Professional Documents
Culture Documents
Jaksa
Jaksa
www.kejaksaan.go.id
TERMINOLOGI HUKUM
DALAM BAHASA INGGRIS
ATTORNEY GENERAL’S OFFICE
PUBLIC PROSECUTION SERVICE
SUPREME PEOPLE’S PROCURATORATE OFFICE
STATE ATTORNEY OFFICE
SOLICITOR GENERAL
CROWN SOLICITOR
TERMINOLOGI HUKUM
BAHASA BELANDA
Officier van Justitie
Openbaare Ministrie
Magistraat
SEJARAH ADHYAKSA
Pedang
Senjata pedang melambangkan kebenaran, senjata untuk membasmi
kemungkaran/kebathilan dan kejahatan.
Timbangan
Timbangan adalah lambang keadilan, keadilan yang diperoleh melalui
keseimbangan antara suratan dan siratan rasa.
Di bidang pidana
Di bidang perdata dan tata usaha negara
Dalam bidang ketertiban dan ketenteraman
umum
Di samping tugas dan wewenang tersebut
dalam Undang-Undang Kejaksaan dapat
diserahi tugas dan wewenang lain
berdasarkan undang-undang.
DI BIDANG PIDANA, KEJAKSAAN
MEMPUNYAI TUGAS DAN
WEWENANG:
melakukan penuntutan;
melaksanakan penetapan hakim dan putusan
pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum
tetap;
melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan
putusan pidana bersyarat, putusan pidana
pengawasan, dan keputusan lepas bersyarat;
melakukan penyidikan terhadap tindak pidana tertentu
berdasarkan undang- undang;
melengkapi berkas perkara tertentu dan untuk itu dapat
melakukan pemeriksaan tambahan sebelum
dilimpahkan ke pengadilan yang dalam
pelaksanaannya dikoordinasikan dengan penyidik.
DI BIDANG
PERDATA DAN TATA USAHA
NEGARA
Kejaksaan dengan kuasa khusus dapat bertindak
baik di dalam maupun di luar pengadilan untuk dan
atas nama negara atau pemerintah.
Procureur Generaal
Advocat Generaal
Parket Generaal
Setingkat Menteri
Setingkat Wakil Perdana Menteri
Setingkat Perdana Menteri
JAKSA AGUNG, WAKIL JAKSA
AGUNG DAN JAKSA AGUNG MUDA
Jaksa Agung adalah pimpinan dan penanggung jawab
tertinggi kejaksaan yang memimpin, mengendalikan
pelaksanaan tugas, dan wewenang kejaksaan.
Jaksa Agung dibantu oleh seorang Wakil Jaksa Agung
dan beberapa orang Jaksa Agung Muda.
Jaksa Agung adalah pejabat negara.
Jaksa Agung diangkat dan diberhentikan oleh Presiden
WAKIL JAKSA AGUNG RI
(lanjutan)
Jaksa Agung dan Wakil Jaksa Agung merupakan satu
kesatuan unsur pimpinan.
JAKSA AGUNG MUDA
(lanjutan)
Jaksa Agung Muda adalah unsur pembantu pimpinan
(bidang Pembinaan, Pidana Umum, Pidana Khusus,
Bidang Intelijen, Bidang Pengawasan, Bidang Perdata
dan Tata Usaha Negara)
LARANGAN RANGKAP
JAKSA AGUNG
Jaksa Agung dilarang merangkap menjadi:
Pejabat negara lain atau penyelenggara negara menurut peraturan
perundang- undangan;
Advokat;
Wali, kurator/pengampu, dan/atau pejabat yang terkait dalam perkara
yang sedang diperiksa olehnya;
Pengusaha, pengurus atau karyawan badan usaha milik negara/daerah,
atau badan usaha swasta;
Notaris, notaris pengganti, atau pejabat pembuat akta tanah;
Arbiter, badan atau panitia penyelesaian sengketa yang dibentuk
berdasarkan peraturan perundang-undangan;
Pejabat lembaga berbentuk komisi yang dibentuk berdasarkan undang-
undang; atau
Pejabat pada jabatan lainnya yang ditentukan berdasarkan undang-
undang.
PEMBERHENTIAN
JAKSA AGUNG
Jaksa Agung diberhentikan dengan hormat
dari jabatannya karena:
meninggal dunia;
permintaan sendiri;
sakit jasmani atau rohani terus menerus;
berakhir masa jabatannya;
tidak lagi memenuhi salah satu syarat sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 21 (larangan rangkap jabatan)
PEMBERHENTIAN JAKSA AGUNG
(lanjutan)
FUNGSIONAL
STRUKTURAL
PEGAWAI NEGERI SIPIL
JAKSA
Sebagaimana KUHAP
Pembatalan Hak Merek
Pembatalan Hak Paten
Pembatalan Perkawinan
TANGGUNGJAWAB
JAKSA
Profesi
Yuridis
Pegawai Negeri Sipil
TANGGUNG JAWAB
JAKSA SEBAGAI PNS
PP No. 53 Tahun 2010 tentang Disiplin
PNS
PP No. 37 Tahun 2004 tentang Larangan
PNS sebagai anggota Partai Politik
PP No 42 Tahun 2004 tentang
Pembinaan Jiwa Korps dan Kode Etik
PNS
TANGGUNG JAWAB
JAKSA SECARA YURIDIS
Profesional dan Proporsional
Berhati nurani
Optimalisasi
Rechtmatig dan Doelmatig
KODE ETIK
B. Keahlian
Seorang jaksa dituntut untuk memiliki keahlian, yang meliputi :
Penguasaan bahasa asing, khususnya bahasa Inggris;
Mengoperasikan komputer.
ORGANISASI INDUK
Hormat
Tidak dengan Hormat
Sementara
PP No.20 Tahun 2008 tentang Tata Cara
Pemberhentian Jaksa jo UU Kejaksaan
RI
PEMBERHENTIAN
DENGAN HORMAT
Jaksa diberhentikan dengan hormat dari
jabatannya karena:
permintaan sendiri;
sakit jasmani atau rohani terus-menerus;
telah mencapai usia 62 (enam puluh dua) tahun;
meninggal dunia;
tidak cakap dalam menjalankan tugas
PEMBERHENTIAN
TIDAK DENGAN HORMAT
Jaksa diberhentikan tidak dengan hormat dari jabatannya dengan
alasan:
dipidana karena bersalah melakukan tindak pidana kejahatan,
berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan
hukum tetap;
terus menerus melalaikan kewajiban dalam menjalankan tugas/
pekerjaannya;
melanggar larangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11;
melanggar sumpah atau janji jabatan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 10; atau
melakukan perbuatan tercela.
Pengusulan pemberhentian tidak dengan hormat dengan alasan sebagai-
mana dimaksud pada ayat (1) huruf b, huruf c, huruf d, dan huruf e
dilakukan setelah jaksa yang bersangkutan diberi kesempatan
secukupnya untuk membela diri di hadapan Majelis Kehormatan Jaksa
PEMBERHENTIAN
SEMENTARA
Sebelum diberhentikan dengan hormat
Otomatis: penangkapan dilanjutkan
dengan penahanan
Penuntutan tidak ditahan: dihentikan
sementara
LARANGAN RANGKAP
BAGI JAKSA
Pengusaha, pengurus atau karyawan
badan usaha milik negara/daerah, atau
badan usaha swasta
Advokat
Anggota partai politik (sebagai PNS)
PENGAWASAN JAKSA
INTERNAL
EKSTERNAL
PENGAWASAN INTERNAL
Peraturan Presiden Nomor 38 Tahun 2010 Tentang Organisasi dan Tata
Kerja Kejaksaan RI disebutkan dalam pasal 27 bahwa lingkup bidang
pengawasan meliputi perencanaan, pelaksanaan dan pengendalian
pelaksanaan pengawasan atas kinerja dan keuangan intern Kejaksaan,
serta pelaksanaan pengawasan untuk tujuan tertentu atas penugasan
Jaksa Agung Peraturan Presiden Nomor 38 tahun 2010 tentang
Organisasi dan Tata Kerja Kejaksaan Republik Indonesia
Komisi Kejaksaan:
a. berhak mengikuti gelar perkara terhadap kasus-kasus
yang menarik perhatian publik yang dipimpin oleh
Jaksa Agung;
b. berhak mengikuti gelar perkara terhadap kasus-kasus
dan/atau perkara yang dilaporkan masyarakat kepada
Komisi Kejaksaaan;
c. dapat diangkat menjadi anggota dalam Majelis Kode
Perilaku Jaksa.
FORUM KOORDINASI
5.An appropriate state authority should be given the responsibility to provide public
prosecutors and their families with information, training and advice concerning
personal safety.
6. Where the police, the prosecution authority, or any other state authority has
information concerning specific threats or security risks to public prosecutors or their
families they should advise the prosecutor and the prosecutor’s family of that threat
or risk. In such a case an appropriate state authority should carry out an assessment
of that threat or risk and provide all necessary security for the prosecutor and the
prosecutor’s family and advise them concerning any steps they should take to take
care of their own security.
7. Where public prosecutors become aware of specific threats or risks to themselves or
their families they should inform the appropriate state authorities.
8. Where public prosecutors or their families are subjected to violence or threats of
violence, or are harassed, stalked, intimidated or coerced in any manner, or
subjected to any form of inappropriate surveillance, states shall ensure
IAP STANDARD PROTECTION OF PROSECUTORS
(lanjutan 2)
11. States and state authorities should take such steps as are practicable to prevent
personal information concerning public prosecutors or their families becoming known
to third parties where this would be inappropriate.
12.States should take special care to assess any security risks and to take appropriate
measures of protection where public prosecutors are likely to be particularly
vulnerable owing to the nature of their work, for example where prosecutors work on
cases concerning terrorism, organised crime, war crimes, crimes against humanity,
the seizure of criminal assets or crimes committed by persons in authority within the
state.
13. Measures for the protection of prosecutors and their families should also be
applied for the benefit of other persons who work for prosecutors or prosecuting
authorities and their families where this is reasonably necessary for their security
and protection.
14. States should designate the particular authorities charged with performing the
duties and functions referred to in this Declaration and should inform public
prosecutors and their families which authorities have been designated for any
particular purpose.