan dengan berba-
las (informan 6), dan guru seni (informan gai cara. Menurut Smith (2013:352), pola pen-
didikan karakter yang bertumpu kepada
strategi tunggal sudah tidak memadai un- itu, menurut penulis delapan pola pelaksa-
tuk menyampaikan nilai-nilai karakter. Ha- naan pendidikan karakter yang telah ter-
sil penelitian ini didukung oleh penelitian laksana di empat sekolah dasar Kota Pa-
Thambusamy & Elier (2013), Husaini Us- dang melalui materi pembelajaran, aturan-
man (2009), Ekowarni (2010), Lickona (2014), aturan sekolah, perlombaan sains antarsis-
dan Koesoema (2012) yang mendapati bah- wa, ajang penghargaan siswa berprestasi,
wa di antara keberhasilan penerapan nilai- peringatan hari kebangsaan, praktik iba-
nilai karakter kepada siswa dapat dilaksa- dah harian, bimbingan kerohanian, kegiat-
nakan melalui multipendekatan baik mela- an pramuka, dan adanya kelas talenta dan
lui pembelajaran di kelas (instruksional) musik dipandang sudah tepat, hanya saja
maupun kegiatan di luar kelas (noninstruk- pola-pola tersebut perlu dievaluasi dan di-
sional). kembangkan lagi.
Sesungguhnya pelaksanaan pendidik- Hasil penelitian juga telah menggam-
an karakter di sekolah bertujuan untuk barkan bahwa penerapan berbagai pola pen-
menghasilkan siswa yang mampu berperi- didikan karakter terhadap siswa sekolah
laku sesuai dengan atauran serta norma aga- dasar di Kota Padang setidaknya telah da-
ma, social, dan budaya. Lickona (2014:89) pat menyampaikan delapan belas indikator
menyatakan, “Character ed ucation programs pendidikan karakter menuju siswa yang re-
have gained increasing interes t in the past de- ligius, jujur, toleransi, disiplin, kerja keras,
cade and are designed to produce students who kreatif, mandiri, demokratis, rasa ingin
are thoughtful, ethical, morally responsible, com- tahu, semangat kebangsaan, cinta tanah air,
munity oriented, and self disciplined .” Kebaik- menghargai prestasi, bersahabat atau ko-
anperilakuyang dimaksud diwujudkan da- munikatif, cinta damai, gemar membaca,
lam kepribadian yang bijaksana, beretika, peduli lingkungan, peduli sosial, dan tang-
bermoral, bertanggung jawab, yang ber- gung jawab.
orientasi pada masyarakat, dan disiplin Bagi pihak sekolah, pentingnya pe-
diri. laksanaan pendidikan karakter untuk sis-
Sekolah merupakan salah satu di an- wa bukan hanya sekedar memenuhi tugas
tara sarana yang cukup efektif untuk me- dan tanggung jawab dalam rangka menja-
laksanakan, mengembangkan sekaligus lankan kurikulum yang telah dibebankan,
mensukseskan agenda pendidikan karakter akan tetapi penanaman nilai-nilai karakter
secara nasional karena dunia sekolah me- merupakan penyeimbang atas pengetahu-
rupakan tempat kedua bagi siswa mengha- an yang dimiliki oleh seorang siswa. Nilai
biskan waktu setelah di rumah tangga. Ar- karakter merupakan salah satu upaya da-
tinya, pola dan disain pelaksanaan pendi- lam membentuk siswa secara utuh (holis-
dikan karakter yang dilaksanakan sebuah tik), yaitu mengembangkan siswa dari as-
sekolah mempunyai peranan yang sangat pek fisik, emosi, sosial, kreativitas, dan in-
besar dalam menentukan keberhasilan pen- telektual secara optimal (Beachum, et. al.
didikan karakter. Hasil penelitian Roslind 2015). Harapannya, dengan nilai-nilai ka-
& Elier (2013), dan Saputro & Soeharto rakter tersebut siswa dapat memanfaatkan
(2015) mendapati pelaksanaan pendidikan pengetahuan yang dimilikinya untuk hal-
karakter di sekolah perlu dirancang secara hal yang positif (Masnur, 2013: 23).
baik dan didukung oleh pihak sekolah da- Sedangkan Berkowitz & Hoppe (2009:
lam berbagai bentuk kegiatan. Oleh sebab 133), dan Russell & Waters (2014:163) meng-
tedness”. Journal High Ability Studies , Kesuma, Dharma. 2012. Pendidikan Karakter
Vol. 20, No. 2, hlm. 131-142. Kajian Teori dan Praktik di Sekolah . Ban-
dung: PT Remaja Rosdakarya.
Brian H. Smith. 2013. “ School-based Cha-
racter Education in the United States”. Koesoema, Doni A. 2007. Pendidikan Karak-
Journal Childhood Education, Vol. 89, ter Strategi Mendidik Anak di Zaman Glo-
No. 6, hlm. 350-355. bal. Jakarta: Grasindo.
Bungin, B. 2003. Analisis Data Penelitian Kua - Komisi Nasional Hak Asasi Manusia. 2016.
litatif: Pemahaman Filosofis dan Metodo- Aborsi di Kalangan Remaja di Indonesia .
logis Ke Arah Pengusaan Model Apli ka- Diunduh dari http// www.komnas-
si. Jakarta: P.T. Raja Grafindo Persa- ham.go.id. diakses 24 Oktober 2016.
da. Komisi Perlindungan Anak Indonesia.
Creswell, J. W. 2006. Research Design: Qua- 2016. Berbagai Bentuk Dekadensi Moral
litative And Quantitave Approaches. Generasi Muda . Diunduh dari http://-
Thousand Oaks: SAGE Publication. www.kpai.go.id. Diakses 28 Septem-
Darmayanti, S., & Wibowo, U. 2014. “ Eva- ber 2016.
luasi Program Pendidikan Karakter Krueger, R.A. 1994. Focus Group: A Practical
di Sekolah Dasar Kabupaten Kulon Guide For Applied Research . Ed. Ke-2.
Progo”. Jurnal Prima Edukasia , Vol. 2, Thousand Oaks: Sage Publications.
No. 2, hlm. 223-234.
Leslie, K,. Grier. 2012. “ Character, Social–
Darmiyati, dkk. 2010. “ Pengembangan Mo- Emotional, and Academic Outcomes
del Pendidikan Karakter Terintegrasi Among Underachieving Elementary
Dalam Pembelajaran Bidang Studi di School Students”. Journal of Education
Sekolah Dasar”. Cakrawala Pendidikan, for Students Placed at Risk (JESPAR),
Vol. 2. No. 4, hlm. 22-24. Vol. 17, No. 3, hlm. 201-216.
Daryanto, dkk. 2013. Implementasi Pendi dik- Lickona, Thomas. 2006. “ Eleven Principles
an Karakter di Sekola h. Yogyakarta: Ga- of Effective Character Education”.
va Media. Journal of Moral Education , Vol. 25,
Denzin, NK & Lincoln, YS. 1994. Introduc- No. 1, hlm. 93-100.
tion: Entering the Field of Qualitative Re- Lickona, Thomas. 2014. “ Educating for Cha-
search. Thousand Oaks: Sage Publica- racter”. Journal of Moral Education , Vol.
tions. 13, No. 3, hlm. 89-97.
Ending, Ekowarni. 2010. Pengembangan Lincoln, Y. & Guba, E. G. 1994. “ Competing
Nilai-nilai Luhur Budi Pekerti seba- Paradigms in Qualitative Research” .
gai Karakter Bangsa. Cakrawala Pendi- Dlm Denzin, N.K. & Lincoln, Y.S.
dikan Edisi Dies Natalis UNY. (Eds.). Handbook of Qualitative Research.
Fantana, A. & Frey, J.S. 1994. “ Interviewing: Thousand Oaks: Sage Publication.
The art of science”. Dlm Denzin, N.K. Lynn, Revell & James, Arthur. 2007. “ Cha-
& Lincoln, Y.S. (Eds.). Handbook of Qua- racter Education In Schools and The
litative Research. Thousand Oaks: Sage Education of Teachers”. Journal of Mo-
Publication. ral Education, Vol. 36, No. 1, hlm. 79-
92.
Megawangi, Ratna. 2004. Pendidikan Karak- Usman, Husaini. 2009. Manajemen: Teori,
ter Solusi Tepat untuk Membangun Bang- Praktik dan Riset Pendidikan . Jakarta:
sa. Jakarta: Indonesia Heritage Fon- Bumi Aksara.
dation.
Virginia Braun & Victoria Clarke . 2012.
Mulyasa, E. 2012. Manajemen Pendidikan Ka- “ Using Thematic Analysis in Psycho-
rakter . Jakarta: Bumi Aksara. logy, Qualitative Research in Psycho-
Muslich, Masnur. 2013. Pendidikan Karakter logy”. Jounal Metodologi Recearch in
Menjawab Tantangan Krisis Multidi men- Psykologi , Vol. 3, No. 2, hlm. 77-101.
sional . Jakarta: Bumi Aksara. Walker, David I., et.al. 2013. “ Towards a
Rawana, J.R.E., Franks, J.L., Brownlee, K., New Era of Character Education in
Rawana, E.P. & Neckoway, R. 2011. Theory and in Practice”. Journal Edu-
“ The Aplication of a Strength-Based cational Review, Vol. 67, No 1, hlm. 79-
Approach of Students’ Behaviours to 96.
the Development of a Character Edu- William, B. Russell III & Stewart, Waters.
cation Curriculum for Elementary and 2014. “ Developing Character in Mid-
Secondary School”. Journal of Educa- dle School Students: A Cinematic
tion Thought , Vol. 45, No. 16, hlm. Approach”. Journal the Clearing House,
127-144. Vol. 87, No. 4, hlm. 161-167.
Roslind, Thambusamy & Adzura, A. Elier. Wolfgang, Althof & Berkowitz, Marvin W .
2013. “ Shaping the Bamboo From the 2006. “ The Moral Roots of Citizen-
Shoot: Elementary Level Character shipand Citizenship Education”. Jour-
Education in Malaysia”. Journal Child- nal of Moral Education , Vol. 35, No. 4,
hood Education, Vol. 89, No. 6, hlm. hlm. 495-518.
368-378.
Yin, R. K. 1993. Applications of Case Study
Saputro, H., & Soeharto, S. 2015. “ Pengem- Research. Newbury Park: Sage Publi-
bangan Media Komik Berbasis Pen - cations.
didikan Karakter pada Pembelajaran
Zuchdi. 2006. “ Pendidikan Karakter melalui
Tematik-Integratif Kelas IV SD”. Jurnal
Pengembangan Keterampilan Hidup
Prima Edukasia, Vol. 3, No. 1, hlm. 61-
dalam Kurikulum Persekolahan. La-
72. poran Penelitian Hibah Pasca , 2005-
Sugiyono. 2014. Memahami Penelitian Kuali - 2006. Yogyakarta: Lembaga Peneliti-
tatif. Bandung: CV. Alfabeta. an UNY.
What is the aim of the research? This study aims to determine the pattern of
character education to students conducted by a
superior category of four elementary schools in
the city of Padang, West Sumatra.
What is the research design it? The results showed that there are eight important
themes in the pattern of implementation of effective
character education conducted on students in schools
What is the result finding? Based on the results of interviews with all
informants, the research clearly found that there
are eight important themes about the
implementation pattern of character education
implemented for primary school students in
Padang City. These eight themes are
implemented through learning materials, school
rules, science competitions between students,
awarding outstanding students, commemorating
national days, daily worship practices and
spiritual guidance, scouting activities, and talent
and music classes.
What is the strength and weaknesses The importance of character education for
students is an undeniable necessity. There are no
fixed and absolute rules on how to implement
character education. However, schools are
required to design well and seriously with various
patterns so that these character values can become
permanent behaviors for students in the future.
Various patterns that have been carried out by
elementary schools in Padang City can certainly
be used as a reference for other schools.