Professional Documents
Culture Documents
138-Article Text-267-1-10-20181019
138-Article Text-267-1-10-20181019
Roikhatul Jannah
Poltekkes Kemenkes Jakarta III
Email : ro_ikha@yahoo.com
ABSTRACT
Islamic thought on cleanliness is well known with slogan cleanliness as part in believe.
However, problem of cleanliness particularly gudig in a Pesantren has been being common among
Indonesian. This means there is a gap between Islamic teaching, on cleanliness particularly hygiene
thought, and its implementation among santri in Pesantren. This study explains why the gap exists in
the pesantren. In 2009, the researcher observed two pesantrens in East and West Java; conducted
FGD among santri, ustadz,and board of pesantren. The researcher also interviewed Kyai and his
family member those play role as manager, leader as long as the owner of the pesantren. Indeed, this
research data then updated in Muktamar NU 2015 in Jombang, west Java, along the discussion
session about health status of Pesantren community, attended by santri, Kyai, pesantren board,
member of a parliament member from health fraction, and health practitioners.data gathered then
interpreted using ethnography perspective. The result showed that the gap between Islamic teaching
about cleanliness and its implementation in the pesantren is affected from several reason as follow: (1)
there are influences from Arabic culture imitated by pessantren community those were not always
compatible with the Indonesian cultural environment; (2) pesantren community understands the
thought in the context of ritual prayer;(3) the teaching methods in pesantren community contribute
toward understanding santri about the meaning of the thought inproperly; (4) there is a culture in the
pesantren, manifested in its apologetic language, to justify the problem of cleanliness without
attempting to do anything.
Keywords: pesantren hygiene, cleanliness, hygiene thought, hygiene culture, behaviour
ABSTRAK
Ajaran Islam tentang kebersihan sangat jelas menyatakan kebersihan adalah sebagian dari
Iman. Meski demikian fenomena masalah kebersihan dan gudig dipesantren bukan hal asing di
masyarakat Indonesia. Hal ini berarti ada gap pemahaman pengetahuan keislaman khususnya tentang
ajaran kebersihan dan implementasinya di pesantren. Penelitian ini bermaksud menguak fakta
mengapa ada gap antara kebersihan dan implementasinya di pesantren. Pada tahun 2009, peneliti
melakukan observasi di dua pesantren di Jawa Barat dan Jawa Timur, melakukan diskusi terfokus
(FGD) dengan kelompok Santri, guru dan pengelola pesantren. Peneliti juga melakukan wawancara
mendalam terhadap keluarga kyai sebagai pengelola sekaliguspemimpin dan pemilik pesantren. Data
penelitian diupdate kembali pada diskusi sesi masalah kesehatan pesantren di Muktamar NU tahun
2015 yang dihadiri santri, alumni pesantren, pengelola pesantren, tenaga ahli kesehatan, dan anggota
DPR dari fraksi yang membidangi wilayah kesehatan. Data yang didapatkan diinterpretasikan dengan
perspektif ethnografi. Hasil menunjukkkan bahwa implementasi kebersihan dan higienis di pesantren
berkaitan dengan: (1) ada pengaruh budaya arab yang ditiru komunitas pesantren, dan yang tidak
sesuai untuk diterapkan di pesantren; (2) komunitas pesantren memahami higienis dan kebersihan
berkaitan dengan ritual ibadah; (3) metode pembelajaran diduga berkontribusi terhadapan pemehaman
pengajaran yang kurang tepat; dan (4) ada budaya pesantren yang dimanifestasikan denganapologetic
“
language” seolah masalah higienis dan kebersihan merupakan bentuk kesederhanaan.
Kata Kunci: pesantren, higienis, kebersihan pesantren, budaya pesantren, perilaku bersih
9
10 Jurnal Ilmu Teknologi Kesehatan, Vol. 4, Nomor 1, September 2016, hlm: 9 - 22
tentang ajaran Islam berada di kisaran 60 and Gayatri, 2013; Griana, 2013; Sistri,
sampai 70% dimana aturan tentang 2013; Hapsari, 2014; Ratnasari and
bagaimana berperilaku hidup bersih juga Sungkar, 2014). Pada alasan kedua, banyak
tercakup di dalamnya (Maulana et al., peneliti mengamati bahwa masyarakat
2016). Oleh karena itu peneliti berasumsi pesantren, khususnya santri masih kurang
bahwa ajaran agama tentang kebersihan menyadari arti pentingnya memelihara
ini, diterapkan di pesantren dalam hygiene dan kebersihan. Banyak diantara
kehidupan sehari-hari, dan berperan dalam penghuni pesantren tidak memakai sabun
membantu memelihara tingkat kesehatan saat mandi, dengan alasan mandi yang
warga pesantren. Akan tetapi, fenomena disiram saja sudah cukup bersih dan
masalah kesehatan di komunitas pesantren membuat badan segar. Selain itu,
yang telah dipaparkan menjadi menarik pemandangan adanya sampah di hampir
untuk dikaji lebih mendalam tentang gap semua sudut area pesantren menunjukan
ajaran dan implementasi yang terjadi. bahwa komunitas pesantren masih tidak
jauh berbeda dengan khalayak di luar
Data hasil riset para pemerhati
pesantren yang kurang cukup menyadari
kesehatan pesantren, issu gudig masih
efek membuang sampah sembarangan
menjadi trend dan arak. Beberapa data
(Ikhwanudin, 2013; Maulana et al., 2016).
yang diungkapkan menyebutkan beberapa
Hal ini menggambarkan bahwa kondisi
alasan mengapa masalah gudig ini muncul
lingkungan dan berbagai situasi, tradisi,
di pesantren. Pertama, fasilitas yang
kebiasaan, baik perilaku individu maupun
tersedia di pesantren kurang cukup
sistemik di pesantren berkaitan erat dengan
memenuhi kebutuhan standar kesehatan
kondisi kebersihan dan perilaku bersih
bagi para penghuninya. Salah satu contoh
masyarakat pesantren, khususnya santri
yang bisa mendukung statemen ini adalah
yang berujung kepada munculnya masalah
kondisi dimana system sanitasi termasuk
kesehatan, diantaranya penyakit kulit yang
ketersediaan air di pesantren belum
dinamakan gudig atau skabies.
mencukupi standar kesehatan. Kondisi ini
diperburuk dengan adanya kebiasaan Dari uraian tersebut dapat dilihat
dikalangan para santri untuk menggunakan bahwa kebersihan dan hygiene menjadi
handuk secara bergantian, saling sesuatu yang sulit diraih dan
meminjami pakaian, dan berbagi alas tidur diimplementsikan di komunitas pesantren
dan selimut (Yasin, 2009; Akmal, Semiarty meskipun ajaran Islam mengajarkan secara
12 Jurnal Ilmu Teknologi Kesehatan , Vol. 4, N omor 1, September 2016 , hlm: 9 - 22
tradisi dan cultur pesantren akan dilakukan Proses analisa data dilakukan
dengan mengunjungi pesantren terpilih, dengan menginterpretasikan data yang ada
dengan tujuan agar tim lebih dekat dan dengan cara membaca field note,
memahami secara langsung situasi mendengarkan rekaman dan membaca
pesantren. Seluruh hasil observasi ini akan transkrip FGD dan interview berulang-
di dokumentasikan baik dalam bentuk ulang. Langkah selanjutnya, peneliti
gambar maupun field note; (2) untuk data mengelompokkan data dari transkrip dan
subyektif dari respondent, peneliti field note ke dalam beberapa kategori tema
menggunakan diskusi terfokus (FGD) secara umum. Pembacaan data diulang lagi
dengan kelompok Santri, guru dan untuk melihat kemungkinan tambahan
pengelola pesantren. Peneliti juga tema lain yang muncul terkait dalam
melakukan wawancara mendalam terhadap menjawab pertanyaan penelitian. Daftar
keluarga kyai sebagai pengelola sekaligus tema yang didapatkan disusun dama
pemimpin dan pemilik pesantren. Data bentuk index, dicermati kemungkinan
penelitian diupdate kembali pada diskusi dieliminasi dan modifikasi beberapa tema
sesi masalah kesehatan pesantren di untuk mendapatkan hasil yang mengerucut
Muktamar NU tahun 2015 yang dihadiri untuk bisa diinterpretasikan. Selama proses
santri, alumni pesantren, pengelola analisa, peneliti selalu mengkross cek
pesantren, tenaga ahli kesehatan, dan dengan berbagai literatur terkaitan kultur
anggota DPR dari fraksi yang membidangi pesantren.
wilayah kesehatan. Proses diskusi dan
wawancara direkam untuk memudahkan Ethnographic study
proses analisa data; (3) Konsultasi Penelitian menggunakan
literature digunakan untuk mendapatkan pendekatan ethnograpi untuk
data sekunder dan pelengkap apabila data memperdalam pemahaman tentang
primer yang dibutuhkan. Teknik ini juga berbagai masalah kebersihan dan perilaku
sebagai cross check dari data primer yang bersih di pesantren berdasarkan pedoman
diperoleh sebagai bentuk upaya menjaga Laine (1997, p. 16), yang berarti bahwa
validitas dan reabilitas hasil penelitian berbagai faktor seperti kultur religi,
(Rice & Ezzy 1999). pembelajaran religi, faktor lingkungan,
faktor sosial, nilai-nilai pesantren, tradisi,
Data Analysis
dan berbagai nilai-nilai lain yang ada pada
14 Jurnal Ilmu Teknologi Kesehatan, Vol. 4, Nomor 1, September 2016, hlm: 9 - 22
pesantren menjadi bahan pertimbangan bagi Santri baik berupa ilmu, teman,
dalam melihat masalah kebersihan dan suasana tempat tinggal maupun pola
perilaku bersih yang muncul di pesantren. kebiasaan yang berbeda dengan situasi
Secara khusus penelitian melihat rumah. Pesantren merupakan pusat
keterkaitan kultur dan values pada cara peradaban yang membangun kapasitas diri
pandang santri menerapkan wacana dan santri untuk menjadi orang dengan karakter
pembelajaran Islam tentang kebersihan di memahami dan menerapkan ajaran agama
pesantren yang dimunculkan dalam Islam.
perilaku bersih, yitu, respon tindakan yang Pesantren merupakan gambaran
didasari dengan pengetahuan dan sikap, sebuah kelompok masyarakat yang tinggal
serta dilakukan secara sadar untuk di tempat tertentu dan menjalankan pola
menolong dirinya di bidang kesehatan kehidupan sehari-hari secara utuh, dengan
untuk memenuhi gizi dan menjaga sisi pemerintahan dipimpin oleh seorang
kebersihan diri dan lingkungan Kyai, dan warga yang terdiri atas santri dan
(Notoatmojo 2007; Depkes RI, 2011). ustadz. Pada kelompok masyarakat, sebuah
keluarga merupakan komponen
(Bisri, 2008) dimana tazkiyah dan fitrah Pada ajaran tazkiyah dan fitrah,
merupakan kebersihan jiwa sedangkan kesucian/kebersihan jiwa berarti
thaharah dan nadzafah adalah kebersihan penyempurnaan kebersihan diri dengan
fisik. Konsep hadis ini diyakini dimulai amal perbuatan dan perilaku baik. Cara
dari Arab Saudi, tempat berasal Nabi yang dilakukan adalah membayar zakat
Muhammad tinggal dan hidup. Hadis-hadis dan bersedekah atau berbagi dan
tersebut menjelaskan bagaimana mendistribusikan harta atau apapun yang
mempraktekkan kebersihan terkait dengan dimiliki kepada orang lain yang
kebutuhan ritual ibadah karena syarat syah membutuhkan.
ibadah adalah suci (diartikan dalam bahasa
Indonesia dengan kata bersih). Sistem Pembelajaran di Pesantren
Thaharah dan nadzafah merupakan Ada dua metode pembelajaran yang
upaya tindakan untuk sangat dikenal berasal dari lingkungan
mensucikan/membersihkan diri dari hadas pesantren, yaitu bandongan dan sorogan.
dan najis dengan material fisik bisa berupa Metode ini juga digunakan pada
debu, batu dan air. Fokus pada setiap pembelajaran materi atau ajaran tentang
pembelajaran tentang thaharah dan kebersihan. Pada metode bandongan,
nadzafah selalu dikaitkan dengan persiapan seorang Kyai atau ustadz membacakan
ibadah sholat. Artinya, ketika orang sebuah bab dari kitab kuning, dan
terkena hadas atau najis, maka ibadah menterjemahkannya ke dalam bahasa lokal
shalat yang dilakukan tidak syah dan tidak (dalam penelitian ini yang diguunakan
diterima oleh Allah SWT. Cara ber- adalah bahasa Jawa). Pada saat yang sama,
thaharah dan nadzafah adalah dengan santri menyimak dan menulis terjemahan
mengusap, mengelap hadas atau najis yang disampaikan oleh pengajar ke dalam
dengan debu atau batu, dan menyiram kitab mereka masing-masing. Pada sat
dengan air. Praktek kebersihan ini yang pembacaan kitab yang sedang dikaji,
pernah dilakukan oleh santri adalah kadang-kadang kyai menjelaskan topic
tayamum (berwudlu dengan debu), tertentu secara lebih detil, khususnya saat
mengepel lantai, mandi, mencuci baju, ada pertanyaan. Namun pada prakteknya,
mencuci peralatan dan perlengkapan yang pertanyaan tersebut jarang sekali terjadi.
digunakan sehari-hari. Seluruh kegiatan Metode pembelajaran ini pada dasarnya
tersebut dilakukan agar ibadahnya syah. ditujukan untuk santri yang diasumsikan
Roikhatul Jannah, Faktor Budaya yang Mempengaruhi Perilaku Bersih di Pesantren 17
mempraktekkan kebersihan antara lain dalam rangka bersosialisasi satu sama lain
melakukan wudlu sebelum sholat dan (video blog, 2007).
membaca al-Qur‟an; menggosok gigi Implementasi di pesantren, akan
dengan siwak sebelum sholat; mandi besar tampak kehidupan di pesantren yang mirip
setelah jima’ atau berhubungan suami istri, dengan budaya di arab, termasuk makan
dan membayar zakat fitrah dan Mal pada bersama dengan tangan tanpa sendok, tidur
bulan ramadhan untuk membersihkan diri di lantai, dan mandi bersama. Padahal,
secara rohani (Bisri, 2008) diterapkan cuaca di Indonesia sangatlah berbeda dan
secara tekstual, khususnya dalam konteks cenderung jauh lebih lembab dari Arab.
ibadah sholat. Budaya mencuci tangan pun berbeda dari
Di pesantren, praktek kebersihan masyarakat arab yang selalu menyiapkan
thaharah dan nadzafah selain konteks air cuci tangan di tempat makan. Pada
ibadah solat, diterapkan mirip dengan santri, tidak pernah jelas, apakah mereka
budaya arab yang disesuaikan dengan mencuci tangan sebelum makan karena
situasi Indonesia, khususnya pesantren. tidak ada tradisi menyiapkan wadah
Masyarakat Arab memiliki kultur tradisi pencuci tangan kecuali untuk tamu besar
duduk di lantai pada saat makan dan seperti Kyai. Bahkan, pada saat makan
menggunakan tangan tanpa menggunakan bersama mereka tidak terpikir untuk
peralatan sendok; mereka juga meyakini menghindari berbagi tempat dan peralatan
kebersihan dan higinitas dari air yang makan bersama dengan teman yang sedang
mengalir, meskipun berasal dari kanal menderita gudigan karena merasa senasib
terbuka yang seringkali dikotori sampah sepenanggungan dan hal ini bisa
bahkan terkadang ada zat kimia (DCI US menyinggung perasaan bagi penderita
ARMY, 2006; Kwintessential, 2008); gudigan.
mereka juga dikenal menyukai tidur di Seorang informan santri
lantai tanpa kasur empuk, khususnya pada menyampaikan,
musim panas, sebagai bentuk adaptasi “Sebagian besar santri tidurnya di
lantai, menggunakan baju kotor untuk
terhadap cuaca yang panas. (DCI US bantal mereka dan menggunakan handuk
bergantian dengan teman. Tapi begitulah
ARMY, 2006). Sebagian besar masyarakat santri. Banyak santri melakukan perilaku
mandi tidak teratur, mencuci baju
juga melakukan mandi bersama dengan dicampur atau dengan bergantian ember
sesame jenis kelamin, di kolam besar, yang sama ee ee pada saat yang
bersamaan. Tetapi perlu digaris bawahi
bahwa kami tidak menggunakan baju kotor
untuk sholat. Santri memakai baju yang
Roikhatul Jannah, Faktor Budaya yang Mempengaruhi Perilaku Bersih di Pesantren 19
Nasution, S. K. 2004. Meningkatkan Status Faculty of the Arts. Canberra: ANU E Press.
Kesehatan melalui Pendidikan Diakses pada: 2 JunI 2014.
Kesehatan dan Penerapan Pola <http://epress.anu.edu.au/islamic/u
Hidup Sehat. Digitized by USU digital mma/pdf/umma-whole.pdf >
library. November 1999: 1–6. Wolcott, H. F. 1990. Making Study 'More
Office of the Deputy Chief of Staff for Ethnographic' ', Journal of
intelligence US Army Training and Contemporary Ethnography, vol 19,
Doctrine Commend (DCI US ARMY). no 1, April, pp. 51-52, Delivery
2006. Arab Cultural Awareness, Service article Flinders University,
Tradoc DCINT Handbook no.2. email 30 June 2008.
Kansas. Diakses pada 23 June 2015. Yasin. 2009. Prevalensi Skabies dan Faktor-
Te r s e d i a d i : Faktor yang mempengaruhinya pada
http://www.fas.org/irp/agency/army/ siswa-siswi Pondok Pesantren Darul
arabculture.pdf M u j a h a d a h K a b u p a t e n Te g a l
Rahmawati, R. F. 2016. Konseling Budaya Provinsi Jawa Tengah Bulan Oktober
Pesantren: Studi Deskriptif Terhadap t a h u n 2 0 0 9 . Te s i s t i d a k
Pelayanan Bimbingan Konseling dipublikasikan. Jakarta: Universitas
Bagi Santri Baru - Kebudayaan Islam Negeri Syarif Hidayatullah
merupakan suatu karya manusia
yang', Jurnal Bimbingan Konseling
Islam, 7(1): 61–84.
Ratnasari, A. F. and Sungkar, S. 2014.
Prevalensi Skabies dan Faktor-faktor
yang Berhubungan di Pesantren X ,
Jakarta Timur. eJournal Kedokteran
Indonesia. 2(1), pp. 7–12. doi:
10.23886/ejki.2.3177.
Rice, PL & Ezzy, D 1999, 'Rigour, ethics and
sampling', in Qualitative research
methods, Oxford University Press,
Melbourne.
Sahal, H 2007, Humor Ngaji Kaum Santri.
Pustaka pesantren, Jakarta.
Sistri, S. Y. 2013. Hubunagan Personal
Hygiene dengan Kejadian Skabies di
P o n d o k P e s a a n t re n A s - S a l a m
Surakarta.Tesis tidak dipublikasikan.
Surakarta: Universitas
Muhammadiyah Surakarta
Turmudi, E., 1996. Struggling for the
Umma: Changing Leadership Roles
of Kiai in Jombang, East Java. Thesis.
Department of Sociology