You are on page 1of 10

MPLS (Masa Pengenalan Lingkungan Sekolah)

Materi Pendidikan Karakter : Wiyata Mandala, Pengenalan Lingkungan Sekolah,


Pengenalan Pendidik dan Tenaga Kependidikan
SMP Negeri 265 Jakarta

Hafid Muhammad Rafdi, M. Pd.


Apa itu Wiyata Mandala?

Wiyata berasal dari bahasa Jawa yang


berarti pengajaran, pendidikan.
Pendahuluan
Sedangkan Mandala berarti bulatan,
lingkungan (daerah). Jadi, Wiyata Proses seorang siswa untuk bisa memiliki wawasan Wiyata Mandala
Mandala berarti lingkungan pendidikan harus melalui tiga tahap. Tahap yang pertama adalah Mengetahui, yang
kedua adalah Mengenal, yang ketiga adalah Mencinta.
tempat proses belajar-mengajar.

Contohnya:
• Mengetahui tempat ruang guru di mana. Mengetahui letak
perpustakaan di mana. Mengetahui fasilitas apa saja yang ada di
sekolah.
• Siswa harus mengenalnya. Berarti memahami seluk beluknya.
Misalnya setelah mengetahui letak perpustakaan, harus dikenali
perpustakaan tersebut. Apa saja yang ada di perpustakaan, dan
bagaimana fungsi dan cara memanfaatkan koleksi perpustakaan.
• Misalnya sudah mengenal perpustakaan, perpustakaan tersebut harus
dicintai dengan cara dimanfaatkan, dikunjungi, dan dijaga
kebersihannya.
Pengenalan Lingkungan Sekolah
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif
kualitatif. Dengan dilengkapi oleh teknik pengumpulan data:

Wawancara Studi Kepustakaan

Dengan narasumber pertama yaitu perwakilan


Sebagai sumber tambahan
pihak sekolah SMAN 38 Jakarta, diantaranya
atau penunjang penelitian
Bapak Slamet selaku perwakilan Guru, Sdr.
diantaranya berasal dari
Jeremy Anggono selaku pembina Pencak Silat
studi pustaka berupa jurnal
SMAN 38 Jakarta, dan Arief Kushardiansyah
atau artikel.
selaku perwakilan Siswa SMAN 38 Jakarta.
Hasil dan pembahasan

Wawancara dilaksanakan dengan


menggunakan teknik purposive
sampling terhadap 3 (tiga) narasumber
yaitu Bapak Slamet, Irfan Jeremy, dan
Arief dari SMAN 38 Jakarta sebagai
objek lembaga formal di sekitar Setu
Babakan. Wawancara tersebut
dilaksanakan pada tangal 15 sampai
dengan 21 Juni 2021 melalui media
Zoom Meeting dan WhatsApp.
Culture Experience

Upaya pelestarian dan mempertahankan tradisi setu babakan, SMAN 38


Jakarta telah melakukan melalui bidang studi dan ekstrakulikuler yaitu
pelajaran geografi, ekstrakulikuler tari tradisional khususnya betawi,
ekstrakulikuler seni beladiri atau pencak silat, ekstrakulikuler musik
tradisional gambang kromong, dan pencinta alam lingkungan Setu
Babakan serta dapat menjaga dan melestarikan budaya Betawi di daerah
Setu Babakan itu adalah salah cara optimalisasi fungsi pendidikan
menurut Ki Hajar Dewantara yaitu mencerdaskan otak, memperhalus
budi dan menyehatkan raga.
Culture Knowledge

Berdasarkan regulasi Peraturan Daerah No. 4 Tahun 2015


tentang pelestarian budaya Betawi maka SMAN 38 Jakarta
berupaya dalam melestarikan budaya Betawi pada kegiatan
belajar mengajar melalui mata pelajaran Geografi, dan juga
kegiatan di luar pembelajaran yaitu ekstrakurikuler. Mereka
mengatakan bahwa dalam melestarikan budaya Betawi SMAN
38 memberikan wadah untuk para siswa agar bisa terjun
langsung dan ikut serta dalam melestarikan budaya Betawi

Sumber gambar:
Instagram @irfanjeremy sebagai
Pelatih Ekskul Pencak Silat SMAN 38
Jakarta
Kebudayaan Betawi dan
Pencak Silat
Berdasarkan ciri kebudayaan, etnik Betawi dibagi mejadi dua bagian, yaitu Betawi
Tengah (Betawi Kota) dan Betawi Pinggiran, yang pada masa pemerintahan Hindia
Belanda disebut Betawi Ora. Berdasarkan geografis, etnik Betawi dibagi menjadi
Betawi Tengah (Kota), Betawi Pesisir, dan Betawi Pinggir (Udik/Ora). Betawi Tengah
atau Kota menetap di bagian kota Jakarta yang dahulu dinamakan keresidenan Batavia
(Jakarta Pusat - urban), mendapat pengaruh kuat kebudayaan Melayu (Islam)
Adapun dalam hal kebudayaan betawi, kami mengambil contoh pada aspek
pencak silat yang merupakan bagian dari kebudayaan betawi yang masih
dilestarikan hingga saat ini, dan untuk pencak silat merupakan senin bela diri
asli Indonesia dan menjadi warisan budaya dari para leluhur sebelumnya
Kesimpulan
Pendidikan sebagaimana dalam ketentuan umum Pasal 1 Peraturan Daerah Nomor 4 Tahun
2015 disebutkan bahwa: “Pendidikan adalah proses pengubahan sikap dan pemahaman serta
tata laku seseorang atau kelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia melalui upaya
pengajaran dan pelatihan budaya Betawi”. Oleh sebab itu sebagai lembaga formal memiliki
peran penting dalam pelestarian budaya Betawi. Desa Setu Babakan dimana salah satu upaya
yang dilakukan sekolah dalam pelaksanan pelestarian budaya Betawi adalah dengan kegiatan
belajar mengajar melalui mata pelajaran Geografi dan juga kegiatan ekstrakurikuler.
Ekstrakurikuler yang lebih mengfokuskan pada pelestarian budaya Betawi yaitu
ekstrakurikuler Gambang Kromong dan Pencak Silat Betawi.

Untuk menarik partisipasi masyarakat khususnya warga Desa Setu Babakan agar
ikut serta dalam setiap kegiatan-kegiatan pelestarian budaya Betawi, biasanya pihak sekolah
SMAN 38 JAKARTA menginformasikannya melalui media sosial dan juga menggandeng
lembaga-lembaga lain agar kegiatan dapat berjalan.
Terima kasih
DAFTAR PUSTAKA
Imaduddin, M. H. (2020, April 21). Asal-Usul Pencak Silat, Seni Bela Diri Asal Indonesia. Retrieved Juni 21, 2021,
from Kompas.com: https://www.kompas.com/sports/read/2020/04/21/14000038/asal-usul-pencak-silat-seni-
bela-diri-asli-indonesia?amp=1&page=2
Koendjaraningrat. (2015). Pengantar Ilmu Antropologi, Sejarah Teori Antropologi. Jakarta: Rineka Cipta.
Munadlir, A. (2016). Strategi Sekolah dalam Pendidikan Multikultural. Jurnal Pendidikan Sekolah Dasar, 2(2), 114-
130.
Nofijantie, L. (n.d.). Peran Lembaga Pendidikan Formal sebagai Modal Utama Membagun Karakter Siswa., (pp.
2947-2970).
Purbasari, M. (2010). Indahnya Betawi. Jurnal Humaniora, 1, 1-10.
Rahmatulloh, Suendarti, M., & Mustofa, E. (2020). Aspek Pendidikan Dalam Penyelenggaraan Pelestarian
Kebudayaan Betawi Menurut Peraturan Daerah Nomor 4 Tahun 2015 di DKI Jakarta. Genta Mulia, 11(2), 33-45.
Ranjabar, J. (2006). Sistem Sosial Budaya Indonesia, Suatu Pengantar. Bogor: Ghalia Indonesia.
Rosaliza, M. (2015). Wawancara, Sebuah Interaksi Komunikasi Dalam Penelitian. Jurnal Ilmu Budaya, 11(2), 71-79.
Sedyawati, E. (2006). Budaya Indonesia: Kajian Arkeologi, Seni, dan Sejarah. Jakarta: Raja Grafindo Persada.
Sugiyono. (2013). Metode Penelitian Pendidikan (Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D. Bandung: Alfabeta.
Syahid, B. (2021, April 24). Pencak Silat. Retrieved Juni 21, 2021, from GURUPENDIDIKAN.COM:
https://www.gurupendidikan.co.id/pencak-silat

You might also like