dengan akibat hilangnya kemampuan ginjal untuk mempertahankan hemostasis tubuh. ▪ Berdasarkan klinis: – GgGA oligurik, apabila diuresisnya <1 ml/kgBB/jam pada anak dan <0,5 ml/kgBB/ham pada neonatus – GgGA non-oligurik, apabila diuresisnya >1-2 ml/kgBB/jam Kriteria RIFLE menurut ADQI AKI (Acute Kidney Injury) ec Intoksikasi Jengkol
▪ Keracunan jengkol : keadaan klinis
akibat keracunan asam jengkol. ▪ Angka kejadian di Indonesia sulit disimpulkan karena laporan penelitian terbatas pada beberapa rumah sakit yang berada di daerah tertentu. Patogenesis
▪ Patogenesis keracunan jengkol masih belum
dipahami, namun diduga akibat pengendapan kristal asam jengkol dalam saluran kemih. ▪ Secara klinis, gejala keracunan jengkol dapat dibedakan menjadi 3 tingkatan yaitu: – ringan apabila hanya terdapat keluhan sakit pinggang atau buang air kecil (BAK) kemerahan, – berat apabila disertai oliguria, – sangat berat jika sudah terdapat anuria atau tanda-tanda gagal ginjal akut yang nyata. Anamnesis
▪ Riwayat makan buah jengkol
▪ Nyeri supra pubis, disuria, dan muntah ▪ Dapat disertai riwayat BAK kemerahan atau seperti kristal putih, serta BAK menjadi lebih sedikit. Pemeriksaan Fisik
▪ Bau khas asam jengkol dapat tercium dari mulut
maupun urin penderita. ▪ Terkadang kita dapat meraba buli-buli yang penuh, serta menemukan infiltrat urin pada batang penis, skrotum, dan jaringan perineum sekitarnya. ▪ Apabila sudah terjadi komplikasi, maka terlihat gejala gagal ginjal akut, seperti edema, hipertensi, penurunan kesadaran, pernafasan Kussmaul, dan sebagainya. Pemeriksaan Penunjang
▪ Pemeriksaan urin rutin tidak selalu dapat
ditemukan pada pH 5,5. Apabila ditemukan, kristal ini berupa jarum runcing bergumpal menjadi ikatan atau rosette. ▪ Anemia dengan beratnya hematuri. Uremia ringan (40-60 mg%) seringkali ditemukan dan pada kasus berat dengan manifestasi gagal ginjal akut; kadar ureum darah dapat mencapai 300 mg%. Pemeriksaan Penunjang
▪ Analisis gas darah asidosis metabolik sesuai
dengan beratnya gagal ginjal yang terjadi. ▪ Pada pemeriksaan USG atau pielografi intravena (PIV) pelebaran ureter atau tanda-tanda hidronefrosis akibat obstruksi akut oleh kristal asam jengkol di saluran kemih. Tatalaksana (medikamentosa)
▪ Terapi ditujukan untuk melarutkan kristal asam jengkol yang
menyumbat saluran kemih. ▪ Cara mudah dan sederhana memperbanyak volume urin dengan banyak minum dan membuat suasana urin lebih alkalis dengan memberikan sodium bikarbonat 1 mEq/kgBB/hari atau 1-2 g/hari. ▪ Pada kasus berat dengan komplikasi, penderita harus dirawat dan ditangani sebagai gagal ginjal akut. ▪ Bila terjadi retensi urin segera lakukan kateterisasi, kemudian buli- buli dibilas dengan sodium bikarbonat 1,5%. ▪ Penderita dengan oligouria diberikan campuran larutan glukosa 5% dan NaCl 0,9% dengan perbandingan 3:1 intravena. Tatalaksana (medikamentosa)
▪ Pada anuria sebaiknya diberikan larutan glukosa 5-10%
intravena dengan restriksi cairan seperti gagal ginjal akut. ▪ Sodium bikarbonat diberikan 2-5 mEq/kgBB disesuaikan dengan hasil analisis gas darah, ▪ Diuretik golongan furosemid dosis 1-2 mg/kgBB/hari dapat diberikan untuk mengurangi overload cairan. ▪ Tidak ada respons maka dilakukan dialisis peritoneal atau Hemodialisis Tatalaksana (Bedah)
▪ Bila terdapat obstruksi berat di uretra atau
kesulitan pemasangan kateter pada retensi urin, ▪ maka dilakukan pungsi buli-buli dengan wing needle ukuran besar atau dengan jarum sistofik no 15 F. ▪ Caranya adalah dengan meletakkan satu jari di atas simfisis pubis di garis tengah dengan sudut 45º. Selanjutnya dilakukan pembilasan kandung kemih dan sebaiknya dipasang drainase secara tertutup. Tatalaksana (Bedah)
▪ Apabila kita temukan edema atau infiltrat urin di
batang penis atau skrotum dapat dilakukan insisi pada bagian skrotum yang paling bawah. ▪ Tindakan diawali dengan aseptik, antiseptik, serta anestesi lokal. Kemudian daerah yang diinsisi dikompres dengan cairan yang tidak merangsang seperti larutan povidon iodine dan pemberian antibiotik. Pemantauan
▪ Pada kasus berat atau sangat berat setelah dengan
penanganan konservatif seperti di atas selama 8 jam tidak berhasil dialisis peritoneal atau hemodialisis HIPERTENSI PADA ANAK
▪ Istilah Hipertensi pada anak:
– Tekanan darah Normal : tekanan sistolik dan diastolic di bawah persentile 90 – Pra-Hipertensi: tekanan darah sistolik atau diastolic lebih tinggi atau sama dengan persentile 90 tetapi lebih rendah daripada persentil 95 atau tekanan darah 120/80 mmHg atau lebih pada remaja – Hipertensi: tekanan darah sistolik atau diastolic lebih tinggi atau sama dengan persentile 95 – Hipertensi stadium I: tekanan sistolik atau diastolic berada antara persentile 90 s/d 99 ditambah 5 mmHg – Hipertensi stadium II: tekanan sistolik atau diastolic berada di atas persentile 99 ditambah 5 mmHg HIPERTENSI KRISIS
▪ Angka kejadian hipertensi krisis menurut laporan
dari hasil penelitian dekade lalu di negara maju berkisar 2-7% dari populasi hipertensi ▪ Angka kejadian lebih rendah dalam 10 tahun belakangan kemajuan dalam pengobatan hipertensi, seperti di amerika hanya lebih kurang 1% dari 60 juta penduduk ▪ Di Indonesia, belum ada laporan data Cara Memilih ukuran Cuff sesuai Definisi
▪ Anak ≥ 6 tahun : tekanan darah sistolik ≥
180 mmHg atau diastolik ≥ 120 mmHg ▪ Anak < 6 tahun : tekanan darah ≥50% di atas persentil 95 Klasifikasi
vaskular sistemik yang terkait dengan vasokontriktor humoral. ▪ Peningkatan tekanan darah stress dan trauma endotel sehingga terjadi peningkatan permeabilitas endotel, aktivasi trombosit dan kaskade pembekuan serta deposit fibrin ▪ Semakin tinggi tekanan darah semakin berat trauma endotel dan nekrosis fibrinoid dan arteriol iskemi dan meransang mediator vasoaktif lingkaran setan ▪ Aktivasi sistem RAA bertambah beratnya vasokontriksi dan terbentuk sitokin pro-inflamasi, seperti IL-6 ▪ Deplesi volume akibat natriuresis meransang lepasnya vasokontriktor dari ginjal ▪ Berbagai mekanisme menyebabkan hipoperfusi, iskemia, dan disfungsi organ Hipertensi Emergensi Tatalaksana
▪ Menurunkan tekanan darah secepatnya
dengan obat anti-hipertensi parenteral dan oral. Bila telah stabil yang sebelumnya parenteral diberikan secara peroral ▪ Mencari dan menanggulangi kelainan target organ lain (misalnya gagal jantung kongestif) ▪ Menanggulangi etiologi hipertensi HIPERTENSI EMERGENSI
▪ Hitung perbedaan antara tekanan darah
saat itu dengan tekanan darah persentil 95 sesuai umur, jenis kelamin dan tinggi pasien ▪ Turunkan tekanan darah 25-30% dalam 6 jam pertama selanjutnya 25-30% dalam 24- 36 jam, selebihnya dalam 48-72 jam ▪ Obat anti hipertensi yang dipakai adalah bersifat short acting, parenteral dan mudah difiltrasi ▪ Sebaiknya dilakukan di ruang perawatan intensif. Tekanan darah diukur tiap 5 menit pada 15 menit pertama selanjutnya setiap 15 menit pada 1 jam pertama kemudian setiap 30 menit sampai tekanan darah diastolic < 100 mmHg dan tiap 1-3 jam sampai tekanan darah stabil Lini pertama: nifedipine sublingual dikombinasikan dengan furosemide intravena
▪ Nifedipine dosis 0,1 mg/kgBB dinaikkan 0,1
mg/kgBB/kali intravena setiap 5 menit pada 15 menit pertama selanjutnya setiap 15 menit pada 1 jam selanjutnya tiap 30 menit, dosis maksimal nifedipine 10 mg/kali ▪ Furosemid dosis 1 mg/kgBB/kali intravena 2 kali sehari (dapat diberikan oral bila keadaan umum pasien baik). Bila tekanan darah belum turun, ditambah captopril dosis awal 0,3 mg/kgBB/kali diberikan 2-3 kali sehari dosis maksimal 2 mg/kgBB/kali. ▪ Bila tekanan darah dapat diturunkan dilanjutkan dengan nifedipine oral 0,25 mg/kgBB/hari 3-4 kali sehari, selanjutnya dosis nifedipine dan captopril diturunkan secara bertahap dan diteruskan dengan captopril oral Lini kedua: klonidin drips (catapres) dikombinasikan dengan furosemide intravena
▪ Klonidin dosis 0,002 mg/kgBB/jam + 100 ml
dekstrosa 5% (mikrodrips). Tetesan awal 12 tetes/menit, bila tekanan darah belum turun (diastolic belum ≤ 100 mmHg) tetesan dapat dinaikkan 6 tetes/menit tiap 30 menit (maksimum 36 tetes/menit) ▪ Furosemide dosis 1 mg/kgBB/kali intravena 2 kali sehari. Bila 30 menit setelah tetesan 36 tetes/menit tekanan darah belum turunkan ditambah captopril dosis awal 0,3 mg/kgBB/kali diberikan 2-3 kali sehari dosis maksimal 2 mg/kgBB/kali. Lini kedua: klonidin drips (katapres) dikombinasikan dengan furosemide intravena
▪ Klonidin dosis 0,002 mg/kgBB/jam + 100 ml
dekstrosa 5% (mikrodrips). Tetesan awal 12 tetes/menit, bila tekanan darah belum turun (diastolic belum ≤ 100 mmHg) tetesan dapat dinaikkan 6 tetes/menit tiap 30 menit (maksimum 36 tetes/menit) ▪ Furosemide dosis 1 mg/kgBB/kali intravena 2 kali sehari. Bila 30 menit setelah tetesan 36 tetes/menit tekanan darah belum turunkan ditambah captopril dosis awal 0,3 mg/kgBB/kali diberikan 2-3 kali sehari dosis maksimal 2 mg/kgBB/kali. ▪ Bila tekanan darah dapat diturunkan, klonidin diturunkan bertahap 6 tetes/menit tiap 30 menit, diteruskan dengan captopril oral HIPERTENSI URGENSI
▪ Tekanan darah dapat diturunkan lebih perlahan
yaitu 25% dalam 12-24 jam ▪ Mempergunakan obat antihipertensi oral seperti pada hipertensi emergensi ▪ Perlu observasi ketat karena dapat progresif menjadi hipertensi emergensi bila tidak diturunkan dalam 12-24 jam ▪ Obat-obat lain antihipertensi yang dipergunakan dalam penanggulangan krisis hipertensi: – Sodium nitropusida – Labetalol – Diazoxid – Hidralazin – Reserpin TERIMAKASIH