You are on page 1of 41

KEGAWATDARURATAN

NEFROLOGI ANAK
Dr. Aumas Pabuti, SpA(K), MARS
Kegawatdaruratan Nefrologi Anak

▪ GANGGUAN GINJAL AKUT=GgGA


(ACUTE KIDNEY INJURY=AKI)
▪ HIPERTENSI KRISIS
Acute Kidney Injury (AKI)/Gangguan
Ginjal Akut (GgGA)

▪ AKI/GgGA  penurunan fungsi ginjal mendadak


dengan akibat hilangnya kemampuan ginjal
untuk mempertahankan hemostasis tubuh.
▪ Berdasarkan klinis:
– GgGA oligurik, apabila diuresisnya <1 ml/kgBB/jam pada anak dan
<0,5 ml/kgBB/ham pada neonatus
– GgGA non-oligurik, apabila diuresisnya >1-2 ml/kgBB/jam
Kriteria RIFLE menurut ADQI
AKI (Acute Kidney Injury) ec
Intoksikasi Jengkol

▪ Keracunan jengkol : keadaan klinis


akibat keracunan asam jengkol.
▪ Angka kejadian di Indonesia sulit
disimpulkan karena laporan penelitian
terbatas pada beberapa rumah sakit
yang berada di daerah tertentu.
Patogenesis

▪ Patogenesis keracunan jengkol masih belum


dipahami, namun diduga akibat pengendapan
kristal asam jengkol dalam saluran kemih.
▪ Secara klinis, gejala keracunan jengkol dapat
dibedakan menjadi 3 tingkatan yaitu:
– ringan apabila hanya terdapat keluhan sakit pinggang atau buang
air kecil (BAK) kemerahan,
– berat apabila disertai oliguria,
– sangat berat jika sudah terdapat anuria atau tanda-tanda gagal
ginjal akut yang nyata.
Anamnesis

▪ Riwayat makan buah jengkol


▪ Nyeri supra pubis, disuria, dan muntah
▪ Dapat disertai riwayat BAK kemerahan atau seperti
kristal putih, serta BAK menjadi lebih sedikit.
Pemeriksaan Fisik

▪ Bau khas asam jengkol dapat tercium dari mulut


maupun urin penderita.
▪ Terkadang kita dapat meraba buli-buli yang penuh,
serta menemukan infiltrat urin pada batang penis,
skrotum, dan jaringan perineum sekitarnya.
▪ Apabila sudah terjadi komplikasi, maka terlihat gejala
gagal ginjal akut, seperti edema, hipertensi, penurunan
kesadaran, pernafasan Kussmaul, dan sebagainya.
Pemeriksaan Penunjang

▪ Pemeriksaan urin rutin tidak selalu dapat


ditemukan  pada pH 5,5. Apabila ditemukan,
kristal ini berupa jarum runcing bergumpal menjadi
ikatan atau rosette.
▪ Anemia  dengan beratnya hematuri. Uremia
ringan (40-60 mg%) seringkali ditemukan dan pada
kasus berat dengan manifestasi gagal ginjal akut;
kadar ureum darah dapat mencapai 300 mg%.
Pemeriksaan Penunjang

▪ Analisis gas darah  asidosis metabolik sesuai


dengan beratnya gagal ginjal yang terjadi.
▪ Pada pemeriksaan USG atau pielografi intravena
(PIV)  pelebaran ureter atau tanda-tanda
hidronefrosis akibat obstruksi akut oleh kristal
asam jengkol di saluran kemih.
Tatalaksana
(medikamentosa)

▪ Terapi ditujukan untuk melarutkan kristal asam jengkol yang


menyumbat saluran kemih.
▪ Cara mudah dan sederhana  memperbanyak volume urin dengan
banyak minum dan membuat suasana urin lebih alkalis dengan
memberikan sodium bikarbonat 1 mEq/kgBB/hari atau 1-2 g/hari.
▪ Pada kasus berat dengan komplikasi, penderita harus dirawat dan
ditangani sebagai gagal ginjal akut.
▪ Bila terjadi retensi urin segera lakukan kateterisasi, kemudian buli-
buli dibilas dengan sodium bikarbonat 1,5%.
▪ Penderita dengan oligouria diberikan campuran larutan glukosa 5%
dan NaCl 0,9% dengan perbandingan 3:1 intravena.
Tatalaksana
(medikamentosa)

▪ Pada anuria sebaiknya diberikan larutan glukosa 5-10%


intravena dengan restriksi cairan seperti gagal ginjal
akut.
▪ Sodium bikarbonat diberikan 2-5 mEq/kgBB
disesuaikan dengan hasil analisis gas darah,
▪ Diuretik golongan furosemid dosis 1-2 mg/kgBB/hari
dapat diberikan untuk mengurangi overload cairan.
▪ Tidak ada respons maka dilakukan dialisis peritoneal
atau Hemodialisis
Tatalaksana (Bedah)

▪ Bila terdapat obstruksi berat di uretra atau


kesulitan pemasangan kateter pada retensi urin,
▪ maka dilakukan pungsi buli-buli dengan wing
needle ukuran besar atau dengan jarum sistofik no
15 F.
▪ Caranya adalah dengan meletakkan satu jari di atas
simfisis pubis di garis tengah dengan sudut 45º.
Selanjutnya dilakukan pembilasan kandung kemih
dan sebaiknya dipasang drainase secara tertutup.
Tatalaksana (Bedah)

▪ Apabila kita temukan edema atau infiltrat urin di


batang penis atau skrotum dapat dilakukan insisi
pada bagian skrotum yang paling bawah.
▪ Tindakan diawali dengan aseptik, antiseptik, serta
anestesi lokal. Kemudian daerah yang diinsisi
dikompres dengan cairan yang tidak merangsang
seperti larutan povidon iodine dan pemberian
antibiotik.
Pemantauan

▪ Pada kasus berat atau sangat berat setelah dengan


penanganan konservatif seperti di atas selama 8
jam tidak berhasil  dialisis peritoneal atau
hemodialisis
HIPERTENSI PADA ANAK

▪ Istilah Hipertensi pada anak:


– Tekanan darah Normal : tekanan sistolik dan diastolic di
bawah persentile 90
– Pra-Hipertensi: tekanan darah sistolik atau diastolic lebih
tinggi atau sama dengan persentile 90 tetapi lebih rendah
daripada persentil 95 atau tekanan darah 120/80 mmHg
atau lebih pada remaja
– Hipertensi: tekanan darah sistolik atau diastolic lebih tinggi
atau sama dengan persentile 95
– Hipertensi stadium I: tekanan sistolik atau diastolic berada
antara persentile 90 s/d 99 ditambah 5 mmHg
– Hipertensi stadium II: tekanan sistolik atau diastolic berada
di atas persentile 99 ditambah 5 mmHg
HIPERTENSI KRISIS

▪ Angka kejadian hipertensi krisis menurut laporan


dari hasil penelitian dekade lalu di negara maju
berkisar 2-7% dari populasi hipertensi
▪ Angka kejadian lebih rendah dalam 10 tahun
belakangan  kemajuan dalam pengobatan
hipertensi, seperti di amerika hanya lebih kurang
1% dari 60 juta penduduk
▪ Di Indonesia, belum ada laporan data
Cara Memilih ukuran Cuff sesuai
Definisi

▪ Anak ≥ 6 tahun : tekanan darah sistolik ≥


180 mmHg atau diastolik ≥ 120 mmHg
▪ Anak < 6 tahun : tekanan darah ≥50% di
atas persentil 95
Klasifikasi

▪ Hipertensi Krisis :
– Hipertensi Emergensi
– Hipertensi Urgensi
Hipertensi Emergensi

▪ Peningkatan tekanan darah sistolik atau


diastolik yang telah atau dalam proses
mengalami kerusakan organ target yaitu
otak, jantung, ginjal atau mata
Hipertensi Urgensi

• Peningkatan tekanan darah sistolik atau diastolik


yang belum menyebabkan kerusakan organ target,
seperti otak, jantung, ginjal, atau mata

• Biasanya bergejala sakit kepala dan muntah namun


dapat progresif menjadi hipertensi emergensi
Patofisiologi

▪ Hipertensi krisis  peningkatan tiba-tiba resistensi


vaskular sistemik yang terkait dengan
vasokontriktor humoral.
▪ Peningkatan tekanan darah  stress dan trauma
endotel sehingga terjadi peningkatan permeabilitas
endotel, aktivasi trombosit dan kaskade
pembekuan serta deposit fibrin
▪ Semakin tinggi tekanan darah semakin berat
trauma endotel dan nekrosis fibrinoid dan arteriol
 iskemi dan meransang mediator vasoaktif 
lingkaran setan
▪ Aktivasi sistem RAA  bertambah beratnya
vasokontriksi dan terbentuk sitokin pro-inflamasi,
seperti IL-6
▪ Deplesi volume akibat natriuresis meransang
lepasnya vasokontriktor dari ginjal
▪ Berbagai mekanisme menyebabkan hipoperfusi,
iskemia, dan disfungsi organ  Hipertensi
Emergensi
Tatalaksana

▪ Menurunkan tekanan darah secepatnya


dengan obat anti-hipertensi parenteral dan
oral. Bila telah stabil yang sebelumnya
parenteral diberikan secara peroral
▪ Mencari dan menanggulangi kelainan target
organ lain (misalnya gagal jantung
kongestif)
▪ Menanggulangi etiologi hipertensi
HIPERTENSI EMERGENSI

▪ Hitung perbedaan antara tekanan darah


saat itu dengan tekanan darah persentil 95
sesuai umur, jenis kelamin dan tinggi pasien
▪ Turunkan tekanan darah 25-30% dalam 6
jam pertama selanjutnya 25-30% dalam 24-
36 jam, selebihnya dalam 48-72 jam
▪ Obat anti hipertensi yang dipakai adalah
bersifat short acting, parenteral dan mudah
difiltrasi
▪ Sebaiknya dilakukan di ruang
perawatan intensif. Tekanan darah
diukur tiap 5 menit pada 15 menit
pertama selanjutnya setiap 15 menit
pada 1 jam pertama kemudian setiap
30 menit sampai tekanan darah
diastolic < 100 mmHg dan tiap 1-3 jam
sampai tekanan darah stabil
Lini pertama: nifedipine sublingual
dikombinasikan dengan furosemide intravena

▪ Nifedipine dosis 0,1 mg/kgBB dinaikkan 0,1


mg/kgBB/kali intravena setiap 5 menit pada 15
menit pertama selanjutnya setiap 15 menit pada 1
jam selanjutnya tiap 30 menit, dosis maksimal
nifedipine 10 mg/kali
▪ Furosemid dosis 1 mg/kgBB/kali intravena 2 kali
sehari (dapat diberikan oral bila keadaan umum
pasien baik). Bila tekanan darah belum turun,
ditambah captopril dosis awal 0,3 mg/kgBB/kali
diberikan 2-3 kali sehari dosis maksimal 2
mg/kgBB/kali.
▪ Bila tekanan darah dapat diturunkan
dilanjutkan dengan nifedipine oral 0,25
mg/kgBB/hari 3-4 kali sehari, selanjutnya
dosis nifedipine dan captopril diturunkan
secara bertahap dan diteruskan dengan
captopril oral
Lini kedua: klonidin drips (catapres)
dikombinasikan dengan furosemide intravena

▪ Klonidin dosis 0,002 mg/kgBB/jam + 100 ml


dekstrosa 5% (mikrodrips). Tetesan awal 12
tetes/menit, bila tekanan darah belum turun
(diastolic belum ≤ 100 mmHg) tetesan dapat
dinaikkan 6 tetes/menit tiap 30 menit (maksimum
36 tetes/menit)
▪ Furosemide dosis 1 mg/kgBB/kali intravena 2 kali
sehari. Bila 30 menit setelah tetesan 36 tetes/menit
tekanan darah belum turunkan ditambah captopril
dosis awal 0,3 mg/kgBB/kali diberikan 2-3 kali
sehari dosis maksimal 2 mg/kgBB/kali.
Lini kedua: klonidin drips (katapres)
dikombinasikan dengan furosemide intravena

▪ Klonidin dosis 0,002 mg/kgBB/jam + 100 ml


dekstrosa 5% (mikrodrips). Tetesan awal 12
tetes/menit, bila tekanan darah belum turun
(diastolic belum ≤ 100 mmHg) tetesan dapat
dinaikkan 6 tetes/menit tiap 30 menit (maksimum
36 tetes/menit)
▪ Furosemide dosis 1 mg/kgBB/kali intravena 2 kali
sehari. Bila 30 menit setelah tetesan 36 tetes/menit
tekanan darah belum turunkan ditambah captopril
dosis awal 0,3 mg/kgBB/kali diberikan 2-3 kali
sehari dosis maksimal 2 mg/kgBB/kali.
▪ Bila tekanan darah dapat diturunkan, klonidin
diturunkan bertahap 6 tetes/menit tiap 30 menit,
diteruskan dengan captopril oral
HIPERTENSI URGENSI

▪ Tekanan darah dapat diturunkan lebih perlahan


yaitu 25% dalam 12-24 jam
▪ Mempergunakan obat antihipertensi oral seperti
pada hipertensi emergensi
▪ Perlu observasi ketat karena dapat progresif
menjadi hipertensi emergensi bila tidak diturunkan
dalam 12-24 jam
▪ Obat-obat lain antihipertensi yang
dipergunakan dalam penanggulangan krisis
hipertensi:
– Sodium nitropusida
– Labetalol
– Diazoxid
– Hidralazin
– Reserpin
TERIMAKASIH

You might also like