Professional Documents
Culture Documents
NASKAH PUBLIKASI
Disusun Oleh :
DIAH EKOWATI
J 310 131 009
iv
PENDAHULUAN
Peningkatan derajat kesehatan
masyarakat salah satunya dilakukan
melalui peningkatan peran serta
masyarakat, termasuk swasta dan
masyarakat madani (Kementerian
Kesehatan RI, 2014). Kegiatan yang
dilakukan untuk meningkatkan peran
serta masyarakat diantaranya adalah
menggerakkan masyarakat untuk
memanfaatkan posyandu sebagai
salah
satu
sarana
pelayanan
kesehatan dasar yang tumbuh dan
berkembang di masyarakat.
Posyandu merupakan tempet
untu mendeteksi permasalahan gizi.
Permasalahan
gizi
yang
bisa
dideteksi di posyandu salah satunya
adalah gizi buruk dan gizi kurang.
Menurut Nency (2007), posyandu
sebagai
ujung
tombak
dalam
melakukan
deteksi
dini
dan
pelayanan pertama kesehatan ibu
dan anak, menjadi vital dalam
pencegahan kasus gizi buruk. Salah
satu kegiatan untuk melakukan
deteksi dini gizi buruk dan gizi kurang
adalah melalui pemantauan status
gizi.
Pemantauan status gizi yang
biasa dilakukan di posyandu adalah
dengan
melakukan
pengukuran
antropometri atau pengukuran ukuran
tubuh. Berbagai jenis ukuran fisik
tubuh dan komposisi tubuh antara
lain yaitu, berat badan, tinggi badan,
lingkar lengan atas, lingkar kepala,
lingkar dada, lingkar pinggul dan
tebal lemak di bawah kulit (Supariasa
dkk, 2012).
Berbagai jenis ukuran fisik
tubuh dan komposisi tubuh tersebut
mudah sekali mengalami perubahan.
Diperlukan latihan yang cukup
supaya
hasil
pengukuran
antropometri menghasilkan data yang
akurat. Pengukuran antropometri di
Posyandu dilakukan oleh kader.
METODE PENELITIAN
Jenis
penelitian
yang
digunakan adalah penelitian quasi
experimental dengan rancangan
penelitian one group pretest posttest
design. Lokasi penelitian di wilayah
Puskesmas Gilingan dengan waktu
Karakteristik
pelatihan.
kader
peserta
Tabel 1
Karakteristik kader posyandu perserta pelatihan
Karakteristik
Frequensi
(n = 31)
1
15
15
3,2
48,4
48.4
10
21
32,3
67,7
31
0
100
0
Umur (tahun)
1. 26 - 35
2. 36 - 45
3. 46 55
Pendidikan
1. SMP
2. SMA
Status
Perkawinan
1. Menikah
2. Belum
menikah
Jenis
Pekerjaan
1. Ibu rumah
tangga
2. Berjualan
makanan di
rumah
3. Pekerja
konveksi
4. Penjahit
5. Usaha
salon
6. Usaha toko
kelontong
7. Pengajar
PAUD
Karakteristik
20
3
64,5
9,7
2
3
1
1
1
6,5
9,7
3,2
3,2
3,2
Frequensi
(n = 31)
7
6
2
3
13
22,6
19,4
6,5
9,7
41,9
21
7
3
67,7
22,6
9,7
Lama menjadi
kader (tahun)
1. 2 3
2. 4 5
3. 6 7
4. 8 9
5. 5. >10
Frekuensi
mengikuti
pelatihan kader
1. 1 kali
2. 2 kali
3. 3 kali
Umur
terendah
kader
peserta
pelatihan 34 tahun dan tertinggi 52
tahun dan rata-rata umur kader 44
tahun. Pendidikan kader 67,7%
adalah SMA, status perkawinan
semua
kader
sudah
menikah.
Pekerjaan kader sebagian besar
sebagai ibu rumah tangga. Lama
menjadi kader rata-rata lebih dari 10
tahun dan sebagian besar kader
penah mengikuti pelatihan sebanyak 1
kali.
Statistik
Rata-rata
Simpangan baku
Minimal
Maksimal
Besar sampel
Skor pengetahuan
sebelum pelatihan
63,55
9,15
35
80
31
Skor pengetahuan
setelah pelatihan
75,97
8,7
60
95
31
Hasil
uji
statistik
skor
pengetahuan kader sebelum dan
setelah
pelatihan
menunjukkan
terjadi peningkatan skor pengetahuan
antropometri dengan selisih 12,42
dengan rata-rata meningkat dari
63,55 menjadi 75,97. Skor terendah
sebelum pelatihan 35 meningkat
menjadi 60 setelah pelatihan, dan
Tabel 3
Distribusi Kategori Pengetahuan Kader Tentang Antropometri
Pengetahuan
Antropometri kader
Baik
Cukup
Kurang
Jumlah
Sebelum pelatihan
n
%
1
3,2
27
87,1
3
9,7
31
100
Kategori
pengetahuan
antropometri
kader
setelah
pelatihan terdapat peningkatan.
Jumlah
kader
yang
memilki
pengetahuan baik meningkat dari
3,2% menjadi 35,5%, kategori
kurang sudah tidak ada.
Setelah pelatihan
n
%
11
35,5
20
64,5
0
0
31
100
Tabel 4
Perbedaan Pengetahuan Kader Tentang Antropometri Sebelum dan Setelah
Pelatihan
Pengeta
huan
Antropo
metri
Sebelum
pelatihan
Setelah
pelatihan
Rata-rata
SD
Min
Max
63,5
9,15
35
80
75,9
8,70
60
Selisih
rata-rata
12,4
0,001
95
Hasil
uji
statistik
menggunakan uji wilcoxon karena
data pengetahuan kader tidak
berdistribusi normal, menunjukkan
ada perbedaan yang signifikan atau
bermakna
pengetahuan
kader
tentang antropometri sebelum dan
setelah
pelatihan.
Dibuktikan
dengan nilai p=0,001 (p < 0,05).
Terdapat peningkatan skor rata-rata
pengetahuan kader sebelum dan
setelah pelatihan sebesar 12,42.
Metode pelatihan dengan
demonstrasi
dan
praktik
memberikan
pengaruh
yang
bermakna terhadap peningkatan
pengetahuan. Pelatihan dengan
metode ini memberikan kesan yang
mendalam pada peserta. Peserta
juga dilibatkan dalam kegiatan yaitu
praktik. Penelitian yang dilakukan
oleh Kurrachman (2003) juga
menunjukkan
bahwa
pelatihan
dengan metode ceramah yang
disertai diskusi, simulasi dan praktik
meningkatkan
pengetahuan
mahasiswa
dalam
kegiatan
penimbangan balita di Posyandu.
Pelatihan yang dilakukan oleh
Sukiarko (2007), menunjukkan ada
peningkatan skor pre test dan post
test pengetahuan kader dengan
selisih 16,8. Pelatihan dengan
metode belajar berdasar masalah
Tabel 5
Deskripsi Keterampilan Kader Melakukan Pengukuran Antropometri Sebelum
dan Setelah Pelatihan
Statistik
Rata-rata
Simpangan baku
Min
Maksimal
Besar sampel
Skor keterampilan
sebelum pelatihan
Skor keterampilan
setelah pelatihan
65,5
11,7
43,3
85,7
31
86,2
7,7
71,4
100
31
Hasil
penelitian
ini
menunjukkan bahwa rata-rata skor
keterampilan
setelah
pelatihan
antropometri
lebih
tinggi
dibandingkan sebelum pelatihan.
Sebelum pelatihan atau pada saat
pretest
di
posyandu
skor
keterampilan rata-rata 65,5 dengan
skor terendah 43,3 dan skor
tertinggi 85,7. Skor keterampilan
meningkat setelah pelatihan dengan
rata-rata 86,2 terjadi peningkatan
sebesar 20,7. Skor keterampilan
Tabel 6
Distribusi Kategori Keterampilan Kader Melakukan Pengukuran Antropometri
Sebelum dan Setelah Pelatihan
Keterampilan
Pengukuran
Antropometri
kader
Baik
Sebelum pelatihan
Setelah pelatihan
16,1
23
74,2
Kurang
26
83,9
25,8
Jumlah
31
100
31
100
Tabel 7.
Perbedaan Keterampilan Kader MelakukanPengukuran Antropometri Sebelum
dan Setelah Pelatihan
Keterampilan
pengukuran
Antropometri
Sebelum
pelatihan
(pre test)
Setelah pelatihan
(post test)
Ratarata
SD
Min
Max
65,529
11,67
43,3
85,7
86,229
7,66
71,4
Selisih
rata-rata
20,7
0,001
100
KESIMPULAN
1. Pengetahuan kader sebelum dan
setelah
mengikuti
pelatihan
pengukuran antropometri.
a. Skor
pengetahuan
antropometri kader
terjadi
peningkatan antara sebelum
dan setelah pelatihan dengan
selisih 12,42. Rata-rata skor
meningkat dari 63,55 menjadi
75,97. Skor terendah sebelum
pelatihan
35
meningkat
menjadi 60 setelah pelatihan,
dan skor tertinggi sebelum
pelatihan
80
meningkat
menjadi 95.
b. Jumlah kader dengan kategori
pengetahuan antropometri baik
meningkat dari 3,2% menjadi
35,5%, kategori pengetahuan
antropometri kurang sudah
tidak ada.
c. Hasil uji statistik menunjukkan
ada perbedaan yang signifikan
antara
pengetahuan
antropometri kader sebelum
dan setelah pelatihan dengan
p=0,001 (p < 0,05).
2. Keterampilan kader sebelum dan
setelah
mengikuti
pelatihan
pengukuran antropometri.
a. Rata-rata skor keterampilan
pengukuran antropometri yang
dilakukan kader meningkat dari
65,5 meningkat menjadi 86,2.
b. Kategori
baik keterampilan
pengukuran
antropometri
meningkat dari 16,1% menjadi
74,2%.
1. Bagi Puskesmas :
a. Metode pelatihan demonstrasi
dan
praktik
dengan
menggunakan modul dapat
digunakan sebagai metode
yang dipilih dalam melakukan
pelatihan bagi kader maupun
sasaran yang lain (misalnya
kader kesehatan remaja).
b. Materi pelatihan antropometri
diperluas dengan penjelasan
secara lebih terperinci tentang
teori
antropometri
salah
satunya tentang definisi dan
parameter
antropometri.
Penyampaian teori dan praktik
bisa dipisah dengan waktu
yang berbeda.
c. Perencanaan anggaran untuk
pelatihan
dengan
mempertimbangkan
sarana
dan
prasarana
yang
dibutuhkan
untuk
melaksanakan
pelatihan
dengan metode tersebut.
d. Melakukan
pemantauan
terhadap keterampilan kader di
posyandu
melakukan
pengukuran antropometri pada
saat pembinaan posyandu.
2. Bagi Peneliti Lain
Peneliti lain bisa melanjutkan
penelitian ini dengan meneliti
pengetahuan dan keterampilan
kader berdasarkan penilaian di
posyandu, serta meneliti faktorfaktor yang berpengaruh terhadap
pengetahuan dan keterampilan
kader tentang antropometri.
DAFTAR PUSTAKA
Arikunto,
S.
2002.
Prosedur
Penelitian Suatu Pendekatan
Praktis.
Penerbit
Rineka
Cipta. Jakarta: 43 45.
Alwi, H. 2005. Kamus Besar Bahasa
Indonesia. Edisi Ketiga. Balai
Pustaka. Jakarta.
Azwar, S. 2007. Sikap Manusia
Teori dan Pengukurannya,
edisi 2. Pustaka Pelajar.
Yogyakarta.
Budioro, 2001. Pengantar Ilmu
Kesehatan Masyarakat . FKM
Undip. Semarang
Depkes RI. 2001. Modul Pelatihan
Metode dan Teknologi Diklat
(METEK).Pusat Pendidikan
dan Latihan Pegawai Depkes
RI. Jakarta: 9-11.
Depkes RI. 2004. Pola Pelatihan
Sumber
Daya
Manusia
(SDM) Kesehatan, Badan
Pengembangan
dan
Pemberdayaan
SDM
Kesehatan Pusat Pendidikan
dan Pelatihan. Jakarta.
Depkes
RI.
2005.
Standar
Pemantauan
Pertumbuhan
Balita. Jakarta.
Depkes RI. 2006. Pedoman Umum
Pengelolaan
Posyandu.
Jakarta : 11 33.
Depkes RI. 2008. Buku Kesehatan
Ibu
dan
Anak-Gerakan
Pemantauan
Tumbuh
Kembang Anak.Jakarta: 14.
Depkes RI. 2009. Profil Kesehatan
Indonesia. Jakarta.
10
Trintrin,
T.,
Tjejep,
Hermina,
Luciasari, E., Afriansyah, N.,
dan Fuada, N. 2003.Faktorfaktor
Positif
untuk
Meningkatkan Potensi Kader
Posyandu
dalam
Upaya
Mencapai Keluarga Sadar
Gizi (Kadarzi).Penelitian Gizi
dan Makanan, Vol. 26 No.
2.Puslitbang
Gizi
dan
Makanan. Bogor.
Tjakraatmadja JH dan Lantu DC.
2006.
Knowledge
Management dalam Konteks
Organisasi Pembelajar. SBMITB. Bandung.
11
12