Professional Documents
Culture Documents
Jurnal
Jurnal
Abstract
I. PENDAHULUAN
Hubungan timbal balik antar manusia adalah berbicara dan memahami. Saat
seseorang berbicara, lawan bicaranya akan memahami apa yang dibicarakan. Hal
itu dikarenakan adanya makna dari apa yang disampaikan oleh seseorang tersebut.
Telaah empiris tentang makna terdapat dalam teori Natural Semantic Metalanguage
(Metabahasa Semantik Alami) yang selanjutnya disingkat menjadi MSA. MSA
adalah sebuah teori yang menggabungkan tradisi logis filosofis dalam studi makna
dengan pendekatan tipologis untuk mempelajari bahasa, dan dengan penyelidikan
lintas-Linguistik empiris berbasis luas (Wierzbicka, 1996b:23).
Teori MSA mengenalkan suatu istilah yang disebut struktur semantis. Struktur
semantis adalah konfigurasi makna asali. Pemahaman terhadap struktur semantis
akan dapat membantu mendeskripsikan makna alamiah sebuah bahasa (Chafe,
1970:73). Bahasa Jepang dikenal sebagai salah satu bahasa yang makna dalam
kalimatnya tidak bisa dipahami hanya dengan melihat setiap kata-kata yang
membentuknya, tetapi membutuhkan pemahaman yang lebih untuk dapat
28
言葉ジャーナル (Jurnal Kotoba)
Volume 7 No.1, Juni 2019
mengetahui makna dan penggunaan bahasa tersebut. Ini bertujuan agar tidak salah
pengertian terhadap makna yang terdapat dalam bahasa tersebut (Putri, 2016:1).
Pada umumnya, objek yang dikaji menggunakan teori MSA ini adalah sebuah verba.
Hal ini dikarenakan verba dalam kalimat menunjukkan perbuatan dan tetap
memiliki makna meskipun berdiri sendiri.
Verba adalah kelas kata yang biasanya berfungsi sebagai predikat, dalam
beberapa bahasa lain verba mempunyai ciri morfologis seperti ciri kala, aspek,
persona atau jumlah. Sebagian besar verba mewakili unsur semantis perbuatan,
keadaan, atau proses (Kridalaksana, 2009:254).
Dalam bahasa Jepang, penggunaan verba didasarkan pada situasi, contoh:
verba ochiru (落ちる) dan taoreru (倒れる) sama sama memiliki makna jatuh
akan tetapi jika dilihat pada penggunaannya, verba ochiru ( 落 ち る ) hanya
menekankan bahwa objek tersebut jatuh tidak perduli bagaimana posisinya
sedangkan verba taoreru (倒れる) lebih menekankan bagaimana posisi objek
tersebut setelah jatuh. Jatuh adalah kondisi yang mana suatu benda terlepas dan
turun atau meluncur ke bawah dengan cepat karena gravitasi bumi; turun banyak;
merosot; sampai ke; tiba di; kena pada; tembus ke; bertepatan dengan; berbetulan
dengan; tepat pada; berhenti memegang kekuasaan; bangkrut; kalah atau dirampas
musuh; tidak lulus; gagal; sangat menderita; tidak tahan lagi; menjadi sakit, miskin,
cinta (Alwi, 2007:462). Verba ‘jatuh’ bahasa Jepang tidak hanya ochiru (落ちる)
saja jika ditinjau dari sudut makna asali TERJADI dan BERGERAK dengan pola
sintaksis “Sesuatu terjadi pada X, maka X bergerak”.
Berdasarkan hal tersebut, dilakukan penelitian dengan tujuan untuk
mengetahui dan memahami verba ‘jatuh’ bahasa Jepang yang termasuk ke dalam
subtipe TERJADI-BERGERAK serta menjelaskan bagaimana makna asali dan
struktur semantis dari masing-masing verba tersebut.
ini adalah pada teori yang digunakan, yaitu teori Metabahasa Semantik Alami
(MSA). Selanjutnya pada analisis data menggunakan metode agih. Bedanya
peneliti juga menggunakan metode padan dengan teknik Pilah Unsur Penentu
(PUP). Perbedaan selanjutnya dari penelitian Putri dengan penelitian ini adalah
pada data yang digunakan. Putri membahas tentang idiom bahasa Jepang,
sedangkan penelitian ini membahas tentang verba ‘jatuh’ dalam bahasa Jepang.
30
言葉ジャーナル (Jurnal Kotoba)
Volume 7 No.1, Juni 2019
Konsep pertama yaitu, makna asali yang merupakan seperangkat makna yang
tidak dapat berubah dan telah diwarisi sejak lahir. Dengan kata lain, makna asali
adalah makna kata pertama dari sebuah kata yang tidak mudah berubah walaupun
terdapat perubahan kebudayaan atau zaman. Makna asali merupakan refleksi dan
pembentukan pikiran yang dapat dieksplikasi dari bahasa ilmiah (ordinary
language) yang merupakan satu-satunya cara mempresentasikan makna
(Wierzbicka, 1996b:31). Pemahaman makna asali diharapkan dapat menjelaskan
makna yang rumit menjadi lebih sederhana tanpa harus berputar-putar, seperti yang
dijelaskan dalam kalimat berikut: (Wierzbicka, 1996b:12).
It is impossible to define all words. In defining we comply a definition
to express the idea which we want to join to define word; if we then
wanted to define ‘the definition’ still other words would be needed, and
so on to infinity. Hence, it is necessary to stop at some primitive words
which are not defined.
‘Merupakan hal yang tidak mungkin untuk mendefinisikan semua kata.
Dalam mendefinisikan kata kita harus mengacu pada satu definisi untuk
menyatakan gagasan yang diperlukan dalam mendefinisikan kata; jika
kemudian kita ingin mendefinisikan ‘definisi’ suatu kata, kata lain
masih pula diperlukan, dan seterusnya. Karena itu diperlukan kata-kata
asali yang tak bisa lagi didefinisikan.’
Wierzbicka dan teman-temannya secara intensif mengeksplorasi makna asali
dari berbagai bahasa. Pada tahun 1972 baru empat belas makna asali yang berhasil
ditemukannya dan sebelas di antaranya terbukti efektif dalam analisis makna
(Goddard, 1996:24). Pada tahun 1980 jumlahnya menjadi lima belas. Dalam
lokakarya semantik di Adelaide tahun 1986 Cliff Goddard mengusulkan beberapa
makna asali yang baru. Proses perluasan ini terbukti memudahkan analisis makna
yang lebih menarik dan dapat dimengerti. Pada tahun 1996 jumlahnya 55 elemen
(Goddard, 1996:24-37). Pada tahun 2004 menjadi 60 elemen, karena adanya
tambahan elemen BODY, TRUE, HAVE, NOW, BELLOW. Terakhir pada tahum
2014 elemen makna asali menjadi 65 elemen, karena penambahan LITTLE/FEW,
DON’T WANT, TOUCH, MOMENT, dan AS. Perangkat makna asali tersebut dapat
kita lihat dalam tabel berikut:
34
言葉ジャーナル (Jurnal Kotoba)
Volume 7 No.1, Juni 2019
benda hidup maupun tidak. Kemudian Izuru (1998:380) memperjelas definisi verba
ochiru sebagai berikut.
支えるものもなく、ものが加速度的に下に移動する意。上から下へ
急に位置が変わる....
Sasaeru mono mo naku, mono ga kasokudoteki ni shita ni idou suru i. Ue
kara shita e kyuu ni ichi ga kawaru ....
‘Tanpa topangan, perpindahan benda ke bawah dipercepat. Posisi benda
berubah dari atas ke bawah secara tiba-tiba ....’
35
言葉ジャーナル (Jurnal Kotoba)
Volume 7 No.1, Juni 2019
雪が降る、音もなくひらひらと雪が降る。
Yuki ga furu, otomo nakuhirahira toyuki ga furu.
‘Salju turun dengan tanpa suara.’
(Kotonoha.gr.jp, 22 Oktober 2018)
Pada contoh kalimat di atas, verba yang digunakan adalah furu, menggambarkan
subjek (salju) yang turun dari angkasa. Dalam kalimat di atas, X menggambarkan
salju yang turun dari langit. Struktur semantis verba furu dapat diparafrasekan
sebagai berikut.
furu (降る) ‘turun’
Sesuatu terjadi pada X
Sebelumnya, X berada di suatu tempat (angkasa)
X berjumlah sangat banyak
Lalu, terjadi sesuatu pada X
Sesuatu terjadi pada X seperti:
X bergerak dari atas (angkasa) ke bawah (daratan)
X bergerak dengan cepat
X bergerak dengan jumlah yang banyak
Sesuatu seperti ini terjadi pada X
Pada contoh kalimat di atas, X menggambarkan sebuah pesawat turun dari tempat
yang tinggi. Struktur semantis verba kakousuru dapat diparafrasekan sebagai
berikut.
Kakousuru (下降する) ‘turun’
Sesuatu terjadi pada X
Sebelumnya, X berada di suatu tempat
X berada di tempat yang tinggi
Setelahnya, X bergerak ke bawah
X bergerak dengan perlahan
Sesuatu seperti ini terjadi pada X
Dalam contoh kalimat diatas, X menggambarkan seekor anjing yang jatuh di tengah
jalan. Struktur semantis dari verba taoreru dapat diparafrasekan sebagai berikut.
Taoreru (倒れる) ‘jatuh’
Sesuatu terjadi pada X
Sebelumnya, X berada dalam keadaan baik (berdiri)
Setelahnya karena suatu hal, X bergerak
X bergerak dari atas (berdiri) ke bawah (terbaring)
X bergerak dengan cepat
Sesuatu seperti ini terjadi pada X
足が滑って倒れること。足を踏みはずすこと。要路の地位を失う
こと。しくじり ....
Ashi ga subette taoreru koto. Ashi o fumihazusukoto. Youro no chii o
ushinau koto. Shikujiri ....
‘Kaki tergelincir lalu terjatuh. Kaki berada pada tempat yang salah.
Kehilangan kedudukan dengan posisi penting ....’
Berikut contoh penggunaan verba shikkyakusuru dalam kalimat.
それがなにを意味するのか、どこまでが真実なのかは判りません
が、ラーが失脚しつつあるのは間違いないようです。
Sore ga nani o imi suru no ka, doko made ga shinjitsuna no ka wa
wakarimasen ga, rā ga shikkyakushitsutsu aruno wa machigainaiyoudesu.
‘Saya tidak tahu apa artinya itu, dan seberapa jauh kebenarannya, tetapi
sepertinya Ra akan jatuh.’
(Kotonoha.gr.jp, 22 Oktober 2018)
Pada contoh kalimat di atas, X menggambarkan Ra (nama orang) yang akan jatuh.
Struktur semantis verba shikkyakusuru dapat diparafrasekan sebagai berikut.
Shikkyakusuru (失脚する) ‘jatuh’
Sesuatu terjadi pada X
Awalnya X sedang dalam keadaan baik (berdiri)
Setelahnya, X berada daalm keadaan tidak baik (tidak seimbang)
Karena itu, X bergerak:
X bergerak dari posisi berdiri ke posisi duduk
X bergerak dengan cepat
X tidak menginginkan hal ini terjadi padanya
Sesuatu seperti ini terjadi pada X
38
言葉ジャーナル (Jurnal Kotoba)
Volume 7 No.1, Juni 2019
Pada contoh kalimat di atas, X menggambarkan seseorang yang berharap akan jatuh
dengan baik, malah jungkir balik. Struktur semantis verba chuugaerisuru dapat
diparafrasekan sebagai berikut.
Chuugaerisuru (宙返りする) ‘jungkir balik/terjungkir’
Sesuatu terjadi pada X
Sebelumnya X dalam keadaan baik
Setelahnya X bergerak
X bergerak seperti:
Tubuh X bergerak di udara
Tubuh (kaki dan kepala) X berada dalam posisi terbalik
X bergerak dengan cepat
X bergerak ke bawah
X berada di posisi yang buruk
Wajah X menghadap ke atas
X tidak menginginkan hal ini terjadi padanya
Sesuatu seperti ini terjadi pada X
VI. KESIMPULAN
Terdapat 7 (tujuh) verba ‘jatuh’ bahasa Jepang yang ditemukan dalam buku
Shinsouban Kimono Saijiki oleh Yamashita, Gobi Boku to 125-Kiro o Hashita,
Kiseki no Inu oleh Leonard dan Natsumedai, dan korpus bahasa Jepang melalui
situs http://www.kotonoha.gr.jp/shonagon/. Ketujuh verba tersebut yaitu 1) ochiru
(落ちる); 2) furu (降る); 3) tenrakusuru (転落する); 4) kakousuru (下降する); 5)
taoreru (倒れる); 6) shikkyakusuru (失脚する); 7) chuugaerisuru (宙返りする).
Verba ‘jatuh’ bahasa Jepang dapat digolongkan ke dalam elemen makna asali
TERJADI (OKORU/HAPPEN) yang termasuk ke dalam komponen Actions, Events,
Movement and Contact. Makna asali verba ‘jatuh’ bahasa Jepang berpolisemi
39
言葉ジャーナル (Jurnal Kotoba)
Volume 7 No.1, Juni 2019
DAFTAR PUSTAKA
Alwi, Hasan, dkk. 2003. Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia. Jakarta:Balai
Pustaka.
Alwi, Hasan. 2007. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta:Balai Pustaka.
Bogdan dan Taylor, dalam Moleong, Lexy J. 2007. Metodologi Penelitian
Kualitatif. Bandung: Remadja Rosdakarya Offset.
Chafe, Wallace L. 1970. Meaning and The Structure of Language. Chicago: The
University of Chicago Press.
Debora, Julianis Clara. 2010. “Analisis Pemakaian Verba Ochiru, Korobu, dan
Taoreru dalam Kalimat Bahasa Jepang”. Skripsi Sarjana Sastra pada program
studi Extension Sastra Jepang Fakultas Sastra Universitas Sumatera Utara.
Medan.
Goddard, Cliff. 1994. Cross-Linguistic Syntax from a Semantic Point of View (NSM
Approach), 1-5. Australia: Australian National University.
Goddard, Cliff. 1996. Building a Universal Semantic Metalanguage: The Semantic
Theory of Anna Wierzbicka. Goddard (Convenor). 1996. Cross Linguistic
Syntax from Semantic Point of View (NSM Approach), 24-37. Australia: The
Australian National University.
Izuru, Shinmura. 1998. Koujien 5. Japan: Iwanami Shoten.
Karimah, Shofura. 2017. “Analisis Kontrastif Verba Ochiru dalam Bahasa Jepang
dan Verba Jatuh dalam Bahasa Indonesia”. Skripsi Sarjana Humaniora pada
program studi Sastra Jepang Fakultas Ilmu Budaya Universitas Diponegoro.
Semarang.
Kridalaksana, Harimurti. 1993. Kamus Linguistik. Jakarta:Gramedia.
Kridalaksana, Harimurti. 2009. Kamus Linguistik. Jakarta:Gramedia.
Leonard, Dion dan Natsumedai. 2018. Gobi Boku to 125-kiro o Hashita, Kiseki no
Inu. Jepang: Haapaakorinzu.
Mulyadi dan Siregar, R.K. 2006. Aplikasi Teori Metabahasa Makna Alami Dalam
Kajian Makna. Logat, Vol II No.2:69-75.
Nomoto, Kikou. 1988. Kamus Pemakaian Bahasa Jepang Dasar Edisi Bahasa
Indonesia. Tokyo: Kokuritsu Kokugo Kenkyusho.
Pateda, Mansoer. 2001. Semantik Leksikal. Jakarta: Rineka Cipta.
Putri, Darni Enzimar. 2016. Struktur Semantis Idiom yang Bermakna Emosi dalam
Bahasa Jepang. Jurnal Kotoba, Vol 3
Putri, Darni Enzimar. 2017. “Makna Idiom Bahasa Jepang:Kajian Metabahasa
Semantik Alami”. Tesis Magister Linguistik pada program studi S2 Ilmu
Linguistik Fakultas Ilmu Budaya Universitas Udayana. Denpasar.
Strauss, Anselm dan Juliet Corbin. 2003. Dasar-dasar Penelitian Kualitatif.
Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
40
言葉ジャーナル (Jurnal Kotoba)
Volume 7 No.1, Juni 2019
41