You are on page 1of 12

Nasional Education Conference

Strategies for Developing the Profile of Rahmatan Lil Alamin Students in Madrasah
July 24 2023

NILAI TOLERANSI BERAGAMA DALAM KITAB WASATHIYYAH


KARYA MUHAMMAD QURAISH SHIHAB
Baldi Anggara
Universitas Islam Negeri Raden Fatah Palembang
baldianggara@radenfatah.ac.id
Mardeli
Universitas Islam Negeri Raden Fatah Palembang
mardeli_uin@radenfatah.ac.id
Dewi Cantika
Universitas Islam Negeri Raden Fatah Palembang
dewicantika_uin@radefatah.ac.id
Syarnubi
Universitas Islam Negeri Raden Fatah Palembang
syarnubi@radenfatah.ac.id
Nyayu Soraya
Universitas Islam Negeri Raden Fatah Palembang
nyayusoraya_uin@radenfatah.ac.id
Eva Nuryanti
Universitas Islam Negeri Raden Fatah Palembang
evanuryanti_uin@radenfatah.ac.id
Eriyanto
Universitas Islam Negeri Raden Fatah Palembang
eriyanto_uin@radenfatah.ac.id
Juwita Puspita Sari
Universitas Islam Negeri Raden Fatah Palembang
juwita puspita sari_uin@radenfatah.ac.id

Abstract: Religious tolerance is an attitude of respect, respect for differences in


beliefs that exist, Wasathiyyah is the main feature of teachings in Islam which tells
its people to have a wasath attitude which means medium, balanced, fair, and
tolerant. In Indonesia, it is known for its diversity, one of which is belief. With this
attitude of religious tolerance, it means that the wasathiyyah teachings have been
implemented. This study aims to determine the values of religious tolerance in the
wasathiyyah book by Muhammad Quraish Shihab. The type of research used is
descriptive qualitative research, with the type of library research. Where the
researcher only discusses the materials or sources used and what is needed in the
library, it means that the researcher does not conduct field research. The data
collection technique used is to collect documents such as journals, articles, and
books. Based on the results of the analysis that the researchers have done, the
value of tolerance contained in Muhammad Quraish Shihab's wasathiyyah book
is contained in three aspects, (1) aspects of social life, there is a value of justice,
(2) political aspects and state management, there are thevalue of deliberation, and
(3) aspects of social relations,namely the value of respect.

Kata Kunci: Religious Tolerance Value, Wasathiyyah.

90
Nasional Education Conference
Strategies for Developing the Profile of Rahmatan Lil Alamin Students in Madrasah
July 24 2023

PENDAHULUAN
Toleransi adalah konsep yang menggambarkan perilaku saling
menghormati dan menghargai keragaman yang ada, baik karena perbedaan
keyakinan, tradisi, ras, bahasa, dan sikap politik. (Eka Prasetiawati, 2017).
Memaknai toleransi sebagai suatu keniscayaan dalam lingkungan privat dan
lingkungan publik, karena salah satu tujuan toleransi adalah membangun
koeksistensi antara beberapa organisasi masyarakat dari beberapa keragaman
budaya, identitas, dan latar belakang yang berbeda. (Adha, Muhammad Mona and
Perdana, Dayu Rika and Supriyono, 2021)
Toleransi yang diwujudkan dalam perbuatan dan perkataan harus menjadi
acuan dalam menghadapi keragaman keyakinan berdasarkan kesadaran ilmiah dan
harus dilakukan dalam interaksi kooperatif yang baik dengan penganut agama yang
berbeda. Perilaku yang baik termasuk dalam nilai-nilai yang terkandung dalam
ajaran Islam. Dalam Islam Al-Qur'an merupakan pedoman utama bagi setiap
muslim dalam menjalankan kehidupannya, karena di dalam Al-Qur'an terdapat
pelajaran tentang ibadah, hukum, cerita, fiqh, dan keyakinan moral. (Prof. Dr. H.
Abuddin Nata, 2016) Toleransi beragama adalah salah satunya, di mana toleransi
beragama adalah perilaku menghormati, membiarkan, dan membiarkan orang lain
memilih keyakinannya sendiri. Seseorang yang menghargai perbedaan agama
berarti orang yang menerima keragaman agama yang ada, perilaku ini adalah
kebaikan yang tinggi yang dapat dijiwai disamping penganut agama yang berbeda
menjadi cantik, keyakinan yang berbeda bukanlah penghalang untuk menjalin
persaudaraan antar manusia meskipun berbeda keyakinan. (MS, 2004)
Ahmad Zaki Baidawiy berpendapat bahwa, tasamuh (toleransi) adalah sikap
atau sikap yang mengungkapkan sikap untuk menerima pendapat yang beragam dan
sikap yang beragam, meskipun berbeda dengan pendapatnya. Dalam Islam,
toleransi memiliki berbagai prinsip diantaranya:
1. Al-hurruyyah al-diniyyah (kebebasan beragama dan berkeyakinan)
Kebebasan beragama dan berkeyakinan adalah hak yang dimiliki setiap
orang. (Imdadun Rahmat, 2014) Dalam menentukan keyakinan Allah swt
memberikan kebebasan kepada setiap hamba-Nya untuk memilih keyakinan
yang akan diakuinya. Dalam Q.S al-Baqarah ayat 256, menjelaskan bahwa Allah
SWT melarang umat-Nya untuk memaksa orang lain dalam memilih
keyakinannya.
Thohir Ibnu'Asyur mengungkapkan tidak adanya ikrah (memaksa) pada
ayat yang berarti melarang segala sikap pemaksaan dalam memilih suatu
keyakinan. (Nasution, 2019) Sebaliknya penggunaan huruf la nafiah li al-jinsi
menunjukkan larangan yang biasa. Pemaksaan dalam beragama dengan
berbagai cara merupakan larangan dalam Islam. Sebab persoalan iman tidak
sampai melalui paksaan, melainkan melalui proses istidlal (Membuktikan), nadr
(Penalaran), dan ikhtiyar (pemilihan). (Fitriani, 2020)
Kekerasan menurut Sir Thomas W. Arnold bukanlah aspek yang dapat
memperluas penyebaran Islam. Hal ini diketahui dari adanya ikatan
persahabatan antara Arab Muslim dan Kristen. Nabi sendiri sering membuat
perjanjian dengan beberapa suku yang beragama Nasrani, dimana Nabi berbagi
perlindungan dan kebebasan untuk selalu memilih dan mengamalkan
keyakinannya serta menjaga rumah ibadah. (Arnold, 2019).

91
Nasional Education Conference
Strategies for Developing the Profile of Rahmatan Lil Alamin Students in Madrasah
July 24 2023

2. Al-Insaniyyah (Kemanusiaan)
Manusia adalah khalifah fi al-ardh (pemimpin di muka bumi), Manusia
diciptakan untuk hidup berdampingan atas dasar keberagaman. Nabi
Muhammad SAW datang dengan risalah islam yang rahmatan lil al-alamin
(Rahmat bagi seluruh alam). (Shofan, 2019) Seorang muslim diperintahkan
untuk selalu berbuat baik tidak hanya kepada kerabatnya, tetapi juga kepada
semua yang ada di muka bumi. Nabi SAW bersabda:
Dari Abdullah bin Amru yang disampaikan dari Nabi Saw, beliau bersabda
“Orang yang penyayang akan disayangi oleh Ar Rahman (Allah), cintailah
penduduk bumi maka kamu akan dicintai oleh siapapun yang dicintai”
(HR. Abu Dawud).
Toleransi dalam Islam mengarah pada perlindungan nilai-nilai
kemanusiaan, prinsip keadilan adalah salah satunya. Keadilan harus menjadi
asas yang diutamakan sebagai bentuk upaya menjadikan lingkungan hidup
damai dan tenteram. (Sutopo, 2021) Keadilan memiliki berbagai kesamaan
dalam beberapa bidang, terutama dalam bidang hukum, politik, dan keamanan.
Tidak boleh diskriminatif, sehingga nonmuslim tidak dapat menggunakan hak-
hak yang diperolehnya secara selayaknya, juga memberikan kesempatan yang
adil untuk bekerja, berpolitik, dan berkontribusi pada negara. (Febriansyah,
2017)
3. Al-wasathiyyah (Moderatisme)
Wasathiyyah ialah berada di tengah-tengah tidak terlalu ke kanan- juga
tidak terlalu kekiri. Makna wasath menurut Imam al-Thabari adalah pertengahan
antara kedua aspek tersebut, ayat tersebut memerintahkan umat Islam untuk
berperilaku tasamuh Dalam menjalankan keyakinan yang dianutnya, berada di
tengah antara ghuluw (berlebihan) dan taqshir (Menjijikkan/meninggalkan).
Yang dimaksud dengan ghuluw adalah melampaui batas-batas yang dilakukan
umat Nasrani dalam tarhib (menjadi rahib), dan kesaksian mereka terhadap nabi
Isa. Sedangkan taqshir adalah sikap orang Yahudi yang dengan mudah
mengubah kitab Allah dan membunuh para nabi mereka. (Muhajarah, 2022)
Abdullah Yusuf Ali mendefinisikan kata wasath As justky balanced yaitu
suatu bentuk ajaran Islam yang meniadakan segala bentuk ekstremitas dalam
segala hal. Sedangkan di Indonesia dikenal dengan kata wasit yang berasal dari
kata yang sama dengan wasath, dimana dihadapkan pada dua sisi dan berada
ditengah dengan berbuat keadilan. (Muir et al., 2022)
Menurut Quraish Shihab wasathiyyah yaitu suatu hal yang menyuruh
sipelaku untuk melakukan kegiatan yang sesuai dengan ketentuan dan tidak
menyimpang dari aturan yang telah ditetapkan. Dan wasathiyyah juga berarti
keadilan, dimana manusia harus bersikap adil dalam mengambil keputusan agar
dapat mengambil keputusan sebagaimana ketentuan yang ditetapkan untuk
memberikan hak kepada pemilik hak yang berhak menerimanya. (Putri &
Muhammad Endy Fadlullah, 2022)
Menurut Fitri, wasath diartikan sebagai segala sesuatu yang baik yang
disesuaikan dengan objeknya. Seiring berjalannya waktu, makna wasath
berkembang ke tengah, jika disimpulkan artinya umat Islam harus bisa berpegang
teguh pada segala macam prinsip wasathiyyah. (Husna, 2021) Beberapa makna
wasath yang dekat satu sama lain menurut Fakhrudin Al-Razi antara lain:

92
Nasional Education Conference
Strategies for Developing the Profile of Rahmatan Lil Alamin Students in Madrasah
July 24 2023

1. Wasath adil. Definisi ni didasarkan pada ayat-ayat yang memiliki makna yang
sama, hadits nabi, serta mendefinisikan dari bahasa Arab sha'ir tentang makna
ini. Riwayat Al-Qaffal dari Al-Tsauri dari Abu Sa'id Al-Khudry Nabi Saw,
menyatakan bahwa ummatan wasathan adalah umat yang adil.
2. Wasath adalah pilihan. Definisi ini dipilih oleh Al-Razi di atas makna lainnya,
dengan berbagai alasan diantaranya, secara linguistik, kata ini paling dekat
dengan makna wasath dan paling sesuai dengan ayat yang memiliki makna yang
sama dengannya, yakni (QS. Ali Imran :110 ).
3. Wasath adalah yang terbaik.
4. Wasath Ia adalah orang yang berada di tengah-tengah agama antara Ifrath dan
Tafrith (Tafsir Al-Razi, Jilid. II, hal. 389-390).
Setelah menunjukkan pengertian al-wasath yang berarti orang-orang yang
terus menerus dibimbing oleh petunjuk Allah Swt, maka dapat dipahami bahwa
wasath ini adalah hakikat sesuatu yang telah ditetapkan dalam Al-Qur'an itu sendiri.

METODE PENELITIAN
Dalam penelitian ini, metode yang digunakan adalah metode deskriptif
kualitatif yang lebih mengacu pada kajian teoritis, konsep dan rumusan masalah
yang tepat. (Azwar, 2019) Deskriptif kualitatif adalah pengumpulan data berupa
data, tulisan, kata-kata, dan gambar. Dan itu diperoleh dari naskah, wawancara,
observasi lapangan, foto observasi, video, dokumentasi dan lain-lain.
Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian kepustakaan atau jenis
kepustakaan, dimana peneliti hanya menggunakan sumber data berupa tulisan, serta
artikel dan jurnal yang dibutuhkan, artinya penelitian ini tidak melakukan penelitian
lapangan. (Hamzah, 2020)
Penelitian ini menggunakan sumber data kitab wasathiyyah karya
Muhammad Quraish Shihab sebagai sumber data utama yang digunakan, setelah itu
menggunakan sumber data berupa jurnal, buku yang berkaitan dengan penelitian,
dan artikel yang mendukung.

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN


A. Nilai Toleransi Beragama Dalam Kitab Wasathiyyah (Wawasan Islam
Tentang Moderasi Beragama) Karya Muhammad Quraish Shihab
1. Aspek Kehidupan Masyarakat
Dalam kitab Wasathiyyah dijelaskan tentang kehidupan bermasyarakat
yang dikehendaki sebagai individu yang hidup bermasyarakat harus dengan
ikatan yang berlandaskan akidah dan syariah. Kepentingan individu jangan
sampai mengorbankan kepentingan masyarakat begitu pula sebaliknya, kita
harus adil dalam hal ini karena dalam masyarakat ada hak-hak yang harus
diperhatikan. (Shihab, 2019) Prinsip dalam membina masyarakat, adalah
meletakkan hak masyarakat sekaligus hak individu, karena masing-masing
memiliki hak yang harus dihormati oleh masyarakat harus dibimbing agar
kedua kepentingan tersebut dapat berjalan beriringan.
Penulis dapat menyimpulkan dari penjelasan di atas, bahwa kita harus
dapat berlaku adil dalam masyarakat, karena ada hak-hak yang harus
diperhatikan. Dalam masyarakat ada yang namanya kepentingan individu,
dan kepentingan masyarakat, dalam hal ini kita harus berimbang, kita tidak
boleh hanya mementingkan kepentingan individu tetapi juga harus
memikirkan kepentingan dalam masyarakat juga. Seperti pendapat justinian

93
Nasional Education Conference
Strategies for Developing the Profile of Rahmatan Lil Alamin Students in Madrasah
July 24 2023

bahwa keadilan adalah ketetapan yang membawa hasil, bahwa setiap orang
berhak untuk mendapatkan apa yang seharusnya dia dapatkan. Diketahui
bahwa dalam masyarakat terdapat beragam perbedaan, begitu juga dengan
kepercayaan dan sebagainya, maka sebagai masyarakat yang baik kita harus
adil antara hak individu, maupun hak masyarakat agar tercipta lingkungan
yang damai. Artinya kita tidak hanya mementingkan kepentingan individu,
tetapi juga harus seimbang dengan kepentingan masyarakat.
2. Aspek Politik dan Tata Negara
Dijelaskan dalam kitab Wasathiyyah bahwa dalam konteks pemahaman
wasathiyyah hal utama yang harus diperhatikan adalah terkait dengan politik
dan penyelenggaraan negara yang memiliki hubungan agama dalam politik
dan hubungan antara agama dan negara. Ungkapan sebagian orang yang
mengatakan tentang hubungan agama dengan politik adalah jika politik
dikaitkan dengan keyakinan maka politik lumpuh, sebaliknya, jika keyakinan
dikaitkan dengan politik maka keyakinan runtuh. (Haitomi et al., 2022)
Ungkapan ini hadir karena fakta terkini mengenai aktivitas politik saat ini,
yang intrinsik untuk mengejar pencapaian kekuasaan dengan menghalalkan
segala cara, baik konstitusional maupun tidak, demokrasi dipahami dalam arti
upaya yang dilakukan warga negara dalam mewujudkan kebaikan bersama
sebagai dirumuskan oleh penggagas pertama politik, Aristoteles, yang
menyatakan bahwa politik adalah hubungan antara pemerintah dan
masyarakat dalam rangka melakukan proses pelaksanaan dan pengambilan
keputusan yang berkaitan dengan kepentingan bersama masyarakat yang
tinggal di suatu wilayah tertentu. (Andriani, 2019)
Umat Islam sebagai umat terbaik ada dua ciri utama yang dijelaskan
oleh Al-Qur'an. (Nur, 2015) Pertama, amar makruf/ memerintahkan yang
makruf dan nahy munkar/ menghindari yang mungkar.15 Allah SWT
berfirman :
Artinya: “kamu (umat Islam) adalah sebaik-baik manusia yang
dilahirkan manusia, (karena kamu) memerintahkan (melakukan) yang
makruf, dan mencegah dari yang mungkar, dan beriman kepada Allah.” (QS.
Ali Imran [3]:110).
Kedua, memecahkan masalah mereka dengan bermusyawarah.
Artinya : “Dan (bagi) orang-orang yang menerima (mematuhi)
panggilan Tuhannya dan mendirikan shalat, itu urusan mereka (diputuskan)
secara musyawarah di antara mereka; dan mereka memberi rezeki sebagian
dari rezeki yang Kami berikan kepada mereka.” (QS. Asy-Syura [42]:38).
Dijelaskan dari firman Allah swt di atas bahwa Islam memerintahkan
kita sebagai umat Islam untuk selalu menempuh jalan yang baik dalam
menyelesaikan suatu masalah, maupun dalam mengambil keputusan dalam
hal politik dan penyelenggaraan negara. Tidak hanya dalam politik dan
penyelenggaraan negara, tetapi juga dalam kehidupan lainnya, seperti
masalah rumah tangga, bahkan masalah pribadi. Islam menganjurkan
penyelesaian masalah dengan bermusyawarah dengan orang-orang
terpercaya.(Fitriani, 2020) Dengan membicarakan sebab akibat dari masalah
tersebut, kemudian mencari cara atau solusi bersama dalam
menyelesaikannya. Hal ini dilakukan untuk mencegah perpecahan antar
manusia dan antar kelompok, dimana Allah membenci hal itu terjadi. Allah
SWT berfirman:

94
Nasional Education Conference
Strategies for Developing the Profile of Rahmatan Lil Alamin Students in Madrasah
July 24 2023

Artinya: “Dan janganlah kamu seperti orang-orang yang bercerai dan


berselisih setelah datang kepada mereka gambaran yang jelas, dan mereka
itulah orang-orang yang mendapat azab yang berat.” (QS. Ali Imran :105).
Penulis menyimpulkan dari apa yang telah diuraikan di atas, bahwa
Allah swt membenci perpecahan, Allah swt tidak menyukai perselisihan atau
kerusakan di muka bumi ini. Allah swt berpesan kepada hambanya untuk
selalu menjadi makhluk yang baik, yang tidak akan menimbulkan kekacauan
di muka bumi ini. Misalnya memecahkan suatu masalah, atau menentukan
pilihan, Allah swt memperkenalkan dengan nama syura yang artinya
musyawarah dimana musyawarah ini merupakan sikap yang diambil dalam
menyelesaikan suatu masalah demi kepentingan individu atau kepentingan
masyarakat. Musyawarah ini dilakukan dengan cara berinteraksi langsung
atau berbicara langsung dengan beberapa orang yang bersangkutan dengan
tujuan untuk membicarakan masalah yang terjadi saat itu, serta menentukan
cara pemecahannya bersama-sama untuk mengatasi masalah tersebut.
Sebagaimana dikemukakan oleh Abdul Hamid Anshari, musyawarah adalah
membahas dan menyampaikan pendapat masing-masing pihak yang
berkepentingan kemudian mempertimbangkannya dan mengambil pendapat
yang terbaik agar masalah terselesaikan. Oleh karena itu, Allah swt
memerintahkan kepada kita sebagai hamba-Nya untuk selalu menjaga
ketentraman dalam masyarakat, salah satunya dengan bermusyawarah
dengan tujuan agar negara ini sejahtera dan damai.
3. Aspek Hubungan Sosial
Dalam kitab Wasathiyyah dijelaskan bahwa dalam bidang sosial Islam
menyatakan bahwa setiap orang diberi kebebasan untuk melakukan aktivitas
yang telah diperintahkan oleh agamanya disertai dengan sikap menghargai
perbedaan keyakinan. (Tastin, 2019) Dalam perspektif islam, setiap orang
memiliki hubungan persaudaraan kendati berbeda suku ataupun keyakinan.
Sayyidina Ali r.a: Siapapun yang kita jumpai adalah saudara atau saudara atau
saudara manusia. Dalam konteks persaudaraan beragama, jadikan diri Anda
sebagai bahan pertimbangan dalam membandingkan bagaimana seharusnya
Anda bersikap terhadap saudara Anda. Nabi saw bersabda :
Artinya: “Tidak sempurna iman seorang laki-laki di antara kamu
sampai dia mencintai saudaranya seperti dia mencintai dirinya sendiri.”
(HR. Bukhari dan Muslim).
Allah SWT telah disebutkan dalam Al-Qur'an bahwa Dia menciptakan
laki-laki dari laki-laki dan dari perempuan dengan bersuku-suku dan
berbangsa-bangsa. Allah SWT berfirman:
Artinya : “Hai laki-laki, sesungguhnya Kami telah menciptakan kamu
dari laki-laki dan perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan
bersuku-suku agar kamu saling mengenal. Sesungguhnya yang paling mulia
di antara kamu di sisi Allah adalah yang paling bertakwa di antara kamu.
Sesungguhnya , Allah Maha Mengetahui dan Maha Mengetahui.” (QS. Al-
Hujurat [49] :13).
Dari firman Allah swt di atas dikatakan bahwa Allah swt menjadikan
hamba-hamba-Nya berbangsa-bangsa dan bersuku-suku. Artinya,
keragaman itu pasti ada, baik itu agama, budaya, suku, dan sebagainya.
Untuk saling mengenal, maksud di sini adalah dengan tujuan akhir untuk bisa
saling berdampingan, saling membantu, baik itu saling membantu dalam

95
Nasional Education Conference
Strategies for Developing the Profile of Rahmatan Lil Alamin Students in Madrasah
July 24 2023

kepentingan pribadi, maupun kepentingan dalam kehidupan sosial. Sehingga


tercipta hubungan timbal balik dan lingkungan yang baik. Allah SWT
berfirman:
Artinya: “Janganlah kamu melaknat sesajen yang mereka sembah
selain Allah, dan (akibatnya) mereka akan melaknat Allah melampaui batas
tanpa ilmu. Demikianlah Kami memperindah bagi setiap dermawan mereka.
apa yang biasa mereka lakukan". (QS. Al-An‘am [6]: 108).
Dijelaskan dari firman Allah swt di atas, bahwa Allah swt tidak
membiarkan hambanya melakukan perbuatan yang menimbulkan
perpecahan, seperti kehinaan. Untuk setiap manusia memiliki pandangannya
sendiri, dan pilihan mereka dianggap baik. Maka kita sebagai umat Islam
yang baik harus menjalankan apa yang Allah SWT perintahkan yaitu
menghormati pandangan dan keyakinan mereka. Ajaran wasathiyyah dalam
hubungan sosial dengan nonmuslim, yaitu memberi kesempatan kepada siapa
saja dalam suatu hubungan seperti bekerja sama, sekaligus
membawa pada kebajikan.
Penulis dapat menyimpulkan dari apa yang telah diuraikan di atas,
bahwa Islam sangat menjunjung tinggi yang namanya toleransi, untuk selalu
menghargai dan mencintai perbedaan itu, toleransi menurut Ngainun Naim
adalah sikap yang membebaskan keberagaman dan menerima perbedaan
sikap, pendapat, atau kebiasaan yang ada. berbeda dengan itu. Dalam
menyikapi masyarakat non muslim, kita tidak boleh memperlakukan mereka
dengan buruk, tetapi kita harus tetap memperlakukan mereka dengan baik
seperti saudara kita sendiri, dimana di atas sudah dijelaskan bahwa siapapun
yang kita jumpai adalah saudara kita, sekalipun kalau beda agama berarti
bersaudara. Yewangoe mengatakan bahwa memperbolehkan, menghormati,
dan memahami perbedaan agama bukan berarti harus meyakini ajaran agama
sebagaimana yang diyakini oleh penganutnya, tetapi kita harus teguh
meyakini bahwa keyakinan yang kita yakini adalah agama yang paling benar.
Begitu juga dengan hadits yang diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim,
bahwa tidak ada iman yang sempurna sampai seseorang mencintai dan
mencintai saudaranya seperti dia mencintai dirinya sendiri, maksudnya disini
tidak dianggap sempurna iman seseorang karena dia tidak mencintai
saudaranya, yaitu arti mencintai adalah mencintai dalam hal kebaikan, seperti
perilaku, atau ketaatan.
Dari apa yang telah diuraikan di atas, dapat disimpulkan bahwa nilai
toleransi beragama dalam ketiga aspek tersebut adalah nilai keadilan,
musyawarah, dan rasa hormat.
a. Keadilan
Keadilan mempunyai arti utama dan mempunyai arti khusus yaitu
adil dalam damai, adil dalam hukum, dan adil dalam hak asasi manusia.
Menurut W.J.S. Poerwadarminta, keadilan itu berimbang, seharusnya, dan
tidak sewenang-wenang. Jadi pengertian adil meliputi tidak ada
kesewenang-wenangan. (Febriansyah, 2017) Orang yang bertindak tidak
adil adalah orang yang bertindak sewenang-wenang. Selain itu Frans
Magnis Suseno juga menyatakan keadilan sebagai keadaan seseorang
dalam keadaan yang sama dan diperlakukan sama. (Hayat, 2015)

96
Nasional Education Conference
Strategies for Developing the Profile of Rahmatan Lil Alamin Students in Madrasah
July 24 2023

Dapat disimpulkan dari pengertian di atas, keadilan adalah sikap


seimbang, artinya tidak berat pada satu sisi, yaitu keseimbangan antara
kepentingan individu, dan kepentingan masyarakat.
b. Pertimbangan
Musyawarah dalam bahasa arab dikenal dengan istilah syura, berikut
beberapa pendapat ulama dalam mengartikan kata syura. (Zaini, 2022)
Ibnu Arabi mendefinisikan syura sebagai pembicaraan tentang suatu
masalah, dan dari mereka masing-masing mengeluarkan pendapatnya.
Sedangkan Ar-Raghib mendefinisikan syura sebagai menyatakan suatu
pendapat dengan cara mengemukakan beberapa pendapat kepada pihak
lain, maksudnya adalah mempertimbangkan pendapat yang satu dengan
pendapat yang lain, kemudian mengambil pendapat yang telah diperoleh
dan disepakati bersama. Menurut Al-Khalidi, syura adalah berkumpulnya
orang-orang dengan tujuan menghasilkan solusi dengan menyampaikan
beberapa masalah untuk mendapatkan solusi dan petunjuk dalam
mengambil keputusan. (Zein, 2019)
Dapat disimpulkan dari penjelasan di atas, bahwa musyawarah
merupakan salah satu langkah yang dilakukan oleh seseorang dalam
menyelesaikan suatu masalah, serta menentukan pilihan untuk
kepentingan bersama.
c. Menghormati
Menghormati adalah bentuk toleransi untuk menciptakan suasana
kerukunan, dengan cara menghargai, menghargai dan tidak memaksakan
kehendak. Seseorang yang menganggap dirinya paling baik dan paling
tinggi, biasanya akan menimbulkan sikap intoleran. (Syarnubi, 2019)
Hakikat saling menghargai adalah sebagai upaya dalam hal kebaikan agar
tercipta suasana damai dan tenteram dalam lingkungan yang beraneka
ragam. Tujuan saling menghargai ini adalah untuk mencapai kerukunan,
baik dalam beragama, maupun antar umat beragama. Tujuan kerukunan
antar umat beragama menurut Burhanuddin dan Amirullah Syarbini antara
lain: (Ihlas & Kaharuddin, 2020)
1) Meningkatnya ketakwaan dan keimanan terhadap agama yang
dianutnya.
2) Menciptakan stabilitas nasional yang kuat.
3) Mencapai dan meningkatkan pembangunan.
4) Memelihara dan mempererat tali persaudaraan antar umat beragama.
Demikian telah dijelaskan di atas, bahwa saling menghormati
merupakan sikap yang baik dalam menciptakan suasana damai, dan
menciptakan kerukunan antar umat beragama, selain itu juga mempererat
tali persaudaraan antar umat beragama, sehingga terjalin hubungan yang
baik, dan nantinya dapat terjalin. bekerja sama dalam kehidupan sosial.
B. Implementasi Konsep Wasathiyyah Menurut Quraish Shihab di
Masyarakat.
Wasathiyyah adalah ajaran islam, dimana wasathiyyah ini memiliki arti
keadilan, khiyar (pilihan yang terbaik), dan pertengahan. Wasathiyyah juga
dapat diartikan sebagai tengah, dan adil, dimana manusia harus adil dalam
mengambil keputusan agar keputusan yang diambil ditetapkan dengan
sepatutnya, memberikan hak kepada pemilik hak yang berhak menerimanya.
(Amar, 2018) Wasathiyyah memiliki arti yang terbaik atau hal yang mulia,

97
Nasional Education Conference
Strategies for Developing the Profile of Rahmatan Lil Alamin Students in Madrasah
July 24 2023

artinya ajaran islam wasathiyyah adalah ajaran yang paling baik, karena
mengikuti arus dan perkembangan zaman dengan melaksanakannya sesuai
dengan syariat yang ada. (Rahmadi et al., 2023) Menurut Muhammad Quraish
Shihab, wasathiyyah adalah sesuatu yang membawa sipelaku untuk melakukan
suatu kegiatan yang tidak menyimpang dari ketentuan atau aturan yang telah
ditetapkan. Maksudnya ajaran Islam ini mengajarkan kepada umatnya untuk
selalu melakukan hal-hal yang selalu berdasarkan ajaran agama. Islam, jangan
lalai, jangan juga melampaui batas, agar tidak menyimpang dari ajaran ini. (Putri
& Muhammad Endy Fadlullah, 2022)
Muhammad Quraish Shihab menyatakan bahwa dalam wasathiyyah
(moderasi) ada satu hal yang penting, yaitu: (Shihab, 2019) Pertama, keadilan.
Inilah yang sangat penting, Berbagai definisi keadilan yang dikemukakan adalah
adil yang artinya sama yaitu persamaan hak. Seseorang berperilaku sama, tidak
membeda-bedakan. Artinya, seseorang bersikap adil dan tidak memihak kepada
salah satunya. Adil juga diartikan dengan penempatan sesuai dengan tempatnya,
adil adalah sikap memberikan hak yang layak kepada orang yang berhak. Kedua
adalah keseimbangan, keseimbangan terdapat pada suatu kelompok yang
didalamnya terdapat berbagai bagian yang tujuannya sama. (Siska et al., 2021)
Keseimbangan juga merupakan prinsip utama dalam wasathiyyah, karena jika
tidak ada kata seimbang maka keadilan tidak dapat terwujud. Keteladanan Allah
swt seimbang dalam hal penciptaan, Allah swt telah menentukan segala sesuatu
menurut takaran yang tepat, menciptakan segala sesuatu di bumi menurut
ukurannya, dan sesuai dengan kegunaan dan kebutuhan makhluk hidup.
Toleransi ketiga, toleransi adalah ukuran penambahan maupun pengurangan
yang masih dapat diterima, menurut Muhammad Quraish Shihab.
Dapat disimpulkan dari penjelasan di atas, bahwa wasathiyyah merupakan
ajaran Islam yang bertujuan untuk menciptakan kedamaian dan kesejahteraan
dalam kehidupan bermasyarakat dengan menerapkan pilar keadilan,
keseimbangan, dan toleransi sebagai prinsip utama dalam wasathiyyah. dimana
Allah sangat menganjurkan hambanya untuk menerapkan ajaran ini, seperti
dalam QS. Al-Baqarah (2) :143, Allah SWT berfirman:
Artinya : “Demikianlah kami jadikan kamu wasathan ummatan.”
Dari ayat di atas, pengertian ummatan wasathan berarti orang yang
menerapkan ajaran wasathiyyah yang menerapkan keadilan, keseimbangan dan
toleransi dalam menghadapi keberagaman yang ada.
Mengenai implementasi wasathiyyah dalam kehidupan bermasyarakat,
wasathiyyah memiliki makna adil, seimbang, dan toleran. Artinya, orang yang
menerapkan wasathiyyah akan lebih mudah menjalin hubungan dengan
lingkungan masyarakat, karena dilihat dari makna wasathiyyah itu sendiri.
Sikap adil, seimbang, dan toleran di sini berarti terhadap kepentingan individu
dan kepentingan masyarakat, serta kewajiban antar sesama dan kewajiban
manusia kepada Tuhan Yang Maha Esa. Dalam kehidupan bermasyarakat sikap
ini diperlukan agar tercipta kesejahteraan, ketentraman dalam kehidupan
bermasyarakat, karena dalam suatu lingkungan pasti ada yang namanya
keragaman, baik itu perbedaan pandangan, pendapat, kepercayaan, budaya dan
lain sebagainya. Kita sebagai umat Islam sekaligus sebagai warga negara yang
baik, harus terbiasa dengan keberagaman ini, dan harus menerima serta
mencintainya karena pada hakekatnya negeri ini terkenal
dengan keberagamannya.

98
Nasional Education Conference
Strategies for Developing the Profile of Rahmatan Lil Alamin Students in Madrasah
July 24 2023

KESIMPULAN
Nilai toleransi beragama yang didapat dalam kitab wasathiyyah ini antara
lain: Keadilan, yaitu sikap seimbang, artinya tidak berat sebelah, karena hak
seimbang antara kepentingan pribadi dan kepentingan masyarakat; Musyawarah,
yaitu sikap untuk menyelesaikan perselisihan, dan mengambil keputusan untuk
kepentingan bersama dengan cara musyawarah Bersama; Menghargai, yaitu sikap
yang tidak mudah menyalahkan orang lain, sikap yang baik dalam menciptakan
suasana damai, menciptakan kerukunan antar umat beragama, dan menjaga
hubungan persaudaraan.
Dalam menciptakan suasana damai, tenteram, dalam kehidupan
bermasyarakat. Adil, musyawarah, dan saling menghargai adalah sikap yang harus
diterapkan. Karena sikap ini diterapkan untuk menghindari perpecahan antar
masyarakat, contoh penerapan sikap tersebut antara lain bekerja sama,
menghormati kepercayaan orang lain, tidak mengganggu orang lain dalam
beribadah, tidak merusak rumah ibadah orang lain, berteman dengan orang yang
berbeda keyakinan, menghormati budaya orang lain, juga saling membantu dan
saling membantu dalam kebaikan.

99
Nasional Education Conference
Strategies for Developing the Profile of Rahmatan Lil Alamin Students in Madrasah
July 24 2023

DAFTAR PUSTAKA
Adha, Muhammad Mona and Perdana, Dayu Rika and Supriyono, S. (2021). Nilai
Pluralistik: Eksistensi Jatidiri Bangsa Indonesia Dilandasi Aktualisasi
Penguatan Identitas Nasional. Jurnal Civic Hukum, Vol 6(1).
Amar, A. (2018). Pendidikan Islam Wasathiyah ke-Indonesia-an. Al-Insyiroh:
Jurnal Studi Keislaman, 2(1).
Andriani, K. D. (2019). Relevansi Sistem Politik di Indonesia Dikaji Dalam
Pandangan Aristoteles. INA-Rxiv Papers.
Arnold, T. W. (2019). Sejarah Lengkap Penyebaran Islam di Dunia. IRCiSoD.
Azwar, S. (2019). Metode Penelitian. Pustaka Pelajar.
Eka Prasetiawati. (2017). Urgensi Pendidikan Multikultur untuk Menumbuhkan
Nilai Toleransi Agama di Indonesia. Jurnal Penelitian Ilmiah, Vol 1(2).
Febriansyah, F. I. (2017). Keadilan Berdasarkan Pancasila Sebagai Dasar Filosofis
Dan Ideologis Bangsa. Jurnal Ilmu Hukum, 13(25).
Fitriani, S. (2020). Keberagaman dan Toleransi Antar Umat Beragama. Analisis:
Jurnal Studi Keislaman, 20(2).
Haitomi, F., Sari, M., & Isamuddin, N. F. A. B. N. (2022). Moderasi Beragama
dalam Perspektif Kementerian Agama Republik Indonesia: Konsep dan
Implementasi. Al-Wasatiyah: Jounal Of Religious Moderation, 1(1).
Hamzah, A. (2020). Metode Penelitian Kepustakaan Library Research. Literasi
Nusantara.
Hayat. (2015). Keadilan Sebagai Prinsip Negara Hukum: Tinjauan Teoritis dalam
Konsep Demokrasi. Jurnal Ilmu Hukum (Journal of Law), 2(2).
Husna, N. (2021). Makna Dan Hakikat Wasathiyah. Romeo Journal: Review Of
Multidisciplanary Education, Culture and Pedagogy, 1(1).
Ihlas, I., & Kaharuddin, K. (2020). Pendidikan Multikultural Dalam Kearifan Lokal
Suku Donggo. BIMA. El-Muhbib: Jurnal Pemikiran Dan Penelitian
Pendidikan Dasar, 4(1).
Imdadun Rahmat. (2014). Jaminan Kebebasan Beragama dan Berkeyakinan di
Indonesia. Jurnal HAM Komisi Hak Asasi Manusia, Vol 11(11).
MS, M. (2004). Sosiologi Dakwah: Kajian Teori Sosiologi, Al-Qur?an dan Al-
Hadits. Uwais Inspirasi Indonesia.
Muhajarah, K. (2022). Dimensi Islam dan Moderasi Beragama Mwujudkan Islam
Yang Damai, Toleran dan Inklusif. Haura Utama.
Muir, S., Syahril, & Suhaimi. (2022). Interpretasi Makna Wasathiyah Dalam
Perspektif Al-Qur’an (Suatu Pendekatan Tematik). Al Qalam: Jurnal Ilmiah
Keagamaan Dan Kemasyarakatan, 16(4).
Nasution, M. A. (2019). Radikalisme Atau Tasamuh: Analisis Terhadap Ayat-Ayat
Al-Qur’an Tentang Ahli Kitab. Al- MAqasid: Jurnal Ilmu Kesyariahan Dan
Keperdataan, 5(2).
Nur, A. (2015). Konsep Wasathiyah Dalam Al-Quran; (Studi Komparatif Antara
Tafsir Al-Tahrîr Wa At-Tanwîr Dan Aisar At-Tafâsîr). Jurnal An-Nur, 4(2).
Prof. Dr. H. Abuddin Nata, M. A. (2016). Pendidikan dalam Perspektif Al-Qur’an.
Penerbit Prenada Media.
Putri, S. N. A., & Muhammad Endy Fadlullah. (2022). Wasathiyah (Moderasi
Beragama) Dalam Perspektif Quraish Shihab. Incare: International Journal
Of Educational Resources, 3(1).
Rahmadi, R., Syahbudin, A., & Barni, M. (2023). Tafsir Ayat Wasathiyyah dalam
Al-Quran dan Implikasinya dalam Konteks Moderasi Beragama di Indonesia.

100
Nasional Education Conference
Strategies for Developing the Profile of Rahmatan Lil Alamin Students in Madrasah
July 24 2023

Jurnal Ilmiah Ilmu Ushuluddin, 22(1).


Shihab, M. Q. (2019). Wasathiyah Wawasan Islam Tentang Moderasi Beragama.
Lentera Hati.
Shofan, M. (2019). Konsep Khalifah Fi Al-Ardh Dalam Surat Al-Baqarah Ayat 30
Dan Implikasinya Pada Tujuan Pendidikan Islam. Tazkiyah: Jurnal Ilmiah
Lintas Kajian, 1(1).
Siska, S., Hisbullah, H., & Umar, K. (2021). Nilai-Nilai Keadilan Dalam Ketetapan
Mpr-Ri Perspektif Siyasah Syar’iyyah. Siyasatuna: Jurnal Ilmiah Mahasiswa
Siyasah Syar’iyyah, 2(2).
Sutopo, U. (2021). Toleransi Beragama (Toleransi Masyarakat Muslim dan Budha
di Dusun Sodong Perspektif Islam). Al-Syakhsiyyah: Jounal Of Law And
Family Studies, 3(2).
Syarnubi, Syarnubi. "Profesionalisme Guru Pendidikan Agama Islam dalam
Membentuk Religiusitas Siswa Kelas IV di SDN 2 Pengarayan." Tadrib 5.1
(2019): 87-103.
Syarnubi, Syarnubi. "Guru yang bermoral dalam konteks sosial, budaya, ekonomi,
hukum dan agama (Kajian terhadap UU No 14 Tahun 2005 Tentang Guru
Dan Dosen)." Jurnal PAI Raden Fatah 1.1 (2019): 21-40.
Tastin, K. H. (2019). Pengembangan Pembelajaran PAI Berwawasan Islam
Wasatiyah: Upaya Membangun Sikap Moderasi Beragama Peserta Didik.
Media Informasi Pendidikan Islam, vol 1(8).
Zaini, M. (2022). Hukum Syuro’ dalam Sistem Pemerintahan Islam. JKIH: Jurnal
Kajian Ilmu Hukum, 1(1).
Zein, F. M. (2019). Konsep Syuro dalam Perspektif Islamic Worldview. Politea:
Jurnal Pemikiran Politik Islam, 2(2).

101

You might also like