You are on page 1of 54

Tersedia secara online Jurnal Pendidikan:

http://journal.um.ac.id/index.php/jptpp/ Teori, Penelitian, dan Pengembangan


EISSN: 2502-471X Volume: 3 Nomor: 2 Bulan Februari Tahun 2018
DOAJ-SHERPA/RoMEO-Google Scholar-IPI Halaman: 155—158

Analisis Kemampuan Berpikir Kritis Siswa SMP


Lilis Nuryanti1, Siti Zubaidah2, Markus Diantoro3
1Pendidikan Dasar-Pascasarjana Universitas Negeri Malang
2PendidikanBiologi-Universitas Negeri Malang
3Pendidikan Fisika-Universitas Negeri Malang

INFO ARTIKEL ABSTRAK


Abstract: The ability to think critically must be owned by the student in order to face
Riwayat Artikel:
various personal and social problems in his life. The ability to think critically is the
Diterima: 15-6-2017 ability to think reflectively and reason in decision making. This research is a qualitative
Disetujui: 02-02-2018 descriptive research with the aim to describe students' ability in construct critical
thinking. The subjects of the study were the students of class VIII A SMPN 1 Delanggu
Klaten regency for the academic year 2016/2017 which amounted to 29 students. The
Kata kunci critical thinking instrument developed from the critical thinking of Ennis (2011). The
instrument consists of 15 descriptions of the ability to think which consists of 13
critical thinking skills; aspects. The question instrument used has been validated by an expert lecturer. The
junior high school students; analysis is done on the student's answers and is categorized into four categories: True
kemampuan berpikir kritis; (true), Partially correct (C), Correct (partially incorrect), and Incorrect (S). The results
siswa SMP showed that students' critical thinking ability was low. This proves that students' critical
thinking skills still need to be trained further in order to be improved.

Abstrak: Kemampuan berpikir kritis harus dimiliki oleh siwa agar dapat menghadapi
berbagai permasalahan personal maupun sosial dalam kehidupannya. Kemampuan
berpikir kritis adalah kemampuan berpikir reflektif dan beralasan dalam mengambil
keputusan. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif kualitatif dengan tujuan untuk
mendeskripsikan kemampuan siswa dalam konstruk pemikiran kritis. Subjek penelitian
adalah siswa kelas VIII A SMPN 1 Delanggu Kabupaten Klaten tahun pelajaran
2016/2017 yang berjumlah 29 siswa. Instrumen kemampua berpikir kritis
dikembangkan dari kemampua berpikir kritis Ennis (2011). Instrumen berupa 15 soal
uraian kemampuan berpikir yang terdiri atas 13 aspek. Instrumen soal yang digunakan
telah divalidasi oleh dosen ahli. Analisis dilakukan terhadap jawaban siswa dan
dikategorikan ke dalam empat kategori yaitu benar/correctly (B), cukup benar/ partially
correct (C), kurang benar/partially incorrect (K), dan salah/ incorrect (S). Hasil
penelitian menunjukkan bahwa kemampuan berpikir kritis siswa rendah. Hal ini
membuktikan bahwa kemampuan berpikir kritis siswa masih perlu dilatihkan lebih
lanjut agar dapat ditingkatkan.
Alamat Korespondensi:
Lilis Nuryanti
Pendidikan Dasar
Pascasarjana Universitas Negeri Malang
Jalan Semarang 5 Malang
E-mail: nuryanti.lilis86@gmail.com

Keterampilan berpikir merupakan kemampuan yang sangat diperlukan dalam menghadapi tantangan kehidupan. Keterampilan
tersebut diantaranya kemampuan berpikir kritis, berpikir kreatif, dan kemampuan pemecahan masalah (Kalelioglu & Gulbahar,
2014). Kemampuan berpikir kritis merupakan kemampuan yang sangat diperlukan seseorang agar dapat menghadapi berbagai
permasalahan yang dihadapi dalam kehidupan bermasyarakat maupun personal. Terdapat beberapa pengertian tentang berpikir
kritis. Facione (2011) menyatakan bahwa berpikir kritis merupakan pengaturan diri dalam memutuskan sesuatu yang
menghasilkan interpretasi, analisis, evaluasi, dan inferensi, maupun pemaparan menggunakan suatu bukti, konsep, metodologi,
kriteria, atau pertimbangan kontekstual yang menjadi dasar dibuatnya keputusan. Choy & Cheah (2009) mendefinisikan
berpikir kritis sebagai proses kompleks yang memerlukan kognitif tingkat tinggi dalam memproses informasi. Ennis (2011)
menambahkan bahwa berpikir kritis merupakan kemampuan berpikir reflektif dan beralasan yang difokuskan pada apa yang
dipercayai atau dilakukan. Kemampuan berpikir kritis meliputi kemampuan klarifikasi dasar, dasr pengambilan keputusan,
menyimpulkan, memberikan penjelasan lebih lanjut, perkiraan dan pengintegrasian, serta kemampuan tambahan.
Seorang pemikir kritis mampu menganalisis dan mengevaluasi setiap informasi yang diterimanya. Hal ini sejalan
dengan pendapat Duron, et. al., (2006) yang menyatakan bahwa pemikir kritis mampu menganalisis dan mengevaluasi
informasi, memunculkan pertanyaan dan masalah yang vital, menyusun pertanyaan dan masalah tersebut dengan jelas,
mengumpulkan dan menilai informasi yang relevan menggunakan ide-ide abstrak, berpikiran terbuka, serta

155
156 Jurnal Pendidikan, Vol. 3, No. 2, Bln Februari, Thn 2018, Hal 155—158

mengomunikasikannya dengan efektif. Jie et.al., (2015) menambahkan bahwa pemikir kritis mampu mengkritisi, bertanya,
mengevaluasi, dan merefleksi informasi yang diperoleh.
Mengajarkan siswa untuk berpikir kritis merupakan salah satu tujuan utama pendidikan (Kazempour, 2013; Kaleiloglu
& Gulbahar, 2014; Zubaidah, 2010). Sebagai pendidik, seorang guru harus mampu menciptakan pembelajaran yang mampu
melatih kemampuan berpikir kritis siswa untuk menemukan informasi belajar secara mandiri dan aktif menciptakan struktur
kognitif pada siswa (Patonah, 2014). Upaya untuk pembentukan kemampuan berpikir kritis siswa yang optimal mensyaratkan
adanya kelas yang interaktif, siswa dipandang sebagai pemikir bukan seorang yang diajar, dan guru berperan sebagai mediator,
fasilitator, dan motivator yang membantu siswa dalam belajar bukan mengajar. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk
menganalisis kemampuan berpikir kritis siswa. Hal ini penting dilakukan sebagai masukan bagi guru agar dapat merancang
pembelajaran yang tepat dan meningkatkan kemampuan berpikir kritis siswa.

METODE
Jenis penelitian yang dilakukan adalah penelitian deskriptif. Penelitian deskriptif (descriptive research) merupakan
penelitian yang bertujuan untuk mendeskripsikan suatu keadaan atau fenomena apa adanya tanpa memanipulasi terhadap objek
penelitian (Sukmadinata, 2015:18).
Penelitian ini dilakukan di SMP Negeri 1 Delanggu Kabupaten Klaten. Subjek penelitian adalah siswa kelas VIII A
tahun pelajaran 2016/2017 dengan sampel yang berjumlah 29 siswa. Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini berupa soal
kemampuan berpikir kritis yang dikembangkan dari Ennis (2011). Kemampuan berpikir kritis yang diukur terdiri atas enam
indikator yang dijabarkan ke dalam 13 aspek. Instrumen berupa 15 soal uraian. Jawaban siswa selanjutnya dikategorikan ke
dalam empat kategori yaitu Benar/ correctly (B), Cukup benar/ partially correct (C), Kurang benar/ partially incorrect (K), dan
Salah/ incorrect (S).

HASIL
Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari 15 soal yang diujikan kepada siswa ternyata mempunyai kategori yang
bervariasi pada tiap aspek yang diujikan. Jawaban siswa tersebar dalam empat kategori yaitu kategori B, C, K, dan S. Hasil
analisis jawaban siswa dapat dilihat pada Tabel 1. Distribusi kategori jawaban dan jumlah siswa dapat dilihat pada Gambar 1.

Tabel 1. Hasil Analisis Jawaban Siswa


No. Aspek Kategori
B (%) C (%) K (%) S (%)
1 Mengidentifikasi atau menyusun pertanyaan 89,6 10,3
2 Menganalisis kesimpulan 27,6 41,4 27,6
3 Mengidentifikasi dan mengatasi ketidakrelevanan 27,6 51,7 17,2 0,3
4 Mengapa 62,1 20,7 17,2
5 Mengapa 75,8 10,3 13,8
6 Reputasi 0,3 17,2 58,6 17,2
7 Interval yang pendek antara observasi dan laporan 10,3 6,8 34,5 48,3
8 Kelas logika 6,8 79,3 13,8
9 Menggeneralisasikan 37,8 48,3 13,8
10 Konsekuensi menerima atau menolak keputusan 68,9 31,0
11 Definisi 24,1 65,5 10,3
12 Menilai kebenaran asumsi 93,1 6,8
13 Membuat dan mempertimbangkan keputusan 27,6 31,0 34,5 6,8
14 Mengikuti langkah-langkah penyelesaian masalah 93,1 6,8
15 Mengikuti langkah-langkah penyelesaian masalah 93,1 6,8

35
30
Jumlah Siswa

25
20 B
15 C
10
5 K
0
0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 S
Nomor Soal

Gambar 1. Distribusi Kategori Jawaban Siswa


Nuryanti, Zubaidah, Diantoro, Analisis Kemampuan Berpikir…157

Hasil analisis kategori jawaban kemampuan berpikir kritis siswa pada tiap aspek sangat variatif. Aspek
mengidentifikasi atau menyusun pertanyaan, kategori B sangat tinggi. Hal ini menunjukkan bahwa siswa mempunyai
kemampuan yang sangat baik dalam menyusun pertanyaan. Struktur kalimat pertanyaan yang dibuat oleh siswa sangat baik dan
sesuai dengan topik yang ditentukan. Aspek menganalisis kesimpulan, didominasi oleh kategori C. Hal ini menunjukkan bahwa
kemampuan siswa dalam mengidentifikasi kesimpulan masih rendah. Siswa mampu mengidentifikasi kebenaran atau kesalahan
terhadapa kesimpulan yang disajikan, namun siswa kurang mampu memberikan penjelasan yang mendukung kesimpulan
tersebut.

Aspek mengidentifikasi dan mengatasi ketidakrelevanan, didominasi oleh aspek C. Siswa mampu mengidentifikasi
kesalahan, namun siswa belum mampu menjelaskan bagaimana cara mengatasi ketidakrelevanan tersebut. Aspek mengapa,
didominasi oleh kategori B. Siswa mampu membuat pertanyaan sekaligus memberikan jawaban dengan baik dan benar. Aspek
reputasi, didominasi oleh kategori K, siswa mampu memilih atau menentukan sumber yang bereputasi namun belum mampu
memberikan alasan atas pemilihan sumber yang bereputasi tersebut. Aspek interval yang pendek antara observasi dan laporan,
tersebar pada semua kategori dan didominasi oleh kategori S. Hal ini disebabkan karena siswa belum memahami tentang
interval waktu dengan baik. Aspek kelas logika, didominasi oleh kategori C. Siswa mampu mendeduksi, namun belum mampu
memberikan penjelasan terkait deduksi yang dibuat. Aspek menggeneralisasikan tersebar pada kategori C, K, dan S. Siswa
mampu menggeneralisasikan suatu data namun tidak memberikan penjelasan dari kesimpulan yang dibuat. Aspek konsekuensi
menerima atau menolak keputusan, didominasi oleh kategori B. Siswa mampu memberikan penjelasan terhadap pengambilan
atau penolakan keputusan. Aspek definisi, didominasi oleh kategori C. Siswa mampu membuat definisi namun masih kurang
tepat.
Aspek asumsi, hampir semua jawaban siswa pada kategori K. Tidak ada jawaban pada kategori B atau C. Aspek
membuat dan mempertimbangkan keputusan, tersebar pada semua kategori. Kategori B, C, dan K merata dan kategori S hanya
dua jawaban siswa. Hal ini menunjukkan bahwa kemampuan berpikir kritis siswa pada aspek ini masih rendah. Aspek
mengikuti langkah-langkah penyelesaian masalah, hampir semua jawaban siswa pada kategori B, hanya dua jawaban siswa
pada kategori S. Hal ini menunjukkan bahwa kemampuan berpikir kritis siswa dalam memberikan solusi atas permasalahan
sangat baik.

PEMBAHASAN
Kemampuan berpikir kritis siswa SMP Negeri 1 Delanggu Kabupaten Klaten tergolong rendah. Hal ini dibuktikan
dengan persentase rata-rata kategori B yang hanya 40,46%. Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh
Prihartiningsih dkk, (2016); Martawijaya (2015) dan Normaya (2015) yang menyatakan bahwa kemampuan berpikir kritis siswa
SMP masih belum berkembang atau masih rendah. Rendahnya kemampuan berpikir kritis siswa ini antara lain dikarenakan
pembelajaran yang diterapkan di sekolah masih didominasi oleh guru sehingga kurang melatih kemampuan berpikir kritis pada
siswa. Hal ini sejalan dengan penelitian Patonah (2014) yang mengungkapkan bahwa proses pembelajaran IPA masih
didominasi oleh guru, pembelajaran cenderung menghapal daripada mengembangkan daya piker sehingga siswa lemah dalam
menyampaikan gagasannya sendiri, lemah dalam menganalisis, serta bergantung pada orang lain dibandingkan bertanggung
jawab terhadap pilihannya sendiri.
Rendahnya kemampuan berpikir kritis dapat menimbulkan dampak yang kurang baik bagi pendidikan selanjutnya.
Oleh karena itu, kemampuan berpikir kritis perlu dilatihkan. Hal ini sejalan dengan pendapat Yuliati (2013) yang menyatakan
bahwa berpikir kritis dapat diajarkan dan memerlukan latihan untuk dapat memilikinya. Kemampuan berpikir kritis harus
dilatihkan pada siswa karena berpikir kritis memungkinkan siswa untuk menganalisis pikirannya dalam menentukan pilihan dan
menarik kesimpulan dengan cerdas. Apabila siswa diberi kesempatan untuk menggunakan pemikiran dalam tingkatan yang
lebih tinggi di setiap tingkatan kelas, maka siswa akan terbiasa membedakan antara kebenaran dan kebohongan, penampilan
dan kenyataan, fakta dan opini, pengetahuan dan keyakinan (Kurniawati dkk, 2009). Salah satu cara untuk melatihkan
kemampuan berpikir kritis adalah melalui proses pembelajaran.
Guru harus mampu menciptakan pembelajaran yang melatih kemampuan berpikir kritis siswa. Pemilihan model
pembelajaran yang tepat akan mengaktifkan seluruh potensi yang dimiliki siswa yang pada akhirnya dapat meningkatkan
kemampuan berpikir kritisnya. Berbagai model pembelajaran yang dapat diterapkan diantaranya model pembelajaran inkuiri
terbimbing. Hasil penelitian menunjukkan bahwa model pembelajaran inkuiri terbimbing dapat meningkatkan kemampuan
berpikir kritis siswa (Azizmalayeri et. al., 2012; Fuad dkk, 2017; Jack, 2013).
Hasil penelitian Susilo (2012) menunjukkan bahwa terjadi peningkatan kemampuan berpikir kritis siswa setelah siswa
dibelajarkan melalui pembelajaran berbasis masalah (PBL). Selain itu, model PBL juga dapat meningkatkan motivasi belajar
siswa. Kurniawati dkk, (2016) juga menyatakan bahwa model pembelajaran Remap CS (Reading Concept Map Cooperative
Script) dapat meningkatkan kemampuan berpikir kritis siswa.
158 Jurnal Pendidikan, Vol. 3, No. 2, Bln Februari, Thn 2018, Hal 155—158

SIMPULAN
Berdasarkan hasil analisis data dan pembahasan dapat disimpulkan bahwa kemampuan berpikir kritis siswa SMP kelas
VIII masih rendah. Hal tersebut dibuktikan dari rendahnya capaian rata-rata kategori jawaban Benar (B) siswa. Rendahnya
kemampuan berpikir kritis siswa disebabkan karena siswa belum terbiasa disajikan pembelajaran aktif yang memaksimalkan
potensi berpikir siswa.
Hasil penelitian ini memberikan gambaran kepada guru dan peneliti tentang kondisi kemampuan berpikir kritis siswa
SMP. Guru harus lebih kreatif dalam merancang dan mengembangkan perangkat pembelajaran agar mampu meningkatkan
kemampuan berpikir kritis siswa sehingga menjadi habit. Guru harus melibatkan siswa dalam situasi pembelajaran yang mampu
merangsang kemampuan siswa dalam berpikir kritis melalui berbagai model pembelajaran aktif.

DAFTAR RUJUKAN
Azizmalayeri, K., Misrshjafari, E., Sharif, M., Asgari, M., & Omidi, M. (2012). The Impact of Guided Inquiry Methods of
Teaching on The Critical Thinking of High School Students. Journal of Education and Practice, 3(10), 42—48.
Retrieved from http://www.iiste.org/Journals/index.php/JEP/article/view/2530.
Choy, S. C., & Cheah, P. K. (2009). Teacher Perception of Critical Thinking Among Students and Its Influence on Higher
Education. International Journal of Teaching and Learning in Higher Education, 20(2), 198—206. Retrieved from
http://www.isetl.org/ijtlhe/pdf/IJTLHE336.pdf.
Ennis, R. H. (2011). The Nature of Critical Thinking: An Outline of Critical Thinking Disposition and Abilities. Last Revised.
Emeritus Proffessor: University of Illinois.
Duron, R., Limbach, B., & Waugh., W. (2006). Critical Thinking Framework for Any Discipline. International Journal of
Teaching and Learning in Higher Education, 17(2), 160—166. Retrieved from
http://www.isetl.org/ijtlhe/pdf/IJTLHE55.pdf.
Facione, P. A. (2011). Critical Thinking: What It Is and Why It Counts. Millbrae: Measured Reasons and The California
Academic Press.
Jack, G. U. (2013). Concept Mapping and Guided Inquiry as Effective Techniques for Teaching Difficult Concepts in
Chemistry: Effect on Students’ Academic Achievement. Journal of Educational and Practice, 4(5), 9—16. Retrieved
from http://www.iiste.org/Journals/index.php/JEP/article/view/4782.
Kaleiloglu, F., & Gulbahar, Y. (2014). The Effect of Instructional Techniques on Critical Thinking Disposition in Online
Discussion. Educational Technology & Society, 17(1), 248—258.
Kazempour, E. (2013). The Effects of Inquiry-Based Teaching on Critical Thinking of Students. Journal of Social. Issues &
Humanities, 1(3), 23—27.
Kurniawati, I. D., Wartono., & Diantoro, M. (2014). Pengaruh Pembelajaran Inkuiri Terbimbing Integrasi Peer Instruction
terhadap Penguasaan Konsep dan Kemampuan Berpikir Kritis Siswa. Jurnal Pendidikan Fisika Indonesia, 10(1), 34—
46. DOI: http://dx.doi.org/10.15294/jpfi.v10i1.3049.
Kurniawati, Z. L., Zubaidah, S., & Mahanal, S. (2016). Model Pembelajaran Remap CS (Cooperative Scrift) untuk
Pemberdayaan Keterampilan Berpikir Kritis Siswa. Proceeding Biology Education Conference, 13(1), 399—403.
Normaya, K. 2015. Kemampuan Berpikir Kritis dalam Pembelajaran Matematika dengan Menggunakan Model JUCAMA di
Sekolah Menengah Pertama. Edu-Mat Jurnal Pendidikan Matematika. 3(1), 92—104. Retrieved from
http://ppjp.unlam.ac.id/journal/index.php/edumat/article/view/634/542.
Patonah, S. (2014). Elemen Bernalar Tujuan pada Pembelajaran IPA Melalui pendekatan Metakognitif Siswa SMP. Jurnal
Pendidikan IPA Indonesia, 3(2), 128—133. DOI: http://dx.doi.org/10.15294/jpii.v3i2.3111.
Prihartiningsih., Zubaidah, S., & Kusairi. (2016). Kemampuan Berpikir Kritis Siswa SMP pada Materi Klasifikasi Makhluk
Hidup. Prosiding Seminar Nasional Pendidikan IPA Pascasarjana UM, (1)1053—1062.
Sukmadinata, N. S. (2015). Metode Penelitian Pendidikan. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
Yuliati, L. (2013). Efektivitas Bahan Ajar IPA Terpadu terhadap Kemampuan Berpikir Tingkat Tinggi Siswa SMP. Jurnal
Pendidikan Fisika Indonesia, 9(1), 55—57. DOI: http://dx.doi.org/10.15294/jpfi.v9i1.2580.
What is the research Analysis of Critical Thinking Skills of Junior High
School Students

What is the aim of the research? The aim is to describe students' ability in critical
thinking constructs.

What is the research design it? The instrument is in the form of 15 thinking ability
description questions consisting of 13 aspects. Expert
lecturers have validated the question instrument used.
The analysis was conducted on students' answers and
categorized into four categories, namely
correct/correctly (B), partially correct (C), partially
incorrect (K), and incorrect (S).

What is the result finding? Based on the data analysis and discussion results, it
can be concluded that the critical thinking skills of
junior high school students in grade VIII are still low.
This is evidenced by the low achievement of students'
average correct answer category (B).

What is the strength and weaknesses? Teachers must be more creative in designing and
developing learning tools in order to improve students'
critical thinking skills so that it becomes a habit.
Teachers must involve students in learning situations
that can stimulate students' ability to think critically
through various active learning models.
Tersedia secara online Jurnal Pendidikan:
http://journal.um.ac.id/index.php/jptpp/ Teori, Penelitian, dan Pengembangan
EISSN: 2502-471X Volume: 3 Nomor: 12 Bulan Desember Tahun 2018
DOAJ-SHERPA/RoMEO-Google Scholar-IPI Halaman: 1572—1582

Penerapan Pembelajaran Tematik Terpadu di


Sekolah Dasar
Novika Auliyana Sari1, Sa’dun Akbar2, Yuniastuti3
1Pendidikan
Dasar-Pascasarjana Universitas Negeri Malang
2KSDP-Universitas
Negeri Malang
3Hukum dan Kewarganegaraan-Universitas Negeri Malang

INFO ARTIKEL ABSTRAK


Abstract: This research was aimed to describe the planning, implementation,
Riwayat Artikel: assessment, obstacles, efforts, and impacts in the application of integrated thematic
Diterima: 14-11-2018 learning in SDN Purwoasri 2 and SDN Mranggen in Kediri. This research is a
Disetujui: 13-12-2018 qualitative descriptive. The data of this study were collected through observation,
interview and document study. The results showed (1) lesson planning, teachers
successfully designed lesson plans covering all components of curriculum 2013, (2)
Kata kunci:
implementation, the teacher used thematic by integrating subjects on basic
integrated thematic learning; competencies and learning activities using a scientific approach, (3) assessment,
scientific approach; including knowledge, attitudes and skills, (4) obstacles, the limited time in designing
authentic assessment; lesson plans, lack of teaching variation, difficulties in stimulating questioning activities,
pembelajaran tematik terpadu; limited facilities and assessment, (5) efforts, the teacher prepares lesson plans,
pendekatan saintifik; variations in learning, uses the media and the surrounding environment, follows the
penilaian autentik KKG on assessment, (6) the impact of knowledge is lower than students' skills and
attitudes.

Abstrak: Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan perencanaan, pelaksanaan,


penilaian, hambatan, upaya, dan dampak pembelajaran tematik terpadu di SDN
Purwoasri 2 dan SDN Mranggen. Penelitian menggunakan deskriptif kualitatif. Teknik
pengumpulan data menggunakan observasi, wawancara, dan studi dokumen. Hasil
penelitian (1) perencanaan, guru membuat RPP sesuai komponen Kurikulum 2013, (2)
pelaksanaan, guru memadukan KD pada mata pelajaran (tematik) melalui pendekatan
saintifik, (3) penilaian, mencakup pengetahuan, sikap, dan keterampilan, (4) hambatan,
alokasi waktu membuat RPP, variasi belajar, kegiatan menanya, sarana prasarana dan
penilaian masih kurang, (5) upaya, guru menyusun RPP, variasi belajar, menggunakan
media dan lingkungan sekitar, mengikuti KKG tentang penilaian, (6) dampak
pengetahuan lebih rendah dibandingkan keterampilan dan sikap siswa.
Alamat Korespondensi:
Novika Auliyana Sari
Pendidikan Dasar
Pascasarjana Universitas Negeri Mala

Pendidikan di Indonesia telah mengalami banyak perubahan dengan tujuan mencerdaskan bangsa. Dalam hal ini perubahan
diwujudkan dengan adanya perubahan kurikulum, dimana saat ini Kurikulum 2013 yang diterapkan di Indonesia. Sebelum
Kurikulum 2013 diterapkan, pemerintah melakukan evaluasi terhadap kurikulum sebelumnya dan melakukan uji coba akan
keterlaksanaan Kurikulum 2013. Kurikulum sebelumnya memiliki beberapa kekurangan, di antaranya beberapa kompetensi
yang dibutuhkan misalkan penerapan pendidikan karakter, pembelajaran aktif dalam proses pembelajaran yang secara teori
berpusat pada siswa, namun pada kenyataannya masih berpusat pada guru.
Kurikulum 2013 adalah salah satu upaya untuk memperbaiki kurikulum sebelumnya. Diberlakukannya kurikulum 2013
diharapkan dapat menghasilkan lulusan yang berkompeten dan diharapkan dapat meningkatkan hasil belajar siswa dari segi
kognitif, afektif, dan psikomotor. Kurikulum 2013 menekankan pada pembentukan karakter siswa. Pembelajaran yang
diterapkan dalam kurikulum 2013 adalah pembelajaran tematik terpadu. Kegiatan pembelajaran berbasis tematik didasarkan
pada sebuah tema yang di dalam tema tersebut terdiri dari beberapa mata pelajaran yang digabungkan menjadi sebuah tema.
Narti, dkk (2016)“Thematic learning is defined as a learning that is designed based on a particular theme” bahwa
pembelajaran tematik didefinisikan sebagai pembelajaran yang dirancang berdasarkan yang khusus tema. Sejalan dengan Majid
(2014) bahwa suatu pembelajaran tematik terpadu memungkinkan siswa baik secara individu ataupun kelompok untuk
menggali serta menemukan konsep holistik, otentik, dan bermakna. Pembelajaran tematik Sekolah Dasar di Indonesia,
berdasarkan kurikulum tematik terpadu 2013 merupakan integrasi antar disiplin, multidisiplin, dan transdisipliner (Hidayati,

1572
1573 Jurnal Pendidikan, Vol. 3, No. 12, Bln Desember, Thn 2018, Hal 1572—1582

dkk, 2016). Jadi, pembelajaran tematik di Sekolah Dasar untuk mengintegrasikan dimensi sikap, pengetahuan, dan keterampilan
menjadi satu kesatuan, menggabungkan kompetensi dari beberapa pelajaran dasar untuk dihubungkan satu sama lain sehingga
saling memperkuat, menggabungkan kompetensi inti dari setiap pelajaran sehingga setiap pelajaran masih memiliki kompetensi
dasar sendiri dan menghubungkan berbagai mata pelajaran dengan lingkungan di sekitarnya.
Pembelajaran tematik terpadu dalam Kurikulum 2013 didukung adanya penerapan pendekatan saintifik. Sani (2015)
pendekatan saintifik yaitu aktivitas ilmiah yang meliputi kegiatan mengamati, menanya, mengumpulkan informasi,
mengasosiasi dan mengomunikasikan. Dalam pendekatan saintifik ini yakni membelajarkan siswa untuk dapat mencari
informasi dari berbagai sumber dengan tujuan siswa tidak terus bergantung dari informasi guru saja. Dapat dikatakan bahwa
pendekatan saintifik merupakan pembelajaran yang berpusat pada siswa (student centered) dengan tujuan mengarahkan siswa
untuk aktif dalam mencari dan mengolah informasi. Dalam melaksanakan proses pembelajaran guru sangat diperlukan sebagai
fasilitator dan motivator.
Kurikulum 2013 sekarang ini dalam pelaksanaannya belum merata untuk semua sekolah khususnya Sekolah Dasar di
Indonesia, seperti Sekolah Dasar yang akan diteliti yaitu di SDN Purwoasri 2 dan SDN Mranggen Kecamatan Purwoasri
Kabupaten Kediri. SDN Purwoasri 2 yang ditunjuk oleh Dinas Pendidikan sebagai sekolah inti untuk melaksanakan Kurikulum
2013 dan SDN Mranggen sebagai sekolah imbas dimana melaksanakan Kurikulum 2013 dilaksanakan setahun setelah sekolah
inti melaksanakan. Hasil wawancara dengan Kepala SDN Purwoasri 2 dan Kepala SDN Mranggen bahwa penerapan dalam
pembelajaran tematik terpadu pada Kurikulum 2013 dilakukan secara bertahap. Bertahap artinya tidak langsung diterapkan pada
semua kelas. Pelaksanaan Kurikulum 2013 pertama kali diterapkan oleh SD inti terlebih dahulu kemudian pada tahun
berikutnya diikuti oleh SD imbas. SDN Purwoasri 2 menerapkan Kurikulum 2013 pertama kali pada tahun ajaran 2016/2017
yang dimulai dari jenjang kelas I dan IV, selanjutnya untuk tahun ajaran 2017/2018 diterapkan pada jenjang kelas II dan kelas
V, sehingga untuk kelas III dan kelas VI belum diterapkan Kurikulum 2013. SDN Mranggen tahun ajaran 2017/2018 baru
menerapkan Kurikulum 2013 pada jenjang kelas I dan IV sehingga untuk pelaksanaan Kurikulum 2013 di SDN Mranggen saat
ini masih pada jenjang kelas I dan IV.
Hasil wawancara dengan guru kelas V SDN Purwoasri 2 dan guru kelas IV SDN Mranggen bahwa sebelum
menerapkan pembelajaran tematik terpadu Kurikulum 2013, guru diberikan pelatihan tentang pengenalan Kurikulum 2013, cara
membuat RPP, penilaian autentik dan salah satu didalamnya tentang bagaimana menggunakan pendekatan saintifik dalam
pelaksanaan pembelajaran tematik. Dalam Kurikulum 2013 ini guru juga harus melakukan penilaian autentik. Sa’ud (2013)
penilaian autentik merupakan proses pengumpulan informasi tentang perkembangan belajar siswa. Penilaian ini dilakukan oleh
guru dalam proses pembelajaran. Sesuai dengan hasil wawancara dengan guru kelas V SDN Purwoasri 2 dan guru kelas IV
SDN Mranggen merasa kesulitan untuk melakukan penilaian kepada siswa. Guru banyak mengeluh mengenai sistem penilaian
yang beragam dan sistem pengolahannya ke dalam mata pelajaran. Hasil observasi di SDN Purwoasri 2 dan SDN Mranggen
bahwa guru kelas V SDN Purwoasri 2 dan guru kelas IV SDN Mranggen sudah melaksanakan pembelajaran tematik terpadu
dengan pendekatan saintifik. Hasil wawancara dengan kepala sekolah, guru kelas, dan observasi terhadap pelaksanaan
pembelajaran, maka peneliti tertarik untuk mengkaji lebih jauh mengenai penerapan pembelajaran tematik terpadu di SDN
Purwoasri 2 dan SDN Mranggen.

METODE
Penelitian penerapan pembelajaran tematik terpadu di sekolah dasar ini menggunakan pendekatan kualitatif.
Hanurawan (2016) menyatakan bahwa metode penelitian kualitatif yaitu prosedur sistematis yang telah disepakati untuk
mengungkap suatu gejala yang menjadi objek penelitian. Sependapat dengan Hanurawan, (Prastowo, 2012) menyatakan bahwa
metode penelitian kualitatif adalah metode penelitian yang mengkaji suatu objek tanpa adanya manipulasi dan bersumber pada
metode ilmiah atau dari fenomena yang telah diamati. Penelitian kualitatif ini lebih cenderung bersifat ilmiah dan tanpa adanya
pengujian hipotesis.
Rancangan penelitian ini adalah studi kasus. Menurut (Furchan, 2011) penelitian studi kasus merupakan penyelidikan
yang mendalam terhadap seseorang secara intensif. Studi kasus pada dasarnya kajian berisi aspek tentang masalah, konteks dan
isu (Moedzakir, 2010). Dalam penelitian dengan pendekatan studi kasus ini memberikan penjelasan secara detail dan lengkap
terhadap suatu fenomena sosial tentang penerapan pembelajaran tematik terpadu di SDN Purwoasri 2 dan SDN Mranggen.
Penelitian mengenai penerapan pembelajaran tematik terpadu di SDN Purwoasri 2 dan SDN Mranggen dengan subjek
penelitian dalam penelitian ini, yaitu guru kelas V SDN Purwoasri 2 dan guru kelas IV SDN Mranggen. Data yang digunakan
sebagai acuan untuk mendeskripsikan penerapan pembelajaran tematik terpadu di SDN Purwoasri 2 dan SDN Mranggen
diperoleh dari hasil observasi, wawancara dan studi dokumen. Teknik analisis data yang dilakukan dalam penelitian ini, yaitu
data reduction, data display, dan conclusion drawing/verification.
Sari, Akbar, Yuniastuti, Penerapan Pembelajaran Tematik… 1574

HASIL
Perencanaan Pembelajaran Tematik Terpadu
Perencanaan pembelajaran merupakan suatu proses penentu rencana dalam kegiatan pembelajaran yang akan dilakukan
secara terpadu dan sistematis. Perencanaan yang dibuat dituangkan ke dalam Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP). Dalam
hal ini guru berkewajiban menyusun RPP secara lengkap dan sistematis. Berdasarkan wawancara dan studi dokumen dengan
guru kelas V SDN Purwoasri 2 bahwa RPP dibuat secara mandiri oleh guru dan dengan Kelompok Kerja Guru (KKG). Dalam
membuat RPP, guru kelas V SDN Purwoasri 2 dilakukan per tema. RPP yang dibuat oleh guru kelas V SDN Purwoasri 2
merupakan RPP yang sudah mencerminkan Kurikulum 2013 yang memuat komponen identitas RPP yaitu kompetensi inti,
kompetensi dasar, indikator, tujuan, materi, pendekatan, metode, media, sumber belajar, langkah-langkah kegiatan
pembelajaran dan penilaian dalam suatu proses pembelajaran serta di dalam RPP tersebut sudah memuat pendekatan saintifik.
Pendekatan saintifik digunakan oleh guru karena pada kurikulum 2013 sudah jelas bahwa pembelajarannya merupakan
pembelajaran tematik terpadu dengan menggunakan pendekatan saintifik.
Selain itu, berdasarkan wawancara dan studi dokumen yang dilakukan peneliti dengan guru kelas IV SDN Mranggen
bahwa dalam membuat RPP, guru kelas IV SDN Mranggen dilakukan setiap hari sebelum pembelajaran dilakukan, sehingga
dapat dikatakan RPP dibuat per-pertemuan. Guru membuat RPP dengan pendekatan saintifik berpedoman pada silabus, buku
guru dan buku siswa. Dalam membuat RPP untuk langkah-langkah kegiatan pembelajaran guru sudah mencerminkan sesuai
dengan yang ada pada pendekatan saintifik, meliputi kegiatan mengamati, menanya, mengumpulkan informasi, menalar, dan
mengomunikasikan, walaupun di dalam RPP guru tidak menuliskan secara rinci langkah pembelajaran mana yang termasuk
kegiatan mengamati, menanya, mengumpulkan informasi, menalar, dan mengomunikasikan. Berdasarkan perencanaan
pembelajaran berupa RPP yang telah dibuat oleh guru kelas V SDN Purwoasri 2 dan guru kelas IV SDN Mranggen sudah
mencakup semua komponen sesuai dengan pembelajaran tematik terpadu Kurikulum 2013.

Pelaksanaan Pembelajaran Tematik Terpadu


Pembelajaran tematik terpadu telah dilaksanakan oleh guru dengan menggabungkan Kompetensi Dasar dari mata
pelajaran dan guru menggunakan buku guru sebagai acuan dalam pembelajaran. Pelaksanaan pembelajaran tematik terpadu
didukung dengan pendekatan saintifik dalam proses pembelajarannya. Hasil wawancara dengan guru kelas V SDN Purwoasri 2
bahwa dalam pembelajaran tematik terpadu sesuai dengan RPP yang dibuat oleh guru. Penerapan pembelajaran sudah
menggunakan pendekatan saintifik dalam pembelajaran tematik terpadu. Sedangkan hasil observasi tentang pelaksanaan
pembelajaran tematik terpadu pada Tema 2 Udara Bersih Bagi Kesehatan Sub tema 1 Cara Tubuh Mengolah Udara Bersih
pembelajaran keenam.
Pembelajaran tematik terpadu dengan pendekatan saintifik memuat mata pelajaran Bahasa Indonesia, PPKn, dan SBdP.
Pembelajaran tematik terpadu diawali dengan kegiatan pendahuluan. Kegiatan pendahuluan yang pertama yaitu pra-kegiatan,
guru memberi salam dan siswa berdoa sebelum memulai kegiatan, yang kedua apersepsi yaitu guru memberikan apersepsi
kepada siswa berupa motivasi dengan menyanyikan lagu “Gerak ke kanan gerak ke kiri” dan guru mengaitkan materi
sebelumnya dengan materi yang akan diajarkan, yang ketiga yaitu guru menyampaikan tujuan pembelajaran dan menyampaikan
materi tentang pelaksanaan hak dan tanggung jawab, lagu bertangga nada mayor dan minor.
Kegiatan pembelajaran tematik terpadu selanjutnya yaitu kegiatan inti. Pada kegiatan inti ini guru menggunakan
pendekatan saintifik dengan diawali guru meminta siswa untuk mengamati buku bacaan halaman 45 tentang Udara Tercemar,
guru meminta siswa membaca Jenis-jenis Tanggung Jawab sebagai Warga Masyarakat dan guru meminta siswa untuk
memperhatikan video yang ada pada LCD tentang Jenis-jenis Tanggung Jawab sebagai Warga Masyarakat. Kegiatan menanya
dilakukan siswa dengan membuat pertanyaan berdasarkan kegiatan yang telah diamati.
Kegiatan menanya, guru meminta siswa untuk membuat pertanyaan tentang teks yang telah dibaca pada buku siswa
tentang Udara Tercemar dan guru meminta siswa untuk membuat pertanyaan tentang teks bacaan Udara Tercemar dan Jenis-
jenis Tanggung Jawab sebagai Warga Masyarakat. Kegiatan mengumpulkan informasi. Pada kegiatan mengumpulkan informasi
ini siswa melakukan diskusi tentang Jenis-jenis Tanggung Jawab sebagai Warga Masyarakat dengan diberi beberapa gambar
oleh guru, dan siswa diminta untuk menggolongkan gambar tersebut berdasarkan jenis tanggung jawabnya masing-masing dan
guru meminta siswa secara berkelompok untuk mencari lagu yang bertangga mayor dan minor.
Kegiatan mengasosiasikan. Pada kegiatan ini guru melakukan tanya jawab dengan siswa tentang ciri lagu bertangga
nada mayor dan minor dan mana saja yang termasuk lagu bertangga mayor dan mana saja yang bertangga nada minor. Kegiatan
mengomunikasikan. Pada kegiatan ini siswa menampilkan hasil pekerjaannya di depan kelas tentang Jenis-jenis Tanggung
Jawab sebagai Warga Masyarakat. Siswa menyanyikan lagu bertangga nada mayor dan minor sesuai dengan kelompoknya di
depan kelas.
1575 Jurnal Pendidikan, Vol. 3, No. 12, Bln Desember, Thn 2018, Hal 1572—1582

Kegiatan penutup. Pada kegiatan ini yang pertama guru membuat kesimpulan pembelajaran dengan melakukan tanya
jawab bersama siswa mengenai pembelajaran yang telah dilakukan, kedua guru memberikan evaluasi tertulis dilakukan guru
setiap akhir subtema, ketiga guru melakukan refleksi dengan melakukan tanya jawab bersama siswa mengenai materi yang
sudah dipahami atau belum, keempat guru memberikan tindak lanjut berupa tugas rumah dan menginformasikan kepada siswa
untuk pembelajaran berikutnya. Penerapan pembelajaran tematik terpadu dengan pendekatan saintifik di kelas V SDN
Purwoasri 2 telah tampak terlihat dari kegiatan pembelajaran. Pembelajaran yang berlangsung telah memuat adanya kegiatan
mengamati, menanya, mengumpulkan informasi, menalar, dan mengomunikasikan.
Hal yang sama berdasarkan wawancara dengan guru kelas IV SDN Mranggen bahwa guru kelas IV SDN Mranggen
berpedoman pada RPP dalam proses pembelajarannya dan memanajemen waktu pembelajaran agar pembelajaran dapat tercapai
sesuai dengan tujuan pembelajaran di hari itu. Hasil observasi tentang pelaksanaan pembelajaran tematik terpadu pada Tema 1
Indahnya Kebersamaan Subtema 1 Keberagaman Budaya Bangsaku Pembelajaran ketiga dengan memuat mata pelajaran
Bahasa Indonesia, PJOK, dan IPA.
Kegiatan Pendahuluan. Pada kegiatan ini diawali dengan pra-kegiatan (mengucap salam dan doa), dalam hal ini guru
memberi salam dan siswa berdoa sebelum memulai kegiatan, siswa menyanyikan lagu Indonesia Raya dan membaca Pancasila
dan siswa menghafal perkalian secara bergantian setiap harinya untuk tampil di depan kelas dan siswa yang lain menirukan.
Kegiatan Inti. Pada kegiatan ini guru menggunakan pendekatan saintifik pada pembelajaran tematik terpadu yang meliputi
kegiatan mengamati, menanya, mengumpulkan informasi, mengasosiasikan, dan mengomunikasikan.
Kegiatan mengamati. Guru meminta siswa mengamati permainan tradisional pada layar LCD (Benteng-bentengan dan
Gobak Sodor), guru meminta siswa membaca teks bacaan yang berjudul “Benteng-Bentengan” dan “Gobak Sodor”, guru
meminta siswa mengamati gambar alat musik pada layar LCD dan guru meminta siswa membaca teks bacaan yang berjudul
“Siap Menghadapi Musim Hujan”. Kegiatan Menanya, pada kegiatan ini guru meminta siswa bertanya tentang gerakan-gerakan
pada permainan Benteng-Bentengan dan Gobak Sodor, guru meminta siswa untuk membuat pertanyaan tentang “Benteng-
Bentengan” dan “Gobak Sodor” dan siswa bertanya tentang gambar alat musik yaitu “Bagaimana bunyi dapat sampai ke
telinga kita?”.
Kegiatan mengumpulkan informasi. Pada kegiatan ini siswa mempraktikan gerakan lokomotor dan non lokomotor,
siswa dibentuk menjadi lima kelompok. Setiap kelompok diberi kartu kalimat tentang informasi permainan “Benteng-
Bentengan dan Gobak Sodor”, siswa mempraktikan salah satu permainan tradisional yaitu gobak sodor di lingkungan sekolah,
guru meminta siswa berkelompok untuk berdiskusi tentang pertanyaan pada buku siswa halaman 35—36 “Siap Menghadapi
Musim Hujan”, guru meminta siswa untuk berkelompok melakukan percobaan 1, 2, dan 3 pada buku siswa halaman 37 tentang
“Perambatan Bunyi” dan guru membagi siswa menjadi kelompok dan meminta siswa melakukan permainan berbisik berantai
dengan menggunakan telepon-telepon dari gelas plastik. Kelompok yang benar dan tepat diberi bintang.
Kegiatan mengasosiasikan yaitu siswa bertanya jawab dengan guru tentang gerakan lokomotor dan non lokomotor dan
siswa bertanya jawab dengan guru tentang hubungan antar gagasan pada teks bacaan “Siap Menghadapi Musim Hujan”.
Kegiatan berikutnya yaitu kegiatan mengomunikasikan. Pada kegiatan ini guru meminta siswa membacakan hasil diskusinya
tentang informasi permainan “Benteng-Bentengan dan Gobak Sodor”, salah satu kelompok menyampaikan hasil diskusinya
tentang pertanyaan pada buku siswa halaman 35—36 “Siap Menghadapi Musim Hujan”, siswa membacakan hasil diskusinya
tentang menuliskan gagasan pokok dan gagasan pendukung dan membacakan hasil diskusi tentang percobaan perambatan bunyi.
Kegiatan Penutup. Pada kegiatan ini guru membuat kesimpulan pembelajaran dengan melakukan tanya jawab bersama
siswa mengenai pembelajaran yang telah dilakukan, guru memberikan evaluasi tertulis setiap akhir subtema, guru melakukan
refleksi dengan melakukan tanya jawab bersama siswa mengenai materi yang sudah mereka pahami dan belum mereka pahami
dan guru memberikan tindak lanjut berupa tugas rumah dan menginformasikan kepada siswa untuk pembelajaran berikutnya.

Penilaian Pembelajaran Tematik Terpadu


Kurikulum 2013 menekankan adanya penilaian pengetahuan, sikap, dan keterampilan sehingga guru harus melakukan
ketiga penilaian tersebut. Hasil wawancara dengan guru kelas V SDN Purwoasri 2 bahwa penilaian yang dilakukan sudah
mencakup pengetahuan,sikap dan keterampilan. Penilaian pengetahuan dinilai dengan tes tulis setiap akhir tema untuk ulangan
harian, UTS dan UAS. Penilaian sikap dinilai setiap hari menggunakan lembar observasi sesuai dengan yang ada di RPP.
Penilaian keterampilan dinilai dengan observasi dan kinerja. Hal yang sama dengan ditunjukkan dokumen yang dimiliki oleh
guru kelas V SDN Purwoasri 2. Dokumen yang dimiliki oleh guru kelas V SDN Purwoasri 2 telah menunjukan bahwa guru
melakukan penilaian terhadap sikap, pengetahuan dan keterampilan. Dokumen menunjukkan bahwa guru telah melaksanakan
penilaian pengetahuan, sikap, dan keterampilan pada setiap muatan atau pelajaran. Dari penilaian yang dilakukan guru
selanjutnya hasil belajar siswa kemudian dimasukan ke dalam daftar nilai kelas yang nantinya akan dimasukkan ke dalam rapor.
Sari, Akbar, Yuniastuti, Penerapan Pembelajaran Tematik… 1576

Berdasarkan hasil observasi oleh peneliti, guru menilai seluruh kemampuan siswa dari pengetahuan, sikap, dan
keterampilan. Guru melakukan penilaian terhadap pengetahuan siswa pada materi pelajaran setiap pembelajaran. Dalam
pembelajaran guru meminta siswa untuk mengerjakan tugas yang ada di buku siswa kemudian langsung menilainya, sedangkan
untuk penilaian evaluasi tiap pembelajaran tidak lakukan oleh guru. Guru melakukan penilaian pengetahuan evaluasi dengan tes
tulis setiap akhir tema, UTS, dan UAS. Penilaian sikap dilakukan setiap hari oleh guru karena dengan menilai sikap siswa setiap
hari, guru akan lebih mudah untuk memasukkan nilai pada rapor nantinya. Penilaian keterampilan dengan menggunakan lembar
observasi yang menilai kinerja siswa sesuai rubrik yang tertera pada RPP.
Selain itu, berdasarkan wawancara dengan guru kelas IV SDN Mranggen bahwa penilaian yang dilakukan oleh guru
mencakup pengetahuan, sikap, dan keterampilan. Penilaian pengetahuan dinilai dengan menggunakan tes tertulis di akhir
subtema atau biasa disebut ulangan harian. Sedangkan penilaian sikap dan keterampilan dinilai di akhir subtema dengan lembar
observasi yang sesuai dengan RPP, karena guru merasa kerepotan kalau harus melakukan penilaian sikap dan keterampilan
setiap hari sehingga guru lebih memfokuskan materi yang diajarkan hari itu. Selain itu, berdasarkan observasi, pada saat
pembelajaran berlangsung di dalam kelas didapatkan bahwa peneliti belum melihat adanya penilaian secara keseluruhan.
Penilaian yang dilakukan oleh guru hanya terhadap pengetahuan yaitu dengan meminta siswa mengerjakan soal di buku siswa
kemudian menilainya dan melakukan ulangan harian di setiap akhir subtema. Guru masih belum terlihat menilai sikap spiritual,
sikap sosial, dan keterampilan. Guru tidak menilai sikap dan keterampilan di dalam proses pembelajaran. Penilaian sikap dan
keterampilan dinilai dan dimasukkan langsung ke dalam daftar nilai yang ada di akhir setiap subtema.
Berdasarkan studi dokumen tentang penilaian proses hasil belajar yang dilakukan oleh guru kelas IV SDN Mranggen
yaitu guru memiliki daftar nilai yang digunakan untuk menilai setiap kemampuan siswanya baik pengetahuan, sikap spiritual,
sikap sosial, dan keterampilan yang selanjutnya akan dimasukkan guru ke dalam rapor yang ditulis angka dan deskripsi.
Berdasarkan pernyataan hasil wawancara, observasi dan dokumen terkait dengan penilaian belajar siswa dapat disimpulkan
bahwa guru telah melaksanakan penilaian pengetahuan, sikap, dan keterampilan.

Hambatan dan Upaya Mengatasi Penerapan Pembelajaran Tematik Terpadu


Pembelajaran tematik terpadu dalam proses penerapannya di kelas terdapat beberapa hambatan yang dialami oleh guru,
di antaranya (1) hambatan dalam perencanaan pembelajaran tematik terpadu. Hasil wawancara dengan guru kelas V SDN
Purwoasri 2 bahwa guru mengalami hambatan dalam pembuatan RPP yang banyak memakan waktu lama karena guru harus
memilih Kompetensi Inti (KI) dan Kompetensi Dasar (KD) sesuai dengan muatan pelajaran, (2) hambatan dalam pelaksanaan
pembelajaran tematik terpadu. Hasil wawancara dan observasi dengan guru kelas V SDN Purwoasri 2 yaitu guru yang mengajar
hanya berpatokan pada buku guru dan buku siswa tanpa mengembangkannya sehingga kurang bervariasi. Guru yang merasa
kesulitan untuk memberikan pancingan kepada siswa pada kegiatan menanya dan sarana prasarana seperti laptop dan LCD yang
harus digunakan secara bergantian, (3) hambatan dalam penilaian proses dan hasil belajar. Berdasarkan hasil wawancara,
dokumen dan observasi yaitu guru harus melakukan empat penilaian di setiap harinya yang dirasa kesulitan dan rumit.
Penulisan rapor yang menggunakan deskripsi membuat guru kewalahan dalam mengerjakannya.
Hambatan-hambatan yang dialami tersebut, guru memiliki beberapa upaya untuk mengatasinya. Hasil wawancara
dengan guru kelas V SDN Purwoasri 2, upaya guru dalam mengatasi hambatan yang terjadi yaitu (1) untuk mengatasi hambatan
waktu yang lama dalam pembuatan RPP yaitu guru kelas V SDN Purwoasri 2 menggunakan RPP pada tahun sebelumnya.
Karena materi yang ada di kelas V tahun ini dengan tahun lalu sama dan tidak ada revisi dan buku tematik siswa juga masih
sama tidak ada revisi, (2) Kegiatan mengamati guru terkadang mengajak siswa keluar kelas untuk mengamati benda secara
langsung misalnya siswa mengamati bentuk daun pada tumbuhan yang ada di taman sekolah. Pada kegiatan
mencoba/mengumpulkan informasi, guru mengajak siswa menuju perpustakaan untuk mencari koran atau majalah yang
menggambarkan materi yang saat itu diajarkan oleh guru. Kegiatan mengomunikasikan yang seringkali dilakukan guru dengan
meminta siswanya menyajikan hasil pekerjaannya di depan kelas, (3) guru dalam kegiatan pembelajaran dengan menayangkan
video kartun yang tentunya berhubungan dengan materi pembelajaran yang diajarkan saat itu. Dari situ akan menarik perhatian
siswa dan guru meminta siswa untuk merumuskan pertanyaan berdasarkan tayangan video yang mereka amati, (4) jika sarana
prasarana digunakan oleh kelas lain, guru menggantinya dengan media atau siswa diajak keluar kelas atau lingkungan sekitar
sekolah. Jadi, pembelajaran dilakukan di luar kelas, dan (5) mengikuti BIMTEK K-13 atau KKG baik skala Kecamatan maupun
Kabupaten mengenai penilaian proses dan penulisan deskripsi dalam rapor.
Hal yang sama dialami oleh guru kelas IV SDN Mranggen dalam penerapan pembelajaran tematik terpadu terdapat
hambatan. Berdasarkan hasil wawancara, observasi dan dokumen hambatan yang dialami oleh guru kelas IV SDN Mranggen, di
antaranya (1) perancangan RPP yang membutuhkan waktu lama untuk guru, karena menggunakan tematik yang muatannya
pelajarannya dipadukan sehingga harus membuat rencana sesuai tema, (2) guru yang mengajar hanya berpatokan pada buku
guru dan buku siswa tanpa mengembangkannya sehingga kurang bervariasi, (3) guru yang merasa kesulitan untuk memberikan
pancingan kepada siswa pada kegiatan menanya, (4) sarana prasarana seperti proyektor dan laptop yang harus digunakan secara
1577 Jurnal Pendidikan, Vol. 3, No. 12, Bln Desember, Thn 2018, Hal 1572—1582

bergantian, (5) penilaian yang rumit, guru harus menilai per muatan pelajaran, dan (6) membuat deskripsi pada masing-masing
muatan pelajaran dalam penulisan rapor.
Hambatan-hambatan yang dialami tersebut, guru memiliki beberapa upaya untuk mengatasinya. Berdasarkan hasil
wawancara dengan guru kelas IV SDN Mranggen, upaya guru dalam mengatasi hambatan yang terjadi, yaitu (1) guru menyusun
RPP per subtema atau per tema. Jadi guru tidak perlu membuat RPP pada setiap harinya, (2) pembelajaran agar bervariasi pada
kegiatan mengamati guru melakukan pembelajaran di luar kelas dan pada kegiatan mengomunikasikan terkadang guru meminta
siswanya untuk menempelkan hasil karyanya di dinding kelas, (3) memunculkan siswa agar bertanya dalam proses
pembelajaran, guru memberikan pancingan kepada siswa agar mau untuk bertanya, (4) jika sarana prasarana digunakan oleh
kelas lain, guru menggantinya dengan media atau siswa diajak keluar kelas atau lingkungan sekitar sekolah, sehingga
pembelajaran dilakukan di luar kelas, (5) memberikan tanda pada masing-masing soal mata pelajaran sehingga mempermudah
guru dalam melakukan penilaian, dan (6) mendiskusikan dengan guru mata pelajaran untuk mengetahui KD mana yang kurang
dan KD mana yang sudah dikuasai oleh siswa.

Dampak Pembelajaran Tematik Terpadu


Penerapan pembelajaran tematik terpadu yang sudah dilakukan oleh guru khususnya guru kelas V SDN Purwoasri 2
memberikan dampak kepada siswa. Berdasarkan hasil wawancara dan observasi, dampak pembelajaran tematik terpadu tersebut
di antaranya (1) dalam proses pembelajaran siswa lebih aktif dan senang karena siswa dapat belajar secara dan siswa juga lebih
tanggung jawab terhadap tugas yang diberikan oleh guru, (2) kegiatan pembelajaran untuk keterampilan siswa bagus jika
dibandingkan dengan pengetahuannya, karena secara materi masih mendalam pada kurikulum sebelumnya, dan (3) sikap siswa
sudah bagus, siswa tertib saat melakukan berdoa di awal maupun akhir pembelajaran.
Selain itu, penerapan pembelajaran tematik terpadu juga dilakukan oleh guru kelas IV SDN Mranggen dan juga
memberikan dampak kepada siswa. Berdasarkan hasil wawancara dan observasi dampak pembelajaran tematik terpadu tersebut
di antaranya (1) untuk pengetahuan siswa sedikit lebih di bawah, jika dibandingkan dengan pembelajaran pada kurikulum
sebelumnya. Hal ini terjadi karena materi pembelajaran dalam Kurikulum 2013 memang relatif lebih mudah dan kesannya
kurang mendalam. Namun dalam proses belajar siswa menjadi lebih baik, karena banyak kegiatan yang harus dilakukan oleh
siswa baik individu maupun kelompok, (2) sikap siswa lebih maju, baik sikap spiritual maupun sosial. Siswa terlihat sudah rajin
beribadah, contohnya mau melaksanakan sholat dhuhur di sekolah bersama-sama dengan guru, bersalaman dengan guru saat
akan masuk kelas dan pulang, berdoa sebelum memulai dan setelah pelajaran, siswa terlihat tanggung jawab dan adanya bekerja
sama dengan temannya saat proses pembelajaran, dan (3) keterampilan siswa secara umum lebih berkembang karena kegiatan
pembelajaran yang banyak menekankan pada kegiatan praktik.
Berdasarkan paparan data di atas dapat disimpulkan bahwa penerapan pembelajaran tematik terpadu memberikan
dampak kepada siswa yaitu pengetahuan siswa lebih di bawah dibandingkan keterampilan dan sikap siswa. Pada Kurikulum
2013 ini lebih banyak praktik dalam proses pembelajarannya lebih menekankan pada keterampilan sehingga untuk pengetahuan
siswa kurang bagus.

PEMBAHASAN
Perencanaan Pembelajaran Tematik Terpadu
Keterlaksanaan pembelajaran tentunya diawali dengan adanya perencanaan. Sesuai dengan pendapat Kunandar (2013)
guru yang baik yaitu guru yang membuat perencanaan sebelum melaksanakan pembelajaran di kelas. Dalam hal ini guru harus
memiliki rencana pembelajaran sebelum memulai mengajar. Berdasarkan hasil penelitian dapat diketahui bahwa guru kelas V
SDN Purwoasri 2 dan guru kelas IV SDN Mranggen telah membuat perencanaan pembelajaran sebelum melaksanakan
pembelajaran di kelas. Data tersebut di dapatkan dari hasil wawancara dan studi dokumen yang dilakukan peneliti dengan guru
kelas V SDN Purwoasri 2 dan guru kelas IV SDN Mranggen. Guru membuat perencanaan pembelajaran sesuai dengan
penjelasan pada waktu mengikuti pelatihan Kurikulum 2013. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) dibuat dan
dikembangkan guru melalui forum KKG, selain itu ada sebagian juga yang dibuat sendiri oleh guru. Perancangan RPP yang
telah dibuat oleh guru sudah mencakup komponen identitas sekolah, identitas mata pelajaran, kelas/semester, alokasi waktu,
kompetensi inti, kompetensi dasar, indikator, tujuan, materi, kegiatan proses belajar mengajar, metode, media, sumber belajar
dan penilaian dalam suatu pembelajaran.
RPP yang telah dibuat oleh guru juga sudah mencerminkan RPP dalam pembelajaran tematik terpadu. Hal tersebut
dapat dilihat dari kegiatan pembelajaran yang dilakukan oleh guru memuat adanya beberapa muatan pelajaran dan disusun
secara runtut tidak terpisah-pisah. Majid (2014) pembelajaran tematik terpadu dimana dalam pembelajaran tersebut
memungkinkan peserta didik baik secara individu ataupun kelompok dapat menggali dan menemukan konsep holistik, otentik
dan bermakna. Pembelajaran tematik terpadu melalui pengalaman belajar yang cenderung melibatkan siswa untuk
mengontruksi pengetahuan (Gravoso, dkk, 2008). Sesuai dengan Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 22
Tahun 2016 yang menyatakan bahwa pembelajaran tematik terpadu pada Kurikulum 2013 merupakan pembelajaran yang
Sari, Akbar, Yuniastuti, Penerapan Pembelajaran Tematik… 1578

menggunakan pendekatan saintifik. Terlihat pada RPP yang sudah dibuat oleh guru kelas V SDN Purwoasri 2 dan SDN
Mranggen yaitu mencerminkan adanya pendekatan saintifik didalamnya. Pendekatan saintifik yang meliputi kegiatan
mengamati, menanya, mencoba/mengumpulkan informasi, menalar, dan mengomunikasikan.

Pelaksanaan Pembelajaran Tematik Terpadu


Pelaksanaan pembelajaran yang dilakukan guru kelas V SDN Purwoasri 2 dan guru kelas IV SDN Mranggen yaitu
pembelajaran tematik terpadu. Majid (2014) bahwa pembelajaran tematik yaitu pembelajaran yang dirancang berdasarkan tema-
tema tertentu. Sejalan dengan Trianto (2012) yang menjelaskan bahwa pembelajaran tematik merupakan metode pembelajaran
yang memadukan beberapa mata pelajaran dari berbagai kompetensi dasar. Strategi pembelajaran tematik didasarkan pada
gagasan biasanya terkait dengan pengalaman hidup siswa dan dengan demikian dengan mudah meningkatkan minat dan
keterlibatan siswa dalam pembelajaran. Pembelajaran tematik melibatkan penggunaan tema sebagai pengikat. Dalam hal ini
guru akan secara efektif menggunakan strategi untuk melibatkan siswa tidak hanya dengan cara-cara yang menyenangkan tetapi
yang membuat hubungan yang kuat antara ide dan pemahaman abstrak (Chen, 2012).
Pelaksanaan pembelajaran tematik terpadu yang guru lakukan yaitu menggunakan pendekatan saintifik. Terkait dengan
pendekatan santifik. Subagyo & Safrudianur (2014) menjelaskan bahwa langkah-langkah pendekatan ilmiah (scientific
appoach) dalam proses pembelajaran meliputi menggali informasi melalui pengamatan, bertanya, percobaan, kemudian
mengolah data atau informasi, menyajikan data atau informasi, dilanjutkan dengan menganalisis, menalar, kemudian
menyimpulkan, dan mencipta. Pada pembelajaran ini siswa diminta untuk selalu berkolaborasi dalam proses pembelajarannya.
Pelaksanaan pembelajaran dengan menggunakan pendekatan saintifik dilakukan dengan beberapa kegiatan seperti mengamati,
menanya, mencoba, menalar, dan mengomunikasikan. Mulyasa (2016) menjelaskan bahwa pendekatan saintifik lebih
menekankan pada keterlibatan siswa dalam berbagai kegiatan yang memungkinkan mereka untuk secara aktif mengamati,
menanya, mencoba, menalar, mengomunikasikan, dan membangun jejaring. Tahapan aktivitas belajar yang dilakukan dengan
menggunakan pendekatan saintifik tidak harus dilakukan dengan prosedur yang kaku, namun disesuaikan dengan hal yang akan
dipelajari (Sani, 2015). Sejalan dengan pendapat Akbar (2014) menyatakan bahwa pola pikir ilmiah tersebut hendaknya tidak
langsung diterima begitu saja oleh para guru dalam proses pengembangan kompetensi siswa, sebab jika diterima secara kaku
langkah-langkah berpikir tersebut akan menjadi sempit dan kaku, sebab dimungkinkan dapat saja terjadi tidak harus berurutan
(mengamati, mempertanyakan, menalar, mencoba, dan mengomunikasikan).
Pembelajaran dengan pendekatan saintifik, guru seringkali menggunakan model cooperative learning dengan metode
diskusi. Suprijono (2012) menjelaskan bahwa pembelajaran kooperatif merupakan semua jenis kerja kelompok termasuk
bentuk-bentuk yang lebih dipimpin oleh guru, dimana guru menetapkan tugas dan pertanyaan-pertanyaan serta menyediakan
bahan dan informasi yang dirancang untuk siswa menyelesaikan masalah. Pembelajaran kooperatif adalah pembelajaran yang
menggunakan kelompok belajar berdasarkan pada teori pembelajaran konstruktivisme yang memberi penekanan pada proses
interaksi sosial (Said, dkk, 2016). Jadi pembelajaran kooperatif adalah pembelajaran yang dilakukan oleh siswa secara
berkelompok untuk menyelesaikan permasalahan dalam belajar.
Model pembelajaran kooperatif dapat mengembangkan karakter kerjasama, berani mengemukakan pendapat,
menghargai pendapat teman, berprestasi dan komunikatif. Dalam praktik proses pembelajaran tidak terdapat secara khusus mata
pelajaran yang mengajarkan tentang pendidikan karakter, namun guru harus memiliki kompetensi untuk dapat menanamkan
sikap karakter baik pada anak dengan menyisipkan pesan moral pada pembelajaran (Akbar, 2018). Pelaksanaan pembelajaran
tematik terpadu dengan berpedoman pada buku guru dilakukan agar proses pembelajaran yang dilakukan sesuai dengan standar
dari Pemerintah. Berdasarkan pembahasan tentang pelaksanaan pembelajaran tematik terpadu yang dipaparkan di atas dapat
diketahui bahwa pelaksanaan pembelajaran yang guru lakukan sudah menggunakan pembelajaran tematik terpadu. Pelaksanaan
pembelajaran yang dilakukan oleh guru mengacu pada kegiatan pembelajaran yang ada pada buku guru.

Penilaian Pembelajaran Tematik Terpadu


Penilaian pada pembelajaran terpadu ini dilakukan secara autentik. (Jr, dkk, 2012) penilaian autentik untuk
mengungkapkan apa yang siswa pahami cukup baik untuk diterapkan dan potensi bahwa dengan memengaruhi pembelajaran
guru maka pembelajaran siswa juga akan berpengaruh. Dalam hal ini yang digunakan guru yaitu penilaian pengetahuan,
penilaian sikap dan keterampilan. Fendos (2017) “In addition to improvements in class format, another critical development in
scientific teaching has been the realization of a wide range of standardized assessment tools for quantifying various student
outcomes” bahwa selain perbaikan dalam format kelas, perkembangan penting lainnya dalam pengajaran ilmiah adalah realisasi
berbagai alat penilaian standar untuk mengukur berbagai hasil siswa. Penilaian pengetahuan dengan menggunakan tes tulis, tes
lisan dan penugasan atau proyek dengan lembar kerja (Kunandar, 2013). Penilaian pengetahuan dilakukan untuk mengukur
tingkat penguasaan siswa terhadap Kompetensi Dasar 3 pada masing-masing mata pelajaran. Guru kelas V SDN Purwoasri 2
melakukan penilaian pengetahuan dengan memberikan soal ulangan pada akhir tema, UTS dan UAS, sedangkan guru kelas IV
SDN Mranggen melakukan penilaian pengetahuan dengan memberikan soal ulangan di akhir subtema, UTS dan UAS.
1579 Jurnal Pendidikan, Vol. 3, No. 12, Bln Desember, Thn 2018, Hal 1572—1582

Penilaian sikap dilakukan dengan teknik observasi. Kunandar (2013) observasi merupakan teknik penilaian yang
dilakukan secara langsung ataupun tidak langsung. Penilaian sikap spiritual dan sikap sosial digunakan oleh guru untuk
mengetahui kemampuan siswa terhadap penguasaan Kompetensi Dasar 1 dan Kompetensi Dasar 2 dari setiap mata pelajaran
Guru kelas V SDN Purwoasri 2 melakukan penilaian sikap setiap hari, setiap pembelajaran guru memperhatikan perilaku siswa,
sedangkan guru kelas IV SDN Mranggen melakukan penilaian sikap dengan melihat rata-rata sikap dalam satu minggu atau
setiap akhir sub tema. Guru dapat melakukan penilaian keterampilan dengan observasi, proyek, dan portofolio (Kunandar,
2013). Penilaian keterampilan sosial digunakan oleh guru untuk mengetahui kemampuan siswa terhadap penguasaan
Kompetensi Dasar 4 pada masing-masing mata pelajaran. Guru kelas V SDN Purwoasri 2 dan guru kelas IV SDN Mranggen
melakukan penilaian keterampilan dengan observasi dan kinerja yang sesuai dengan teknik menilai keterampilan.
Guru menilai pengetahuan, sikap, dan keterampilan dalam proses pembelajaran dan hasil pembelajaran merupakan
bukti guru telah menilai secara autentik. (Kunandar, 2013) penilaian autentik merupakan penilaian sikap, pengetahuan dan
keterampilan berdasarkan proses dan hasil. Hal ini membuktikan bahwa penilaian yang dilakukan oleh guru dalam
pembelajaran dengan menggunakan pendekatan saintifik pada pembelajaran tematik terpadu sudah autentik. Berdasarkan
pembahasan di atas, dapat diketahui bahwa penilaian yang dilakukan oleh guru sudah autentik. Guru telah menilai siswa
terhadap aspek pengetahuan, sikap dan keterampilan. Pengetahuan siswa dinilai guru pada akhir pembelajaran (subtema atau
tema) dengan tes tulis, UTS dan UAS. Sikap siswa dinilai oleh guru dengan menggunakan observasi. Keterampilan dinilai oleh
guru dengan menggunakan observasi dan kinerja.

Hambatan dan Upaya Mengatasi Penerapan Pembelajaran Tematik Terpadu


Penerapan pembelajaran tematik terpadu di SDN Purwoasri 2 dan SDN Mranggen mengalami kendala, seperti guru
kelas V SDN Purwoasri 2 dan guru kelas IV SDN Mranggen kesulitan dalam membuat RPP yang didasari karena adanya
keterbatasan waktu dalam membuat. Sementara itu, guru dituntut untuk mempunyai perencanaan pembelajaran pada setiap kali
akan melakukan kegiatan pembelajaran. Kunandar (2013) guru yang baik adalah guru yang menyusun perencanaan sebelum
melaksanakan pembelajaran di kelas. Sehingga guru diharuskan membuat rancangan pembelajaran sebelum melaksanakan
pembelajaran di kelas. Hambatan dalam membuat RPP tersebut guru memiliki upaya untuk mengatasinya yaitu dengan
menyusun RPP sekaligus per tema atau per subtema dan menggunakan RPP tahun lalu. Hosnan (2014) Rencana Pelaksanaan
Pembelajaran (RPP) adalah rencana kegiatan proses pembelajaran yang digunakan sekali tatap muka atau lebih. Sehingga dalam
hal tersebut guru dapat membuat RPP per subtema atau per tema sekaligus.
Hambatan lain yang dialami oleh guru yaitu guru yang kurang bervariatif dalam melaksanakan pembelajaran, dimana
guru hanya berpedoman pada buku guru saja tanpa mengembangkannya. Dalam penerapan pembelajaran guru setidaknya
memberikan pembelajaran yang menyenangkan dan memotivasi siswa. Sukiniarti (2016), “teacher should be always motivating
the student in order to be active in learning and specially for Elementary School Student needs to be exist of reinforcement for
achieved student for improving pendagogik”. Guru harus selalu aktif dalam memberikan motivasi kepada siswa untuk aktif
dalam pembelajaran. Hal tersebut dapat dilihat dari hasil observasi selama berlangsungnya kegiatan pembelajaran yang terjadi
baik di kelas V SDN Purwoasri 2 maupun di kelas IV SDN Mranggen. Dalam hal ini guru memiliki upaya untuk mengatasinya
yaitu dengan mengajak siswa keluar kelas untuk mengamati benda secara langsung misalnya siswa mengamati bentuk tubuh
hewan di sekitar sekolah pada kegiatan mengamati. Dengan mengamati lingkungan sekolah, siswa akan memperoleh
pengalaman langsung dan lebih bersifat kontekstual. Kontekstual merupakan suatu pendekatan pendidikan yang mengajak
siswa dalam menggabungkan subjek akademik dari konteks keadaan siswa itu sendiri (Johnson, 2007). Pembelajaran dengan
pendekatan kontekstual merupakan suatu pendekatan yang mengaitkan materi dengan kondisi dunia nyata serta memotivasi
siswa membuat hubungan pengetahuan dengan implementasi pada kehidupannya (Winarno, 2013). Jadi, dengan pembelajaran
yang bervariatif dan kontekstual akan membuat siswa menjadi antusias dalam pembelajaran.
Guru yang sulit memunculkan siswa agar mau untuk bertanya, walaupun guru sudah memancing siswa dengan
pertanyaan pancingan, tetapi masih belum ada siswa yang mengajukan pertanyaan. Hosnan (2014) bahwa guru berusaha
memberi kesempatan kepada siswa untuk bertanya tentang apa yang sudah dilihat, disimak, dibaca atau dilihat. Kegiatan
menanya dapat terjadi apabila ada interaksi antara siswa dengan guru atau sebaliknya. Siswa perlu dilatih untuk merumuskan
pertanyaan terkait dengan materi yang dipelajari, tugas guru di sini adalah memberikan pertanyaan pancingan kepada siswa agar
rasa ingin tahu siswa tumbuh sehingga siswa akan mengajukan pertanyaan. Sejalan dengan pendapat Sani (2015) aktivitas
menanya bertujuan untuk meningkatkan keingintahuan dalam diri siswa. Upaya yang dilakukan oleh guru dalam mengatasi hal
ini yaitu membawa media dan atau benda yang menarik perhatian siswa sehingga memicu rasa ingin tahu pada diri siswa dan
akhirnya siswa akan bertanya. Penggunaan media ini bertujuan agar siswa lebih tertarik dalam melakukan kegiatan mengamati.
Hal ini sesuai dengan fungsi dari media yaitu lebih menarik perhatian dan minat siswa dalam belajar (Sagala, 2013). Guru dapat
memfasilitasi siswa dengan menyajikan media berupa gambar, video, benda nyata, miniatur (Hosnan, 2014). Hal tersebut
dilakukan dengan tujuan dapat memancing antusias siswa untuk bertanya.
Sari, Akbar, Yuniastuti, Penerapan Pembelajaran Tematik… 1580

Sarana prasarana yang digunakan guru dalam proses pembelajaran seperti proyektor dan laptop yang harus digunakan
secara bergantian. Abidin (2014) pembelajaran aktif, kreatif dan inovatif dapat terlaksana jika pembelajaran dilengkapi dengan
sarana dan prasarana pembelajaran yang mendukung. SDN Purwoasri 2 dan SDN Mranggen mengalami kendala adanya sarana
prasarana yang harus digunakan secara bergantian. Upaya yang dilakukan oleh guru yaitu ketika sarana prasarana seperti
proyektor dan laptop digunakan dengan kelas lain, guru menggunakan media lainnya atau siswa diajak untuk melakukan
pembelajaran di luar kelas. Hambatan selanjutnya yaitu kesulitan dengan proses penilaian yang begitu banyak. Ada beberapa
teknik yang harus digunakan dalam menilai siswa. Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (2016) menjelaskan bahwa teknik
untuk menilai sikap dapat dilakukan dengan observasi, penilaian diri, penilaian antar teman, dan jurnal. Kunandar (2013) guru
untuk menilai pengetahuan menggunakan tes tertulis, lisan, dan penugasan. Selain itu, guru juga harus menilai keterampilan
dengan menggunakan kinerja, proyek dan portofolio. Berbagai teknik penilaian tersebut digunakan oleh untuk menilai masing-
masing pembelajaran. Hal inilah yang menjadi hambatan guru dalam menilai pada proses pembelajaran tematik terpadu. Selain
itu dalam penulisan rapor guru juga mengalami hambatan, karena Kurikulum 2013 ini rapor yang dibuat oleh guru untuk
melaporkan hasil belajar siswa kepada orangtua siswa dibuat dengan deskripsi setiap Kompetensi Dasar tertinggi dan
Kompetensi Dasar terendah pada masing-masing mata pelajaran. Hal ini sesuai dengan pendapat Trianto (2012) yang
menjelaskan bahwa nilai akhir pada laporan (rapor) dikembalikan pada kompetensi mata pelajaran. Rapor yang dibuat dalam
bentuk deskripsi menjadi sebuah kendala bagi guru karena rapor tersebut terlalu banyak. Dalam hal ini guru untuk mengatasi
rumitnya penilaian yang dilakukan guru dan penulisan rapor yang berbentuk deskripsi. Guru mengikuti BIMTEK K-13 atau
KKG baik skala Kecamatan maupun Kabupaten mengenai penilaian proses dan penulisan deskripsi dalam rapor. Mulyasa (2016)
karena proses penilaian sangat kompleks maka guru harus memiliki pengetahuan, keterampilan dan sikap yang cukup.

Dampak Pembelajaran Tematik Terpadu


Hasil penelitian pada guru kelas V SDN Purwoasri 2 dan guru kelas IV SDN Mranggen dampak yang diperoleh siswa
setelah penerapan pembelajaran tematik terpadu baik secara langsung maupun tidak meliputi peningkatan aktivitas, motivasi,
dan hasil belajar, meliputi pengetahuan, sikap, dan keterampilan. Dampak yang diperoleh dari kelas V SDN Purwoasri 2 yaitu
dalam proses pembelajaran siswa lebih aktif, berpikir kritis dan senang karena siswa dapat belajar secara berkelompok.
Pursitasari, dkk (2015) “The study revealed that thematic based integrated science learning can increase of critical thinking
skills and character of students with good category”. Penelitian menunjukkan bahwa pembelajaran tematik terpadu dapat
meningkatkan kemampuan berpikir kritis dan karakter siswa.
Selain itu dengan adanya kerjasama yang baik antar siswa dan memberikan respon positif. Respon positif tersebut yaitu
saat berkelompok siswa yang kurang mengerti menjadi mengerti, karena guru ketika membagi kelompok dicampur yang kurang
pintar dengan yang pintar. Siswa juga lebih tanggung jawab terhadap tugas yang diberikan oleh guru. Hal ini sama dengan kelas
IV SDN Mranggen bahwa proses belajar siswa menjadi lebih baik, karena banyak kegiatan yang harus dilakukan oleh siswa
baik individu maupun kelompok. Namun, untuk pengetahuan siswa sedikit lebih di bawah, jika di bandingkan dengan
pembelajaran pada kurikulum sebelumnya. Hal ini terjadi karena materi pembelajaran dalam Kurikulum 2013 memang relatif
lebih mudah dan kesannya kurang mendalam.
Dampak yang diperoleh siswa dari aspek sikap yaitu baik dari kelas V SDN Purwoasri 2 maupun kelas IV SDN
Mranggen berdasarkan observasi dan wawancara didapat bahwa sikap siswa lebih maju, baik sikap spiritual maupun sosial.
Mereka terlihat sudah rajin beribadah, contohnya mau melaksanakan sholat dhuhur di sekolah bersama-sama dengan guru,
bersalaman dengan guru saat mau masuk kelas dan pulang, berdoa sebelum memulai dan setelah pelajaran, mau diskusi dengan
temannya saat proses pembelajaran. Asrori (2012) menjelaskan hubungan sosial individu dapat berkembang dengan adanya
dorongan rasa ingin tahu dalam diri terhadap segala sesuatu yang terdapat di dunia sekitar. Jadi dalam pembelajaran dengan
pendekatan saintifik ini sangat membantu siswa dalam membentuk sikap dan karakter yang baik. Dampak yang diperoleh siswa
dari aspek keterampilan siswa secara umum lebih berkembang karena kegiatan pembelajaran yang banyak menekankan pada
keterampilan. Dalam pembelajarannya siswa dituntut untuk dapat menggambar, menyanyi, dan kegiatan keterampilan yang
lainnya.
Berdasarkan pembahasan tentang penerapan pembelajaran tematik terpadu Kurikulum 2013 diperoleh dampak
perubahan yang terjadi pada pengetahuan, sikap dan keterampilan pada siswa. Pengetahuan yang dikuasai siswa setelah
menerapkan Kurikulum 2013 dengan pembelajaran tematik menjadi menurun, namun sikap dan keterampilan siswa mengalami
peningkatan.
1581 Jurnal Pendidikan, Vol. 3, No. 12, Bln Desember, Thn 2018, Hal 1572—1582

SIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan dapat diperoleh kesimpulan bahwa penerapan pembelajaran tematik
terpadu di kelas V SDN Purwoasri 2 dan kelas IV SDN Mranggen telah terlaksana dengan baik. Berikut uraian kesimpulan
sesuai dengan fokus penelitian.
Pertama, perencanaan pembelajaran yaitu penyusunan RPP sudah mencakup semua komponen, meliputi identitas RPP
kompetensi inti, kompetensi dasar, indikator, tujuan pembelajaran, materi pembelajaran, pendekatan pembelajaran, metode
pembelajaran, media pembelajaran, sumber belajar, langkah-langkah kegiatan pembelajaran, dan penilaian. RPP yang disusun
sudah mencerminkan Kurikulum 2013 yaitu menggunakan pendekatan saintifik pada pembelajaran tematik terpadu dan RPP
disusun sesuai dengan kebutuhan baik per-pertemuan, per subtema atau per tema.
Kedua, pelaksanaan pembelajaran telah dilaksanakan guru dengan menggunakan pendekatan saintifik melalui (a)
Kegiatan mengamati, siswa diminta untuk membaca buku dan mengamati video yang ditampilkan guru pada layar proyektor; (b)
Kegiatan menanya, siswa diminta guru untuk bertanya atau membuat pertanyaan tentang apa yang sudah diamati tersebut; (c)
Kegiatan mengumpulkan informasi, guru membagi siswa menjadi kelompok untuk mendiskusikan tentang apa yang telah
diamati dan ditanyakan. Dari sini siswa akan banyak mencoba/mengumpulkan informasi dari berbagai sumber sehingga akan
memperkaya pengetahuan siswa; (d) kegiatan mengasosiasi, guru bertanya jawab dengan siswa tentang apa yang telah
didiskusikan siswa bersama kelompoknya (bimbingan internal dalam kelompok); (e) kegiatan mengomunikasikan, siswa
menampilkan atau mempresentasikan hasil diskusinya bersama kelompok di depan kelas. Dalam hal ini melatih siswa agar
berani dalam menyampaikan pendapatnya.
Ketiga, penilaian proses dan hasil belajar yaitu guru menilai siswa dari aspek (a) pengetahuan, menilai apa yang sudah
dikerjakan siswa dalam buku siswa, memberikan evaluasi berupa tes tulis setiap akhir subtema atau tema, UTS dan UAS; (b)
sikap spiritual dan sosial, menilai dengan lembar observasi; (c) keterampilan, menilai dengan lembar observasi dan kinerja. Dari
ketiga aspek penilaian tersebut yang selanjutnya hasil laporan penilaian dicantumkan dalam rapor hasil belajar yang kemudian
disampaikan oleh wali murid siswa.
Keempat, hambatan yang dialami guru dalam penerapan pembelajaran tematik terpadu, meliputi penyusunan RPP yang
membutuhkan waktu lama karena pada Kurikulum 2013 ini menggunakan tematik, gaya guru mengajar yang kurang bervariasi
dan hanya berpedoman pada buku guru sehingga siswa kurang berantusias, adanya siswa yang kurang berani untuk bertanya
saat proses pembelajaran, sarana prasarana yang harus dilakukan secara bergantian, penilaian yang rumit karena banyaknya
penilaian yang harus dilakukan guru setiap harinya dan penulisan rapor yang rumit karena berbentuk deskripsi.
Kelima, upaya yang dilakukan guru untuk mengatasi hambatan yang terjadi saat proses pembelajaran yaitu penyusunan
RPP dilakukan per tema dengan melihat dokumen guru pada tahun sebelumnya serta berdiskusi dengan guru yang lainnya.
Guru menciptakan pembelajaran yang bervariasi agar tidak berpacu pada buku guru saja, memancing siswa dengan media yang
menarik agar minat siswa bertanya tumbuh, memiliki alternatif untuk menggunakan media atau sumber belajar lain apabila
sarana prasarana terbatas, mengikuti BIMTEK K-13 atau KKG baik skala Kecamatan maupun Kabupaten mengenai penilaian
proses dan penulisan deskripsi dalam rapor.
Keenam, dampak yang terjadi setelah menerapkan pembelajaran tematik terpadu Kurikulum 2013 yaitu pengetahuan
siswa lebih di bawah dibandingkan keterampilan dan sikap siswa. Pada Kurikulum 2013 ini lebih banyak praktik dalam proses
pembelajarannya menekankan pada keterampilan sehingga untuk pengetahuan siswa kurang bagus.
Berdasarkan kesimpulan, saran yang diberikan adalah guru hendaknya lebih meningkatkan dan mengembangkan
perencanaan, pelaksanaan dan penilaian pembelajaran dengan menerapkan pendekatan saintifik pada pembelajaran tematik
terpadu sesuai ketentuan yang berlaku, sehingga pembelajaran akan lebih efektif. Guru sebelum melaksanakan kegiatan perlu
adanya perencanaan yaitu dengan menyusun RPP. Dengan perencanaan pembelajaran yang matang, maka pelaksanaan
pembelajaran juga dapat berjalan dengan optimal serta membawa dampak baik terhadap siswa. Hal ini dapat menjadikan siswa
lebih berpikir kritis, kreatif, dan inovatif.

DAFTAR RUJUKAN
Abidin, Y. (2014). Desain Sistem Pembelajaran dalam Konteks Kurikulum 2013. Bandung: PT Refika.
Akbar, S. (2014). Penyegaran Pembelajaran Tematik Berbasis KKNI Kurikulum 2013: Makalah Kuliah Umum. Malang:
Universitas Kanjuruhan Malang.
Akbar, S. (2018). Pembelajaran Tematik. Malang: Universitas Negeri Malang.
Asrori, M. (2012). Psikologi Pembelajaran. Bandung: CV Wacana Prima.
Chen, Y. (2012). The effect of thematic video-based instruction on learning and motivation in e-learning, 7(6), 957–965.
https://doi.org/10.5897/IJPS11.1788
Fendos, J. (2017). Scientific Teaching and Active Learning yet to Revolutionize Education in East Asia. Asian Education
Studies, 2(4), 1. https://doi.org/10.20849/aes.v2i4.210
Furchan, A. (2011). Pengantar Penelitian dalam Pendidikan. Yogyakarta: Pustaka Pelajar Offset.
Sari, Akbar, Yuniastuti, Penerapan Pembelajaran Tematik… 1582

Gravoso, R. S., Pasa, A. E., Labra, J. B., & Mori, T. (2008). Design and Use of Instructional Materials for Student-Centered
Learning: A Case in Learning Ecological Concepts. The Asia-Pacific Education Researcher, 17(1).
https://doi.org/10.3860/taper.v17i1.353
Hanurawan. (2016). Metode Penelitian Kualitatif untuk Ilmu Psikologi. Jakarta: Rajawali Press.
Hidayati, W., Tarbiyah, F., State, T., & Kalijaga, S. (2016). Implementation of Curriculum 201 In Primary School Sleman
Yogyakarta, 6(2), 6–12. https://doi.org/10.9790/7388-0602020612
Hosnan. (2014). Pendekatan Saintifik dan Kontekstual dalam Pembelajaran Abad 21. Bogor: Ghalia Indonesia.
Johnson, B. E. (2007). Contextual Teaching & Learning. Bandung: MLC.
Jr, K. W. C., Student, G., Wilson, E., Flowers, J. L., & Farin, C. E. (2012). Scientific Basis vs . Contextualized Teaching and
Learning: The Effect on the Achievement of Postsecondary Students, 53(1), 57–66. https://doi.org/10.5032/jae.2012.01057
Kunandar. (2013). Penelitian Autentik (Penilaian Hasil Belajar Peserta Didik Berdasarkam Kurikulum 2013) Suatu
Pendekatan Praktis Disertai dengan Contoh. Jakarta: Rajagrafindo Persada.
Majid, A. (2014). Pembelajaran Tematik Terpadu. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
Moedzakir. (2010). Desain dan Model Penelitian Kualitatif. Malang: Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Malang.
Mulyasa, H. E. (2016). Guru dalam Implementasi Kurikulum 2013. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
Narti, Y., Setyosari, P., Degeng, I. N. S., & Dwiyogo, W. D. (2016). Thematic Learning Implementation in Elementary School
(Phenomenology Studies in Pamotan SDN 01 and 01 Majangtengah Dampit Malang). International Journal of Science
and Research, 5(11), 1849–1855. https://doi.org/10.21275/ART20163223
Prastowo, A. (2012). Metode Penelitian Kualitatif dalam Perspektif Rancangan Penelitian. Yogyakarta: Ar-Ruzz Media.
Pursitasari, I. D., Nuryanti, S., & Rede, A. (2015). Promoting of Thematic-based Integrated Science Learning on the Junior
High School, 6(20), 97–102.
Sa’ud, U. S. (2013). Inovasi Pendidikan. Bandung: Alfabeta.
Sagala, S. (2013). Konsep dan Makna Pembelajaran. Bandung: Alfabeta.
Said, I. M., Sutadji, E., & Sugandi, M. (2016). The Scientific Approach-Based Cooperative Learning Tool for Vocational
Students Vocation Program of Autotronic (Automotive Electronic) Engineering. IOSR Journal of Research & Method in
Education, 6(3), 67–73. https://doi.org/10.9790/7388-0603046773
Sani, R. A. (2015). Pembelajaran Saintifik untuk Implementasi Kurikulum 2013. Jakarta: PT. Bumi Aksara.
Subagyo, L., & Safrudianur. (2014). Implementasi Kurikulum 2013 pada Jenjang SD, SMP, SMA dan SMK di Kalimantan
Timur Tahun 2013/2014. Pancaran, 3(4), 131–144. https://doi.org/10.1111/ijlh.12426
Sukiniarti. (2016). Improving Science Pedagogic Quality in Elementary School Using Process Skill Approach can Motivate
Student to be Active in Learning, 7(5), 150–157.
Suprijono, A. (2012). Cooperative Learning. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Trianto. (2012). Mengembangkan Model Pembelajaran Tematik. Jakarta: Prestasi Pustaka.
Winarno. (2013). Pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan. Jakarta: Bumi Aksara.
1583 Jurnal Pendidikan, Vol. 3, No. 12, Bln Desember, Thn 2018, Hal 1572—1582

What is the research! Implementation of Integrated Thematic Learning in


Primary Schools

What is the aim of the research? This study aims to describe the planning,
implementation, assessment, obstacles, efforts, and
impact of integrated thematic learning at SDN
Purwoasri 2 and SDN Manager.

What is the research design it? This research design is a case study. In this research,
the case study approach provides a detailed and
complete explanation of a social phenomenon about
the implementation of integrated thematic learning at
SDN Purwoasri 2 and SDN Mranggen. The data used
as a reference to describe the implementation of
integrated thematic learning at SDN Purwoasri 2 and
SDN Mranggen were obtained from observations,
interviews, and document studies. Data analysis
techniques used in this research are data reduction,
data display, and conclusion drawing/verification.

What is the result finding? Based on the results of the research and discussion, it
can be concluded that the implementation of integrated
thematic learning in grade V of SDN Purwoasri 2 and
grade IV of SDN Mranggen has been well
implemented. First, learning planning, namely the
preparation of lesson plans, has included all
components. Second, the implementation of learning
has been carried out by teachers using a scientific
approach. Etc.

What is the strength and weaknesses? Teachers should further improve and develop
planning. With careful learning planning, the
implementation of learning can also run optimally and
have a good impact on students. This can make
students think more critically, creatively, and
innovatively.
JURNAL PEDAGOGIA ISSN 2089-3833 Volume. 5, No. 2, Agustus 2016

KESULITAN MAHASISWA DALAM MENCAPAI PEMBELAJARAN


BAHASA INGGRIS SECARA EFEKTIF

Fika Megawati
Dosen Program Studi Bahasa Inggris
Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan
Universitas Muhammadiyah Sidoarjo
Jl. Mojopahit 666b, Sidoarjo
Surel:fikamegawati@umsida.ac.id

Abstrak
Di Indonesia bahasa Inggris merupakan bahasa asing untuk dipelajari. Dalam prakteknya baik guru dan
siswa masih menghadapi banyak masalah ketika proses pembelajaran. Berbagai respon dapat ditemui di
kelas terkait masalah-masalah tersebut, khususnya pada sikap siwa selama mengikuti proses
pembelajaran, hasil belajar siswa, dan partisipasi dalam melaksanakan kegiatan kelompok. Penelitian ini
bertujuan untuk memaparkan kesulitan-kesulitan yang dihadapi siswa dalam belajar bahasa Inggris dan
faktor penyebabnya. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan instrumen angket,
observasi, danrekaman video. Analisis data penelitian dilakukan melalui tiga cara yaitu reduksi data,
penyajian data, penarikan kesimpulan dan verifikasi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa subjek
penelitian mengalami kesulitan belajar bahasa Inggris yang beragam. Hal tersebut terjadi akibat factor
tingkat penguasaan bahasa Inggris yang berbeda-beda.
Kata kunci : kesulitan belajar, kompetensi, Bahasa Inggris

Abstract
In the context of EFL instruction, it seems that both teachers and learners face many problems during the
classroom activities. Various responses can be seen as the result of this situation, particularly at the
attitude during the learning process, the result in completing the task, and the contribution in team work.
This study aimed to describe English learning problems reported by the learners as non – English
Department students. This study applied qualitative research method and use observation, recording,
amdquestionnaire as the instruments. The data were analized through three stages: data reduction, data
display, and conclusion drawing/verification. The results of the study show that EFL learners experience
a range of English learning problems. It happened due to different proficiency level of the students.
Keywords: learning problems, competence, English

PENDAHULUAN
Menguasai bahasa Internasional merupakan hal yang perlu dikembangan
saat ini. Dengan ditetapkannya Indonesia sebagai anggota AEC (ASEAN
Economic Community), maka sudah sepatutnya generasi bangsa semakin maju
dalam hal ilmu pengetahuan dan teknologi yang didukung dengan penguasaan
bahasa pengantar yang baik dan benar. Bahasa Inggris merupakan bahasa
internasional penting yang dapat menghubungkan masyarakat dengan dunia dalam
berbagai aspek termasuk aspek pendidikan. Hal ini telah ditunjukkan dengan
peraturan pemerintah yang menjadikan mata pelajaran bahasa Inggris sebagai
mata pelajaran wajib untuk dipelajari siswa dari sekolah dasar hingga jenjang
SMA. Bahkan di level pendidikan tinggi, seluruh program studi pasti memberikan
mata kuliah Bahasa Inggris untuk 1 atau 2 semester meskipun disiplin ilmu yang

Website: www.ojs.umsida.ac.id Page | 147


Fika Megawati, Kesulitan Mahasiswa dalam Mencapai Pembelajaran Bahasa Inggris Secara Efektif

diambil tidak berkaitan dengan Bahasa Inggris. Hal tersebut menunjukkan betapa
pentingnya penguasaan bahasa asing, khususnya bahasa Inggris sebagai salah satu
pengantar kesuksesan bidang akademik seseorang maupun untuk menunjang karir
di dunia kerja (Sinaga, 2010).
Komunikasi dapat terwujud jika seseorang menguasai empat keterampilan
bahasa: menyimak, berbicara, membaca, dan menulis. Hal tersebut berlaku juga
pada proses pembelajaran bahasa Inggris yang disebut listening dan reading
sebagai receptive skill sedangkan reading dan speaking sebagai productive skill.
Sering orang menyebut bahwa hanya dengan menguasai speaking, orang itu dapat
dikatakan mahir berbahasa. Hal tersebut tidaklah sepenuhnya benar. Bahasa tulis
juga penting untuk dikuasai. Sebagai contoh, ketika kita membuka Internet dan
ingin merespon email, tentu saja dibutuhkan kemampuan membaca yang teliti
beserta kemampuan menulis dengan struktur bahasa yang benar sehingga dapat
memberi jawaban yang sesuai.
Selain itu terdapat tiga elemen bahasa yang berperan penting dalam
mendukung keempat keterampilan tersebut, yaitu pronunciation (pelafalan),
vocabulary (kosa kata), dan grammar (struktur bahasa). Untuk mencapai
kemampuan bahasa Inggris yang optimal, diperlukan instruktur bahasa yang
profesional agar menghasilkan peserta didik yang berkualitas. Selain itu,
penguasaan materi dan praktek harus diberikan dengan porsi yang seimbang.
Namun, untuk mewujudkan kelas bahasa yang ideal bukanlah hal yang mudah.
Selain memiliki pengasaan materi yang cukup, seorang pengajar bahasa
seharusnya mengetahui tingkat penguasaan bahasa masing-masing peserta didik.
Jika semua kondisi disamaratakan, akan terasa sulit untuk mencapai tujuan
pembelajaran yang diharapkan. Karena pada dasarnya setiap siswa mempunyai
karakteristik berbeda termasuk pada teknik belajar dan porsi penyerapan materi
pelajaran seperti pada konsep multiple intelligence (Stanford, 2003).
Dalam proses pembelajaran bahasa Inggris, seorang siswa tentu pernah
mengalami suatu hambatan dalam belajar. Hambatan tersebut dapat menimbulkan
kurang maksimalnya hasil belajar siswa. Hal tersebut dapat terjadi pada siapa saja
termasuk pada mahasiswa yang mengambil program studi bahasa Inggris dan non
bahasa Inggris. Hasan (2000) menyatakan bahwa kesulitan yang dihadapi oleh

Website: www.ojs.umsida.ac.id Page | 148


JURNAL PEDAGOGIA ISSN 2089-3833 Volume. 5, No. 2, Agustus 2016

banyak pebelajar bahasa Inggris sebagai bahasa asing adalah ketidakpahaman


pada pengucapan bahasa Inggris yang diutarakan dengan kecepatan normal
melalui materi listening. Pada keterampilan membaca, Rahmawati (2011)
berpendapat bahwa masalah yang dihadapi untuk pemahaman teks bacaan terletak
pada kurangnya pengetahuan tentang bahan bacaan dan ketidaktahuan bagaimana
cara menghubungkan ide antara kalimat satu dengan yang lain. Keterampilan
menulis merupakan hal yang sulit karena kegiatan tersebut membutuhkan proses
pemikiran yang kompleks dan sistematis, namun demikian perlu dikuasai oleh
pebelajar bahasa Inggris. Menurut Rukmini (2011), di dalam komunikasi
keterampilan menulis juga penting untuk dikuasai. Manfaatnya akan terasa ketika
bahasa tulis tersebut publikasikan dan dibaca orang banyak. Sehingga kualitas
tulisan harus selalu ditingkatkan. Untuk kemampuan berbicara, Megawati &
Mandarani (2016) dalam penelitiannya menemukan bahwa kesulitan yang sering
dihadapi siswa sewaktu berbicara bahasa Inggris terletak pada minimnya kosa
kata bahasa Inggris.
Dari permasalahan-permasalahan yang dihadapi tentunya mendorong
seorang guru atau instruktur bahasa agar lebih memperhatikan kondisi siswanya
diikuti dengan kesiapan dalam pelaksanaan pembelajaran. Tanpa persiapan yang
matang, kegiatan pembelajaran tidak akan berjalan dengan efektif. Persiapan-
persiapan tersebut dapat dilihat dari Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP),
materi, media, dan penilaian. Dengan memahami permasalahan yang dihadapi
siswa, seorang pendidik dapat melakukan refleksi diri untuk mengatahui seberapa
efektif keterlaksanaan proses pembelajaran di kelas dan untuk meningkatkan
kualitas mahasiswa).
Permasalahan pada pembelajaran bahasa Inggris tidak hanya ditemukan di
level pendidikan dasar, menengah, dan atas, melainkan akan berlanjut sampai
tingkat perguruan tinggi. Beberapa penelitian telah membuktikan hal tersebut
pada masing-masing keterampilan bahasa Inggris (Kharma, 1981; Megawati
&Mandarani, 2016; Lituanas dkk. (1999); Hasan, 2016). Hal ini berlaku juga pada
mahasiswa yang bukan berasal dari jurusan Bahasa Inggris. Tiap mahasiswa tentu
memiliki ketertarikan pada bidang ilmu yang berbeda. Sehingga tidak semua suka
pada bahasa Inggris dan memilih jurusan bahasa Inggris. Hal ini tidak dapat

Website: www.ojs.umsida.ac.id Page | 149


Fika Megawati, Kesulitan Mahasiswa dalam Mencapai Pembelajaran Bahasa Inggris Secara Efektif

dipisahkan dari permasalahan yang akan muncul ketika proses pembelajaran


berlangsung. Untuk memenuhi kewajiban sebagai mahasiswa di suatu universitas,
mereka diharuskan mengambil mata kuliah Bahasa Inggris dan bahkan harus lulus
tes TOEFL dengan nilai yang cukup tinggi. Bagi mahasiswa yang tidak memiliki
latar belakang pengetahuan bahasa yang kuat yang didapat sejak SD sampai SMA
akan merasa sangat terbebani dengan hal ini. Sehingga sebagai pebelajar bahasa
Inggris yang tidak mendalami ilmu di bidangnya (ESP learners) berpotensi untuk
menghasilkan beragam respon dalam proses pembelajaran (Zuomin, 1995)
Berdasarkan konsep yang dipaparkan pada pendahuluan, dapat disimpulkan
bahwa terdapat banyak kesulitan yang dihadapi siswa ketika belajar bahasa
Inggris, terutama sebagai bahasa asing karena bahasa tersebut digunakan pada
kondisi dan orang tertentu bukan pada kegiatan sehari-hari. Oleh karena itu, pada
artikel ini peneliti tertarik untuk menggali lebih dalam hambatan-hambatan yang
dialami mahasiswa pada empat keterampilan bahasa, khususunya pada bebelajar
Bahasa Inggris yang bukan dari juruan bahasa Inggris atau yang umum di sebut
ESP learners. Hal ini dirasa perlu untuk dilakukan sebagai bahan informasi yang
nantinya dapat digunakan untuk perbaikan konsep pembelajaran bahasa Inggris
yang efektif untuk mahasiswa yang bukan dari jurusan bahasa Inggris (ESP
learners).

METODE PENELITIAN
Berdasarkan pada tujuan penelitian ini, yaitu untuk mengetahui kesulitan
siswa dalam belajar Bahasa Inggris, maka jenis penelitian ini adalah penelitian
kualitatifyang menghasilkan kata-kata tertulis atau lisan yang dapat diamati.
Penelitian dilaksanakan pada mahasiswa semester genap 2015-2016 di bulan Mei
2016. Subjek penelitian adalah mahasiswa Universitas Muhammadiyah Sidoarjo
prodi PGSD semester 2A1 dan 2A3 yang mengambil mata kuliah Bahasa Inggris
II. Dimana sebelumnya mereka telah mendapatkan materi bahasa Inggris I yang
membahasa tentang konsep dasar bahasa Inggris. Jumlah dari subjek penelitian
adalah 65 mahasiswa.
Pengumpulan data yang dilakukan adalah dengan metode penyebaran
angket, rekaman,dan observasi. Angket disebarkan kepada subjek penelitian untuk

Website: www.ojs.umsida.ac.id Page | 150


JURNAL PEDAGOGIA ISSN 2089-3833 Volume. 5, No. 2, Agustus 2016

mengetahui respon mahasiswa tentang pengalaman belajar bahasa Inggris selama


dua semester termasuk kesulitan yang dialami dalam proses pembelajaran. Selain
itu, peneliti juga mengumpulkan data melalui rekaman pada kegiatan akhir
semester dimana mahasiswa diminta untuk mendeskripsikan idolanya dalam
bentuk rekaman video selama kurang lebih 7 menit. Hasil rekaman kemudian
diamati khususnya pada aspek penampilan sikap mahasiswa dan penyampaian
bahasa. Observasi berlangsung selama kegiatan pembelajaran satu semester untuk
mengamati mahasiswa yang tergolong aktif, kurang aktif, dan pasif.
Mahasiswa dapat dikategorikan aktif ketika dalam proses pembelajaran
menunjukkan partisipasinya untuk menjawab pertanyaan, mengajukan pertanyaan,
dan sering mengungkapkan pendapat saat kegiatan kelompok. Untuk yang kurang
aktif, dapat dilihat dari intensitas interaksi yang jarang terjalin antara mahasiswa
tersebut dengan dosen. Mereka hanya aktif ketika diminta atau ditunjuk dosen
untuk mengemukakan pendapatnya. Kategori yang terakhir yaitu pasif dimana
mahasiswa hampir tidak pernah berkontribusi secara lisan dengan dosen, serta
memiliki nilai kuis atau ujian tengah semester rendah (dibawah nilai 50.
Teknik triangualsi digunakan untuk memeriksa keabsahan data penelitian.
Sebagaimana yang dinyatakan oleh Sugiyono (2006: 241) bahwa ketika seorang
peneliti menggunakan triangulasi maka peneliti tersebut mengumpulkan data
sekaligus mengecek apakah data yang didapat kredibel atau tidak dengan beragam
teknik pengumpulan data dan sumber referensi.
Pada penelitian ini, analisis data yang digunakan terdiri dari tiga tahap,
yaitu reduksi data, penyajian data, dan penarikan kesimpulan atau verifikasi.
1. Reduksi Data
Peneliti merangkum proses pengambilan data selama kegiatan pembelajaran
berlangsung dengan cara mencari poin penting yang menjadi fokus pada data
penelitian. Dalam hal ini adalah mengklasifikasikan jawaban terkait kesulitan
yang dihadapi ketika pembelajaran menurut tingkat keaktifan mahasiswa.
2. Penyajian data
Peneliti menyajikan hasil data penelitian yang telah dirangkum dengan cara
mendeskripsikan secara detail dan jelas hal-hal yang terkait dengan hambatan-
hambatan mahasiswa dalam proses pembelajaran bahasa Inggris.

Website: www.ojs.umsida.ac.id Page | 151


Fika Megawati, Kesulitan Mahasiswa dalam Mencapai Pembelajaran Bahasa Inggris Secara Efektif

3. Penarikan kesimpulan
Kesimpulan yang dipaparkan pertama kali bersifat sementara. Hal ini dapat
berubah ketika kurang adanya referensi pendukung untuk memperkuat hasil
pengumpulan data. Ketika terdapat referensi pendukung yang valid dan
konsisten, maka peneliti ini bisa menarik kesimpulan yang kredibel.

HASIL DAN PEMBAHASAN


Dari hasil yang didapat melalui angket, semua mahasiswa mempunyai
beragam pendapat tentang keterampilan yang paling sulit untuk dikuasai. Tidak
ada satu keterampilan yang terlewati. Namun jika dibandingkan dari satu
keterampilan bahasa dengan keterampilan bahasa yang lain, hasil menunjukkan
bahwa Speaking berada pada level yang paling tinggi. Beberapa faktor yang
menjadi alasan mengapa mereka memilih Speaking adalah sebagai berikut:
kurangnya kosa kata dalam bahasa Inggris, sulit menghafal, pengucapan yang
susah karena sangat berbeda dengan bahasa Indonesia, takut membuat kesalahan,
takut ditertawakan teman, dan kurangnya pengetahuan Grammar. Beberapa faktor
penyebab kesulitan mahasiswa terletak pada faktor afektif siswa. Hal ini diperkuat
dengan hasil penelitian Afisa & Yolanda (2015) yang menyatakan bahwa faktor
penyebab kesulitan dalam belajar berbicara bahasa Inggris adalah jumlah
frekuensi praktek berbicara bahasa Inggris dan faktor psikologi (dalam hal ini bisa
dikatakan faktor afektif).
Posisi kedua terletak pada keterampilan Listening. Ketika mendengar
video atau tanyangan berbahasa Inggris, mahasiswa merasa tidak dapat mengikuti
kecepatan normal suara penutur Bahasa Inggris asli. Kemudian kurangnya
penguasaan kosa kata dan pemahaman aksen bahasa Inggris membuat mereka
tidak mengerti isi yang dibicarakan pada percakapan meskipun kecepatannya
sudah disesuaikan dengan bahasa Indonesia atau penuturnya bukan native.
Permasalah Listening juga ditemukan oleh Paakki (2003) yang meneliti tentang
pebelajar bahasa Inggris antara orang Jepang dan Finlandia. Disebutkan bahwa
kondisi pebelajar bahasa inggris dari Jepang dipengaruhi oleh perbedaan aksen
bahasa Inggris sehingga pemahaman pada kegiatan menyimak tidak maksimal, hal
ini membawa dampak pada pengucapan bahasa target. Berbeda dengan Jepang,

Website: www.ojs.umsida.ac.id Page | 152


JURNAL PEDAGOGIA ISSN 2089-3833 Volume. 5, No. 2, Agustus 2016

pebelajar dari Finlandia merasa bahwa aksen British sangat melekat pada mereka
sehingga bahasa yang dihasilkan pun masih tergolong baik.
Writing adalah kegiatan paling kompleks untuk di kuasai. Bagi pebelajar
ESP dalam konteks ini. Namun, sedikit mahasiswa yang menjadikan writing
sebagai keterampilan yang sulit dipelajari. Hal ini karena dalam proses
pembelajaran, mereka melakukan pendekatan proses writing dimana ada beberapa
step yang harus dilewati sebelum mereka mempublikasikan hasil tulisan bahasa
Inggris mereka. Proses writing tersebut terdiri dari outlining (penyusunan
kerangka paragraph), drafting (pembuatan draf awal paragraf), editing
(pengecekan pada ketepatan penulisan), revising (pengecekan pada ketepatan
relevansi isi), dan publishing (mempublikasikan hasil tulisan untuk dibaca oleh
teman). Pentingnya process apporach pada kegiatan menulis sangat disarankan
karena untuk menuangkan suatu gagasan diperlukan suatu proses kegiatan yang
dapat mengembangkan ide dan memperbaiki unsur – unsur di dalamnya. Selain
itu diperlukan media pembelajaran yang sesuai sehingga kesulitan yang dihadapi
dapat diminimalisasi dengan media tersebut. Salah satu media yang dapat
digunakan adalah comic strips jika ide yang akan dikembangkan berhubungan
dengan teks naratif (Megawati & Anugerahwati, 2012).
Kesulitan dalam pembelajaran bahasa Inggris paling rendah terletak pada
Reading. Sebagian besar mahasiswa berpendapat bahwa keterampilan membaca
adalah hal yang paling mudah untuk dilakukan. Faktor yang dijadikan landasan
jawaban oleh mahasiswa adalah karena ketertarikan mereka pada kegiatan
membaca. Sehingga meskipun bahasa pengantar yang diberikan adalah bahasa
Inggris mereka tetap menikmati kegiatan itu. Alasan yang kedua yaitu ketika
membaca mahasiswa mempunyai teks yang dapat langsung dijadikan bahan
referensi untuk menjawab pertanyaan yang berkaitan dengan pemahaman teks.
Namun pendapat yang menyatakan reading sebagai keterampilan yang
sulit tidak dapat diabaikan meskipun jumlahnya sangat sedikit. Dari keterangan
yang didapat, mahasiswa merasa sulit memahami isi bacaan dalam bahasa Inggris
dikarenakan rendahnya penguasaan kosa kata sehingga pesan yang terkanding
pada apa yang mereka baca sangat sulit di maknai. Hal ini dapat dijadikan

Website: www.ojs.umsida.ac.id Page | 153


Fika Megawati, Kesulitan Mahasiswa dalam Mencapai Pembelajaran Bahasa Inggris Secara Efektif

masukan untuk semua pengajar bahasa agar memperhatikan tingkat kesulitan pada
pemilihan bacaan bahasa Inggris dengan kompetensi mahasiswa (Johnson, 1930).
Sebagai bahan pendukung data penelitian, analisis dilakukan pada hasil
rekaman tugas akhir mahasiswa. Sebelum melakukan rekaman, mahasiswa
diminta membaca referensi idola yang akan dideskripsikan (disarankan sumber
yang berbahasa Inggris). Kemudian, membuat draf deskripsi idola maksimal dua
paragraf dan dikonsultasikan dengan dosen. Setelah mendapat masukan dari
dosen, mahasiswa melakukan revisi dan mempersiapkan diri dengan melihat dan
menyimak video You Tube sebelum membuat rekaman. Agar mempermudah
analisis data rekaman, peneliti mengklasifikasikan hasil rekaman mahasiswa
menjadi tiga kategori, yaitu mahasiswa aktif, kurang aktif, dan pasif.
Hasil analisis menunjukkan bahwa pada siswa yang aktif berpartisipasi
dikelas bahasa Inggris, mampu melaksanakan projek dengan percaya diri dan
lancar dengan pengucapan yang hampir mendekati benar. Hal ini dapat dilihat dari
ekspresi wajah mereka yang tidak menunjukkan rasa tegang dan kefasihan mereka
ketika menceritakan profil idolanya. Mereka dengan percaya diri memperlihatkan
gambar idola mereka sambil mendeskripsikan alasan mereka memilih tokoh
tersebut sebagai inspirasi. Beberapa mahasiswa bahkan melakukan improvisasi
yang sangat baik guna memberikan informasi yang detail kepada pendengar.
Untuk mahasiswa yang kurang aktif dalam proses pembelajaran,
penampilan mereka cukup bagus, terutama dalam pengucapan kosa kata bahasa
Inggris meskipun masih terdengar terbata-bata dikarenakan mereka belum hafal
atau membaca teks yang ada pada catatan tangan. Catatan yang telah dipersiapkan
membantu memberikan ide yang akan disampaikan di dalam rekaman. Untuk
ekspresi wajah, mereka terlihat santai dan tidak tegang ketika memberikan
gambaran profil idola masing-masing.
Hasil rekaman Speaking siswa yang pasif berpartisipasi di kelas selama
proses pembelajaran Bahasa Inggris satu semester menunjukkan bahwa mereka
tidak percaya diri untuk mendeskripsikan idolanya dalam bahasa Inggris
meskipun mereka sudah mempersiapkan catatan untuk dibaca. Selama
menjelaskan deskripsi idolanya, suara yang dihasilkan sangat pelan dan ekspresi
wajah menunjukkan raut muka yang malu atau gelisah. Selain itu, susunan

Website: www.ojs.umsida.ac.id Page | 154


JURNAL PEDAGOGIA ISSN 2089-3833 Volume. 5, No. 2, Agustus 2016

struktur bahasa yang digunakan tidak begitu bagus. Hal tersebut terlihat ketika
mereka berusaha mengucapkan kosa kata bahasa Inggris dengan putus-putus dan
diulang-ulang karena tidak yakin apa yang diucapkan. Hal ini dikarenakan
keterbatasan dalam menerjemahkan bahasa Indonesia ke dalam bahasa Inggris
tanpa pengecekan ulang atau proofread. Meskipun dalam konsultasi isi dari
deskripsi sudah mendapatkan masukan, tetapi hasil perbaikan yang dilakukan
tidak cukup memuaskan.
Dari semua hasil penelitian, dapat disimpulkan bahwa kesulitan belajar
bahasa Inggris dalam mencapai kompetensi bahasa secara utuh dipengaruhi oleh
tingkat penguasaan bahasa tiap mahasiswa. Hal ini dapat dilihat dari pernyataan
subjek penelitian yang tergolong aktif berpendapat bahwa Speaking merupakan
keterampilan yang paling mudah. Hal ini bertolak belakang dengan mahasiswa
yang tergolong pasif yang menyatakan bahwa Speaking merupakan hal yang
paling sulit untuk dikuasai.

SIMPULAN
Proses pembelajaran bahasa Inggris tidak dapat dipisahkan dengan
munculnya berbagai kesulitan-kesulitan yang terjadi terutama pada peserta didik.
Kesulitan tersebut dapat di lihat dari masing-masing keterampilan bahasa atau
secara keseluruhan. Pada kondisi kelas yang mempunyai kompetensi bahasa yang
berbeda, kesulitan yang dihadapi juga beragam haislnya. Pada penelitian ini,
subjek penelitian menunjukkan kesulitan belajar bahasa Inggris pada empat
keterampilan dengan urutan yang paling sulit hingga yang paling mudah sebagai
berikut Speaking, Listening, Reading, Writing. Faktor penyebab kesulitan belajar
bahasa inggris sangat dipengaruhi oleh tingkat penguasaan bahasa masing-masing
mahasiswa. Pada mahasiswa aktif kecenderungan memilih writing. Tetapi, untuk
mahasiswa pasif cenderung memilih speaking sebagai hal yang susah
dipraktekkan. Hasil rekaman video menunjukkan bahwa siswa aktif dan kurang
aktif dapat melaksanakan tugas akhir dengan baik dalam hal percaya diri dan tata
bahasa. Tetapi untuk siswa pasif, hasil menunjukkan bahwa mahasiswa kurang
percaya diri dan tidak dapat mendeskripsikan dengan lancar.

Website: www.ojs.umsida.ac.id Page | 155


Fika Megawati, Kesulitan Mahasiswa dalam Mencapai Pembelajaran Bahasa Inggris Secara Efektif

DAFTAR PUSTAKA
Afisa, P., & Yolanda, S. (2015). The Students’ Difficulties In Speaking At The
Tenth Grade Of SMA Negeri 1 Sine In 2014/2015 Academic Year
(Doctoral dissertation, Muhammadiyah University of Surakarta).
Hasan, A. S. (2000). Learners' perceptions of listening comprehension problems.
Language Culture and Curriculum, 13(2), 137-153.
Johnson, G. R. (1930). An objective method of determining reading difficulty.
The Journal of Educational Research, 21(4), 283-287.
Kharma, N. (1981). Analysis of the errors committed by Arab university students
in theuse of the English definite/indefinite articles. IRAL-International
Review of Applied Linguistics in Language Teaching, 19(1-4), 333-345.
Lituanas, P. M., Jacobs, G. M., & Renandya, W. A. (1999). A study of extensive
reading with remedial reading students. Language instructional issues in
Asian classrooms, 89-104.
Megawati, F., & Anugerahwati, M. (2012). Comic Strips: AStudy on the
Teaching of Writing Narrative Texts to Indonesian Efl Students. Teflin,
23(2).
Megawati, F., Mandarani, V. (2016). Speaking Problems in English Communication.
Artikeldipresentasikanpada the First ELTiC Conference. Universitas
Muhammadiyah Purworejo, Jawa Tengah. 30 Agustus 2016.

Paakki, H. (2013). Difficulties in Speaking English and Perceptions of Accents: A


Comparative Study of Finnish and Japanese Adult Learners of English.
Unpublished Master‟ s Thesis, University of Eastern Finland.
Rahmawati, I. F. (2011). Improving Eighth Graders’ Reading Comprehension
through Autonomous Strategy. SKRIPSI Jurusan Sastra Inggris-
FakultasSastra UM.
Rukmini, A. S. (2011). The Implementation of Teacher Corrective Feedback in
Teaching Writing Descriptive Text to The Second Year Students of
SMPN 1 Tunjungan in 2010/2011 Academic Year (Doctoral dissertation,
Univerversitas Muhammadiyah Surakarta).
Sugiyono, M. P. P. P. K. (2006). Kualitatif, dan R dan D. Bandung: Alfabeta.
Sinaga, F. (2010). Peranan Bahasa Inggris Dalam Era Globalisasi. Tersedia:
htpp://kursusinggris.wordpress.com, diakses tanggal 20 Juli 2016
Stanford, P. (2003). Multiple intelligence for every classroom. Intervention in
school and clinic, 39(2), 80-85. Peranan Bahasa Inggris.
Zuomin, N. (2005). Approaches to the bottlenecks of interdisciplinary education
of English majors—Starting from the problems of ESP in the education
of English majors [J]. Foreign Language World, 5, 006.

Website: www.ojs.umsida.ac.id Page | 156


JURNAL PEDAGOGIA ISSN 2089-3833 Volume. 5, No. 2, Agustus 2016

What is the research! Students Difficulties in Achieving Effective English


Learning

What is the aim of the research? This study aims to describe the difficulties students
face in learning English and the factors that cause
them.

What is the research design? The research data was analyzed in three ways: data
reduction, data presentation, conclusion drawing, and
verification.
What is the result finding? From the results obtained, all students had a variety of
opinions about the most difficult skills to master. No
one skill was overlooked. But when compared from
one language skill to another, the results show that
Speaking is at the highest level.

What is the strength and weaknesses? The English learning process cannot be separated from
the emergence of various difficulties that occur,
especially for students. Factors causing difficulties in
learning English are strongly influenced by the level
of language mastery of each student.

Website: www.ojs.umsida.ac.id Page | 157


JURNAL PEDAGOGI A ISSN 2089 - 3833 Volume. 5, No. 2, Agustus 2016

KEMAMPUAN PENALARAN MATEMATIKA MAHASISWA


MELALUI PENDEKATAN PROBLEM SOLVING

Ririn Dwi Agustin


Dosen Program Studi Pendidikan Matematika
IKIP Budi Utomo Malang Kampus C
Jalan Citandui No. 46 Malang
Surel: ririndwiagustin85@gmail.com

Abstrak
Kemampuan bernalar sangat dibutuhkan bagi siswa maupun mahasiswa dalam memahami materi atau
konsep matematika. Namun pada kenyataannya banyak mahasiswa yang sulit memahami materi atau
konsep matematika, sehingga hasil kurang maksimal. Salah satu cara untuk meningkatkan kemampuan
penalaran matematika adalah dengan menggunakan pendekatan problem solving, dengan menggunakan
pendekatan ini mahasiswa akan lebih bertanggung jawab dan terlibat secara langsung dalam pemecahan
masalah dengan merumuskan dan memecahkan masalah mereka sendiri. Kemampuan penalaran dapat
dilihat dari hasil tes siswa dalam mengerjakan soal pemecahan masalah yang dibuat berdasarkan
indikator penalaran matematika Tujuan penelitian ini yaitu untuk mendeskripsikan kemampuan penalaran
matematika mahasiswa yang berkemampuan tinggi, sedang, dan rendah pada mahasiswa pendidikan
matematika IKIP Budi Utomo Malang. Jenis penelitian yang digunakan peneliti adalah penelitian
deskriptif kualitatif. Subjek dalam penelitian ini adalah 3 siswa yang terdiri dari 1 siswa berkemampuan
tinggi, 1 siswa berkemampuan sedang, dan 1 siswa berkemampuan rendah. Pengambilan data dilakukan
dengan memberikan soal Tes Pemecahan Masalah (TPM) kepada ketiga subjek tersebut. Setelah itu,
dilakukan wawancara kepada setiap subjek. Berdasarkan analisis data didapatkan kesimpulan bahwa
kemampuan penalaran siswa yang berkemampuan tinggi dan sedang berkriteria baik, sedangkan siswa
yang berkemampuan rendah berkriteria cukup.
Kata Kunci: Penalaran Matematika, Pendekatan Problem Solving

Abstract
Reasoning capabilities for students are very significant to develop in understanding the material or Math
concepts. Nevertheless, a lot of students are often get difficult to understand the material or Math
concepts. This makes the students’ learning outcome not satisfying. One way to improve the ability of
Mathematical reasoning is through a problem solving approach. By using this approach, students will be
more responsible and directly involved in solving the problem by formulating and solving their own
problems. The ability of reasoning can be seen from the results of the tests in working on the problem-
solving based on the indicator of Mathematical reasoning research purpose i.e. to describe mathematical
reasoning abilities of high, average, and low students in Mathematics Education Study Program of IKIP
Malang Budi Utomo. This study was descriptive qualitative research. The subjects in this study were 3
students, one student from high proficiency level, average proficiency level, and low proficiency level.
Data retrieval was done by giving the problem-solving test. After that, interview was conducted to every
subject. To sum up, reasoning ability of the students of high and average proficiency level were good,
while the low proficiency level student was enough.
Keywords: Mathematical Reasoning, Problem Solving Approach

PENDAHULUAN
Kemajuan dan perkembangan IPTEK yang sangat pesat saat ini tidak lepas
dari peran pendidikan sebagai salah satu tolak ukur berkembangnya suatu bangsa.
Untuk menguasai IPTEK maka dibutuhkan penguasaan dalam berbagai ilmu,
salah satunya adalah matematika. Perkembangan IPTEK tidak hanya menuntut
kemampuan menerapkan matematika tapi juga dibutuhkan kemampuan penalaran
untuk menyelesaikan berbagai masalah yang akan muncul. Dalam pembelajaran

Website: www.ojs.umsida.ac.id Page | 179


Ririn Dwi Agustin, Kemampuan Penalaran Matematika Mahasiswa Melalui Pendekatan Problem
Solving
matematika, kemampuan penalaran berperan penting baik dalam pemahaman
konsep maupun pemecahan masalah (problem solving).
Salah satu cara untuk meningkatkan kemampuan penalaran matematika
adalah dengan menggunakan pendekatan problem solving yaitu suatu cara
menyajikan pelajaran dengan mendorong peserta didik untuk mencari atau
memecahkan suatu masalah/persoalan dalam rangka pencapaian tujuan
pengajaran. Dengan menggunakan pendekatan ini, mahasiswa akan lebih
bertanggung jawab dan terlibat secara langsung dalam pemecahan masalah
dengan merumuskan dan memecahkan masalah mereka sendiri, atau dengan
menulis kembali masalah dalam kata-kata sendiri guna memudahkan pemahaman.
Berdasarkan hasil penilain yang dilakukan dengan peneliti selaku dosen
pendidikan matematika dna pengampu matakuliah metode numerik kelas 2013A,
kemampuan penalaran mahasiswa tersebut masih tergolong kurang. Salah satu
faktor yang mempengaruhinya adalah logika berpikir mahasiswa. Pada waktu
perkuliahan mata kuliah metode numerik mahasiswa belum terlalu paham dengan
materi yang disampaikan. Oleh karena itu, butuh beberapa kali pertemuan dalam
menjelaskan suatu materi agar siswa benar- benar paham. Selain itu, dosen juga
perlu menerapkan model atau pendekatan pembelajaran yang cocok dengan
karakteristik mahasiswa agar kemampuan penalaran mahasiswa bisa meningkat
dalam pembelajaran matematika.
Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan penelitian ini adalah
(1) Untuk mengetahui kemampuan penalaran matematika mahasiswa pendidikan
matematika yang berkemampuan tinggi melalui pendekatan problem solving; (2)
Untuk mengetahui kemampuan penalaran matematika mahasiswa pendidikan
matematika yang berkemampuan sedang melalui pendekatan problem solving; (3)
Untuk mengetahui kemampuan penalaran matematika mahasiswa pendidikan
matematika yang berkemampuan rendah melalui pendekatan problem solving.
Penalaran
Shurter dan Pierce dalam Purnamasari (2014: 4) berpendapat bahwa istilah
penalaran diterjemahkan dari reasoning yang didefinisikan sebagai proses
pencapaian kesimpulan logis berdasarkan fakta dan sumber yang relevan. Suparno

Website: www.ojs.umsida.ac.id Page | 180


JURNAL PEDAGOGI A ISSN 2089 - 3833 Volume. 5, No. 2, Agustus 2016

dkk (2006: 41) mendefinisikan penalaran adalah proses berpikir sistematik dan
logis untuk memperoleh sebuah simpulan (pengetahuan atau keyakinan).
Penalaran adalah suatu kegiatan berpikir khusus, di mana terjadi suatu
penarikan kesimpulan, di mana pernyataan disimpulkan dari beberapa premis.
Matematika dan proses penalaran merupakan dua hal yang tidak dapat dipisahkan.
Matematika dapat dipahami melalui proses penalaran, dan penalaran dapat dilatih
melalui belajar matematika. Pernyataan yang menjadi dasar penarikan suatu
kesimpulan dalam penalaran disebut dengan premis atau antesedens, sedangkan
suatu pernyataan baru yang merupakan kesimpulan disebut dengan konklusi atau
konsekuens (Shadiq, 2004: 2). Berdasarkan uraian di atas maka dapat disimpulkan
bahwa penalaran adalah suatu kegiatan berpikir logis untuk mengumpulkan fakta,
mengelola, menganalisis, menjelaskan, dan membuat kesimpulan.
Dari beberapa pendapat di atas indikator-indikator yang digunakan untuk
mengetahui kemampuan penalaran mahasiswa dalam penelitian ini adalah:
1. Menganalisis situasi matematik: mahasiswa mengerti masalah dalam soal
matematika. Mengetahui apa yang diketahui dan yang ditanyakan dalam soal
serta menghubungkan dengan cara penyelesaiannya.
2. Merencanakan proses penyelesaian: mahasiswa dapat merencanakan proses
penyelesaian sebuah soal matematika.
3. Memecahkan persoalan dengan langkah yang sistematis: mahasiswa mampu
menyelesaikan masalah matematika sesuai dengan urutan langkah yang baik
dan benar.
4. Menarik kesimpulan yang logis: mahasiswa menarik kesimpulan yang logis
dengan memberikan alasan pada langkah penyelsaiannya.
Indikator-indikator di atas digunakan untuk mengetahui kemampuan
penalaran mahasiswa, serta diperkuat oleh hasil wawancara yang dilakukan
kepada mahasiswa dengan melihat hasil pekerjaannya.
Kemampuan Bernalar Matematika
Menurut Turmudi dalam Sumartini (2015: 2) mengatakan bahwa
kemampuan penalaran matematis merupakan suatu kebiasaan otak seperti halnya
kebiasaan lain yang harus dikembangkan secara konsisten menggunakan berbagai
macam konteks. Dengan penalaran matematis, mahasiswa dapat mengajukan

Website: www.ojs.umsida.ac.id Page | 181


Ririn Dwi Agustin, Kemampuan Penalaran Matematika Mahasiswa Melalui Pendekatan Problem
Solving
dugaan kemudian menyusun bukti dan melakukan manipulasi terhadap
permasalahan matematika serta menarik kesimpulan dengan benar dan tepat.
Penalaran matematika diperlukan untuk menentukan apakah sebuah argumen
matematika benar atau salah dan dipakai untuk membangun suatu argumen.
Penalaran matematika tidak hanya penting untuk melakukan pembuktian
atau pemeriksaan program, tetapi juga untuk inferensi dalam suatu sistem
kecerdasan buatan. Pada dasarnya setiap penyelesaian soal matematika
memerlukan kemampuan penalaran. Melalui penalaran, mahasiswa diharapkan
dapat melihat bahwa matematika merupakan kajian yang masuk akal atau logis.
Dengan demikian mahasiswa merasa yakin bahwa matematika dapat dipahami,
dipikirkan, dibuktikan, dan dapat dievaluasi. Berdasarkan uraian yang telah
dijelaskan sebelumnya, maka dapat disimpulkan bahwa kemampuan penalaran
matematika mahasiswa adalah kemampuan atau kesanggupan mahasiswa dalam
menyelesaikan soal yang diberikan.
Pendekatan Problem Solving
Dilihat dari pendekatannya, pembelajaran terdapat dua jenis pendekatan,
yaitu pendekatan pembelajaran yang berorientasi pada siswa (student centered
approach) dan pendekatan pembelajaran yang berorientasi atau berpusat pada
guru (teacher centered approach). Pendekatan pemecahan masalah (problem
solving approach) dalam dunia pendidikan dikenal pertama kali oleh John
Dewey. Menurut John Dewey dalam Rohmah (2011: 8) “masalah adalah suatu
yang diragukan atau sesuatu yang belum pasti”. Teori ini timbul karena
kurikulum pembelajaran dibuat sedemikian rupa yang tujuan sebenarnya adalah
untuk memecahkan masalah yang ada dan berkaitan dengan “keperluan serta
interest” yang berkembang pada suatu waktu tertentu.
Secara garis besar tahap-tahap pemecahan masalah menurut Polya dalam
Tarigan (2012: 18) adalah sebagi berikut:
1. Tahap Pemahaman Masalah (Understanding the Problem)
Pada tahap pemahaman masalah mahasiswa harus dapat memahami kondisi
atau masalah yang ada pada soal tersebut.

Website: www.ojs.umsida.ac.id Page | 182


JURNAL PEDAGOGI A ISSN 2089 - 3833 Volume. 5, No. 2, Agustus 2016

2. Tahap Perencanaan Cara Penyelesaian (Devising a Plan)


Pada tahap pemikiran suatu rencana, mahasiswa harus dapat memikirkan
langkah- langkah apa saja yang penting dan saling menunjang untuk dapat
memecahkan masalah yang dihadapinya.
3. Tahap Pelaksanaan Rencana (Carrying Out the Plan)
Pada tahap pelaksanaan rencana adalah mahasiswa telah siap melakukan
perhitungan dengan segala macam data yang diperlukan termasuk konsep
dan rumus atau persamaan yang sesuai.
4. Tahap Peninjauan Kembali (Looking Back)
Tahap ini diharapkan dari keterampilan mahasiswa dalam memecahkan
masalah adalah siswa harus berusaha mengecek ulang dan menelaah
kembali dengan teliti setiap langkah pemecahan yang dilakukannya.
Problem solving adalah belajar memecahkan masalah. Pada tingkat ini
peserta didik belajar merumuskan memecahkan masalah, memberikan respons
terhadap rangsangan yang menggambarkan atau membangkitkan situasi
problematik, yang menggunakan berbagai kaidah yang telah dikuasainya.

METODE PENELITIAN
Jenis penelitian yang digunakan penulis dalam penelitian ini adalah
penelitian deskriptif kualitatif, yaitu penelitian yang digunakan untuk
menggambarkan, menjelaskan dan menjawab persoalan-persoalan tentang
fenomena dan peristiwa yang terjadi saat ini, baik tentang fenomena sebagaimana
adanya maupun analisis hubungan antar variabel dalam suatu fenomena. Dalam
penelitian ini akan dideskripsikan kemampuan penalaran matematika siswa yang
berkemampuan tinggi, sedang, dan rendah melalui pendekatan problem solving.
Adapun subjek dalam penelitian ini yaitu 3 orang mahasiswa angkatan
2013A semster genap tahun akademik 2015/2016 IKIP Budi Utomo Malang yang
terdiri dari 1 mahasiswa berkemampuan tinggi, 1 mahasiswa berkemampuan
sedang dan 1 mahasiswa berkemampuan rendah.
Data yang diperoleh adalah TPM matematika yang berfungsi untuk
mengukur tingkat kemampuan penalaran matematika siswa dalam menyelesaikan

Website: www.ojs.umsida.ac.id Page | 183


Ririn Dwi Agustin, Kemampuan Penalaran Matematika Mahasiswa Melalui Pendekatan Problem
Solving
masalah matematika, dan pedoman wawancara yang digunakan untuk
mewawancarai subjek setelah mengerjakan TPM.
Adapun rubrik penilaian dan kriterian kemampuan penalaran yang
digunakan dalam penelitian ini dapat dilihat pada tabel di bawah ini:
Tabel 1. Rubrik Penilaian Kemampuan Penalaran
No Indikator Skor Kriteria
Penalaran
1 Menganalisis 1 Jika mahasiswa tidak dapat menuliskan apa yang
situasi diketahui dan yang ditanyakan dari soal
matematik 2 Jika mahasiswa dapat menuliskan apa yang
diketahui dan yang ditanyakan dari soal namun
tidak sesuai
3 Jika mahasiswa dapat menuliskan apa yang
diketahui dan yang ditanyakan dari soal dengan
4 Jika mahasiswa dapat menuliskan apa yang
diketahui dan yang ditanyakan dari soal sangat
2 Merencanakan 1 Jika mahasiswa tidak dapat memperkirakan proses
proses penyelesaian
penyelesaian 2 Jika mahasiswa dapat memperkirakan proses
penyelesaian namun tidak sesuai
3 Jika mahasiswa dapat memperkirakan proses
penyelesaian dengan sesuai
4 Jika mahasiswa dapat memperkirakan
proses penyelesaian dengan sangat sesuai
3 Memecahkan 1 Jika mahasiswa tidak dapat memcahkan persoalan
persoalan dengan langkah yang sistematis
dengan langkah 2 Jika mahasiswa dapat memcahkan persoalan dengan
yang langkah yang sistematis namun tidak sesuai
sistematis
3 Jika mahasiswa dapat memcahkan persoalan dengan
langkah yang sistematis dengan sesuai
4 Jika mahasiswa dapat memcahkan persoalan dengan
langkah yang sistematis dengan sangat sesuai
4 Menarik 1 Jika mahasiswa tidak dapat menarik kesimpulan
kesimpulan yang logis
yang logis 2 Jika mahasiswa dapat menarik kesimpulan yang
logis namun tidak sesuai
3 Jika mahasiswa dapat menarik kesimpulan yang
logis dengan sesuai
4 Jika mahasiswa dapat menarik kesimpulan yang
logis dengan sangat sesuai

Website: www.ojs.umsida.ac.id Page | 184


JURNAL PEDAGOGI A ISSN 2089 - 3833 Volume. 5, No. 2, Agustus 2016

Tabel 2. Kriteria Kemampuan Penalaran Matematika Mahasiswa


Skor Kriteria
4–6 Kurang
7 – 10 Cukup
11 – 13 Baik
14 - 16 Sangat Baik
Adopsi Azmi (2013: 32)

HASIL DAN PEMBAHASAN


1. Subjek Berkemampuan Tinggi (ST)
5 Skor Penilaian
Keterangan:
4
P Menganalisis situasi matematik
3 Q Merencanakan proses penyelesaian
R Memecahkan persoalan dengan sistematis
2 S Menarik kesimpulan yang logis
Indikator Penalaran
P Q R S

Diagram 1. Skor Kemampuan Penalaran ST dalam Menyelesaikan Masalah

Berdasarkan diagram 1 dapat dilihat bahwa subjek yang


berkemampuan tinggi (ST) dapat menganalisis situasi matematik dengan baik,
merencanakan proses penyelesaian soal dengan baik, menyelesaikan soal
menggunakan langkah yang sistematis dengan baik dan dapat menarik
kesimpulan yang logis dengan baik.
2. Subjek Berkemampuan Sedang (SS)

Skor Penilaian
5
Keterangan:
4
P Menganalisis situasi matematik
3 Q Merencanakan proses penyelesaian
R Memecahkan persoalan dengan sistematis
S Menarik kesimpulan yang logis
2

P Q R S Indikator Penalaran

Diagram 2. Skor Kemampuan Penalaran SS dalam Menyelesaikan Masalah

Berdasarkan Diagram 2, dapat dilihat bahwa subjek berkemampuan


sedang (SS) dapat menganalisis situasi matematik dengan baik, merencanakan
proses penyelesaian soal dengan baik, memecahkan persoalan secara
sistematis dengan baik, dan menarik kesimpulan logis dengan sangat baik.

Website: www.ojs.umsida.ac.id Page | 185


Ririn Dwi Agustin, Kemampuan Penalaran Matematika Mahasiswa Melalui Pendekatan Problem
Solving
3. Subjek Berkemampuan Rendah (SR)

Skor Penilaian
5
Keterangan:
4
P Menganalisis situasi matematik
3 Q Merencanakan proses penyelesaian
R Memecahkan persoalan dengan sistematis
S Menarik kesimpulan yang logis
2

P Q R S Indikator Penalaran
Diagram 3. Skor Kemampuan Penalaran SR dalam Menyelesaikan Masalah

Berdasarkan diagram 3, dapat dilihat bahwa subjek yang


berkemampuan rendah (SR) dapat menganalisis situasi matematik dengan
baik, tergolong kurang dalam merencanakan penyelesaian soal, tergolong
cukup dalam memecahkan persoalan dengan langkah yang sistematis, dan
tergolong kurang dalam menarik kesimpulan yang logis.
Adapun hasil rekapitulasi skor kemampuan masing-masing subjek,
dapat dilihat pada tabel di bawah ini:
Tabel 3. Rekapitulasi Kemampuan Penalaran ST, SS dan SR
dalam Menyelesaikan Masalah
Skor Perolehan tiap
No Subjek Kemampuan Indikator Penalaran Jumlah Kesimpulan
P Q R S Skor

1 ST Tinggi 3 3 3 3 12 Baik
2 SS Sedang 3 3 3 4 13 Baik
3 SR Rendah 3 1 2 1 7 Cukup
Keterangan:
P: Menganalisis situasi matematik
Q: Merencanakan proses penyelesaian
R: Memecahkan persoalan dengan langkah yang sistematis
S: Menarik kesimpulan yang logis

Berdasarkan Tabel 3 di atas dapat terlihat sedikit perbedaan antara subjek


berkemampuan tinggi (ST) dengan subjek berkemampuan sedang (SS) pada
indikator menarik kesimpulan yang logis (S). Subjek berkemampuan sedang
mampu menarik kesimpulan dengan sangat baik dengan menjelaskan setiap
langkah penyelesaian soal pada saaat wawancara serta dapat menuliskan
kesimpulan pada saat tes tertulis. Sedangkan subjek berkemampuan tinggi dapat

Website: www.ojs.umsida.ac.id Page | 186


JURNAL PEDAGOGI A ISSN 2089 - 3833 Volume. 5, No. 2, Agustus 2016

menjelaskan setiap langkah penyelesaian dengan baik pada saat wawancara tetapi
lupa menuliskan kesimpulan pada saat tes tertulis. Secara garis besar kedua subjek
tersebut dapat melakukan keempat indikator penalaran dengan baik. Subjek
berkemampuan rendah (SR) dapat menganalisis situasi matematik, tetapi tidak
dapat merencanakan proses penyelesaian dengan baik sehingga tidak
mendapatkan kesimpulan jawaban yang benar.

SIMPULAN
Dari hasil dan pembahasan disimpulkan bahwa (1) Kemampuan penalaran
matematika siswa yang berkemampuan tinggi termasuk kriteria baik; (2)
Kemampuan penalaran matematika siswa yang berkemampuan tinggi termasuk
kriteria baik; (3) Kemampuan penalaran matematika yang berkemampuan
sedang termasuk kriteria cukup.

DAFTAR PUSTAKA
Azmi, Ulul. 2013. Profil Kemampuan Penalaran Matematika Dalam
Menyelesaikan Masalah Matematika Ditinjau Dari Kemampuan
Matematika Pada Materi Persamaan Garis Lurus Kelas VIII SMP YPM
4 Bohar Sidoarjo. Skripsi. Tidak diterbitkan. Surabaya: Institut Agama
Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya.

Purnamasari, Yanti. 2014. Pengaruh Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Teams


Games Tournament (Tgt) Terhadap Kemandirian Belajar Dan
Peningkatan Kemampuan Penalaran Dan Koneksi Matematik Peserta
Didik SMPN 1 Kota Tasikmalaya. Jurnal Pendidikan dan Keguruan
Vol.1, No.1.

Rohmah, Siti. 2011. Penerapan Pendekatan Problem Solving dalam


Meningkatkan Hasil Belajar Kimia Siswa terhadap Konsep Mol dalam
Stoikiometri. Skripsi. Tidak diterbitkan. Jakarta: UIN Syarif
Hidayatullah.

Suparno & Yunus, M. 2006. Keterampilan Dasar Menulis. Jakarta: Universitas


Terbuka

Shadiq, Fadjar. 2004. Pemecahan Masalah, Penalaran dan Komunikasi


Yogyakarta: PPPG Matematika.

Website: www.ojs.umsida.ac.id Page | 187


Ririn Dwi Agustin, Kemampuan Penalaran Matematika Mahasiswa Melalui Pendekatan Problem
Solving
Sumartini, T. S. 2015. Peningkatan Kemampuan Penalaran Matematis Melalui
Pembelajaran Bebasis Masalah. Jurnal Pendidikan Matematika Vol. 5,
No. 1.
Tarigan. D. E. 2012. Analisis Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika
Berdasarkan Langkah-Langkah Polya Pada Materi Sistem Persamaan
Linear Dua Variabel Bagi Siswa Kelas VIII SMP Negeri 9 Surakarta
Ditinjau Dari Kemampuan Penalaran Siswa. Tesis. Tidak diterbitkan
Surakarta : Universitas Sebelas Maret.

Website: www.ojs.umsida.ac.id Page | 188


JURNAL PEDAGOGI A ISSN 2089 - 3833 Volume. 5, No. 2, Agustus 2016

What is the research! Students' Mathematical Reasoning Ability


through Problem-Solving Approach

What is the aim of the research? The purpose of this research is to describe
the mathematical reasoning ability of
students with high, medium, and low
abilities in mathematics education students
at IKIP Budi Utomo Malang.

What is the research design it? The way to improve mathematical


reasoning ability is to use a problem-
solving approach, by using this approach
students will be more responsible and
directly involved in problem-solving by
formulating and solving their own
problems. Reasoning ability can be seen
from the results of student tests in working
on problem-solving problems made based
on mathematical reasoning indicators.
What is the result finding The medium ability subject was able to
draw conclusions very well by explaining
each step of solving the problem during the
interview and could write conclusions
during the written test. Meanwhile, the high
ability subject could explain each step of
the solution well during the interview but
forgot to write the conclusion during the
written test. Broadly speaking, the two
subjects can perform the four reasoning
indicators well. The low-ability subject
(SR) could analyze the mathematical
situation, but could not plan the solution
process well so he did not get the correct
answer conclusion.

What is the strength and weaknesses?

Website: www.ojs.umsida.ac.id Page | 189


Ririn Dwi Agustin, Kemampuan Penalaran Matematika Mahasiswa Melalui Pendekatan Problem
Solving POLA PELAKSANAAN PENDIDIKAN KARAKTER
TERHADAP SISWA SEKOLAH DASAR

Murniyetti , Engkizar, dan Fuady Anwar


Universitas Negeri Padang (UNP)
email: murniyetti@yahoo.co.id

Abstrak: Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pola pendidikan karakter terhadap siswa yang
dilaksanakan oleh empat sekolah dasar berkategori unggul di Kota Padang Sumatera Barat. Penelitian
menggunakan metode kualitatif melalui pendekatan studi kasus (qualitative case study design). Sumber
data penelitian diambil dari dua belas orang informan yang terdiri atas kepala sekolah, guru kelas,
guru Pendidikan Agama Islam, guru seni dan guru olah raga yang dipilih dari empat sekolah dasar
tersebut menggunakan teknik purposive. Data penelitian diambil melalui wawancara secara mendalam
(indepth interview ) kepada seluruh informan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat delapan
tema penting tentang pola pelaksanaan pendidikan karakter efektif yang dilaksanakan terhadap siswa
di empat sekolah tersebut. Delapan tema tersebut dilaksanakan melalui: (1) materi pembelajaran; (2)
aturan-aturan sekolah (disiplin, peduli lingkungan, tanggung jawab ); (3) perlombaan sains antarsiswa
(kreatif, gemar membaca, rasa ingin tahu ); (4) ajang penghargaan siswa berprestasi (menghargai, kerja ke-
ras, demokratis, peduli ); (5) peringatan hari kebangsaan (semangat kebangsaan, cinta terhadap tanah air,
menghargai, peduli ); (6) praktik ibadah dan bimbingan kerohanian (jujur , religius, tanggung jawab); (7)
kegiatan pramuka (kreatif , peduli sosial , kerja keras, jujur, bersahabat, cinta damai demokratis); (8) adanya
kelas talenta dan musik (kreatif dan bekerja keras, menghargai ).

Kata Kunci: pola, pendidikan karakter, siswa sekolah dasar

PATTERNS OF CHARACTER EDUCATION OF PRIMARY SCHOOL STUDENTS

Abstract: This study aims to determine the pattern of character education to students conducted by a
superior category of four elementary schools in the city of Padang, West Sumatra. The study used a
qualitative method through a case study approach. Sources of data were taken from twelve infor-
mants consisting of the principal, classroom teacher, a teacher of Islamic education, art teacher and
sports teacher selected from four elementary schools using purposive technique. Data were taken
through in-depth interviews (depth interview) to all informants. The results showed that there are
eight important themes on the pattern of implementation of effective character education conducted
on students in four schools. Eight themes are carried through: (1) the learning materials; (2) the school
rules (discipline, care for the environment, responsibility); (3) competition between students of science
(creative, fond of reading, curiosity); (4) awards outstanding students (respect, hard work, democratic,
caring); (5) commemoration day of nationality (the national spirit, love of the homeland, respect, care);
(6) the practice of worship and spiritual guidance (honest, religious, responsibility); (7) scouting
(creative, social care, hard working, honest, friendly, peace-loving democratic); (8) their talents and
music classes (creative and work hard, respect).

Keywords: pattern, character education, primary school students

PENDAHULUAN jujur, toleransi, disiplin, kerja keras, kreatif,


Dalam usaha mendidik siswa yang mandiri, demokratis, rasa ingin tahu, sema-
berkarakter, terdapat delapan belas nilai- ngat kebangsaan, cinta tanah air, menghar-
nilai pendidikan karakter yang mesti dita- gai prestasi, bersahabat/komunikatif, cinta
namkan oleh seorang guru. Delapan belas damai, gemar membaca, peduli lingkung-
pesan karakter tersebut adalah: religius, an, peduli sosial, tanggung jawab (Kesuma,
Website: www.ojs.umsida.ac.id Page | 190

156
157

2012:32; Amri, 2012: 54; Mulyasa, 2012:35; Dari berbagai hasil penelitian yang
Daryanto, 2013:43; dan Anggraini, et. al. telah penulis himpun, saat ini terdapat tu-
2016:76). Pada dasarnya konsep pendidik- juh bentuk dekadensi moral generasi muda
an karakter bukanlah sesuatu yang baru bangsa. Dekadensi tersebut setidaknya
dalam konsep pendidikan di Indonesia. menggambarkan begitu rapuhnya karakter
Buktinya, para pendiri negeri ini secara diri generasi muda Indonesia. Pertama,
nyata telah menuangkan nilai-nilai karak- penyalahgunaan narkoba. Ada 3,8 hingga
ter tersebut sebagaimana terlihat jelas pada 4,2 juta pengguna narkoba di Indonesia
seluruh sila-sila Pancasila sebagai dasar ne- dari kalangan pelajar dan mahasiswa. Dari
gara. Menurut Megawangi (2004:35), Wolf- pengguna narkoba ini 48% di antaranya
gang, et.al. (2006), dan Rawana, et. al. (2011: adalah pecandu dan 52% sekadar coba-
76), pendidikan karakter sangat penting coba dan pemakai (BNN , 2012). Kedua, por-
untuk pembentukan kepribadian siswa dan nografi, 64% pelajar dan mahasiswa belajar
diharapkan mampu menjadi fondasi utama seks melalui film porno dan DVD bajakan.
dalam membangun manusia Indonesia ber- Akibatnya 39% responden dari usia 15 -19
takwa dan siap bersaing di masa menda- tahun dan 25% usia 20 -25 tahun sudah per-
tang. nah berhubungan seksual (KPAI, 2016). Ke-
Menanamkan nilai-nilai karakter ter- tiga, seks bebas, 800 jenis video porno asli
hadap siswa sebagaimana telah dirumus- produksi dalam negeri, 90 % dari video ter-
kandalam Kurikulum 2013 merupakanlang- sebut diperankan oleh kalangan pelajar dan
kah awal untuk memperbaiki tujuan pendi- mahasiswa (KPAI, 2016 ). Keempat, kasus
dikan di Indonesia (Adisusilo, 2012:36). Be- aborsi, hampir 2,4 juta terjadi setiap tahun-
gitu juga penanaman pendidikan karakter nyaatau (700-800 ribu), dan pelakunya ada-
ternyata mampu mendidik siswa yang ung- lah kalangan remaja (Komnas HAM . 2016).
gul dari aspek pengetahuan, cerdas secara Kelima, prostitusi, 150.000 anak di bawah
emosional, dan kuat dalam keperibadian usia 18 tahun menjadi pekerja seks, sete-
(Lickona, 2006:93; Milson, et.al. 2010:50; Les- ngah dari pekerja seks tersebut berusia di
lie, 2012:208); dan Darmayanti & Wibowo, bawah 18 tahun, sedangkan 50.000 diantara-
2014:76). nya belum mencapai usia 16 tahun (KPAI ,
Menurut beberapa penelitian terda- 2016). Keenam, tawuran pelajar dan maha-
hulu seperti yang dilakukan oleh Lynn & siswa, pada tahun 2012 sudah terjadi 139
Arthur (2007) dinyatakan bahwa pendidik- tawuran kasus tawuran, bahkan 12 kasus
an di Indonesia secara umum masih ber- tersebut menyebabkan kematian, dan pada
orientasikan kepada hasil ujian (exam orien- 2011 dari 339 kasus tawuran menyebabkan
ted). Oleh karena itu, sudah saatnya sistem 82 anak meninggal dunia (KPA1 , 2016). Ke-
pendidikan Indonesia direformasi karena tujuh, geng motor, judi taruhan geng motor
belummampumenjawab kebutuhanzaman. berkisar 5 sampai 25 juta rupiah per sekali
Merujuk kepada hasil penelitian dan pen- balapan liar, akibatnya sekitar 60 orang
dapat tersebut, maka tentu perlu pembuk- meninggal setiap tahunnya (KPAI, 2016 ).
tian secara empirik akibat dari kurang te- Itulah beberapa bentuk dekadensi moral
patnya arah pendidikan selama ini sehing- yang melanda kalangan generasi muda di
ga generasisekarang cenderung rapuh, mu- Indonesia yang dapat diamati pada Gam-
dah emosi, dan kehilangan karakter seba- bar 1.
gai generasi.

Pola Pelaksanaan Pendidikan Karakter terhadap Siswa Sekolah Dasar


158

Instrumen penelitian berupa satu set


Narkoba protokol wawancara terstruktur sebagai-
Sek mana yang dirancang oleh Krueger (1994:
Pornografi
Bebas 21). Menurut Krueger, agar wawancara
tersusun dengan rapi dan informan mudah
Bentuk
dekadensi memahamialur perbincangan, peneliti pen-
moral Geng ting menyusun protokol wawancara dalam
Aborsi
Motor
beberapa bagian, yaitu pertanyaan pembu-
ka, pengenalan, transisi, kunci, dan perta-
Prostitusi Tawuran nyaan penutup. Peneliti tetap harus berpe-
ran memandu perbincangan dengan infor-
man sehingga data yang dicari sesuai de-
Gambar: 1 . Deskripsi Dekadensi
ngan penelitian (Yin 1994:65). Seluruh data
M oral Generasi
yang dikumpukan melalui wawancara men-
dalam (indepth interview ) selanjutnya diana-
METOD E lisis secara tematik menggunakan software
Penelitian ini menggunakan metode Nvivo 8 . Analisis tematik merupakan salah
kualitatif melalui pendekatan studi kasus satu cara yang lebih fleksibel untuk meng-
(qualitative case study design). Menurut Yin identifikasi, menganalisis, dan melaporkan
(1993:16) dan Denzin & Lincoln (1994:76) data penelitian kualitatif. Sebelum seluruh
metode ini tepat digunakan apabila peneli- data dimasukkan ke dalam alat analisis
ti ingin melihat dan mengeksplorasi hasil Nvivo 8 , seluruh hasil wawancara dengan
dari sebuah program atau kegiatan yang informan dilakukan proses transkripsi, ke-
telah dilaksanakan. Sedangkan Denzin & mudian direduksi, dikelompokkan ke da-
Lincoln (1994:76) dan Bungin (2003:23) me- lam sebuah tema untuk dilaporkan dalam
nyatakan desain penelitian seperti ini da- bentuk dialog atau verbatim (Virginia
pat membantu peneliti memahami perma- Braun & Victoria Clarke, 2012:23-31).
salahan secara dalam dan kompleks. Sum-
HASIL DAN PEMBAHASAN
ber data penelitian diambil kepada dua pu-
Berdasarkan hasil wawancara de-
luh orang informan yang terdiri dari kepa-
ngan seluruh informan, hasil penelitian se-
la sekolah, guru kelas, guru seni, guru olah
cara nyata mendapati bahwa terdapat de-
raga dan guru Pendidikan Agama Islam
lapan tema penting tentang pola pelaksa-
yang dipilih dari empat sekolah dasar ber-
naan pendidikan karakter yang dilaksana-
kategori unggul menggunakan teknik pur-
kan terhadap siswa sekolah dasar di Kota
posive. Menurut Fantana (1994:89), Creswell
Padang. Delapan tema tersebut dilaksana-
(2006:54), dan Sugiyono (2014:89) pemilih-
kan melalui materi pembelajaran, aturan-
an informan setidaknya harus mempunyai
aturan sekolah, perlombaan sains antarsis-
empat kategori, yaitu: (1) memahami de-
wa, ajang penghargaan siswa berprestasi,
ngan baik permasalahan yang diteliti; (2)
peringatan hari kebangsaan, praktik iba-
masih aktif dalam bidang yang diteliti; (3)
dah harian dan bimbingan kerohanian, ke-
mempunyai waktu untuk memberikan in-
giatan pramuka, serta adanya kelas talenta
formasi kepada peneliti, dan (4) memberi-
dan musik. Lebih jelasnya deskripsi ten-
kan informasi sesuai dengan fakta yang
tang pola pelaksanaan pendidikan karakter
terjadi di lapangan.
terhadap siswa tersebut dapat dilihat pada

Jurnal Pendidikan Karakter, Tahun VI, Nomor 2, Oktober 2016


159

Gambar 2. jaga kebersihan, atau bagaimana menjaga


Pola pertama yaitu melalui materi kebersihan lingkungan sekolah. Tema ini
pembelajaran. Menurut informan, secara disampaikan oleh tiga orang guru kelas se-
umum cara ini hampir dilaksanakan oleh bagai informan 5, 6, 7 seperti terlihat pada
semua sekolah karena delapan belas nilai petikan wawancara pada Tabel 2.
pendidikan karakter telah terintegrasi lang-
sung dengan seluruh mata pelajaran. Tema
ini disampaikan oleh empat orang kepala
sekolah sebagai informan 1, 2, 3, dan 4, se-
bagaimana terlihat pada petikan wawan-
cara pada Tabel 1.
Pola kedua yaitu melalui aturan-atur-
an sekolah. Menurut informan, cara ini ju-
ga sangat efektif untuk menanamkan nilai-
nilai karakter seperti disiplin, peduli ling -
kungan, dan tanggung jawab terhadap siswa.
Karena secara keseluruhan seluruh siswa
harus mempunyai disiplin yang tinggi un-
tuk menaati aturan-aturan sekolah, seperti Gambar 2. Deskripsi Pola Pelaksanan
bagaimana datang tepat waktu ke sekolah, Pendidikan Karakter terhadap Siswa
etika terhadap guru, adab berpakain, men- Sekolah Dasar di Kota Padang

Tabel 1. Petikan Wawancara dengan Empat Informan


No. Informan Petikan Wawancara
1. Informan 1 Cara pertama kita lakukan melalui materi pembelajaran, karena memang telah
terintegrasi langsung dengan mata pelajaran,...
2. Informan 2 Iya, pertama tentu kita laksanakan melalui bidang mata pelajaran seperti pelajaran
agama, itu masuk indikator religius , pelajaran olah raga ada indikator disiplin dan
mandiri , ...
3. Informan 3 Secara umum tentu kita laksanakan melalui materi pembelajaran di kelas, tapi itu
saja tidak cukup, harus kita kembangkan lagi dalam bentuk kegiatan-kegiatan eks
scool lainnya pak,...
4. Informan 4 Karena kita sekarang menggunakan K-13, tentu secara otomatis itu sudah ter-
integrasi di dalam berbagai silabus, RPP, guru tinggal mengembangkan aja lagi,...

Tabel 2. Petikan Wawancara tentang Disiplin, Peduli, dan Tanggung Jawab


No. Informan Petikan Wawancara
1. Informan 5 Aturan-aturan yang dibuat sekolah,..itu akan menanamkan rasa tanggung jawab
dan disiplin diri kepada siswa kita,...saya lihat itu cukup efektif kita terapkan di
setiap sekolah,...
2. Informan 6 Melalui peraturan,...kalau siswa melanggar akan kita sanksi pak! Tujuannya siswa
ada rasa disiplin kepada diri sendiri dan bertanggung jawab... Artinya, mereka tahu
aturan-aturan yang ada.
3. Informan 7 Ada ketentuan-ketentuan yang telah kita sepakati di sekolah, misalnya jangan
buang sampah sembarangan,...kan ada nilai disiplin , peduli lingkungan dan tanggung
jawab di sana pak,...

Pola Pelaksanaan Pendidikan Karakter terhadap Siswa Sekolah Dasar


160

Tabel 3. Petikan Wawancara tentang Kreativitas, Gemar Membaca, dan Rasa Ingin Tahu
No. Informan Petikan Wawancara
1. Informan 1 Kegiatan ini bertujuan untuk memupuk nilai-nilai karakter seperti kreativitas,
terus belajar menerpa diri .
2. Informan 2 Di antara pendidikan karakternya yaitu kreatif , kerja keras, rasa ingin tahu ,...gemar
membaca.
3. Informan 5 Kita ingin menumbuhkan nilai karakter keingintahuan yang tinggi terhadap
berbagai disiplin ilmu, harus giat belajar dan serius.
4. Informan 7 Kegiatan ini bertujuan untuk mendidik siswa agar kreatif, rajin membaca, dan rasa
ingi tahu.

Pola ketiga yaitu melalui perlombaan dan 7) seperti terlihat pada petikan wa-
sains antarsiswa. Menurut informan, per- wancara pada Tabel 4.
lombaan sains antarsiswa juga rutin dila- Pola kelima yaitu melalui peringatan
kukan oleh masing-masing sekolah terse- hari kebangsaan. Menurut informan, setiap
but. Bahkan, kegiatan tersebut tidak hanya ada agenda peringatan hari kebangsaan se-
di bidang pelajaran sains, tetapi juga per- luruh sekolah dasar selalu memperingati-
lombaan yang berkaitan dengan keagama- nya, seperti HUT R I dan Hari Pendidkan
an, seperti lomba salat, tahfiz Alquran, al- Nasional. Pelaksanaan ini bertujuan mena-
asmaul husna, serta perlombaan olahraga, namkan nilai karakter pada aspek seperti
menulispuisi dan cerita, taman, kelas sehat, semangat kebangsaan, cinta terhadap tanah air,
dan lomba kreativitas. Menurut informan menghargai, dan peduli kepada siswa. Tema
ini merupakan penanaman karakter kreati - ini diungkapkan oleh kepala sekolah (seba-
vitas, gemar membaca, dan rasa ingin tahu. gai informan 1 dan 2) dan wali kelas (seba-
Tema ini disampaikan oleh kepala sekolah gai informan 6 dan 7) seperti terlihat pada
(sebagai informan 1 dan 2) dan wali kelas petikan wawancara pada Tabel 5.
(sebagai informan 5 dan 7) seperti terlihat Pola keenam yaitu melalui praktik
pada Tabel 3. ibadah harian dan bimbingan kerohanian.
Pola keempat yaitu melalui ajang Berdasarkan observasi penulis selama pe-
penghargaan siswa berprestasi. Menurut nelitian, keempat sekolah berkategori ung-
informan, cara ini juga merupakan salah gul yang terlibat dalam penelitian ini sa-
satu pola yang dapat dilaksanakan pihak ngat memperhatikan kegiatan rutinitas iba-
sekolah. Artinya, sekolah mempunyai per- dah siswa baik selama berada di sekolah
hatian terhadap siswa yang mempunyai se- maupun di rumah. Kegiatan praktik iba-
mangat dan sungguh-sungguh dalam me- dah dilaksanakan dengan cara salat berja-
nuntut ilmu. Pesan pendidikan karakter maah setiap hari di sekolah. Adapun untuk
yang terdapat dalam pola ini adalah bagai- mengontrol kegiatan ibadah di rumah pi-
mana seseorang harus menghargai, demokra- hak sekolah telah menyiapkan buku kon-
tis, dan peduli terhadap prestasi orang lain. trol ibadah harian yang meliputi salat dan
Di samping itu, pola ini menunjukkan ba- membaca Alquran. Di samping itu, keem-
gaimana seseorang harus mengapresiasi pat sekolah ini juga secara rutin melakukan
kerja keras seorang siswa yang sungguh- kegiatan bimbingan kerohanian melaui ce-
sungguh belajar. Tema ini diungkapkan ramah agama kepada para siswa. Dua pola
oleh kepala sekolah (sebagai informan 2, 3, tersebut menurut informan bertujuan untuk
dan 4) dan wali kelas (sebagai informan 6 memantapkan pemahaman siswa terhadap

Jurnal Pendidikan Karakter, Tahun VI, Nomor 2, Oktober 2016


161

ajaran Islam seperti akidah, ibadah, dan mai, dan demokratis . Berdasarkan observasi
akhlak sehingga kelak siswa menjadi anak- di sekolah-sekolah yang terlibat dalam pe-
anak yang religius, jujur, dan bertanggung nelitian ini, kegiatan pramuka merupakan
jawab. Tema ini disampaikan oleh tiga orang kegiatan ekstrakurikuler favorit bagi siswa
guru agama (sebagai informan 8, 9, dan 10) di sekolah tersebut. Bahkan, kegiatan pra-
seperti terlihat pada petikan wawancara mukadiempat sekolah unggul tersebut me-
pada Tabel 6. rupakan kegiatan pramuka dengan pering-
Pola ketujuh yaitu melalui kegiatan kat satu hingga empat terbaik di Kota Pa-
pramuka. Menurut informan, cara ini juga dang. Tema ini disampaikan oleh kepala
merupakan salah satu pola dalam mena- sekolah (informan 1 dan 2), wali kelas (in-
namkan nilai-nilai karakter kepada siswa. forman 5 dan 6), dan guru olahraga (infor-
Karena dengan kegiatan pramuka siswa man 11), seperti terlihat pada petikan wa-
dapat memiliki nilai-nilai kreatif , peduli so- wancara Tabel 7.
sial , kerja keras , jujur dan bersahabat, cinta da-

Tabel 4. Petikan Wawancara tentang Kerja Keras


No. Informan Petikan Wawancara
1. Informan 2 Ini penting dilaksanakan sehingga tertanam sikap dan nilai-nilai karakter
menghargai, kepedulian, kerja keras ,...
2. Informan 3 Ajang-ajang seperti ini perlu dilaksanakan setiap sekolah, karena ada nilai-nilai
karakter rajin, semangat, mengakui kelebihan ,...
3. Informan 4 Biasanya masing-masing melaksanakan kegiatan ini, pesan karakternya adalah
bekerja keras, menghargai , demokratis.
4. Informan 6 Sekolah kita selalu adakan kegiatan setiap semester,.. ada nilai menghargai ,
kepedulian.
5. Informan 7 Ajang ini penting!,.. ada nilai-nilai demokratis, menghargai, dan peduli yang kita
tanamkan kepada siswa.

Tabel 5. Petikan Wawancara tentang Nasionalisme, Menghargai, dan Peduli


No. Informan Petikan Wawancara
1. Informan 1 Adanya peringatan tersebut akan menanamkan sikap cinta tanah air , semangat
bernegara, peduli dan menghargai .
2. Informan 2 Ada pendidikan karakter cinta tanah air , peduli , menghargai jasa pahlawan kepada diri
siswa kita sejak dini.
3. Informan 6 Peringatan seperti itu dapat menumbuhkan rasa rasa cinta air , menghargai jasa-
jasa pahlawan.
4. Informan 7 Peringatan itu setidaknya akan dapat mempengaruhi rasa cinta tanah air , peduli, dan
menghargai jasa pahlawan terhadap diri siswa kita.

Tabel 6. Petikan Wawancara tentang Religius, Jujur, dan Tanggung Jawab


No. Informan Petikan Wawancara
1. Informan 8 Melalui praktik ibadah harian dan bimbingan kerohanian, seperti salat berja-
maah, berdoa, membaca Alquran, ceramah agama akan menanamkan karakter
religius, jujur, bertanggung jawab kepada diri siswa kelak.
2. Informan 9 Di sekolah ini ada program praktik ibadah dan bimbingan rohani Islam bagi
siswa. Dua program ini bertujuan agar siswa kita mempunyai karakter yang jujur
dan religius.
3. Informan 10 Penanaman nilai karakter melalui kegiatan ibadah penting dilaksanakan untuk
menanamkan sifat religius dan bertanggung jawab kepada anak.

Pola Pelaksanaan Pendidikan Karakter terhadap Siswa Sekolah Dasar


162

Tabel 7. Petikan Wawancara tentang K erja Keras, Damai, Peduli, dan Demokratis
No. Informan Petikan Wawancara
1. Informan 1 Melalui pramuka siswa belajar untuk bersosial , bekerja keras, jujur, persahabatan,
dan demokratis.
2. Informan 2 Kegiatan pramuka paling digemari oleh siswa di sekolah ini. Di pramuka
mereka belajar demokratis, kepedulian, dan kejujuran.
3. Informan 5 Kegiatan pramuka juga salah satu cara menanamkan pendidikan karakter. Kare-
na dengan pramuka siswa dilatih untuk bekerja keras, jujur , perdamaian, dan de-
mokratis. Pramuka di sekolah ini merupakan terbaik di Kota Padang ini.
4. Informan 6 Melalui kegiatan pramuka siswa akan dilatih untuk bekerja keras, suka perdamai-
an, dan belajar demokratis.
5. Informan 11 Melalui kegiatan pramuka siswa akan dilatih untuk bersosial , bekerja keras, jujur,
persahabatan, dan demokratis.

Tabel 8. Petikan Wawancara tentang Kreatif, Kerja Keras, dan Menghargai


No. Informan Petikan Wawancara
1. Informan 1 Ada ciri khas lain di sekolah ini dalam mendidik karakter ana. Kita sediakan
kelas bakat dan musik bagi siswa yang mempunyai bakat sehingga mereka da-
pat mengekplorasi bakat tersebut. Pesan karakternya adalah ada kreativitas, dan
bekerja keras.
2. Informan 2 Sebagai guru kita juga perlu menyediakan kelas bakat dan musik bagi siswa yang
mempunyai talenta-talenta lebih. Kita ingin menyampaikan pesan karakter bahwa
siswa juga dihargai untuk mengembangkan kreativitas-nya.
3. Informan 6 Di sekolah ini memang senagaja kita buka kelas bakat dan seni, sehingga siswa
juga merasa dihargai , dan kreatif mereka dapat dikembangkan
4. Informan 12 Tujuan dibukanya kelas bakat dan seni musik adalah agar siswa belajar mengem-
bangkan kreativitas mau belajar lebih giat lagi .

Pola kedelapan yaitu melalui adanya 12) seperti terlihat pada petikan wawan-
kelas talenta dan musik. Pola kedelapan ini cara Tabel 8.
tidak banyak penulis temui di sekolah-se- Pada prinsipnya, pola pelaksanaan da-
kolah dasar di Kota Padang. Namun, be- lammenanamkan nilai-nilai pendidikan ka-
berapa sekolah unggul yang terlibat dalam rakter terhadap siswa di sekolah tidak di-
penelitian ini telah membuka kelas talenta atur secara baku dan mutlak. Namun, yang
dan kelas musik untuk mengembangkan terpenting adalah bagaimana nilai-nilai ka-
bakat para siswa. Menurut beberapa orang raktertersebut sampai, dipahami, tertanam,
informan, pola ini dapat menanamkan ni- dan diharapkan menjadi perilaku permanen
lai-nilai karakter kreatif, bekerja keras , dan dalam setiap diri siswa. Dengan mencer-
menghargai kepada siswa. Di samping itu, mati hasil penelitian ini, maka terlihat jelas
kelas bakat dan musik ini juga sebagai sa- delapan pola pelaksanaan pendidikan ka-
lah satu cara memperkenalkan sekolah ter- rakterpada empat sekolah berkategori ung-
sebut dari aspek yang berbeda kepada ma- gulsebagaimana terdapat dalam hasil pene-
syarakat luas. Tema ini disampaikan oleh litian ini. Pendekatan pelaksanaan pendidik-
kepala sekolah (informan 1 dan 2), wali ke- an karakter dapat dilakukan dengan berba-
las (informan 6), dan guru seni (informan gai cara. Menurut Smith (2013:352), pola pen-
didikan karakter yang bertumpu kepada

Jurnal Pendidikan Karakter, Tahun VI, Nomor 2, Oktober 2016


163

strategi tunggal sudah tidak memadai un- itu, menurut penulis delapan pola pelaksa-
tuk menyampaikan nilai-nilai karakter. Ha- naan pendidikan karakter yang telah ter-
sil penelitian ini didukung oleh penelitian laksana di empat sekolah dasar Kota Pa-
Thambusamy & Elier (2013), Husaini Us- dang melalui materi pembelajaran, aturan-
man (2009), Ekowarni (2010), Lickona (2014), aturan sekolah, perlombaan sains antarsis-
dan Koesoema (2012) yang mendapati bah- wa, ajang penghargaan siswa berprestasi,
wa di antara keberhasilan penerapan nilai- peringatan hari kebangsaan, praktik iba-
nilai karakter kepada siswa dapat dilaksa- dah harian, bimbingan kerohanian, kegiat-
nakan melalui multipendekatan baik mela- an pramuka, dan adanya kelas talenta dan
lui pembelajaran di kelas (instruksional) musik dipandang sudah tepat, hanya saja
maupun kegiatan di luar kelas (noninstruk- pola-pola tersebut perlu dievaluasi dan di-
sional). kembangkan lagi.
Sesungguhnya pelaksanaan pendidik- Hasil penelitian juga telah menggam-
an karakter di sekolah bertujuan untuk barkan bahwa penerapan berbagai pola pen-
menghasilkan siswa yang mampu berperi- didikan karakter terhadap siswa sekolah
laku sesuai dengan atauran serta norma aga- dasar di Kota Padang setidaknya telah da-
ma, social, dan budaya. Lickona (2014:89) pat menyampaikan delapan belas indikator
menyatakan, “Character ed ucation programs pendidikan karakter menuju siswa yang re-
have gained increasing interes t in the past de- ligius, jujur, toleransi, disiplin, kerja keras,
cade and are designed to produce students who kreatif, mandiri, demokratis, rasa ingin
are thoughtful, ethical, morally responsible, com- tahu, semangat kebangsaan, cinta tanah air,
munity oriented, and self disciplined .” Kebaik- menghargai prestasi, bersahabat atau ko-
anperilakuyang dimaksud diwujudkan da- munikatif, cinta damai, gemar membaca,
lam kepribadian yang bijaksana, beretika, peduli lingkungan, peduli sosial, dan tang-
bermoral, bertanggung jawab, yang ber- gung jawab.
orientasi pada masyarakat, dan disiplin Bagi pihak sekolah, pentingnya pe-
diri. laksanaan pendidikan karakter untuk sis-
Sekolah merupakan salah satu di an- wa bukan hanya sekedar memenuhi tugas
tara sarana yang cukup efektif untuk me- dan tanggung jawab dalam rangka menja-
laksanakan, mengembangkan sekaligus lankan kurikulum yang telah dibebankan,
mensukseskan agenda pendidikan karakter akan tetapi penanaman nilai-nilai karakter
secara nasional karena dunia sekolah me- merupakan penyeimbang atas pengetahu-
rupakan tempat kedua bagi siswa mengha- an yang dimiliki oleh seorang siswa. Nilai
biskan waktu setelah di rumah tangga. Ar- karakter merupakan salah satu upaya da-
tinya, pola dan disain pelaksanaan pendi- lam membentuk siswa secara utuh (holis-
dikan karakter yang dilaksanakan sebuah tik), yaitu mengembangkan siswa dari as-
sekolah mempunyai peranan yang sangat pek fisik, emosi, sosial, kreativitas, dan in-
besar dalam menentukan keberhasilan pen- telektual secara optimal (Beachum, et. al.
didikan karakter. Hasil penelitian Roslind 2015). Harapannya, dengan nilai-nilai ka-
& Elier (2013), dan Saputro & Soeharto rakter tersebut siswa dapat memanfaatkan
(2015) mendapati pelaksanaan pendidikan pengetahuan yang dimilikinya untuk hal-
karakter di sekolah perlu dirancang secara hal yang positif (Masnur, 2013: 23).
baik dan didukung oleh pihak sekolah da- Sedangkan Berkowitz & Hoppe (2009:
lam berbagai bentuk kegiatan. Oleh sebab 133), dan Russell & Waters (2014:163) meng-

Pola Pelaksanaan Pendidikan Karakter terhadap Siswa Sekolah Dasar


164

ungkapkan bahwa pendidikan karakter di- UCAPAN TERIMA KASIH


harapkan dapat mengatasi krisis yang ter- Terselesaikannya penelitian serta tu-
jadi dalam karakter masyarakat global dan lisan ini, di samping atas upaya dan kerja
mengembangkan potensi manusia secara keras kami peneliti dan penulis, tentu juga
optimal serta mengembangkan pola pikir berkat bantuan dari berbagai pihak. Pe-
dan perilaku siswa yang bertanggung ja- nulis menyampaikan ucapan terima kasih
wab atas pelaksanaan peran agama, sosial, kepada Dr. Marzuki selaku Ketua Dewan
masyarakat, dan sebagai warga negara. Redaksi Jurnal Pendidikan Karakter yang me-
Sebagaimana juga dinyatakan oleh Lickona nerima dan telah banyak memberikan ma-
(2006:56) dan Walker, et. al. (2013:84) bah- sukan dan arahan demi terselesaikannya
wa karakter terdiri atas nilai-nilai kebajik- tulisan ini.
an yang digunakan sebagai pedoman da-
lam berperilaku. Karakter sebagai kepriba- DAFTAR PUSTAKA
dian yang terbentuk dari kebajikan diguna- Adisusilo, Sutarjo J.R. 2012. Pembelajaran Ni -
kan sebagai landasan dalam berpikir, ber- lai Karakter . Depok: PT Raja Grafindo
sikap, dan bertindak. Persada.

PENUTUP Andrew J. Milson & Lisa, M,. Mehlig. 2010.


Pentingnya pendidikan karakter bagi “ Elementary School Teachers' Sense
siswa merupakan suatu keperluan yang ti- of Efficacy for Character Education”.
dak terbantahkan lagi. Tidak ada aturan The Journal of Educational Research, Vol.
baku dan mutlak bagaimana cara melaksa- 96, No. 1, hlm. 47-53.
nakan pendidikan karakter. Namun, seko- Amri, Ulil Syafri. 2012. Pendidikan Karakter
lah dituntut mendisain secara baik dan Berbasis Al -Qur’an. Jakarta: Rajawali
sungguh-sungguh dengan berbagai pola Pers.
sehingga nilai-nilai karakter tersebut dapat
Anggraini, et.al. 2016. “ The Implementation
menjadi perilaku permanen bagi siswa di
of Character Education Model Based
kemudian hari. Berbagai pola yang telah
on Empowerment Theatre for Prima-
dilakukan oleh sekolah dasar di Kota Pa-
ry School Students”. Journal of Educa-
dang tentu dapat dijadikan acuan bagi se-
tion and Practice , Vol. 7, No. 1, hlm. 26-
kolah lainnya. Pola-pola lain masih dapat
29.
dicoba sesuai dengan corak dan karakteris-
tik sekolah dan siswanya. Namun demiki- Badan Narkotika Nasional. 2012. Pengguna
an, tujuan pendidikan karakter tetap sama, Narkoba di Kalangan Pelajar dan Maha -
yakni mengantarkan siswa mempunyai ke- siswa. Diunduh dari http:// www.-
pribadian dan nilai-nilai karakter mulia, se- bnn.go.id, diakses 12 Juni. 2016.
perti religius, jujur, toleransi, disiplin, kerja Beachum, Floyd D., et.al. 2015. “ Support and
keras, kreatif, mandiri, demokratis, rasa Importance Of Character Education:
ingin tahu, semangat kebangsaan, cinta ta- Pre Service Teacher Perceptions”. Jour-
nah air, menghargai prestasi, bersahabat nal of Education and Practice , Vol. 11,
atau komunikatif, cinta damai, gemar mem- No. 3, hlm. 34-42.
baca, peduli lingkungan, peduli sosial, dan
Berkowitz, Marvin W. & Hoppe, Mary A.
tanggung jawab.
2009. “ Character Education and Gif-

Jurnal Pendidikan Karakter, Tahun VI, Nomor 2, Oktober 2016


165

tedness”. Journal High Ability Studies , Kesuma, Dharma. 2012. Pendidikan Karakter
Vol. 20, No. 2, hlm. 131-142. Kajian Teori dan Praktik di Sekolah . Ban-
dung: PT Remaja Rosdakarya.
Brian H. Smith. 2013. “ School-based Cha-
racter Education in the United States”. Koesoema, Doni A. 2007. Pendidikan Karak-
Journal Childhood Education, Vol. 89, ter Strategi Mendidik Anak di Zaman Glo-
No. 6, hlm. 350-355. bal. Jakarta: Grasindo.

Bungin, B. 2003. Analisis Data Penelitian Kua - Komisi Nasional Hak Asasi Manusia. 2016.
litatif: Pemahaman Filosofis dan Metodo- Aborsi di Kalangan Remaja di Indonesia .
logis Ke Arah Pengusaan Model Apli ka- Diunduh dari http// www.komnas-
si. Jakarta: P.T. Raja Grafindo Persa- ham.go.id. diakses 24 Oktober 2016.
da. Komisi Perlindungan Anak Indonesia.
Creswell, J. W. 2006. Research Design: Qua- 2016. Berbagai Bentuk Dekadensi Moral
litative And Quantitave Approaches. Generasi Muda . Diunduh dari http://-
Thousand Oaks: SAGE Publication. www.kpai.go.id. Diakses 28 Septem-
Darmayanti, S., & Wibowo, U. 2014. “ Eva- ber 2016.
luasi Program Pendidikan Karakter Krueger, R.A. 1994. Focus Group: A Practical
di Sekolah Dasar Kabupaten Kulon Guide For Applied Research . Ed. Ke-2.
Progo”. Jurnal Prima Edukasia , Vol. 2, Thousand Oaks: Sage Publications.
No. 2, hlm. 223-234.
Leslie, K,. Grier. 2012. “ Character, Social–
Darmiyati, dkk. 2010. “ Pengembangan Mo- Emotional, and Academic Outcomes
del Pendidikan Karakter Terintegrasi Among Underachieving Elementary
Dalam Pembelajaran Bidang Studi di School Students”. Journal of Education
Sekolah Dasar”. Cakrawala Pendidikan, for Students Placed at Risk (JESPAR),
Vol. 2. No. 4, hlm. 22-24. Vol. 17, No. 3, hlm. 201-216.
Daryanto, dkk. 2013. Implementasi Pendi dik- Lickona, Thomas. 2006. “ Eleven Principles
an Karakter di Sekola h. Yogyakarta: Ga- of Effective Character Education”.
va Media. Journal of Moral Education , Vol. 25,
Denzin, NK & Lincoln, YS. 1994. Introduc- No. 1, hlm. 93-100.
tion: Entering the Field of Qualitative Re- Lickona, Thomas. 2014. “ Educating for Cha-
search. Thousand Oaks: Sage Publica- racter”. Journal of Moral Education , Vol.
tions. 13, No. 3, hlm. 89-97.
Ending, Ekowarni. 2010. Pengembangan Lincoln, Y. & Guba, E. G. 1994. “ Competing
Nilai-nilai Luhur Budi Pekerti seba- Paradigms in Qualitative Research” .
gai Karakter Bangsa. Cakrawala Pendi- Dlm Denzin, N.K. & Lincoln, Y.S.
dikan Edisi Dies Natalis UNY. (Eds.). Handbook of Qualitative Research.
Fantana, A. & Frey, J.S. 1994. “ Interviewing: Thousand Oaks: Sage Publication.
The art of science”. Dlm Denzin, N.K. Lynn, Revell & James, Arthur. 2007. “ Cha-
& Lincoln, Y.S. (Eds.). Handbook of Qua- racter Education In Schools and The
litative Research. Thousand Oaks: Sage Education of Teachers”. Journal of Mo-
Publication. ral Education, Vol. 36, No. 1, hlm. 79-
92.

Pola Pelaksanaan Pendidikan Karakter terhadap Siswa Sekolah Dasar


166

Megawangi, Ratna. 2004. Pendidikan Karak- Usman, Husaini. 2009. Manajemen: Teori,
ter Solusi Tepat untuk Membangun Bang- Praktik dan Riset Pendidikan . Jakarta:
sa. Jakarta: Indonesia Heritage Fon- Bumi Aksara.
dation.
Virginia Braun & Victoria Clarke . 2012.
Mulyasa, E. 2012. Manajemen Pendidikan Ka- “ Using Thematic Analysis in Psycho-
rakter . Jakarta: Bumi Aksara. logy, Qualitative Research in Psycho-
Muslich, Masnur. 2013. Pendidikan Karakter logy”. Jounal Metodologi Recearch in
Menjawab Tantangan Krisis Multidi men- Psykologi , Vol. 3, No. 2, hlm. 77-101.
sional . Jakarta: Bumi Aksara. Walker, David I., et.al. 2013. “ Towards a
Rawana, J.R.E., Franks, J.L., Brownlee, K., New Era of Character Education in
Rawana, E.P. & Neckoway, R. 2011. Theory and in Practice”. Journal Edu-
“ The Aplication of a Strength-Based cational Review, Vol. 67, No 1, hlm. 79-
Approach of Students’ Behaviours to 96.
the Development of a Character Edu- William, B. Russell III & Stewart, Waters.
cation Curriculum for Elementary and 2014. “ Developing Character in Mid-
Secondary School”. Journal of Educa- dle School Students: A Cinematic
tion Thought , Vol. 45, No. 16, hlm. Approach”. Journal the Clearing House,
127-144. Vol. 87, No. 4, hlm. 161-167.
Roslind, Thambusamy & Adzura, A. Elier. Wolfgang, Althof & Berkowitz, Marvin W .
2013. “ Shaping the Bamboo From the 2006. “ The Moral Roots of Citizen-
Shoot: Elementary Level Character shipand Citizenship Education”. Jour-
Education in Malaysia”. Journal Child- nal of Moral Education , Vol. 35, No. 4,
hood Education, Vol. 89, No. 6, hlm. hlm. 495-518.
368-378.
Yin, R. K. 1993. Applications of Case Study
Saputro, H., & Soeharto, S. 2015. “ Pengem- Research. Newbury Park: Sage Publi-
bangan Media Komik Berbasis Pen - cations.
didikan Karakter pada Pembelajaran
Zuchdi. 2006. “ Pendidikan Karakter melalui
Tematik-Integratif Kelas IV SD”. Jurnal
Pengembangan Keterampilan Hidup
Prima Edukasia, Vol. 3, No. 1, hlm. 61-
dalam Kurikulum Persekolahan. La-
72. poran Penelitian Hibah Pasca , 2005-
Sugiyono. 2014. Memahami Penelitian Kuali - 2006. Yogyakarta: Lembaga Peneliti-
tatif. Bandung: CV. Alfabeta. an UNY.

Jurnal Pendidikan Karakter, Tahun VI, Nomor 2, Oktober 2016


167

What is the research! Patterns of Character Education of Primary School


Students

What is the aim of the research? This study aims to determine the pattern of
character education to students conducted by a
superior category of four elementary schools in
the city of Padang, West Sumatra.

What is the research design it? The results showed that there are eight important
themes in the pattern of implementation of effective
character education conducted on students in schools
What is the result finding? Based on the results of interviews with all
informants, the research clearly found that there
are eight important themes about the
implementation pattern of character education
implemented for primary school students in
Padang City. These eight themes are
implemented through learning materials, school
rules, science competitions between students,
awarding outstanding students, commemorating
national days, daily worship practices and
spiritual guidance, scouting activities, and talent
and music classes.
What is the strength and weaknesses The importance of character education for
students is an undeniable necessity. There are no
fixed and absolute rules on how to implement
character education. However, schools are
required to design well and seriously with various
patterns so that these character values can become
permanent behaviors for students in the future.
Various patterns that have been carried out by
elementary schools in Padang City can certainly
be used as a reference for other schools.

Pola Pelaksanaan Pendidikan Karakter terhadap Siswa Sekolah Dasar

You might also like