Professional Documents
Culture Documents
Website: http://journal.uinjkt.ac.id/index.php/edusains
EDUSAINS,12(1), 2020, 9-19
Research Artikel
PERBANDINGAN KETERAMPILAN BERPIKIR KRITIS SISWA DENGAN MODEL
PROBLEM-BASED LEARNING DAN NUMBERED HEADS TOGETHER BERBASIS
STUDENT CREATED CASE STUDIES
COMPARISON OF STUDENTS' CRITICAL THINKING SKILLS WITH PROBLEM-BASED
LEARNING AND NUMBERED HEADS TOGETHER BASED ON STUDENT-CREATED CASE
STUDIES MODELS
Dwi Ayu Lestari*, Joko Ariyanto, Harlita
Universitas Sebelas Maret, Surakarta, Indonesia
*dwiayulestariri@gmail.com, jokoariyanto@staff.uns.ac.id, harlita@staff.uns.ac.id
Abstract
The study's purpose was to determine the differences in students' critical thinking skills between the
problem-based learning and numbered heads together based on student-created case studies model on
biology subjects in class X of SMA 2 Karanganyar in the academic year 2018/2019. This research is a
quasi-experiment, and the research design used a posttest only with non-equivalent groups. The sampling
technique is cluster sampling. Samples were 72 students, namely X IPA 3 as an experimental class 1 and
X IPA 1 as an experimental class 2. Data collection techniques were using essay tests, observation sheets,
and documentation. The data analysis used was an independent t-test. The calculation of the difference in
the average posttest of the two groups for critical thinking skills showed a calculated value of 2,243 and
the table value of 1.994 with a significance (α = 0,05). The calculation results show that t count > ttable,
which means there is a significant difference in the students' critical thinking skills in the class between
the problem-based learning model and numbered heads together based on the student-created case
studies model.
Keywords: critical thinking skills; problem-based learning; numbered heads together; student-created
case studies
Abstrak
Tujuan penelitian untuk mengetahui perbedaan keterampilan berpikir kritis siswa antara model
pembelajaran problem based learning dengan numbered heads together berbasis student created case
studies pada mata pelajaran biologi kelas X SMA Negeri 2 Karanganyar tahun pelajaran 2018/2019.
Penelitian ini merupakan penelitian eksperimen semu (quasy experiment). Desain penelitian yang
digunakan adalah posttest only with non-equivalent group. Teknik pengambilan sampel dengan cluster
sampling. Sampel yang diambil berjumlah 72 siswa yaitu X IPA 3 sebagai kelas eksperimen 1 dan X IPA
1 sebagai kelas eksperimen 2. Teknik pengumpulan data menggunakan tes essay, lembar observasi, dan
dokumentasi. Analisis data yang digunakan yaitu uji independent t-test. Hasil perhitungan perbedaan rata-
rata posttest kedua kelompok untuk keterampilan berpikir kritis menunjukkan nilai hitung sebesar 2,243
dan nilai ttabel sebesar 1.994 dengan signifikansi (α=0,05). Hasil perhitungan menunjukkan bahwa
thitung > ttabel, sehingga terdapat perbedaan signifikan keterampilan berpikir kritis siswa yang diajarkan
menggunakan model problem based learning dengan numbered heads together berbasis student created
case studies.
Kata Kunci: keterampilan berpikir kritis; problem-based learning; numbered heads together; student-
created case studies
Permalink/DOI: http:// doi.org/10.15408/es.v12i1.12291
*Corresponding author
EDUSAINS, p-ISSN 1979-7281 e-ISSN 2443-1281
This is an open access article under CC-BY-SA license (https://creativecommons.org/licenses/by-sa/4.0/)
Lestari, D. A., Ariyanto, J., Harlita
masih lemah, sehingga kurang melatihkan model pembelajaran berbasis masalah (Afcariono,
keterampilan berpikir kritis siswa. Proses 2008). Hasil penelitian Yustina (2015)
pembelajaran yang lemah ditandai dengan menunjukkan bahwa terdapat perbedaan
rendahnya keaktifan dan keterlibatan siswa dalam kemampuan berpikir kritis siswa yang belajar
proses pembelajaran. Keterampilan berpikir kritis menggunakan metode problem solving dengan
yang rendah dapat terlihat dari siswa yang kurang konvensional. Hasil penelitian yang serupa juga
aktif bertanya dan kurang mampu menjawab menunjukkan bahwa model problem based learning
pertanyaan sesuai dengan jawaban yang berpengaruh positif terhadap keterampilan berpikir
diharapkan, siswa kurang mampu menyelesaikan kritis siswa (Ayuningrum, 2015). Berdasarkan hasil
soal dalam bentuk pemberian argumen dikarenakan penelitian tersebut dapat disimpulkan bahwa model
guru terbiasa memberikan soal dalam bentuk pembelajaran yang kontekstual, berbasis masalah,
hafalan. Berdasarkan penelitian Kurniawati (2015) menemukan (inquiry), learning community
sebanyak 60% siswa memiliki keterampilan (berkelompok) dapat meningkatkan dan melatih
berpikir kritis yang masih kurang berkembang dan keterampilan berpikir kritis siswa.
40% mulai berkembang. Siswa dengan
Model pembelajaran aktif yang terpusat pada
keterampilan berpikir kritis kurang berkembang
siswa dan didasarkan teori belajar kontruktivisme
diidentifikasi melalui jawaban yang salah atau
mampu mengakomodasi keterampilan berpikir
kurang fokus, uraian jawaban yang ditulis belum
kritis salah satunya yaitu problem based learning
runtut, tidak mengaitkan dengan konsep-konsep,
(PBL). Model PBL menekankan siswa belajar pada
penulisan jawaban belum menggunakan tata bahasa
proses pemecahan masalah dari masalah yang
yang baik dan tidak lengkap, serta belum
dihadapi secara nyata. Model PBL menurut Cahyo
memunculkan uraian alasan yang tepat.
menyajikan masalah yang difokuskan pada
Orientasi pembelajaran yang terpusat pada permasalahan secara nyata dalam kehidupan sehari-
guru juga menyebabkan keterampilan berpikir kritis hari, sehingga masalah yang dipelajari lebih
siswa rendah, karena siswa hanya mendengar dan bermakna bagi siswa (Noprianda, 2016). Model
menerima penjelasan materi dari guru. PBL menurut Amir menuntut siswa berpikir kritis
Keterampilan berpikir kritis juga dipengaruhi oleh untuk mencari solusi yang tepat terhadap masalah
interaksi sosial antara siswa yang satu dengan yang nyata yang dihadapi (Noprianda, 2016). Model
lainnya. Guru terbiasa membagi siswa menjadi PBL memfasilitasi siswa untuk mengembangkan
beberapa kelompok yang beranggotakan 2 orang, kemampuan menganalisis, mengevaluasi, dan
sehingga kurang melatihkan keterampilan berpikir mencipta. Aktivitas berpikir siswa dalam proses
dan interaksi sosial dikarenakan siswa tidak pembelajaran PBL menurut Magsino mampu
dilatihkan untuk berdiskusi dengan beranggotakan mengembangkan keterampilan berpikir tingkat
lebih dari 2 anggota kelompok. tinggi (Noprianda, 2016).
Keterampilan berpikir kritis siswa yang Model pembelajaran lain yang mampu
rendah mampu diperbaiki dan dikembangkan mengakomodasi keterampilan berpikir kritis yaitu
dengan penggunaan model dan metode model pembelajaran numbered heads together
pembelajaran yang tepat. Hasil penelitian berbasis student created case studies (NHT-SCCS).
menunjukkan bahwa model pembelajaran Model NHT-SCCS merupakan model pembelajaran
numbered heads together yang dilengkapi dengan kooperatif berbasis kegiatan studi kasus. Model
catatan terbimbing mampu meningkatkan NHT-SCCS mengakomodasi siswa belajar secara
keterampilan berpikir kritis (Andriyani, 2015). kontekstual karena penggunaan masalah atau kasus
Hasil penelitian Utami (2014) tentang metode case secara nyata yang dikaitkan dengan materi yang
study pada materi hama dan tumbuhan mampu dipelajari. Penerapan model NHT-SCCS membantu
meningkatkan hasil belajar siswa. Hasil penelitian siswa belajar lebih aktif dalam berdiskusi dan
lain menunjukkan bahwa keterampilan berpikir menumbuhkan keterampilan berpikir. Siswa terlibat
kritis mampu dikembangkan dengan penerapan aktif dalam pembelajaran sehingga merangsang
proses keterampilan berpikir dan mampu Pengambilan data pada penelitian berupa tes
meningkatkan hasil belajar (Silberman, 2012). dan non-tes. Lembar observasi pembelajaran
digunakan sebagai pengukuran ketercapaian dalam
Model PBL dan NHT-SCCS dianggap dapat
pembelajaran yang telah divalidasi dua ahli. Tes
melatih keterampilan berpikir kritis siswa.
dilakukan untuk pengujian keterampilan berpikir
Perbedaan yang mendasar pada model PBL proses
kritis siswa diakhir pembelajaran dalam bentuk
kerja kelompok dilakukan secara mandiri dan
essay yang telah diuji validitas dan realibilitasnya.
berkelompok, sedangkan model NHT-SCCS
terpusat pada kerja kelompok dan diakhir proses Pengolahan dan penganalisisan data
pembelajaran terdapat pemberian penghargaan pada menggunakan uji statistik (uji independent t-test).
siswa yang aktif dan berhasil mejawab kuis. Kedua Sebelum uji-t dilakukan uji prasyarat analisis
model dapat melatih keterampilan berpikir kritis terlebih dahulu menggunakan uji normalitas dan
melalui sintaks masing-masing yang berpengaruh homogenitas untuk diperoleh data yang
pada aspek-aspek tertentu. berdistribusi normal dan homogen.
Materi perubahan lingkungan merupakan Aspek keterampilan berpikir kritis menurut
materi kelas X SMA yang mencakup permasalahan Facione meliputi interpretation, analysis, inference,
dalam kehidupan nyata, sehingga memacu siswa evaluation, explanation, dan self regulation (Tabel
untuk melakukan penyelidikan dan analisis 2).
terhadap masalah-masalah yang dihadapi.
Tabel 2. Aspek Bepikir Kritis
Berdasarkan perbedaan sintaks kedua model
Aspek keterampilan
terhadap aspek-aspek keterampilan berpikir kritis, Sub keterampilan
berpikir kritis
maka menjadi sesuatu yang menarik untuk Interpretation Kategorisasi
mengetahui perbandingan keterampilan berpikir Pengkodean
kritis siswa antara model PBL dengan NHT Klarifikasi arti
berbasis SCCS pada mata pelajaran biologi kelas X Analysis Pengkajian argumen
Penganalisisan argumen
SMA Negeri 2 Karanganyar tahun pelajaran
Inference Mempertanyakan bukti
2018/2019. Menduga alternatif
Menarik kesimpulan
METODE Evaluation Menilai klaim
Menilai argumen
Penelitian dilaksanakan di SMA Negeri 2 Explanation Menyatakan hasil
Karanganyar pada semester genap Tahun Ajaran Membenarkan prosedur
2018/2019. Tipe penelitian yaitu quasy experiment. Menyajikan argumen
Sampel penelitian yang digunakan adalah kelas X Self Regulation Pengkajian diri
Koreksi diri
dengan masing-masing berjumlah 36 siswa yang
ditentukan dengan teknik cluster sampling. Desain
penelitian yang digunakan berupa posttest only with HASIL DAN PEMBAHASAN
nonequivalent group design (Tabel 1). Data-data yang dideskripsikan adalah data
Tabel 1. Desain Penelitian hasil posttest keterampilan berpikir kritis dan hasil
observasi dari kegiatan pembelajaran yang
Kelas Perlakuan Posttest dilakukan. Hasil perhitungan data posttest kedua
Eksperimen 1 X1 01 kelas eksperimen selanjutnya dianalisis berdasarkan
(PBL) indikator-indikator untuk melihat perbedaan
Eksperimen 2 X2 02 keterampilan berpikir kritis siswa antara model
(NHT-SCCS) model PBL dengan NHT-SCCS. Kategori
Keterangan: keterampilan berpikir kritis disajikan pada Tabel 3.
X1 : Model PBL
X2 : Model NHT-SCCS
01, 02 : Posttest Keterampilan Berpikir Kritis
Tabel 3. Kategori Keterampilan Berpikir Kritis rata keterampilan berpikir kritis siswa kelas
eksperimen 1 (PBL) dan 2 (NHT-SCCS) dapat
Interval persentase
keterampilan berpikir Kategori disajikan pada Gambar 1.
kritis
80-100 Baik sekali
66-79 Baik
56-65 Cukup
40-55 Kurang
0-39 Kurang sekali
(Sumber: Diani, 2016)
Berdasarkan hasil perhitungan data posttest
keterampilan berpikir kritis siswa menunjukkan
bahwa model PBL lebih baik dari model NHT-
SCCS pada materi pencemaran lingkungan kelas X Gambar 1. Histogram Perbandingan Nilai Rata-
SMA. Distribusi hasil posttest keterampilan Rata Keterampilan Berpikir Kritis Siswa
berpikir kritis siswa dapat dilihat pada Tabel 4.
Keterangan: Kelas Eksperimen 1 (PBL) dan
Tabel 4. Distribusi Data Hasil Posttest 2 (NHT-SCCS)
Keterampilan Berpikir Kritis Siswa
Keterampilan berpikir kritis yang digunakan
Interval dalam penelitian terdiri dari 6 aspek yaitu
Interval Kelas
Kelas interpretation, analysis, inference, evaluation,
f Eksperimen 2 f
Eksperimen 1 explanation, dan self regulation. Aspek-aspek
(NHT-SCCS)
(PBL)
40-48 1 34-40 1 keterampilan berpikir kritis dianalisis berdasarkan
49-57 4 41-47 0 nilai rata-rata yang diperoleh dari kedua kelas
58-66 8 48-54 1 eksperimen. Hasil persentase dan kategori
67-75 11 55-61 10 keterampilan berpikir kritis (KBK) siswa dapat
76-84 10 62-68 14 dilihat pada Tabel 5.
85-93 2 69-75 10
Mean 70,08 Mean 65,16 Tabel 5. Hasil Persentase dan Kategori Aspek
Median 71,43 Median 65,71 Keterampilan Berpikir Kritis Siswa
Variance 111,71 Variance 61,49
Capaian Tiap Aspek (%)
Std. Deviation 10,57 Std. Deviation 7,84
Aspek Kelas Kelas
Max 91,43 Max 74,29
Eksperimen 1 Eksperimen 2
Min 40,00 Min 34,29
Interpreta- 73,33 (Baik) 65,83(Cukup)
tion
Keterampilan berpikir kritis siswa kelas Analysis 75,56 (Baik) 71,11 (Baik)
eksperimen 1 dan 2 berdasarkan Tabel 4 terlihat Inference 77,22 (Baik) 76,11 (Baik)
Evaluation 46,11(Kurang) 38,33(Kurang
bahwa 17 siswa (47,22%) dari seluruh siswa kelas
sekali)
ekperimen 1 dan 26 siswa (72,22%) dari seluruh Explanation 68,33 (Baik) 71,67 (Baik)
siswa kelas eksperimen 2 memperoleh nilai kurang Self 76,67 (Baik) 67,22 (Baik)
dari 70 (batas tuntas nilai biologi SMA Negeri 2 Regulation
Karanganyar), artinya terdapat 19 siswa (52,77%)
pada kelas eksperimen 1 dan 10 siswa (27,77%) Perbandingan persentase capaian setiap
pada kelas eksperimen 2 yang telah mencapai batas aspek keterampilan berpikir kritis siswa pada model
tuntas nilai. Nilai rata-rata pada kelas eksperimen 1 PBL dan NHT-SCCS dapat disajikan pada Gambar
(PBL) sebesar 70,08 yang termasuk dalam kategori 2.
tinggi, sedangkan nilai rata-rata pada kelas
eksperimen 2 (NHT-SCCS) sebesar 65,16 yang
termasuk kategori sedang. Perbandingan hasil rata-
kelompok, sehingga siswa dilatih untuk masalah, mempelajari peran orang dewasa, dan
menyampaikan pendapat yang disertai dengan menjadi pembelajar mandiri. Keterampilan berpikir
alasan berdasarkan sumber literatur yang relevan. tersebut merupakan kemampuan untuk
Siswa melalui kegiatan diskusi menganalisis setiap menganalisis, mengkritik, dan mencapai
pendapat yang diajukan anggota kelompok untuk kesimpulan, sehingga diharapkan model PBL dapat
menentukan pendapat yang dianggap paling tepat. memotivasi siswa untuk meningkatkan kemampuan
Siswa dapat mempertahankan pendapat yang menganalisis.
diajukan disertai alasan yang mendukung, sesuai
Aspek inference merupakan kemampuan
dengan karakteristik model PBL yang dapat
membuat kesimpulan dan hipotesis yang beralasan
mendorong untuk berpikir, mendorong siswa untuk
berdasarkan data dan sumber yang relevan. Kedua
mempertanyakan, kritis, tidak langsung
model pembelajaran memiliki kategori baik pada
menyimpulkan tetapi mencoba menemukan dasar
aspek inference, tetapi hasil persentase aspek
argumennya, dan fakta-fakta yang mendukung
inference pada kelas eksperimen 1 (PBL) lebih
alasan, sehingga siswa tidak hanya sekedar tahu
tinggi yaitu 77,22%, sedangkan pada kelas
namum juga dipikirkan (Diani, 2016).
eksperimen 2 (NHT-SCCS) yaitu 76,11%. Selisih
Peran guru membimbing siswa untuk hasil persentase kedua kelas eksperimen tidak
berpikir dalam memberikan solusi atau tanggapan terlalu jauh karena proses pembelajaran yang
terhadap masalah yang ada. Siswa diarahkan secara dilakukan sama sama melatih siswa untuk
bertahap dan sistematis menggali serta mengolah menyimpulkan. Kesimpulan diambil berdasarkan
masalah yang diberikan, sesuai pendapat Sani data yang dianalisis dan disepakati bersama
(Dewina, 2017) masalah yang dihadapi siswa anggota kelompok, sejalan dengan teori Piaget
diharapkan mampu memicu dan memacu siswa dapat merumuskan banyak alternatif hipotesis
kemampuan berpikir analitis, aktif, serta melakukan dan mengecek data praktikum pada setiap hipotesis
pembelajaran secara kretaif dan belajar bekerja untuk menentukan keputusan yang tepat (Dahar,
sama. 2011).
Kelas yang diajarkan dengan model NHT- Aspek evaluation merupakan kemampuan
SCCS juga melatih keterampilan aspek analysis. untuk menilai pernyataan atau pendapat lain yang
Awal kegiatan inti siswa dilatih untuk menganalisis dibuat. Kelas Eksperimen 1 (PBL) memiliki
masalah dalam bentuk pertanyaan yang diajukan kategori kurang pada aspek evaluation, sedangkan
oleh guru terkait video yang ditampilkan. Awal kelas eksperimen 2 (NHT-SCCS) memiliki kategori
kegiatan diskusi setiap siswa dilatih menganalisis kurang sekali. Hasil persentase aspek evaluation
dan mengembangkan kasus dengan menjawab pada kelas eksperimen 1 (PBL) yaitu 46,11%,
pertanyaan dalam LKS sesuai dengan sedangkan pada kelas eksperimen 2 (NHT-SCCS)
tanggungjawab masing-masing. Siswa yang yaitu 38,33%. Berdasarkan hasil peresentase dapat
mengalami kesulitan dapat bertanya kepada disimpulkan bahwa kedua kelas eksperimen sama
anggota lain atau guru yang lebih memahami, sama memiliki kategori yang kurang pada aspek
sesuai dengan teori Vigotsky yang didasari dengan evaluation. Aspek evaluation kurang terlatih dalam
scaffolding yaitu memberikan bantuan kepada anak proses pembelajaran dikarenakan siswa tertutup
yang sedang belajar, sedikit demi sedikit dalam menilai pendapat, cenderung memiliki
mengurangi bantuan setelah anak mampu pendapat yang sama, cepat mengambil keputusan
memecahkan masalah dan tugas yang dihadapi dengan menyetujui pendapat anggota yang lain
(Baharuddin, 2015). tanpa ada kritikan, dan beberapa dari anggota
kelompok tidak memberikan pendapat.
Siswa pada kelas PBL memiliki keterampilan
aspek analysis yang lebih tinggi karena sesuai Perbedaan model PBL dan NHT-SCCS
pendapat Arends (Dewina, 2017) yang menyatakan terletak pada kegiatan diskusi dan presentasi
bahwa model PBL dapat membantu siswa untuk kelompok untuk menentukan pernyataan atau
mengembangkan keterampilan berpikir, mengatasi pendapat yang tepat dengan memperhatikan
kesesuaian sumber. Tahap discovery and reporting nomor yang ditunjuk oleh guru. Siswa yang
model PBL melatih siswa untuk menilai pernyataan mengalami kesulitan pada tahap heads together
atau pendapat anggota kelompok dengan mendapat bantuan dari anggota kelompok dengan
memperhatikan alasan yang dibuat berdasarkan pengetahuan yang mereka miliki.
sumber informasi yang dicari secara individu.
Tahap discovery and reporting pada model
Informasi yang didapat harus relevan dan sesuai
PBL melatih siswa untuk memberikan penjelasan
dengan orientasi tentang solusi pemecahan
kembali kepada anggota kelompok tentang
masalah, sesuai dengan karakteristik model PBL
pengetahuan yang didapat dari berbagai sumber
yang menuntut siswa untuk mendapatkan berbagai
informasi dan sesuai fakta yang dihadapi. Siswa
sumber pembelajaran mandiri yang dipastikan
pada kelas NHT-SCCS memiliki keterampilan
keabsahan dan orientasinya (Diani, 2016).
aspek explanation yang lebih tinggi karena terbiasa
Kelas yang diajarkan dengan model NHT- menghubungkan pengetahuan yang dimiliki dan
SCCS pada tahap heads together dan answering pengetahuan yang didapat melalui kegiatan diskusi
juga mampu melatih siswa untuk menilai pendapat dan presentasi, sehingga penjelasan yang diberikan
atau pernyataan sebagai bentuk jawaban atas lebih mendetail. Kelas yang diajar dengan model
pertanyaan yang diberikan disertai dengan alasan PBL melatih aspek explanation pada beberapa
yang mendukung. Siswa pada kelas PBL memiliki siswa yang ingin menjelaskan, sehingga siswa lain
keterampilan aspek evaluation yang lebih tinggi cenderung menyimak hal-hal yang disampaikan.
karena terbiasa menilai pernyataan atau pendapat
Aspek self regulation merupakan
yang sesuai dengan pernyataan yang disajikan dan
kemampuan mengatur diri untuk menghadapi dan
mempertimbangkan sumber informasi yang tepat.
memecahkan masalah. Kedua model pembelajaran
Aspek explanation kemampuan menjelaskan PBL dan NHT-SCCS memiliki kategori pada aspek
atau menyatakan hasil dalam bentuk pernyataan self regulation yang baik, tetapi hasil persentase
atau pendapat berdasarkan data yang diperoleh. aspek self regulation pada kelas eksperimen 1
Kedua model pembelajaran PBL dan NHT-SCCS (PBL) lebih tinggi dari kelas eksperimen 2 (NHT-
memiliki kategori baik pada aspek explanation, SCCS) yaitu 76,67% dengan 67,22%. Tahapan
tetapi hasil persentase pada kelas eksperimen 2 overview, integration, and evaluation pada model
(NHT-SCCS) lebih tinggi dari kelas eksperimen 1 PBL mampu melatihkan siswa menggunakan
(PBL) yaitu 71,67% dengan 68,33%. Perbedaan pengetahuan yang dimiliki dalam menganalisis dan
model PBL dan NHT-SCCS terletak pada kegiatan mengevaluasi kemampuan diri untuk mengambil
diskusi dan presentasi kelompok. Kelas yang kesimpulan yang tepat. Siswa dapat memperbaiki,
diajarkan dengan model NHT-SCCS melatih siswa meninjau kembali, dan mengambil keputusan
untuk menjelaskan pendapat atau jawabannya untuk membenarkan kesimpulan yang dibuat.
masing-masing sesuai pengetahuan yang dimiliki.
Kelas eksperimen 2 yang diajarkan dengan
Pendapat atau jawaban setiap siswa dalam
model NHT-SCCS melatih siswa menggunakan
kelompok digunakan untuk menyelesaikan masalah
pengetahuan yang telah dipelajari melalui kegiatan
sesuai dengan tanggungjawab masing-masing
tanya jawab dalam kelompok untuk menentukan
kemudian dipresentasikan pada tahap answering.
jawaban atau keputusan yang tepat. Siswa pada
Sesuai dengan karakteristik model pembelajaran
tahapan answering dapat mengingat kembali
NHT yang mengutamakan pada aktivitas siswa
pengetahuan yang didapat untuk membantu dalam
dalam mencari, mengolah, dan mengemukakan
memecahkan masalah dan menentukan jawaban
informasi dari berbagai sumber literatur yang
yang tepat. Siswa pada kelas PBL memiliki
relevan untuk dipresentasikan di depan kelas. Siswa
keterampilan aspek self regulation yang lebih tinggi
menjadi lebih aktif karena terlibat langsung dalam
karena terbiasa meninjau kembali melalui proses
proses belajar, sehingga pembelajaran menjadi
berpikir menganalisis dan mengevaluasi
lebih bermakna (Kawuwung, 2014). Presentasi
kemampuan diri untuk menghasilkan kesimpulan
dilakukan setiap individu dalam kelompok dengan
yang tepat. Siswa menarik kesimpulan berdasarkan
Dahar, R. W. (2011). Teori-Teori Belajar dan IOSR Journal of Research & Method in
Pembelajaran. Jakarta: Erlangga. Education, 7(1), 26-32.
Dewina, S. (2017, Juli). Pengaruh Model Liliasari, R. I. (2008). Program Pembelajaran
Pembelajaran Problem Based Learning Keterampilan Berpikir Kritis Pada Topik
terhadap Kemampuan Menganalisis dan Laju Reaksi Untuk Siswa SMA. Jurnal
Keterampilan Berargumentasi Siswa pada Forum Kependidikan, 27(2), 103-112.
Konsep Pencemaran Lingkungan di Kelas X.
Mustafa, I. (2011). Penerapan Model Osborn untuk
Quangga: Jurnal Pendidikan dan Biologi,
Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kritis
9(2), 46-54.
Matematis Siswa SMA. Bandung: UPI.
Diani, R. (2016). Perbandingan Model Problem
Noprianda, M. (2016). Keterampilan Berpikir
Based Learning dan Inkuiri Terbimbing
Kritis Siswa Model Pembelajaran Problem
terhadap Kemampuan Berpikir Kritis Peserta
Based Learning dan Sains Teknologi
Didik. Penelitian Pembelajaran Fisika, 7(2),
Masyarakat Pada Konsep Virus. Edusains,
147-155.
8(2), 182-191.
Fachrurazi. (2011). Penerapan Pembelajaran
Nugraha, W. S. (2018). Peningkatan Kemampuan
Berbasis Masalah Untuk Meningkatkan
Berpikir Kritis dan Penguasaan Konsep IPA
Kemampuan Berpikir Kritis dan Komunikasi
Siswa SD dengan Menggunakan Model
Matematis Siswa Sekolah Dasar. Edisi
Problem Based Learning. EduHumaniora,
Khusus (1), 76-89.
10(2), 115-127.
Handayani, R. (2013). Pengaruh Pembelajaran
Nurhayati. (2017). Analisis Kemampuan Berpikir
Problem Solving Berorientasi Hots (Higher
Tingkat Tinggi Mahasiswa (Higher Order
Order Thinking Skills) terhadap Hasil
Thinking) dalam Menyelesaikan Soal
Belajar Kimia Siswa Kelas X. Inovasi
Konsep Optika melalui Model Problem
Pendidikan Kimia, 7(1), 1051-1062.
Based Learning. Jurnal Penelitian dan
Kawuwung, F. R. (2014). Pengaruh Pengembangan Pendidikan Fisika, 3(2),
PembxzAelajaran Numbered Heads 119-126.
Together terhadap Kemampuan Berpikir
Riadi, A. (2016). Problem-Based Learning
Kritis Biologi Peserta Didik SMA Negeri 1
Meningkatkan Higher-Order Thinking Skills
Wori di Kabupaten Minahasa Utara.
Siswa Kelas VIII SMPN 1 Daha Utara dan
Pendidikan Biologi, 6(1), 10-21.
SMPN 2 Daha Utara. Pendidikan
Kono, R. (2016). Pengaruh Model Problem Based Matematika, 2(3), 154-163.
Learning terhadap Pemahaman Konsep
Saputri, K. (2016). Pengaruh Model Probelm
Biologi dan Keterampilan Berpikir Kritis
Based Learning terhadap Keterampilan
Siswa tentang Ekosistem dan Lingkungan di
Menyimpulkan Hasil Percobaan Siswa pada
Kelas X SMA Negeri 1 SIGI. Jurnal Sains
Pembelajaran Fisika di Kelas X SMA Negeri
dan Teknologi Tadulako, 5(1), 28-38.
1 Tanjung Lubuk. Jurnal Inovasi dan
Kurniawati, Z. L. (2015). Keterampilan Berpikir Pembelajaran Fisika.
Kritis Siswa SMA Negeri Kota Batu pada
Silberman, M. L. (2012). Active Learning 101
Mata Pelajaran Biologi. Prosiding Seminar
Strategi Pembelajaran Aktif. Bandung:
Nasional Biologi/ IPA dan Pembelajarannya
Nuansa.
(pp. 1677-1684). Malang: Universitas Negeri
Malang. Sudarman. (2007). Problem Based Learning: Suatu
Model Pembelajaran untuk Mengembangkan
Kusuma, M. D. (2017). The Development of
dan Meningkatkan Kemampuan
Higher Order Thinking Skill (Hots)
Instrument Assessment In Physics Study.