You are on page 1of 60

Divisi Infeksi dan Penyakit Tropis

Departemen Ilmu Kesehatan Anak


FK UNDIP/RSUP Dr. Kariadi
Semarang
2015
DEFINISI
Penyakit infeksi sistemik yg secara klasik disebabkan

oleh bakteri Salmonella typhi (S.typhi)


Sebab lain :
 Paratyphi A
 S. para-typhii B (Schottmuelleri)
 S. paratyphi C (Hirscheldii)
ETIOLOGI
Salmonella Typhi
(group D Salmonella)

 Basil Gram negatif


 Berflagel
 Kapsul (-)
 Spora (-)
Antigen :
 Somatik (O)oligosakarida
 Flagelar (H)protein
 Envelope (K)Polisakarida
WHO (2003) di dunia :
- Angka kejadian : 17 juta
- Angka kematian : 600.000 kasus
Di Indonesia
- Pedesaan 358/100.000 penduduk/tahun
- Perkotaan 760/100.000 penduduk/tahun

 Indonesia (endemis) : umur 3-19 th (91%)

Dinas Kesehatan Kota Semarang


- Th. 2007 : 589 kasus
- Th. 2008 : 7.507 kasus
- Th. 2009 : 7.965 kasus
PENULARAN

sanitasi, higiene lingkungan


dan pribadi yang buruk
INKUBASI Natural history of
3-30 hari Salmonella infections
(± 7-14hari)
 Host barriers ƒ
Local : pH, GIT motility ,
intestinal flora General :
humoral and sellular
immunity ƒ
 Organism ƒ
 Number of microbes ƒ
 Virulence (serotype) ƒ
 Antibiotic
resistance
PATOGENESIS (INVASIVE SEROTYPE)
INTESTINAL EPITHEL
PHAGOCYTOCIS

INFLAMATION
LAMINA PROPRIA RESPONSE

ENDOTOXIN
MULTIPLICATION PLAQUE PAYERI (LOCAL,SYNTETIC)

LOCAL : INFLAMATION
SYSTEMIC : CYTOKINE
THORACIC DUCT
PRIMARY
CIRCULATION
BACTEREMIA
TARGET ORGAN RES

SECONDARY
BACTEREMIA
OTHER ORGANS
(METASTATIC)
PATOFISIOLOGI
MANIFESTASI KLINIS
TRIAS TIPOID
 Not specific symptoms and signs ƒ
 Fever ≥ 7 days ƒ
 Gastrointestinal symptoms ƒ
 Vomiting
 Diarrhea / obstipation
 Meteorismus ƒ

 Delirium, decreasing consciousness ƒ


 Adolescent ~ adult ƒ
 Toxic appearance
 Dehidratedƒ
 Typhoid tongue ƒ
 Hepatomegaly
 Splenomegaly
 Gejala klinis
 Laboratoris
 Darah rutin
anemia, leukopenia & trombositopenia
 Hitung jenis
aneosinofilia, limfositosis relatif
 Kultur Salmonella : darah, urin, feses
 Pemeriksaan serologi : Widal, Tubex
 Peningkatan SGOT/SGPT ƒ
Kultur darah
 Biakan darah terutama pada minggu 1-2 dari
perjalanan penyakit
 Biakan sumsum tulang, masih positif sampai
minggu ke-4
 Dx  Salmonella thypii pd biakan empedu
Tes WIDAL
 Widal test, since 1896 ƒ
 O antibody, established earlier but for short time only
(4 ‐ 6 months)
 H antibody, later and stay longer (9 months – 2 years)
 Vi antibody, late (persist in carriers) ƒ

 Interpretation of Widal test should be taken


carefully, depend on : ƒ
 Disease stadium ƒ
 Laboratory methods ƒ
 Endemicity of disease ƒ
 Immunisation history
Nsutebu EF, Ndumbe PM, Koulla S. Trans R Soc Trop Med Hyg. 2002 Jan-Feb;96(1):64-7.
 Sepsis
 Tuberkulosis
 Meningitis
 Malaria
 Hepatitis anikterik
 Mononukleosis infeksiosa
 Keganasan (limfoma, leukemia)
KOMPLIKASI

INTRA EXTRA
INTESTINAL INTESTINAL

 Peritonitis  Encephalitis
 Perdarahan  Pneumonia
 Perforasi  Meningitis
 Osteomyelitis
 Hepatitis
Tanda klinis
Peritonitis & Perforasi
 Irritability ƒ
 Decreasing consciousness (late stadium) ƒ
 Abdominal distension ƒ
 Abdominal pain ƒ
 Defanse musculaire ƒ
 Lowering intestinal sounds ƒ
 Disappearance of hepatic dullness
TATA LAKSANA

A. SUPORTIF
 Cairan
 Rumatan : Larutan D5 : NaCl 0,9%
 Koreksi kenaikan suhu tiap 1º  tambah 12,5%
 Diet
 Makanan lunak
 Kurangi serat, hindari zat yg merangsang
 Tidak terlalu ketat
 Koreksi asam basa
 Koreksi elektrolit
B. TERAPI KAUSATIF
1. FIRST LINE DRUG

a. Kloramfenikol
 Dosis : 100 mg/kg BB/ hari IV/PO
 tiap 6 jam (Maks. 2.000 mg)
 Hati-hati thd. anemia & lekopeni
 Lama pengobatan : 14 hari
 Tidak direkomendasikan jika
lekosit < 2.000/UI
b. Ampisilin/ Amoksisilin
Dosis : 100 mg/KgBB/hari, slm 10 hari

c. Cotrimoxazole
Dosis : 6 mg/KgBB/hari, selama 10 hari
2. SECOND LINE
a. Ceftriaxone (cephalosporin 3rd gen) ƒ
Dosis 80 mg/kgBB/hari selama 5 hari, IVƒ
b. Cefixime (cephalosporin 3rd gen) ƒ
Dosis 15 mg/kgBB/hari selama 10 hari, ƒ
PO
c. Azithromycin ƒ
Dosis 20 mg/kgBB/hari, perOral
d. Fluoroquinolone ƒ
Tidak direkomendasikan utk
anak usia < 14 th
TATA LAKSANA KOMPLIKASI

 Encephalopaty ƒ
 Dexametason 1‐3 mg/ KgBB/hari,
3‐5 hariƒ
 Fluid restriction ƒ
 Acid‐base and electrolyte correction ƒ
 Peritonitis, intestinal hemorrhage ƒ
 Fasting, parenteral nutrition,
blood transfusion (if indicated) ƒ
Parenteral antibiotic
Antibiotik

?
Suhu 0C Pengobatan
1st line disesuaikan

37,5 Demam menetap


Evaluasi klinis Leukosit Komplikasi
Kesadaran Transaminase Fokal infeksi lain

Deteksi komplikasi Foto toraks Ab resisten


LP, CT-scan, dll Dosis suboptimal
Amati gejala lain Salah diagnosis
0 1 2 3 4 5 6 7 Drug 8fever
Hari rawat
Prognosis pada umumnya baik pada
demam tifoid tanpa komplikasi
 Higiene sanitasi
 Kebersihan perseorangan
 Sanitasi Lingkungan
 Pengobatan karier dan vaksinasi
 Tiga macam vaksin :
Kuman yang dimatikan
Kuman hidup
Komponen Vi
 TAB Vaccine :
BerisiSalmonella typhi, S. Paratyphi A,
S. Paratyphi B yg dimatikan
Diberikan secara subkutan
Daya kekebalan terbatas
Efek samping lokal sering terjadi
Ty-21a (Vivovit)
Berisi Salmonella typhi hidup yang dilemahkan
Diberikan secara Oral, 3 kali dg interval 1 hari
Daya perlindungan 6 tahun
Diberikan anak > 2 tahun
Capsular Vi polysaccharide (Typhim Vi)
Diberikan secara IM, diberikan anak > 2 tahun
Daya perlindungan 60-70% selama 3 tahun
LATIHAN

1. Pada anak usia sekolah dengan demam lebih 5


hari harus dipikirkan demam tifoid.
BENAR / SALAH
LATIHAN

1. Pada anak usia sekolah dengan demam lebih 5


hari harus dipikirkan demam tifoid.
BENAR / SALAH
2. Diagnosis pasti demam tifoid adalah
berdasarkan rapid diagnostic test serology.
BENAR / SALAH
2. Diagnosis pasti demam tifoid adalah
berdasarkan rapid diagnostic test serology.
BENAR / SALAH
3. Pengobatan demam tifoid berdasarkan
istirahat dan asupan makanan yang cukup.
BENAR / SALAH
3. Pengobatan demam tifoid berdasarkan
istirahat dan asupan makanan yang cukup.
BENAR / SALAH
1. Etiologi demam tifoid
A. Selalu disebabkan oleh Salmonella typhi
B. Dapat pula disebabkan oleh S. paratyphi A
C. Tidak dapat disebabkan oleh S. paratyphii B
(S.Schottmuelleri).
D. Paling sering disebabkan oleh S. paratyphi C
(S.Hirscheldii)
1. Etiologi demam tifoid
A. Selalu disebabkan oleh Salmonella typhi
B. Dapat pula disebabkan oleh S. paratyphi A
C. Tidak dapat disebabkan oleh S. paratyphii B
(S.Schottmuelleri).
D. Paling sering disebabkan oleh S. paratyphi C
(S.Hirscheldii)
2. Masa inkubasi
A. 3 - 30 hari
B. Umumnya 7-14 hari
C. Jarang 7-14 hari
D. Lebih dari 30 hari
2. Masa inkubasi
A. 3 - 30 hari
B. Umumnya 7-14 hari
C. Jarang 7-14 hari
D. Lebih dari 30 hari
3. Manifestasi klinis
A. Tidak bergantung kepada usia
B. Demam pada umumnya mendadak tinggi
selama 2-7 hari
C. Demam kontinua berlangsung pada akhir
minggu ke-2
D. Rose spot dapat ditemukan pd hari ke 7-10
3. Manifestasi klinis
A. Tidak bergantung kepada usia
B. Demam pada umumnya mendadak tinggi
selama 2-7 hari
C. Demam kontinua berlangsung pada akhir
minggu ke-2
D. Rose spot dapat ditemukan pd hari ke 7-10
4. Pengobatan demam tifoid
A. Hanya dengan pemberian antibiotik
B. Bila berat harus dg kombinasi 2 antibiotik
C. Antibiotik pilihan pertama adalah kloramfenikol
D. Harus selalu diberikan antibiotika bagi kuman
anaerob
4. Pengobatan demam tifoid
A. Hanya dengan pemberian antibiotik
B. Bila berat harus dg kombinasi 2 antibiotik
C. Antibiotik pilihan pertama adalah
kloramfenikol
D. Harus selalu diberikan antibiotika bagi kuman
anaerob
5. Pengobatan karier
A. Ampisilin/amoksisilin selama 4-6 minggu
B. Ampisilin/amoksisilin + probenesid selama
4-6 minggu
C. Seftriakson seminggu sekali selama 4-6 minggu
D. Seftriakson + probenseid sekali seminggu
selama 4-6 minggu
5. Pengobatan karier
A. Ampisilin/amoksisilin selama 4-6 minggu
B. Ampisilin/amoksisilin + probenesid selama
4-6 minggu
C. Seftriakson seminggu sekali selama 4-6 minggu
D. Seftriakson + probenseid sekali seminggu
selama 4-6 minggu
6. Pembedahan harus dilakukan pada
A. Demam tifoid berat
B. Karier dengan kolelitiasis
C. Kasus demam tifoid dengan akut abdomen
D. Setiap kasus demam tifoid ensefalopati.
6. Pembedahan harus dilakukan pada
A. Demam tifoid berat
B. Karier dengan kolelitiasis
C. Kasus demam tifoid dengan akut abdomen
D. Setiap kasus demam tifoid ensefalopati.
7. Upaya pencegahan
A. Pemberian vaksinasi
B. Pemberian gamaglobulin
C. Vaksin dapat diberikan secara dini pada bayi
D. Penyuluhan tidak perlu dilakukan terhadap
anggota keluarga
7. Upaya pencegahan
A. Pemberian vaksinasi
B. Pemberian gamaglobulin
C. Vaksin dapat diberikan secara dini pada bayi
D. Penyuluhan tidak perlu dilakukan terhadap
anggota keluarga
4. Pengobatan demam tifoid
A. Hanya dengan pemberian antibiotik
B. Bila berat harus dg kombinasi 2 antibiotik
C. Antibiotik pilihan pertama adalah
kloramfenikol
D. Harus selalu diberikan antibiotika bagi kuman
anaerob
5. Pengobatan karier
A. Ampisilin/amoksisilin selama 4-6 minggu
B. Ampisilin/amoksisilin + probenesid selama
4-6 minggu
C. Seftriakson seminggu sekali selama 4-6 minggu
D. Seftriakson + probenseid sekali seminggu
selama 4-6 minggu
5. Pengobatan karier
A. Ampisilin/amoksisilin selama 4-6 minggu
B. Ampisilin/amoksisilin + probenesid selama
4-6 minggu
C. Seftriakson seminggu sekali selama 4-6 minggu
D. Seftriakson + probenseid sekali seminggu
selama 4-6 minggu
6. Pembedahan harus dilakukan pada
A. Demam tifoid berat
B. Karier dengan kolelitiasis
C. Kasus demam tifoid dengan akut abdomen
D. Setiap kasus demam tifoid ensefalopati.
6. Pembedahan harus dilakukan pada
A. Demam tifoid berat
B. Karier dengan kolelitiasis
C. Kasus demam tifoid dengan akut abdomen
D. Setiap kasus demam tifoid ensefalopati.
7. Upaya pencegahan
A. Pemberian vaksinasi
B. Pemberian gamaglobulin
C. Vaksin dapat diberikan secara dini pada bayi
D. Penyuluhan tidak perlu dilakukan terhadap
anggota keluarga
7. Upaya pencegahan
A. Pemberian vaksinasi
B. Pemberian gamaglobulin
C. Vaksin dapat diberikan secara dini pada bayi
D. Penyuluhan tidak perlu dilakukan terhadap
anggota keluarga
please wash your hands…..

You might also like