You are on page 1of 17

ISSN 2356-4776

Vol.2 No.2, September 2018: 103-119

Retorika I Dewa Made Rai Mesi dalam


Pertunjukan Wayang Kulit Purwa
Lakon Irawan Rabi
I Putu Ardiyasa1
Jurusan Pedalangan, Institut Seni Indonesia Denpasar
Email: tuardiyasa@gmail.com

Abstract
Rai Mesi is an interesting phenomenon in the world of puppetry in Bali because its
presence offers a different color and is able to revive the wayang kulit purwa. It is also
what makes it a legendary dalang for the people. Rai Mesi as a dalang who is good
at bringing stories, always be the first choice for people who want to hold a puppet
show. Each show is always packed with spectators. It is therefore not surprising that
the style of Rai Mesi puppetry is still used as a reference by the young puppeteers until
now. Given its capacity as the mastermind of the story, the focus of the discussion
in this paper is the issue of rhetoric that focuses on the choice of words, the use
of language, and the way of narration, both in narrative and in dialogue. The data
used is Lakon Irawan Rabi in the form of ribbon tape recordings which are then
transcribed into written form. The result of the research shows that Rai Mesi has
succeeded in composing the Irawan Rabi play as a Javanese wayang kulit playwoman
to play Balinese parrot leather puppets through the processing of language style, both
beautiful language, hilarious, figurative, and alternation. In addition to processing
the style of language, Rai Mesi in his speech also inserted the language outside Bali,
be it the language of the archipelago and foreign languages. Rai Mesi’s rhetoric is very
communicative.
Keywords: puppeteer; wayang; rhetoric; linguistic; vocabulary; narrative; impression

Abstrak
Rai Mesi merupakan fenomena yang menarik dalam dunia pedalangan di Bali karena
kehadirannya menawarkan warna yang berbeda dan mampu menggairahkan kembali
pertunjukan wayang kulit purwa. Hal ini pula yang membuatnya menjadi dalang
legendaris bagi masyarakatnya. Rai Mesi sebagai dalang yang pandai membawakan
cerita, selalu menjadi pilihan pertama bagi masyarakat yang ingin menyelenggarakan
pertunjukan wayang. Setiap pertunjukkannya selalu dipadati penonton. Oleh karena
itu tidak mengherankan apabila gaya pedalangan Rai Mesi masih dijadikan acuan
oleh dalang-dalang muda hingga sekarang. Mengingat kapasitasnya sebagai dalang
cerita, maka fokus bahasan dalam tulisan ini adalah masalah retorika yang berfokus
pada pemilihan kata, pemakaian bahasa, serta cara penuturannya, baik dalam narasi
maupun dialognya. Data yang digunakan adalah Lakon Irawan Rabi dalam bentuk
rekaman kaset pita yang kemudian ditranskrip ke dalam bentuk tulisan. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa Rai Mesi telah berhasil menggubah Lakon Irawan
1
Correspondence: Jurusan
Rabi sebagai Tari,wayang
lakon Fakultaskulit
SeniJawa
Pertunjukan,
menjadiInstitut Seni Indonesia
lakon carangan wayangYogyakarta. Jln. Parangtritis
kulit parwa
KM 6,5 Sewon, Yogyakarta. E-mail: hermien kusmayati@gmail.com. HP.: +628122790935
Bali melalui pengolahan gaya bahasa, baik bahasa indah, kocak, kiasan, dan alternasi.

Received: 23rd February 2018 | Last revision: 1th April 2018 103
I Putu Ardiyasa, Pertunjukan Wayang Kulit Purwa

Selain mengolah gaya bahasa, Rai Mesi dalam tuturannya juga menyisipkan bahasa
luar Bali, baik itu bahasa Nusantara maupun bahasa asing. Retorika Rai Mesi sangat
komunikatif.
Kata kunci: dalang; wayang retorika; kebahasaan; kosakata; penuturan; kesan

Pendahuluan bisa menghindarkan dirinya dari masalah-masalah


retorika selama dia bertutur. Artinya bahwa
Tahun 1970-an, kehadiran Rai Mesi telah pemahaman retorika di sini lebih diorientasikan
memberi warna baru serta menggairahkan kembali pada penuturan lisan atau bentuk verbal.
kehidupan pedalangan wayang kulit purwa di Berdasarkan pandangan dua tokoh di atas maka
Bali. Frekuensi pertunjukan wayang kulit purwa dapat diambil pemahaman bahwa dua aspek yang
mengalami peningkatan, dan tentunya Rai Mesi harus diketahui dalam retorika adalah pertama,
selalu menjadi prioritas utama dalam pemilihan pengetahuan mengenai retorika; kedua adalah cara
dalang. Ketenarannya tidak hanya sebatas di penggunaan bahasa dengan baik. Mengingat bahwa
lingkungannya, tetapi sampai ke luar daerah, aspek verbal sangat sulit ditransfer dalam bentuk
bahkan hampir seluruh wilayah di Bali. Oleh tulisan, seandainya dipaksa pun tentu akan terlalu
karena itu sangat wajar apabila Rai Mesi hingga banyak suprasekmental yang hilang, maka bahasan
sekarang menjadi kiblat bagi dalang-dalang Bali dalam tulisan ini lebih berfokus pada retorika yang
generasi selanjutnya. Oleh masyarakat, Mesi dikenal berbentuk naskah pakem (tulisan) wayang kulit
sebagai dalang yang ahli dalam mengolah cerita. parwa. Namun demikian, sebagaimana kapasitas
Lakon yang semula asing, setelah ditangan Mesi, penulis sebagai pecinta dan pemerhati pertunjukan
menjadi lakon yang sangat populer. Contoh yang Rai Mesi, tentunya penjelasan di sini sangat
nyata adalah Lakon Irawan Rabi. Lakon ini adalah dipengaruhi oleh aspek verbal sebagaimana yang
lakon wayang kulit purwa Jawa. Setelah diolah terjadi dalam pertunjukan langsungnya.
oleh Mesi, kemudian menjadi lakon yang sangat Pertunjukan wayang kulit purwa tradisi Bali,
populer, bahkan seakan-akan telah menjadi lakon sebagai drama konvensional, persoalan retorika ini
Bali, atau dikenal dengan istilah lakon carangan pada dasarnya dapat dikelompokkan menjadi dua
dalam wayang kulit Bali. Sebagaimana gelar yang kategori, yaitu retorika pakem dan retorika tidak
diberikan masyarakat kepada Rai Mesi, yakni pakem. Yang dimaksud retorika pakem adalah
sebagai dalang cerita, maka dapat diasumsikan retorika yang pola dan penggunaan bahasanya
bahwa pengolahan pedalangan Rai Mesi bertumpu sudah diikat oleh kaidah konvensional; sedangkan
pada kekuatan retorikanya. yang tidak pakem adalah retorika yang memiliki
Retorika adalah salah satu unsur kebahasaan ruang kebebasan. Retorika pakem pada umumnya
yang tidak pernah luput dari kehidupan bertutur diberlakukan pada tokoh-tokoh dewa, brahmana,
manusia. Selama ada usaha orang berkomunikasi, dan ksatria; sedangkan retorika tidak pakem
terutama yang bertujuan untuk mempengaruhi diberlakukan pada tokoh panakawan. Meskipun
orang lain, maka akan selalu ada dalam kegiatan retorika tidak pakem, tetapi harus direncanakan
bertutur, dan selama itu pula orang terlibat dengan baik dan intensif agar komunikatif
dengan masalah retorika. Goris Keraf menyatakan sehingga mampu memancing peran serta penonton
bahwa retorika adalah suatu teknik pemakaian sebagai bagian dari pertunjukan wayang itu. Hal
bahasa sebagai seni baik tertulis maupun lisan, ini penting karena dalam pertunjukan wayang
yang didasarkan pada suatu pengetahuan yang kulit, tokoh panakawan memiliki ruang khusus
tersusun dengan baik (Keraf, 1985: 3). Retorika untuk menyampaikan berbagai informasi serta
tulisan biasanya ada pada suatu karya sastra, salah kepentingan khusus, baik bagi si dalang, penanggap,
satunya adalah naskah drama. Oka (dalam Rota, maupun pemerintah. Oleh karena itu seorang
1990: 17) menjelaskan bahwa retorika selalu ada dalang harus memiliki kecakapan bertutur dengan
dalam kehidupan bermasyarakat, dan orang tidak unsur-unsur retorik yang terencana dan terarah

104
Wayang Nusantara | vol.2 no.2, September 2018

agar menarik penonton. Hal ini penting karena Aspek Kebahasaan


pada dasarnya isi cerita yang dipaparkan dalam
pertunjukan wayang kulit sudah dipahami dengan Berikut ini merupakan pelacakan dan pem-
baik oleh penontonnya (Darma, 1983: 7). Dengan bicaraan tentang aspek-aspek kebahasaan dalam
demikian, dapat dikatakan bahwa kemampuan Lakon Irawan Rabi yang dibawakan oleh Rai Mesi.
retorika seorang dalang sangat menentukan sukses
atau tidaknya suatu pertunjukan wayang (periksa Pemilihan Materi Bahasa
Purnamawati, 1997: 11). Pemilihan materi bahasa dalam hal ini adalah
Mengingat bahwa keberadaan retorika cara kecakapan dalang Rai Mesi dalam memilih
dalam pertunjukan wayang kulit merupakan kata, ungkapan, dan istilah lain dalam pergelaran
hal yang sangat penting, maka peneliti tertarik wayang. Dalam hal ini, pemilihan materi bahasa di-
untuk mengkaji tentang retorika dalam Lakon dasarkan atas penyesuaian yang tepat dengan situasi
Irawan Rabi yang dipergelarkan oleh dalang Rai tutur, topik tutur, kondisi tutur, dan sebagainya.
Mesi. Oleh karena peneliti merupakan insider, Pertunjukan wayang kulit Bali, khususnya WKP
sebagai bagian dari masyarakat pedalangan Bali pada dasarnya hanya menggunakan dua bahasa,
dan pemerhati dalang Rai Mesi, maka meskipun yaitu bahasa kawi dan bahasa Bali. Namun demiki-
data utama berbentuk transkrip pertunjukan dirasa an, dalam hal tertentu, untuk mengejar efektivitas,
tetap bisa mewakili karena dengan mendengarkan, dalang sering kali menyisipkan bahasa Indonesia,
peneliti mampu membayangkan semua peristiwa bahkan bahasa Inggris.
yang terjadi dalam pertunjukan (Wahyudi, 2012: Dalam Lakon Irawan Rabi, dalang Rai Mesi
36). Melalui mendengarkan itu pula peneliti bisa betul-betul menggunakan berbagai cara dalam
mengidentifikasi aspek retorikanya. Meskipun usahanya memanfaatkan potensi bahasa (terutama
demikian, mengingat bahwa aspek dalam retorika bahasa Bali) dalam memenuhi penyajian tutur yang
itu sangat kompleks dan tidak semuanya dapat efektif. Ketepatan memilih materi bahasa di dalam
ditransformasikan ke dalam bentuk tulisan, segala situasi, kondisi dapat dilihat pada dialog-
maka dalam artikel ini hanya difokuskan pada dialog pada setiap pembabakan. Seperti pada Lakon
persoalan yang bisa dijelaskan melalui bahasa Irawan Rabi babak II, adegan saat Irawan bertemu
tulis. Oleh karena itu ada dua permasalahan yang dengan panyeroan Diah Lismaya Wati, nampak
ingin diungkapkan dalam artikel ini (1) mengenai jelas kegunaannya dalam pembicaraan masalah
bagaimana aspek-aspek kebahasaan dalam Lakon asmara (roman). Kata-kata, ungkapan, dan istilah
Irawan Rabi; (2) bagaimana cara penyajian yang dipakai oleh tokoh Diah Lismaya Wati sangat
tuturnya. Kata, kelompok kata atau kalimat dalam tepat sesuai dengan adegan romantis. Ungkapan di
Lakon Irawan Rabi ini ditata sedemikian rupa atas dapat dilihat pada kutipan dialog di bawah:
sesuai dengan aturan yang sudah berlaku. Seperti Diah Lismaya Wati: Uduh paliwari, ingulun tan sida
penggunaan tata bahasa Bali, penempatan materi tinolih ikanang wang, lwir kadi sang hyang
bahasa, yang ditata berdasarkan corak bahasa Semara rupanya. kadiang apa atangia-
kemudian disajikan dengan gaya bahasa yang atangia kalaganta paliwara. (keluar kelir)
sudah ditentukan berdasarkan aturan (pakem) Irawan : Menawa wuwus tinibakaken lawan watran
yang mengikatnya. Korzybski dalam buku Retorika sang hyang Semara.
Dalam Prakteknya mengatakan bahwa retorika Tualen : Kene panah sang hyang Semara nika,
lebih banyak memberikan bimbingan tetang cara ngeruduh nasne. Jeg jengah bene.(kaset II,
memanfaatkan bahasa dalam kegiatan bertuturnya, side A 437-440)
antara lain: (1) Memilih Materi Bahasa; (2) Menata Percakapan di atas menunjukan bahwa pe-
Materi Bahasa; (3) Memilih Corak Bahasa; dan milihan kata “lwir kadi Sang Hyang Semara”dipilih
(4) Memilih Gaya Bahasa. Oleh karena itu, empat untuk melukiskan bahwa wajah Irawan sangat
persoalan itulah yang dijadikan konsentrasi dalam tampan dan parasnya bersinar. Penekanan bahasa-
usaha memahami aspek-aspek retorika Lakon nya terletak pada kata sang hyang Semara dan pada
Irawan Rabi dalam wayang kulit parwa (selanjutnya kata lwir kadi intonasinya diperjelas dan penuh
disingkat WKP) dalang Rai Mesi. penekanan serta semara diperpanjang pada huruf

105
I Putu Ardiyasa, Pertunjukan Wayang Kulit Purwa

akhirnya menjadi Semaraaa. Pemilihan kata dan Pang sing, anake muani ngajakang ke
ungkapan dalam dialog di atas tampak sebagai uma, awake jumah ngajakang megae.
upaya untuk memenuhi kebutuhan masyarakat (kaset seri II, side A, 485-488)
pemakai dan penikmatnya, yaitu masyarakat Dialog Tualen di atas menjelaskan mengenai
pendukung pedalangan Rai Mesi. Hal demikian arti wanita serta kewajibannya. Wanita harus berani
tentu akan berbeda apabila pergelaran tersebut membela diri demi kebenaran. Wanita harus satyeng
berada di luar wilayah pendukung Rai Mesi, tentu laki yang artinya setia kepada satu laki-laki. Yang
akan memiliki implikasi yang berbeda. Dengan menarik dari dalang Rai Mesi dalam mengulas arti
demikian, pemilihan kata dan ungkapan yang bagus “wanita” tersebut adalah dengan memadukan antara
saja tidaklah cukup apabila tanpa memperhatikan bentuk tembang dan dialog biasa. Hal demikian
tempat, situasi, dan kondisi pertunjukan tersebut membuat dialog tersebut terkesan unik dan enak
(Purnamawati, 1997: 13). Artinya bahwa bahasa didengar. Terlebih lagi dalam penyampaiannya
yang bagus belum tentu efektif. Oleh karena ditunjang dengan kemampuan tembang yang baik,
itu, agar menjadi efektif, maka dalam pemilihan sehingga penikmat mampu memberi tanggapan
materi bahasa haruslah mewadahi gagasan yang atas gagasan yang dimaksudkan dalang.
dimaksud penutur serta mampu mengungkapkan Kedua kutipan dialog di atas, berdasarkan
kembali gagasan tersebut kepada audien (periksa konteksnya menunjukkan adanya perbedaan.
Purnamawati: 1997: 13). Dialog pertama menunjukkan konteksnya dengan
Berkenaan dengan tuntutan di atas, ruang lakon dan tokohnya; sedangkan dialog kedua, selain
yang leluasa untuk melakukan pemilihan diksi konteks dengan lakon, tetapi bisa juga dalam konteks
agar sesuai dalam segala situasi adalah adegan masyarakatnya. Materi dialog yang demikianlah
punakawan. Hal demikian dapat dilihat pada yang dikatakan sebagai ungkapan yang sesuai
Lakon Irawan Rabi pada babak ke II, saat Tualen dengan segala situasi. Persoalan tentang hak dan
memberikan tutur kepada Condong. Nampak jelas kewajiban seorang wanita seperti yang tercantum
kegunaan materi bahasa dalam membicarakan dalam potongan kalimat “darma sesana wanita
masalah kewajiban wanita. ento tincepang apang pasti, panca sila anggo dasar,
Condong : Napi punika arti wanitane? eka ngaran warna luwih” merupakan pemahaman
Tualen : (bernyanyi) Darma sesana wanita ento umum yang berlaku pula dalam realitas kehidupan
incepang apang pasti, panca sila anggo sehari-hari. Wanita harus berperilaku baik dengan
dasar, eka ngaran warna luwih. Eka: berdasarkan lima hal, yang pertama adalah paras
abesik, ngaran: dadi, luwih: becik. yang menarik. Dengan penyampaian dalam bentuk
Dadi ainak luh gobane pang jegeg. tembang, pesan sang dalang tersebut mampu
Dwi laksana ne becik. Dwi: dadua, memberikan kesan tersendiri kepada penikmatnya.
laksanane becik. Tingkahe pang luwung
dadi wanita. Tri kaya apang adung, Tri Pemilihan Ragam Bahasa
Kaya Parisudhane (kayika, wakcika, Sastra dalam dunia pewayangan termasuk pula
manahcika) to adungang buka telu. To dalam Lakon Irawan Rabi ini, memiliki berbagai
anggo dasar. Catur ngaran satyeng laki. macam ragam bahasa, yang penggunaannya diatur
yen ragane ngelah anak muani, pang dalam kaidah konvensional sesuai dengan bidang
satya ngajak anak muani, yadiastun anak masing-masing ragam bahasa. Bahasa formal lebih
muani tiwas, bocok apan suba kadung tepat digunakan untuk acara resmi, seperti adegan
mejangkepan apang satya ngayahin anak persidangan. Sedangkan ragam bahasa non formal
muani. Yen ngelah anak muani dadi atau pergaulan, seyogyanya digunakan untuk
pegawai awake jumah nyakan. Teka acara tidak resmi atau dalam pergaulan biasa. Hal
anake muani uli kantor sube natepatang ini penting karena apabila untuk adegan resmi
baas lebeng. Sing nasi ne lebeng. Yen digunakan bahasa pergaulan akan memberikan
ngelah anak muani dadi petani, awake kesan bahwa dalang tidak menguasai kaidah bahasa,
jumah nyakan. Teka anake muani uli serta akan menimbulkan kesan tidak adanya tata
carik pang sube napetang baas lebeng. krama. Sebaliknya, apabila dalam situasi santai yang

106
Wayang Nusantara | vol.2 no.2, September 2018

tidak resmi digunakan bahasa formal, maka dialog sewewengkoning sabe mendala pandawa,
akan terkesan kaku dan tidak hidup; bahkan dapat pinih rihin aratu pangobaktin tityang
menimbulkan kesan bahwa sang dalang hanya katur ring palungguh arutu sareng sami
hafalan saja. Dengan demikian pemilihan ragam mangdene sampun itua kecawaking ila
bahasa dalam retorika pedalangan adalah pemilihan kadi mangkin. Nunas lugra.
kata yang tepat agar sesuai dengan situasi, kondisi Anoman : Ngadeg...tualen kalaganta ya ta warian
tutur, bentuk tutur, topik tutur, kondisi penanggap wus asung kerta lugraha juga lawan sira
tutur, serta lingkungan sosoial dan budayanya. Hal bayu temaja, mulih ring hyang-hyangin
demikianlah yang dikatakan bahwa dalang mampu sinembah kalawan kita tualen. (kaset I,
memilih dan menggunakan bahasa yang efektif. side A, 04-05)
Salah satu contoh pemilihan ragam bahasa Pernyataan Tualen kepada Anoman“Uduhhh
yang terdapat dalam Lakon Irawan Rabi adalah aratu dewa agung, mamitang lugra tityang parekan
dialog antara Anoman dan Tualen dalam adegan ituwa, matur tityang ring buk padan palungguh
perjalanan menuju ke Astina, saat Anoman aratu”, menunjukkan bahwa Tualen sangat meng-
mengantar Irawan menuju ke Astina untuk hormati Anoman, hormat seorang abdi kepada tu-
menculik Diah Lismaya Wati. Keduanya berbahasa annya, yang diungkapkan dalam bahasa formal.
sesuai dengan situasi, kondisi yang tidak resmi. Oleh Dialog di atas menunjukkan bahwa ketika dalam
karena keberadaannya tidak dalam persidangan dan adegan persidangan yang situasinya resmi, kalimat
bahkan di luar kerajaan, maka dialognya digunakan yang digunakan Tualen dalam dialog dengan Ano-
bahasa tidak resmi. Hal ini dapat dilihat pada man berubah menjadi bahasa formal. Artinya bah-
kutipan dialog di bawah ini. wa dalam situasi resmi, maka seorang panakawan
Tualen : Inggih pang taen mekeber acepok. pun harus menggunakan ragam bahasa formal.
Anoman : (Angkat-angkatan) akinkin yata lumaris. Hal demikian menunjukkan bahwa dalang Rai
Sigraaa, bwahhhh, ahhhhh bwahhhh Mesi mampu menggunakan bahasa yang efektif,
Tualen : Owekkkk, owekkkk, owekkkk, mereren.... yakni melakukan pemilihan ragam bahasa yang
Anoman : Kadiang punapa? disesuaikan dengan situasi dan orang yang di ajak
Tualen : Pang engken iiratu mekeber misi berkomunikasi (Periksa Purnamawati, 1997: 23).
nungkayak melingeb? Meadukan isisin
basange? Memilih Gaya Bahasa
Anoman : Udia kalaganta tiba? Gaya bahasa adalah satu unsur yang memegang
Tualen : Ten je takut ulung. (kaset I, side A, 85- peranan paling penting dalam kegiatan bertutur.
91) Goris Keraf (1981: 98-99) menyatakan bahwa gaya
Bahasa tidak resmi pada dialog di atas tampak bahasa merupakan bagian dari pilihan kata-kata
pada ungkapan yang dipakai oleh Tualen, yaitu yang mempersoalkan sesuai dan tidaknya kata,
“Pang engken iiratu mekeber misi nungkayak frase atau subkalimat tertentu untuk menghadapi
melingeb? Meadukan isisin basange?” (Kenapa situasi yang tertentu pula. Lebih jauh Keraf
kamu [Anoman] terbang dengan posisi bolak- (1981: 98-99) mengatakan bahwa gaya bahasa
balik badan?). merupakan cara untuk mengungkapkan pikiran
Fenomena di atas menjadi berbeda ketika melaui bahasa secara khas yang memperlihatkan
dialog Anoman dengan Tualen terjadi dalam situasi jiwa dan kepribadian penutur.
yang bersifat fomal, yaitu adegan persidangan Hal lain yang termasuk dalam gaya bahasa
seperti dialog di bawah ini. (gaya bertutur) masyarakat pewayangan Bali adalah
Tualen : (pengalang) Sawur ira tan apanjang, cara dalang mengungkapkan buah pikirannya
singgih sang nguniwara ulun yeki, melalui kalimat-kalimat yang khas, dan cara ia
ketalian dening bakti lawan asih. menyusun buah pikiran melalui berbagai bentuk
Uduhhh aratu dewa agung, mamitang komposisi tutur yang efektif dan menarik, serta
lugra tityang parekan ituwa, matur mengandung nilai estetis. Kodi (wawancara, 12
tityang ring buk padan palungguh Februari 2015) mengatakan bahwa bahasa yang
aratu,aratu sareng sami sane iring tityang digunakan para dalang di Bali pada masa lampau

107
I Putu Ardiyasa, Pertunjukan Wayang Kulit Purwa

lebih banyak mengambil dari bahasa yang termuat berbuat banyak kalau tidak ditata secara efektif
dalam parwa-parwa. Hal demikian dikarenakan (Rota, 1990: 293). Oleh karena itu tugas utama
bahasa dalam parwa merupakan bahasa yang seorang dalang dalam beretorika adalah menata
siap pakai, sehingga dengan mudah dalang materi bahasa menjadi kalimat yang utuh, padu
menggunakannya. Pendapat tersebut di atas sesuai dan bervariasi, baik berkenaan dengan panjang-
dengan pandangan I Wayan Kawen (Periksa Rota, pendek maupun struktur bahasanya. Berdasarkan
1990: 295) yang mengatakan bahwa para dalang persoalan demikian, penataan materi bahasa Lakon
harus mangda dedudonan lengkaran parwane tilad Irawan Rabi dalam WKP dapat diklasifikasikan
(meniru rangkaian kalimat-kalimat parwa). menjadi tiga jenis, yaitu: dialog, narasi, dan tutur
Selain dari teks parwa, dalang juga banyak bertembang. Di antara kegita jenis tersebut, dialog
mengambil gaya bahasa dari kakawin, baik Kakawin merupakan persoalan yang paling dominan dari
Bratayuda, Kakawin Arjunawiwaha, Kakawin keseluruhan tutur. Adapun jenis dialog yang sudah
Ramayana, maupun yang lainnya, terutama ditata materinya menjadi sebuah kalimat yang
dalam bentuk tutur bertembang. Zurbuchen utuh, padu, dan bervariasi, di antaranya adalah
(Periksa Rota, 1990: 296) mengasumsikan, sebagai berikut.
bahwa kebiasaan menggunakan tembang-tembang Sangut : Inggih titiang matur ring iratu. (kakawin)
(nyanyian-nyanyian) dalam pertunjukan wayang yan kewalang pandita totalanta, wimuda
sudah berlaku sejak zama dahulu; bahkan dalam mati satru tanpa dosa; yan sesanan sang
dialog wayang juga ditembangkan. Ini dapat meraga wiku Sane marginin iratu,
dibuktikan dengan adanya pernyataan dalam wimuda mati satru, belog san iratu
Kakawin Ramayana yang menyebutkan “widu ngematiang musuh, tanpa dosa: anak
mewayang” yang artinya seorang penyanyi yang sing ngelah pelih bakat matiang.
mempertunjukkan wayang. Arjuna : Ulun tan harep amejahaken caraka
Berdasarkan fakta yang termuat dalam teks (Arjuna keluar). (kaset III, side A, 947-
rekaman kaset pita pertunjukan wayang kulit 948)
Rai Mesi menunjukkan bahwa tutur gaya selang- Penataan materi bahasa dilakukan dengan
seling (alternasi) sangat mendominasi rangkaian memadukan unsur ungkapan, kata, dan kalimat
tutur pertunjukan wayangnya. Dengan pola yang di dalamnya terdapat dialog, narasi dan tutur
penggunaan gaya tutur yang demikian, dirasa bertembang. Seperti penuturan ungkapan “wimuda
menjadi lebih efektif, indah, dan menarik di mati satru” dilafalkan dalam bentuk tembang,
antara berbagai tutur yang disajikan. Jika semua sedangkan perkataan selanjutnya “belog san iratu
tokoh wayang menggunakan bahasa kawi, nampak ngematiang musuh, tanpa dosa” tidak ditembangkan.
jelas pertunjukan tidak akan komunikatif karena Hal demikian bertujuan untuk memperkuat dan
tidak semua penikmat memahami bahasa kawi. menegaskan makna dari kalimat sebelumnya, yang
Demikian juga apabila hanya menggunakan bahasa ditembangkan. Dengan cara demikian membuat isi
Bali, pertunjukan akan kehilangan keangkeran, yang terkadung dalam tutur tersebut lebih menarik
dan kewibawaannya karena tidak ubahnya seperti dan komunikatif.
pembicaraan sehari-hari. Selain gaya alternasi,
masih ada lagi gaya bahasa yang lain dalam Aspek Tuturan
Lakon Irawan Rabi ini, seperti tutur bertembang,
epentesis, koreksio, kontradiksio dan lain-lain. Berikut ini merupakan pelacakan dan
pembicaraan tentang aspek tutur dalam Lakon
Menata Materi Bahasa Irawan Rabi yang dibawakan oleh Rai Mesi.
Kata-kata, istilah, dan ungkapan-ungkapan a. Dialog
yang telah dipilih oleh sang dalang perlu Dialog merupakan proses komunikasi
ditata dalam wujud tutur yang efektif. Kata- antar tokoh dalam bentuk bahasa verbal. Dalam
kata, istilah, dan ungkapan-ungkapan yang tradisi pedalangan Bali, dialog tersebut memiliki
merupakan materi pokok bahasa dalam dunia kaidah-kaidah tertentu yang disesuaikan dengan
pewayangan Bali, keberadaannya tidak akan bisa strata sosial masing-masing tokoh. Tokoh-tokoh

108
Wayang Nusantara | vol.2 no.2, September 2018

yang tergolong bangsawan pada umumnya Irawan : Kawingkin-kawingkin kalagant


menggunakan bahasa kawi, sedangkan tokoh (kaset I, side A, 18-21)
panakawan menggunakan bahasa Bali. Dalam Kutipan di atas menunjukkan bahwa
Lakon Irawan Rabi ini, tokoh yang menggunakan tokoh panakawan Tualen memakai bahasa
bahasa kawi, di antaranya adalah Irawan dan Bali pada saat berdialog dengan Irawan,
Anoman; sedangkan tokoh yang menggunakan sedangkan tokoh Irawan menggunakan
bahasa Bali adalah para panakawan, yaitu Tualen bahasa kawi karena Irawan lebih tinggi
dan Merdah. Berdasarkan hasil penelitian, kedudukannya. Kutipan ini terdapat pada
penulis menemukan bahwa dalang Rai Mesi adegan petangkilan pihak kanan. Dalam
banyak memakai atau meniru bahasa yang setiap adegan gaya alternasi jenis ini akan
terdapat dalam lontar Parwa. Jika dilihat dari dipakai, kecuali adegan dialog panakawan
aspek retorika maka dialog bahasa kawi di dengan panakawan. Kutipan di atas, ada-
atas nampaknya tidak banyak memberikan lah salah satu dari beberapa alternasi jenis
peluang kepada dalang untuk berimprovisasi bahasa kawi dengan bahasa Bali yang
dengan menyajikan berbagai gaya bertutur terdapat di dalam naskah Lakon Irawan Rabi.
seperti halnya dalam penggunaan dialog bahasa Kutipan tersebut kiranya dapat memberikan
Baliyang dilakukan oleh tokoh panawakan. gambaran tentang gaya yang dimaksud.
Berdasarkan pengamatan penulis dari Lakon Cara Rai Mesi tersebut menunjukkan
Irawan Rabi yang dibawakan oleh Rai Mesi, konsistensinya terhadap kaidah pedalangan
dapat ditemukan gaya penyajian sebagai berikut. Bali bahwa tokoh bangsawan menggunakan
1. Gaya Alternasi bahasa kawi, sedangkan panakawan memiliki
Kreativitas Rai Mesi dalam membangun keleluasaan dalam penggunaan bahasa.
kombinasi berbagai materi bahasa tutur b) Alternasi ragam resmi dengan ragam akrab
meliputi alternasi tutur berbahasa Bali Sebagaimana telah dipaparkan di
dengan tutur berbahasa kawi, tutur ragam depan bahwa tutur ragam resmi biasanya
resmi dengan tutur ragam tidak resmi, tutur ditemukan pada dialog peguneman atau
berirama panjang dengan tutur berirama patangkilan antara tokoh para ratu. Hal
pendek, serta antara tutur bertembang demikian berlaku, baik untuk tokoh pihak
dengan gancaran atau prosa. Berikut akan kanan maupun pihak kiri. Yang termasuk
dijelaskan serta diberikan contoh gaya pihak kanan, di antaranya adalah Irawan,
alternasi yang dimaksud. Arjuna, Bima, Anoman, Yudistira dan
a) Alternasi bahasa Kawi dengan bahasa Bali golongannya; sedangkan pihak kiri di
Gaya alternasi jenis ini ditemukan antaranya adalah Kala Nila Ludraka, Sakuni
pada semua jenis pertunjukan wayang kulit dan golongannya. Namun demikian kadang-
tradisi Bali, khususnya WKP dalang Rai kadang diberlakukan pula pada dialog
Mesi. Jenis gaya ini sering dipakai pada Irawan dengan Tualen, maupun Anoman
adegan petangkilan panakawan dengan dengan Merdah. Tutur ragam tidak resmi
junjungannya. Dalam hal ini adalah tokoh sering kali digunakan dalam suasana akrab,
Irawan dengan Tualen. Berikut contoh terutama dalam dialog antar panawakan
kutipan dialog yang dimaksud. sendiri, seperti dialog Tualen dengan Merdah
Tualen : Inggih aratu dewa agung, sampun maupun Delem dengan Sangut. Unsur
pisan sayaga tityang pacang nampa alternasi seperti ini dapat dirasakan terutama
nyuwun pawecanan iratu. pada pilihan suasana, baik itu suana resmi,
Irawan : Enak kauntab tualen kalaganta serius, dan kadang-kadang digunakan untuk
rumenge pawarah paman bayu suta. transisi suasana dari tegang ke suana akrab,
Tualen : iratu becikang nyen mirengang, dan bahkan santai.
pawecanan ida sang anoman, Kombinasi ragam bahasa ini muncul
mangda sampun singsal daging dalam teks, yaitu pada adegan Anoman dan
pawecanane ring penampen aratu. Irawan pada saat perjalanan ke kerajaan As-

109
I Putu Ardiyasa, Pertunjukan Wayang Kulit Purwa

tina untuk menculik Diah Lismaya Wati. Sangut : Bahhh cang sing nawang. Melem
Mereka diiringi oleh dua panakawannya, matur kemu nake. Napi aturine
yaitu Tualen dan Merdah. Dalam adegan ini aratu dados sareng keto abete.
suasana tegang muncul pada saat Anoman Delem : Peta gen cai. Yen tepukina ken Bima
terbang, naik turun sehingga membuat Tua- dong sing kemplangina bin kaka.
len ketakutan. Tualen menyarankan Anoman Sangut : Sing ja kenken, kewale ingetang
agar terbang dengan penuh hati-hati, kalau nengkikin dowen. (kaset III, side B,
tidak nanti bisa menabrak pohon. Merdah 1072-1075)
yang kerdil, tidak takut dengan ketinggian Kutipan di atas merupakan adegan
menyarankan ayahnya untuk berpegangan serius, akan tetapi dibawakan dengan dialog
dengan erat supaya tidak jatuh. Dalam santai. Sebelum dialog di atas, terlebih dahulu
adegan ini juga nampak rimbunnya pepo- terjadi pertempuran antara sang Kala Nila
honan di hutan yang mereka lintasi. Tua- Ludraka dengan Kresna. Seperti pada kalimat
len dan Merdah terkesima melihat keasrian “sing ja kenken, kewale ingetang nengkikin
alam dengan masih banyaknya pepohonan dowen” yang artinya Sangut menyuruh Delem
rindang tinggi menjulang. Berikut kutipan untuk menggertak Bima, tetapi suruhan itu
dialognya seperti di bawah ini. hanya sebagi candaan saja, sehingga nampak
Tualen : Kanggeang alon-alon masih kal suasana akrabnya. Dalam pertempuran itu,
rauh derike. Yan mekeber aratu Sang kala Nila Ludraka kalah. Setelah itu
ngebut, punyan kayu bakat tom- Delem dan Sangut membahas kelicikan dari
plok di duwur. Kresna dengan bahasa ragam akrab. Dengan
Anoman : Bahhh yogya, yan mangkana ngir- demikian dialog gaya alternasi ragam resmi
ing. Nda ta, katon-katon ikanang dan ragam akrab bisa ditunjukan contoh-
taru marikanang sor. contohnya seperti yang terdapat pada naskah
Merdah : Nanang tepuk to kayune beten? Lakon Irawan Rabi dalam WKP dalang Rai
Tualen : Alas beten to dah. Mesi.
Tualen : Duhh punyan kayune beten, ane c) Alternasi timur bertembang dan tutur gan-
di sisi tukade mererod rumasa ia caran
masuluh nguntul. (kaset I, side A, Alternasi jenis bertembang dan
87-98) tutur gancaran adalah penggunaan tutur
Dialog di atas menunjukkan bahwa bertembang dan tutur bukan bertembang
Tualen yang seharusnya menggunakan ba- (disebut gancaran) secara berselang-seling.
hasa resmi saat berbicara dengan Anoman, Biasanya dapat dijumpai pada tokoh
tetapi pada adegan ini ia memakai bahasa panakawan yang memanfaatkan jenis
tidak resmi karena situasinya tidak formal. kakawin, atau jenis tembang lain sebagai
Seperti kata “Kanggeang alon-alon masih media bertuturnya. Dalam kakawin
kal rauh derike. Yan mekeber aratu ngebut, ada kalimat yang berisi tentang arti dari
punyan kayu bakat tomplok di duwur”; tembang yang telah diucapkan. Kalimat itu,
bahkan tidak juga menggunakan bahasa Bali disebut sebagai tutur gancaran. Dalam teks
Alus. Dalam dialog ini pun, Merdah juga Lakon Irawan Rabi ini banyak ditemukan
ikut berdialog dengan menggunakan bahasa bentuk tutur ki dalang yang menggunakan
tidak resmi sebagaimana dalam dialognya gaya alternasi jenis ini. Kutipan berikut
“duhh punyan kayune beten, ane di sisi tukade merupakan contoh salah satu adegan yang
mererod rumasa ia masuluh nguntul”. memuat tutur bergaya alternasi bertembang
Ragam bahasa tidak resmi ini juga dan tutur gancaran.
digunakan dalam dialog tokoh kiri, yakni Tualen : Gending ngelemesin anak luh asa-
dialog Delem dengan Sangut berikut. puniki. Pengorengan gede ratu ti-
Delem : Maan dowen Kresna ne ngelonin. Apa tiang.
ye baang sujatine to ngut? Irawan : Pengorengan gede?

110
Wayang Nusantara | vol.2 no.2, September 2018

Tualen : Inggih, uling pidan nyambangan. tinggi, dengan suara Tualen yang berirama
Pengorengan gede jambangan. rendah. Jika terjadi pertemuan dialog antara
Tualen : Mangkana Tualen tokoh-tokoh tersebut akan dirasakan adanya
“Begitulah Tualen” alternasi dalam irama dialog mereka.
Tualen : Inggih. Crocot tanah ban nyaratang, Dalam Lakon Irawan Rabi jenis irama
yoka sleteban ngulati, kedis petenge panjang-pendek dan irama tinggih rendah
ya mamunyi, mara jani ye ketepuk. terdapat pada babak II, yaitu dialog Tualen
kedis peteng celepuk. Sampaian pesel dengan Condong dalam adegan pertemuan
dong gelisang. lis nika sampian pesel. antara Irawan dengan Diah Lismaya Wati.
Sampin jambul dong tulungin, apang Berikut kutipan dialog yang dimaksud.
payu, ma don jaka makaronan. Tualen : Yen dadi kepala wanita tawang
Irawan : Mangkana Tualen. arti wanitane?
“Begitulan Tualen” Condong : Napi punika arti wanitane?
Tualen : Inggih, bebek katih ratu titiang, Tualen : Wanita, wani: berani, ta:taat.
sebilang peteng krarak-kririk, manahe Wanita adalah berani membe
macedok tirta.ngulantingin ratu mas diri demi kebenaran, taat kepada
manik, juan bunga ya makilit, untun nasehat orang tua ibu dan bapak.
sampi ya ngatekul, iratu masubak To artin wanitane pang tawang
kelian, kayune maseh asesai. Yan nyai. Yen dadi wanita orine ja.
subak kelian punika pekaseh. Belakas Gumine melakar uli panca sila.
jantuk sampunang je ngulen pasah. Tata susila wanita tingkah wanita
(kaset II, Side A, 390-396) masih lelima dasarne.
Dialog di atas terjadi pada adegan Irawan Condong : Napi punika? (kaset seri:II, side
sudah masuk di Astina, di tempat tinggal A, 483-486)
Diah Lismaya Wati. Tualen memberikan Kutipan dialog di atas mengilustrasikan
lagu yang biasanya digunakan untuk merayu Tualen memberi wejangan kepada Condong
wanita, yang kemudian disambung dengan karena tidak bisa bertingkah laku yang baik
gancaran untuk menjelaskan isi tembang. sebagai kepala wanita. Seperti kalimat Wani-
d) Alternasi irama ta, wani: berani, ta:taat. Arti istilah wanita
Suatu teks (naskah) lakon yang adalah berani membela diri demi kebenar-
menggunakan bahasa sebagai media an, taat kepada nasihat ibu dan bapak. Tua-
ungkapnya pasti memiliki unsur irama. len memberikan arti wanita dengan irama
Begitu pula dalam Lakon Irawan Rabi, jenis panjang-pendek. Pada saat kedua tokoh
alternasi irama nampak jelas. Sutan Takdir panakawan itu berbicara, maka tampak
(Periksa Rota, 1990: 1993) mensinyalir alternasi irama tinggi-rendah. Suara tinggi
adanya tiga jenis irama dalam bahasa terdapat pada tokoh Condong, sedangkan
Indonesia, yaitu irama panjang-pendek, irama suara rendah terdapat pada tokoh Tualen.
tinggi-rendah dan irama keras-lemah. Irama Selain itu terdapat pula alternasi irama
tinggih-rendah, dan irama keras-lemah tidak keras dan lemah atau halus. Jenis alternasi
diuraikan, karena pengungkapannya harus irama seperti ini biasanya terdapat dalam
dengan kata-kata dari hasil mendengarkan dialog Delem dengan Sangut. Berikut kutip-
rekaman. Di antara ketiga jenis irama an dialog tersebut.
tersebut ada perbedaanya. Irama tinggi Delem : Aluh, misalne yen kal metakon cai
beralternasi dengan irama rendah, irama kal luas kija, anggo be you ne to. You
keras beralternasi dengan irama lemah. Hal was kij?
ini dapat dilihat pada tokoh Delem yang Sangut : Adi ade bahasa Inggris soleh. Ape
bersuara keras, beralternasi dengan suara artine to?
Sangut yang berirama lemah. Begitu pula Delem : Men you kamu, was luwas, kij kije.
suara Irawan pada saat petangkilan berirama Sangut : Bahh yen keto aluh cang bisa masi

111
I Putu Ardiyasa, Pertunjukan Wayang Kulit Purwa

bahasa inggris. Cang Ine jemak cang. kinarah rumihin. Saudara mau
I bi das lig tor. kumana, mari mampir dulu.
Delem : Apa artine to? Delem : Jawa to, Madura engken?
Sangut : I:saya, bi: dibi, das: das, lig: lilig, tor: Sangut : Kula ledang cileng medur, apek kono
motor. Saya das lilig motor. (kaset II, apek kalakok ingte. Saya ini orang
side A, 231-237) madura tapi sudah lama kerja disini.
Pada kutipan di atas bahasa Inggris Engki ring sura boja neka.
digunakan sebagai bahasa plesetan seperti Delem : Bahhh jeg sing kene baan ngartiang
kata You was kij? Yang berarti kamu pergi ke to.
mana. Irama yang dipakai dalam dialog ini Sangut : Yen omong Makasar len. dalasiah
ada dua yaitu irama keras-halus, dan irama mele be kedek, lebalandia wa suwe
panjang pendek. Suara Delem yang keras aku ora not cicing not bang sido ,
dibandingkan dengan suara Sangut yang nek bang duang aku kenali bang sido.
lirih halus adalah jenis irama keras-halus. Sangkang menuh sida lemanampana.
Sedangkan kata plesetan yang dituturkan E akama kamane amotra jam siapa
oleh Delem seperi I: saya, bi: dibi, das: das, ne ae, ma kiandre kena mi.
lig: lilig, tor: motor. Saya das lilig motor adalah Delem : Omong apa to?
alternasi dengan irama panjang-pendek. Sangut : Makasar to, pang tawang melem yen
2. Epentesis Sunda bin len. Kua juragan bade
Kata epentesis dalam kamus besar angkat kemanten.
bahasa Indonesia artinya penambahan Delem : Misi juragan pere. (kaset I, side B,
huruf ke dalam suatu kata terutama kata 184-202)
pinjaman tanpa mengubah arti untuk Kata-kata, kumpulan kata dan kalimat
menyesuaikan pola phonologis (bunyi-bunyi di atas adalah sisipan bahasa lain, seperti
menurut fungsinya) bahasa peminjamnya. kalimat kula ledang cileng medur, apek
Jika dikaitkan dengan naskah lakon, berarti kono apek kalakok ingte merupakan bahasa
penyisipan bahasa lain ke dalam bahasa dialog Madura yang artinya saya orang Madura
yang digunakan. Misalnya dialog berbahasa tapi sudah lama kerja di sini. Selain bahasa
Bali diselipkan kata, kelompok kata, atau Indonesia dan bahasa daerah lain, terdapat
kalimat berbahasa Indonesia bahkan bahasa pula sisipan bahasa Inggris dalam naskah
asing. Atau dalam dialog memakai bahasa Lakon Irawan Rabi ini. Kutipan dialognya
Kawi disisipkan kata, kelompok kata atau seperti di bawah ini:
kalimat berbahasa Bali. Delem : Kaka len, ade jeg bahasa inggris. To
Penyisipan bahasa lain dalam Lakon jeg pipis ngecor. Kewale bisa basa
Irawan Rabi ini nampak pada awal babak inggris, ade tamu luar negeri , sape
kedua yaitu adegan pertama dialog Delem to dadi gaid.
dan Sangut. Dalam adegan ini, Sangut yang Sangut : Engken abete?
lebih dominan menguasai bahasa-bahasa Delem : Hallo mister, tawang cai apa. The
luar daerah Bali, sedangkan Delem yang time is many, waktu adalah uang.
sombong hanya mendengarkan tanpa mau Sangut : Nang ajahin cang bahasa Inggris, sing
mempelajarinya. Berikut ini adalah kutipan keweh?
dialog Delem dengan Sangut dalam Lakon Delem : Aluh.
Irawan Rabi. Sangut : Aluh engken je.
Delem : Mabet-mabet bisa cai. Yen ade tamu Delem : You kamu, I saya. To duen apalang
uli jawa? ken no bin besik.
Sangut : Monggo mas. Pajenengan pade tindak Sangut : Yen nakonin timpal
pundi. Delem : Aluh, misalne yen kal metakon cai
Delem : Pajenengan engken je? kal luas kija, anggo be you ne to. You
Sangut : Badah melem sing nawang , monggo was kij?

112
Wayang Nusantara | vol.2 no.2, September 2018

Sangut : Adi ade bahasa Inggris soleh. Ape yang sesuai. Gaya repetisi juga terdapat
artine to? dalam Lakon Irawan Rabi. Berikut adalah
Delem : Men you kamu, was luwas, kij: kije. kutipan tutur bergaya repetisi:
(kaset I, side B, menit 50.36- 51.02) Tualen : (pengalang) Sawur ira tan
Penggunaan bahasa Inggris dalam La- apanjang, singgih sang nguniwara
kon Irawan Rabi, nampak pada kata-kata ulun yeki, ketalian dening bakti
yang diungkapkan oleh tokoh Delem dan lawan asih. Uduhhh aratu dewa
Sangut. Bahasa Inggris ini lebih banyak di- agung, mamitang lugra tityang
gunakan sebagai bahasa plesetan seperti You parekan ituwa, matur tityang
was kij (kamu pergi ke mana). Kalimat ini se- ring buk padan palungguh aratu,
sungguhnya adalah bahasa Bali yang dibawa aratu sareng sami sane iring
ke dalam bahasa Inggris, sehingga menjadi tityang sewewengkoning sabe
bahasa plesetan. Selain itu ditemukan pula mendala pandawa, pinih rihin
penyisipan bahasa Bali di tengah-tengah aratu pangobaktin tityang katur
rangkaian bahasa kawi yang dipakai sebagai ring palungguh aratu sareng sami
dialog, seperti pada kutipan di bawah ini. mangdene sampun itua kecawaking
Werkodara : Yah kadiang punapa mangke. ila kadi mangkin. Nunas lugra
Ingulun aminta mulih tan pa- Anoman : Ngadeg.... tualen kalaganta ya ta
wehan, sedurung manya ikanang warian wus asung kerta lugraha
karya. Tatan weruh aku paling juga lawan sira bayu temaja, mulih
sing bisa ajaka jangkak-jongkok ring hyang-hyangin sinembah
kene. Enggalan tujune pesu yen kalawan kita tualen. (kaset I, side
jagkak jongkok. Nagih mulih yen A, 10-11)
konden pragata gae sampunang Kutipan dialog di atas merupakan
budal. Samangkana saturan ira penggambaran suasana adegan petangkilan
sang satus Korawa, aku mesem di Indraprasta antara Anoman dengan
lawan kaka yudistira. (kaset II, Irawan diiringi oleh Tualen dan Merdah.
side A, 297) Pengulangan kata aratu dalam dialog di atas,
Kata, kelompok kata, dan kalimat- sebenarnya tidak mempengaruhi arti kalimat
kalimat di atas adalah bentuk-bentuk sisipan yang dituturkan, melainkan digunakan
pada rangkaian kalimat dalam dialog. Dialog sebagai kata penegas. Contoh lain dari gaya
Bima “Tatan weruh aku paling sing bisa ajaka repetisi yang terdapat pada naskan Lakon
jangkak-jongkok kene, Enggalan tujune pesu Irawan Rabi adalah sebagai berikut.
yen jagkak jongkok” menunjukkan adanya Baru : Lakar mesiram masih maweda. Pa-
penyisipan bahasa Bali dalam bahasa kawi. ling keweh dadi peranda, mekikihan
Kombinasi bahasa demikian diperbolehkan merayunan memantra, mekikihan
dalam tradisi wayang Bali apabila didasarkan sirep masih memantra. Keto yen nge-
pada watak tokohnya. Oleh karena Bima larang kedarman, iraga dadi parekan
memiliki watak kasar, maka ia diperbolehkan sing misi keto,yen sube seduk, jemak
menggunakan bahasa Bali. Apalagi pada saat jeg tekor. Eee niki tekorang, jangin
marah, maka penyisipan bahasa Bali dalam jukut beres. (tokoh baru keluar, ke-
bahasa kawi akan semakin nampak. mudian masuk lagi) Irage diapin
3. Repetisi sing nawang weda, bagian nyanyi-
Repetisi atau perulangan bunyi sering nyanyi liyu tawang. yen ade lagu alit-
dilakukan oleh seorang dalang. Keraf alite jani dingeh cepok jeg kene ben.
(1985:127) menyatakan repetisi adalah (bernyanyi) sane dibi titiang tumben
perulangan bunyi, suku kata atau bagian ke kota ke toko baru manumbas kaca
kalimat yang dianggap penting untuk mata, ade teka dong iya uli kajoo.
memberi tekanan dalam sebuah konteks (kaset II, side A, 314)

113
I Putu Ardiyasa, Pertunjukan Wayang Kulit Purwa

Dialog di atas adalah ungkapan tutur di Indraprasta, pada saat terjadi konflik
tokoh Baru yang menjelaskan kegiatan se- antara Tualen dan Merdah. Merasa dirinya
hari-hari seorang sulinggih. Baru selalu meng sudah tua, Tualen sebenarnya tidak ingin
ulang kata makikihan dan mamantra meru- menikah lagi, tapi karena ada unsur paksaan
pakan upaya sang penutur untuk penekanan dari Anoman dan Merdah, akhirnya Tualen
terhadap pentingnya mantra dalam kehidup- bersedia untuk pergi ke Astina mencari
an sehari-hari, yakni: seorang sulinggih, se- panyeroan Diah Lismaya Wati. Kutipan
belum mandi harus mengucapkan mantra, berikut merupakan dialog yang dimaksud.
sebelum makan juga mengucapkan mantra. Tualen : Nden malum, de jeg ulah ngiring.
4. Koreksio Merdah : Ape ne beratang nanang?
Gaya koreksio biasanya dipakai oleh Tualen : Ane beratang nanang, sing dingeh cai
seorang dalang saat dialog panakawan. bawos ida sang Irawan ngenikayang
Salah seorang panakawan yang sering jani karya ditu mekejang watekin
mengucapkan kata-kata yang salah, baik itu Pandawa miwah para ratu, ne sakti
secara disengaja maupun tidak (pikun). Salah ngaturan ngaksi karyane ditu. Pan-
ucapan tersebut diperbaiki sendiri ataupun jak-panjak sinah mekejang ngayah,
diperbaiki oleh lawan bicaranya. Gaya tutur ade maebat, ade megorengan. To
ini disebut dengan gaya koreksio. Berikut jani lantas nanang ajak cai ngir-
contoh-contoh kutipan dialog dalam Lakon ing dane sang Anoman muang sang
Irawan Rabi. Irawan ngemaling kemu. Yen tawa-
Delem : Atuta yan tonian yatna ring niti nge lantas, ketare ditu sinah runtuh
kabelasah ikang caru suksemeng tri kawibawan sang Panca pandawane
loka. kaden keto. Buine yen tawange teken
Sangut : Tri.... kola tukang ebate, badah jeg uwug, mal-
Delem : Tri kola apa... triiiiiii loka. Loka ing...jeg talenan ape menek, blakas
Sangut : Lokalo. (kaset I, side B, 117-120 menek. Ane jejehin nanag lengis um-
Kata “Tri Loka” berarti tiga dunia. Na- bane ane kebus ento.
mun demikian Sangut dalam mengucapkan- Merdah : Engken ne nang.
nya disalahkan menjadi “Tri Kola”. Kemudi- Tualen : Anak masan ngoreng umbe ditu,
an Delem mengkoreksi ucapan Sangut. Kata temblage tendase aji lengis umba. Si
tri kola yang diucapkan Sangut sebenarnya jeg prejani menek pangkat nanang,
tidak mempunyai arti, akan tetapi seorang koplar. (kaset seri: I, side A, 44-50).
dalang menempatkan sebagai media untuk Dalam adegan ini, sesungguhnya
memunculkan perbedaan pendapat di antara Tualen mengulang kembali ucapan Irawan
keduanya. Kalimat-kalimat atau kata-kata yang sudah dituturkan sebelumnya. Kalimat
pada kutipan diatas, menjadi indikator yang mempertegas yang dimaksud seperti kata
membuat tutur dalam dialog panakawan La- “sang Irawan ngenikayang jani karya ditu
kon Irawan Rabi dalam WKP oleh dalang Rai mekejang watekin Pandawa miwah para
Mesi mengandung tutur bergaya koreksio. ratu, ne sakti ngaturan ngaksi karyane ditu.”
5. Mempertegas Kalimat tadi merupakan pengulangan
Dialog panakawan sering kali mengulang kata sang Irawan pada adegan petangkilan.
pembahasan tutur yang telah diucapkan Maka tutur di atas dapat dikatakan sebagai
pada adegan sebelumnya oleh tokoh para tutur mempertegas. Gaya mempertegas
ratu. Gaya seperti ini disebut dengan gaya juga terdapat pada babak ke II saat Irawan
mempertegas, karena tutur berbahasa kawi sudah berhasil di bawa ke Astina untuk
sulit dimengerti oleh penonton, sehingga diserahkan kepada sang Kala Nila Ludraka.
membutuhkan penjelasan, agar dapat Pada adegan ini, Delem mempertegas bahwa
dipahami kepastiannya. Misalnya pada maling sedang disiksa oleh Bima. Adegan
Lakon Irawan Rabi, setelah adegan sidang penyiksaan tersebut sudah terjadi pada

114
Wayang Nusantara | vol.2 no.2, September 2018

adegan sebelumnya, akan tetapi Delem tutur bergaya kontradiksio terdapat pula
menegaskan kembali dengan tutur. Dengan dalam adegan formal atau sidang.
demikian gaya bertutur mempertegas, dapat 7. Kias-banding
ditemukan dalam Lakon Irawan Rabi. Untuk memperkuat dialog dan mem-
6. Kontradiksio bandingkan sifat, keadaan, dan perilakunya
Pertentangan antara dua keadaan dengan tepat dan jitu biasanya ki dalang
atau sesuatu yang mempunyai perbedaan menggunakan gaya kiasan. Purnamawati
mencolok disebut dengan kontradiksi. (1997: 31) mengatakan bahwa penggunaan
Peristiwa, situasi, atau kondisi yang gaya kiasan selalu menggunakan pertim-
melukiskan bertentangan biasanya bangan, baik dari atribut manusia terhadap
ditemukan pada dialog panakawan, terutama obyek-obyek maupun ide-ide yang tak ber-
dialog Delem dan sangut pada Lakon Irawan nyawa. Bila menyatakan kekaguman terha-
Rabi. Namun demikian terdapat pula dialog dap obyek yang dilihat, sering dipakai suatu
yang bertentangan antara dua tokoh ratu, ungkapan abstraksi atau pengandaian. Jadi
seperti ditunjukkan dalam dialogp ada babak penggunaan bahasa kiasan adalah salah satu
pertama adegan sidang berikut. cara penyampaian pikiran dan perasaan sese-
Irawan : Pakulun..... sira paman inganika, orang terhadap orang lain, sehingga penuh
kesamakna juga ritekap sirang rasa keindahan ada di dalamnya.
Irawan. Apan yeki kari rare wing- Dalam Lakon Irawan Rabi dijumpai
uda urung antes angamet, anga- pula jenis tutur ini, yaitu pada saat Irawan
lap, ikanang pria. Mangkana sira dan Tualen sudah berhasil masuk di kediaman
paman. Riwekas juga, yan aminta Diah Lismaya Wati, seperti dalam kutipan
sih ri kunang paman inganika. dialog berikut.
Anoman : Hihihihi.... pradnyan kita warah Tualen : Ugase malu tiang ngelemesin anak
aken awaknya kari rare. I anoman luh nak pragat aji gendingan,
sampun angelaraken aji waskita, sesawangan, sing keto ngayahang
wruh lawan wredayan ta. Kita malu, patut matekap nulungin
mangke sampun antesangamet matwane. Sing keto cara jani behh
ikanang priya. Sang apa ingan- nyaru-nyaru mebalih televisi jeg
tekaken lawan ta kita, I Abimanyu saget sube gandengan. Dumun tiang
sampun angamet ikanang stri, I sampun ping tiga pocol ngayahang
gatot kaca sampun juga angamet atiban-atiban nika.
ikanang stri. Kita kewale durung. Irawan : Mangkana tualen?
Menawa kita sengsaya ri yayah Tualen : Inggih, sangkal wenten anak ngorang
ta arjuna. Yan kroda Arjuna, kempul barong di menguwi, bubul
anoman tadahe ikanang baya. Yan baong ningeh munyi.yen malu
kroda wrekodara, anoman tadahe ngelemesin anak luh ngange gending
ikanang baya. (kaset I, side A, 39- aratu. (kaset II, side A, 386-388)
43) Ungkapan kempul barong di menguwi,
Dialog di atas menunjukkan Anoman bubul baong ningeh munyi adalah kiasan
mengetahui bahwa Irawan dalam hatinya yang digunakan menggambarkan sesuatu
memendam perasaan cinta kepada Diah yang sangat tidak mengenakkan. Seperti
Lismaya Wati. Untuk itu Anoman menyuruh saat tenggorokan Tualen sedang sakit, ia
keduanya untuk menikah dengan cara apa memaksa diri untuk melantunkan lagu
pun. Namun Irawan menolaknya dengan rayuan. Oleh karena itu suaranya sangat
alasan bahwa dirinya masih terlalu muda, tidak enak sehingga rayuan tidak mempan,
selain itu Diah Lismaya Wati sudah akan tetapi malah kemarahan yang diperolehnya.
menikah dengan Sang Kala Nila Ludraka. Kata kiasan dapat dijumpai pada adegan lain
Selain terdapat dalam tutur dialog konflik, dalam Lakon Irawan Rabi.

115
I Putu Ardiyasa, Pertunjukan Wayang Kulit Purwa

8. Penekanan (stressing) Tualen : Nawegang titiang ring palungguh


Sebagaimana yang berlaku dalam dialog iwa, sapunika ida i anak. Amang-
wayang kulit Bali, baik itu tokoh ratu atau kinan durung wenten manah titiang
pun panakawan, Lakon Irawan Rabi ini jagi ngerereh somah. Malih pidan
pun menggunakan penekanan pada akhir yan sampun antes titiang pacang
kalimat. Penekanan pertama mengandung ngerereh timpal wiadian somah, irika
unsur tantangan, sedangkan penekanan wenten atur titiang ring palungguh
kedua mengandung unsur respon. Kata- iwa. Taler iwa jagi tunasin titiang
kata penekanan yang dimaksud adalah (1) pisarat. Asapunika mangkin nawe-
yogya-patut; (2) boya ja kenten- yogya; (3)sing gang titiang. Apin cai merdah, lek
keto-ae; (4) sing keto-saja, dan sebagainya. ati nanang, gigi suba pawah bin
Tutur seperti ini disebut dengan tutur nganten. (kaset seri: I, side A, 39-40)
penekanan. Kata yogya-patut digunakan Tualen memberikan saran kepada Irawan
sebagai penekanan kalimat sebelumnya untuk tidak mengindahkan permintaan Ano-
bahwa kalimat yang diucapkan adalah suatu man dengan alasan usia Irawan masih terlalu
kebenaran dan patut dilaksanakan. Sebelum muda, menikah dengan cara mencuri tidak baik,
Anoman mengatakan yogya, terlebih dahulu perilaku seperti itu akan mempermalukan orang
Tualen mengartikan ucapan Anoman. Setelah tua, dan sebagainya. Dalam kondisi seperti ini
itu, kemudian Tualen mengatakan inggih tokoh panakawan harus menggunakan bahasa
patut. Artinya bahwa ucapan sebelumnya Bali alus. Jika situasinya terjadi antar tokoh
perlu ikuti dan dilaksanakan. panakawan, maka bahasa Bali kasar lebih
b. Sor-singgih dominan. Seperti pada kutipan dialog Delem
Bahasa Bali adalah bahasa ibu yang men- dan Sangut berikut ini:
jadi media komunikasi dalam kegiatan bertutur Sangut : Engkenange lem?
masyarakat Bali. Adanya konsep catur warna Delem : Beorang sepanan nepis. Saget sube
(brahmana, satria, waisya, dan sudra) membuat gidate kene. Sing medaya kala nyagur
tingkatan-tingkatan dalam berbahasa yang dise- sang Bima. Mula biasa sang Bima
but dengan sor-singgih basa atau unda usuk basa. keto, mekebyeng kunang-kunang
Poedjosoedarmo (dalam Rota, 1990: 237) me- bene. Tamyu nomor 1 paling nakale.
ngatakan dalam bahasa Bali memiliki tingkatan Nyanan kal aturen kopi adukin aon.
yang cukup komplek, bervariasi serta perbedaan Sangut : Nyenn? Sang bima?
antara bahasa satu dengan yang lainnya ditentu- Delem : Ae, alus atur kakane, “nawegang aratu
kan oleh perbedaan sikap santun yang ada pada malinggih dumun” keto. Jeg nyen kal
diri pembicara terhadap lawan bicara. perintah keto nikan ida. Suba barak
Begitu pula dalam kesenian wayang, kon- biing muane, kaka megedi ugas to.
sep ini masih berlaku, khususnya pada Lakon Sangut : Yen melem melaib, jeg akecosan
Irawan Rabi, dimana perbedaan kedudukan bakatange ken sang Bima. Cang bani
sangat tampak antara kedudukan Irawan sebagai sing matur ken sang Bima luwungan
junjungan, dengan Tualen sebagai parekan. Saat ane lenan je aturin lem. (kaset II,
berdialog, Tualen harus menggunakan bahasa side A, 322- 329)
Bali alus sor. Bahasa ini disebut bahasa vertikal, Nampak jelas kondisi dialog pada adegan
seperti pada kutipan dilaog di bawah ini. ini adalah level horizontal, artinya penutur
Irawan : Pakulun....sira paman inganika, kesa- dalam kondisi dan kedudukan yang sama
makna juga ritekap sirang Irawan. dan pergaulan akrab, sehingga bahasa yang
Apan yeki kari rare winguda urung digunakan dalam dialog adalah bahasa Bali
antes angamet, angalap, ikanang kasar. Selain jenis dialog di atas, terdapat
pria. Mangkana sira paman. Riwekas dialog antar panakawan dengan tokoh yang
juga, yan aminta sih ri kunang pa- dimuliakan dengan menggunakan bahasa Bali
man inganika. kasar, dicampur dengan basa Bali alus singgih.

116
Wayang Nusantara | vol.2 no.2, September 2018

Berikut kutipan tutur yang dimaksud. sebagai pengantar dari adegan pembuka yang
Sangut : Sambeh, to be care tain kambing, berwujud narasi dalam bentuk tembang. Selain
ye mara tiwakina senjata ken ida narasi struktural ada pula narasi dramatik, yang
sang Kresna. Usan mapuja mantra, proses terjadinya tergantung pada cerita yang
ngelarang weda, tiwakange senjatan memiliki hubungan logis dengan gerak atau
idane, yehhhh sambeh cara tain unsur plot dengan adegan yang lain. Berikut
kambing pebresbres. (kaset III, side contoh kutipan narasi dramatik dalam Lakon
B: 1060) Irawan Rabi.
Kata, kumpulan kata, dan kalimat yang “Senduk samita natan katon ikang
dituturkan oleh tokoh Sangut adalah basa Bali wredayeng hati. Ritatkala ineleh tan hanaleh
alus yang dipakai dalam dialog panakawan. angideaken manya tan kahedeh nriyaaken
Topik pembicaraannya adalah menceritakan kang kwadaritusta, manah ira kaya sapa,
peristiwa dalam babak ketiga, yaitu pada saat ling ira sang asung asemida rikalaning sira
adegan perang. Kalimat ye mara tiwakina senjata bayu temaja, kanggek marewenten ikanang
ken ida sang Kresna. Usan mapuja mantra, Indraprasta tinangkilalawan sira Irawan,
ngelarang weda, tiwakange senjatan idane, tansah kewale umeneng juga”.
yehhhh sambeh cara tain kambing pebresbres Kutipan di atas menggambarkan adanya
adalah pernyataan Sangut untuk mengagungkan kesedihan pada salah satu tokoh yang diajak
kesaktian yang dimiliki oleh Kresna. Bahasa sebagai lawan bertutur yaitu Irawan, yang
jenis ini kerap disebut sebagai bahasa Vertikal- memendam perasaan cintanya kepada Diah
Horzontal, artinya satu dialog terdapat basa Bali Lismaya Wati. Jika penyacah mempunyai
Kasar dan basa Bali alus. fungsi sebagai prolog yang mengantarkan
c. Narasi keseluruhan lakon, maka pengalang berfungsi
Pada Penyacah Parwa, dalang memaparkan sebagai pengantar dari adegan pembuka yang
pokok cerita yaitu pertemuan antara Anoman berwujud narasi dalam bentuk tembang. Selain
dan Irawan di puri para Pandawa untuk narasi struktural ada pula narasi dramatik, yang
membicarakan pernikahan Irawan. Narasi jenis proses terjadinya tergantung pada cerita yang
ini disebut dengan narasi struktural menurut memiliki hubungan logis dengan gerak atau
Zurbuchen. Yang dimaksud dengan narasi unsur plot dengan adegan yang lain. Berikut
struktural oleh Zurbuchen (dalam Rota: 1990: contoh kutipan narasi dramatik dalam Lakon
250) adalah pengalang, yaitu suatu tutur ki Irawan Rabi.
dalang untuk adegan pembuka dalam mengawali Ariwauu, pade sampun alungguh tekap
percakapan. Pengalang yang ditemukan dalam ikanang ira Irawan muang bayu suta, mangke
Lakon Irawan Rabi adalah sebagai berikut: atangkila tekaping caraka nira.
“Senduk samita natan katon ikang Umeneng, tan sida umojare tekapa ira Arjuna.
wredayeng hati. Ritatkala ineleh tan hanaleh Mijil ira maka waduan ira sang Kala Nila
angideaken manya tan kahedeh nriyaaken Ludraka
kang kwadaritusta, manah ira kaya sapa, Neng akena rilampah ira Bayu Temaja muang
ling ira sang asung asemida rikalaning sira Irawan muang caraka. Mangke kawinursita
bayu temaja, kanggek marewenten ikanang maring telengin Astina pura, mebet sahananing
Indraprasta tinangkilalawan sira Irawan, para ratu muah pertiya presama. Diah Lismaya
tansah kewale umeneng juga”. Wati tan sah atawan-tawan tangis . watek
Kutipan di atas menggambarkan adanya ikanang para ratu juga angantekan lamakane
kesedihan pada salah satu tokoh yang diajak labda karya.
sebagai lawan bertutur yaitu Irawan, yang Narasi seperti dikemukakan di atas,
memendam perasaan cintanya kepada Diah dipakai untuk mengawali tutur naratif sang
Lismaya Wati. Jika penyacah mempunyai dalang. Berbagai narasi yang digunakan seperti,
fungsi sebagai prolog yang mengantarkan lumaris (berangkatlah), ri sadekala samangkana
keseluruhan lakon, maka pengalang berfungsi (jika demikan maka), tan warnanen (tanpa

117
Wayang Nusantara | vol.2 no.2, September 2018

pakan komponen utama dalam bertutur sedangkan tokoh yang terlibat dalam kegiatan bertutur; (2)
komponen bentuk narasi dan tutur bertembang menjelaskan struktur adegan dalam cerita; (3)
adalah komponen yang menopang bentuk tutur menunjukan kekerabatan antar tokoh wayang yang
dialog. Bentuk tutur dialog ada yang berbahasa terlibat dalam kegiatan bertutur; (4) meningkatkan
Bali, berbahasa kawi, bahasa Indonesia, bahasa kadar nilai estetis dalam bertutur sang dalang guna
Inggris, dan sebagainya. mempengaruhi penonton agar tetap menonton
Untuk membangun komposisi tutur, dalang pergelaran wayang serta tertarik untuk membaca isi
Rai Mesi melalukan upaya-upaya agar bahasa yang (pesan dan makna) cerita; (5) dipergunakan sebagai
dipergunakan efektif dalam sajian pertunjukan alat mempengaruhi penanggap tutur oleh penutur.
WKP-nya antara lain dengan (1) memilih materi
bahasa; (2) menata materi bahasa; (3) memilih corak Kepustakaan
bahasa; (4) dan memilih gaya bahasa. Dari upaya
tersebut, dapat dikatakan dalang Rai Mesi memiliki Keraf, Goris, 1981. Diksi dan Gaya Bahasa, Jakarta:
daya kreativitas yang tinggi dalam memilih dan PT Gramedia.
menata bahasa dalam kegiatan bertuturnya. Dalang __________, 1985. Komposisi: Sebuah Pengantar
Rai Mesi banyak memanfaatkan bahasa-bahasa di Kemahiran Bahasa. Ende: Nusa Indah.
luar daerah, seperti bahasa Jawa, Madura, Kupang, Kutha Ratna, Nyoman. 2009. Stalistika: Kajian
Sulawesi, dan sebagainya dalam kegiatan bertutur Puitika Bahasa, Sastra dan Budaya. Yogyakarta:
dialog panakawan. Pustaka Pelajar.
Dalang Rai Mesi dalam Lakon Irawan Rabi Purnamawati, Ni Diah. 1997. “Retorika dalam
menggunakan teknik penyajian tutur dengan (1) Pertunjukan Drama Gong Bintang Bali Timur
gaya alternasi; (2) gaya epentesis; (3) gaya repetisi; Dengan Lakon Ni Luh Sukerti”. Denpasar:
(4) gaya koreksio; (5) gaya kontradiksio; (6) gaya STSI Denpasar.
mempertegas; (7) gaya kias-banding; (8) gaya Rota, I Ketut. 1990. “Retorika Sebagai Ragam
penekanan (stressing); (9) sor-singgih. Aspek-aspek Bahasa Panggung dalam Pertunjukan Wayang
retorika ini membangun komposisi tutur yang Kulit Bali”. Denpasar: STSI Denpasar.
dipilih, dan ditata, sehingga menjadi satu kesatuan Wahyudi, Aris. 2012. Lakon Dewa Ruci:Cara
wujud kebahasaan yang utuh. Menjadi Jawa; Sebuah Analisis Strukturalisme
Fungsi retorika dalang Rai Mesi dalam Lakon Lévi-Strauss dalam Kajian Wayang. Yogyakarta:
Irawan Rabi adalah (1) sebagai perkenalan tokoh- Bagaskara.

119
I Putu Ardiyasa, Pertunjukan Wayang Kulit Purwa

diceritakan) pula ditemukan dalam Lakon Sesawangan (kaset I, 140-142)


Irawan Rabi. I luutung katulung tulun, metindak kadi
d. Tutur Bertembang tayung kapundung, wireh takut ia ulung,
Jika dilihat dalam pakem baku wayang yen ulung batisne lung. Ikukur ya mesawur,
kulit tradisi Bali, tutur bertembang adalah salah gelur-gelur ia di duur. swarannyane sade
satu komponen yang menopang keberhasilan ngawurmesawur. mapi mapi mapituturTuare
dialog. Tembang merupakan jenis tutur inget teken lacur, gigis pelih nagih nyagur.
bersifat ilustratif untuk memperkaya serta Sloka (kaset II, 3130
meningkatkan unsur estetik dialog, terutama Om keswama-swamam sarwa dewa nugra-
membangun suasana (mood) dramatik yang hakem, yarnanem sarwa pujanam nama
sedang berlaku. Berdasarkan hasil pengamatan sarwa dewa nugrahakem.
penulis, dalam Lakon Irawan Rabi sesungguhnya Berbeda dengan kutipan di atas, penulis
banyak terdapat gaya penyajian dalam wujud menemukan pula gaya bertembang yang
tutur bertembang, seperti alas arum, pengalang, beralternasi dengan dialog (gancaran). Berikut
bebaturan dan lain-lain. Banyak di antaranya kutipan dialog yang dimaksud.
mengutip dari cuplikan-cuplikan kakawin dan Sangut : Wetan kali kulon ya kali, ngareping
tidak sedikit pula tanpa diketahui sumbernya. nyebrang ka ono patih. Kene kadi
Berikut kutipan gaya tutur bertembang yang konoya gati ne titimbang podo kaapti.
dimaksud. Delem : Aissss, gending apa to?
Tembang (kaset seri I, 1) Sangut : Jowo!
Rahina tatas kemantian, humuni meredang- Delem : Behhh, mabet-mabet nawang gending
ga kala sangka gurnitantara. jowo. (kaset seri: 1, side B, 178-181)
Gumuruh ikang gubarbala samuha puja Semua kata, kumpulan kata atau kalimat
serurumuhun di atas adalah gaya tutur bertembang yang
Para ratu sampun ayas ngasasalin lumampah diucapkan secara berselang-seling oleh dalang
awan rata parimita. melalui tokoh Delem dan Sangut. Dalam hal
Nrepati Yudistira perang muka,Bimasena, ini dialog tersebut tidak berupa terjemahan dari
nakula arjuna plarumurug. tutur bertembang, melainkan partisipan tutur
Rasa belah sang mahetala, penuh wangkang memberikan respon, tanggapan atau reaksi
pariwak dedet kemurbak. terhadap tutur bertembang tersebut. Sangut
Pengalang (kaset I, 10) bernyanyi dengan lirik Wetan kali kulon ya
Sawur ira tan apanjang, singgih sang nguni- kali, ngareping nyebrang ka ono patih. Kene kadi
wara ulun yeki, ketalian dening bakti lawan kono ya gati ne titimbang podo kaapti, kemudian
asih. ditanggapi oleh Delem sebagai responden tutur
Kakawin (Kaset 1, 98) dengan kata Aissss, gending apa to dan Behhh,
Rabiang alas, mabet-mabet nawang gending jowo. Hal tersebut
kadi maha mangidot. menunjukan bahwa setiap pernyataan salah satu
Tumungkul cayanya dening atinget-tinget. tokoh harus direspon tokoh lain secara tepat.
Ya mawan rikang luwah.
Cecantungan (kaset I, 111) Penutup
biatitan sang aneng-aneng asrama sedeng
angiwa diyana lawan semadi. Katambetan Dari pembicaraan di muka, kiranya dapat
narendra musuh ira tikeng sampurna wirya, ditarik kesimpulan sebagai berikut. Aspek-aspek
sangkepan sang mantra mantri saha bala- kebahasaan dalam WKP Lakon Irawan Rabi oleh
bala, wanua lapad kapa bela. Mangkin dalang Rai Mesi meliputi bentuk-bentuk tutur dan
rug wengi penglayangan ngusak-asik dedet cara yang digunakan dalam penyajian tuturnya.
kumaresah kadi osah meh swarga, yata Bentuk-bentuk tutur yang digunakan dapat dibagi
akenian atindak-tindakan dening upaya menjadi tiga yaitu dialog, narasi, dan tutur bertem-
sakti . bang. Dari ketiga bentuk tersebut, dialog meru-

118

You might also like