You are on page 1of 16

UPAYA PENINGKATAN PENGETAHUAN DAN

KETERAMPILAN KADER TENTANG ANTROPOMETRI


MELALUI PELATIHAN PENGUKURAN ANTROPOMETRI

NASKAH PUBLIKASI

Disusun Oleh :
DIAH EKOWATI
J 310 131 009

PROGRAM STUDI ILMU GIZI


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA
2015

UPAYA PENINGKATAN PENGETAHUAN DAN KETERAMPILAN KADER


TENTANG ANTROPOMETRI MELALUI PELATIHAN PENGUKURAN
ANTROPOMETRI

Diah Ekowati (J 310 131 009)


Pembimbing : Dr. Mutalazimah, SKM., M.Kes
Susi Dyah Puspowati, SP., M.Si
Program Studi Ilmu Gizi Jenjang S1, Fakultas Ilmu Kesehatan
Universitas Muhammadiyah Surakarta
Jl. A. Yani Tromol Pos 1, Pabelan Surakarta 57162
Email : ekowatidiah57@yahoo.com
ABSTRACT
EFFORTS TO IMPROVE THE KNOWLEDGE AND SKILL OF HEALTH CADRES
THROUGH ANTHROPOMETRIC MEASUREMENT TRAINING
Background : Early detection of malnutrition cases in a posyandu prevents the
occurance of greater nutritional problems. One of detection methods is nutritional
status through anthropometric measurements. Knowledge and skill of health
cadres to perform anthropometric measurements were still lacking, so they
needed to be improved. Meanwhile, the training which had been carried out could
not improve the knowledge and skill of health cadres optimally. After receiving
training with demonstration and practice, it was expected the knowledge and the
skill of health cadres would improved.
Objective : This study aimed to determine the differences in knowledge and skill
of health cadres on anthropometric measurements before and after being given a
training anthropometric with demonstration and practice.
Research Method : This research used quasi experimental research design with
one group pre and post test design. There were 31 toddler health cadres
selected through simple random sampling. The independent variable was
anthropometry training, while the dependent variables were the knowledge and
skill of health cadres on anthropometric measurement. Knowledge of health
cadres before and after were statistically tested with Wilcoxon test while skill of
health cadre before and after training were tested with Paired t test. Statistic test
used a the 95% confidence level with a significance level of p < 0,05.
Result : Demonstration and practice on anthropometric measurements increased
the average score of cadres knowledge from 63,55 to 75,97 (p = 0,001) and the
average score of cadres skill from 65,5 to 86,2 (p = 0,001).
Conclusion : Anthropometric measurement training with demonstration and
practice could improve the knowledge and skill of health cadres on
anthropometric measurements.
Keyword
Literature

: Anthropometric, training, knowledge, skill, cadres, posyandu.


: 40 : 2000 - 2012

iv

PENDAHULUAN
Peningkatan derajat kesehatan
masyarakat salah satunya dilakukan
melalui peningkatan peran serta
masyarakat, termasuk swasta dan
masyarakat madani (Kementerian
Kesehatan RI, 2014). Kegiatan yang
dilakukan untuk meningkatkan peran
serta masyarakat diantaranya adalah
menggerakkan masyarakat untuk
memanfaatkan posyandu sebagai
salah
satu
sarana
pelayanan
kesehatan dasar yang tumbuh dan
berkembang di masyarakat.
Posyandu merupakan tempet
untu mendeteksi permasalahan gizi.
Permasalahan
gizi
yang
bisa
dideteksi di posyandu salah satunya
adalah gizi buruk dan gizi kurang.
Menurut Nency (2007), posyandu
sebagai
ujung
tombak
dalam
melakukan
deteksi
dini
dan
pelayanan pertama kesehatan ibu
dan anak, menjadi vital dalam
pencegahan kasus gizi buruk. Salah
satu kegiatan untuk melakukan
deteksi dini gizi buruk dan gizi kurang
adalah melalui pemantauan status
gizi.
Pemantauan status gizi yang
biasa dilakukan di posyandu adalah
dengan
melakukan
pengukuran
antropometri atau pengukuran ukuran
tubuh. Berbagai jenis ukuran fisik
tubuh dan komposisi tubuh antara
lain yaitu, berat badan, tinggi badan,
lingkar lengan atas, lingkar kepala,
lingkar dada, lingkar pinggul dan
tebal lemak di bawah kulit (Supariasa
dkk, 2012).
Berbagai jenis ukuran fisik
tubuh dan komposisi tubuh tersebut
mudah sekali mengalami perubahan.
Diperlukan latihan yang cukup
supaya
hasil
pengukuran
antropometri menghasilkan data yang
akurat. Pengukuran antropometri di
Posyandu dilakukan oleh kader.

Hasil penelitian Satoto dkk


(2002),
menunjukkan
tingkat
kemampuan, ketelitian dan akurasi
data yang dikumpulkan kader masih
rendah, 90,3% kader tidak benar
dalam melakukan penimbangan.
Kesalahan penimbangan terutama
dalam mengatur posisi bandul
timbangan. Hasil penelitian tersebut
juga menggambarkan terdapat 88,9%
dari kader yang dipilih sebagai
sampel tidak mengetahui cara
menimbang yang benar.
Salah
satu
upaya
untuk
meningkatkan
keterampilan
dan
pengetahuan
kader
dalam
pengukuran
antropometri
yaitu
dengan
pemberian
pelatihan
antropometri.Pelatihan antropometri
yang dilakukan oleh Sukiarko (2007),
menunjukkan hasil bahwa terjadi
peningkatan
pengetahuan
dan
keterampilan kader setelah diberi
pelatihan. Pengetahuan kader gizi
meningkat dari 68,42 menjadi 85,22
setelah
pelatihan,
keterampilan
penimbangan
kader
gizi
juga
meningkat dari skor 63,10 menjadi
84,77.Penelitian
serupa
juga
dilakukan oleh Fitri (2011) di
Posyandu wilayah Puskesmas Tarub
Kabupaten
Tegal.
Hasil
yang
diperoleh sebelum diberi pelatihan
hanya sekitar 20% kader memiliki
keterampilan yang baik dalam
melaksanakan
pengukuran
antropometri (berat badan & tinggi
badan), kemudian meningkat menjadi
88% kader memiliki keterampilan
baik dalam melakukan pengukuran
antropometri setelah diberi pelatihan.
Pelatihan
dengan
metode
pembelajaran yang tepat akan
memberikan pengaruh yang baik bagi
peserta. Menurut Rivai (2004), faktorfaktor
yang
mempengaruhi
keberhasilan pelatihan diantaranya
yaitu,
penyelenggara
termasuk
pelatih, sarana yang digunakan,

metode belajar, karakteristik peserta


seperti umur, pekerjaan, pendidikan
dan pengalaman.
Puskesmas Gilingan memiliki
32 Posyandu di 3 Kelurahan dengan
267 kader aktif (92,1%). Hasil survey
pendahuluan mengenai uji coba
pengukuran
antropometri
berat
badan dan tinggi badan di 11
posyandu
wilayah
Puskesmas
Gilingan pada bulan Mei 2014
menunjukkan bahwa 63,6% kader
belum melakukan prosedur yang
benar. Kesalahan prosedur terutama
pada pengukuran tinggi badan
balita.Sepatu / sandal balita tidak
dilepas dan balita cukup berdiri di
bawah
microtoise
tanpa
memperhatikan posisi kaki, tumit
sudah menempel pada tembok atau
belum. Penggunaan dacin untuk
mengukur
berat badan balita
kesalahan terutama pada saat
persiapan. Posisi bandul dacin pada
saat diseimbangkan tidak tepat pada
posisi nol.Kader kadang juga lupa
tidak melepas sandal / alas kaki
balita
pada
saat
ditimbang.Pengukuran lingkar kepala
tidak dilingkarkan secara tepat pada
lingkar kepala.Hal ini menunjukkan
bahwa masih banyak kader yang
belum terampil dalam melakukan
pengukuran antropometri.
Berdasarkan
hal
tersebut
penulis tertarik untuk melakukan
penelitian dengan judul Upaya
peningkatan
pengetahuan
dan
keterampilan
kader
tentang
antropometri
melalui
pelatihan
pengukuran antropometri.

penelitian mulai bulan April 2014


sampai dengan April 2015. Populasi
dalam penelitian ini adalah kader
posyandu balita yang berjumlah 267
kader
dengan
besar
sampel
penelitian 31 kader yang diambil
dengan metode simple random
sampling. Variabel bebas pada
penelitian ini adalah pelatihan
antropometri dan variabel terikat
adalah
pengetahuan
dan
keterampilan
kader
tentang
antropometri setelah pelatihan.
Data pengetahuan antropometri
diperoleh dengan menggunakan
kuesioner, berupa tes tertulis yang
berisi 20
pernyataan benar dan
salah sebelum dan setelah pelatihan.
Data
keterampilan
pengukuran
antropometri
diperoleh
dari
pengamatan dengan menggunakan
daftar tilik pengamatan pengukuran
antropometri. Pengamatan sebelum
pelatihan dilakukan di posyandu dan
setelah pelatihan dilakukan di kelas.
Uji statistik untuk menguji
normalitas
data
menggunakan
Kolmogorov-Smirnov,
data
dinyatakan
berdistribusi
normal
apabila p > 0,05. Uji statistik untuk
mengetahui perbedaan pengetahuan
antropometri sebelum dan setelah
pelatihan
menggunakan
uji
wilcoxon.Uji
statistik
perbedaan
keterampilan
pengukuran
antropometri sebelum dan setelah
pelatihan mengunakan uji paired
sample t test.Uji statistik dalam
penelitian ini menggunakan tingkat
kepercayaan 95%.
HASIL & PEMBAHASAN

METODE PENELITIAN
Jenis
penelitian
yang
digunakan adalah penelitian quasi
experimental dengan rancangan
penelitian one group pretest posttest
design. Lokasi penelitian di wilayah
Puskesmas Gilingan dengan waktu

Karakteristik
pelatihan.

kader

peserta

Karakteristik kader peserta


pelatihan dapat dilihat pada tabel 1
berikut ini.

Tabel 1
Karakteristik kader posyandu perserta pelatihan

Karakteristik

Frequensi
(n = 31)

1
15
15

3,2
48,4
48.4

10
21

32,3
67,7

31
0

100
0

Umur (tahun)
1. 26 - 35
2. 36 - 45
3. 46 55
Pendidikan
1. SMP
2. SMA
Status
Perkawinan
1. Menikah
2. Belum
menikah
Jenis
Pekerjaan
1. Ibu rumah
tangga
2. Berjualan
makanan di
rumah
3. Pekerja
konveksi
4. Penjahit
5. Usaha
salon
6. Usaha toko
kelontong
7. Pengajar
PAUD

Karakteristik

20
3

64,5
9,7

2
3
1
1
1

6,5
9,7
3,2
3,2
3,2

Frequensi
(n = 31)

7
6
2
3
13

22,6
19,4
6,5
9,7
41,9

21
7
3

67,7
22,6
9,7

Lama menjadi
kader (tahun)
1. 2 3
2. 4 5
3. 6 7
4. 8 9
5. 5. >10
Frekuensi
mengikuti
pelatihan kader
1. 1 kali
2. 2 kali
3. 3 kali

Umur
terendah
kader
peserta
pelatihan 34 tahun dan tertinggi 52
tahun dan rata-rata umur kader 44
tahun. Pendidikan kader 67,7%
adalah SMA, status perkawinan
semua
kader
sudah
menikah.
Pekerjaan kader sebagian besar
sebagai ibu rumah tangga. Lama
menjadi kader rata-rata lebih dari 10
tahun dan sebagian besar kader
penah mengikuti pelatihan sebanyak 1
kali.

Hasil Pengukuran Pre Test dan Post Test Pengetahuan Antropometri.


Tabel 2
Deskripsi Pengetahuan Kader Tentang Antropometri

Statistik
Rata-rata
Simpangan baku
Minimal
Maksimal
Besar sampel

Skor pengetahuan
sebelum pelatihan
63,55
9,15
35
80
31

Skor pengetahuan
setelah pelatihan
75,97
8,7
60
95
31

Hasil
uji
statistik
skor
pengetahuan kader sebelum dan
setelah
pelatihan
menunjukkan
terjadi peningkatan skor pengetahuan
antropometri dengan selisih 12,42
dengan rata-rata meningkat dari
63,55 menjadi 75,97. Skor terendah
sebelum pelatihan 35 meningkat
menjadi 60 setelah pelatihan, dan

skor tertinggi sebelum pelatihan 80


meningkat menjadi 95.
Kategori
pengetahuan
kader
sebelum dan setelah pelatihan.
Kategori pengetahuan kader dapat
dilihat pada tabel 3 berikut ini :

Tabel 3
Distribusi Kategori Pengetahuan Kader Tentang Antropometri
Pengetahuan
Antropometri kader
Baik
Cukup
Kurang
Jumlah

Sebelum pelatihan
n
%
1
3,2
27
87,1
3
9,7
31
100

Kategori
pengetahuan
antropometri
kader
setelah
pelatihan terdapat peningkatan.
Jumlah
kader
yang
memilki
pengetahuan baik meningkat dari
3,2% menjadi 35,5%, kategori
kurang sudah tidak ada.

Setelah pelatihan
n
%
11
35,5
20
64,5
0
0
31
100

demonstrasi dan praktik. Pengaruh


pelatihan pengukuran antropometri
terhadap pengetahuan antropometri
kader
diukur
dengan
membandingkan
pengetahuan
kader
sebelum
dan
setelah
pelatihan.
Uji statitistik untuk mengetahui
ada tidaknya pengaruh pelatihan
terhadap peningkatan pengetahuan
kader menggunakan uji wilcoxon.
Hasil uji dapat dilihat pada tabel 4
berikut ini.

Pengaruh Pelatihan Pengukuran


Antropometri
Terhadap
Pengetahuan
Antropometri
Kader.
Pelatihan
antropometri
dilaksanakan
dengan
metode

Tabel 4
Perbedaan Pengetahuan Kader Tentang Antropometri Sebelum dan Setelah
Pelatihan
Pengeta
huan
Antropo
metri
Sebelum
pelatihan
Setelah
pelatihan

Rata-rata

SD

Min

Max

63,5

9,15

35

80

75,9

8,70

60

Selisih
rata-rata

12,4

0,001

95

Hasil
uji
statistik
menggunakan uji wilcoxon karena
data pengetahuan kader tidak
berdistribusi normal, menunjukkan
ada perbedaan yang signifikan atau
bermakna
pengetahuan
kader
tentang antropometri sebelum dan
setelah
pelatihan.
Dibuktikan
dengan nilai p=0,001 (p < 0,05).
Terdapat peningkatan skor rata-rata
pengetahuan kader sebelum dan
setelah pelatihan sebesar 12,42.
Metode pelatihan dengan
demonstrasi
dan
praktik
memberikan
pengaruh
yang
bermakna terhadap peningkatan
pengetahuan. Pelatihan dengan
metode ini memberikan kesan yang
mendalam pada peserta. Peserta
juga dilibatkan dalam kegiatan yaitu
praktik. Penelitian yang dilakukan
oleh Kurrachman (2003) juga
menunjukkan
bahwa
pelatihan
dengan metode ceramah yang
disertai diskusi, simulasi dan praktik
meningkatkan
pengetahuan
mahasiswa
dalam
kegiatan
penimbangan balita di Posyandu.
Pelatihan yang dilakukan oleh
Sukiarko (2007), menunjukkan ada
peningkatan skor pre test dan post
test pengetahuan kader dengan
selisih 16,8. Pelatihan dengan
metode belajar berdasar masalah

(BBM) yang menitikberatkan pada


kemampuan kader dalam mencari
informasi
(student
centered
learning) dimana peserta dituntut
belajar secara aktif.
Hasil Pengukuran Pre Test dan
Post
Test
Keterampilan
PengukuranAntropometri.
Pre test keterampilan kader
dalam
melakukan
pengukuran
antropometri meliputi pre test
penimbangan
berat
badan
menggunakan dacin, pengukuran
tinggi badan dengan microtoise,
panjang
badan
menggunakan
infantometer , lingkar kepala
menggunakan metlin dan lingkar
lengan atas menggunakan pita
LILA. Pengukuran keterampilan
sebelum pelatihan dilaksanakan di
posyandu satu bulan sebelum
pelatihan. Pengukuran keterampilan
dengan menggunakan instrumen
berupa daftar tilik pengukuran
antropometri.Post test keterampilan
pengukuran
antropometri
dilaksanakan di kelas setelah
pelatihan. Rata-rata skor pre test
dan
post
test
keterampilan
pengukuran antropometri
dapat
dilihat pada Tabel 5.

Tabel 5
Deskripsi Keterampilan Kader Melakukan Pengukuran Antropometri Sebelum
dan Setelah Pelatihan

Statistik
Rata-rata
Simpangan baku
Min
Maksimal
Besar sampel

Skor keterampilan
sebelum pelatihan

Skor keterampilan
setelah pelatihan

65,5
11,7
43,3
85,7
31

86,2
7,7
71,4
100
31

Hasil
penelitian
ini
menunjukkan bahwa rata-rata skor
keterampilan
setelah
pelatihan
antropometri
lebih
tinggi
dibandingkan sebelum pelatihan.
Sebelum pelatihan atau pada saat
pretest
di
posyandu
skor
keterampilan rata-rata 65,5 dengan
skor terendah 43,3 dan skor
tertinggi 85,7. Skor keterampilan
meningkat setelah pelatihan dengan
rata-rata 86,2 terjadi peningkatan
sebesar 20,7. Skor keterampilan

terendah setelah pelatihan 71,4 dan


tertinggi 100. Skor keterampilan
kader setelah pelatihan lebih tinggi
dibandingkan skor keterampilan
sebelum pelatihan.
Kategori Keterampilan kader
Skor keterampilan kader gizi
juga dikategorikan menjadi tingkat
keterampilan baik dan kurang.Hasil
penilaian kategori keterampilan
kader dapat dilihat pada tabel 6
berikut ini.

Tabel 6
Distribusi Kategori Keterampilan Kader Melakukan Pengukuran Antropometri
Sebelum dan Setelah Pelatihan
Keterampilan
Pengukuran
Antropometri
kader
Baik

Sebelum pelatihan

Setelah pelatihan

16,1

23

74,2

Kurang

26

83,9

25,8

Jumlah

31

100

31

100

Kategori keterampilan baik setelah


pelatihan antropometri menunjukkan
peningkatan. Jumlah kader dengan
keterampilan baik meningkat dari
16,1% menjadi 74,2%.
Pengaruh Pelatihan Pengukuran
Antropometri
Terhadap
Keterampilan Kader Melakukan
Pengukuran Antropometri.

Uji statistik untuk mengetahui ada


tidaknya
pengaruh
pelatihan
terhadap peningkatan keterampilan
kader menggunakan uji paired
sample t test. Hasil uji statistik
pengaruh
pelatihan
terhadap
peningkatan
keterampilan
pengukuran
antropometri
yang
dilakukan oleh kader tercantum
dalam tabel 7.

Tabel 7.
Perbedaan Keterampilan Kader MelakukanPengukuran Antropometri Sebelum
dan Setelah Pelatihan
Keterampilan
pengukuran
Antropometri
Sebelum
pelatihan
(pre test)
Setelah pelatihan
(post test)

Ratarata

SD

Min

Max

65,529

11,67

43,3

85,7

86,229

7,66

Hasil uji beda rata-rata skor


keterampilan
pengukuran
antropometri sebelum dan setelah
pelatihan menunjukkan nilai p=0,001
(p < 0,05) yang berarti terdapat
perbedaan
yang
signifikan
pengetahuan
dan
keterampilan
kader
sebelum
dan
setelah
pelatihan. Hal ini menunjukkan
bahwa pemberian pelatihan dengan
metode demonstrasi dan praktik
memberikan pengaruh terhadap
peningkatan
pengetahuan
dan
keterampilan kader.
Penelitian Kurrachman (2003),
menunjukkan
bahwa
pelatihan
dengan metode ceramah yang
disertai diskusi, simulasi dan praktik
akan meningkatkan keterampilan
mahasiswa
dalam
kegiatan
pengukuran status gizi balita di
Posyandu. Pelatihan yang dilakukan
Sukiarko (2007) dengan metode
Belajar Berdasar Masalah (BBM)
juga
meningkatkan
skor
keterampilan kader dari 63,10
menjadi 84,77 terjadi peningkatan
21,67.
Metode
pelatihan
dengan
demonstrasi dan praktik telah
terbukti meningkatkan pengetahuan
dan keterampilan kader, namun
metode ini juga memiliki kelemahan

71,4

Selisih
rata-rata

20,7

0,001

100

yaitu memerlukan waktu yang relatif


lama, jumlah tenaga pengajar yang
cukup untuk bisa mengawasi
jalannya praktik dan sarana dan
prasarana yang memadai baik dari
alat peraga maupun bahan ajar atau
modul serta ruangan yang cukup
luas.
Sejalan dengan nilai-nilai Islam
bahwa meningkatkan pengetahuan
dan keterampilan yang bermanfaat
untuk masyarakat merupakan tugas
kita
sebagai
manusia
yang
diciptakan Allah sebagai khalifatullah
fil ardh, demikian pula kader sebagai
ujung
tombak
penggerak
masyarakat mempunyai kewajiban
untuk selalu meningkatkan ilmu dan
keterampilan yang bermanfaat untuk
kemaslahatan bersama.
Keterbatasan Penelitian
1. Penelitian
ini
memiliki
keterbatasan adanya pengaruh
dari
luar
penelitian
seperti
informasi dari kader-kader yang
lain, buku/modul yang pernah
dibaca sebelumnya ataupun dari
sumber
lain
yang
dapat
mempengaruhi pengetahuan dan
keterampilan kader.

2. Keterbatasan waktu dan tenaga


menyebabkan pelaksanaan post
test
pengetahuan
dan
keterampilan
dilaksanakan
segera setelah pelatihan, dan
tidak ada evaluasi atau penilaian
post test yang dilaksanakan di
posyandu.

c. Hasil uji beda rata-rata skor


keterampilan
pengukuran
antropometri
sebelum dan
setelah pelatihan menunjukkan
adanya
perbedaan
yang
signifikan dengan p=0,001 (p<
0,05).
SARAN

KESIMPULAN
1. Pengetahuan kader sebelum dan
setelah
mengikuti
pelatihan
pengukuran antropometri.
a. Skor
pengetahuan
antropometri kader
terjadi
peningkatan antara sebelum
dan setelah pelatihan dengan
selisih 12,42. Rata-rata skor
meningkat dari 63,55 menjadi
75,97. Skor terendah sebelum
pelatihan
35
meningkat
menjadi 60 setelah pelatihan,
dan skor tertinggi sebelum
pelatihan
80
meningkat
menjadi 95.
b. Jumlah kader dengan kategori
pengetahuan antropometri baik
meningkat dari 3,2% menjadi
35,5%, kategori pengetahuan
antropometri kurang sudah
tidak ada.
c. Hasil uji statistik menunjukkan
ada perbedaan yang signifikan
antara
pengetahuan
antropometri kader sebelum
dan setelah pelatihan dengan
p=0,001 (p < 0,05).
2. Keterampilan kader sebelum dan
setelah
mengikuti
pelatihan
pengukuran antropometri.
a. Rata-rata skor keterampilan
pengukuran antropometri yang
dilakukan kader meningkat dari
65,5 meningkat menjadi 86,2.
b. Kategori
baik keterampilan
pengukuran
antropometri
meningkat dari 16,1% menjadi
74,2%.

1. Bagi Puskesmas :
a. Metode pelatihan demonstrasi
dan
praktik
dengan
menggunakan modul dapat
digunakan sebagai metode
yang dipilih dalam melakukan
pelatihan bagi kader maupun
sasaran yang lain (misalnya
kader kesehatan remaja).
b. Materi pelatihan antropometri
diperluas dengan penjelasan
secara lebih terperinci tentang
teori
antropometri
salah
satunya tentang definisi dan
parameter
antropometri.
Penyampaian teori dan praktik
bisa dipisah dengan waktu
yang berbeda.
c. Perencanaan anggaran untuk
pelatihan
dengan
mempertimbangkan
sarana
dan
prasarana
yang
dibutuhkan
untuk
melaksanakan
pelatihan
dengan metode tersebut.
d. Melakukan
pemantauan
terhadap keterampilan kader di
posyandu
melakukan
pengukuran antropometri pada
saat pembinaan posyandu.
2. Bagi Peneliti Lain
Peneliti lain bisa melanjutkan
penelitian ini dengan meneliti
pengetahuan dan keterampilan
kader berdasarkan penilaian di
posyandu, serta meneliti faktorfaktor yang berpengaruh terhadap
pengetahuan dan keterampilan
kader tentang antropometri.

DAFTAR PUSTAKA
Arikunto,
S.
2002.
Prosedur
Penelitian Suatu Pendekatan
Praktis.
Penerbit
Rineka
Cipta. Jakarta: 43 45.
Alwi, H. 2005. Kamus Besar Bahasa
Indonesia. Edisi Ketiga. Balai
Pustaka. Jakarta.
Azwar, S. 2007. Sikap Manusia
Teori dan Pengukurannya,
edisi 2. Pustaka Pelajar.
Yogyakarta.
Budioro, 2001. Pengantar Ilmu
Kesehatan Masyarakat . FKM
Undip. Semarang
Depkes RI. 2001. Modul Pelatihan
Metode dan Teknologi Diklat
(METEK).Pusat Pendidikan
dan Latihan Pegawai Depkes
RI. Jakarta: 9-11.
Depkes RI. 2004. Pola Pelatihan
Sumber
Daya
Manusia
(SDM) Kesehatan, Badan
Pengembangan
dan
Pemberdayaan
SDM
Kesehatan Pusat Pendidikan
dan Pelatihan. Jakarta.
Depkes
RI.
2005.
Standar
Pemantauan
Pertumbuhan
Balita. Jakarta.
Depkes RI. 2006. Pedoman Umum
Pengelolaan
Posyandu.
Jakarta : 11 33.
Depkes RI. 2008. Buku Kesehatan
Ibu
dan
Anak-Gerakan
Pemantauan
Tumbuh
Kembang Anak.Jakarta: 14.
Depkes RI. 2009. Profil Kesehatan
Indonesia. Jakarta.

Dinas Kesehatan Kota Surakarta.


2013.
Laporan
Kinerja
Instansi Pemerintah (LAKIP).
Surakarta.
Fatmah. 2010. Gizi Usia Lanjut.
Penerbit Airlangga. Jakarta:
36- 37.
Fitri, H. 2011.Keterampilan Kader
Posyandu
Sebelum
dan
Sesudah Pelatihan. Jurnal
Kesehatan Masyarakat. 7 (1)
: 28 Diakses : 25 Maret 2014.
Http://journal.unnes.ac.id/ind
ex.php/kemas/article/view/17
89
Fatmah dan Yusran, N. 2012.
Peningkatan
Pengetahuan
dan Keterampilan Kader
Posbindu dalam Pengukuran
Tinggi
Badan
Prediksi
Lansia, Penyuluhan Gizi
Seimbang dan Hipertensi :
Studi di Kecamatan Grogol
Petamburan
Jakarta
Barat.Jurnal Media Medika
Indonesia. 46 (1): 64
Green, LW. and Kreuter, MW. 2000.
Health Promotion Planning,
An
Educational
and
Environmental Approach. 2nd
ed.
Mayfield
Publishing
Company. Mountain View.
Hatimah, I. 2000. Strategi dan
Metode Pembelajaran. Adira.
Bandung.
Handoko.2001.
Manajemen
Personalia dan Sumber Daya
Manusia.
PT.
BPFE.
Yogyakarta.
Istiarti, 2000. Menanti Buah Hati
kaitan Antara Kemiskinan
Dan Kesehatan. Yayasan
Adikarya IKAPI. Yogyakarta.

Irawati, A. 2002. Kajian Pelaksanaan


Revitalisasi Posyandu Pada
Masyarakat Nelayan dan
Petani di Propinsi Jawa
Barat. Center Research and
Development of Nutrition and
Food. Jakarta.
Iqbal, W., Adi, B., Khoirul, Patonah,
S. 2006.Ilmu Keperawatan
Komunitas 2. CV. S.Agung
Seto. Jakarta.
Kurrachman, T. 2003. Pelatihan
Pengukuran Status Gizi dan
Palpasi Gondok Terhadap
Pengetahuan
dan
Keterampilan
pada
Mahasiswa Jurusan Gizi
Politeknik Semarang. Tesis
tidak diterbitkan.
Kementerian Kesehatan RI. Visi dan
misi Depkes tahun 2010
2014. Diakses : 21 Mei 2014.
Http://www.depkes.go.id
Notoatmodjo, S. 2003. Pendidikan
dan Perilaku Kesehatan.
Penerbit
Rineka
Cipta.
Jakarta.
Notoatmodjo, S. 2005. Promosi
Kesehatan
Teori
dan
Aplikasi. Penerbit Rineka
Cipta. Jakarta.
Nilawati.
2008.
Pengaruh
Karakteristik
Kader
dan
Strategi
Revitalisasi
Posyandu
Terhadap
Keaktifan
Kader
di
Kecamatan
Samadua
Kabupaten Aceh Selatan.
Tesis. Program Pascasarjana
Universitas Sumatera Utara
Medan.

Nency, 2007. Gizi buruk, Ancaman


generasi
yang
hilang.
Diakses : 25 Maret 2014.
Http://io.ppi-jepangorg/article.php?id=133.
Pusat

Pendidikan dan Pelatihan


Kesehatan,
2002.Petunjuk
Teknis Pelaksanaan Jabatan
Fungsional
Widyaiswara.Pusdiklat.
Jakarta.

Prasetyo.2007. Ilmu Perilaku dan


Promosi
Kesehatan.EGC.
Jakarta: 3 - 4.
Rivai, V. 2004. Manajemen Sumber
Daya
Manusia
Untuk
Perusahaan : Dari Teori ke
Praktik . PT. Raja Grafindo
Persada. Jakarta.
Robbins, Stephen P. 2006. Perilaku
Organisasi. PT Indeks.
Kelompok
Gramedia.
Jakarta.
Satoto, AB., Jahari, dan Soekirman.
2002. Growth Data from
Posyandu in Indonesia:
Precision,
Accuracy,
Reliability and Utilization.
Jurnal Gizi Indonesia. 26:
17-23.
Syafrida, A. 2003. Analisis Keaktifan
Kader dalam Memberikan
Pelayanan untukRevitalisasi
Posyandu di Kecamatan
Dewantara Kabupaten Aceh
Utara.Tesis.Pascasarjana
USU Medan.

10

Sukiarko, E. 2007. Pengaruh


Pelatihan dengan Metode
Belajar Berdasarkan Masalah
dalam Kegiatan Kader Gizi
Posyandu:
Studi
di
Kecamatan
Tempuran
Kabupaten Magelang. Jurnal
Media Medika Indonesia. 42
(3): 103-147.

Wahyutomo, AH. 2010. Hubungan


Karakteristik
dan
Peran
Kader Posyandu dengan
Pemantauan
Tumbuh
Kembang
Balita
di
Puskesmas
Kalitidu
Bojonegoro. Tesis. Program
Pascasarjana
Universitas
Sebelas Maret Surakarta.

Syah, M. 2008. Psikologi Pendidikan


dengan Pendekatan Baru.
PT.
Remaja
Rosda
Karya.Bandung : 208.
Supariasa, IDN., Bakri, B., Fajar, I.
2012.
Penilaian
Status
Gizi.EGC. Jakarta: 36 55.
Tim

Pengelola UPGK Tk.Pusat.


2002. Buku Kader. Usaha
Perbaikan Gizi Keluarga.
Edisi XIX. Jakarta : 44 45.

Trintrin,
T.,
Tjejep,
Hermina,
Luciasari, E., Afriansyah, N.,
dan Fuada, N. 2003.Faktorfaktor
Positif
untuk
Meningkatkan Potensi Kader
Posyandu
dalam
Upaya
Mencapai Keluarga Sadar
Gizi (Kadarzi).Penelitian Gizi
dan Makanan, Vol. 26 No.
2.Puslitbang
Gizi
dan
Makanan. Bogor.
Tjakraatmadja JH dan Lantu DC.
2006.
Knowledge
Management dalam Konteks
Organisasi Pembelajar. SBMITB. Bandung.

11

12

You might also like