You are on page 1of 10

Nilai-nilai Pancasila dalam Konteks Cyberbullying terhadap Remaja di

Era Modern

Rikki Pratama1, Intan Kusumawati2, Siska Nurmala Fahmi3, Muslimin4


1,3,4
Mahasiswa Univeristas Cokroaminoto Yogyakarta
2
Dosen Univeristas Cokroaminoto Yogyakarta
Email : rikkijuki@gmail.com, intankusumawati1978@gmail.com
siskanurmalafahmi@gmail.com, muslimin6555@gmail.com

Abstrack
In this modern era, many things have changed, namely the way we work, learn and
even communicate. Many technologies have been created to help human needs, especially in
the information sector. Information plays an important role in human life, namely to help
understand the environment and predict situations that will be faced. Information runs in
harmony with technology where the two go hand in hand, so that if there is technological
progress it means there is also progress in the field of information which has the potential to
change the shape of human life (Sitompul in Anggara et al., 2023).
Cyberbullying is bullying that uses digital technology. This bullying can occur on
social media, chat platforms, gaming platforms, mobile phones, etc. Cyberbullying is an
aggressive act that is sometimes carried out by groups or individuals against people they
trust via electronic media, and this act is difficult to resist. This results in a power difference
between the perpetrator and the victim. The power difference in this case is related to the
perception of physical and mental performance (Sihotang et al., 2023).
Responding to this phenomenon, communication activities using social media also
require norms and politeness in their use. Especially as an Indonesian citizen who lives
based on the values of Pancasila. Not only able to take personal responsibility but also able
to foster brotherhood, order and prosperity as citizens of the nation and state. Indonesia is a
country based on Pancasila. This means that Pancasila must be the force to animate every
activity carried out in forming the country. Citizenship and Pancasila are two inseparable
things that contain Pancasila values, moral cultivation and character for each individual
(Sari, Ratna & Najicha, Fatma Ulfatun in ). Not only Pancasila values, but ethics, morals
and character also need to be understood. Ethics is an important thing in social life,
especially in national and state life. Ethics helps humans implement moral values, dignity
and character. Philosophically, ethics is everything that includes living well, being a good
person, doing good things, and wanting good things in life (Hudarini, Sri, in Yatun Nisa et
al., 2023).
Keywords: Cyberbullying, Pancasila values, Mental health
Abstrak :
Di era modern saat ini, terdapat banyak hal yang berubah seperti cara kita dalam
bekerja, belajar dan berkomunikasi. Banyak teknologi yang diciptakan untuk membantu
kebutuhan manusia, khususnya di bidang informasi. Informasi berperan penting pada
kehidupan manusia yaitu untuk membantu memahami lingkungan serta memprediksi situasi
yang akan dihadapi. Informasi berjalan selaras dengan teknologi dimana keduanya berjalan
beriringan, sehingga jika terdapat kemajuan teknologi berarti terdapat juga kemajuan di
bidang informasi yang berpotensi mengubah wujud kehidupan manusia (Sitompul dalam
Anggara et al., 2023).
Cyberbullying adalah penindasan yang menggunakan teknologi digital. Penindasan ini
dapat terjadi di media sosial, platform chat, platform game, ponsel, dan lain-lain.
Cyberbullying adalah tindakan agresif yang terkadang dilakukan oleh kelompok atau individu
terhadap orang yang mereka percayai melalui media elektronik, dan tindakan tersebut sulit
untuk ditolak. Hal ini mengakibatkan selisih kekuasaan sebesar antara pelaku dan korban.
Perbedaan kekuatan dalam hal ini berkaitan dengan persepsi kinerja fisik dan mental
(Sihotang et al., 2023).
Menyikapi fenomena tersebut, kegiatan komunikasi menggunakan sosial media juga
memerlukan norma-norma dan kesantunan dalam penggunaannya. Terutama sebagai Warga
Negara Indonesia yang hidup berlandaskan nilai-nilai Pancasila. Tidak hanya mampu
bertanggung jawab secara pribadi tetapi juga mampu memupuk persaudaraan, ketertiban, dan
kesejahteraan sebagai warga berbangsa dan bernegara. Indonesia merupakan negara yang
berlandaskan Pancasila. Hal tersebut mengandung arti bahwa pancasila harus menjadi
kekuatan untuk menjiwai setiap kegiatan yang dilaksanakan dalam membentuk negara.
Kewarganegaraan dan Pancasila menjadi dua hal yang tidak dapat dipisahkan yang memuat
nilai-nilai pancasila, penanaman moral, dan karakter bagi setiap individu (Burhanuddin &
Najicha, 2023). Tidak hanya nilai-nilai Pancasila, akan tetapi etika, moral, dan karakter juga
perlu dipahami. Etika merupakan hal yang penting dalam berkehidupan sosial, terutama
berkehidupan berbangsa dan bernegara. Etika membantu manusia dalam
mengimplementasikan nilai-nilai moral, bermartabat, dan berbudi pekerti. Secara filsafat,
etika merupakan segala hal yang meliputi hidup baik, menjadi orang yang baik, berbuat baik,
dan menginginkan hal baik dalam hidup (Yatun Nisa et al., 2023).

Kata Kunci : Cyberbullying,Nilai-nilai Pancasila, Kesehatan Mental

PENDAHULUAN

Pendidikan karakter menjadi bagian yang penting untuk perwujudan terbentuknya


generasi yang mempunyai kualitas unggul, dan menjadi kunci untuk menjadikan anak
Indonesia memiliki kualitas baik sehingga dapat diimplementasikan dalam kehidupan sehari-
hari (Deliyati et al., 2023). Selain itu nilai-nilai karakter bangsa menjadi permasalahan yang
ditemukannya sikap atau perilaku tidak terpuji yang dilakukan seseorang dalam kehidupan
sehari- hari yang berakibat menganggu kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
(Wahono, Kusumawati, dan Ari Bowo, 2021). Melalui pendidikan karakter ini siswa tidak
hanya akan belajar membedakan perilaku mana yang benar atau salah, perilaku yang baik
atau buruk, akan tetapi akan membiasakan siswa untuk berperilaku sesuai dengan nilai-nilai
karakter yang ada sehingga tertanam dalam dirinya untuk selalu melakukan kebiasaan baik
yang sesuai dengan nilai-nilai karakter. Apabila nilai-nilai karakter telah tertanam sejak dini,
maka siswa akan dapat membentengi diri terhadap hal-hal yang tidak baik, sehingga lebih
siap dalam menghadapi era modern ini ( Deliyati et al., 2023).
Di era modern saat ini, terdapat banyak hal yang berubah yaitu cara kita dalam
bekerja, belajar dan bahkan berkomunikasi. Banyak teknologi yang diciptakan untuk
membantu kebutuhan manusia, khususnya di bidang informasi. Informasi berperan penting
pada kehidupan manusia yaitu untuk membantu memahami lingkungan serta memprediksi
situasi yang akan dihadapi. Informasi berjalan selaras dengan teknologi dimana keduanya
berjalan beriringan, sehingga jika terdapat kemajuan teknologi berarti terdapat juga kemajuan
di bidang informasi yang berpotensi mengubah wujud kehidupan manusia (Sitompul dalam
Anggara et al., 2023).
Seiring itu, dengan teknologi yang terus berkembang, kemajuan teknologi juga
membawa dampak negatif, salah satunya yaitu kejahatan yang dilakukan dengan berbagai
cara, termasuk manipulasi data, sabotase, pencemaran nama baik, cyberbullying, dan lain
sebagainya(Burhanuddin & Najicha, 2023). Kejahatan pada remaja tersebut bermula dari
media sosial dimana kesehatan mental masih labil dan banyak dipengaruhi oleh lingkungan
eksternal (Kartono dalam Anggara et al., 2023). Kesehatan mental merupakan suatu keadaan
emosional dan psikologis yang baik, dimana individu dapat memanfaatkan kemampuan
kognisi dan emosi, berfungsi dalam komunitasnya, dan memenuhi kebutuhan hidup(Dewi
dalam Anggara et al., 2023) Hal ini merupakan salah satu faktor banyak terjadinya kasus
cyberbullying di media sosial. Karena tidak melihat dampak nyatanya, pelaku merasa aman-
aman saja melontarkan komentar kasar di media sosial.
Komnas Perlindungan Anak menerima 3.547 kasus pengaduan hak anak di Indonesia
sepanjang tahun 2023 melalui program hotline service, pengaduan langsung, surat cetak
maupun pesan elektronik. Dalam pengaduan yang dibandingkan dengan tahun sebelumnya,
pengaduan di 2023 ini mengalami kenaikan 30%. Terbanyak adalah kekerasan seksual
dan bullying. Diketahui, kasus kekerasan fisik terdapat 958 dan mengalami kenaikan 27
persen, kasus kekerasan psikis terdapat 674 dan mengalami kenaikan 19%, hingga kasus
kekerasan seksual terdapat sebanyak 1.915 yang mengalami kenaikan 54%. Dari kasus -
kasus kekerasan terhadap anak ini banyaknya terjadi di lingkungan terdekat yaitu di rumah, di
lembaga pendidikan dan lingkungan sosial anak seperti sekolah. Tak hanya itu. pelakunya
sendiri adalah orang terdekat dari sang anak seperti orangtua kandung, paman, guru, maupun
orangtua tiri. (dikutip dari okezone 29 Desember 2023). Menurut okezone cyberbullying itu
sendiri juga muncul akibat dari game online. Dari game tersebut muncullah bulying dan aksi-
aksi yang ada dalam game tersebut dapat dilakukan oleh sang anak.
Sebagaimana telah di uraikan dalam analisis situasi di atas ternyata perbuatan
Bullying masih kerap terjadi, perbutan tersebut dapat membahayakan korbannya, Banyak
korban bullying yang hidup dengan menahan luka batin dan kemungkinan besar akan
menderita depresi dan kurang percaya diri dalam masa dewasanya nanti. Dengan kata lain,
nantinya korban bullying akan terus menerus mengingat semua perlakuan yang pernah
dialaminya pada masa lalu,sehingga dapat menyimpan rasa sakit hati, kecewa dan dendam
kepada pelaku bullying tersebut. Jika hal ini didiamkan dan masih dianggap remeh, bukan
tidak mungkin akan berdampak buruk bagi psikologis dari korban itu sendiri terutama korban
anak-anak mereka yang menjadi korban bullying dapat mengakibatkan tidak percaya diri
akan minder bahkan dapat menimbulkan perasaan ingin bunuh diri(Helmi et al., 2023).
Menyikapi fenomena tersebut, kegiatan komunikasi menggunakan sosial media juga
memerlukan norma-norma dan kesantunan dalam penggunaannya. Terutama sebagai Warga
Negara Indonesia yang hidup berlandaskan nilai-nilai Pancasila. Tidak hanya mampu
bertanggung jawab secara pribadi tetapi juga mampu memupuk persaudaraan, ketertiban, dan
kesejahteraan sebagai warga berbangsa dan bernegara. Indonesia merupakan negara yang
berlandaskan Pancasila. Hal tersebut mengandung arti bahwa pancasila harus menjadi
kekuatan untuk menjiwai setiap kegiatan yang dilaksanakan dalam membentuk negara.
Kewarganegaraan dan pancasila menjadi dua hal yang tidak dapat dipisahkan yang memuat
nilai-nilai pancasila, penanaman moral, dan karakter bagi setiap individu (Sari, Ratna &
Najicha, Fatma Ulfatun dalam ). Tidak hanya nilai-nilai pancasila, akan tetapi etika, moral,
dan karakter juga perlu dipahami. Etika merupakan hal yang penting dalam berkehidupan
sosial, terutama berkehidupan berbangsa dan bernegara. Etika membantu manusia dalam
mengimplementasikan nilai-nilai moral, bermartabat, dan berbudi pekerti. Secara filsafat,
etika merupakan segala hal yang meliputi hidup baik, menjadi orang yang baik, berbuat baik,
dan menginginkan hal baik dalam hidup (Hudarini, Sri, dalam Yatun Nisa et al., 2023).

METODE
Metode penelitian yang digunakan penulis dalam penyusunan artikel ini
menggunakan pendekatan studi literasi dengan mengumpulkan berbagai sumber informasi
dan hasil penelitian terdahulu serta fakta dari beberapa literatur dan dokumen yang terkait
langsung dengan pembahasan yang di analisis dari media internet di Google Scholar dengan
mencari artikel yang berisi topik cyberbullying (Anggara et al., 2023) serta dipadukan dengan
landasan nilai nilai Pancasila. Kajian analisis yang dituliskan pada bagian pembahasan
adalah merupakan komponen diskusi argumentasi yang juga didukung oleh hasil temuan
sebelumnya.

PEMBAHASAN
Hakikat Cyberbullying dan Ancaman untuk Remaja
Cyberbullying merupakan istilah yang dimasukkan ke dalam kamus OED (Oxford
English Dictionary) pada tahun 2010. Istilah cyberbullying merujuk pada penggunaan
teknologi informasi yang bertujuan untuk menggertak seseorang dengan mengirim suatu
tulisan atau gambar yang bersifat mengintimidasi, memojokkan, dan atau mengancam
seseorang. OED menunjukkan penggunaan pertama istilah cyberbullying untuk pertama
kalinya di Canberra pada tahun 1998, tetapi istilah ini sudah ada dan ditulis sebelumnya di
dalam Artikel New Yorks Time pada tahun 1995( Bauman, Cross, Walker dalam Nugraha et
al., 2022). Cyberbullying adalah perilaku negatif berulang yang bertujuan untuk membuat
orang lain tidak senang atau tersakiti, dan tentunya merasa terancam akan identitas dirinya
yang dapat menyakiti dirinya baik tubuh maupun mental. Bullying dilakukan pada seseorang
yang tidak dapat melawan dan pasrah akan keterbatasannya ( Kartikosari & Setyawan dalam
Dwikoryanto & Arifianto, 2022).
Cyberbullying adalah penindasan yang menggunakan teknologi digital. Penindasan ini
dapat terjadi di media sosial, platform chat , platform game, ponsel, dan lain- lain.
Cyberbullying adalah tindakan agresif yang terkadang dilakukan oleh kelompok atau individu
terhadap orang yang mereka percayai melalui media elektronik, dan tindakan tersebut sulit
untuk ditolak. Hal ini mengakibatkan selisih kekuasaan sebesar antara pelaku dan korban.
Perbedaan kekuatan dalam hal ini berkaitan dengan persepsi kinerja fisik dan mental
(Sihotang et al., 2023).
Pelaku cyberbullying banyak datang dari kalangan remaja karena pada hakikatnya
masa remaja merupakan masa dimana seseorang memiliki rasa ingin untuk mencoba sesuatu
yang baru saja ia kenali atau sesuatu yang banyak tersebar di khalayak ramai. Penulis
mengambil contoh dari teman-teman penulis yang memiliki second account di dalam aplikasi
Instagram mereka. Pemilik second account atau akun palsu cenderung bersembunyi di dalam
akun tersebut untuk menutupi identitas mereka sesungguhnya. Hal kecil yang ingin mereka
tutupi adalah agar satu atau banyak akun yang mereka kunjungi tidak mengetahui kunjungan
mereka. Hal kecil tersebut dapat menjadi besar ketika seorang yang mereka kunjungi
akunnya merasa terganggu dan menganggap mereka adalah bagian dari oknum cyberstalking.
Cyberstalking adalah kejahatan yang dilakukan seseorang dengan maksud membuntuti dan/
atau meneror seseorang melalui media sosial (Nugraha et al., 2022).
Kasus Bullying masih dianggap “remeh” oleh masyarakat khususnya guru sebagai
wali disekolah dan orang tua dirumah, jika kasus ini masih dibiarkan begitu saja akan
menjadikan remaja atau generasi penerus bangsa mengalami dampak- dampak yang bisa
membahayakan mereka, dampak- dampak yang bisa terjadi yaitu :
1. Masalah Psikologis
Masalah Psikologis menurut klikdokter sering ditunjukkan oleh para korban,
bahkan pasca perundungan berlangsung. Gangguan kecemasan merupakan kondisi
yang kerap kali muncul pada korban bully, selain itu para korban juga bisa mengalami
gejala psikomatis yang membuat masalah psikologis memicu gangguan pada
kesehatan fisik. Hal ini tidak hanya berlaku pada orang dewasa, tapi juga anak-anak.
Sebagai contoh, saat waktunya masuk sekolah, anak akan merasa sakit perut dan sakit
kepala, meski secara fisik tidak ada yang salah di tubuhnya. Hal inilah yang disebut
sebagai gejala psikosomatis(Widyani, 2022).
Cyberbullying yang terjadi di Amerika dilakukan melalui pesan yang
diunggah secara luas yang artinya dapat dilihat oleh banyak orang dalam waktu yang
singkat. Berdasarkan penelitian Shultz, Heilman dan Hart menyatakan bahwa saat
terjadi bullying terjadi respon timbal balik antara pelaku dan korban, sebesar 90% dan
pada umumnya pelaku memulai percakapan sebanyak 48%. Peningkatan mengakses
media sosial berisiko terhadap terjadinya cyberbullying, kondisi ini sangat berbahaya
bagi generasi muda yang masih labil psikologisnya(Widyani, 2022).
Memburuknya sebuah hubungan di lingkungan teman sebaya merupakan salah
satu penyebab cyberbullying. Hancurnya hubungan mereka seringkali digunakan
sebagai alasan untuk menyerang musuhnya dengan kata-kata mengancam,
menghardik atau menyindir melalui media sosial. Serangan semcam inilah yang dapat
memberi dampak psikologis yang serius pada anak, korban rentan merasa rapuh dan
lemah dan akan merasakan akibatnya dalam jangka panjang jika dibandingkan dengan
bullying pada umumnya(Kumala & Sukmawati, 2020).

2. Masalah Mental
Cyberbullying tentunya pula berdampak pada kesehatan mental anak, korban
seringkali mengalami trauma hingga depresi yang berdampak pada kondisi mental
seseorang seperti penurunan konsentrasi, penurunan rasa tidak percaya diri, muncul
keinginan membully sebagai bentuk balas dendam, phobia sosial, tidak percaya diri,
cemas berlebihan hingga bunuh diri(Widyani, 2022). Kondisi kesehatan mental
korban cyberbullying tidak hanya berkaitan dengan psychological distress, tetapi juga
berkaitan dengan psychological well-being sebagai afek positif dalam diri individu.
Berdasarkan studi pendahuluan yang dilakukan (Ningrum & Amna, 2020) pada
Minggu, 25 Februari 2019 di Banda Aceh terhadap remaja berusia 17 dan 18 tahun,
didapatkan bahwa kedua remaja tersebut pernah menjadi korban cyberbullying,
namun korban merasa tidak terganggu, merasa baik-baik saja dan bahagia, tetap
menjalankan aktivitas seperti biasa, tidak perduli dengan yang dikatakan atau
dilakukan oleh temannya maupun orang lain di media sosial, seperti WhatsApp,
Instagram, dan LINE. Bahkan ada yang memilih untuk mengahapus pertemanan di
media sosial atau langsung memblokir akun pelaku.
Penelitian yang dilakukan oleh Fahy, Stansfeld, Smuk, Smith, Cummins, dan
Clark (2016) dalam(Kumala & Sukmawati, 2020) menyatakan bahwa ada hubungan
antara cyberbullying dengan kesehatan mental. Dengan tingginya prevalensi
cyberbullying, hal ini berpotensi lebih besar untuk membuat korban mengalami gejala
depresi, gejala kecemasan, dan kesejahteraan remaja di bawah rata-rata hal ini juga
didukung oleh meningkatnya penggunaan perangkat seluler dan internet pada remaja.
Selanjutnya, penelitian yang dilakukan oleh Desmet, Deforche, Hublet, Tanghe,
Stremersch, dan Bourdeaudhuij (2014) dalam (Kumala & Sukmawati,
2020)menyatakan bahwa adanya hubungan antara cyberbullying victimization dengan
kesehatan mental seperti adanya keinginan untuk bunuh diri.
3. Dampak Akademik
Hasil penelitian (Ningrum & Amna, 2020) diketahui bahwa terdapat 177 (84,7
persen) sampel yang memiliki pengalaman cyberbullying victimization merasa tidak
terganggu dengan proses belajar dan merasa aman di sekolahnya, dan sebanyak 32
(15,3 persen) sampel merasa sangat terluka dan terganggu belajarnya dan juga merasa
tidak aman di sekolah. Hal ini dijelaskan lebih lanjut oleh Smokowski, Evans, dan
Cotter (2014) dalam (Kumala & Sukmawati, 2020) yang menyatakan bahwa
cyberbullying victimization memiliki dampak negatif bagi individu di lingkungan
sekolah yang berpengaruh pada kemampuan individu selama di sekolah. Beran dan Li
(2007) dalam(Kumala & Sukmawati, 2020) menambahkan bahwa individu yang
menjadi korban cyberbullying akan memiliki kesulitan dalam berkonsentrasi.
Semakin sering korban memperoleh perlakuan cyberbullying, maka akan semakin
memberikan dampak buruk pada diri korban di dalam kehidupan(Kumala &
Sukmawati, 2020).
Adapun dampak akademik lain yang diakibatkan oleh perilaku cyberbullying
bagi siswa menurut (Gunawan, 2021) adalah dapat memengaruhi kemampuan siswa
dalam belajar dan berinteraksi di dalam kelas, di mana siswa akan mengalami
serangkaian efek emosional seperti kecemasan, stress, depresi, merasa sedih dan
putus asa, dan tidak bisa konsentrasi. Dengan berbagai serangkaian efek tersebut
dapat mengakibatkan lemah atau berkurang dari akademik siswa tersebut.
Pancasila dalam Ruang Digital
Ruang digital tak jauh berbeda dengan dunia nyata, hanya saja tempatnya di dunia
maya dimana Internet dan gadget sebagai penghubung secara komunal maupun personal di
Aplikasi media sosial. Tidak dapat dipungkiri bahwa dunia maya di era digital ini merupakan
realitas kebudayaan baru bagi kehidupan masyarakat selalu terkait dengan segala sistem yang
terhubung dengan kecanggihan teknologi. Tentunya dewasa ini hampir keseluruhan manusia
memiliki ruang digital sendiri, atau akun dalam media sosial baik untuk bekerja ataupun
hanya sekedar membangun personal branding.Realitas dari adanya kebiasaan yang menjadi
kebudayaan baru ini, tentu harus memiliki aturan yang sesuai dengan dasar berkehidupan di
masyarakat. Adanya dunia digital tak dipungkiri memang memiliki banyak manfaat, namun
tak sedikit juga yang menjadikan dunia digital untuk menarik keuntungan pribadi atau
merugikan orang lain.
Nilai-nilai Pancasila di ruang digital yakni dalam sila pertama, dapat dituangkan dan
dinarasikan dalam kajian sebagai pemahaman untuk membina kerukunan hidup, anti
penistaan agama, menghormati dan menghargai perbedaan agama, serta toleran baik didalam
dunia digital maupun dunia nyata. Selanjutnya dalam sila kedua, mengakui persamaan
derajat, sigap membantu, tenggang rasa, junjung HAM, dan kolaborasi, tidak membedakan
segala persoalan perbedaan manusia. Untuk sila ketiga, mencintai tanah air, menghargai
kebhinekaan, utamakan bangsa, dan persatuan. Sila keempat, utamakan musyawarah untuk
mufakat, hargai dan laksanakan hasil musyawarah, serta hargai pendapat orang lain. Sila
kelima, Bekerja keras, hormati hak orang lain, peduli mengurangi penderitaan orang lain, dan
bergotong royong. Nilai tersebut diatas mau tidak mau harus tertanam digenerasi penerus
bangsa sebab nilai kemanusiaan dan persatuan Indonesia yang terdapat dalam nilai-nilai
Pancasila, maka Pancasila dapat menjadi sistem etika yang sangat kuat karena nilai-nilai yang
ada tidak hanya mendasar, tetapi juga realistis dan aplikatif bagi manusia saling
menghargai.30 Maka nilai-nilai Pancasila perlu divisualisasi dalam konsep etika ruang digital
di era masyarakat modern sehingga Pancasila tetap melekat dalam kehidupan digital dan
dunia nyata masyarakat yang dapat mereduksi ketidakadilan dan bullying dalam masyarakat.
Aktivitas digital, yang sarat dengan persoalan intimidasi maupun deskriminasi tentunya harus
mengikuti standar nilai etika dimana hal itu merupakan prioritas penting dalam
mengaktualisasi di dunia digital di mana media menjangkau masyarakat global dengan
seluruh lapisan. Tanpa adanya perbedaan dari manusia tersebut. Maka hasilnya tentunya
memberi ruang bagi nilai dan norma Pancasila dalam konsep etika ruang digital di era post-
pandemi akan berdampak dalam penguatan karakter warga negara yang berlandaskan nilai-
nilai luhur Pancasila.
Nilai- Nilai Pancasila dalam Menanggulangi Media Sosial (Cyberbullying) terhadap
Remaja di Era Modern
Nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila ini menjadi pedoman masyarakat dalam
bermedia social (cyberbullying), sehingga mampu memanfaatkan media social dengan sebaik
baiknya(Mukhlisin & Mawarid, 2023). Nilai- nilai tersebut diantaranya :
1. Sila, Ketuhanan Yang Maha Esa
Media sosial harus digunakan untuk mempromosikan nilai-nilai agama dengan
memadukan iman dengan sains, seni, dan emosi. Saat membuat media sosial, penting
untuk mempertimbangkan perasaan, pikiran, dan kemauan audiens. Melakukan hal itu
menciptakan jalan keluar yang bajik, pemberian Tuhan yang bermanfaat bagi
toleransi beragama.
2. Sila, Kemanusiaan yang Adil dan Beradab
Menciptakan pendekatan yang beradab dan manusiawi dalam penggunaan
media sosial diperlukan agar dapat menjunjung tinggi nilai-nilai humanis dan menjaga
harkat dan martabat seseorang sebagai manusia. Melakukan hal ini meningkatkan
kemungkinan mempromosikan kesejahteraan dan meningkatkan keharmonisan di
antara pengguna.
3. Sila, Persatuan Indonesia
Identifikasi diri sebagai negara nasionalis sangat penting untuk menjaga
persatuan dan persaudaraan nasional. Hal ini dicapai dengan mempromosikan nilai-
nilai nasionalisme melalui media sosial. Internet juga merupakan sarana penting
dalam mempererat rasa persatuan dalam masyarakat Indonesia. Ini juga efektif untuk
mempersatukan komunitas internasional dengan Indonesia.
4. Sila, Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan
dan Perwakilan.
Menciptakan masyarakat yang demokratis dan menerapkan nilai-nilai positif
membutuhkan penerimaan kritik, mendengarkan semua pihak dan menghindari
pemaksaan kehendak pada orang lain. Orang yang bekerja di media sosial juga harus
siap dihakimi dan dikritik.
5. Sila, Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia
Menerapkan nilai keseimbangan dalam segala aspek kehidupan memerlukan
kepedulian dan pertimbangan terhadap hakhak orang lain, serta kepedulian terhadap
hakhak diri sendiri. Penghormatan harus ditunjukkan kepada tuhan-tuhan seseorang,
orang lain dan kemandirian bangsa dan lingkungan. Selanjutnya, pertimbangan harus
ditunjukkan kepada semua makhluk hidup lainnya, manusia dan negaranya. Akhirnya,
keseimbangan yang tepat harus dijaga antara hubungan seseorang dengan alam dan
lingkungan, sesama manusia dan negaranya (Yulistyowati et al dalam Mukhlisin &
Mawarid, 2023).
Berdasarkan nilai-nilai Pancasila, setidaknya terdapat tiga strategi pencegahan
cyberbullying yang dapat diterapkan dalam penggunaan jejaring sosial (Najicha dalam
Hidayanto & Najicha, 2023), yaitu:
1. Peningkatan Literasi Digital Pancasila
Literasi digital merupakan kemampuan untuk memahami dan menggunakan
informasi secara bijak melalui berbagai media berbasis teknologi informasi dan
komunikasi (Hobbs dalam(Hidayanto & Najicha, 2023)). Peningkatan literasi digital
Pancasila berarti menanamkan pemahaman nilai-nilai kemanusiaan, gotong royong,
toleransi dan demokrasi kepada pengguna jejaring sosial sehingga mereka memiliki
kompetensi digital dan kesadaran etis dalam beraktivitas online (Anggraini &
Nathalia dalam (Hidayanto & Najicha, 2023)).
Literasi digital Pancasila dapat diajarkan sejak usia dini di lingkungan
keluarga dan sekolah. Selain itu, kampanye dan edukasi publik juga perlu dilakukan
Kominfo bekerja sama dengan berbagai elemen masyarakat untuk meningkatkan
literasi digital masyarakat (Kominfo dalam (Hidayanto & Najicha, 2023)). Dengan
literasi digital Pancasila, diharapkan pengguna jejaring sosial, terutama generasi
muda, memiliki pemahaman yang baik soal etika berinternet sehingga terhindar dari
perilaku cyber bullying.
2. Perumusan Pedoman Etika Penggunaan Jejaring Sosial
Selain literasi digital, perlu dirumuskan pedoman etika bagi pengguna jejaring
sosial yang didasari nilai-nilai Pancasila (Najicha, 2022). Pedoman ini berisi standar
dan batasan perilaku yang boleh dan tidak boleh dilakukan oleh pengguna jejaring
sosial agar tercipta interaksi online yang sehat.
Pedoman tersebut dapat mengatur soal privasi data, ujaran kebencian, konten
negatif, serta hal-hal yang termasuk pelecehan atau cyber bullying (Hobbs, 2010).
Pedoman etika ini perlu disebarluaskan dan disosialiasikan secara intens oleh berbagai
pihak agar diketahui publik.
Selain itu perusahaan penyedia layanan jejaring sosial seperti Meta (Facebook,
Instagram) dan Twitter perlu memasukkannya ke dalam kebijakan standar komunitas
(community standards) sehingga dapat ditegakkan dan dipatuhi penggunanya. Dengan
adanya standar etika yang jelas berbasis Pancasila ini, perilaku cyber bullying dapat
diminimalisir (Hinduja & Patchin, 2010).
3. Penegakan Hukum yang Adil
Selain upaya pencegahan, aspek penegakan hukum juga penting agar perilaku
cyberbullying tidak terulang. Menurut Najicha (2022), penegakan hukum terhadap
pelaku cyberbullying harus dilakukan dengan adil dan tegas dengan menjunjung asas
praduga tak bersalah. Artinya, setiap tersangka tetap memiliki hak untuk membela
diri dan pembuktian tetap menjadi kunci.
Tujuan penegakan hukum ini bukan semata menghukum pelaku, namun juga
memberikan efek jera agar perilaku serupa tidak terulang di kemudian hari (Hinduja
& Patchin, 2010). Proses hukum yang adil ini selaras dengan nilai keadilan sosial
dalam Pancasila.
KESIMPULAN
Cyberbullying adalah penindasan yang menggunakan teknologi digital. Penindasan ini
dapat terjadi di media sosial, platform chat , platform game, ponsel, dll. Cyberbullying adalah
tindakan agresif yang terkadang dilakukan oleh kelompok atau individu terhadap orang yang
mereka percayai melalui media elektronik, dan tindakan tersebut sulit untuk ditolak.Hal ini
mengakibatkan selisih kekuasaan sebesar antara pelaku dan korban.Perbedaan kekuatan
dalam hal ini berkaitan dengan persepsi kinerja fisik dan mental (Sihotang et al., 2023).
Dengan adanya nilai- nilai Pancasila dapat menjadi pedoman masyarakat khususnya
para remaja agar dapat menghadapi tantantangan cyberbullying, serta agar dapat
menggunakan media sosial dengan sebaik mungkin (Mukhlisin & Mawarid, 2023), selain itu
berdasarkan nilai-nilai Pancasila, setidaknya terdapat strategi pencegahan cyberbullying yang
dapat diterapkan dalam penggunaan jejaring sosial (Hidayanto & Najicha, 2023).

DAFTAR PUSTAKA
Anggara, A. A., Trianawati, A., Putri, N. H., Siboro, E. D., Saputra, I., & Nugraha, D. M.
(2023). Pengaruh Cyber Bullying Terhadap Generasi Penerus Bangsa Serta
Pencegahannya Yang Berlandaskan Nilai-Nilai Pancasila. Jurnal Hukum Dan
Kewarganegaraan, 1(1), 1–11.
Burhanuddin, A., & Najicha, F. U. (2023). Pendidikan Kewarganegaraan untuk Membangun
Etika Penggunaan Teknologi Informasi. December.
Deliyati, A., Gustina, R., Winata, A., Rejeki, S., & Bidaya, Z. (2023). Pentingnya Peranan
Pendidikan Karakter dalam Menghadapi Tatangan di Era Digitalisasi. Seminar Nasional
Peadagoria, 3, 478–486.
Dwikoryanto, M. I. T., & Arifianto, Y. A. (2022). Sinergisitas Pendidikan Pancasila dan
Pendidikan Kristiani dalam Mereduksi Cyber Bullying di Era digital. … OPUS: Jurnal
Teologi Dan …, 4(1), 175–185.
http://e-journal.sttikat.ac.id/index.php/magnumopus/article/view/79
Gunawan, I. M. S. (2021). Korelasi antara Empati dengan Perilaku Cyberbullying pada Siswa
di SMA Negeri 3 Mataram. Realita Bimbingan dan Konseling, 06(01), 1–23.
Helmi, Hafrida, Rakhmawati, D., & Anum Payudhi, A. (2023). Pencegahan Perbuatan
Bullying di Kalangan Siswa SMP Negeri 21 Kabupaten Tanjung Jabung Timur. Jurnal
Pengabdian Masyarakat, 3(1), 80–86.
Hidayanto, H. L., & Najicha, F. U. (2023). Pancasila Sebagai Panduan Etis Bagi Pencegahan
Cyber Bullying Di Platform Jejaring Sosial.
Kumala, A. P. B., & Sukmawati, A. (2020). Dampak Cyberbullying Pada Remaja. Alauddin
Scientific Journal of Nursing, 1(1), 55–65. https://doi.org/10.24252/asjn.v1i1.17648
Mukhlisin, F., & Mawarid, A. H. (2023). Implementasi Pancasila dalam Menanggulangi
Tindakan Cyberbullying. 0815, 1–9.
Ningrum, F. S., & Amna, Z. (2020). Cyberbullying Victimization dan Kesehatan Mental pada
Remaja. INSAN Jurnal Psikologi Dan Kesehatan Mental, 5(1), 35.
https://doi.org/10.20473/jpkm.v5i12020.35-48
Nugraha, A. A., Lukitaningtyas, Y. K. R. D., Ridho, A., Wulansari, H., & Al Romadhona, R.
A. (2022). Cybercrime, Pancasila, and Society: Various Challenges in the Era of the
Industrial Revolution 4.0. Indonesian Journal of Pancasila and Global
Constitutionalism, 1(2), 307–390. https://doi.org/10.15294/ijpgc.v1i2.59802
Sihotang, P. A., Manurung, D. Y., Purba, F. L., Nababan, L. G. M., Purba, N. Y., & Nababan,
R. Y. (2023). Tinjauan Hukum Terhadap Tindakan Cyberbullying Oleh Remaja Dan
Pencegahan Dalam Konteks Undang-Undang Ite. Komunikasi, 1(6), 285–293.
Wahono, J., Kusumawati, I., & Nasir Ari Bowo, A. (2021). Pendekatan Komprehensif Dalam
Pembelajaran Pendidikan Pancasila Dan Kewarganegaraan. Academy of Education
Journal (AoEJ), 12(2021), 179–189. https://scholar.google.com/citations?
view_op=view_citation&hl=en&user=6iK2GccAAAAJ&citation_for_view=6iK2GccA
AAAJ:MXK_kJrjxJIC
Widyani, A. (2022). TINJAUAN NORMATIF TERHADAP ANAK SEBAGAI PELAKU
CYBERBULLYING. 8.5.2017, 2003–2005.
Yatun Nisa, L., Zulfa Khaira, S., Alkatiri, A., & Nurlatifah, S. (2023). Penerapan Pancasila
sebagai Etika dalam Penggunaan Media Sosial. Advance in Social Humanities Research,
1(4).

https://edukasi.okezone.com/read/2023/12/29/624/2946540/kasus-bullying-2023-naik-30-
ternyata-dipicu-game-online ( 04 Januari 2023 21:15)
https://klikdokter.com/infosehat/read/3620050/gangguan-mental-ini-bisa-terjadi-akibat-
bullying ( 05 Januari 2023 02:03)

You might also like