You are on page 1of 19

See discussions, stats, and author profiles for this publication at: https://www.researchgate.

net/publication/360469699

Analisis Kebijakan Penyederhanaan Birokrasi Pemerintah Daerah

Article in KOLABORASI JURNAL ADMINISTRASI PUBLIK · April 2022


DOI: 10.26618/kjap.v8i1.7197

CITATIONS READS

6 272

1 author:

Rusliandy Rusliandy
Universitas Djuanda
20 PUBLICATIONS 21 CITATIONS

SEE PROFILE

All content following this page was uploaded by Rusliandy Rusliandy on 13 May 2022.

The user has requested enhancement of the downloaded file.


Kolaborasi : Jurnal Administrasi Publik, April 2022, Volume 8, Nomor 1
(e-ISSN: 2620-3499|p-ISSN:2442-949X)

Analisis Kebijakan Penyederhanaan Birokrasi Pemerintah Daerah

Rusliandy1

1
Sekolah Pascasarjana, Universitas Djuanda, Indonesia

Abstract

The purpose of this study is to analyze the policy of simplifying the bureaucracy for local
governments including the analysis of organizational transformation, transformation of
positions and transformation of performance management. The research method used is
descriptive qualitative. The results show that the implementation of bureaucratic simplification
is faced with several things: (1) organizational design has not been designed to accommodate
the performance of functional positions (2) functional position management is not yet
professional in some coaching agencies, types of functional positions that are not yet available,
competency gaps, and patterns of relationship governance. not optimal work. (3) individual
performance appraisal has not been aligned with organizational performance. Strategies that
must be carried out to support the effectiveness of bureaucratic simplification include: (1)
http://journal.unismuh.ac.id/index.php/kolaborasi

adopting the professional bureaucracy model by improving the weaknesses of PP 18 of 2016.


(2) developing the competence of functional officials, as well as improving the quality of
functional office management, (3) Creating management policies performance that can measure
individual performance appraisals in line with organizational performance, and leads to high-
performing organizations.

Keywords: bureaucracy, local government, policy, simplification

Abstrak

Tujuan penelitian ini adalah menganalisis kebijakan penyederhanaan birokrasi bagi


pemerintah daerah meliputi analisis transformasi organisasi, transformasi jabatan dan
transformasi manajemen kinerja. Metode penelitian yang digunakan adalah deskriptif
kualitatif dengan pendekatan kajian kepustakaan. Hasil penelitian menunjukkan
pelaksanaan penyederhanaan birokrasi dihadapkan pada beberapa hal, desain organisasi
belum didesain untuk mengakomodir kinerja jabatan fungsional, manajemen jabatan
fungsional belum profesional pada sebagian instansi pembina, jenis jabatan fungsional
yang belum tersedia, gap kompetensi, serta pola tata hubungan kerja yang belum
maksimal, penilaian kinerja individu belum selaras dengan kinerja organisasi. Strategi
yang harus dilakukan untuk mendukung efektifitas penyederhanaan birokrasi meliputi:
mengadopsi model the professional bureaucracy dengan memperbaiki kelemahan-
kelemahan PP 18 Tahun 2016, pengembangan kompetensi pejabat fungsional, serta
meningkatkan kualitas tatakelola jabatan fungsional, menciptakan kebijakan manajemen
kinerja yang dapat mengukur penilaian kinerja individu selaras dengan kinerja
organisasi, serta mengarah pada organisasi berkinerja tinggi.

Kata kunci: birokrasi, kebijakan, penyederhanaan, pemerintah daerah


rusliandy1980@gmail.com

https://doi.org/10.26618/kjap.v8i1.7197
Kolaborasi : Jurnal Administrasi Publik, April 2022, Volume 8, Nomor 1 54
(e-ISSN: 2620-3499|p-ISSN:2442-949X)

PENDAHULUAN order yang harus dilaksanakan.


“Penyederhanaan birokrasi harus terus
Pemerintah telah berkomitmen
kita lakukan besar-besaran, Investasi
dan konsisten untuk melakukan
untuk penciptaan lapangan kerja harus
reformasi birokrasi melalui
diprioritaskan (Bramantyo &
penyederhanaan birokrasi baik di
Mardjoeki, 2020).
instansi pusat maupun di instansi
Tantangan tersebut diantaranya
daerah. Ruang lingkup penyederhanaan
pejabat pengawas kaget harus menjadi
birokrasi dilakukan melalui
pejabat fungsional, dan cemas dengan
transformasi organisasi, transformasi
kekhawatiran menurunnya tunjangan
jabatan dan transformasi manajemen
atau tax home pay. Di sisi lain pola tata
kinerja. Bagi pemerintah daerah,
kerja dan tata laksana juga menjadi
kondisi ini tentunya menciptakan
pertanyaan, dikarenakan selama ini
berbagai tantangan dan permasalahan

http://journal.unismuh.ac.id/index.php/kolaborasi
struktur organisasi memberikan
yang harus segera ditindaklanjuti baik
kewenangan pada pejabat struktural
oleh Pemerintah maupun pemerintah
untuk melakukan tugas-tugas
daerah.
manajerial, sementara pemangku
Birokrasi merupakan mesin turbin
jabatan fungsional dianggap lemah dan
penyelenggara pemerintah RI. Model
belum memiliki peran strategis dalam
kewirausahaan birokrasi David
organisasi.
Osborne, menjelaskan gelombang
Kebijakan penyederhanaan
pemangkasan birokrasi dan privatisasi
birokrasi bertujuan untuk meningkatkan
di Inggris Raya yang dilakukan Perdana
kualitas pelayanan publik dan kinerja
menteri Margareth Thatcher, yang
organisasi publik, yang selama ini
sempat juga melanda dan dicobakan
banyak dikeluhkan oleh masyarakat.
dalam privatisasi BUMN Indonesia
Pelayanan publik selama ini dianggap
(Situmorang, 2021).
terlalu birokratis dan rentang komando
Penyederhanaan dalam tubuh
yang panjang yaitu 3 layer dalam suatu
birokrasi menjadi salah satu fokus dari 5
Badan/Dinas di daerah. Kinerja
(lima) program prioritas Kabinet
organisasi publik juga banyak
Indonesia Maju di bawah
dikeluhkan, bahkan banyak standar
kepemimpinan Presiden Joko Widodo
pelayanan minimal (SPM) yang tidak
dan Ma’ruf Amin dan sebagai mandat
dapat tercapai oleh organisasi publik.
presiden yang merupakan eksekutif
55 Kolaborasi : Jurnal Administrasi Publik, April 2022, Volume 8, Nomor 1
(e-ISSN: 2620-3499|p-ISSN:2442-949X)

Menurut Miftah Toha (Haryanto, METODE PENELITIAN


2007) agar kualitas pelayanan publik
Metode yang digunakan dalam
menjadi lebih baik maka birokrasi harus
penelitian adalah pendekatan deskriptif
mengubah posisi dan peran yang selama
dengan kajian kepustakaan. Dengan
ini dimainkan. Dari yang suka mengatur
metode ini, penulis menginterpretasikan
dan memerintah berubah menjadi suka
segala data dan peristiwa yang ada
melayani, berpendekatan kekuasaan dan
untuk mengonstruksi makna-makna
monolog berubah fleksibel, kolaboratis
yang dibutuhkan dalam memahami dan
dan dialogis serta dari ciri-ciri yang
menjawab permasalahan penelitian.
sloganistik menuju cara kerja yang
Pengumpulan data dalam penelitian ini
realistik pragmatis. Proses
dengan bahan-bahan informasi yang
pemberdayaan masyarakat perlu
dilakukan dengan menginventarisasi
ditingkatkan menjalin kolaborasi dan
peraturan pemerintah PP 84 Tahun
http://journal.unismuh.ac.id/index.php/kolaborasi

kemitraan dengan masyarakat. Peran


2000, PP 18 Tahun 2016 , PP 41 Tahun
organisasi swasta dan lembaga swadaya
2007 dan PP 8 Tahun 2003 dan
masyarakat jangan diremehkan.
meneliti bahan pustaka (tulisan dan
Tampaknya ada gejala bahwa proses
hasil penelitian yang relevan), dan
inovasi masyarakat lebih cepat dimulai
sumber-sumber bahan lainnya (laporan
dari pihak swasta ketimbang dari
dan paparan) yang ada relevansinya
organisasi birokrasi publik.
dengan isu dalam penelitian.
Penelitian ini mencoba
Adapun analisis data yang
menganalisa kebijakan penyederhanaan
digunakan analisis kebijakan terhadap
birokrasi yang difokuskan pada 3 hal
transformasi organisasi, transformasi
yaitu analisis tranformasi organisasi,
jabatan dan transformasi manajemen
analisis transformasi jabatan, dan
kinerja.
analisis transformasi manajemen
kinerja. Lokus analisis difokuskan pada HASIL DAN PEMBAHASAN
pemerintahan daerah, mengingat pada
Konsep Pemerintah untuk
level pemerintah daerah memiliki
Penyederhanaan Birokrasi
dinamika yang lebih kompleks dan
langsung bersentuhan dengan Presiden telah menetapkan dan

masyarakat, dibandingkan pada memerintahkan pelaksanaan reformasi

Pemerintah Pusat. birokrasi agar lembaga/organisasi


Pemerintah baik pusat maupun daerah
Kolaborasi : Jurnal Administrasi Publik, April 2022, Volume 8, Nomor 1 56
(e-ISSN: 2620-3499|p-ISSN:2442-949X)

semakin sederhana, semakin simpel dan diantaranya adalah: a. Kewenangan


semakin lincah. Perintah tersebut otorisasi yang bersifat atributif
diterjemahkan oleh Kementerian PAN diantaranya: (1) administrator pada
dan RB dengan ruang lingkup sebagai Sekretariat Daerah,
berikut: (1) Transformasi Organisasi Badan/Dinas/Sekretariat
meliputi penyederhanaan kelembagaan DPRD/Inspektorat; (2) Sub Bagian Tata
atau struktur organisasi pemerintah Usaha atau sebutan lain pada Sekretariat
daerah menjadi 2 level, serta Daerah, Dinas/Badan/Sekretariat
perampingan jabatan administrasi DPRD/Inspektorat; b. Kepala satuan
dengan kriteria tertentu dan kerja yang memiliki kewenangan
memperhatikan sifat tugas dari jabatan berbasis kewilayahan diantaranya
tersebut. (2) Transformasi Jabatan Camat, Lurah, para Kasi dan kasubag
meliputi pengalihan jabatan pada kecamatan, sekretaris kelurahan

http://journal.unismuh.ac.id/index.php/kolaborasi
administrasi ke jabatan fungsional, dan para kasi pada Kelurahan; c. Satuan
pengembangan jabatan fungsional dan kerja pelaksana teknis atau mandiri
penyetaraan penghasilan. (3) diantaranya kepala UPTD pada
transformasi manajemen kinerja Dinas/Badan, Kasubag Tata Usaha pada
meliputi pengembangan sistem kerja UPTD Dinas/Badan; d. Kepala unit
berbasis digital dan penyempurnaan kerja pengadaan barang/jasa.
mekanisme kerja serta proses bisnis Pada akhir Tahun 2021,
birokrasi yang berorientasi pada Pemerintah daerah di Indonesia telah
percepatan pengambilan keputusan dan melakukan perubahan struktur
perbaikan pelayanan publik organisasi dan pengalihan jabatan
(Kementerian PPN/Bappenas, 2017). administrasi (administrator dan
Dalam transformasi jabatan di Pengawas) ke jabatan fungsional.
daerah, jabatan yang disederhanakan Pemangku Jabatan fungsional yang
adalah jabatan pengawas pada berasal dari jabatan administrator diberi
Dinas/Badan, jabatan pengawas pada tugas tambahan sebagai koordinator,
sekretariat daerah, dan jabatan sedangkan pemangku jabatan
pengawas pada UPTD Dinas/Badan. fungsional yang berasal dari jabatan
Namun masih terdapat 4 kriteria jabatan pengawas diberi tugas sebagai sub
pada pemerintah daerah yang tetap koordinator. Salah satu permasalahan
dipertahankan dalam jabatan struktural yang muncul pada awal pelaksanaan
(Administrator dan pengawas) pengalihan jabatan administrasi ke
57 Kolaborasi : Jurnal Administrasi Publik, April 2022, Volume 8, Nomor 1
(e-ISSN: 2620-3499|p-ISSN:2442-949X)

jabatan fungsional diantaranya adalah daerah (OPD) dalam rangka


belum terbangunnya tata kerja dan tata menampung tim sukses yang telah
laksana dalam pelaksanaan tugas dan berjasa pada saat pilkada. (2) Masing-
fungsi. masing Kementerian atau lembaga
berupaya mengamanatkan pembentukan
Analisis Kebijakan Transformasi
kelembagaan pada sejumlah regulasi
Organisasi
(undang-undang, peraturan pemerintah,
Peraturan Menteri) yang diusungnya.
Sejak implementasi otonomi
Dampaknya jumlah perangkat daerah
daerah tahun 1999, transformasi
melebihi batasan kuota yang ditetapkan
kelembagaan pemerintah daerah telah
dalam satu regulasi. (3) adanya
mengalami beberapa perubahan
kemungkinan duplikasi fungsi. (4)
kebijakan kelembagaan. Pertama,
OPD yang dirumuskan telah
melalui PP 84 Tahun 2000, daerah
http://journal.unismuh.ac.id/index.php/kolaborasi

menciptakan kesenjangan beban kerja


diberikan kewenangan yang luas dalam
antar jabatan dalam eselon yang sama
pembentukan organisasi perangkat
dan antar PD. Hal ini dikarenakan
daerah. Kedua, PP 8 Tahun 2003
instrument pembentukan PD hanya
mengatur adanya pembatasan
menggunakan pendekatan fungsi atau
kelembagaan perangkat daerah. Ketiga,
urusan tanpa memperhatikan analisa
PP 41 Tahun 2007 diberikan
jabatan dan analisa beban kerja.
keleluasaan, namun ada batasan jumlah.
Diperparah dengan penetapan
Keempat, PP 18 Tahun 2016 mengatur
eselonering suatu jabatan yang
bahwa prinsipnya 1 urusan
diseragamkan, bukan berdasarkan dari
pemerintahan dilaksanakan oleh 1
hasil evaluasi jabatan.
perangkat daerah. Namun sebelum
Kebijakan perubahan
pembentukan perangkat daerah, terlebih
kelembagaan perangkat daerah, selalu
dahulu dilakukan scoring urusan
berimplikasi negatif terhadap: Pertama,
pemerintahan setiap daerah yang akan
aspek kepegawaian. Pegawai sering
menentukan besaran perangkat daerah.
dirugikan dengan adanya perubahan
Berbagai fenomena yang sering
penataan kelembagaan misalnya
muncul di bidang kelembagaan
implementasi PP 18 Tahun 2016
pemerintah daerah selama ini adalah:
mengakibatkan hilangnya UPT pada
(1) kepala daerah berupaya
Dinas Pendidikan dan Pengalihan dari
mengembangkan organisasi perangkat
jabatan struktual (pengawas) menjadi
Kolaborasi : Jurnal Administrasi Publik, April 2022, Volume 8, Nomor 1 58
(e-ISSN: 2620-3499|p-ISSN:2442-949X)

jabatan fungsional yang diberi tugas auditor dan pejabat pengawas urusan
tambahan pada UPT Puskesmas pemerintahan daerah/P2UPD) dan
DinasKesehatan. Hal ini berakibat badan perencanaan pembangunan
banyaknya pemangku jabatan pengawas daerah (perencana). Tatakerja dan
beralih menjadi jabatan pelaksana (non tatalaksana pada perangkat daerah
job). Kerugian juga dialami oleh tersebut telah berjalan sebelum
Direktur RSUD yang semula struktural implementasi PP 18 Tahun 2016.
menjadi fungsional, kemudian pada Sementara pada perangkat daerah lain
revisi PP 18 Tahun 2016 dikembalikan seringkali pemangku jabatan fungsional
lagi menjadi struktural. Terdapat disetarakan dengan jabatan pelaksana
Direktur RSUD tipe B yang tidak lagi tanpa ada tatalaksana dan tatakerja yang
bisa mengikuti selesksi JPT Pratama jelas. Hal ini menjadi kendala utama
Direktur RSUD dikarenakan usia yang pada pelaksanaan tugas dan fungsi

http://journal.unismuh.ac.id/index.php/kolaborasi
telah lebih dari 56 tahun. Begitupun pasca implementasi penyederhanaan
dengan penyederhanaan birokrasi birokrasi. Keempat, aspek kualitas
dimana banyak pejabat pengawas pelayanan publik. Penataan
dengan pangkat Pembina atau golongan kelembagaan seyogyanya menciptakan
ruang IV.a namun hanya bisa kejelasan tugas dan fungsi dari masing-
disetarakan dalam jabatan fungsional masing perangkat daerah, serta
jenjang muda (Pasal 8 PermenPAN dan diharapkan dapat meningkatkan kualitas
RB 18 Tahun 2019). pelayanan publik. Namun prakteknya
Kedua, aspek keuangan, dimana seringkali menciptakan duplikasi atau
seringkali penataan kelembagaan adanya irisan kewenangan antara
berakibat meningkatnya alokasi perangkat daerah satu dengan lainnya.
anggaran untuk tunjangan jabatan. Pada Pelaksanaan transformasi
pelaksanaan penyederhanaan birokrasi organisasi dalam penyederhanaan
dampak yang akan dirasakan adalah birokrasi pada pemerintah daerah di
meningkatnya alokasi anggaran untuk tahun 2021 hanya melakukan
tunjangan jabatan fungsional. Ketiga, pemangkasan jenjang eselon menjadi 2
aspek tatalaksana dan tatakerja layer, sehingga struktur organisasi pada
organisasi. Selama ini terdapat beberapa perangkat daerah menjadi kepala
perangkat daerah yang telah berjalan perangkat daerah (Sekretaris Daerah
pengembangan jabatan fungsionalnya, beserta para asisten/Kepala
misalnya pada inspektorat (keberadaan Dinas/Kepala Badan/Sekretaris DPRD)
59 Kolaborasi : Jurnal Administrasi Publik, April 2022, Volume 8, Nomor 1
(e-ISSN: 2620-3499|p-ISSN:2442-949X)

dan jabatan administrator sudah dikunci dalam PP beserta


(Sekretaris/Kepala Bidang/Kepala Peraturan Menteri terkait. (2)
Bagian pada Setda dan Sekretariat spesialisasi/pembagian kerja antar
DPRD), serta jabatan pengawas pada perangkat daerah didasarkan pada
sekretariat perangkat daerah (Kasubag urusan pemerintahan sehingga
Program/Kasubag Umum dan berimplikasi munculnya kesenjangan
Kepegawaian/Kasubag Keuangan). beban kerja (Rusliandy, 2016).
Selebihnya jabatan pengawas Kondisi transformasi organisasi
(Kasi/Kasubid/Kasubag) dihilangkan sebagaimana diatas, pada akhirnya
dan menjadi koordinator jabatan menciptakan permasalahan
fungsional. kelembagaan diantaranya: (1) Desain
Transformasi organisasi organisasi yang dikembangkan saat ini
sebagaimana dikemukakan diatas belum didesain untuk mengakomodasi
http://journal.unismuh.ac.id/index.php/kolaborasi

sungguh sangat sederhana, padahal kinerja jabatan fungsional. (2) Desain


organisasi publik seharusnya dibangun organisasi dibangun masih dengan
sesuai dengan visi serta misi yang perspektif struktur yang kaku,
hendak dicapai, kondisi lingkungan baik managerial style, lebih fokus pada
internal maupun eksternal yang pembentukan kotak-kotak struktural
mengelilinginya, sifat pelayanan yang tanpa melihat kebutuhan fungsional.
diberikan atau dihasilkan, teknologi
Analisis Kebijakan Transformasi
yang dipergunakan dalam pelayanan
Jabatan
serta tuntutan perkembangan
masyarakat atau kelompok sasarannya
Tipologi Jabatan dalam organisasi
(Tachjan, 2006). Transformasi
dikategorikan menjadi 5 (Henry, 1979)
organisasi dalam penyederhanaan
yaitu : (1) Strategic Apex, yaitu
birokrasi masih kental dengan ketentuan
pimpinan tertinggi dalam suatu
yang diatur dalam PP 18 Tahun 2016.
organisasi yang memiliki tanggung
Padahal PP tersebut banyak
jawab secara keseluruhan terhadap
mengandung sejumlah kelemahan
organisasi untuk memastikan organisasi
diantaranya (1) tidak memberikan
mencapai visi, misi dan tujuan secara
kebebasan ruang gerak bagi daerah
efektif. Pada level pemerintah daerah
untuk berinovasi dalam pembentukan
strategic apex adalah Kepala
organisasi, saat ini perumpunan,
Dinas/Badan atau Sekretaris
susunan organisasi, dan Nomenklatur
Kolaborasi : Jurnal Administrasi Publik, April 2022, Volume 8, Nomor 1 60
(e-ISSN: 2620-3499|p-ISSN:2442-949X)

DPRD/Sekretaris Daerah (2) Middle (Middle line) dihapus dan berubah


Line, yaitu penghubung antara strategic menjadi didukung oleh techno structure
apex dan operating core. Pada level (para jabatan fungsional). Terlepas dari
pemerintah daerah adalah kepala bidang perubahan konsep tersebut, terdapat
atau kepala bagian. (3) Techno beberapa tantangan yang harus dihadapi
Structure, adalah bagian dari organisasi ketika adanya perubahan techno
yang berperan sebagai analis yang structure menjadi operating core pada
merancang, merencanakan dan melatih pemerintah daerah, yaitu: (1) tatakerja
orang untuk menjalankan operating dan tatalaksana organisasi yang belum
core dari organisasi, namun mereka terbiasa mengoptimalkan pemangku
tidak melakukannya secara langsung. jabatan fungsional bertindak sebagai
Pada level pemerintah daerah, mereka operating core atau pelayanan langsung
adalah pemangku jabatan fungsional. kepada masyarakat, (2) pemangku

http://journal.unismuh.ac.id/index.php/kolaborasi
(4) Support Staff, adalah bagian dari jabatan fungsional yang diberi tugas
organisasi yang relatif mandiri dan tambahan sebagai koordinator akan
berfungsi sebagai support secara tidak banyak disibukan dengan tugas-tugas
langsung terhadap kehidupan manajerial.
organisasi. (5) Operating Core, yaitu Kementerian PAN RB telah
mereka yang melakukan tugas pokok menerbitkan Peraturan Menteri PAN
pada organisasi dan terkait langsung RB Nomor 13 Tahun 2019 tentang
dengan produk atau pelayanan dari Pembentukan dan Pengembangan
organisasi. Jabatan Fungsional ASN bertujuan
Pelaksanaan penyederhanaan untuk mendorong semangat
birokrasi, konsep Mitzberg tersebut penyederhanaan birokrasi birokrasi
akan berubah dimana orang-orang yang yang singkat dan sederhana diharapkan
biasanya sebagai techno structure tidak hanya berdampak positif bagi
berubah menjadi operating core. Hal ini masyarakat, tetapi juga akan
bukan hal yang baru, karena mempermudah proses izin usaha dan
sebelumnya telah dipraktekkan techno investasi khususnya di pemerintah
structure sebagai strategic apex pada daerah (Marthalina, 2021).
kasus direktur RSUD versi PP 18 Tahun
2016, atau studi kasus pada Inspektorat
dimana jabatan pengawas (operating
core) dibawah Inspektur Pembantu
61 Kolaborasi : Jurnal Administrasi Publik, April 2022, Volume 8, Nomor 1
(e-ISSN: 2620-3499|p-ISSN:2442-949X)

Kondisi Sebelum Penyederhanaan Birokrasi Kondisi Setelah Penyederhanaan Birokrasi

Ess II Ess II
Ess III Ess III
Kel JF
Kel JF Ess IV Ess IV Ess IV
Ess IV Ess IV Ess IV

Ess III Ess III Ess III Ess III Ess III Ess III Ess III Ess III

Koord JF Koord JF Koord JF Koord JF


Ess IV Ess IV Ess IV Ess IV

Gambar 1.
Struktur Organisasi Pasca Penyederhanaan Organisasi
Permasalahan yang muncul dalam yang abai. Instansi Pembina
transformasi jabatan penyederhanaan (Kementerian/Lembaga) belum merata
birokrasi pada pemerintah daerah dapat untuk serius dan professional dalam
dikelompokkan menjadi 3 yaitu: melakukan pembinaan dan pengelolaan
http://journal.unismuh.ac.id/index.php/kolaborasi

Pertama, Permasalahan Manajemen jabatan fungsional. (4) Manajemen


atau pengelolaan jabatan fungsional kinerja jabatan fungsional dalam unit
yang dapat diidentifikasi: (1) menjadi salah satu kunci pemanfaatan
Manajemen jabatan fungsional saat ini jabatan fungsional dalam organisasi.
belum dilaksanakan secara professional, Perlu ada beberapa penambahan butir
sehingga belum mampu menghasilkan kegiatan khusus bagi yang diberi tugas
sosok jabatan fungsional yang qualified tambahan sebagai koordinator yang
sesuai tuntutan tugas dan fungsinya. dapat diperhitungkan mendapatkan
Masih banyak instansi Pembina jabatan angka kredit. (5) Seleksi pengalihan
fungsional yang belum melakukan jabatan pengawas ke jabatan fungsional
manajemen secara professional. (2) tidak seketat pengangkatan jabatan
Jenis jabatan fungsional di beberapa fungsional pada jalur regular atau
Dinas/Badan belum ada atau tidak biasanya, sehingga transformasi jabatan
lengkap. Pejabat pengawas untuk sering mengabaikan standar kompetensi
memilih jabatan fungsional, yang pada minimal yang akan beralih ke
akhirnya jika salah memilih akan fungsional.
kesulitan mengumpulkan angka kredit Kedua, Permasalahan pada
untuk pengembangan karirnya. (3) pegawai yang akan dialihkan sebagai
Pengelolaan dan Pembinaan Jabatan pemangku jabatan fungsional yang
Fungsional belum merata, bahkan ada dapat diidentifikasi sebagai berikut (1)
Kolaborasi : Jurnal Administrasi Publik, April 2022, Volume 8, Nomor 1 62
(e-ISSN: 2620-3499|p-ISSN:2442-949X)

Mindset atau pandangan PNS yang tujuan akhir reformasi birokrasi 2015-
masih melihat jabatan fungsional 2019 yaitu birokrasi pemerintahan yang
sebagai second class position. Hal ini berbasis kinerja atau performance base
mengakibatkan pegawai enggan bureaucracy (Bappenas, 2017). Namun
berkarir sebagai pemangku jabatan rupanya di akhir tahun 2019 tujuan
fungsional (2) mantan pejabat pengawas tersebut belum terwujud. Pada tahun
banyak yang belum terbiasa menyusun 2019 baru lahir PP 30 Tahun 2019 yang
dan mengumpulkan DUPAK. (3) gap mencoba membuat konsep 360 derajat
kompetensi. Keterpaksaan pegawai dalam penilaian kinerja ASN.
beralih ke jabatan fungsional akan Manajemen kinerja ASN saat ini
menimbulkan gap kompetensi belum menemukan model yang ideal,
(Masrully, 2021). saat ini masih dihadapkan pada
Ketiga, permasalahan dalam sejumlah permasalahan diantaranya:

http://journal.unismuh.ac.id/index.php/kolaborasi
organisasi yang dapat diidentifikasi pertama, penilaian kinerja pegawai atau
sebagai berikut : (1) Distribusi dan individu tidak selaras dengan kinerja
sebaran jabatan fungsional dalam organisasi. Kinerja pegawai cenderung
organisasi disinyalir belum sepenuhnya tinggi atau baik, sementara kinerja
mengikuti pendekatan fungsi yang organisasi tidak selaras (Waluyo, 2019).
melekat dalam design organisasi Kedua, ketidaksiapan para
(techno structure, operating core, manajer yang tidak cakap dalam
supporting staf). (2) Pola interaksi implementasi manajemen kinerja pada
selama ini dalam organisasi cenderung lingkungannya. Sering asumsi-asumsi
berorientasi pada jabatan struktural atau mitos terjadi diantaranya nilai
menyebabkan terjadinya sentralisasi jangan terlalu tinggi, nilai bawahan
komando. tidak boleh lebih tinggi, bahkan adakala
persepsi kalau mau naik pangkat baru
Analisis Kebijakan Transformasi
naikkan nilainya(Junjunan, 2020). Nilai
Manajemen Kinerja
pejabat pengawas/administrator atau
bawahan/pelaksana adalah pelaksana
Salah satu kebijakan reformasi
(staf kepercayaan pejabat penilai).
birokrasi yang menjadi prioritas adalah
Pejabat penilai hanya melakukan
memperbaiki menajemen kinerja. Hal
koreksi atas konsep penilaian yang
ini dapat kita lihat dalam Grand design
dibuat.
reformasi birokrasi 2010-2025, bahwa
63 Kolaborasi : Jurnal Administrasi Publik, April 2022, Volume 8, Nomor 1
(e-ISSN: 2620-3499|p-ISSN:2442-949X)

Ketiga, lemahnya sistem kinerja dilakukan secara 360 derajat dan


manajemen kinerja. Banyak berbagai meliputi perencanaan kinerja,
pemerintah daerah yang mencoba pelaksanaan rencana kerja, penilaian
mengembangkan aplikasi dengan kinerja, tindak lanjut serta sisten
memanfaatkan teknologi informasi informasi kinerja PNS.
untuk manajemen kinerja, namun dalam
Sisi Positif Penyederhanaan Birokrasi
praktek yang tertuang dalam aplikasi
tidak menjadi jaminan kinerja pegawai Pelaksanaan penyederhanaan
baik dalam praktek. Dari aspek regulasi, birokrasi memiliki sejumlah sisi positif
penilaian kinerja pegawai telah bagi pemerintah daerah yang dapat
mengalami beberapakali perubahan dan diidentifikasi sebagai berikut: (1)
memiliki sejumlah kelemahan Kompetensi dan Profesionalitas
diantaranya (1) PP 10 Tahun 1979 pegawai. Pegawai Negeri Sipil (PNS)
http://journal.unismuh.ac.id/index.php/kolaborasi

dalam pelaksanaan penilaian kinerja atau ASN akan lebih professional,


menggunakan Daftar Penilaian dikarenakan manajemen jabatan
Pelaksanaan Pekerjaan (DP3). fungsional lebih mengedepankan
Kelemahan regulasi ini diantaranya kompetensi. Hal ini dimulai dari
penilaian kinerja lebih mengutamakan pengembangan profesi, pengembangan
perilaku, DP3 dianggap tidak mampu kompetensi, kinerja. Begitupun untuk
menciptakan aparatur yang profesional, kenaikan jenjang jabatan dilakukan uji
nilai-nilai dalam DP3 terlalu abstrak kompetensi terlebih dahulu.Hal ini akan
jika diukur secara kuantitatif, sering menciptakan pemangku jabatan
terjadi bias dalam penilaian yang fungsional yang memiliki kompetensi
diakibatkan subjektifitas (BKPP, 2016). sesuai jenjang jabatan. (2) kinerja
(2) PP 46 Tahun 2011 lahir dengan pemangku jabatan fungsional lebih
mengenalkan sasaran kinerja pegawai terukur dan berbasis evidence. (3) Pola
(SKP) disamping penilaian perilaku Mutasi dan Pengembangan Karier linier
kerja. Regulasi ini ada perbaikan dengan Kompetensinya. Selama ini pola
dibanding PP 10 Tahun 1979, namun mutasi atau pola karier pegawai pada
lagi-lagi belum dapat menjamin kinerja pemerintah daerah sering mengabaikan
pegawai secara linier mendongkrak syarat jabatan yang meliputi syarat
kinerja organisasi. (3) kelemahan PP 46 kualifikasi pendidikan dan kompetensi
Tahun 2011 akhirnya melahirkan yang harus dimiliki. Dengan
regulasi PP 30 Tahun 2019. Penilaian penyederhanaan birokrasi dapat
Kolaborasi : Jurnal Administrasi Publik, April 2022, Volume 8, Nomor 1 64
(e-ISSN: 2620-3499|p-ISSN:2442-949X)

membatasi ruang lingkup mutasi menggunakan metode pengangkatan


pegawai oleh pemerintah daerah. (4) pertama persyaratan dan seleksi cukup
Perubahan budaya kerja ASN. ketat sehingga belum tentu lulus dan
Dengan beralih ke jabatan menjadi pejabat fungsional. (3) Bagi
fungsional, pegawai mulai berupaya pejabat pengawas yang sebelumnya
mengumpulkan angka kredit sebagai pernah menduduki pemangku jabatan
upaya pengembangan kompetensi dan fungsional, dapat dilakukan pengaktifan
pengembangan karier yang kembali kedalam jabatan fungsional
bersangkutan. (5) Kekhawatiran ASN sebelumnya. (4) kelas jabatan akan
yang tidak kompeten dalam sama atau mendekati dengan jabatan
pengembangan karier kedepannya. Hal sebelumnya.
ini berdampak positif bagi organisasi,
Sisi Negatif Penyederhanaan
karena memicu dan pendorong pegawai
Birokrasi

http://journal.unismuh.ac.id/index.php/kolaborasi
untuk meningkatkan kompetensinya
agar dapat berkembang kariernya. Hal
Pelaksanaan penyederhanaan
ini juga akan memudahkan
birokrasi juga memiliki sisi negatif yang
implementasi sistem merit.
dapat kita identifikasi sebagai berikut :
Bagi PNS atau pegawai sendiri,
(1) Efektifitas ASN sebagai pemangku
penyederhanaan birokrasi memberikan
Jabatan Fungsional. Jika dilakukan
sejumlah keuntungan diantaranya : (1)
seleksi/uji kompetensi secara ketat,
usia pensiun bertambah. Bagi pejabat
maka akan banyak pejabat pengawas
administrator yang menjelang usia 58
atau administrator yang tidak lulus
dan pada saat pengalihan jabatan
masuk dalam jabatan fungsional.
fungsional ke jenjang Madya akan
Sehingga ada potensi jabatan fungsional
menambah usia pensiun menjadi 60
tidak mampu melaksanakan tugas
tahun. Begitupun yang mampu beralih
secara maksimal dan tidak mampu
ke jenjang utama dapat sampai dengan
mengumpulkan angka kredit. Sebagai
usia 65 tahun. (2) Metode pengalihan
pengalaman praktis dapat kita lihat pada
jabatan melalui penyetaraan bukan
PNS yang diangkat sebagai pemangku
pengangkatan pertama (Peraturan
jabatan fungsional polisi pamong praja
Menteri Pendayagunaan Aparatur
(Pol PP), dimana banyak yang tidak
Negara dan Reformasi Birokrasi
mampu mengumpulkan angka kredit,
Republik, 2019). Hal ini memberikan
dan kepangkatan terhambat. (2) Di
keuntungan bagi pegawai, karena jika
65 Kolaborasi : Jurnal Administrasi Publik, April 2022, Volume 8, Nomor 1
(e-ISSN: 2620-3499|p-ISSN:2442-949X)

daerah masih ada pejabat pengawas tersebut menuai banyak kritik


yang latar belakang pendidikannya diantaranya membuat keahlian,
masih Diploma III, sehingga hanya kompetensi dan keterampilan yang
dimungkinkan penyetaraan ke jabatan dimiliki jabatan fungsional tidak terlihat
fungsional terampil atau keterampilan. secara maksimal (LAN RI, 2018).
(3) Pengembangan karier jabatan Mintzberg mengenalkan 5 model
fungsional dibatasi formasi. Pada struktur organisasi yaitu: (1) The simple
perangkat daerah tertentu, jenjang structure, yaitu bersifat sederhana untuk
jabatan fungsional sangat terbatas untuk organisasi berukuran kecil. (2) The
tingkatan madya, dan kondisi ini akan Machine Bureaucracy, struktur ini
menghambat karier pemangku jabatan menekankan division of labour baik
fungsional. Sehingga upaya penetapan vertikal, horizontal, lini atau staf.
formasi harus obyektif dan Bentuk organisasi yang rapi, fungsi-
http://journal.unismuh.ac.id/index.php/kolaborasi

memperhatikan pengembangan karier fungsi terspealisasi, prosedur kerja yang


jabatan fungsional. (4) Pola Mutasi formal, serta berstandar pada
pemangku jabatan fungsional akan kewenangan formal dari posisi
sangat terbatas. Dari 222 jenis jabatan struktural. (3) The Profesional
fungsional atau lebih menjadi 27 Bureaucracy, menekankan kewenangan
rumpun (rumpun kesehatan, rumpin yang bersumber pada profesionalisme,
pendidikan, rumpun social, rumpun struktur terdesentralisasi baik secara
komputer). Kondisi ini menuntut vertikal maupun horizontal. (4) The
Pemerintah untuk terus divisionalized form. Struktur berbentuk
mengembangkan jabatan fungsional dan departementasi dengan pemisahan tugas
mengupdate rumpun jabatan fungsional. antar divisi. Divisi diberi kewenangan
menjalan teknis operasional mereka
Rekomendasi untuk Mendukung
sendiri. (5) adhocracy. Struktur yang
Efektifitas Penyederhanaan Birokrasi
sangat organik, minim formalisasi, dan
Rekomendasi Transformasi
memungkinkan inovasi. Alur
Organisasi
komunikasi dan pengambilan keputusan
Sesuai dengan perkembangan sangat flexibel dan informal.
ilmu pengetahuan dan teknologi, konsep Kelima struktur yang
birokrasi yang ideal menurut Max dikemukakan Mintzberg, model The
Weber mulai ditinggalkan. Konsep Professional Bureaucracy dipandang
yang paling tepat dalam
Kolaborasi : Jurnal Administrasi Publik, April 2022, Volume 8, Nomor 1 66
(e-ISSN: 2620-3499|p-ISSN:2442-949X)

menggambarkan jabatan fungsional pemerintah daerah adalah sebagai


yang dipenuhi para profesional sebagai berikut: Pertama, mengatasi gap
operating core dalam struktur kompetensi hasil pengalihan jabatan
organisasi (Pusat Inovasi Kelembagaan pengawas ke jabatan fungsional, maka
dan SDN LAN RI, 2018). Bentuk yang harus dilakukan adalah pelatihan
organisasi ke depan dinamakan post kompetensi dasar jabatan fungsional, e-
bureaucratic organization yang learning, workshop dan komunitas
menuntut berbagai inovasi dan belajar (Masrully, 2021); Kedua,
kreatifitas dalam pencapaian tujuan dan Instansi pembina Jabatan Fungsional
pemberian pelayanan publik (Heckscher atau Kementerian/Lembaga harus
& Donnellon, 1994). Organisasi publik profesional dalam melakukan
juga harus memiliki karakteristik manajemen jabatan fungsional. Banyak
desentralisasi, ramping, dan jejaring pemangku jabatan fungsional yang

http://journal.unismuh.ac.id/index.php/kolaborasi
kerja dengan pasar (Osborne & Gaebler, membutuhkan sentuhan atau pembinaan
1992), vision and values, self managing dari instansi pembina; Ketiga,
teams, lateral coordination, informal Kementerian agar mendorong beberapa
networks, choice dan free intraprise Kementerian atau lembaga untuk
(Gifford & Elizabeth, 1993). Dengan membentuk dan mengembangkan
demikian, sebaiknya Pemerintah jabatan fungsional di bidang urusan
melalui Kementerian Dalam Negeri pemerintahan yang menjadi tugas
melakukan penataan kelembagaan fungsinya. Hal ini mengingat masih ada
pemerintah daerah sesuai dengan beberapa Dinas/Badan yang belum
semangat penyederhanaan birokrasi, lengkap jenis jabatan fungsionalnya;
dan memperbaiki kelemahan-kelemahan Keempat, Pemerintah daerah segera
dalam PP 18 Tahun 2016, serta melakukan penataan tatakerja dan
merumuskan desain kelembagaan yang tatalaksana organisasi untuk
dapat memberikan peran kepada mengoptimalkan jabatan fungsional
pemangku jabatan fungsional. khususnya jabatan fungsional yang
diberi tugas tambahan; Kelima,
Rekomendasi Transformasi Jabatan
Pemangku koordinator jabatan
Memperhatikan berbagai fungsional (ex jabatan pengawas) harus
permasalahan transformasi jabatan, pandai-pandai meluangkan waktu untuk
maka langkah-langkah strategis yang mengumpulkan angka kredit dan
perlu dilakukan oleh Pemerintah dan meningkatkan kompetensi jabatan
67 Kolaborasi : Jurnal Administrasi Publik, April 2022, Volume 8, Nomor 1
(e-ISSN: 2620-3499|p-ISSN:2442-949X)

fungsional. Hal ini dikarenakan sebagai Menurut penelitian (Yuningsih,


koordinator akan disibukkan dengan 2018) penilaian kinerja PNS dilakukan
tugas tambahan atau tugas manajerial berdasarkan Peraturan Pemerintah
yang seringkali tidak masuk dalam Nomor 46 tahun 2011 tentang Penilaian
butir-butir kegiatan jabatan fungsional Prestasi Kerja PNS sebagai pengganti
yang diemban. Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun
1979 tentang tentang Penilaian
Rekomendasi Transformasi
Pelaksanaan Pekerjaan PNS. Tujuannya
Manajemen Kinerja
untuk meningkatkan prestasi dan kinerja
PNS. Ketentuan dalam PP No. 46/2011
Manajemen kinerja pemerintah
memberikan ruang pembinaan PNS
daerah saat ini hendaknya diarahkan
dilakukan berdasarkan sistem prestasi
untuk mencapai organisasi berkinerja
kerja dan sistem karier. Prestasi kerja
tinggi yang mampu beradaptasi
http://journal.unismuh.ac.id/index.php/kolaborasi

PNS akan dinilai berdasarkan dua unsur


terhadap perubahan, melakukan reaksi
penilaian, yaitu: sasaran kerja pegawai
terhadap perubahan yang cepat,
(SKP) dan perilaku kerja (PK).
melakukan perbaikan yang
Untuk mewujudkan organisasi
berkelanjutan terhadap kemampuan
berkinerja tinggi, (Popovich,
intinya, mengelola pegawai sebagai aset
1998)menyatakan terdapat prinsip yang
utama, didukung dengan struktur
harus diimplementasikan yaitu : (1)
manajemen yang terintegrasi dan
consistent and sustained leadership.
terkoneksi (Waal, 2004).
Diperlukan pemimpin yang konsisten
Dengan demikian manajemen
dan fokus pada kinerja. Para pemimpin
kinerja pegawai (PNS) harus selaras
harus satu visi, selalu komunikasi
dengan kinerja organisasi. Saat ini
dengan anggotanya, melakukan
penilaian kinerja pegawai tidak
perubahan-perubahan serta mampu
berbanding lurus dengan kinerja
memotivasi para anggotanya menuju
organisasi. Semoga dengan lahirnya PP
organisasi berkinerja tinggi. (2)
30 Tahun 2019 dan PermenPan dan RB
Willingness to develop Performance
8 Tahun 2021 mampu menciptakan
Measures. Pemimpin harus memiliki
manajemen kinerja pegawai yang
tekad dan kemauan untuk
mampu mendongkrak kinerja
mengembangkan pengukuran kinerja
organisasi.
yang dapat diaplikasikan secara praktis,
mudah dan terukur. (3) willingness to
Kolaborasi : Jurnal Administrasi Publik, April 2022, Volume 8, Nomor 1 68
(e-ISSN: 2620-3499|p-ISSN:2442-949X)

Change whole organizations. mengakomodir kinerja jabatan


Menciptakan dan mengelola perubahan fungsional, serta desain organisasi
dengan baik untuk peningkatan kualitas masih bersifat struktur yang kaku,
pelayanan dan kinerja organisasi. (4) managerial style, lebih fokus pada
willingness to allocate resources to pembentukan korak-kotak struktural
continoues learning. Untuk tanpa melihat kebutuhan fungsional (2)
menciptakan pemimpin sebagaimana transformasi jabatan dihadapkan pada
dikemukakan diatas, maka pemerintah masalah manajemen jabatan fungsional
daerah dalam memilih dan mengangkat yang belum profesional, jenis jabatan
pejabat harus dilakukan melalui fungsional yang belum tersedia di
implementasi sistem merit yang beberapa Dinas/Badan, seleksi
mengedepankan kualifikasi, kompetensi pengalihan ke jabatan fungsional belum
dan kinerja. ketat sehingga memunculkan gap

http://journal.unismuh.ac.id/index.php/kolaborasi
Manajemen PNS diantaranya a) kompetensi, serta pola interaksi atau
penyusunan dan penetapan kebutuhan; tata hubungan kerja yang belum
b) pengadaan; c). pangkat dan jabatan; memaksimalkan jabatan fungsional. (3)
d) pengembangan karier; e) pola karier; transformasi manajemen kinerja masih
f) promosi; g) mutasi; h). penilaian diwarnai dengan penilaian kinerja
kinerja; i) penggajian dan tunjangan; j). individu belum selaras dengan kinerja
Penghargaan; k) disiplin; l). organisasi, dan lemahnya manajemen
Pemberhentian; m) jaminan pensiun dan kinerja.
jaminan hari tua; dan n) perlindungan Memperhatikan permasalahan dan
(Bhudianto, 2017). tantangan sebagaimana dimaksud, maka
strategi yang harus dilakukan adalah:
KESIMPULAN
(1) Pemerintah dan pemerintah daerah
Kebijakan penyederhanaan dapat mengadopsi model the
organisasi mendorong percepatan professional bureaucracy dalam
pengembangan jabatan fungsional pada tranformasi organisasi bagi pemerintah
organisasi publik. Namun dalam daerah dengan memperbaiki
implementasinya terdapat beberapa hal kelemahan-kelemahan PP 18 Tahun
yang harus diperhatikan dan ditangani 2016. (2) transformasi jabatan ditindak
diantaranya : (1) transformasi organisasi lanjuti dengan pengembangan
yang dilakukan menciptakan 2 hal yaitu kompetensi bagi pejabat fungsional
desain organisasi belum didesain untuk
69 Kolaborasi : Jurnal Administrasi Publik, April 2022, Volume 8, Nomor 1
(e-ISSN: 2620-3499|p-ISSN:2442-949X)

hasil transformasi jabatan, an Organizational. Newbury


Park: CA: SAGE Publications.
meningkatkan kualitas tata kelola
Henry, M. (1979). The Structure of
jabatan fungsional oleh instansi Organization, Englewood Cliffs.
NJ: Prentice Hall.
pembina, melakukan penataan tata kerja
Junjunan, M. adi. (2020). Mendobrak
dan tata laksana organisasi untuk kendala dan mitos penilaian
kinerja PNS, dari
optimalisasi jabatan fungsional,
https://kumparan.com/adi-
Kementerian/Lembaga membentuk dan junjunan-mustafa/mendobrak-
kendala-dan-mitos-penilaian-
mengembangkan jabatan fungsional
kinerja-pns-1ulQrGSAMP8.
yang belum tersedia pada dinas/badan. Kementerian PPN/Bappenas. (2017).
Policy Paper : Reviu Pelaksanaan
(3) Menciptakan kebijakan manajemen
Road Map Reformasi Birokrasi.
kinerja yang dapat mengukur penilaian Jakarta: Direktorat Aparatur
Negara Deputi Bidang Politik
kinerja individu selaras dengan kinerja
Hukum Pertahanan dan
organisasi. Pemerintah daerah harus Keamanan Kementerian
PPN/Bappenas.
http://journal.unismuh.ac.id/index.php/kolaborasi

memilih pemimpin organisasi yang


Marthalina, M. (2021). Analisis
mampu mewujudkan organisasi Dampak Pengembangan Karir
PNS Pasca Pelaksanaan Alih
berkinerja tinggi. Hal ini dilakukan
Jabatan Struktural ke Jabatan
melalui implementasi sistem merit. Fungsional. Jurnal MSDA
(Manajemen Sumber Daya
Aparatur), 9(1), 42–55.
REFERENSI
https://doi.org/10.33701/jmsda.v9i
1.1716
Bhudianto, W. (2017). Manajemen
Masrully. (2021). Pe-er baru Pasca
Pegawai Aparatur Sipil Negara
Pemangkasan Birokrasi, dari
Menuju Good Governance.
https://bandung.lan.go.id/index.ph
Transformasi, 1(28), 78-88.
p?r=post/read&id=756.
Bramantyo, A., & Mardjoeki. (2020).
Osborne, D., & Gaebler, T. (1992).
Urgensi Penyederhanaan
Reinventing Government: How
Birokrasi Dalam Menignkatkan
the Entrepreneurial Spirt is
Kinerja Organisasi. Depok:
Transforming The Public Sector,
BPSDM KUMHAM Press.
Reading, MA: Addison-Wesley.
Gifford, & Elizabeth, P. (1993). The
Peraturan Menteri Pendayagunaan
End of Bureaucracy & the Rise of
Aparatur Negara dan Reformasi
the Intelligent Organization,
Birokrasi Republik. Peraturan
Berret-Koehler. San Francisco,
Menteri Pendayagunaan Aparatur
CA.: Publisher, Inc,.
Negara dan Reformasi Birokrasi
Haryanto, A. T. (2007). Upaya
Republik Indonesia Nomor 28
menciptakan birokrasi yang
Tahun 2019 tentang Penyetaraan
efisien, inovatif, responsif dan
Jabatan Administrasi ke Dalam
akuntabel. Jurnal Ekonomi Dan
Jabatan Fungsional.
Kewirausahaan, 7(2), 160–171.
Popovich, M. G. (1998). Creating High-
Heckscher, C., & Donnellon, A. (1994).
Performance Government
The Post-Bureacuratic
Organizations. NJ: Jossey-Bass.
Organization: New Perspectives
Kolaborasi : Jurnal Administrasi Publik, April 2022, Volume 8, Nomor 1 70
(e-ISSN: 2620-3499|p-ISSN:2442-949X)

Pusat Inovasi Kelembagaan dan SDA


LAN RI. (2018). Grand Design
Jabatan Fungsional : Menuju
Desain Organisasi Berbasis
Fungsional. Jakarta: Pusat Inovasi
Kelembagaan & SDA.
Rusliandy, R. (2016). Implementasi
peraturan Pemerintah Nomor 18
Tahun 2016 tentang Perangkat
Daerah Dan Implikasinya
Terhadap Kebijakan Kepegawaian
Daerah. Civil Service Journal,
10(2), 71-84.
Situmorang, C. H. (2021). Studi
Analisis Undang-Undang
Aparatur Sipil Negara Menuju
Penyederhanaan Birokrasi.
Populis : Jurnal Sosial Dan
Humaniora, 4(2), 317.
https://doi.org/10.47313/pjsh.v4i2

http://journal.unismuh.ac.id/index.php/kolaborasi
.699
Tachjan. (2006). Implementasi
Kebijakan Publik. Bandung: AIPI.
Waal, A. . De. (2004). The
Characteristics of a High
Performance Organization,
Business Strategy Series. 8(3),
179-185.
https://doi.org/10.1108/17515630
710684178
Waluyo. (2019). Ada kejanggalan
dalam penilaian PNS, Kok Bisa?.
Dari
https://economy.okezone.com/rea
d/2019/12/03/320/2137347/ada-
kejanggalan-dalam-penilaian-pns-
kok-bisa
Yuningsih, N. (2018). Penerapan
Manajemen Kinerja Pegawai Di
Instansi Pemerintah. Jurnal
Pengembangan Wiraswasta,
19(2), 141-154.
https://doi.org/10.33370/jpw.v19i
2.133

View publication stats

You might also like