Professional Documents
Culture Documents
Jurnal D0218046
Jurnal D0218046
Disusun oleh:
Lucia Daniella Siagian
D0218046
Abstract
The Batak tribe is one of the largest tribes in Indonesia after the Javanese
and is a tribe known for its wandering habits, one of which is migrating to the island
of Java. This wandering habit is found in Batak students who choose java as their
main destination to continue their higher education, one of which is at Sebelas
Maret University of Surakarta (UNS). However, the Batak and Javanese tribes have
a habit of using regional languages to carry out daily communication, causing a
gap between the anxiety and uncertainty experienced by Batak students in carrying
out interpersonal communication and the outlook or basis of life that is the
benchmark for Batak students when deciding to wander. The purpose of this study
is to see how Batak students manage anxiety and uncertainty in themselves to create
interpersonal communication in effective intercultural communication with
Javanese students.
This research focuses on the theory of managing anxiety and uncertainty or
commonly known as the theory of Anxiety and Uncertainty Management (AUM)
which was pioneered by Gudykunst. This theory sees that a person in his daily life
has certainly experienced anxiety and uncertainty in communicating so that it takes
a way or process to manage it so that the communication that is established can
run well so that it does not affect a person's life. This is what researchers see
happening in Batak students at UNS and is very important to research. The anxiety
and uncertainty in communicating that they feel will certainly affect how they
behave where they wander. For this reason, a process is needed to manage it so
that the attitudes and behaviors of Batak students are well reflected in the place
where they study.
This research uses qualitative research methods with the research tradition
used is the phenomenological tradition. This is considered by the researcher to be
very illustrative of this study where researchers tried to see the life experiences of
Batak students in the process of conducting interpersonal communication with their
1
friends, in this case, Javanese students. With this method, researchers can easily
dig deeper into how Batak students interpret their personal and social worlds. In
addition, this research was conducted on two informants and these informants were
Batak students at UNS. Informants were determined based on purposive
sampling with data collection conducted as in-depth interviews. Data analysis
techniques are carried out by coding data where researchers analyze informant
answers through analysis using verbatim, then open coding, then axial coding, and
the last is selective coding to produce answers to more valid and accurate problem
formulations.
The results showed that Batak students experienced anxiety and uncertainty
when faced with a situation communicating for the first time with Javanese
students. However, from this anxiety and uncertainty, there are ways or processes
that Batak students carry out to manage their anxiety and uncertainty so that the
interpersonal communication they want to build can run effectively. The processes
carried out by Batak students to reduce their anxiety and uncertainty are in ways
that have been described in 10 axioms and 7 categories of superficial causes in
AUM theory. In addition to looking at how Batak students manage the anxiety and
uncertainty that exists within them, researchers also found
that mindfulness attitudes as moderation between anxiety and uncertainty have
been successfully applied by Batak students in their process of managing anxiety
and uncertainty. It is with this mindful attitude that researchers found that
interpersonal communication in intercultural communication that Batak students
want to build runs effectively because of the mindful attitude they have applied.
Keywords: Anxiety and Uncertainty, AUM Theory, Interpersonal Communication,
Intercultural Communication
2
3
Pendahuluan
Suku Batak adalah salah satu suku terbanyak di Indonesia dan sangat identik
dengan ciri khas budayanya. Suku Batak juga terkenal dengan aktivitas
merantaunya dan kebanyakan diataranya adalah mahasiswa. Salah satu Universitas
yang banyak menampung mahasiswa Batak adalah Universitas Sebelas Maret
Surakarta (UNS). Menurut Gluckman (Bruner, 1972, p. 222) orang Batak adalah
orang Batak, dan meskipun mereka merantau dari desa ke kota, hal ini tidak akan
mengubah jati diri atau ideologinya di tempat dia merantau, dan di tempat dia
memilih untuk merantau, dia akan menciptakan struktur sosial berdasarkan wadah
konseptual yang tersedia baginya. Kondisi ini tentunya akan menjadi tantangan
tersendiri bagi setiap individu mahasiswa yang kuliah di UNS karena selain mereka
harus mempertahankan komunikasi budaya yang sudah turun temurun di komunitas
Naposo HKBP Solo, mereka juga harus menciptakan komunikasi yang baik
terhadap sesama mereka mahasiswa Jawa yang kuliah di UNS dalam hal ini teman
akademik mereka. Untuk itulah peneliti tertarik ingin meneliti fenomena ini melihat
mahasiswa Batak yang begitu melekat terhadap budaya mereka sendiri sementara
mereka diharuskan menghadapi situasi dimana mereka harus berkomunikasi
dengan mahasiswa yang berbeda kebudayaan dalam mendukung prestasi akademik
mereka.
Perbedaan budaya dan suku menjadi tantangan tersendiri bagi suku Batak
berkuliah di tempat dan budaya yang berbeda. Mereka tentu kesulitan untuk
berkomunikasi lantaran bahasa yang didengarkan sehari-hari merupakan bahasa
yang sulit dimengerti. Selain itu, adat istiadat dan kebiasaan sehari-hari pun tentu
berbeda jauh yang diakibatkan mahasiswa Batak sebelumnya tidak pernah
menginjakkan kaki di pulau Jawa. Pernyataan ini sejalan dengan penelitian yang
dilakukan oleh Herman dan Schield tahun 1961, dimana menyebutkan bahwa akibat
psikologis yang akan terjadi ketika seseorang berada dalam situasi baru adalah
kurangnya rasa aman, ketidaktahuan tentang potensi yang melekat dalam situasi
tertentu, sarana untuk mencapai tujuan, dan kemungkinan yang akan terjadi atas
tindakan yang dilakukan (Herman & Schield, 1961, p. 165).
4
Berdasarkan data Sensus Penduduk tahun 2010 yang dilakukan oleh Badan
Pusat Statistik (BPS) Indonesia, 75.45% penduduk di Indonesia menggunakan
bahasa daerah sebagai bahasa sehari-hari dan suku Batak mendapat posisi ketiga
menjadi suku paling banyak di Indonesia sebanyak 3.58% penduduk dengan 1.55%
diantaranya menggunakan bahasa daerah Batak untuk komunikasi sehari-hari
sementara suku Jawa menjadi suku paling banyak nomor 1 di Indonesia dengan
total 40.22% dan 31.79% diantaranya menggunakan bahasa Jawa dalam
berkomunikasi sehari-hari (BPS, 2010). Hal ini menunjukkan hampir setengah dari
penduduk suku Batak di Indonesia terbiasa dengan bahasa Batak dalam komunikasi
sehari-hari begitupun masyarakat Jawa yang hampir keseluruhan menggunakan
bahasa Jawa dalam komunikasi sehari-hari. Hal inilah yang mendorong peneliti
melihat bahwa komunikasi yang dijalin mahasiswa Batak yang ada di UNS dapat
menyebabkan kecemasan dan ketidakpastian.
Penelitian ini akan fokus pada teori Anxiety and Uncertainty Management
(AUM) dimana teori ini akan digunakan dalam menjelaskan proses pengelolaan
kecemasan dan ketidakpastian mahasiswa Batak dalam melakukan komunikasi
interpersonal yang efektif. Sementara aspek atau elemen komunikasi yang akan
diteliti dalam permasalahan ini adalah komunikator dan proses komunikasi
interpersonal yang berlangsung saat terjadinya interaksi. Realitas ini merupakan
sebuah masalah yang penting untuk diteliti karena yang ideal dan menjadi
harapannya adalah mahasiswa Batak di UNS dapat mengurangi kecemasan dan
ketidakpastian dalam berkomunikasi interpersonal dengan kerabat mereka yang
merupakan mahasiswa suku Jawa untuk mendukung mereka dalam mencapai
tujuan mereka untuk merantau.
Rumusan Masalah
Tinjauan Pustaka
dimana teori ini tidak hanya berfokus pada komunikasi yang efektif saja namun
juga mencakup penyesuaian antarbudaya (Gudykunst, 2005, pp. 282-283). Jika
Berger menyebut ketidakpastian (uncertainty) sebagai variabel dalam kunci
komunikasi yang efektif, Gudykunst mengangkat kecemasan (anxiety)
kedalam kedudukan yang sama. Gudykunst meyakini bahwa ketidakpastian
dan kecemasan adalah ancaman kembar yang harus dikelola dalam mencapai
komunikasi yang efektif.
Ketidakpastian (uncertainty) dalam teori ini diartikan sebagai
ketidakmampuan seseorang dalam memprediksi atau menjelaskan perilaku diri
sendiri atau orang lain. Menurut Berger, ketidakpastian yang dialami seseorang
terjadi ketika berinteraksi (Morissan & Wardhany, 2009, p. 131). Seseorang
memiliki ketidakpastian yang lebih besar ketika berinteraksi dengan orang
asing dibandingkan saat berinteraksi dengan anggota kelompok (Gudykunst &
Kim, 2003, p. 30). Berger menyoroti adanya dua perbedaan tipe ketidakpastian
yang terlihat dalam interaksi seseorang dengan orang asing (Gudykunst & Kim,
2003, p. 30), yaitu:
a. Ketidakpastian terhadap sikap, perasaan, keyakinan, nilai-nilai, dan
perilaku orang asing.
b. Ketidakpastian yang melibatkan penjelasan dari perilaku orang asing.
Berbeda dengan ketidakpastian, kecemasan (anxiety) diartikan sebagai
perasaan tidak nyaman, khawatir, tegang, ataupun gelisah terhadap sesuatu
yang mungkin terjadi. Hal ini disebut Gudykunst pasti pernah dan akan dialami
oleh semua orang namun salah satu alasan meningkatnya kecemasan seseorang
terjadi ketika seseorang harus dihadapkan dengan komunikasi antarbudaya
atau berinteraksi dengan orang asing (Gudykunst & Kim, 2003, p. 34).
3.1 Aksioma dalam Anxiety and Uncertainty Management Theory (AUM)
yang Menjelaskan Proses Pengelolaan Kecemasan dan
Ketidakpastian
Di dalam teori AUM, terdapat 39 dari 47 aksioma yang menyajikan
hubungan sebab akibat dengan kecemasan dan ketidakpastian yang
biasanya terjadi dalam komunikasi antarbudaya. Seluruh aksioma ini tidak
9
pertemuan dengan orang asing. Selain itu, kategori ini juga melihat
bagaimana seseorang dapat memprediksi perilaku mereka ketika
berinteraksi dengan orang asing. Peneliti hanya akan berfokus pada
aksioma 10 dan 13, dimana;
Aksioma 10: Peningkatan kemampuan seseorang untuk memproses
informasi secara kompleks tentang orang asing akan menghasilkan
penurunan kecemasan dan peningkatan kemampuannya dalam
memprediksi perilaku orang asing tersebut secara akurat.
Aksioma 13: Peningkatan toleransi seseorang terhadap ambiguitas
akan menghasilkan penurunan kecemasan (Griffin E. , 2006, p. 434).
d. Social Categorization of Strangers (Kategori Sosial atas Orang
Asing)
Terdapat 7 aksioma yang diusulkan Gudykunst dalam kategori ini
namun peneliti hanya akan menggunakan dua aksioma yang menurut
peneliti paling sesuai dengan penelitian ini, yaitu;
Aksioma 17: Peningkatan kesamaan pribadi yang dirasakan antara
diri sendiri dengan orang asing akan menghasilkan penurunan
kecemasan dan peningkatan kemampuan diri sendiri untuk
memprediksi perilaku orang asing tersebut secara akurat.
Aksioma 20: Peningkatan persepsi bahwa diri sendiri berbagi
identitas menjadi ingroup superordinate atau menerima diri sendiri
sebagai satu kesatuan dengan kelompok orang asing akan
menghasilkan penurunan kecemasan dan peningkatan kemampuan
dalam memprediksi perilaku orang asing tersebut secara akurat
(Griffin E. , 2006, pp. 434-435).
e. Situational Processes (Proses-Proses Situasional)
Proses-proses situasional terdiri dari kekuatan ingroup, tugas
kooperatif, dan kehadiran anggota kelompok ingroup. Dari ketiga
cakupan ini, seseorang perlu melihat adakah kekuatan ingrup yang
terstruktur, dukungan institusi yang normatif, dan kehadiran anggota-
anggota grup lainnya yang berpotensi meningkatkan kepercayaan diri
11
Metodologi Penelitian
13
Sajian dan analisis data penelitian ini sesuai dengan tujuan penelitian yaitu
untuk mengetahui gambaran seperti apa kecemasan dan ketidakpastian mahasiswa
Batak di UNS yang berlanjut pada bagaimana mereka mengelola kecemasan dan
ketidakpastian yang mereka rasakan ketika dihadapkan berkomunikasi dengan
mahasiswa Jawa. Hasil menunjukkan bahwa mahasiswa Batak mengalami
kecemasan dan ketidakpastian saat mereka dihadapkan berkomunikasi untuk
pertama kalinya. Adapun kecemasan yang dirasakan mahasiswa Batak adalah
terkait bagaimana bahasa, aksen, serta merasa minoritas menjadikan mereka takut,
ragu, dan malu untuk melakukan komunikasi. Berikut salah satu pernyataannya.
“Ada kak kayak di prodiku itu eee satu aku minoritas karna Batak trus kedua
aku non muslim jadi agak kurang percaya diri gitu kak” (LUB, Wawancara 2
April 2022)
“Ada kak satu orang aku nanya gini. Eee halo aku Rut dari Medan, Sumatera
Utara gitu kan kak trus aku nanya kamu orang mana. Orang Karanganyar
Cuma dijawab gitu dan gak ada nanya balik gitu kan kak trus eee aku jadi
merasa berarti dia gak mau dekat gitu mungkin karna ngeliat latar belakangku
gitu kak. Sampe sekarang sih kak kami gak terlalu dekat juga dan nanya-
nanya tugas juga gak pernah ke dia karna aku tahu dia bakalan gak open juga
gitu kak” (RST, 20 April 2022)
persekutuan dan eee puji Tuhannya juga bisa dapat teman dari sana
meskipun ya lebih deketnya ke naposo sih kak (ketawa)” (LUB, 26
April 2022)
7. Ethical Interaction (Interaksi Etis)
Kategori yang terakhir menunjukkan bahwa mahasiswa Batak dalam proses
mereka mengelola kecemasan dan ketidakpastian yang dirasakan, mereka
sudah mampu menghormati dan menghargai budaya mahasiswa Jawa sehingga
mendorong mereka melakukan interaksi terus-menerus dengan mahasiswa
Jawa. Berikut salah satu pernyataannya.
“Akhir-akhir ini sih aku jadi lebih paham aku posisinya dimana
sekarang kayak dulu kan eee aku masih mikir apasih kayak gini dan gak
nyaman dengan lingkunganku tapi sekarang aku jadi bisa menerima oh
sekarang aku lagi jauh dari orangtua dan aku lagi di tempat yang bukan
tempatku gitu jadi lebih menerima aja gitu” (LUB, 26 April 2022)
Mindfulness sebagai Dasar Komunikasi Interpersonal dalam Konteks
Komunikasi Antar Budaya yang Efektif
Terbuka dan mengenali perspektif teman-teman informan yang merupakan
mahasiswa Jawa diartikan sebagai mindfulness dalam teori Anxiety and Uncertainty
Management (AUM). Ketika mahasiswa Batak dapat terbuka dan mengenali
perspektif teman-temannya mahasiswa Jawa, maka komunikasi interpersonal akan
terbentuk secara efektif. Komunikasi interpersonal yang efektif dapat dikondisikan
sebagai mahasiswa Batak yang sudah dapat mengatasi kecemasan dan
ketidakpastian dalam dirinya ketika dihadapkan dalam berkomunikasi dengan
teman-temannya mahasiswa Jawa. Maka dari itulah peneliti menyimpulkan bahwa
mahasiswa Batak sudah mampu terbuka dan mengenali perbedaan perspektif
diantara teman-temannya sehingga hal tersebut yang mendorong mereka untuk
tidak merasa cemas dan tidak pasti dalam melakukan komunikasi dengan teman-
teman mereka mahasiswa Jawa. Berikut salah satu pernyataannya.
“Caraku mengatasinya eee aku jadi lebih terbuka kak kayak oh ternyata
selama ini yang kupikirkan soal mereka gak benar trus aku mulai gak takut
lagi dan mulai mau speak up kekgitu kak” (SBS, 4 April 2022).
19
Kesimpulan
Daftar Pustaka