You are on page 1of 4

Adab Terhadap Al-Qur’an

Inilah di antara adab-adab orang beriman terhadap kitab suci al-Qur’ân :

1. Iman Kepada Al-Qur’an


Ini adalah adab dan kewajiban terbesar. Beriman kepada al-Qur’ân artinya meyakini segala beritanya,
mentaati segala perintahnya, dan meninggalkan segala larangannya
2. Tilawah (Qira’atul Qur’an)
Sesungguhnya membaca al-Qur’ân merupakan salah satu bentuk ibadah yang agung.
3. Mempelajari dan Tadabbur (Memperhatikan)
Sesungguhnya Allah Azza wa Jalla menurunkan al-Qur’ân antara lain dengan hikmah agar manusia
memperhatikan ayat-ayatnya, menyimpulkan ilmunya, dan merenungkan rahasianya.
4. Ittiba’ (Mengikuti)
Setiap orang sangat membutuhkan rahmat Allah Azza wa Jalla . Namun, apa sarana untuk meraih rahmat-
Nya? Mengikuti al-Qur’ân itulah cara mendapatkan rahmat Allah Azza wa Jalla
5. Berhukum Dengan Al-Qur’an
Sesungguhnya kewajiban pemimpin umat adalah menghukumi rakyat dengan hukum Allah Azza wa Jalla ,
yaitu berdasarkan al-Qur’ân dan Sunnah. Dan kewajiban rakyat adalah berhukum kepada hukum Allah Azza
wa Jalla
6. Meyakini Al-Qur’an Sebagai Satu-Satunya Pedoman
Allah Azza wa Jalla yang menurunkan kitab al-Qur’ân, memiliki sifat-sifat sempurna. Oleh karena itu, kitab
suci-Nya juga sempurna, sehingga cukup di jadikan sebagai pedoman untuk meraih kebaikan-kebaikan di
dunia dan akhirat.

Adab-adab Terhadap Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam

1) Taat kepada beliau shallallahu ‘alaihi wasallam, mengikuti jejak beliau, mengikuti petunjuk beliau,
meneladani beliau, dan mengikuti para pengikut beliau.
2) Mendahulukan kecintaan kepada beliau shallallahu ‘alaihi wasallam daripada selain beliau,
menghormati dan mengagungkan beliau.
3) Senantiasa bershalawat dan mengucapkan salam kepada beliau shallallahu ‘alaihi wasallam ketika
mengingat beliau.(1)
4) Senantiasa waspada agar tidak menyelisihi beliau shallallahu ‘alaihi wasallam dan berbuat maksiat
kepada beliau.
5) Tidak mendahulukan perkataan siapa pun daripada sabda dan pendapat beliau shallallahu ‘alaihi
wasallam, siapa pun dia (dan setinggi apa pun kedudukannya di hadapan manusia).
6) Mengimani kenabian dan kerasulan beliau shallallahu ‘alaihi wasallam, dan membenarkan beliau
dalam setiap apa saja yang beliau kabarkan.
7) Waspada agar tidak terjatuh kepada sikap berlebihan (ghuluw) di dalamnya dengan (cara)
mengangkat beliau shallallahu ‘alaihi wasallam dari kedudukan beliau (yang semestinya) yang telah
dianugerahkan Allah Ta’ala.
8) Tidak menyandangkan -pada beliau- sedikit pun dari predikat karakteristik Allah Ta’ala, seperti
bersumpah dengan nama beliau shallallahu ‘alaihi wasallam, bertawakal kepada beliau, dan berdoa
kepada beliau.
9) Loyal dan cinta kepada orang-orang yang beliau cintai, benci dan anti kepada orang-orang yang beliau
musuhi.
10) Menolong sunnah beliau shallallahu ‘alaihi wasallam, dan membela syariat beliau.
11) Menghidupkan sunnah beliau shallallahu ‘alaihi wasallam dan menampakkan syariat beliau, serta
menyampaikan dakwah dan melaksanakan wasiat-wasiat beliau.(2)
NAJIS

Secara bahasa, najis berarti segala sesuatu yang dianggap kotor meskipun suci. Apabila berdasarkan arti harfiah ini,
apa pun yang dianggap kotor masuk dalam kategori barang najis, seperti ingus, air ludah, air sperma, dan lain
sebagainya.

Secara istilah ilmu fikih, najis adalah segala sesuatu yang dianggap kotor yang menjadikan ibadah salat tidak sah.

Melihat tingkatan berat dan ringannya, najis dibagi menjadi tiga macam, yaitu najis mughallazhah (najis berat), najis
mutawassithah (najis sedang), dan najis mukhaffafah (najis ringan).

1. Najis Mughallazhah

Najis mughallazhah adalah najis berat. Yang masuk pada najis jenis ini adalah anjing, babi, dan binatang yang lahir dari
keduanya (perkawinan silang antara anjing dan babi), atau keturunan silang dengan hewan lain yang suci.

2. Najis Mutawassithah

Najis mutawassithah adalah najis tingkat sedang. Najis jenis ini kurang lebih ada 15 macam:

1) Setiap benda cair yang memabukkan (arak atau minuman keras).


2) Air kencing selain kencing bayi laki-laki di bawah dua tahun yang belum makan apa-apa selain air susu ibu.
3) Madzi, yaitu cairan berwarna putih agak pekat yang keluar dari kemaluan. Cairan madzi biasanya keluar
ketika syahwat sebelum memuncak (ejakulasi).
4) Wadi, yaitu cairan putih, keruh, dan kental yang keluar dari kemaluan. Wadi biasanya keluar setelah kencing
ketika ditahan atau di saat membawa benda berat.
5) Tinja atau kotoran manusia.
6) Kotoran hewan, baik yang bisa dimakan dagingnya atau tidak.
7) Air luka yang berubah baunya.
8) Nanah, baik kental atau cair.
9) Darah, baik darah manusia atau lainnya, selain hati dan limpa.
10) Air empedu.
11) Muntahan, yakni benda yang keluar dari perut ketika muntah.
12) Kunyahan hewan yang dikeluarkan dari perutnya.
13) Air susu hewan yang tidak bisa dimakan dagingnya. Sedangkan air susu manusia dihukumi suci, kecuali jika
keluar dari anak perempuan yang belum mencapai umur balig (9 tahun), maka dihukumi najis.
14) Semua bagian tubuh dari bangkai, kecuali bangkai belalang, ikan, dan jenazah manusia. Yang dimaksud
bangkai dalam istilah fikih adalah hewan yang mati tanpa melalui sembelihan secara syara’ seperti mati
sendiri, terjepit, ditabrak kendaraan, atau lainnya.

15) Organ hewan yang dipotong/terpotong ketika masih hidup (kecuali bulu atau rambut hewan yang boleh
dimakan dagingnya).

3. Najis Mukhaffafah

Najis mukhaffafah adalah najis yang ringan. Yang masuk dalam kategori mukhaffafah hanyalah kencing bayi laki-laki
yang belum makan apa-apa selain air susu ibu (ASI) dan umurnya belum mencapai dua tahun. Adapun kencing bayi
perempuan tidak masuk dalam kategori mukhaffafah, melainkan mutawassithah.

Apabila melihat wujud dan tidaknya, najis terbagi menjadi dua, yaitu najis ‘ainiyyah (najis yang memiliki warna, bau,
dan rasa) dan najis hukmiyyah (najis yang tidak memiliki warna, bau, dan rasa). Dengan kata lain, najis ‘ainiyyah adalah
najis yang masih ada wujudnya, sedangkan najis hukmiyyah adalah najis yang sudah tidak ada wujudnya, tetapi secara
hukum masih dihukumi najis.

Langkah-Langkah sebelum Memulai Menyucikan Barang yang Terkena Najis

 Dalam menghilangkan atau menyucikan najis, hal pertama yang harus diperhatikan adalah menentukan jenis
najisnya, apakah berupa najis mughallazhah, najis mutawassithah, ataukah najis mukhaffafah.
 Apabila sudah diketahui jenis najisnya, lihat juga najis tersebut, apakah ada wujudnya/bentuknya, ataukah
tidak ada wujudnya/bentuknya.
 Apabila sudah diidentifikasi/diketahui semua, kita bisa memulai menghilangkan atau menyucikan barang atau
benda yang terkena najis.
 Pastikan air yang digunakan untuk menyiram atau menyucikan tersebut adalah air mutlak atau air suci yang
menyucikan.
 Semua najis yang ada wujudnya atau bentuknya (najis ‘ainiyyah), baik itu najis mughallazhah, mutawassithah,
atau mukhaffafah, harus dihilangkan terlebih dahulu bentuk fisik najis tersebut.
 Setelah bentuk atau wujud najisnya hilang (baik warna, bau, dan rasanya), benda atau barang tersebut masih
dihukumi najis atau najis hukmiyyah.
 Kemudian, sucikan barang atau benda yang terkena najis tersebut (setelah menjadi najis hukmiyyah) dengan
air yang suci dan menyucikan sesuai dengan tingkatan najisnya (mughallazhah, mutawassithah, mukhaffafah)

Cara Menghilangkan/ Menyucikan Barang/ Benda/ Lantai yang Terkena Najis

1. Najis Mughallazhah

Langkah-langkah menyucikan najis mughallazhah adalah:

 Hilangkan terlebih dahulu bentuk atau wujud najisnya dengan benda apa pun yang bisa menghilangkan wujud
atau bentuk najisnya, seperti tisu, kertas, serabut kelapa, dan lain-lain.
 Jika sudah tidak ada bentuk atau wujudnya, statusnya berubah menjadi najis hukmiyyah dan masih dihukumi
najis meskipun sudah tidak ada wujudnya.
 Setelah kering, siram atau basuh benda yang terkena najis mughalazhah yang sudah dihilangkan wujudnya
tersebut dengan air sebanyak tujuh kali, yang salah satu basuhannya dicampur dengan debu yang suci. Bisa
pula dengan lumpur atau pasir yang mengandung debu.
 Campuran debu bisa diletakkan dalam basuhan yang mana saja, tetapi yang lebih utama pada saat basuhan
pertama.
 Jika air yang digunakan adalah air keruh dengan debu, semisal air banjir, maka sudah dianggap cukup tanpa
harus mencampurnya dengan debu.

2. Najis Mutawassithah

Langkah-langkah menyucikan najis mutawassithah adalah:

 Hilangkan terlebih dahulu bentuk atau wujud najisnya dengan tisu, kertas, serabut kelapa, atau lainnya.
 Setelah wujud najisnya sudah tidak ada (berubah menjadi najis hukmiyyah) dan mengering, siram atau basuh
benda atau tempat tersebut dengan air sampai merata ke semua bagian yang terkena najis.

3. Najis Mukhaffafah

Cara menyucikan najis mukhaffafah adalah:

 Hilangkan dahulu wujud atau bentuk najisnya dengan tisu, kertas, kain lap, serabut kelapa, dan lain-lain.
 Setelah tidak ada bentuknya dan sudah kering, percikkan air pada tempat yang terkena najis meskipun tidak
mengalir.

Cara Mencuci Pakaian yang Terkena Najis

 Jangan memasukkan pakaian yang najis ke dalam ember yang berisi air atau ke mesin cuci dahulu. Akan
tetapi, hilangkan dahulu wujud najisnya apabila ada, lalu bilas pakaian yang terkena najis dengan air yang
mengalir (air keran atau air bak mandi dengan gayung), sesuai jenis najisnya (pakaian yang terkena najis
mughallazhah tentu beda membilasnya dengan pakaian yang terkena najis mukhaffafah).
 Setelah dibilas, cuci seperti biasa (baik dengan mesin cuci atau manual/dengan tangan).
 Setelah dicuci, bilas lagi untuk antisipasi apabila ada percikan najis yang mengenai pakaian selama proses
mencuci.
ZAKAT

Zakat adalah bagian tertentu dari harta yang wajib dikeluarkan oleh setiap muslim apabila telah mencapai syarat yang
ditetapkan. Sebagai salah satu rukun Islam, Zakat ditunaikan untuk diberikan kepada golongan yang berhak
menerimanya (asnaf).

Zakat berasal dari bentuk kata "zaka" yang berarti suci, baik, berkah, tumbuh, dan berkembang.

Hukum zakat dalam Islam adalah wajib bagi setiap muslim yang telah memenuhi syarat-syarat tertentu. Hukum zakat
ini didasarkan pada dalil-dalil dari Al-Quran dan Hadits, di antaranya adalah:

 Firman Allah SWT dalam surat At-Taubah ayat 103: “Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat
itu kamu membersihkan dan mensucikan mereka dan mendoalah untuk mereka. Sesungguhnya doa kamu itu
(menjadi) ketenteraman jiwa bagi mereka. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.”

 Hadits Nabi SAW yang diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim: “Barangsiapa yang diberi harta oleh Allah lalu ia
tidak menunaikan zakatnya, maka pada hari kiamat hartanya itu akan dijadikan seekor ular besar yang berbisa
yang akan melilit lehernya, kemudian ular itu akan menggigit kedua pipinya sambil berkata: Aku hartamu, aku
simpananmu.”

Zakat terbagi menjadi dua jenis, yaitu:

 Zakat fitrah: Zakat yang wajib dikeluarkan oleh setiap muslim pada bulan Ramadhan sebelum shalat Idul Fitri.
Zakat fitrah berupa bahan makanan pokok yang disesuaikan dengan kebiasaan masyarakat setempat. Besaran
zakat fitrah adalah 2,5 kg atau 3,5 liter per orang.

 Zakat mal: Zakat yang wajib dikeluarkan oleh setiap muslim yang memiliki harta melebihi nisab (batas
minimal) dan telah mencapai haul (masa kepemilikan) selama satu tahun hijriyah. Zakat mal berlaku untuk
harta-harta seperti emas, perak, uang, ternak, hasil pertanian, perdagangan, profesi, pertambangan, dan lain-
lain. Besaran zakat mal bervariasi tergantung jenis hartanya, mulai dari 2,5% hingga 20%.

Syarat-syarat zakat adalah sebagai berikut:

1) Beragama Islam
2) Orang merdeka (bukan budak)
3) Harta yang dimiliki halal
4) Kepemilikan penuh atas hartanya
5) Mencapai nisab sesuai jenis hartanya
6) Mencapai haul sesuai dengan ketentuannya
7) Tidak memiliki hutang
8) Harta atau penghasilan yang bertambah
9) Rukun-Rukun Zakat
10) Niat.
11) Harta yang dizakati
12) Pemberi zakat
13) Penerima zakat

Asnaf (Golongan) Penerima Zakat

1) Fakir: Orang yang sangat miskin dan tidak memiliki harta sama sekali atau harta yang dimilikinya tidak
mencapai nisab.
2) Miskin: Orang yang miskin dan memiliki harta tetapi tidak mencukupi untuk memenuhi kebutuhan pokoknya.
3) Amil: Orang yang ditugaskan untuk mengumpulkan, mendistribusikan, dan mengelola zakat.
4) Muallaf: Orang yang baru masuk Islam atau cenderung masuk Islam dan membutuhkan bantuan untuk
memperkuat imannya.
5) Riqab: Orang yang terbelenggu perbudakan atau hutang dan membutuhkan bantuan untuk membebaskan
dirinya.
6) Gharimin: Orang yang berhutang untuk kepentingan umum atau mendesak dan tidak mampu membayar
hutangnya.
7) Fisabilillah: Orang yang berjuang di jalan Allah SWT, seperti mujahidin, da’i, ilmuwan, pelajar, dan lain-lain.
8) Ibnu sabil: Orang yang sedang dalam perjalanan jauh dan kehabisan bekal atau mengalami kesulitan.

You might also like