Professional Documents
Culture Documents
SEJARAH
LAWANG SEWU
Oleh: Revita Madaniyah Bachri
SEJARAH
X. SOCIAL
9/11/2013
KATA PENGANTAR
Puji syukur saya panjatkan kehadiran Allah SWT. Yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-
Nya kepada kita semua sehingga penelitian ini, saya dapat menyelesaikan pada waktunya.
Walaupun hasilnya masih jauh dari apa yang menjadi harapan pembimbing. Namun sebagai
awal pembelajaran dan agar menambah pengalaman dalam mencari pengetahuan yang luas,
bukan sebuah kesalahan jika kami mengucapkan kata syukur.
Terimakasih saya ucapkan kepada guru yang telah memberikan arahan terkait penelitian ini.
Tanpa bimbingan dari beliau mungkin saya tidak akan dapat menyelesaikan tugas ini. Kesalahan
yang terdapat di dalam jelas ada. Namun bukanlah kesalahan yang tersengaja melainkan karena
khilafan dan ketidak sengajaan. Dari kesemua kelemahan saya kirannya dapat dimaklumi.
Terimakasih saya ucapkan pula kepada teman-teman yang telah memberikan banyak saran dan
pengetahuannya sehingga menambah banyak hal. Terutama sumbangannya dalam berupa
pendapat mengenai Lawang Sewu.
Demikian, harapan saya semoga hasil pengkajian penelitian ini dapat bermanfaat bagi kita
semua.
1. Kata pengantar…………………………………………………………………………………………………………..1
2. Daftar isi…………………………………………………………………………………………………………………….2
3. BAB 1 - pendahuluan………………………………………………………………………………………………….3
4. BAB 2 - pembahasan
a. Lawang Sewu………………………………………………………………………………………………………….4
b. Sejarah Bangunan…………………………………………………………………………………………………..5
c. Pembaharuan Gedung Lawang Sewu………………………………………………………………………6
d. Beberapa hal lain di Lawang Sewu………………………………………………………………………..14
5. BAB 3 – Historiografi………………………………………………………………………………………………..19
6. Daftar Pustaka…………………………………………………………………………………………………………20
A. LATAR BELAKANG
Lawang sewu adalah tempat bersejarah yang banyak dikenal hingga saat ini. Tetapi,
banyak masyarakat yang tidak tahu asal mula terbentuk nya Lawang Sewu. Oleh karena itu,
banyak hal-hal yang bisa kita teliti tentang sejarah/asal mula nya tempat ini.
B. RUMUSAN MASALAH
C. TUJUAN
A. LAWANG SEWU
Lawang Sewu merupakan sebuah gedung di Semarang, Jawa Tengah yang merupakan
kantor dari Nederlands-Indische Spoorweg Maatschappij atau NIS. Dibangun pada tahun 1904
dan selesai pada tahun 1907. Terletak di bundaran Tugu Muda yang dahulu disebut
Wilhelminaplein.
Saat ini bangunan tua tersebut telah mengalami tahap konservasi dan revitalisasi yang
dilakukan oleh Unit Pelestarian benda dan bangunan bersejarah PT Kereta Api Persero.
“Gedungnya sangat apik, masih kokoh dan sangat nyaman karena sekelilingnya banyak
pepohonan teduh. Jika datang siang hari, pasti tak terlampau "seram" suasananya, tapi kalau
sedikit ingin uji nyali, coba datang malam hari, karena gedung ini juga dibuka hingga malam.
Pasti sensasinya berbeda. Saatnya mencoba wisata misteri.” Kata Urry, pengunjung Lawang
Sewu.
Gedung Lawang Sewu kini menjadi fresh dan tidak terlihat menyeramkan lagi. Cat
tembok yang cerah, membuat tempat rekreasi&edukasi ini banyak di datangi pengunjung jika
hari libur tiba.
Sebagian besar bangunan di lawang sewu masih asli dr awal berdirinya, seperti genteng,
kayu2 yg di gunakan, lantai dr keramik, bahkan engsel pintunya pun masih asli dr jaman
Belanda. Dan 1 yang membuat heran, semua bahan
bangunan lawang sewu di import dari eropa, seperti Itali,
Inggris, Belanda, hanya kayunya dan tenaga kerja saat
pembangunannya saja yang dari Indonesia.
Turun ke lantai dasar atau ruangan bawah tanah. Sebenernya ruangan ini pada masa
Belanda berfungsi sebagai “AC” karena udara yg berada di lantai 1, 2, 3 pasti akan masuk ke
ruang bawah tanah untuk di dinginkan dan kembali ke lantai2 diatasnya. Tapi pada masa
Walaupun siang hari, namun tetap merasakan suasana yang berbeda. Menyeramkan.
Mungkin itulah kata – kata yang tepat. Tidak terbayangkan keadaannya di malam hari. Secara
umum terdapat 4 gedung di kawasan Lawang Sewu ini, yang pertama adalah gedung A yang
merupakan gedung yang dapat anda lihat dari jalan. Menurut tour guide yang mendampingi
kami, gedung ini masih tertutup untuk umum karena masih dilakukan renovasi. Tampilan
luarnya sudah cukup baik dan terawat.
Gedung kedua adalah Gedung B. Gedung ini pun sebenarnya belum pulih benar dari
renovasi dan revitalisasi yang dilakukan, namun sudah difungsikan dan terbuka untuk umum.
Entah kenapa, ketika melangkahkan kaki ke dalam gedung ini tiba – tiba saja bulu kuduk
meremang dan nafas menjadi berat malah agak sedikit sesak. Seperti ada gelombang
elektromagnetik dalam skala besar yang tidak kasat mata di depan saya. Namun, mungkin itu
hanya perasaan saya saja. Lorong di depan gedung B ini sudah bersih dengan jendela – jendela
tinggi dan besar menghiasinya. Di dalamnya beberapa ruangan telah difungsikan sebagai ruang
pamer untuk foto – foto jadul tentang sejarah perkereta apian bangsa ini. Selain itu pula
terdapat maket Lawang Sewu yang dapat anda lihat disini. Iseng saya bertanya kepada
pemandu kami, apakah memang pintu di Lawang Sewu ini berjumlah 1000 ? Sang Pemandu
pun menjawab dengan yakin kalau tidak berjumlah 1000 maka tidak dinamakan Lawang Sewu.
Namun menurut beberapa informasi di situs internet tidak ada yang mengetahui pasti jumlah
pintu di Lawang Sewu. Saya berpikir angka 1000 atau sewu disini mungkin dimaksudkan untuk
menyebutkan bahwa jumlah pintu di tempat ini banyak sekali. Jadi, simpelnya dikatakan sewu
saja.
Bangunan kuno dan megah berlantai dua ini setelah kemerdekaan dipakai sebagai kantor
Jawatan Kereta Api Indonesia (DKARI) atau sekarang PT Kereta Api Indones
Indonesia. Selain itu pernah
dipakai sebagai Kantor Badan Prasarana Komando Daerah Militer (Kodam IV/Diponegoro) dan
Kantor Wilayah (Kanwil) Departemen Perhubungan Jawa Tengah.
Mengingat Lawang Sewu mempunyai nilai sejarah penting, maka Pemerintah Kota Semarang
dengan SK Wali Kota 650/50/1992, memasukan Lawang Sewu sebagai salah satu dari 102
bangunan kuno atau bersejarah di Kota Semarang yang patut dilindungi.
Saat ini Lawang Sewu sedang dalam tahap renovasi untuk memperbaiki bagian
bagian-bagian
bangunan yang sudah mulai
lai rusak akibat dimakan usia
usia.
Memiliki kesan horor pun berlanjut ke 'bungker' bawah tanah. sebenarnya ini bukanlah
bungker, melainkan tempat penyimpanan atau persediaan air bersih pada jaman Belanda.
maka tak heran sampai sekarang bangunan tersebut terus tergenang air dan harus di pompa
keluar agar air tidak membanjiri objek wisata utama di Lawang Sewu tersebut. Di dalam nya
Lawang Sewu memiliki, Penjara Jongkok; lima sampai sembilan orang dimasukan dalam sebuah
kotak sekitar 1,5 x 1,5 meter
dengan tinggi sekitar 60 cm,
mereka jongkok berdesakan
lalu 'kolam' tersebut diisi air
seleher kemudian kolam
tersebut ditutup terali besi
sampai mereka semua mati,
ya benar aja mati.
terdapat 16 kolam dalam
setiap ruangan, 8 ruangan
bagian kanan dan 8 bagian
kiri, ratusan kolam.Penjara
Berdiri; karena banyaknya
orang yang ditangkap, dan penuhnya kolam penyiksaan mereka membuat tempat baru. lima
sampai enam orang dimasukan dalam sebuah kotak sekitar 60 cm x 1 meter, mereka berdiri
berdesakan kemudian ditutup pintu besi sampai mereka semua mati.Dipenggal; jika dalam
seminggu mereka yg di penjara jongkok dan penjara berdiri masih hidup maka kepala mereka
dipengggal dalam ruangan khusus.menggunakan bak pasir untuk mengumpulkan mayat
tersebut.semua mayat dibuang ke kali kecil yang terletak disebelah gedung tersebut.
Menurut Cerita dan mitos yang beredar di kalangan masyarakat si di lawang sewu
terdapat ruangan bawah tanah yang memiliki kesan sangat menyeram kan di ruang bawah
tanah ini sering terdengar suara-suara mistis yang menyeramkan. Bahkan salah satu stasiun
televisi swasta pernah meliput dan mengadakan acara uji nyali ditempat ini. Saya pun sedikit
merasakan bagaimana perasaan peserta uji nyali pada saat itu. Pasti merinding karena diruang
bawah tanah ini suasananya gelap, basah, dan sunyi.
Penelitian Sejarah Page 9
Namanya saja gedung tua peninggalan orang asing, tentu banyak hal gaib yang
melingkup di sekitar gedung dan susah dipecahkan. Sama seperti gedung Lawang Sewu,
Semarang yang ditengarai menyimpan banyak misteri ini. Konon, misteri tak terpecahkan itu
berkaitan dengan keberadaan makhluk halus yang menghuni Lawang Sewu. Jumlahnya
mencapai puluhan, dan itu pun susah dideteksi bagaimana kisahnya hingga mereka menjadi
penghuni Lawang Sewu.
Gedung peninggalan Belanda itu sampai sekarang nampak megah jika dipandang dari
bundaran monumen Tugu Muda. Wujud bangunannya kokoh, artistik, dan bergaya Eropa. Siapa
saja tentu akan percaya kalau bangunan bersejarah itu dihuni oleh segerombolan makhluk
halus. Pasalnya, selain bangunan tua, sudah lama gedung berpintu sekitar 1.000 (sewu, red) ini
dibiarkan kosong dan tak berpenghuni. Membuat sawab sekitar mudah dimasuki oleh lelembut
maupun makhluk gaib dari alam maya.
Sayangnya, pemerintah setempat sekarang kurang peka terhadap keberadaan gedung tua ini.
Bangunan Lawang Sewu dianggap tak ubahnya barang rongsok yang tidak ada gunanya.
Terkesan kumuh dan kotor, bahkan kalau malam sama sekali tidak ada penerangan di dalam
gedung. Mungkin karena telantar membuat bangunan ini bertambah angker. Seperti wingit
hingga kalau malam hari tidak ada orang yang berani lewat di depat gedung. Apalagi, sampai
berani masuk ke halaman Lawang Sewu.
Hanya Soeranto semata yang sudah bertahun-tahun tinggal di pelataran gedung Lawang
Sewu. Selama itu pula, Soeranto mengaku sudah tidak terhitung lagi berapa kali dia mengalami
kejadian-kejadian aneh jika malam hari. Aneka rupa dan bentuk makhluk gaib menunggu
gedung sudah pernah dia pergoki. Sejauh itu, berkat pengabdian Soeranto untuk menjaga
gedung, dia tidak pernah gentar menghadapi lelembut penghuni setempat.
“Macam-macam wujud jelmaan penunggu sini (Lawang Sewu, red) pernah saya temui.
Mulai wujudnya yang seram, begis, sampai yang lucu-lucu,” aku Soeranto. Sampai-sampai
mengenai prilaku para lelembut setempat Soeranto sangat hafal betul. Termasuk ketika akan
memunculkan bentuk aslinya, ada tanda-tanda khusus yang lebih dulu disampaikan para
lelembut.
“Biasanya ada yang diawali dengan hembusan angin agak kencang, semilir, sampai ada
yang mengeluarkan bau-bauan. Ada yang bau wangi, bau menyan, bahkan ada yang
mengeluarkan bau agak busuk,” tandasnya.
Lain lagi di salah satu ruang paling depan yang ditengarai dulunya menjadi pos
penjagaan tentara, di sekitar tempat itu dikuasai oleh sosok lelembut yang berwujud serdadu
Jepang. Khusus makhluk gaib yang satu ini, menurut Soeranto terlihat bengis dan kejam.
Kumisnya panjang melintang dengan ke mana-mana selalu membawa sebilah samurai panjang.
Meski berbeda wilayah kekuasaan, tidak pernah ada kejadian keributan atau semacam
pertanda adanya ontran-ontran di alam gaib antar penunggu Lawang Sewu itu. Semua selalu
tenang, dan kemunculannya pun selalu pada tempat yang sama. Tidak berebutan. Mungkin saja
karena sosok-sosok itu sering kali muncul dan bertemu dengan Soeranto, hingga kesannya
sangat akrab.
“Cuma kalau berdialog langsung dengan mereka belum pernah. Di samping saya sendiri tidak
mengerti bahasa mereka,” aku Soeranto kepada METEOR. Paling mendebarkan menurut
Soeranto, tiap malam Jumat Kliwon arwah-arwah setempat sering kali menampakkan wujud
aslinya. Mereka bergentayangan, bermunculan, hingga membuat suasana malam seperti ramai
orang-orang bercengkerama.
Cuma paling menakutkan lagi, adalah jeritan-jeritan suara perempuan dari dalam gedung.
Diperkirakan jeritan itu berasal dari jerit nonik-nonik Belanda. Bahkan, setiap muncul jeritan
pasti disusul suara derap sepatu lars tentara Belanda dan Jepang. Sepertinya arwah mereka
kompak, namun suara jeritan itu diperkirakan jeritan noni Belanda yang ketakutan ketika
melihat aksi pembantaian Jepang terhadap tentara Belanda.
Konon, banyak tentara Belanda yang tewas disembelih tentara Jepang. Sehingga suara jeritan
itu kadang disusul jeritan tentara Belanda yang kesakitan. Sementara jika mendongakkan
kepala ke atas gedung, nampak ada sebuah tondon air yang dulunya difungsikan untuk
menyimpan air bersih.
Sedangkan di sekitarnya, tepatnya di depan halaman gedung ada sebuah sumur tua yang setiap
harinya selalu dikunci rapat-rapat. Bentuk sumur tersebut temboknya meninggi dari dasar
tanah dan diberi atap genting warna merah. Di situlah paling sering terdengar tangisan nonik-
nonik Belanda dan Jepang.
Ibarat buah kelapa makin tua makin banyak santan yang dibutuhkan oleh manusia. Tidak lebih
ungkapan tersebut sama pula dengan keberadaan gedung tua peninggalan Belanda macam
Lawang Sewu. Makin tua umur bangunan yang berlokasi di depan Tugu Muda, Pandanaran
Semarang ini, legenda yang menyelimuti makin banyak dipuji masyarakat. Wajar sebagai
gedung bersejarah, Lawang Sewu semakin makin dipandang sebagai gedung berharga, berkat
keantikannya.
Tak heran sampai sekarang ini, gedung yang nampaknya kurang mendapat perhatian dari
Pemkot Semarang ini, dalam percaturannya masih menjadi rebutan antar para investor dan
pengusaha baik dari dalam negeri maupun luar negeri. Bahkan, antar pengusaha sekitar
Semarang sendiri saling berebutan untuk bisa memenangkan tender mengelola gedung kuno
ini.
Menurut kabar yang tersebar pada pekembangan nantinya gedung yang memiliki luas sekitar
0,50 hektar ini akan dijadikan hotel berbintang lima. Kabar yang santer terdengar, anak mantan
presiden Soeharto, Bambang Triatmojo pernah berambisi membeli gedung milik negara ini
untuk disulap menjadi hotel berbintang. Hanya saja, belum sampai impiannya terlaksana,
keburu Soeharto lengser dan keinginannya itu pun sirna.
“Semenjak itu, sampai sekarang belum ada yang menawar lagi. Bangunan ini dibiarkan kosong
dan terlantar. Kami tidak tahu mau dijadikan apa bangunan megah ini,” ujar Soeranto, 50
tahun, salah seorang penghuni gedung Lawang Sewu kepada METEOR. Dari situ Soeranto lantas
menceritakan panjang lebar mengenai sejarah dan asal-usul berdirinya gedung Lawang Sewu.
Setelah itu gedung ini pada tanggal 27 Agustus 1913 ditempati oleh para tentara
Belanda, hanya saja tidak berlangsung lama. Sebab, setelah itu Belanda menyerah terhadap
Jepang Baru kemudian penguasaan gedung berlalih ke tangan pemerintahan Jepan baik secara
administratif maupun secara perekonomian selama 3,5 tahun. Sampai kemudian bangsa
Indonesia melakukan perlawanan dengan melakukan perang bersenjata melawan tentara
Jepang di kawasan Tugu Muda yang dikenal dengan sebutan 5 Jam di Semarang.
Sekitar tahun 1950, tutur Soeranto, gedung tua tersebut ditempati oleh TNI-AD dibawah
pimpinan Panglima Gatot Subroto. Dan, paling terakhir yang menempati adalah jawatan PT
Kereta Api Jawa Tengah. Bahkan, saat itu fungsi gedung sempat dijadikan sebagai kantor
wilayah Departemen Perhubungan Jateng. Hingga akhirnya gedung Lawang sewu tersebut
benar-benar kosong mulai sekitar tahun 1996 sampai sekarang.
Ibarat orang yang sedang mati suri. Kondisi gedung Lawang Sewu tiap harinya sepi dari kegiatan
apapun. Tidak ada lagi aktivitas ramai seperti tahun-tahun silam. Belum lagi akibat tidak pernah
mendapat perhatian, keadaan sekitar gedung menjadi kotor dan kumuh. Tembok bangunan
yang gempal mulai mengelupas catnya. Areal sekitar gedung nampak ditumbuhi semak belukar
dan ilalang.
Ketika METEOR mencoba membuka daun pintu di salah satu kamar yang ada di dalam
gedung tersebut, mendadak daun pintu terbuat dari kayu itu rapuh dan patah lantaran ditekan
ke dalam. Aneh memang, ternyata bagian dalam gedung tersebut banyak sekali pintu-pintu
yang bahannya terbuat dari kayu jati. Kendati demikian pintu yang berjumlah sekitar seribu itu
tidak lagi mempunyai kekuatan.
Hanya masih menyimpan sebuah kenangan misteri jika sewaktu-waktu pintu salah satu kamar
Lawang Sewu dibuka. Maka akan menimbulkan suara menderit yang khas. Suaranya menggema
di tengah kesunyian bagian dalam gedung. Seperti mengundang arwah gentayangan yang ada
di dalamnya. Sementara kalau malam hari bagian dalam gelap gulita, lantaran tidak ada satu
pun lampu penerangan yang dipasang oleh pemerintah kota Semarang sekarang.
“Namun mungkin karena tempat ini sangat angker sehingga tidak ada yang berani tinggal di
sini. Orang akan menjadikan tempat ini sebagai kantor atau hotel tentunya harus berpikiran
yang jernih,” ungkapnya.
Gedung peninggalan Belanda itu sampai sekarang nampak megah jika dipandang dari
bundaran monumen Tugu Muda. Wujud bangunannya kokoh, artistik, dan bergaya Eropa. Siapa
saja tentu akan percaya kalau bangunan bersejarah itu dihuni oleh segerombolan makhluk
halus. Pasalnya, selain bangunan tua, sudah lama gedung berpintu sekitar 1.000 (sewu, red) ini
dibiarkan kosong dan tak berpenghuni. Membuat sawab sekitar mudah dimasuki oleh lelembut
maupun makhluk gaib dari alam maya. Sayangnya, pemerintah setempat sekarang kurang peka
terhadap keberadaan gedung tua ini. Bangunan Lawang Sewu dianggap tak ubahnya barang
rongsok yang tidak ada gunanya. Terkesan kumuh dan kotor, bahkan kalau malam sama sekali
tidak ada penerangan di dalam gedung. Mungkin karena telantar membuat bangunan ini
bertambah angker.
Seperti wingit hingga kalau malam hari tidak ada orang yang berani lewat di depat
gedung. Apalagi, sampai berani masuk ke halaman Lawang Sewu. Hanya Soeranto semata yang
sudah bertahun- tahun tinggal di pelataran gedung Lawang Sewu. Selama itu pula, Soeranto
mengaku sudah tidak terhitung lagi berapa kali dia mengalami kejadian- kejadian aneh jika
malam hari. Aneka rupa dan bentuk makhluk gaib menunggu gedung sudah pernah dia pergoki.
Sejauh itu, berkat pengabdian Soeranto untuk menjaga gedung, dia tidak pernah gentar
menghadapi lelembut penghuni setempat.
“Macam-macam wujud jelmaan penunggu sini (Lawang Sewu, red) pernah saya temui.
Mulai wujudnya yang seram, begis, sampai yang lucu- lucu,” aku Soeranto. Sampai-sampai
mengenai prilaku para lelembut setempat Soeranto sangat hafal betul. Termasuk ketika akan
memunculkan bentuk aslinya, ada tanda-tanda khusus yang lebih dulu disampaikan para
lelembut.
Lain lagi di salah satu ruang paling depan yang ditengarai dulunya menjadi pos
penjagaan tentara, di sekitar tempat itu dikuasai oleh sosok lelembut yang berwujud serdadu
Jepang. Khusus makhluk gaib yang satu ini, menurut Soeranto terlihat bengis dan kejam.
Kumisnya panjang melintang dengan ke mana-mana selalu membawa sebilah samurai panjang.
Meski berbeda wilayah kekuasaan, tidak pernah ada kejadian keributan atau semacam
pertanda adanya ontran-ontran di alam gaib antar penunggu Lawang Sewu itu. Semua selalu
tenang, dan kemunculannya pun selalu pada tempat yang sama. Tidak berebutan. Mungkin saja
karena sosok-sosok itu sering kali muncul dan bertemu dengan Soeranto, hingga kesannya
sangat akrab. “Cuma kalau berdialog langsung dengan mereka belum pernah. Di samping saya
sendiri tidak mengerti bahasa mereka,” aku Soeranto kepada METEOR. Paling mendebarkan
menurut Soeranto, tiap malam Jumat Kliwon arwah-arwah setempat sering kali menampakkan
wujud aslinya. Mereka bergentayangan, bermunculan, hingga membuat suasana malam seperti
ramai orang-orang bercengkerama.
Cuma paling menakutkan lagi, adalah jeritan-jeritan suara perempuan dari dalam
gedung. Diperkirakan jeritan itu berasal dari jerit nonik-nonik Belanda. Bahkan, setiap muncul
jeritan pasti disusul suara derap sepatu lars tentara Belanda dan Jepang. Sepertinya arwah
mereka kompak, namun suara jeritan itu diperkirakan jeritan noni Belanda yang ketakutan
ketika melihat aksi pembantaian Jepang terhadap tentara Belanda. Konon, banyak tentara
Belanda yang tewas disembelih tentara Jepang. Sehingga suara jeritan itu kadang disusul jeritan
tentara Belanda yang kesakitan. Sementara jika mendongakkan kepala ke atas gedung, nampak
ada sebuah tondon air yang dulunya difungsikan untuk menyimpan air bersih. Sedangkan di
sekitarnya, tepatnya di depan halaman gedung ada sebuah sumur tua yang setiap harinya selalu
dikunci rapat-rapat.
Bentuk sumur tersebut temboknya meninggi dari dasar tanah dan diberi atap genting
warna merah. Di situlah paling sering terdengar tangisan nonik- nonik Belanda dan Jepang.
Namun, dari sekian banyaknya mahkluk halus yang menjaga gedung lawang sewu tersebut,
menurut beberapa paranormal asal Semarang tidak akan mengganggu masyarakat apabila
Namun, sejauh itu masih ada misteri lain yang tersisa, seiring perjalanan umur
bangunan yang semakin tua. Berikut ini wartawan METEOR melaporkan sepenggal misteri yang
tersisa dari Lawang Sewu itu. Ibarat buah kelapa makin tua makin banyak santan yang
dibutuhkan oleh manusia. Tidak lebih ungkapan tersebut sama pula dengan keberadaan gedung
tua peninggalan Belanda macam Lawang Sewu. Makin tua umur bangunan yang berlokasi di
depan Tugu Muda, Pandanaran Semarang ini, legenda yang menyelimuti makin banyak dipuji
masyarakat. Wajar sebagai gedung bersejarah, Lawang Sewu semakin makin dipandang sebagai
gedung berharga, berkat keantikannya. Tak heran sampai sekarang ini, gedung yang nampaknya
kurang mendapat perhatian dari Pemkot Semarang ini, dalam percaturannya masih menjadi
rebutan antar para investor dan pengusaha baik dari dalam negeri maupun luar negeri. Bahkan,
antar pengusaha sekitar Semarang sendiri saling berebutan untuk bisa memenangkan tender
mengelola gedung kuno ini.
Menurut kabar yang tersebar pada pekembangan nantinya gedung yang memiliki luas
sekitar 0,50 hektar ini akan dijadikan hotel berbintang lima. Kabar yang santer terdengar, anak
mantan presiden Soeharto, Bambang Triatmojo pernah berambisi membeli gedung milik negara
ini untuk disulap menjadi hotel berbintang. Hanya saja, belum sampai impiannya terlaksana,
keburu Soeharto lengser dan keinginannya itu pun sirna. “Semenjak itu, sampai sekarang belum
ada yang menawar lagi.
Bangunan ini dibiarkan kosong dan terlantar. Kami tidak tahu mau dijadikan apa
bangunan megah ini,” ujar Soeranto, 50 tahun, salah seorang penghuni gedung Lawang Sewu
kepada METEOR. Dari situ Soeranto lantas menceritakan panjang lebar mengenai sejarah dan
asal-usul berdirinya gedung Lawang Sewu. Memang jika ditilik dari sejarahnya gedung ini
sangatlah legendaris. Maklum sudah beberapa priode pemerintahan dan jawatan pernah
menempati gedung yang dikenal sangat angker ini. Sekilas pandangan Soeranto menerawang,
lalu menurut penuturannya, Lawang Sewu tersebut merupakan salah satu gedung peninggalan
Belanda yang diarsiteki oleh Prof Klinkkaner dan Quendagg. Dibangun dan sekaligus berdiri
sekitar tahun 1863.
Setelah itu gedung ini pada tanggal 27 Agustus 1913 ditempati oleh para tentara
Belanda, hanya saja tidak berlangsung lama. Sebab, setelah itu Belanda menyerah terhadap
Jepang Baru kemudian penguasaan gedung berlalih ke tangan pemerintahan Jepan baik secara
administratif maupun secara perekonomian selama 3,5 tahun. Sampai kemudian bangsa
Dan, paling terakhir yang menempati adalah jawatan PT Kereta Api Jawa Tengah.
Bahkan, saat itu fungsi gedung sempat dijadikan sebagai kantor wilayah Departemen
Perhubungan Jateng. Hingga akhirnya gedung Lawang sewu tersebut benar-benar kosong mulai
sekitar tahun 1996 sampai sekarang. Ibarat orang yang sedang mati suri. Kondisi gedung
Lawang Sewu tiap harinya sepi dari kegiatan apapun. Tidak ada lagi aktivitas ramai seperti
tahun-tahun silam. Belum lagi akibat tidak pernah mendapat perhatian, keadaan sekitar gedung
menjadi kotor dan kumuh.
Tembok bangunan yang gempal mulai mengelupas catnya. Areal sekitar gedung nampak
ditumbuhi semak belukar dan ilalang. Ketika METEOR mencoba membuka daun pintu di salah
satu kamar yang ada di dalam gedung tersebut, mendadak daun pintu terbuat dari kayu itu
rapuh dan patah lantaran ditekan ke dalam. Aneh memang, ternyata bagian dalam gedung
tersebut banyak sekali pintu-pintu yang bahannya terbuat dari kayu jati. Kendati demikian pintu
yang berjumlah sekitar seribu itu tidak lagi mempunyai kekuatan. Hanya masih menyimpan
sebuah kenangan misteri jika sewaktu-waktu pintu salah satu kamar Lawang Sewu dibuka.
Maka akan menimbulkan suara menderit yang khas. Suaranya menggema di tengah kesunyian
bagian dalam gedung.
Orang akan menjadikan tempat ini sebagai kantor atau hotel tentunya harus berpikiran
yang jernih,” ungkapnya. Untuk kembali “mencerahkan” Lawang Sewu, dimulai dari tahun
2009, PT. KAI dengan bantuan dari beberapa pihak yang tekait, memugar bangunan yang
letaknya berdekatan dengan Tugu Muda ini. Setelah sekitar satu tahun pemugaran, tepatnya
pada Selasa, 5 Juli 2011, Ibu Negara Republik Indonesia, Ani Bambang Yudhoyono meresmikan
purna pugar Gedung A Lawang Sewu.
Lawang Sewu merupakan gedung bersejarah sejak zaman penjajahan Belanda yang
merupakan kantor dari Nederlands
Nederlands-Indische
Indische Spoorweg Maatschappij atau NIS. Dibangun pada
tahun 1904 dan selesai pada tahun 1907. Terletak di bundaran Tugu Muda yang dahulu disebut
Wilhelminaplein. Lawang Sewu dikatakan ‘gedung seribu pintu’ maka dari itulah diberi nama
Lawang Sewu. Tetapi pada kenyataannya Gedung Lawang Sewu tidak memilik
memiliki 1000 pintu.
• Seputarsemarang.com
• http://www.tripadvisor.co.id/ShowUserReviews-g297712-d379332-r144905674-
Gedung_Lawang_Sewu-Semarang_Central_Java_Java.html
• http://id.wikipedia.org/wiki/Lawang_Sewu
• http://adinugrosh.wordpress.com/2012/06/25/lawang-sewu-seribu-pintu/
• https://maps.google.com/maps/place?ie=UTF-
8&q=lawang+sewu+semarang&fb=1&hq=lawang+sewu&hnear=0x2e708b4d3f0d024d:0x1e0432
b9da5cb9f2,Semarang,+Jawa+Tengah,+Indonesia&cid=0
• http://dhannysurya.blogspot.com/2013/01/lawang-sewu-seribu-pintu-dengan-seribu.html
• http://harunhtc19.blogspot.com/2013/05/rahasia-dibalik-lawang-sewu.html
• http://www.smartnewz.info/2011/05/sejarah-bangunan-lawang-sewu-1000_20.html
• http://info-misteri.blogspot.com/2012/04/misteri-lawang-sewu.html