You are on page 1of 207

STRATEGI PENGEMBANGAN KAWASAN EKOWISATA

DI PULAU LEMBEH (STUDI KASUS : KELURAHAN


PAUDEAN, KELURAHAN PASIR PANJANG DAN
KELURAHAN DORBOLAANG)

TUGAS AKHIR

OLEH
AYANSARI DINA PRATIWI
NIM: 13021105015

UNIVERSITAS SAM RATULANGI


FAKULTAS TEKNIK
JURUSAN TEKNIK ARSITEKTUR
PROGRAM STUDI PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA
MANADO
2017
STRATEGI PENGEMBANGAN KAWASAN EKOWISATA
DI PULAU LEMBEH (STUDI KASUS : KELURAHAN
PAUDEAN. KELURAHAN PASIR PANJANG DAN
KELURAHAN DORBOLAANG)

TUGAS AKHIR

Disusun Sebagai Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Teknik


Pada Program S1 Teknik Perencanaan Wilayah dan Kota
di Jurusan Teknik Arsitektur
Fakultas Teknik Universitas Sam Ratulangi

Oleh

Ayansari Dina Pratiwi


NIM: 13021105015

UNIVERSITAS SAM RATULANGI


FAKULTAS TEKNIK
JURUSAN TEKNIK ARSITEKTUR
PROGRAM STUDI PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA
MANADO
2017

i
ABSTRAK
Dalam Peraturan Daerah Kota Bitung Nomor 11 Tahun 2013 tentang RTRW Kota Bitung
Tahun 2013-2033 khususnya pasal 41 huruf a dan c menyatakan bahwa Kawasan suaka
alam dan cagar budaya Kota Bitung meliputi kawasan Suaka Alam Laut Selat Lembeh
dan kawasan pantai berhutan bakau di Kelurahan Lirang, Kelurahan Pintukota, Kelurahan
Paudean, Kelurahan Dorbolaang, dan Kelurahan Pasir Panjang di Pulau Lembeh.
Pemerintah Kota Bitung tidak hanya melihat potensi Pulau Lembeh sebagai kawasan
lindung, tetapi juga berpotensi dibidang pariwisata yang tetap dalam konteks tidak
merusak keberadaan kawasan lindung tersebut, sehingga jenis wisata yang cocok
dikembangkan adalah ekowisata. Ekowisata adalah suatu konsep pengembangan
pariwisata berkelanjutan yang bertujuan untuk mendukung upaya-upaya pelestarian
lingkungan (alam dan budaya) dan meningkatkan partisipasi masyarakat dalam
pengelolaan sehingga memberikan manfaat ekonomi kepada masyarakat dan pemerintah
setempat. Wisata ini terletak pada beberapa tempat di Pulau Lembeh, salah satunya
terdapat di Kelurahan Pasir Panjang Kecamatan Lembeh Selatan. Dalam penelitian ini,
metode penelitian yang digunakan adalah deskriptif kualitatif dengan analisis statistik
deskriptif, serta tujuan penelitian yaitu mengidentifikasi potensi-potensi pengembangan
kawasan ekowisata dan menganalis strategi pengembangannya di Kelurahan Paudean,
Kelurahan Dorbolaang dan Kelurahan Pasir Panjang dengan menggunakan Analisis
Daerah Operasi-Obyek Daya Tarik Wisata Alam (ADO-ODTWA) dan analisis
berdasarkan hasil kuesioner dengan dua pendekatan yaitu pendekatan lingkungan dan
pendekatan partisipasi dan pemberdayaan. Kemudian dalam menganalisis strategi
pengembangannya digunakan analisis strategi berdasarkan kebijakan-kebijakan
pemerintah khususnya Pemerintah Kota Bitung dan analisis SWOT. Pengumpulan data
dilakukan dengan observasi lapangan, melakukan wawancara, kuesioner dan telaah
pustaka. Hasil analisis penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan pertimbangan para
pemangku kepentingan dalam mengembangkan kawasan ekowisata pada lokasi
penelitian.

Kata Kunci : Ekowisata, Strategi Pengembangan, Pulau Lembeh

i
KATA PENGANTAR

Puji dan Syukur kita panjatkan kepada Allah SWT, karena atas rahmat,
karunia dan hidayah-Nyalah usulan penelitian (skripsi) yang berjudul “Strategi
Pengembangan Kawasan Ekowisata di Pulau Lembeh (Studi Kasus : Kelurahan
Paudean, Kelurahan Pasir Panjang dan Kelurahan Dorbolaang)” ini dapat
diselesaikan dengan baik dan lancar. Penulisan Skripsi ini dibuat untuk memenuhi
salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Teknik pada Program Studi
Perencanaan Wilayah dan Kota, Fakultas Teknik, Universitas Sam Ratulangi.

Skripsi ini dapat diselesaikan juga berkat bantuan serta motivasi dari
berbagai pihak sehingga saya dapat menyelesaikan Skripsi ini dengan baik. Maka
pada kesempatan ini saya ingin mengucapkan terima kasih kepada:
1. Prof. Dr. Jefrey I. Kindangen, DEA., selaku Dekan Fakultas Teknik
Universitas Sam Ratulangi Manado yang telah mendidik dan membagikan
ilmu pengetahuan kepada saya.
2. Dr. Judy O. Waani, ST, MT., selaku Ketua Jurusan Arsitektur Fakultas
Teknik Universitas Sam Ratulangi Manado yang telah mendidik dan
membagikan ilmu pengetahuan kepada saya.
3. Dr. Veronica A. Kumurur, ST, MSi, selaku Koordinator Program Studi
Perencanaan Wilayah dan Kota Jurusan Arsitektur Fakultas Teknik
Universitas Sam Ratulangi Manado yang telah mendidik dan membagikan
ilmu pengetahuan kepada saya.
4. Dr. Aristotulus E. Tungka, ST, MT., selaku Dosen Pembimbing I yang
telah memberikan arahan, bimbingan, saran dan motivasi selama proses
penyusunan Tugas Akhir ini.
5. Verry Lahamendu, ST, MT., selaku Dosen Pembimbing II atas arahan,
bimbingan, saran dan motivasi yang diberikan selama proses penyusunan
Tugas Akhir ini.
6. Hendriek H. Karongkong, ST, MT., dan Dr. Ir. Linda Tondobala,
DEA., selaku Dosen Penguji I yang telah memberikan saran dan arahan
untuk memperbaiki penyusunan Skripsi ini menjadi lebih baik.

ii
7. Ir. Hanny Poli, Msi., selaku Dosen Penguji II yang telah memberikan
saran dan arahan dalam penyelesaian Skripsi ini.
8. Ir. R. J. Poluan, Msi., selaku Dosen Penguji III yang telah memberikan
saran dan arahan dalam penyelesaian Skripsi ini menjadi lebih baik.
9. Segenap Dosen Pengajar di Program Studi Teknik Perencanaan Wilayah
dan Kota, Universitas Sam Ratulangi yang telah mendidik dan membagi
ilmunya kepada saya selama masa kuliah.
10. Orang Tua: Mama tercinta (Alfiah) dan Papa tercinta (Karim Zain, SE)
yang telah menghadirkan saya di dunia ini dan dengan penuh cinta kasih
dan sabar merawat, mendidik dan membesarkan saya, selalu berusaha
membiayai dan memenuhi seluruh kebutuhan hidup saya hingga saat ini
serta terus memberikan semangat, nasihat, motivasi, dan dukungan doa
untuk keberhasilan masa depan saya.
11. Kakak dan Adik saya (Radian Gifar Pradita dan Mayang Diva Triani)
yang selalu memberikan semangat dan dukungan doa untuk keberhasilan
saya.
12. Teman – teman Kampus (Elang, Phany, Iwet, Diya, Aziz, Nova, Acha,
Ame, Stela) yang telah berjuang bersama, selalu memberikan doa dan
dukungan serta selalu menemani saya sejak awal perkuliahan hingga tamat
kuliah.
13. Teman – teman Kos Sri Solo (Kak Acha, Dede, Linda, Kak Wiwi, Kak
Asri, Kak Vera, Patra, Erlin, Kak Indah, Gladies Cherryl, Gladies Bungan,
Kak Ester, Kak Merlin, Kak Lina, Tania dan teman lainnya) yang selalu
memberikan semangat, doa, dan menemani saya selama di kos.
14. Seluruh teman – teman PWK 2013, yang berjuang bersama-sama dalam
masa kuliah dan turut membantu saya selama penyusunan Skripsi
Apabila menemukan kesalahan atau kekurangan dalam penelitian ini, baik
dari segi bahasa maupun isinya, penulis mengharapkan kritik dan saran yang
bersifat membangun, demi lebih baiknya karya-karya tulis yang akan datang.

Manado, Desember 2017

Penulis

iii
DAFTAR ISI

ABSTRAK .............................................................................................................. i

KATA PENGANTAR ........................................................................................... ii

DAFTAR ISI ......................................................................................................... iv

DAFTAR GAMBAR .......................................................................................... viii

DAFTAR TABEL ................................................................................................ xi

BAB I PENDAHULUAN ...................................................................................... 1

1.1 Latar Belakang .......................................................................................... 1

1.2 Rumusan Masalah ..................................................................................... 6

1.3 Tujuan Penelitian ...................................................................................... 6

1.4 Manfaat Penelitian .................................................................................... 7

1.5 Ruang Lingkup Penelitian......................................................................... 7

1.6 Sistematika Penulisan ............................................................................... 7

1.7 Kerangka Pikiran ...................................................................................... 9

BAB II TINJAUAN PUSTAKA......................................................................... 10

2.1 Pengertian Ekowisata .............................................................................. 10

2.2 Prinsip Ekowisata.................................................................................... 11

2.3 Kebijakan yang Mengatur Ekowisata ..................................................... 12

2.4 Kriteria Pemilihan Lokasi Ekowisata ..................................................... 14

2.5 Pengembangan Kawasan Ekowisata ....................................................... 14

2.6 Strategi Pengembangan Kawasan Ekowisata ......................................... 15

BAB III METODOLOGI PENELITIAN ......................................................... 21

3.1 Rancangan Penelitian .............................................................................. 21

3.2 Jenis dan Sumber Data ............................................................................ 21

iv
3.3 Teknik Pengumpulan Data ...................................................................... 22

3.4 Metode Analisis Data .............................................................................. 23

3.5 Gambaran Lokasi Penelitian ................................................................... 37

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ........................................................... 43

4.1 Tinjauan Umum Kelurahan Paudean ...................................................... 43

4.1.1 Kedudukan dan Letak Geografis ..................................................... 43

4.1.2 Kependudukan ................................................................................. 44

4.1.3 Tingkat Pendidikan .......................................................................... 44

4.1.4 Mata Pencaharian Pokok ................................................................. 45

4.1.5 Etnis ................................................................................................. 45

4.1.6 Lembaga Ekonomi ........................................................................... 46

4.1.7 Prasarana dan Sarana ....................................................................... 46

4.1.8 Tempat Wisata ................................................................................. 48

4.2 Tinjauan Umum Kelurahan Pasir Panjang .............................................. 49

4.2.1 Kedudukan dan Letak Geografis ..................................................... 49

4.2.2 Kependudukan ................................................................................. 49

4.2.3 Tingkat Pendidikan .......................................................................... 49

4.2.4 Mata Pencaharian Pokok ................................................................. 50

4.2.5 Etnis ................................................................................................. 50

4.2.6 Lembaga Kemasyarakatan ............................................................... 50

4.2.7 Lembaga Ekonomi ........................................................................... 51

4.2.8 Prasarana dan Sarana ....................................................................... 52

4.2.9 Tempat Wisata ................................................................................. 54

4.3 Tinjauan Umum Kelurahan Dorbolaang ................................................. 54

4.3.1 Kedudukan dan Letak Geografis ..................................................... 54

4.3.2 Kependudukan ................................................................................. 55

v
4.3.3 Tingkat Pendidikan .......................................................................... 55

4.3.4 Mata Pencaharian Pokok ................................................................. 56

4.3.5 Tempat Wisata ................................................................................. 56

4.3.6 Etnis ................................................................................................. 57

4.3.7 Lembaga Kemasyarakatan ............................................................... 57

4.3.8 Lembaga Ekonomi ........................................................................... 57

4.3.9 Prasarana dan Sarana ....................................................................... 58

4.4 Kondisi Eksisting Lokasi Penelitian ....................................................... 58

4.4.1 Ekosistem Terumbu Karang ............................................................ 58

4.4.2 Ekosistem Mangrove ....................................................................... 61

4.4.3 Penggunaan Lahan ........................................................................... 64

4.4.4 Daya Tarik Wisata Lokasi Penelitian .............................................. 71

4.4.5 Aksesibilitas ..................................................................................... 80

4.4.6 Prasarana dan Sarana ....................................................................... 86

4.5 Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Kota Bitung ..................................... 94

4.5.1 Tinjauan Kebijakan Terhadap KEK ................................................ 94

4.5.2 Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Kota Bitung sebagai Prioritas


Nasional ........................................................................................... 97

4.5.3 Strategi Umum Pengembangan Kawasan Ekonomi Khusus (KEK)


Bitung............................................................................................... 98

4.6 Analisis Potensi Lokasi Penelitian untuk Dikembangkan sebagai


Kawasan Ekowisata .............................................................................. 104

4.6.1 Potensi Kelurahan Paudean ........................................................... 105

4.6.2 Potensi Kelurahan Dorbolaang ...................................................... 107

4.6.3 Potensi Kelurahan Pasir Panjang ................................................... 110

4.7 Karakteristik Responden ....................................................................... 113

4.7.1 Pendekatan Lingkungan ................................................................. 116

vi
4.7.2 Pendekatan Partisipasi dan Pemberdayaan .................................... 127

4.8 Kebijakan Pengembangan Kawasan Ekowisata ................................... 145

4.8.1 Tinjauan RTRW terhadap Ekowisata ............................................ 145

4.8.2 Tinjauan RPJMD Provinsi Sulawesi Utara terhadap Ekowisata ... 157

4.8.3 Tinjauan Rencana Induk Pengembangan Pariwisata Kota


(RIPPARKOT) Bitung Tahun 2016-2026 Terhadap Ekowisata ... 161

4.9 Strategi Pengembangan Kawasan Ekowisata Berdasarkan Kebijakan-


Kebijakan Pemerintah Kota Bitung ...................................................... 169

4.9.1 Strategi pengembangan daya tarik wisata ...................................... 169

4.9.2 Strategi Pengembangan Aksesibilitas ............................................ 169

4.9.3 Strategi Pengembangan Prasarana dan Sarana .............................. 170

4.9.4 Strategi Pengembangan Akomodasi .............................................. 170

4.10 Strategi Pengembangan Kawasan Ekowisata dengan Menggunakan


Analisis S.W.O.T. ................................................................................. 171

4.10.1 Kekuatan (Strengths) ..................................................................... 171

4.10.2 Kelemahan (Weakness) .................................................................. 171

4.10.3 Peluang (Opportunities) ................................................................. 172

4.10.4 Ancaman (Threats) ........................................................................ 172

BAB V PENUTUP ............................................................................................ 180

5.1 Kesimpulan ............................................................................................... 180

5.2 Saran .......................................................................................................... 184

DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................ 186

vii
DAFTAR GAMBAR

Gambar 3.1 Peta Administrasi Kota Bitung .......................................................... 38

Gambar 3.2 Peta Titik Penyelaman Kota Bitung dan Pulau Lembeh ................... 39

Gambar 3.3 Peta Lokasi Penelitian ....................................................................... 42

Gambar 4. 1 Resort Divers Lodge Lembeh dan area penyelamannya................... 48

Gambar 4. 2 Resort Divers Lodge Lembeh tampak dari atas ................................ 48

Gambar 4. 3 Ekowisata Pantai Kahona ................................................................. 54

Gambar 4. 4 Resort Honey Bay ............................................................................. 54

Gambar 4. 5 Patung Yesus Memberkati ............................................................... 56

Gambar 4. 6 Pulau Dua ......................................................................................... 56

Gambar 4. 7 Peta Sebaran Klorofil Sulawesi Utara .............................................. 60

Gambar 4. 8 Peta Persebaran Mangrove di Kecamatan Lembeh Selatan ............. 63

Gambar 4. 9 Peta Penggunaan Lahan di Kecamatan Lembeh Selatan ................. 70

Gambar 4. 10 R. Sonneratia alba .......................................................................... 73

Gambar 4. 11 Bruguiera gymnorrhiza .................................................................. 73

Gambar 4. 12 Eucidaris metularia ........................................................................ 78

Gambar 4. 13 Fromia Monilis............................................................................... 78

Gambar 4. 14 Choriaster granulatus .................................................................... 78

Gambar 4. 15 Tripneustes gratilla ........................................................................ 78

Gambar 4. 16 Synaptula lamperti ......................................................................... 78

Gambar 4. 17 Euapta godeffroyi ........................................................................... 78

Gambar 4. 18 Macrophiothrix nereidina .............................................................. 78

Gambar 4. 19 Ophiomastix caryophyllata ............................................................ 78

Gambar 4. 20 Peta Lokasi Wisata di Kecamatan Lembeh Selatan ....................... 79

viii
Gambar 4. 21 Peta Aksesibilitas Manado-Pulau Lembeh..................................... 84

Gambar 4. 22 Peta Jalur Penyeberangan Laut Bitung-Lembeh Selatan ............... 85

Gambar 4. 23 Peta Penyebaran Bangunan Kelurahan Paudean ............................ 88

Gambar 4. 24 Peta Persebaran Bangunan Kelurahan Pasir Panjang ..................... 90

Gambar 4. 25 Peta Persebaran Bangunan Kelurahan Pasir Panjang ..................... 91

Gambar 4. 26 Peta Persebaran Bangunan Kelurahan Dorbolaang ........................ 93

Gambar 4. 27 Peta Letak Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Bitung ................... 95

Gambar 4. 28 Peta Rencana Pengembangan Kawasan Ekonomi Khusus (KEK)


Bitung-Minahasa Utara Seluas 2000 Ha ....................................... 96

Gambar 4. 29 Peta Rencana Terintegrasi Pengembangan Kawasan Ekonomi


Khusus (KEK) Bitung ................................................................. 100

Gambar 4. 30 Peta Layout Eksisting Pelabuhan Bitung ..................................... 101

Gambar 4. 31 Peta Rencana Pengembangan Pelabuhan Bitung Hingga 2028 ... 102

Gambar 4. 32 Rencana Pembangunan Pelabuhan Bitung Menjadi .................... 103

Gambar 4. 33 Rencana Pembangunan Pelabuhan Bitung Menjadi .................... 103

Gambar 4. 34 Rencana Pembangunan Pelabuhan Bitung Menjadi International


Hub Port (IHP) ............................................................................ 104

Gambar 4. 35 Keterlibatan Masyarakat dalam Pelestarian Lingkungan di


Kelurahan Paudean ...................................................................... 117

Gambar 4. 36 Sikap Masyarakat dalam Pelestarian Lingkungan ....................... 118

Gambar 4. 37 Keterlibatan Masyarakat dalam Pelestarian Lingkungan di


Kelurahan Dorbolaang................................................................. 120

Gambar 4. 38 Sikap Masyarakat dalam Pelestarian Lingkungan ....................... 121

Gambar 4. 39 Keterlibatan Masyarakat dalam Pelestarian Lingkungan di


Kelurahan Pasir Panjang.............................................................. 123

Gambar 4. 40 Sikap Masyarakat dalam Pelestarian Lingkungan ....................... 124

ix
Gambar 4. 41 Tingkat Pendidikan Masyarakat di Kelurahan Paudean .............. 127

Gambar 4. 42 Perilaku atau Gaya Hidup yang Ditunjukkan Masyarakat Terhadap


Kegiatan-Kegiatan yang Ada di Kelurahan Paudean .................. 128

Gambar 4. 43 Respon Masyarakat Kelurahan Paudean dalam Menyadari Potensi


Wisata .......................................................................................... 130

Gambar 4. 44 Keikutsertaan Masyarakat dalam Usaha-Usaha Kelompok/Bersama


di Kelurahan Paudean .................................................................. 131

Gambar 4. 45 Tingkat Pendidikan Masyarakat Kelurahan Dorbolaang ............. 132

Gambar 4. 46 Perilaku atau Gaya Hidup yang Ditunjukkan Masyarakat Terhadap


Kegiatan-Kegiatan yang Ada di Kelurahan Dorbolaang ............. 133

Gambar 4. 47 Respon Masyarakat Kelurahan Dorbolaang dalam Menyadari


Potensi Wisata ............................................................................. 135

Gambar 4. 48 Keikutsertaan Masyarakat dalam Usaha-usaha Kelompok/Bersama


di Kelurahan Dorbolaang ............................................................ 137

Gambar 4. 49 Tingkat Pendidikan Masyarakat Kelurahan Pasir Panjang .......... 138

Gambar 4. 50 Perilaku atau Gaya Hidup yang Ditunjukkan Masyarakat Terhadap


Kegiatan-Kegiatan yang Ada di Kelurahan Pasir Panjang .......... 139

Gambar 4. 51 Respon Masyarakat Kelurahan Pasir Panjang dalam Menyadari


Potensi Wisata ............................................................................. 141

Gambar 4. 52 Tabel Respon Masyarakat Kelurahan Pasir Panjang dalam


Menyadari Potensi Wisata ........................................................... 142

Gambar 4. 53 Peta Rencana Pola Ruang Kota Bitung ........................................ 152

Gambar 4. 54 Grafik Letak Kuadran Analisis SWOT ........................................ 175

x
DAFTAR TABEL

Tabel 3. 1 Daya Tarik Wisata ............................................................................... 27

Tabel 3. 2 Aksesibilitas ......................................................................................... 28

Tabel 3. 3 Prasaran dan Sarana ............................................................................. 29

Tabel 3. 4 Akomodasi (sekitar kawasan obyek wisata) ........................................ 29

Tabel 3. 5 Klasifikasi Pengembangan Setiap Unsur ............................................. 31

Tabel 3. 6 Matriks Silang SWOT.......................................................................... 36

Tabel 3.7 Keterangan Peta Penyelaman Kota Bitung dan Pulau Lembeh ............ 40

Tabel 4.1 Jumlah Penduduk Berdasarkan Jenis Kelamin ..................................... 44

Tabel 4.2 Jumlah Penduduk Berdasarkan Tingkat Pendidikan ............................. 44

Tabel 4.3 Mata Pencaharian Penduduk Kelurahan Paudean Tahun 2017 ............ 45

Tabel 4.4 Jenis Suku yang Mendiami Kelurahan Paudean Tahun 2017 ............... 45

Tabel 4.5 Jenis-Jenis Lembaga Ekonomi Kelurahan Paudean Tahun 2017 ......... 46

Tabel 4.6 Prasarana dan Sarana di Kelurahan Paudean Tahun 2017 .................... 46

Tabel 4.7 Tempat Wisata di Kelurahan Paudean Tahun 2017 .............................. 48

Tabel 4.8 Jumlah Penduduk Berdasarkan Jenis Kelamin ..................................... 49

Tabel 4.9 Jumlah Penduduk Berdasarkan Tingkat Pendidikan............................. 49

Tabel 4.10 Mata Pencaharian Penduduk Kelurahan Pasir Panjang Tahun 2017 .. 50

Tabel 4.11 Jenis Suku yang Mendiami Kelurahan Pasir Panjang Tahun 2017 .... 50

Tabel 4.12 Lembaga-Lembaga Kemasyarakatan .................................................. 50

Tabel 4.13 Jenis-Jenis Lembaga Ekonomi Kelurahan Pasir Panjang Tahun 2016 51

Tabel 4.14 Prasarana dan Sarana di Kelurahan Pasir Panjang Tahun 2017.......... 52

Tabel 4.15 Tempat Wisata di Kelurahan Pasir Panjang Tahun 2017 ................... 54

xi
Tabel 4.16 Jumlah Penduduk Berdasarkan Jenis Kelamin di Kelurahan
Dorbolaang Tahun 2017 ..................................................................... 55

Tabel 4. 17 Jumlah Penduduk Berdasarkan Tingkat Pendidikan .......................... 55

Tabel 4.18 Mata Pencaharian Penduduk Kelurahan Dorbolaang Tahun 2017 ..... 56

Tabel 4.19 Tempat Wisata di Kelurahan Dorbolaang Tahun 2017 ...................... 56

Tabel 4.20 Jenis Suku yang Mendiami Kelurahan Dorbolaang Tahun 2017 ....... 57

Tabel 4.21 Lembaga-Lembaga Kemasyarakatan .................................................. 57

Tabel 4.22 Jenis-Jenis Lembaga Ekonomi Kelurahan Dorbolaang Tahun 2017 .. 57

Tabel 4.23 Prasarana dan Sarana di Kelurahan Dorbolaang Tahun 2017............. 58

Tabel 4. 24 Luas Ekosistem Terumbu Karang di Kota Bitung ............................. 59

Tabel 4. 25 Sebaran Ekosistem Mangrove di Sulawesi Utara .............................. 61

Tabel 4. 26 Sebaran dan Luas Ekosistem Mangrove di Kota Bitung ................... 62

Tabel 4. 27 Penggunaan Lahan Kawasan Budidaya di Kelurahan Paudean,


Kelurahan Pasir Panjang dan Kelurahan Dorbolaang Tahun 2016 .... 64

Tabel 4. 28 Penggunaan Lahan Produksi Pertanian di Kelurahan Paudean,


Kelurahan Pasir Panjang dan Kelurahan Dorbolaang Tahun 2016 .... 65

Tabel 4. 29 Penggunaah Lahan untuk Permukiman, Perkantoran, Kuburan dan


lainnya di Kelurahan Paudean, Kelurahan Pasir Panjang dan
Kelurahan Dorbolaang Tahun 2016 ................................................... 66

Tabel 4. 30 Penggunaan Lahan yang ada dalam Kawasan Hutan Lindung di


Kecamatan Lembeh Selatan ............................................................... 67

Tabel 4. 31 Luas Kawasan Pantai Berhutan Bakau di Kecamatan Lembeh Selatan


............................................................................................................ 69

Tabel 4. 32 Jenis Mangrove yang Tumbuh di Sulawesi Utara ............................. 71

Tabel 4. 33 Jenis Fauna Laut di Kelurahan Paudean, Pasir Panjang dan


Dorbolaang ......................................................................................... 76

Tabel 4. 34 Jumlah Wisatawan Kota Bitung Lima Tahun Terakhir ..................... 80

xii
Tabel 4. 35 Kondisi Jalan Lingkar Lembeh .......................................................... 83

Tabel 4. 36 Jenis Prasarana dan Sarana yang Mendukung Kegiatan Wisata di


Kelurahan Paudean ............................................................................. 86

Tabel 4. 37 Jenis Prasarana dan Sarana yang Mendukung Kegiatan Wisata di


Kelurahan Pasir Panjang .................................................................... 89

Tabel 4. 38 Jenis Prasarana dan Sarana yang Mendukung Kegiatan Wisata di


Kelurahan Dorbolaang ....................................................................... 92

Tabel 4. 39 Strategi Umum Pengembangan Kawasan Ekonomi Khusus (KEK)


Kota Bitung ........................................................................................ 98

Tabel 4. 40 Hasil Skor Daya Tarik Wisata Kelurahan Paudean ......................... 105

Tabel 4. 41 Hasil Skor Aksesibilitas Kelurahan Paudean ................................... 106

Tabel 4. 42 Hasil Skor Prasarana dan Sarana Kelurahan Paudean ..................... 106

Tabel 4. 43 Hasil Skor Akomodasi Kelurahan Paudean ..................................... 106

Tabel 4. 44 Klasifikasi Pengembangan Kawasan Ekowisata di Kelurahan Paudean


.......................................................................................................... 107

Tabel 4. 45 Hasil Skor Daya Tarik Wisata Kelurahan Dorbolaang .................... 107

Tabel 4. 46 Hasil Skor Aksesibilitas Kelurahan Dorbolaang ............................. 108

Tabel 4. 47 Hasil Skor Prasarana dan Sarana Kelurahan Dorbolaang ................ 109

Tabel 4. 48 Klasifikasi Pengembangan Kawasan Ekowisata ............................. 109

Tabel 4. 49 Hasil Skor Daya Tarik Wisata Kelurahan Pasir Panjang ................. 110

Tabel 4. 50 Hasil Skor Aksesibilitas Kelurahan Pasir Panjang .......................... 111

Tabel 4. 51 Hasil Skor Prasarana dan Sarana Kelurahan Pasir Panjang ............. 112

Tabel 4. 52 Hasil Skor Akomodasi Kelurahan Pasir Panjang ............................. 112

Tabel 4. 53 Klasifikasi Pengembangan Kawasan Ekowisata di Kelurahan Pasir


Panjang ............................................................................................. 112

Tabel 4. 54 Data Responden yang Mengisi Kuesioner Penelitian di Kelurahan


Paudean ............................................................................................ 114

xiii
Tabel 4. 55 Data Responden yang Mengisi Kuesioner Penelitian di Kelurahan
Dorbolaang ....................................................................................... 115

Tabel 4. 56 Data Responden yang Mengisi Kuesioner Penelitian di Kelurahan


Pasir Panjang .................................................................................... 115

Tabel 4. 57 Keterlibatan Masyarakat dalam Pelestarian Lingkungan................. 117

Tabel 4. 58 Sikap Masyarakat dalam Pelestarian Lingkungan ........................... 118

Tabel 4. 59 Keterlibatan Masyarakat dalam Pelestarian Lingkungan................. 120

Tabel 4. 60 Sikap Masyarakat dalam Pelestarian Lingkungan ........................... 121

Tabel 4. 61 Keterlibatan Masyarakat dalam Pelestarian Lingkungan................. 122

Tabel 4. 62 Sikap Masyarakat dalam Pelestarian Lingkungan ........................... 124

Tabel 4. 63 Analisis Pendekatan Lingkungan ..................................................... 125

Tabel 4.64 Tingkat Pendidikan Masyarakat di Kelurahan Paudean ................... 127

Tabel 4. 65 Perilaku atau Gaya Hidup yang Ditunjukkan Masyarakat ............... 128

Tabel 4. 66 Respon Masyarakat Kelurahan Paudean dalam Menyadari Potensi


Wisata ............................................................................................... 129

Tabel 4. 67 Keikutsertaan Masyarakat dalam Usaha-usaha Kelompok/Bersama di


Kelurahan Paudean ........................................................................... 131

Tabel 4. 68 Tingkat Pendidikan Masyarakat Kelurahan Dorbolaang ................. 132

Tabel 4. 69 Perilaku atau Gaya Hidup yang Ditunjukkan Masyarakat ............... 133

Tabel 4. 70 Respon Masyarakat Kelurahan Dorbolaang dalam Menyadari Potensi


Wisata ............................................................................................... 134

Tabel 4. 71 Keikutsertaan Masyarakat dalam Usaha-usaha Kelompok/Bersama di


Kelurahan Dorbolaang ..................................................................... 136

Tabel 4. 72 Tingkat Pendidikan Masyarakat Kelurahan Pasir Panjang .............. 137

Tabel 4. 73 Perilaku atau Gaya Hidup yang Ditunjukkan Masyarakat ............... 139

Tabel 4. 74 Respon Masyarakat Kelurahan Pasir Panjang dalam Menyadari


Potensi Wisata .................................................................................. 140

xiv
Tabel 4. 75 Keikutsertaan Masyarakat dalam Usaha-usaha Kelompok/Bersama di
Kelurahan Pasir Panjang .................................................................. 142

Tabel 4. 76 Analisis Pendekatan dan Pemberdayaan .......................................... 143

Tabel 4. 77 Kebijakan yang Mengatur Tentang Potensi Pengembangan Kawasan


Ekowisata ....................................................................................... 164

Tabel 4. 78 Analisis Faktor Strategi Internal (IFAS) .......................................... 172

Tabel 4. 79 Analisis Faktor Strategi Eksternal (EFAS) ...................................... 174

Tabel 4. 80 Matriks Analisis SWOT ................................................................... 177

xv
1 BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Status negara berkembang yang disandang oleh Indonesia menjadikan adanya
penguatan berbagai aspek, seperti peningkatan nilai perekonomian, pembangunan
infrastruktur yang merata dan pengembangan sumber daya manusia (SDM)
menjadi fokus utama pemerintah Indonesia saat ini. Ketiga aspek utama ini
mempunyai hubungan yang kuat, sehingga pemerintah sangat menyadari
keberadaan dan keberlanjutannya.

Disadari ataupun tidak berbagai pembangunan tersebut telah mengakibatkan


kerusakan lingkungan. Sebagian para pelaku pembangunan seakan tidak mau
bertanggung jawab oleh keadaan ini. Berbagai prosedur yang dilakukan mengenai
pengurangan dampak pembangunan terhadap lingkungan belum diterapkan secara
maksimal, sehingga dampak yang timbul lebih mengarah pada dampak negatif
daripada dampak positif.

Salah satu aspek yang sedang marak dikembangkan di berbagai daerah di


Indonesia yang menyinggung ketiga aspek utama di atas adalah bidang pariwisata.
Kepariwisataan merupakan suatu industri yang memiliki kompleksitas tinggi
karena keterkaitannya dengan sektor-sektor lainnya. Pembangunan pariwisata
memiliki peran signifikan dalam aspek ekonomi, sosial dan lingkungan. Dalam
aspek ekonomi, sektor pariwisata mengkontribusi devisa dari kunjungan
wisatawan mancanegara (wisman), wisatawan nusantara (wisnus) dan kontribusi
terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) nasional. Dalam aspek sosial, pariwisata
berperan dalam penyerapan tenaga kerja, apresiasi seni, tradisi dan budaya
bangsa, dan peningkatan jati diri bangsa serta penguatan kemampuan sumber daya
manusia (SDM) dan IPTEK bidang pariwisata. Dalam aspek lingkungan,
pariwisata khususnya ekowisata dapat mengangkat produk dan jasa wisata seperti
kekayaan dan keunikan alam dan laut, serta alat yang efektif bagi pelestarian

1
lingkungan alam dan seni budaya tradisional serta melibatkan masyarakat dalam
pengelolaannya (RPJMN 2015-2019)1.

Selain itu, menurut Pokja Wasantara, 2010 (Nugroho, 2011) pengembangan


sektor pariwisata dan penunjangnya memiliki makna penting dalam integrasi
nasional. Infrastruktur bukan saja berfungsi mengikat geografi wilayah nusantara,
tetapi juga memandu lahirnya partisipasi, efisiensi dan kesejahteraan.

Di tengah meningkatnya promosi pariwisata telah berkembang suatu jenis


konsep wisata yang memberi jaminan bagi terciptanya kesejahteraan. Konsep
tersebut dikenal dengan ecotourism atau ekowisata. Ekowisata merupakan
pariwisata bertanggung jawab yang dilakukan pada tempat-tempat alami, serta
memberi kontribusi terhadap kelestarian alam dan peningkatan kesejahteraan
masyarakat setempat (TIES – The International Ecotourism Society dengan
sedikit modifikasi).

Berbeda dengan wisata yang lainnya, ekowisata menawarkan pilihan wisata


yang lebih beradab karena adanya interaksi antara lingkungan dan manusia yang
tidak hanya menguntungkan tetapi juga menjaga keberlanjutannya. Oleh karena
itu, mengingat Indonesia merupakan negara dengan keanekaragaman hayati
terbesar kedua setelah Brazil dan juga dikenal dengan negara kepulauan terbesar
di dunia, maka konsep ekowisata bukan menjadi hal yang baru.

Pengimpelementasian ekowisata di Indonesia terwujud dalam banyaknya


Taman Nasional (TN) yang ada. Menurut Rothberg, 1999 (Nugroho, 2011)
pengelolaan Taman Nasional merupakan komponen konservasi Indonesia yang
terbesar, yakni 65% luasan kawasan konservasi, dan secara kelembagaan telah
dikembangkan dengan baik. Oleh sebab itu, kelembagaan TN dianggap sebagai
komponen penting dalam pengelolaan kawasan konservasi, serta upaya-upaya
konservasi keanekaragaman hayati dalam skala nasional maupun internasional.

1
Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Badan Perencanaan Pembangunan
Nasional (BAPPENAS), “Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2015 Tentang
Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) Tahun 2015-2019,” dalam Buku
Agenda I Tentang Pembangunan Nasional, Agenda II Tentang Pembangunan Bidang dan Agenda
III Tentang Pembangunan Wilayah (Jakarta: -, 2014).

2
Beberapa contoh Taman Nasional yang tersebar di berbagai daerah di
Indonesia yaitu Taman Nasional Kutai (Provinsi Kalimantan Timur), Taman
Nasional Bogani Nani Wartabone (Provinsi Sulawesi Utara dan Provinsi
Gorontalo), Taman Nasional Bunaken (Provinsi Sulawesi Utara), Taman Nasional
Wakatobi (Provinsi Sulawesi Tenggara), Taman Nasional Lorentz (Provinsi
Papua/Irian Jaya), Taman Nasional Kelimutu (Provinsi Nusa Tenggara Timur),
Taman Nasional Gunung Gede Pangrango (Provinsi Jawa Barat), Taman Nasional
Siberut (Provinsi Sumatera Barat) dan lain sebagainya.

Pulau Lembeh merupakan bagian dari wilayah administrasi Kota Bitung,


Sulawesi Utara. Pulau Lembeh memiliki potensi laut yang besar dan belum
termanfaatkan dengan baik. Letak geografisnya yang berhadapan langsung dengan
Laut Maluku membuat Pulau Lembeh memiliki kekayaan laut yang tidak kalah
dengan Taman Laut Bunaken, sehingga menjadi potensi wisata yang
menguntungkan.

Dalam Peraturan Daerah Kota Bitung Nomor 11 Tahun 2013 tentang


Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Bitung Tahun 2013-2033 dalam pasal 41
huruf a dan c menyatakan bahwa kawasan suaka alam dan cagar budaya Kota
Bitung meliputi kawasan Suaka Alam Laut Selat Lembeh dan kawasan pantai
berhutan bakau di Kelurahan Lirang, Kelurahan Pintukota, Kelurahan Paudean,
Kelurahan Dorbolaang, dan Kelurahan Pasir Panjang di Pulau Lembeh. Sehingga,
jenis wisata yang dikembangkan diantaranya adalah ekowisata, dimana wisata ini
terletak di Kelurahan Pasir Panjang Kecamatan Lembeh Selatan.

Wisata yang ditawarkan di Kelurahan Pasir Panjang ini adalah wisata pantai,
yang dikelilingi oleh mangrove dimana pantai tersebut dinamai dengan Pantai
Kahona, sehingga dengan adanya penerapan ekowisata di tempat ini dapat
menjamin keberlangsungan mangrove yang ada serta memberikan manfaat
ekonomi dan sosial kepada masyarakat setempat. Dalam pengelolaannya,
pemerintah dalam hal ini adalah Kementerian Kelautan dan Perikanan tidak
sendirian, karena dibantu oleh CCDP-IFAD (Coastal Community Development
Project – International Fund for Agricultural Development).

3
Kawasan ekowisata Pantai Kahona dilengkapi dengan prasarana dan sarana
yang menunjang wisatawan, seperti akses jalan berupa jembatan kayu diantara
pepohonan mangrove yang terhubung langsung ke Pantai Kahona, adanya
penerangan yang memanfaatkan tenaga surya, adanya beberapa gazebo sebagai
tempat santai bagi pengunjung, terdapat pula toilet, dan sebagainya. Selain itu,
masyarakat Kelurahan Pasir Panjang juga mendapatkan fasilitas dalam
pengelolaan kawasan ekowisata Pantai Kahona yaitu terdapat rumah olahan untuk
mengolah dan memasarkan produk yang dihasilkan oleh masyarakat setempat
sebagai timbal balik dari adanya kawasan ekowisata tersebut, terdapat pula
pondok informasi bagi masyarakat jika ada hal-hal yang perlu didiskusikan
bersama.

Selain Kelurahan Pasir Panjang, Kelurahan Paudean dan Kelurahan


Dorbolaang juga mendapat perhatian Pemerintah Kota Bitung dan CCDP-IFAD
dalam mewujudkan proyek yang dicanangkan Pemerintah Indonesia sebagai salah
satu cara pengentasan kemiskinan dengan target adalah masyarakat pesisir dan
kepulauan. Nama program tersebut adalah Proyek Pembangunan Masyarakat
Pesisir (PMP) yang didanai oleh International Fund for Agricultural Development
(IFAD) yang mulai dilakukan pada tahun 2013 lalu.

Berbeda dengan Kelurahan Pasir Panjang yang ditetapkan sebagai kawasan


ekowisata, Kelurahan Paudean dan Kelurahan Dorbolaang baru difokuskan pada
kegiatan masyarakatnya dengan pembentukan berbagai kelompok seperti
kelompok budidaya ikan, perikanan tangkap, pengolahan dan infrastruktur.
Dengan demikian, melihat keberhasilan pengimplementasian Proyek
Pembangunan Masyarakat Pesisir (PMP) tersebut pada tahun 2013 lalu,
Pemerintah Kota Bitung bersama CCDP-IFAD telah menghasilkan rencana
program baru untuk beberapa tahun ke depan yang berfokus pada pengembangan
usaha bidang kelautan dan perikanan, pengembangan infrastruktur yang
mendukung pengembangan usaha dan menjaga keberlanjutan pengelolaan
sumberdaya melalui kegiatan konservasi. Dimana khusus Kecamatan Lembeh
Selatan memiliki ekosistem terumbu karang yang masih natural yang

4
direncanakan kedepan untuk membangun kawasan konservasi laut berbasis
masyarakat (Laporan Akhir Kegiatan CCDP-IFAD Tahun 2013).

Oleh karena itu, Pengembangan kawasan ekowisata di Kecamatan Lembeh


Selatan menjadi pilihan terbaik dalam mengkonservasi kawasan lindung dan
melibatkan masyarakat dalam pengelolaannya. Selain itu, dalam mewujudkan
Kecamatan Lembeh Selatan khususnya Kelurahan Paudean dan Kelurahan
Dorbolaang menjadi kawasan ekowisata perlu diperhatikan empat unsur menurut
DIRJEN PHKA tahun 2003 yaitu daya tarik wisata yang bisa diangkat menjadi
tujuan utama wisatawan, aksesibilitas yang akan memudahkan wisatawan menuju
tempat wisata, prasarana dan sarana yang bisa menunjang kebutuhan wisatawan
dan tempat penginapan (akomodasi) untuk wisatawan.

Daya tarik wisata yang bisa dikembangkan di Kelurahan Paudean dan


Dorbolaang berada pada wilayah pesisirnya meliputi terumbu karang dan
mangrove sama halnya dengan yang dijelaskan sebelumnya mengenai Kelurahan
Pasir Panjang. Dominasi kegiatan nelayan setempat harus diiringi dengan
perlindungan laut dan pesisirnya, agar menjaga keberlanjutan lingkungan hidup
dan juga tetap menjadi sumber penghasilan bagi masyarakat setempat. Penonjolan
daya tarik wisata tidak akan berarti jika tidak ada wisatawan yang bisa
mengunjungi dan menikmatinya, sehingga diperlukan aksesibilitas yang
memudahkan wisatawan untuk menuju tempat wisata tersebut. Perjalanan yang
ditempuh menuju tempat wisata di Kecamatan Lembeh Selatan cukup mengalami
kendala dalam alat transportasi khususnya di Kelurahan Paudean, Kelurahan Pasir
Panjang dan Kelurahan Dorbolaang. Hal ini disebabkan karena alat transportasi
laut yang menuju langsung lokasi tersebut tidak ada dan juga masih kurangnya
kendaraan umum berupa ojek dan mobil angkut sehingga sering menggunakan
jasa angkutan umum dari kelurahan lainnya yang lebih aktif membawa
wisatawan. Selain itu, beberapa prasarana dan sarana yang menunjang kegiatan
wisata juga masih sangat kurang seperti dermaga lokasi penelitian tidak
termanfaatkan dengan baik untuk kegiatan mengangkut wisatawan secara
langsung dan adanya kerusakan jalan di beberapa titik pada lokasi penelitian dan
lainnya, sedangkan untuk akomodasi atau tempat penginapan di lokasi tersebut

5
berupa resort khususnya terdapat di Kelurahan Paudean dan Pasir Panjang,
dimana salah satu resort tersebut dikelola oleh warga negara asing dan
menggunakan euro sebagai alat pembayarannya.

Oleh karena itu, Kelurahan Dorbolaang dan Kelurahan Paudean punya


potensi untuk dikembangkan menjadi kawasan ekowisata sama seperti Kelurahan
Pasir Panjang. Hal ini disebutkan, selain terumbu karangnya yang masih terjaga,
keberadaan mangrove juga menjadi salah satu alasannya serta unsur-unsur lainnya
yang sudah disebutkan sebelumnya di atas hanya perlu dibenahi dan
dimaksimalkan. Dengan demikian, perlu adanya strategi pengembangan kawasan
ekowisata baik itu untuk Kelurahan Pasir Panjang yang sudah ditetapkan sebagai
kawasan ekowisata sebelumnya ataupun Kelurahan Dorbolaang dan Kelurahan
Paudean yang berpotensi menjadi kawasan ekowisata.

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan uraian dari latar belakang di atas, maka dapat dirumuskan
permasalahan yang timbul sebagai berikut.
1.2.1 Potensi – potensi yang perlu digali untuk dapat menetapkan Kelurahan
Paudean dan Kelurahan Dorbolaang, Kecamatan Lembeh Selatan
sebagai kawasan ekowisata di Pulau Lembeh.
1.2.2 Strategi pengembangan kawasan ekowisata di Kelurahan Kelurahan
Paudean, Pasir Panjang dan Kelurahan Dorbolaang, Kecamatan
Lembeh Selatan Pulau Lembeh.

1.3 Tujuan Penelitian


Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan dari penelitian ini adalah
sebagai berikut.
1.3.1 Mengidentifikasi potensi – potensi yang ada untuk dapat menetapkan
Kelurahan Paudean dan Kelurahan Dorbolaang, Kecamatan Lembeh
Selatan sebagai kawasan ekowisata di Pulau Lembeh.
1.3.2 Meninjau dan menentukan kebijakan-kebijakan yang dapat diterapkan
dalam pengembangan kawasan ekowisata di Kelurahan Paudean,
Kelurahan Pasir Panjang dan Kelurahan Dorbolaang, Kecamatan
Lembeh Selatan Pulau Lembeh.

6
1.3.3 Menganalisis strategi pengembangan kawasan ekowisata yang dapat
diterapkan di Kelurahan Paudean, Kelurahan Pasir Panjang dan
Kelurahan Dorbolaang, Kecamatan Lembeh Selatan Pulau Lembeh.

1.4 Manfaat Penelitian


Berdasarkan rumusan masalah dan tujuan penelitian di atas, penelitian ini
diharapkan dapat bermanfaat :
1.4.1 Sebagai bahan masukan kepada para pengambil kebijakan di daerah,
khususnya Kecamatan Lembeh Selatan agar meningkatkan
kesejahteraan masyarakat, khususnya masyarakat pesisir dan
kepulauan.
1.4.2 Sebagai bahan kajian bagi para perencana yang ingin membangun di
daerah Kepulauan Lembeh khususnya Kecamatan Lembeh Selatan.
1.4.3 Menambah wawasan ilmu pengetahuan dan realitas pendidikan di
Indonesia, khususnya mengenai ekowisata dan manfaatnya terhadap
lingkungan serta masyarakat.

1.5 Ruang Lingkup Penelitian


Ruang lingkup penelitian dibagi menjadi dua lingkup, yaitu lingkup lokasi
penelitian dan lingkup pembahasan dari penelitian. Lokasi penelitian berada di
Pulau Lembeh, Kota Bitung khususnya berada di tiga kelurahan di Kecamatan
Lembeh Selatan yakni Kelurahan Paudean, Kelurahan Pasir Panjang dan
Kelurahan Dorbolaang, sedangkan lingkup pembahasan penelitian berfokus
kepada mengidentifikasi potensi pengembangan kawasan ekowisata di tiga
kelurahan tersebut, serta menganalisis strategi yang digunakan dalam
pengembangannya.

1.6 Sistematika Penulisan


Berikut adalah sistematika penulisan dalam penyusunan skripsi ini.

Bab I Pendahuluan

Dalam bab ini mengulas tentang Latar Belakang, Rumusan Masalah,


Tujuan dan Manfaat Penelitian, Ruang Lingkup Penelitian dan Sistematika
Penulisan.

7
Bab II Tinjauan Pustaka

Dalam bab ini akan menguraikan Landasan Teori yang digunakan dalam
penulisan ini.

Bab III Metodologi Penelitian

Dalam bab ini akan menggambarkan metodologi yang digunakan dalam


penelitian ini yang mencakup Lokasi Penelitian, Teknik Pengumpulan
Data, Jenis dan Sumber Data dan Metode Analisis Data.

Bab IV Hasil Penelitian dan Pembahasan

Dalam bab ini menjelaskan dan menyajikan data-data yang diperoleh di


lapangan dan hasil analisis penulis.

Bab V Penutup

Dalam bab ini akan memuat hasil dari penelitian/studi ini meliputi
kesimpulan dan saran.

8
1.7 Kerangka Pikiran

Penetapan dan Pengembangan Kawasan Ekowisata

Tinjauan Kebijakan-Kebijakan Pemerintah


Terhadap Pengembangan Kawasan Ekowisata

Kondisi Eksisting Lokasi Penelitian

Analisis Data

Analisis Potensi
Kawasan Ekowisata

Menentukan Kebijakan-Kebijakan Pemerintah Khususnya


Pemerintah Kota Bitung Terhadap Pengembangan Kawasan
Ekowisata

Strategi Pengembangan Kawasan Ekowisata


Berdasarkan Kebijakan-Kebijakan Pemerintah
dan Analisis SWOT

Kesimpulan dan Saran

9
2 BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pengertian Ekowisata
Menurut World Conservation Union (WCU), ekowisata adalah perjalanan
wisata ke wilayah-wilayah yang lingkungan alamnya masih asli, dengan
menghargai warisan budaya dan alamnya, mendukung upaya-upaya konservasi,
tidak menghasilkan dampak negatif , dan memberikan keuntungan sosial ekonomi
serta menghargai partisipasi penduduk lokal (Nugroho, 2011)2.

Secara konseptual, ekowisata menurut Direktorat Jenderal Pengembangan


Destinasi Pariwisata, Departemen Kebudayaan dan Pariwisata, dan World Wide
Fund (WWF) - Indonesia (2009) dapat didefinisikan sebagai perjalanan oleh
seorang turis ke daerah terpencil dengan tujuan menikmati dan mempelajari alam,
sejarah, dan budaya di suatu daerah, yang pola wisatanya membantu ekonomi
masyarakat lokal dan mendukung pelestarian alam.

Ekowisata adalah sebagian dari sustainable tourism. Sustainable tourism


adalah sektor ekonomi yang lebih luas dari ekowisata yang mencakup sektor-
sektor pendukung kegiatan wisata secara umum, meliputi wisata bahari (beach
and sun tourism), wisata pedesaan (rural and agro tourism), wisata alam (natural
tourism), atau perjalanan bisnis (business tourism) (Nugroho, 2011)3.

Gambar 2. 1 Sustainable Tourism dan Ecotourism

Sumber: Nugroho, 2011

2
Iwan Nugroho, Ekowisata dan Wisata Berkelanjutan, (Cet. I; Yogyakarta: Pustaka Pelajar,
2011), h. 15.
3
Ibid.

10
Pada gambar dijelaskan bahwa dalam Ecotourism telah mencakup bahkan
tiga komponen Sustainable Tourism sekaligus yaitu Rural Tourism, Natural
Tourism dan Cultural Tourism. Menurut deklarasi Quebec (hasil pertemuan dari
anggota TIES di Quebec, Canada tahun 2002) dalam Nugroho, 20114, ekowisata
adalah sustainable tourism yang secara spesifik memuat upaya-upaya :

1. Kontribusi aktif dalam konservasi alam dan budaya;


2. Partisipasi penduduk lokal dalam perencanaan, pembangunan dan
operasional kegiatan wisata serta menikmati kesejahteraan;
3. Transfer pengetahuan tentang warisan budaya dan alam kepada
pengunjung;
4. Bentuk wisata independen atau kelompok wisata berukuran kecil.

2.2 Prinsip Ekowisata


Menurut Ecotourism Society (Fandeli, 2000) terdapat 8 prinsip ekowisata
yang dihubungkan dengan pengembangan ekowisata, yaitu :

1. Mencegah dan menanggulangi dampak serta aktivitas wisatawan terhadap


alam dan budaya, pencegahan dan penanggulangan disesuaikan dengan
sifat dan karakter alam serta budaya setempat.
2. Pendidikan konservasi lingkungan, mendidik wisatawan dan masyarakat
setempat akan pentingnya konservasi. Proses pendidikan ini dapat
dilakukan langsung di alam.
3. Pendapatan langsung untuk kawasan. Mengatur agar kawasan yang
digunakan untuk ekowisata dan manajemen pengelola kawasan pelestarian
dapat menerima langsung penghasilan atau pendapatan. Retribusi dan
conservation tax dapat dipergunakan secara langsung untuk membina,
melestarikan dan meningkatkan kualitas kawasan pelestarian alam.
4. Partisipasi masyarakat dalam perencanaan. Masyarakat diajak
merencanakan pengembangan ekowisata, sekaligus dalam pengawasan.

4
Iwan Nugroho, Ekowisata dan Wisata Berkelanjutan, (Cet. I; Yogyakarta: Pustaka Pelajar,
2011), h. 15-16.

11
5. Penghasilan pada masyarakat secara nyata terhadap ekonomi rakyat dari
kegiatan ekowisata mendorong masyarakat untuk menjaga kelestarian
kawasan alam.
6. Menjaga keharmonisan dengan alam. Semua upaya pengembangan
termasuk pengembangan fasilitas dan utilitas harus tetap menjaga
keharmonisan dengan alam.
7. Daya dukung lingkungan. Pada umumnya lingkungan alam mempunyai
daya dukung yang lebih rendah dengan daya dukung kawasan buatan.
8. Peluang penghasilan pada proporsi yang lebih besar terhadap negara.

Sedangkan dalam Soedigdo dan Priono, 2013 memberikan ringkasan konsep


dasar ekowisata menjadi 5 prinsip inti, yaitu:

1. Nature based (berbasis alam),


2. Ecologically sustainable (berkelanjutan secara ekologis),
3. Environmentally educative (pendidikan lingkungan),
4. Locally beneficial (manfaat bagi masyarakat lokal),
5. Generates tourist satisfaction (menghasilkan kepuasan wisatawan).

2.3 Kebijakan yang Mengatur Ekowisata


Kebijakan yang mengatur pengembangan ekowisata adalah implementasi
Sismennas (Sistem Manajemen Nasional) yang melekat kepada sistem
kelembagaan yang sedang berlaku. Sismennas (Sistem Manajemen Nasional)
dalam hal ini Sismennas Pariwisata, khususnya ekowisata adalah panduan tata
kelola penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan sektor pariwisata dalam
rangka mendukung pembangunan nasional (Nugroho, 2011)5.

Dalam RPJMN 2009-2014, tata kelola pemerintahan yang baik ditandai


dengan penerapan prinsip-prinsip tertentu, antara lain : keterbukaan, kuntabilitas,
efektifitas dan efisiensi, supremasi hukum, keadilan, dan partisipasi (Nugroho,
2011)6.

5
. Iwan Nugroho, Ekowisata dan Wisata Berkelanjutan, (Cet. I; Yogyakarta: Pustaka Pelajar,
2011), h. 221.
6
Ibid.

12
Kelembagaan pemerintah dalam wujud peraturan dan perundangan menjadi
landasan langsung maupun tidak langsung pengembangan dan operasional
ekowisata. Kebijakan-kebijakan yang disebutkan adalah sebagai berikut
(Nugroho, 2011)7.

a) Tap MPR IX/2001 Reformasi Agraria dan Pengelolaan Lingkungan Hidup


b) UU Nomor 5/1983: Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia
c) UU Nomor 9/1985: Perikanan
d) UU Nomor 5/1990: Konservasi Keanekaragaman Hayati
e) UU Nomor 5/1994 tentang Konvensi PBB mengenai Keanekaragaman
Hayati
f) UU Nomor 10/2009 tentang Kepariwisataan
g) UU Nomor 26/2007 tentang Penataan Ruang
h) UU Nomor 32/2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan
Hidup
i) UU Nomor 19/2004 tentang Kehutanan
j) UU Nomor 32/2004 tentang Pemerintahan (Otonomi) Daerah
k) UU Nomor 27/2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau
Kecil
l) PP Nomor 36/2010 tentang Pengusahaan Pariwisata Alam di Suaka
Margasatwa, Taman Nasional, Taman Hutan Raya, dan Taman Wisata
Alam
m) PP Nomor 26 tahun 2008 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional
(RTRWN)
n) PP Nomor 10 tahun 2010 tentang Tata Cara Perubahan Peruntukan dan
Fungsi Kawasan Hutan
o) PP Nomor 3 tahun 2008 tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah
Nomor 6 tahun 2007 tentang Tata Hutan dan Penyusunan Rencana
Pengelolaan Hutan, serta Pemanfaatan Hutan

7
Iwan Nugroho, Ekowisata dan Wisata Berkelanjutan, (Cet. I; Yogyakarta: Pustaka Pelajar,
2011), h. 224-226.

13
p) PP Nomor 68 tahun 1998 tentang Kawasan Suaka Alam dan Kawasan
Pelestarian Alam
q) Perpres Nomor 5 tahun 2010 tentang rencana pembangunan jangka
menengah nasional (RPJMN) tahun 2010-2014

2.4 Kriteria Pemilihan Lokasi Ekowisata


Berikut adalah kriteria-kriteria pemilihan lokasi untuk menjadi kawasan
ekowisata menurut Masyarakat Ekonomi Indonesia (MEI), yaitu :

1. Daerah itu harus memiliki keunikan yang khusus dan tidak terdapat di
tempat lain, seperti Kepulauan Nias, Pagai, atau Enggano yang memiliki
etnis berbeda dengan suku bangsa lainnya di Indonesia.
2. Memiliki atraksi seni budaya yang unik dan berbeda dengan suku bangsa
lainnya, seperti Badui, Tengger, Toraja, Dayak, Kubu, atau Sakai.
3. Adanya kesiapan masyarakat setempat untuk berpartisipasi dalam proyek
yang akan dibangun.
4. Peruntukkan kawasan tidak meragukan.
5. Tersedia sarana akomodasi, rumah makan, dan sarana pendukung lainnya.
6. Tersedia aksesibilitas yang memadai dan dapat membawa wisatawan dari
dan ke kawasan yang akan dikembangkan.

2.5 Pengembangan Kawasan Ekowisata


Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 10 tahun 2009 tentang
Kepariwisataan, wisata adalah kegiatan perjalanan yang dilakukan oleh seseorang
atau sekelompok orang dengan mengunjungi tempat tertentu untuk tujuan
rekreasi, pengembangan pribadi, atau mempelajari keunikan daya tarik wisata
yang dikunjungi dalam jangka waktu sementara. Sedangkan, pengertian
pariwisata masih dalam undang-undang yang sama adalah berbagai macam
kegiatan wisata dan didukung berbagai fasilitas serta layanan yang disediakan
oleh masyarakat, pengusaha, Pemerintah, dan Pemerintah Daerah.

Pariwisata sebagai green industry akan dapat menekan laju pengrusakan


sumberdaya alam dan lingkungan. Green industry sangat sesuai dengan pariwisata
yang berbasis alam utamanya ekowisata. Ekowisata yang menciptakan pariwisata

14
berkualitas memungkinkan akan dapat mempertahankan kualitas obyek dan daya
tarik alam dan dapat meningkatkan pendapatan serta kesejahteraan dan kehidupan
sosial masyarakat lokal (Romani, 2006).

Menurut Sudarto,1999 (Romani, 2006) dalam ekowisata yang menjadi daya


tarik utama adalah kondisi alamnya, kondisi flora dan fauna yang unik, langka dan
endemik, kondisi fenomena alamnya, serta kondisi adat dan budaya setempat.
Berikut beberapa komponen obyek wisata yang dikemukakan oleh Cooper et al
(1998) yang dapat menjadi parameter dalam pengembangan kawasan ekowisata
suatu daerah yaitu sebagai berikut.

1) Atraksi wisata baik berupa alam, buatan (hasil karya manusia), atau
peristiwa (kegiatan) yang merupakan alasan utama kunjungan.
2) Fasilitas -fasilitas dan pelayanan dibutuhkan oleh wisatawan di daerah
tujuan wisata.
3) Akomodasi, makanan dan minuman tidak hanya tersedia dalam bentuk
fisik tapi juga harus dapat menciptakan perasaan hangat dan memberikan
kenangan pada lingkungan dan makanan setempat.
4) Aksesibilitas (jalan dan transportasi) merupakan salah satu faktor
kesuksesan daerah tujuan wisata.
5) Faktor-faktor pendukung seperti kegiatan pemasaran, pengembangan, dan
koordinasi.

2.6 Strategi Pengembangan Kawasan Ekowisata


Sastrayuda (2010) dalam tulisannya “Konsep Pengembangan Kawasan
Ekowisata” menjelaskan bahwa untuk mencapai pengembangan dan pembinaan
ekowisata integratif, dibutuhkan beberapa pendekatan yaitu :

a. Pendekatan Lingkungan

Definisi maupun prinsip-prinsip ekowisata mempunyai implikasi langsung


kepada wisatawan dan penyedia jasa perjalanan wisatawan. Wisatawan
dituntut untuk tidak hanya mempunyai kesadaran lingkungan dan kepekaan
sosial budaya yang tinggi, tetapi mereka harus mampu melakukannya dalam
kegiatan wisata melalui sifat-sifat empati wisatawan, digugah untuk

15
mengeluarkan pengeluaran ekstra untuk pelestarian alam. Analisis yang
mendalam terhadap pihak-pihak yang berkepentingan terhadap pelestarian dan
konservasi lingkungan perlu dilakukan untuk menemu kenali pihak yang
berpentingan dan memanfaatkan lingkungan sebagai bagian dari
kehidupannya.

Pertumbuhan ekonomi dan perubahan karakteristik psikografis dan


demografis wisatawan di negara asal, menciptakan kelompok pasar dengan
penghasilan yang tinggi dan harapan yang berbeda dalam melakukan
perjalanan wisata. Kondisi ini menyebabkan paket-paket wisata konvensional
mulai ditinggalkan dan makin besarnya permintaan perjalanan wisata jenis
baru yang lebih berkualitas dan mengandalkan lingkungan sebagai obyek dan
data tarik wisata yang dikunjungi. Mereka memiliki pandangan yang berubah,
terutama penghargaan akan lingkungan dan perbedaan budaya. Pergeseran
paradigma gaya hidup wisatawan sebagaimana di atas, tentunya akan sangat
penting dicermati agar dalam pengembangan dan pembinaan ekowisata
diberbagai kota dan kabupaten tidak hanya sekedar membuat kebijakan
pengembangan ekowisata, akan tetapi memiliki pendekatan dalam
perencanaan yang holistis dengan menerapkan keseimbangan hubungan mikro
(manusia) dan makro (alam) untuk mencegah ketidakadilan, kesalahan dan
perusakan terhadap alam dan budaya.

Pendekatan yang berkesinambungan tersebut, mengingatkan kepada para


pelaku yang terkait alam pengembangan ekowisata untuk senantiasa
mengendalikan diri (self control), mempertimbangkan manfaat sebesar-
besarnya untuk melestarikan alam dan lingkungannya serta keseimbangan
budaya yang pada gilirannya secara menyeluruh pada tingkat lokal, regional,
nasional dan internasional, termasuk masyarakat penduduk asli.

b. Pendekatan Partisipasi dan Pemberdayaan

Pendekatan partisipasi dan pemberdayaan masyarakat setempat


pengembangan ekowisata, harus mampu menghasilkan model partisipasi
masyarakat. Partisipasi masyarakat setempat dilibatkan dalam penyusunan

16
perencanaan sejak awal, dimana masyarakat dapat menyampaikan gagasan-
gagasan yang dapat memberikan nuansa Participatory Planning, dan
mendorong mereka mengembangkan gagasan murni tanpa pengendalian dan
pengarahan terkendali dari pihak-pihak berkepentingan. Beberapa unsur yang
mampu mendorong gagasan adalah ekonomi, konservasi, sosial, politik,
regulasi lingkungan, pemberdayaan dan reklamasi lingkungan yang rusak,
pemberdayaan seni budaya lokal dan lain-lain.

c. Pendekatan Sektor Publik

Peran sektor publik sangat penting dalam pembinaan otoritas untuk


menyusun kebijakan dan pengendalian tentang manfaat sumber daya alam dan
lingkungan, di dalamnya pemerintah memiliki otoritas dalam penentuan
kebijakan yang berkaitan dengan program dan pembiayaan sektor
pembangunan lingkungan dan kepariwisataan yang memiliki mekanisme
kerjasama baik secara vertikal maupun horizontal dan struktural, dan yang
tidak kalah pentingnya adalah pemerintah memiliki akses yang cukup tinggi
dengan penyandang dana, seperti bank, investor dan donatur dalam negeri dan
luar negeri.

d. Pendekatan Pengembangan Infrastruktur

Penyediaan infrastruktur dasar adalah merupakan kegiatan penting untuk


memperkuat pengembangan ekowisata. Jalan, jembatan, air bersih, jaringan
telekomunikasi, listrik dan sistem pengendalian dan pemeliharaan lingkungan,
merupakan unsur-unsur fisik yang dibangun dengan cara menghindari
perusakan lingkungan atau menghilangkan ranah keindahan pada lokasi
ekowisata. Teknologi tinggi harus mampu menghindari kerusakan lingkungan
dan kerusakan pemandangan yang bertolak belakang dengan konfigurasi alam
sekitarnya.

e. Pendekatan pengendalian dampak ekologi pariwisata

Pengembangan ekologi pariwisata berdampak kepada pemanfaatan sumber


daya yang tersedia seperti terhadap areal yang digunakan, banyaknya energi

17
yang terpakai, banyaknya sanitasi, polusi suara dan udara, tekanan terhadap
flora dan fauna serta ketidakseimbangan lingkungan terkait dengan itu, maka
perlu dirumuskan pembinaan usaha pariwisata oleh pihak-pihak yang akan
melakukan monitoring lingkungan pariwisata yang didukung oleh para ahli
dibidang itu, mengingat bentuk dampak lingkungan sangat berbeda-beda
antara satu usaha dengan usaha lainnya.

f. Pendekatan zonasi kawasan ekowisata

Zoning peletakan fasilitas dibedakan dalam tiga zonasi yaitu zona inti,
zona penyangga, zona pelayanan dan zona pengembangan.

 Zona Inti : dimana atraksi/daya tarik wisata utama ekowisata.


 Zona Antara (Buffer Zone) : dimana kekuatan daya tarik ekowisata
dipertahankan sebagai ciri-ciri dan karakteristik ekowisata yaitu
mendasarkan lingkungan sebagai yang harus dihindari dari
pembangunan dan pengembangan unsur-unsur teknologi lain yang
akan merusak dan menurunkan daya dukung lingkungan dan tidak
sepadan dengan ekowisata.
 Zona Pelayanan : wilayah yang dapat dikembangkan berbagai fasilitas
yang dibutuhkan wisatawan, sepadan dengan kebutuhan ekowisata.
 Zona Pengembangan : areal dimana berfungsi sebagai lokasi budidaya
dan penelitian pengembangan ekowisata.

g. Pendekatan pengelolaan ekowisata

Untuk terkendalinya pengelolaan ekowisata secara profesional dibutuhkan


manajemen/pengelolaan kawasan ekowisata yang berdasarkan kepada aspek-
aspek Sumber Daya Manusia (man), seperti keuangan (money), aspek
material, aspek pengelolaan/bentuk usaha (metode) dan aspek market (pasar).
Kelima unsur tersebut dapat diorganisasikan dalam bentuk usaha Korporasi,
Perseroan Terbatas (PT), Koperasi maupun Perorangan atau Corporate
Management.

18
h. Pendekatan perencanaan kawasan ekowisata

Perencanaan kawasan ekowisata dimaksudkan untuk menjawab beberapa


pertanyaan terhadap unsur-unsur perencanaan yang menjadi daya dukung
pengembangan dan pembinaan kawasan ekowisata, meliputi: Apakah tersedia
potensi ekowisata dan memadai untuk dikembangkan; Apakah potensi
ekowisata dimaksud dapat mendukung bagi pembangunan kepariwisataan
berkelanjutan; Apakah ada segmen pasar untuk ekowisata; Apakah menurut
perhitungan besaran investasi lebih tinggi daripada kerugian yang diperoleh
dan Apakah masyarakat setempat dapat turut berpartisipasi dalam penyusunan
perencanaan. Beberapa pertanyaan tersebut dapat dikembangkan sesuai
dengan kebutuhan perencanaan.

i. Pendekatan pendidikan ekowisata

Ekowisata memberikan sarana untuk meningkatkan kesadaran orang akan


pentingnya pelestarian dan pengetahuan lingkungan, baik wisatawan nusantara
maupun mancanegara. Ekowisata harus menjamin agar wisatawan dapat
menyumbang dana bagi pemeliharaan, keanekaragaman hayati yang terdapat
di daerah yang dilindungi sebagai salah satu proses pendidikan memelihara
lingkungan. Pendekatan pendidikan ekowisata harus bermula dari dasar, dan
dimulai sejak anak-anak berada di tingkat taman kanak-kanak, sekolah dasar
dan berlanjut ke jenjang yang lebih tinggi. Oleh karena itu, dibutuhkan
semacam modul praktik yang dapat diberikan pengajarannya oleh setiap
pembina baik melalui pendidikan formal maupun pelatihan khusus.

j. Pendekatan pemasaran

Pendekatan pemasaran ekowisata lebih ditujukan dalam konsep pemasaran


sosial dan pemasaran bertanggung jawab. Pemasaran sosial tidak hanya
berupaya memenuhi kepuasan wisatawan dan tercapainya tujuan perusahaan
(laba), tetapi juga dapat memberikan jaminan sosial sumber daya dan
pelestarian lingkungan dan tata cara penanggulangan, perencanaan
lingkungan, teknik-teknik promosi harus mengarahkan pada ajakan kepada
wisatawan untuk berlibur dan beramal dalam pelestarian lingkungan serta

19
mendidik wisatawan dan masyarakat berkiprah dalam kesadaran bahwa apa
yang mereka saksikan dan alami, akan musnah dan hancur bilamana tidak
dipelihara dan dilestarikan sejak awal pemanfaatan dan memperbaiki
kerusakan lingkungan.

k. Pendekatan organisasi

Pendekatan dasar pembangunan berkelanjutan adalah kelestarian sumber


daya alam dan budaya. Sumber daya tersebut merupakan kebutuhan setiap
orang saat sekarang dan dimasa yang datang agar dapat hidup dengan
sejahtera, untuk itu dibutuhkan pengorganisasian masyarakat agar segala
sesuatu yang telah menjadi kebijakan dapat dibicarakan, didiskusikan dan
dicari jalan pemecahannya dalam satu organisasi ekowisata yang bertanggung
jawab terhadap kelangsungan pembinaan ekowisata di satu kota dan
kabupaten di daerah tujuan wisata.

20
3 BAB III
METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Rancangan Penelitian


Tahapan dalam penelitian ini dimulai dari perencanaan dan perancangan
penelitian, dilanjutkan dengan menentukan metode atau teknik pengumpulan data,
kemudian memutuskan jenis dan sumber data seperti apa yang akan diambil dan
akan digunakan metode analisis tertentu untuk mengolah data yang ada. Jenis dan
sumber data yang akan diambil bersifat kuantitatif dan kualitatif, dimana data-data
awal berupa data primer dan data sekunder. Data primer didapatkan dari
pengamatan langsung dilapangan dan sebaran kuesioner untuk informasi lebih,
sedangkan data sekunder didapatkan dari instansi-instansi terkait seperti kantor
kelurahan, kantor kecamatan, dinas pariwisata, BKSDA (Balai Konservasi
Sumber Daya Alam) dan sebagainya.

Metode penelitian yang digunakan dalam hal ini adalah metode penelitian
deskriptif kualitatif dengan analisis statistik deskriptif.

3.2 Jenis dan Sumber Data


3.2.1 Jenis Data

Pada penelitian ini, jenis data yang digunakan adalah bersifat kualitatif
dan kuantitatif.

a. Data Kualitatif adalah jenis data yang tidak berupa angka tetapi berupa
kondisi kualitatif objek dalam ruang lingkup penelitian baik dalam bentuk
uraian kalimat ataupun penjelasan. Berhubungan dengan pengembangan
kawasan ekowisata di Kelurahan Paudean, Kelurahan Pasir Panjang dan
Kelurahan Dorbolaang, maka data-data yang diambil berupa:
- Gambaran umum potensi alam yang dapat dikembangkan menjadi
ekowisata;
- Kondisi prasarana dan sarana wisata;
- Kegiatan-kegiatan partisipasi dan pemberdayaan masyarakat setempat;

21
b. Data Kuantitatif adalah jenis data yang berupa angka atau numerik yang
bisa diolah dengan menggunakan metode perhitungan yang sederhana.
Dalam hal ini, data-data yang akan diambil berhubungan dengan
pengembangan kawasan ekowisata di Kelurahan Paudean, Kelurahan Pasir
Panjang dan Kelurahan Dorbolaang yaitu:
- Data kependudukan;
- Data jumlah prasarana dan sarana;
- Data jumlah usaha-usaha masyarakat;

3.2.2 Sumber Data

Menurut sumbernya data terbagi atas dua yaitu :

a. Data Primer, dikumpulkan melalui survei primer yang dilakukan melalui


pengamatan dan pengukuran atau perhitungan langsung (observasi) di
lapangan dan penyebaran kuesioner atau pertanyaan kepada masyarakat
mengenai pengembangan kawasan ekowisata di Pulau Lembeh khususnya
Kelurahan Paudean, Kelurahan Pasir Panjang dan Kelurahan Dorbolaang.
b. Data Sekunder, merupakan data yang berasal dari instansi yang terkait
dengan penelitian guna mendapatkan data-data yang dibutuhkan untuk
kegiatan analisis. Dalam penelitian ini, data-data yang akan diambil
berasal dari Kantor Kecamatan Lembeh Selatan, Kantor Kelurahan
Paudean, Pasir Panjang dan Dorbolaang, Balai Konservasi dan Sumber
Daya Alam (BKSDA) Provinsi Sulawesi Utara, BAPPEDA Kota Bitung
dan lain sebagainya. Selain itu, data sekunder lainnya adalah studi literatur
untuk mendapatkan literatur yang berkaitan dengan penelitian.

3.3 Teknik Pengumpulan Data


Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini terbagi atas
dua, yaitu teknik pengumpulan data primer dan sekunder.

3.3.1 Pengumpulan data primer


1. Survey lapangan yaitu teknik pengumpulan data yang dilakukan
melalui pengamatan langsung pada obyek penelitian dalam rangka
untuk memperoleh data dan informasi yang terkait dengan potensi

22
pengembangan kawasan ekowisata di Kelurahan Paudean,
Kelurahan Pasir Panjang dan Kelurahan Dorbolaang Kecamatan
Lembeh Selatan Pulau Lembeh.
2. Teknik wawancara. Teknik wawancara dilakukan untuk
memperoleh gambaran yang lebih mengenai permasalahan yang
dihadapi masyarakat pesisir Pulau Lembeh hubungannya dengan
pengembangan kawasan Ekowisata. Dalam pengambilan data
tersebut, masyarakat dan pemerintah setempat akan dilibatkan.
3. Kuisioner merupakan daftar pertanyaan-pertanyaan menyangkut
hal yang akan diteliti dengan melibatkan masyarakat secara umum.
Dalam penelitian ini, masyarakat atau responden yang dilibatkan
yaitu sebanyak 10 orang untuk masing-masing lokasi.
3.3.2 Pengumpulan data sekunder
1. Telaah pustaka yaitu salah satu teknik pengumpulan data yang
digunakan untuk memperoleh data atau gambar berupa peta-peta
yang terkait dengan penelitian, serta data-data pendukung lainnya
yang bersumber dari buku-buku atau literatur yang terkait dengan
penelitian dan dokumen laporan hasil penelitian sebelumnya.

3.4 Metode Analisis Data


Berdasarkan rumusan masalah yang ada, dalam pengembangan ekowisata
perlu dilakukan pendekatan sistem dalam konteks perencanaan wilayah
(Nugroho, 2011). Metode penelitian yang digunakan untuk mengidentifikasi
seberapa besar potensi yang dimiliki Kelurahan Paudean dan Kelurahan
Dorbolaang untuk kemungkinan bisa ditetapkan sebagai kawasan ekowisata dan
strategi pengembangan kawasan ekowisata pada tiga kelurahan yang ada yaitu
Kelurahan Paudean, Kelurahan Pasir Panjang serta Kelurahan Dorbolaang adalah
metode penelitian deskriptif kualitatif dengan analisis statistik deskriptif.

Alat analisis yang digunakan untuk menentukan potensi-potensi lokasi


penelitian menjadi kawasan ekowisata digunakan Pedoman Analisis Daerah
Operasi Obyek dan Daya Tarik Wisata Alam (ADO-ODTWA) dari Direktorat
Jenderal PHKA (Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam) (2003) (Abdullah,

23
2011). Memiliki kriteria-kriteria dalam menentukan wisata alam suatu daerah.
Empat kriteria diantaranya yaitu :

a. Daya tarik wisata


Kriteria daya tarik wisata terbagi dalam tujuh (7) unsur, dimana masing-
masing unsur tersebut terbagi lagi dalam beberapa sub-unsur. Bobot kriteria
daya tarik wisata bernilai enam (6).
1) Keunikan sumber daya alam, terdiri atas lima sub-unsur yaitu:
 Sumber air panas
 Gua
 Air terjun
 Flora
 Fauna
2) Kepekaan sumber daya alam, terdiri atas empat sub-unsur yaitu :
 Nilai pengetahuan
 Nilai budaya/sejarah
 Nilai pengobatan
 Nilai kepercayaan
3) Variasi kegiatan wisata alam, terdiri atas beberapa sub-unsur yaitu :
 Menikmati keindahan
 Memancing
 Tracking
 Berenang
 Berkemah
 Pendidikan/penelitian
 Hiking
 Religius
 dan lain-lain
4) Banyaknya jenis sumber daya alam yang menonjol, terdiri atas lima sub-
unsur yaitu:
 Batuan
 Flora

24
 Fauna
 Air
 Gejala alam
5) Kebersihan lokasi, tidak ada pengaruh dari :
 Industri
 Jalan ramai
 Permukiman penduduk
 Sampah
 Vandalisme
 Pencemaran lain
6) Keamanan, terdiri atas lima sub-unsur yaitu :
 Tidak ada arus berbahaya
 Tidak ada penebangan liar dan perambahan
 Tidak ada pencurian
 Tidak ada kepercayaan yang mengganggu
 Bebas penyakit berbahaya seperti malaria
7) Kenyamanan, terdiri atas lima sub-unsur yaitu :
 Bebas bau yang mengganggu
 Tidak ada lalu lintas umum yang mengganggu
 Bebas kebisingan
 Udara sejuk

b. Aksesibilitas
Kriteria aksesibilitas terbagi dalam tiga (3) unsur dan masing-masing
unsur terbagi lagi dalam beberapa sub-unsur. Kriteria aksesibilitas memiliki
bobot yang bernilai lima (5). Kriteria aksesibilitas dibagi dalam 4 kategori
antara lain : baik, cukup, sedang dan buruk.
1) Kondisi dan jarak jalan darat, yaitu :
 < 5 km
 5-10 km
 10-15 km
 > 5 km

25
2) Tipe jalan, yaitu :
 Jalan aspal lebar > 3 m
 Jalan aspal lebar < 3m
 Jalan batu/makadam
 Jalan tanah
3) Waktu tempuh dari pusat kota, yaitu :
 1-2 jam
 2-3 jam
 3-4 jam
 > 5 jam
c. Prasarana dan sarana
Kriteria prasarana dan sarana memiliki bobot bernilai tiga (3). Masing-
masing dari prasarana dan sarana terbagi atas beberapa sub-unsur yaitu :
1) Prasarana, terdiri dari enam sub-unsur yaitu :
 Kantor pos
 Puskesmas/klinik
 Wartel/warnet
 Areal parkir
 Jalan/jembatan
 Jaringan radio/TV/koran
2) Sarana, terdiri dari enam sub-unsur yaitu :
 Warung
 Pasar
 Bank
 Toko cendramata
 Tempat peribadatan
 Toilet
d. Akomodasi
Kriteria akomodasi terdiri dari dua (2) unsur dengan nilai bobot 3. Unsur-
unsur tersebut yaitu :

26
1) Jumlah penginapan
2) Jumlah kamar

Berikut adalah tabel yang menunjukkan kriteria-kkriteria dalam Pedoman


Analisis Daerah Operasi Obyek dan Daya Tarik Wisata Alam (ADO-ODTWA).
a. Daya tarik wisata
Tabel 3. 1 Daya Tarik Wisata
Bobot : 6
No. Unsur/Sub Unsur Nilai
1. Keunikan sumberdaya Ada 5 Ada 4 Ada 3 Ada 2 Ada 1
alam: 30 25 20 15 10
a. Sumber air panas
b. Gua
c. Air terjun
d. Flora
e. Fauna
2. Kepekaan sumberdaya Ada 4 Ada 3 Ada 2 Ada 1
alam, 30 25 20 10
memiliki:
a. Nilai pengetahuan
b. Nilai budaya/sejarah
c. Nilai pengobatan
d. Nilai kepercayaan
3. Variasi kegiatan wisata >5 Ada 5 ada 4 ada 3 Ada 1- 2
alam: (30) (25) (20) (15) (10)
a. Menikmati keindahan
b. Memancing
c. Tracking
d. Berenang
e. Berkemah
f. Pendidikan/penelitian
g. Hiking
h. Religius
i. dan lain-lain
4. Banyaknya jenis Ada 5 Ada 4 Ada 3 Ada 2 Ada 1
sumberdaya alam 30 25 20 15 10
yang menonjol:
a. Batuan
b. Flora
c. Fauna

27
d. Air
e. Gejala alam
5. Kebersihan lokasi, tidak Ada Ada Ada Ada 1-2
ada pengaruh dari: 5-6 3-4 2-3 (10)
a. Industri (30) (20) (15)
b. Jalan ramai
c.Pemukiman penduduk
d. Sampah
e. Vandalisme
f. Pencemaran lain
6. Keamanan: Ada 5 Ada 4 Ada 3 Ada 2 Ada1
a. Tidak ada arus berbahaya 30 25 20 15 10
b. Tidak ada penebangan
liar dan perambahan
c. Tidak ada pencurian
d. Tidak ada kepercayaan
yang mengganggu
e. Bebas penyakit
berbahaya seperti
malaria
7. Kenyamanan: Ada 4 Ada 3 Ada 2 Ada 1
a. Bebas bau yang 30 25 20 15
mengganggu
b. Tidak ada lalu lintas
umum yang
mengganggu
c. Bebas kebisingan
d. Udara sejuk

b. Aksesibilitas
Tabel 3. 2 Aksesibilitas
Bobot : 5
No. Unsur/Sub Unsur Baik Cukup Sedang Buruk
1. Kondisi dan jarak
jalan
darat:
<5 km 80 60 40 20
5-10 km 60 40 25 15
10-15 km 40 20 15 5
> 15 km 20 10 5 1

28
2. Tipe Jalan Jalan aspal Jalan aspal Jalan Jalan
lebar >3 m lebar < 3m batu/makadam tanah
10 20 25 30
3. Waktu tempuh 1-2 jam 2-3 jam 3-4 jam >5 jam
dari pusat kota 30 25 20 10

c. Prasarana dan Sarana


Tabel 3. 3 Prasaran dan Sarana
Bobot : 3
>4 3 2 1 0
No. Unsur/Sub Unsur
Nilai
1. Prasarana (radius 5 km) 30 25 20 15 10
1. Kantor pos
2. Puskesmas/klinik
3. Wartel/warnet
4. Areal parkir
5. Jalan/jembatan
6. Jaringan
radio/TV/Koran
2. Sarana 30 25 20 15 10
1. Warung
2. Pasar
3. Bank
4. Toko cendramata
5. Tempat peribadatan
6. Toilet

j. Akomodasi (sekitar kawasan obyek wisata)


Tabel 3. 4 Akomodasi (sekitar kawasan obyek wisata)
Bobot : 3
No. Unsur Nilai
1. Jumlah >10 7-10 5-7 3-5 1-3
Penginapan 30 25 20 15 10
2. Jumlah Kamar Sampai
30-50 50-75 75-100 >100
dengan 30
10 15 20 25 30

29
Potensi pengembangan kawasan ekowisata akan dihitung dengan Pedoman
analisis ADO-ODTWA. Namun, sebelum itu ditentukan terlebih dahulu jenis
wisata alam yang ada di masing-masing kelurahan. Kemudian memberikan nilai
sesuai unsur/sub-unsur yang ada. Setelah mendapatkan nilai dari setiap unsur/sub-
unsur dalam 4 kriteria penilaian yang ada, maka tinggal dikalikan dengan nilai
bobot pada masing-masing kriteria dan akan didapatkan skor/nilai tiap kriteria.
Secara rumus (Abdullah, 2011) dituliskan sebagai berikut.

𝑺 =𝑵 ×𝑩

Keterangan : S = Skor/nilai

N = Jumlah nilai unsur-unsur pada kriteria

B = Bobot nilai

Pengembangan obyek wisata alam dilakukan dengan mengklasifikasikan


obyek wisata berdasarkan skor dari obyek tersebut (Abdullah, 2011). Klasifikasi
obyek wisata tersebut dapat dihitung dengan menentukan selang dari obyek wisata
tersebut.

𝑆𝑚𝑎𝑘𝑠 − 𝑆𝑚𝑖𝑛
𝑆𝑒𝑙𝑎𝑛𝑔 =
𝑘

Keterangan: Selang = Nilai selang dalam penetapan klasifikasi pengembangan

Smaks = Nilai skor tertinggi

Smin = Nilai skor terendah

k = Banyaknya klasifikasi pengembangan

Jika nilai selang sudah didapatkan, maka dapat ditetapkan klasifikasi


pengembangan setiap unsur yang dibagi dalam 3 kategori yaitu kurang potensial,
potensial dan sangat potensial. Nilai klasifikasi pengembangan menjelaskan
pengembangan setiap unsur. Perhatikan tabel berikut.

30
Tabel 3. 5 Klasifikasi Pengembangan Setiap Unsur

Penilaian
Nilai Nilai Kurang Sangat
ADO- Potensial
Tertinggi Terendah Potensial Potensial
ODTWA
Daya tarik
1260 450 450-720 721-990 991-1260
wisata
Aksesibilitas 1200 405 405-670 671-935 936-1200
Prasarana
180 60 60-100 101-140 141-180
dan sarana
Akomodasi 180 60 60-100 101-140 141-180
Sumber : Hasil analisis penulis

Selain menggunakan analisis ADO-ODTWA, juga dilakukan analisis


untuk menentukan potensi lokasi penelitian berdasarkan hasil kuesioner yaitu
dengan menggunanakan beberapa pendekatan menurut Sastrayudha (2010), yang
mana dalam hal ini akan dilihat juga sejauh mana masyarakat mendukung
pengembangan kawasan ekowisata di daerahnya. Berikut adalah dua pendekatan
yang digunakan untuk mencapai pengembangan ekowisata tersebut.

1. Pendekatan Lingkungan
Pengembangan ekowisata dengan pendekatan lingkungan dalam penelitian
ini memperhatikan dua variabel, yaitu :
 Program-program pelestarian lingkungan.
 Sikap masyarakat dalam pemanfaatan sumber daya alam.
2. Pendekatan Partisipasi dan Pemberdayaan
Dalam penelitian ini, pendekatan partisipasi dan pemberdayaan difokuskan
pada dua variabel yaitu :
 Karakter masyarakatnya. Dalam hal ini akan dinilai 3 indikator yaitu :
- Tingkat pendidikan masyarakat
- Perilaku atau gaya hidup masyarakat
- Kesadaran adanya potensi wisata
 Model partisipasi dan pemberdayaan, yaitu :
- Usaha kelompok/bersama masyarakat

Untuk menjawab rumusan masalah kedua mengenai strategi pengembangan


kawasan ekowisata pada lokasi penelitian maka digunakan dua analisis untuk

31
mendapatkan strategi pengembangan yang dapat diterapkan pada lokasi penelitian
yaitu sebagai berikut.

1. Strategi pengembangan kawasan ekowisata berdasarkan kebijakan-


kebijakan Pemerintah Kota Bitung.

Analisis strategi pengembangan kawasan ekowisata yang digunakan dalam


penelitian ini didasarkan pada kebijakan-kebijakan dari Pemerintah Kota Bitung
ataupun yang menyinggung Kota Bitung atau Pulau Lembeh itu sendiri. Oleh
karena itu, kebijakan-kebijakan tersebut yaitu :

 Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Bitung Tahun 2013-2033


yang diatur dalam Peraturan Daerah Kota Bitung Nomor 11 Tahun 2013.
 Rencana Induk Pengembangan Pariwisata Kota (RIPPARKOT) Bitung
Tahun 2016-2026.
 Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Provinsi
Sulawesi Utara tahun 2016-2021.

2. Strategi pengembangan kawasan ekowisata dengan menggunakan


analisis S.W.O.T. (Strengths, Weaknesses, Opportunities, Threats).

SWOT digunakan untuk mengidentifikasi dan merumuskan suatu strategi.


Analisis SWOT didasarkan pada logika untuk memaksimalkan Kekuatan
(Strength) dan Peluang (Opportunitiess), namun secara bersamaan dapat
meminimalkan Kelemahan (Weakness) dan Ancaman (Treath) (Unga, 2011).

Menurut Unga, 2011 penjelasan mengenai faktor-faktor SWOT yaitu kekuatan


(strength), peluang (opportunitiess), kelemahan (weakness) dan ancaman (treath)
yaitu sebagai berikut.

a) Kekuatan (Strength)
Kekuatan adalah sumberdaya, keterampilan atau keunggulan lain
relatif terhadap pesaing dan kekuatan dari pasar suatu perusahaan.
Kekuatan kawasan pariwisata adalah sumberdaya alam, pengelolaan dan
keunggulan relatif industri pariwisata dari pasar dan pesaing sejenis.

32
b) Kelemahan (Weakness)
Kelemahan adalah keterbatasan atau kekurangan dalam sumberdaya
alam, ketrampilan dan kemampuan yang secara serius menghalangi kinerja
efektif suatu perusahaan. Kelemahan kawasan pariwisata adalah
keterbatasan atau kekurangan dalam sumberdaya alam, ketrampilan dan
kemampuan pengelolaan industri pariwisata.
c) Peluang (Opportunity)
Peluang adalah situasi atau kecenderungan utama yang
menguntungkan dalam lingkungan perusahaan. Peluang kawasan
pariwisata adalah situasi atau kecenderungan utama yang menguntungkan
industri pariwisata dalam lingkungan suatu kawasan pariwisata.
d) Ancaman (Threats)
Ancaman adalah situasi atau kecenderungan utama yang tidak
menguntungkan dalam lingkungan perusahaan. Ancaman kawasan
pariwisata adalah situasi atau kecenderungan utama yang tidak
menguntungkan industri pariwisata dalam lingkungan suatu kawasan
pariwisata.

Setelah menentukan faktor-faktor internal dan eksternal, selanjutnya


dilakukan penghitungan skor untuk masing-masing faktor dengan cara
menentukan bobot dan nilai (rating) berdasarkan pertimbangan profesional dan
mengalikannya. Pembobotan pada lingkungan internal tingkat kepentingannya
didasarkan pada besarnya pengaruh faktor strategis terhadap posisi strategisnya,
sedangkan pada lingkungan eksternal didasarkan pada kemungkinan memberikan
dampak terhadap faktor strategisnya. Jumlah bobot pada masing-masing
lingkungan harus berjumlah = 1 (satu), dengan skala 1,0 (sangat penting) sampai
dengan 0,0 (tidak penting) (Unga, 2011).
Untuk nilai rating berdasarkan besarnya pengaruh faktor strategis terhadap
kondisi dirinya dengan ketentuan skala mulai dari 4 (sangat kuat) sampai dengan
1 (lemah). Variabel yang bersifat positif (variabel kekuatan atau peluang) diberi
nilai dari 1 sampai dengan 4 dengan membandingkan dengan rata-rata pesaing
utama, sedangkan variabel yang bersifat negatif kebalikannya, jika kelemahan
atau ancaman besar (dibanding dengan rata-rata pesaing sejenis) nilainya 1,

33
sedangkan jika nilai ancaman kecil/dibawah rata-rata pesaing-pesaingnya nilainya
4. Setelah itu, akan dilakukan pemetaan posisi pariwisata dengan menggunakan
model posisi perkembangan pariwisata, dimana untuk mengetahui letak kuadran
strategi yang dianggap memiliki prioritas yang tinggi dan mendesak untuk segera
dilaksanakan digunakan formulasi sumbu X dan Y, dimana sumbu X adalah
EFAS (Peluang – Ancaman) dan sumbu Y adalah IFAS (Kekuatan – Kelemahan)
yang dinyatakan dalam nilai sesuai hasil skoring (Unga, 2011).
Pemetaan posisi pariwisata bertujuan untuk mengetahui posisi pariwisata
dari suatu obyek wisata dalam kondisi perkembangannya saat ini. Pemetaan
didasarkan pada analogi sifat yang dimiliki dari faktor-faktor strategis. Kekuatan
memiliki sifat positif, kelemahan bersifat negatif, begitu juga dengan peluang
bersifat positif dan ancaman bersifat negatif (Unga, 2011).

Gambar 3. 1 Model Posisi Perkembangan Pariwisata

Menurut Unga (2011), rumusan setiap kuadran yang secara khusus untuk
pariwisata dan beberapa pengertian yang melalui proses adopsi, adaptasi dari
penggunaan analisis SWOT untuk perusahaan sehingga diadaptasi suatu rumusan
sebagai berikut :

34
a. Kuadran I : Growth (Pertumbuhan)
Strategi pertumbuhan didesain untuk mencapai pertumbuhan, baik dalam
penjualan, asset, profit, atau kombinasi ketiganya. Pertumbuhan dalam pariwisata
adalah pertumbuhan jumlah kunjungan wisatawan (frekuensi kunjungan dan asal
daerah wisatawan), asset (obyek dan daya tarik wisata, prasarana dan sarana
pendukung), pendapatan (retribusi masuk dan jumlah yang dibelanjakan).
Pertumbuhan dalam pariwisata terbagi dua yaitu :
 Rapid growth strategy (strategi pertumbuhan cepat), adalah strategi
meningkatkan laju pertumbuhan kunjungan wisatawan dengan waktu lebih
cepat (tahun kedua lebih besar dari tahun pertama dan selanjutnya),
peningkatan kualitas yang menjadi faktor kekuatan untuk memaksimalkan
pemanfaatan semua peluang.
 Stable growth strategy (strategi pertumbuhan stabil), adalah strategi
mempertahankan pertumbuhan yang ada (kenaikan yang stabil, jangan
sampai turun).
b. Kuadran II : Stability (Stabilitas)
Strategi stabilitas adalah strategi konsolidasi untuk mengurangi kelemahan
yang ada, dan mempertahankan pangsa pasar yang sudah dicapai. Stabilitas
diarahkan untuk mempertahankan suatu keadaan dengan berupaya memanfaatkan
peluang dan memperbaiki kelemahan. Strategi stabilitas terbagi dua yaitu :
 Aggressive maintenance strategy (strategi perbaikan agresif), adalah
strategi konsolidasi internal dengan mengadakan perbaikan-perbaikan
berbagai bidang. Perbaikan faktor-faktor kelemahan untuk
memaksimalkan pemanfaatan peluang.
 Selective maintenance strategy (strategi perbaikan pilihan), adalah strategi
konsolidasi internal dengan melakukan perbaikan pada sesuatu yang
menjadi kelemahan. Memaksimalkan perbaikan faktor-faktor kelemahan
untuk memanfaatkan peluang.
c. Kuadran III : Survival (Bertahan)
 Turn around strategy (strategi memutar balik), adalah strategi yang
membalikkan kecenderungan-kecenderungan negatif sekarang yang paling
umum tertuju pada pengelolaan.

35
 Guirelle strategy (strategi merubah fungsi), adalah strategi merubah fungsi
yang dimiliki dengan fungsi lain yang benar-benar berbeda.
d. Kuadran IV : Diversification
Strategi penganekaragaman adalah strategi yang membuat
keanekaragaman terhadap obyek dan daya tarik wisata dan mendapatkan dana
investasi dari pihak luar. Strategi penganekaragaman dibagi dua yaitu :
 Diversification concentric strategy (strategi diversifikasi konsentrik),
adalah diversifikasi obyek dan daya tarik wisata sehingga dapat
meminimalisir ancaman.
 Diversification conglomerate strategy (strategi diversifikasi konglomerat),
adalah memasukkan investor untuk mendanai diversifikasi yang
mempertimbangkan laba.

Setelah itu, dibuat matriks analisis SWOT untuk menentukan strategi yang
bisa diterapkan pada lokasi penelitian berdasarkan hasil dari integrasi faktor-
faktor internal dan eksternalnya tadi tersebut. (Unga, 2011)
Tabel 3. 6 Matriks Silang SWOT

Kekuatan (S) Kelemahan (W)


S1.…………………. W1.………………….
S2…………………. W2.………………….
SWOT S3…………………. W3.………………….
dst dst
Peluang (O) Menggunakan kekuatan Meminimalkan
untuk memanfaatkan kelemahan agar mampu
peluang memanfaatkan peluang
O1.…………………. S-O1……………….. W-O1………………..
O2.…………………. S-O2……………….. W-O2………………..
O3.…………………. S-O3……………….. W-O3………………..
dst dst dst
Ancaman (T) Menggunakan kekuatan Meminimalkan
untuk mengatasi kelemahan agar mampu
ancaman mengatasi ancaman
T1.…………………. S-T1……………….. W-T1………………..
T2.…………………. S-T2……………….. W-T2………………..
T3.…………………. S-T3……………….. W-T3………………..
dst dst dst
Sumber : Rencana Pengembangan Kawasan Permukiman Prioritas (RPKPP)
Kab. Minahasa Tahun 2015

36
3.5 Gambaran Lokasi Penelitian
Pulau Lembeh merupakan bagian dari administrasi Kota Bitung yang terbagi
dalam dua kecamatan yaitu Kecamatan Lembeh Selatan dan Kecamatan Lembeh
Utara. Luas wilayah masing-masing kecamatan yaitu 2.553 ha dengan persentase
7,07% dan 3.061,5 ha dengan persentase 9,20% dari Kota Bitung. Secara
geografis, Kawasan Lembeh Utara dan Lembeh Selatan terletak pada 1⁰30’ –
1⁰41’ LU dan 125⁰01‘ – 125⁰14’ BT, dengan batas-batas wilayahnya sebagai
berikut :
Sebelah Utara : Laut Maluku
Sebelah Timur : Laut Maluku
Sebelah Selatan : Selat Lembeh
Sebelah Barat : Selat Lembeh
Selat Lembeh berukuran 16 km panjang dan 1 – 2 km lebar, dengan
kedalaman laut berkisar 25 – 70 m dan rata-rata 15 – 20 m serta suhu air 25 –
27⁰C. Selat ini membawa massa air dari laut Maluku dan Sulawesi yang
mengandung plankton yang berlimpah yang mendukung mahluk yang mendiami
perairan ini, dan daerah ini merupakan salah satu daerah yang memiliki
keanekaragaman hayati tertinggi di dunia (Arifin, 2008). Daerah ini merupakan
daerah alur migrasi bagi ikan-ikan kecil dan besar. Oleh sebab itu, tidak heran jika
masyarakat Pulau Lembeh mengandalkan sektor perikanan sebagai sumber
penghasilan terbesar. Padahal, Selat Lembeh juga berpotensi besar menjadi sektor
pariwisata khususnya wisata pesisir dan wisata bawah air. Hal ini dapat dilihat
dari banyaknya titik penyelaman yang ada.

37
Gambar 3.1 Peta Administrasi Kota Bitung
Sumber : Badan Perencanaan Pembangunan Kota Bitung, 2017

38
Gambar 3.2 Peta Titik Penyelaman Kota Bitung dan Pulau Lembeh

39
Tabel 3.7 Keterangan Peta Penyelaman Kota Bitung dan Pulau Lembeh

Titik Penyelaman
Dive sites mainland
Dive sites Lembeh island
Sulawesi
28. Batu Kapal
1. Rotan
29. Dante's Wall 55. Monument (Trikora)
2. Madidir 1,2,3
30. Jico Yance 56. Batu Lubang Besar
3. Naemundung Point
31. Kainah's Treasure 57. Goby the Crab
4. Tanduk Rusa
32. Pulau Putus (Tanjung Lampu)
5. Bianca
33. California 58. Tanjung Paudean
6. Police Pier 1,2
Dreaming 59. Divers Lodge house
7. Nudi Falls
34. Batu Mera reef
8. Kungkungan house reef
35. Angel's window 60. Mandarin Place
9. Goronga
36. Delima Point 61. Beting Pasir
10. Critters hunt
37. Pearl Farm 62. Tanjung Kuning
11. Serena Island
38. Rojos 1,2 63. Jiko 1,2,3
12. Pinnacle X
39. Batu Sandar 64. Pulau Dua
13. Air Prang
40. Air Bajo 1,2,3 65. Coral Kobong
14. Jahir
41. Tanjung Tebal 66. Pulau Susulina
15. Jarijari
42. Tanjung Kubur 67. Batu Bunyan
16. Makawidey north,
43. Kareko Batu
south
44. Kareko Pasir
17. Nudi Retreat
45. Pantai (Pante)
18. Magic Rock
Parigi
19. Retak Becho
46. Pante Abo
20. Magic Crack
47. Pintu Kolada
21. Retak Larry
48. Sea Grass
22. Teluk Kembahu 1,2,3
49. Tanjung Kusu
23. Lettuce Surpriz U
Kusu
(Kuda Laut)
50. Hemi
24. Hairball 2,1
51. Tanjung Mawali
25. Hainus
52. Pulau Abadi
26. Aw Shucks
53. Papu Sungan
27. Batu Angus
54. Batu Lubang Kecil

Sumber : www.starfish.ch/dive/lembeh.html

40
Lokasi penelitian berada di Kecamatan Lembeh Selatan, khususnya terletak
di tiga kelurahan yaitu Kelurahan Paudean, Kelurahan Pasir Panjang dan
Kelurahan Dorbolaang. Ketiga kelurahan tersebut termasuk dalam program
Pembangunan Masyarakat Pesisir (PMP) yang diadakan di 17 kelurahan di
Kecamatan Lembeh Utara dan Lembeh Selatan. Dalam mewujudkan program
tersebut, dibentuklah Kelompok Pengelola Sumber Daya Pesisir (KPSDP) di
masing-masing kelurahan dengan anggotanya adalah masyarakat setempat.

Kawasan ekowisata di Kelurahan Pasir Panjang dalam pengelolaannya,


KPSDP turut mengambil peran besar. Kegiatan yang pernah dilakukan KPSDP
Kelurahan Pasir Panjang ini diantaranya : pengelolaan kawasan ekowisata Pantai
Kahona berbasis masyarakat, pelestarian ekowisata pesisir melalui karang buatan
dan transplantasi karang yang berjumlah 6 buah yang kemudian ditenggelamkan
di area terumbu karang pantai Kelurahan Pasir Panjang.

Sementara itu, walaupun belum ditetapkan sebagai kawasan ekowisata


KPSDP Kelurahan Paudean dan Kelurahan Dorbolaang juga melaksanakan
kegiatan berbasis masyarakat yaitu pengadaan karang buatan dan transplantasi
karang, pembuatan rumah jaga apung di area perlindungan laut pada masing-
masing kelurahan serta penanaman mangrove seluas ±1,5 ha di Kelurahan
Dorbolaang.

41
Gambar 3.3 Peta Lokasi Penelitian

42
4 BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Tinjauan Umum Kelurahan Paudean

4.1.1 Kedudukan dan Letak Geografis

Kelurahan Paudean merupakan salah satu kelurahan di Kecamatan Lembeh


Selatan yang wilayahnya terbagi dalam 3 lingkungan dan 6 RT (Rukun Tetangga),
dengan luas wilayah keseluruhan yaitu 300 ha atau 3 km2. Batas-batas wilayah
Kelurahan Paudean sebagai berikut.

Sebelah Utara : Kelurahan Batulubang


Sebelah Timur : Kelurahan Pasir Panjang
Sebelah Selatan : Kelurahan Pasir Panjang
Sebelah Barat : Selat Lembeh

Kelurahan Paudean juga ditetapkan sebagai salah satu kawasan PLPBK


(Penataan Lingkungan Pemukiman Berbasis Komunitas) dari 3 kelurahan terpilih
di Kota Bitung yaitu Kelurahan Wangurer Barat dan Kelurahan Sagerat tahun
2013 lalu. Kemudian pada tahun 2015, Kelurahan Paudean dan Kelurahan
Wangurer Barat kembali terpilih untuk program PLPBK lanjutan dengan dana per
kelurahan sebesar 1 miliar. PLPBK sendiri adalah program kelanjutan dari
Program Penanggulangan Kemiskinan di Perkotaan (P2KP). Menurut DIRJEN
Cipta Karya, Kegiatan PLPBK difokuskan pada kegiatan penataan lingkungan
permukiman miskin di perkotaan melalui pendekatan Tridaya secara
komprehensif dan terpadu. Lingkungan permukiman tersebut ditata kembali
menjadi lingkungan permukiman yang teratur, aman, dan sehat dalam rangka
mendukung upaya mewujudkan kesejahteraan masyarakat miskin.

43
4.1.2 Kependudukan
Tabel 4.1 Jumlah Penduduk Berdasarkan Jenis Kelamin
di Kelurahan Paudean Tahun 2017

Jumlah Penduduk
No. KK
Laki-laki Perempuan Jumlah
1. 295 574 526 1100
Sumber : Kantor Kelurahan Paudean, 2016

4.1.3 Tingkat Pendidikan


Tabel 4.2 Jumlah Penduduk Berdasarkan Tingkat Pendidikan
di Kelurahan Paudean Tahun 2017
Laki-laki Perempuan
No. Tingkatan Pendidikan
(Orang) (Orang)
1. Usia 3 - 6 tahun yang belum masuk TK 22 18
Usia 3 - 6 tahun yang sedang TK/play
2. 2 5
group
Usia 7 - 18 tahun yang tidak pernah
3. 15 4
sekolah
4. Usia 7 - 18 tahun yang sedang sekolah 106 89
5. Usia 18 - 56 tahun tidak pernah sekolah 3 1
6. Usia 18 - 56 tahun tidak tamat SD 27 17
7. Usia 18 - 56 tahun tidak tamat SLTP 60 54
8. Usia 18 - 56 tahun tidak tamat SLTA 40 36
9. Tamat SD/sederajat 146 131
10. Tamat SMP/sederajat 83 96
11. Tamat SMA/sederajat 66 64
12. Tamat D-1/sederajat 1 1
13. Tamat D-2/sederajat - -
14. Tamat D-3/sederajat 1 4
15. Tamat S-1/sederajat 2 6
Jumlah 574 526
Jumlah Total 1100
Sumber : Kantor Kelurahan Paudean, 2016

44
4.1.4 Mata Pencaharian Pokok
Tabel 4.3 Mata Pencaharian Penduduk Kelurahan Paudean Tahun 2017

Laki-laki Perempuan
Jenis Pekerjaan
(Orang) (Orang)
1. Petani 75 10
2. Nelayan 178 -
3. Buruh migran perempuan - -
4. Buruh migran laki-laki - -
5. Pegawai Negeri Sipil 12 10
6. Pengrajin industri rumah tangga 1 1
7. Pedagang keliling 2 10
8. Peternak 25 10
9. Dokter swasta 185 -
10. Bidan swasta 2 -
11. Pensiunan TNI/POLRI 4 -
12. Pengusaha besar 1 -
13. Karyawan perusahaan swasta 7 5
Jumlah 492 46
Jumlah Total Penduduk 538 orang
.............................
Sumber : Kantor Kelurahan Paudean, 2016

4.1.5 Etnis
Tabel 4.4 Jenis Suku yang Mendiami Kelurahan Paudean Tahun 2017

Laki-laki Perempuan
Etnis
(Orang) (Orang)
1. Jawa 2 1
2. Makassar 1 1
3. Ambon 3 1
4. Minahasa 5 3
5. Ternate 3 4
6. Gorontalo 10 15
7. Sangir 550 501
Jumlah 574 526
Sumber : Kantor Kelurahan Paudean, 2016

45
4.1.6 Lembaga Ekonomi
Tabel 4.5 Jenis-Jenis Lembaga Ekonomi Kelurahan Paudean Tahun 2017

Jumlah
Jumlah
Jenis Lembaga Jenis Jumlah Tenaga
No. Pemilik
Ekonomi Usaha/Jasa /Unit Kerja
(Orang)
(Orang)
Lembaga
Koperasi
Ekonomi, dan
1. Simpan 10 - 150
Unit Usaha di
Pinjam
Kelurahan
Industri
2 - -
Industri Kecil Kerajinan
2.
dan Menengah Rumah makan
1
dan restoran
Perahu
Usaha Jasa Motor/Klotok
3. 2 2 -
Pengangkutan atau
sejenisnya
Usaha Jasa dan Jumlah Usaha
4. 10 - 20
Perdagangan Toko/Kios
Group
Usaha Jasa
5. Vokal/Paduan 2 - 40
Hiburan
Suara
Pengecer Gas
dan Bahan 5 - 7
Usaha Jasa Gas, Bakar Minyak
6. Listrik, BBM Usaha air
Dan Air minum
5 - 5
kemasan/isi
ulang
Usaha Jasa Tukang
7. 2 - 2
Keterampilan Jahit/Bordir
Usaha Jasa
8. Villa 1 - 30
Penginapan
Sumber : Kantor Kelurahan Paudean, 2016

4.1.7 Prasarana dan Sarana


Tabel 4.6 Prasarana dan Sarana di Kelurahan Paudean Tahun 2017

Prasarana Jumlah Panjang (km


No. Jenis Prasarana
dan Sarana (Unit) atau Unit)
7 unit dalam
Jalan Desa/Kelurahan
Transportasi kondisi baik;
1. (Panjang jalan -
Darat 3 unit dalam
konblok/semen/beton)
kondisi rusak.

46
Jalan antar
Desa/Kelurahan/kecam
- 5 km
atan (Panjang jalan
aspal)
Pangkalan Ojek 2 -
Bus Umum 1
Ojek 25
Transportasi
2. Tambatan perahu 2 -
Laut/Sungai
Tangki air bersih 9 -
MCK Umum 10 -
Pemilik jumlah jamban
116 -
keluarga (KK)
75 Unit
(Baik);
Air Bersih
3. 30 Unit
dan Sanitasi
Kondisi saluran (rusak);
drainase/saluran 10 Unit
-
pembuangan air limbah (Mampet);
47 Unit
(Kurang
Memadai).
Masjid 2 -
4. Peribadatan Gereja Kristen
3 -
Protestan
Lapangan Sepakbola 1 -
5. Olahraga Lapangan Voli 1 -
Meja Pingpong 2 -
Puskesmas pembantu 1 -
Posyandu 2 -
8. Kesehatan
Paramedis, Bidan dan
4 (orang) -
Perawat
Gedung SMP/sederajat 1 -
Gedung SD/sederajat 2 -
Gedung TK 1 -
9. Pendidikan
Gedung Tempat
1 -
Bermain Anak
Perpustakaan keliling 1 -
Genset pribadi 65 -
Energi dan
10. Lampu minyak
Penerangan 15 -
tanah/jarak/kelapa

47
Tempat Wisata 1 buah -
Hiburan dan
11. Bilyar 1 -
Wisata
Cottage/Resort 1 -
Tempat Pembuangan
5 Lokasi -
Sementara (TPS)
Tempat Pembuangan
1 Lokasi -
12. Kebersihan Akhir (TPA)
Tong sampah 5 -
Tempat Pengelolaan
Ada -
Sampah
Sumber : Kantor Kelurahan Paudean, 2016

4.1.8 Tempat Wisata


Tabel 4.7 Tempat Wisata di Kelurahan Paudean Tahun 2017

Tingkat
Luas
Lokasi/ Tempat/ Area Wisata Pemanfaatan
(Ha)
(= Aktif)
1. Laut (Taman Laut, Pantai dll) 1 
Sumber : Kantor Kelurahan Paudean, 2016
Tempat wisata di Kelurahan Paudean yang dikenal banyak orang bahkan
sampai luar negeri adalah wisata taman lautnya. Terdapat empat titik penyelaman
untuk para wisatawan bisa menikmati keindahan taman bawah laut ini yaitu
Tanjung Paudean, Divers Lodge House Reef , Mandarin Place, Beting Pasir.
Selain itu, juga terdapat resort yang dikelola oleh warga negara asing (WNA)
dengan nama Divers Lodge Lembeh dan wisata mangrove.

Gambar 4. 1 Resort Divers Lodge Lembeh Gambar 4. 2 Resort Divers Lodge


dan area penyelamannya Lembeh tampak dari atas
Sumber : Website Tripadvisor Divers Lodge Lembeh, 2000

48
4.2 Tinjauan Umum Kelurahan Pasir Panjang

4.2.1 Kedudukan dan Letak Geografis


Kelurahan Pasir Panjang merupakan salah satu kelurahan yang sudah
ditetapkan sebagai kawasan ekowisata di Pulau Lembeh dan satu-satunya di
Kecamatan Lembeh Selatan yang bernama Kawasan Ekowisata Pantai Kahona.
Luasan wilayah Kelurahan Pasir Panjang yaitu 250 ha, dengan batasan-batasan
wilayahnya meliputi :

Sebelah Utara : Kelurahan Batulubang


Sebelah Timur : Kelurahan Dorbolaang
Sebelah Selatan : Laut Maluku
Sebelah Barat : Kelurahan Paudean

4.2.2 Kependudukan
Tabel 4.8 Jumlah Penduduk Berdasarkan Jenis Kelamin
di Kelurahan Pasir Panjang Tahun 2017

Jumlah Penduduk
No. KK
Laki-laki Perempuan Jumlah
1. 128 235 203 438
Sumber : Kantor Kelurahan Pasir Panjang, 2016

4.2.3 Tingkat Pendidikan


Tabel 4.9 Jumlah Penduduk Berdasarkan Tingkat Pendidikan
di Kelurahan Pasir Panjang Tahun 2017
Laki-laki Perempuan
No. Tingkatan Pendidikan
(Orang) (Orang)
1. Usia 3 - 6 tahun yang belum masuk TK 15 10
2. Usia 3 - 6 tahun yang sedang TK/play
5 10
group
3. Usia 7 - 18 tahun yang tidak pernah
0 0
sekolah
4. Usia 7 - 18 tahun yang sedang sekolah 42 42
5. Usia 18 - 56 tahun tidak pernah sekolah 0 0
6. Usia 18 - 56 tahun tidak tamat SD 4 2
7. Usia 18 - 56 tahun tidak tamat SLTP 92 72
8. Usia 18 - 56 tahun tidak tamat SLTA 6 3

49
9. Tamat SD/sederajat 12 10
10. Tamat SMP/sederajat 39 33
11. Tamat SMA/sederajat 16 19
12. Tamat S-1/sederajat 4 2
Jumlah 235 203
Jumlah Total 438
Sumber : Kantor Kelurahan Pasir Panjang, 2016

4.2.4 Mata Pencaharian Pokok


Tabel 4.10 Mata Pencaharian Penduduk Kelurahan Pasir Panjang Tahun 2017

Laki-laki Perempuan
No. Jenis Pekerjaan
(Orang) (Orang)
1. Petani 70 3
2. Pegawai Negeri Sipil 2 2
3. Pengrajin industri rumah tangga 3 1
4. Peternak 12 -
5. Nelayan 115 -
Jumlah 202 6
Jumlah Total Penduduk 208
Sumber : Kantor Kelurahan Pasir Panjang, 2016

4.2.5 Etnis
Tabel 4.11 Jenis Suku yang Mendiami Kelurahan Pasir Panjang Tahun 2017

Laki-laki Perempuan
No. Etnis
(Orang) (Orang)
1. Ternate 1 -
2. Gorontalo 3 -
3. Sanger 231 203
Jumlah 235 203
Sumber : Kantor Kelurahan Pasir Panjang, 2016

4.2.6 Lembaga Kemasyarakatan


Tabel 4.12 Lembaga-Lembaga Kemasyarakatan
Kelurahan Pasir Panjang Tahun 2017

Ruang Jumlah
Nama Jumlah Jumlah
Keberadaan Lingkup Jenis
Lembaga Lembaga Pengurus
Kegiatan Kegiatan
LKMD/LK
Ada 1 5 8 5
MK

50
LPMD/LP
MK atau Ada 1 5 8 5
sebutan lain
PKK Ada 4 15 8 5
Rukun
Ada 4 4 10 10
Tetangga
Karang
Ada 1 12 5 5
Taruna
Kelompok
Tani/Nelaya Ada 7 21 3 3
n
Organisasi
Ada 3 33 14 14
Keagamaan
Organisasi
Perempuan Ada 2 23 8 8
Lain
Organisasi
Pemuda Ada 1 4 2 2
Lainnya
Organisasi
Ada 2 8 4 4
Bapak
Kelompok
Gotong Ada 2 6 5 5
Royong
Pecinta
Ada 1 4 2 2
Alam
Yayasan Ada 1 5 3 3
Sumber : Kantor Kelurahan Pasir Panjang, 2016

4.2.7 Lembaga Ekonomi


Tabel 4.13 Jenis-Jenis Lembaga Ekonomi Kelurahan Pasir Panjang Tahun 2016

Jumlah
Jumlah
Jenis Lembaga Jumlah Tenaga
No. Jenis Usaha/Jasa Pemilik
Ekonomi /Unit Kerja
(Orang)
(Orang)
Lembaga
Ekonomi, dan Koperasi Unit
1. 1 - 5
Unit Usaha di Kelurahan
Kelurahan
Industri
3 - 30
Makanan
Industri Kecil
2. Rumah makan
dan Menengah 1 3
dan restoran
Industri Alat 1 3

51
rumah tangga
Usaha Jasa
3. Angkutan Darat 8 8 8
Pengangkutan
Jumlah Usaha
Usaha Jasa dan 14 - 14
4. Toko/Kios
Perdagangan
Usaha Perikanan 3 6
Group
Usaha Jasa
5. Vokal/Paduan 1 - 21
Hiburan
Suara
Pengecer Gas
dan Bahan 2 - 4
Bakar Minyak
Usaha Jasa Gas,
Usaha air
6. Listrik, BBM
minum
Dan Air
kemasan/isi 3 - 6
ulang

Tukang
2 - 5
Jahit/Bordir
Tukang Kayu 5 5
Usaha Jasa Tukang Batu 3 3
7.
Keterampilan Tukang Service
1 2
Elektronik
Tukang Pijat/
3 3
Urut/Pengobatan
Usaha Jasa
8. Villa 1 - 10
Penginapan
Sumber : Kantor Kelurahan Pasir Panjang, 2016

4.2.8 Prasarana dan Sarana

Tabel 4.14 Prasarana dan Sarana di Kelurahan Pasir Panjang Tahun 2017

Prasarana Jumlah Panjang (km


No. Jenis Prasarana
dan Sarana (Unit) atau Unit)
300 meter
Jalan Desa/Kelurahan dalam kondisi
(Panjang jalan - baik;
Transportasi konblok/semen/beton) 60 m dalam
1.
Darat kondisi rusak.
Jalan antar 7 km dalam
-
Desa/Kelurahan/kecam kondisi baik;

52
atan (Panjang jalan 1 km dalam
aspal) kondisi rusak.
4,8 km dalam
Jalan Desa/Kelurahan kondisi baik;
-
(Panjang jalan aspal) 200 m dalam
kondisi rusak.
Jalan Desa/Kelurahan 500 m dalam
-
(Panjang jalan tanah) kondisi rusak.
Ojek 8 -
Transportasi Tambatan perahu 2 -
2. Laut/Sungai Perahu motor 1 -
Perahu tanpa motor 13 -
Sumur Gali 8 -
MCK Umum 3 -
Pemilik jumlah jamban
54 -
keluarga (KK)
1 Unit
Air Bersih (Baik);
3. Kondisi saluran
dan Sanitasi 3 Unit
drainase/saluran
(rusak); -
pembuangan air limbah
2 Unit
(Mampet).
Sumur resapan air
8 -
rumah tangga (Rumah)
Gereja Kristen
4. Peribadatan 3 -
Protestan
Lapangan Sepakbola 1 -
Lapangan Voli 1 -
5. Olahraga
Meja Pingpong 2 -
Lapangan Bulu Tangkis 1 -
Puskesmas pembantu 1 -
Rumah Bersalin 1 -
8. Kesehatan Posyandu 2 -
Paramedis, dukun
2 (orang) -
bersalin terlatih
Gedung SD/sederajat 1 -
9. Pendidikan
Gedung TK 1 -
-
Hiburan dan
10. Tempat Wisata 3 buah
Wisata

53
Pengelolaan sampah Ada
11. Kebersihan -
lingkungan/RT (Pemerintah)
Sumber : Kantor Kelurahan Pasir Panjang, 2016

4.2.9 Tempat Wisata


Tabel 4.15 Tempat Wisata di Kelurahan Pasir Panjang Tahun 2017

Luas Tingkat Pemanfaatan


No. Lokasi/ Tempat/ Area Wisata
(Ha) (= Aktif)
Laut (Wisata Pulau, Taman
1. 4 Ha 
Laut, Pantai)
Danau (Wisata Air, Hutan
2. - 
Wisata)
Sumber : Kantor Kelurahan Pasir Panjang, 2016
Tempat wisata yang terkenal di Kelurahan Pasir Panjang adalah Kawasan
Ekowisata Pantai Kahona. Wisata ekowisata ini menawarkan pantai dengan
dengan latar belakangnya mangrove. Selain Pantai Kahona, tempat wisata lainnya
yang terdapat di Kelurahan Pasir Panjang yaitu Teluk Walenekoko dan Resort
Honey Bay serta tempat penyelaman di beberapa titik di selat Lembeh.

Gambar 4. 3 Ekowisata Pantai Kahona Gambar 4. 4 Resort Honey Bay


Sumber : Website Traveloka: Honey
Bay Resort and Dive Center, 2017
4.3 Tinjauan Umum Kelurahan Dorbolaang

4.3.1 Kedudukan dan Letak Geografis


Kelurahan Dorbolaang adalah salah satu dari tujuh kelurahan di
Kecamatan Lembeh Selatan. Kelurahan Dorbolaang memiliki luas wilayah
sebesar 350 ha atau 3,5 km2 dengan wilayah administrasinya terbagi dalam 3
lingkungan dan 6 rukun tetangga dan dengan batasan wilayah yaitu :

54
Sebelah Utara : Kelurahan Batulubang
Sebelah Timur : Kelurahan Papusungan
Sebelah Selatan : Laut Maluku
Sebelah Barat : Kelurahan Pasir Panjang

4.3.2 Kependudukan
Tabel 4.16 Jumlah Penduduk Berdasarkan Jenis Kelamin di Kelurahan
Dorbolaang Tahun 2017

Jumlah Penduduk
No. KK
Laki-laki Perempuan Jumlah
1. 310 594 491 1.085
Sumber : Kantor Kelurahan Dorbolaang, 2016

4.3.3 Tingkat Pendidikan


Tabel 4. 17 Jumlah Penduduk Berdasarkan Tingkat Pendidikan
di Kelurahan Dorbolaang Tahun 2017
Laki-laki Perempuan
No. Tingkatan Pendidikan
(Orang) (Orang)
1. Usia 3 - 6 tahun yang belum masuk TK 20 22
Usia 3 - 6 tahun yang sedang TK/play
2. 15 6
group
Usia 7 - 18 tahun yang tidak pernah
3. 1 0
sekolah
4. Usia 7 - 18 tahun yang sedang sekolah 103 110
5. Usia 18 - 56 tahun tidak pernah sekolah 0 0
6. Usia 18 - 56 tahun tidak tamat SD 25 15
7. Usia 12 - 56 tahun tidak tamat SLTP 13 10
8. Usia 18 - 56 tahun tidak tamat SLTA 6 4
9. Tamat SD/sederajat 262 202
10. Tamat SMP/sederajat 88 48
11. Tamat SMA/sederajat 38 45
12. Tamat D2/sederajat 2 3
13. Tamat D3/sederajat 0 2
14. Tamat S-1/sederajat 2 4
Jumlah 575 471
Jumlah Total 1046
Sumber : Kantor Kelurahan Dorbolaang, 2016

55
4.3.4 Mata Pencaharian Pokok
Tabel 4.18 Mata Pencaharian Penduduk Kelurahan Dorbolaang Tahun 2017

Laki-laki Perempuan
No. Jenis Pekerjaan
(Orang) (Orang)
1. Petani 30 10
2. Pegawai Negeri Sipil 3 6
3. TNI 1 -
4. Pensiunan 3 -
5. Buruh Tani 1 -
6. Nelayan 180 -
7. Karyawan Swasta 3 1
Jumlah 221 17
Jumlah Total 238
Sumber : Kantor Kelurahan Dorbolaang, 2016

4.3.5 Tempat Wisata


Tabel 4.19 Tempat Wisata di Kelurahan Dorbolaang Tahun 2017

Tingkat
Luas
No. Lokasi/ Tempat/ Area Wisata Pemanfaatan
(Ha)
(= Aktif)
Laut (Wisata Pulau, Taman Laut,
1. Ha 
Pantai dll)
2. Wisata Religi - 
Sumber : Kantor Kelurahan Dorbolaang, 2016

Gambar 4. 5 Patung Yesus Gambar 4. 6 Pulau Dua


Memberkati

56
Kelurahan Dorbolaang terkenal dengan tempat wisata religinya yaitu
patung Yesus sebesar 35 meter yang terletak pada ketinggian 33 meter di atas
permukaan laut (dpl). Selain itu, Kelurahan Dorbolaang juga dikenal dengan
adanya beberapa titik penyelaman yaitu Jiko 1,2,3 dan Pulau Dua.

4.3.6 Etnis
Tabel 4.20 Jenis Suku yang Mendiami Kelurahan Dorbolaang Tahun 2017

Laki-laki Perempuan
No. Etnis
(Orang) (Orang)
1. Jawa 2 1
2. Ambon 1 -
3. Papua 1 -
4. Ternate 6 4
5. Sangir 584 486
Jumlah 594 491
Sumber : Kantor Kelurahan Dorbolaang, 2016

4.3.7 Lembaga Kemasyarakatan


Tabel 4.21 Lembaga-Lembaga Kemasyarakatan
Kelurahan Dorbolaang Tahun 2017

Jumlah Jumlah
Nama Lembaga Keberadaan
Lembaga Pengurus

LPM Ada 1 3
Lingkungan Ada 3 3
PKK Ada 1 50
Rukun Tetangga Ada 6 6
Karang Taruna Ada 1 -
Sumber : Kantor Kelurahan Dorbolaang, 2016

4.3.8 Lembaga Ekonomi


Tabel 4.22 Jenis-Jenis Lembaga Ekonomi Kelurahan Dorbolaang Tahun 2017

Jumlah
Jumlah
Jenis Lembaga Jenis Jumlah Tenaga
No. Pemilik
Ekonomi Usaha/Jasa /Unit Kerja
(Orang)
(Orang)
1. Industri Kecil Industri Makanan 3 - -

57
dan Menengah
Usaha Jasa dan Jumlah Usaha
2. 13 - -
Perdagangan Warung/Kios
Sumber : Kantor Kelurahan Dorbolaang, 2016

4.3.9 Prasarana dan Sarana


Tabel 4.23 Prasarana dan Sarana di Kelurahan Dorbolaang Tahun 2017

Prasarana Jumlah Panjang (km


No. Jenis Prasarana
dan Sarana (Unit) atau Unit)

Transportasi
1. Tambatan perahu 3 -
Laut/Sungai

Gereja Kristen Protestan 4 -


2. Peribadatan
Gereja Katholik 1 -
Puskesmas pembantu 1 -
Poliklinik 1 -
3. Kesehatan
Posyandu 1 -
Perawat 1 (orang) -
Gedung SD/sederajat 2 -
4. Pendidikan Gedung TK 1 -
Gedung SLTP 1
Sumber : Kantor Kelurahan Dorbolaang, 2016

4.4 Kondisi Eksisting Lokasi Penelitian

4.4.1 Ekosistem Terumbu Karang


Terumbu karang merupakan ekosistem khas dan unik yang hanya terdapat
di perairan laut tropis, kaya akan keanekaragaman jenis biota laut dan
menampakan keindahan panorama bawah laut yang sangat menakjubkan (Laporan
kegiatan COREMAP di Selat Nasik Kabupaten Belitung, 2007). Pulau Lembeh
dikenal banyak orang karena keberadaan ekosistem terumbu karangnya yang tidak
kalah dengan Bunaken. Oleh karena itu, ekosistem terumbu karang Pulau Lembeh
dijadikan salah satu tempat wisata yang sering dikunjungi baik wisatawan lokal
maupun asing.

58
Berdasarkan data dari dokumen RZWP3K (Rencana Zonasi Wilayah Pesisir
dan Pulau-Pulau Kecil) Provinsi Sulawesi Utara tahun 2015-2035, luas terumbu
karang di Kota Bitung yaitu 591,04 ha, dimana Pulau Lembeh memiliki luas
terumbu karang sebesar 263,5 ha. Berikut adalah tabel yang menunjukkan luasan
terumbu karang di Kota Bitung.

Tabel 4. 24 Luas Ekosistem Terumbu Karang di Kota Bitung


Luas
Kab/Kota Kecamatan Pulau Karang Total (ha)
(ha)
Ranowulu Daratan Sulawesi 52,65 52,65
Serena Kecil 9,26
Aertembaga 77,79
Daratan Sulawesi 68,53
Lembeh Utara Lembeh bag utara 121,40 121,40
Dua 18,81
Napokering 20,36
Bitung Lembeh bag selatan
Lembeh
(Kelurahan 142,10
Selatan
Paudean, Pasir 102,93
Panjang dan
Dorbolaang)
Matuari Daratan Sulawesi 197,10 197,10
Total 591,04
Sumber : Dokumen RZWP3K Provinsi Sulawesi Utara tahun 2015-2035

59
Gambar 4. 7 Peta Sebaran Klorofil Sulawesi Utara
Sumber Peta : Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (RZWP3K) Provinsi Sulawesi Utara

60
4.4.2 Ekosistem Mangrove
Kawasan mangrove selain berfungsi secara fisik, juga memiliki berbagai
fungsi secara ekologi (biofisik) dan sosial ekonomi. Salah satu fungsi ekologi
mangrove yaitu fisik kawasan untuk menjaga dan menstabilkan garis pantai dan
tepian sungai dan pelindung dari hempasan gelombang dan arus. Fungsi biologi
adalah sebagai tempat asuhan, tempat mencari makanan dan tempat
berkembangbiak antara lain berbagai jenis ikan, burung, biawak dan jenis primata
sedangkan fungsi ekonomi mangrove salah satunya adalah kawasan wisata alam
yang hasilnya dapat dikembangkan dalam bentuk produk industri wisata sebagai
penghasil devisa (Karlina, 2015)

Pemanfaatan kawasan mangrove untuk dikembangkan menjadi salah satu


kawasan ekowisata merupakan alternatif pemanfaatan yang sangat rasional
diterapkan di kawasan pesisir karena dapat memberi manfaat ekonomis dan jasa
lingkungan tanpa mengeksploitasi mangrove. Pemanfaatan jasa lingkungan
berupa ekowisata akan mendorong upaya konservasi ekosistem mangrove sebagai
daerah penyangga kawasan konservasi (Karlina, 2015).

Berdasarkan Dokumen RZWP3K Provinsi Sulawesi Utara tahun 2015-2035,


luas mangrove yang tersebar di Sulawesi Utara yaitu 11.691,41 ha dengan kondisi
masih tergolong baik walaupun terkadang masih adanya pembukaan lahan untuk
tambak serta adanya bekas-bekas penebangan. Luas area ekosistem mangrove
tertinggi terdapat di Kabupaten Minahasa Utara dengan luas 4.707,87 ha.
Sedangkan Luas area ekosistem mangrove terendah terdapat di Kota Bitung
dengan luas 47,13 ha.

Tabel 4. 25 Sebaran Ekosistem Mangrove di Sulawesi Utara

No Kabupaten/Kota Luas Mangrove (ha)


1 Kepulauan Talaud 863,92
2 Kepulauan Sangihe 632,83
3 Kepulauan Sitaro 478,37
4 Minahasa Utara 4.707,87
5 Kota Bitung 47,13
6 Kota Manado 210,01

61
7 Minahasa 294,23
8 Minahasa Selatan 1.038,03
9 Minahasa Tenggara 541,99
10 Bolaang Mongondow 593,69
11 Bolaang Mongondow Utara 1.488,97
12 Bolaang Mongondow Timur 324,81
13 Bolaang Mongondow Selatan 814,44
TOTAL 12.036,29
Sumber : Dokumen RZWP3K Provinsi Sulawesi Utara tahun 2015-2035

Ekosistem mangrove di Kota Bitung tersebar di beberapa tempat, salah


satunya di Pulau Lembeh. Walaupun memiliki luas ekosistem mangrove yang
terendah bukan berarti tidak dilestarikan, terlebih lagi mangrove sangat penting
keberadaanya bagi wilayah pesisir dan kepulauan. Berikut adalah tabel yang
menunjukkan keberadaan ekosistem mangrove di Kota Bitung.

Tabel 4. 26 Sebaran dan Luas Ekosistem Mangrove di Kota Bitung

Luas Total Luas


Kota Kecamatan Pulau Mangrove Mangrove
(ha) (ha)
Daratan
Ranowulu - -
Sulawesi
Serena Kecil -
Aertembaga Daratan 36,22
36,22
Sulawesi
Lembeh bag.
Lembeh Utara 1,50 1,50
Utara
Dua -
Bitung Napokering -
Lembeh bag.
Selatan
Lembeh
(Kelurahan 8,73
Selatan
Paudean, 8,73
Pasir Panjang
dan
Dorbolaang)
Daratan
Matuari 0,68 0,68
Sulawesi
Total 47,13
Sumber : Dokumen RZWP3K Provinsi Sulawesi Utara tahun 2015-2035

62
Gambar 4. 8 Peta Persebaran Mangrove di Kecamatan Lembeh Selatan

63
4.4.3 Penggunaan Lahan
Penggunaan lahan dibagi menjadi dua yaitu penggunaan lahan untuk
kawasan lindung dan penggunaan lahan untuk kawasan budidaya. Berikut adalah
penggunaan lahan di Kecamatan Lembeh selatan.

4.4.3.1 Penggunaan Lahan untuk Kawasan Budidaya


Sebagai acuan dalam menetapkan jenis kawasan budidaya yang sesuai
dalam rencana tata ruang dan sebagai acuan dalam menentukan kriteria lokasi dan
jenis kegiatan pemanfaatan ruang dalam suatu kawasan budi daya, berikut adalah
ketentuan teknis kawasan budidaya (Permen PU No. 41 Tahun 2007) yang
meliputi: kawasan peruntukan hutan produksi, kawasan peruntukan pertanian,
kawasan peruntukan pertambangan, kawasan peruntukan permukiman, kawasan
peruntukan industri, kawasan peruntukan pariwisata, dan kawasan peruntukan
perdagangan dan jasa (RTRWK Bitung Tahun 2013-2033).

Penggunaan lahan untuk kawasan budidaya di lokasi penelitian yaitu


Kelurahan Paudean, Kelurahan Pasir Panjang dan Kelurahan Dorbolaang adalah
sebagai berikut.

Tabel 4. 27 Penggunaan Lahan Kawasan Budidaya di Kelurahan Paudean,


Kelurahan Pasir Panjang dan Kelurahan Dorbolaang Tahun 2016
Lokasi Penelitian
Jenis Penggunaan Kelurahan
No. Kelurahan Kelurahan
Lahan Pasir
Paudean Dorbolaang
Panjang
1. Hutan Produksi - - -
2. Pertanian 292 ha 180,35 ha ±250 ha
3. Pertambangan - - -
Permukiman,
4. Perkantoran, Kuburan 31,039 ha 71,214 ha ±34,5 ha
dan lainnya
5. Industri - - -
6. Pariwisata 1 ha 4 ha ±2 ha
7. Perdagangan dan Jasa - - -
Jumlah 324,039 ha 255,564 ha ±286,5 ha
Sumber : Kantor Kelurahan Paudean, Pasir Panjang dan Dorbolaang, 2017

64
Berikut ini adalah uraian dari penggunaan lahan untuk kawasan budidaya
di Kelurahan Paudean, Kelurahan Pasir Panjang dan Kelurahan Dorbolaang.

Tabel 4. 28 Penggunaan Lahan Produksi Pertanian di Kelurahan Paudean,


Kelurahan Pasir Panjang dan Kelurahan Dorbolaang Tahun 2016

Penggunaan Lahan (Ha)


No. Produksi Pertanian Kelurahan
Kelurahan Kelurahan
Pasir
Paudean Dorbolaang
Panjang
Tanaman pangan menurut komoditas
1. Jagung 2 -
2. Kacang tanah 0,5 -
3. Kacang panjang 0,5 -
4. Ubi kayu 10 -
5. Ubi jalar 0,5 -
6. Cabe 1 -
7. Tomat 0,5 -
8. Talas 1 -
9. Lainnya - 2 Data yang didapat
dari kantor
Jenis komoditas buah-buahan yang dibudidayakan kelurahan hanya
berupa luasan
1. Mangga 1 - perkebunan
2. Pisang 3 - secara umum
yaitu ±250 ha.
3. Nanas 1 -
4. Lainnya - 0,5
Tanaman apotik hidup dan sejenisnya
1. Jahe - 0,2
2. Kunyit - 0,25
3. Daun sirih - 0,1
Luas perkebunan menurut jenis komoditas
1. Kelapa 263 177,3
2. Cengkeh 2 -

65
3. Pala 5 -
4. Coklat 1 -
Jumlah 292 180,35 ±250
Sumber : Kantor Kelurahan Paudean, Pasir Panjang dan Dorbolaang, 2017

Tabel 4. 29 Penggunaah Lahan untuk Permukiman, Perkantoran, Kuburan dan


lainnya di Kelurahan Paudean, Kelurahan Pasir Panjang dan Kelurahan
Dorbolaang Tahun 2016
Penggunaan Lahan (Ha)
Jenis Penggunaan Kelurahan
No. Kelurahan Kelurahan
Lahan Pasir
Paudean Dorbolaang
Panjang
1. Pemukiman 16 50 ±20
2. Pekarangan 11 20 ±14
3. Lapangan olahraga 0,5 0,2 -
4. Perkantoran pemerintah 0,039 0,014 ±0,5

5. Tempat pemakaman 2 1 -
desa/umum
6. Bangunan Sekolah 1,5 - -
Jumlah 31,039 71,214 ±34,5
Sumber : Kantor Kelurahan Paudean, Pasir Panjang dan Dorbolaang, 2017

4.4.3.2 Penggunaan Lahan untuk Kawasan Lindung


Kawasan lindung adalah kawasan yang ditetapkan dengan fungsi utama
melindungi kelestarian lingkungan hidup yang mencakup sumberdaya alam,
sumberdaya buatan dan nilai sejarah serta budaya bangsa guna kepentingan
pembangunan berkelanjutan (RTRW Kota Bitung tahun 2013-2033).

Dalam RTRW Kota Bitung tahun 2013-2033, mengacu pada Keputusan


Presiden No. 32 Tahun 1990 tentang Pengelolaan Kawasan Lindung; Undang-
undang RI No. 26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang; dan Peraturan Pemerintah
Nomor 26 Tahun 2008 tentang Rencana Tata Ruang Nasional maka kawasan
lindung di Kota Bitung dapat dikelompokkan menjadi :
 Kawasan hutan lindung (HL) Gunung Wiau, HL Gunung Klabat, dan HL
Pulau Lembeh

66
 Kawasan yang memberikan perlindungan kawasan bawahnya: kawasan
resapan air
 Kawasan perlindungan setempat: sempadan pantai, sempadan sungai, dan
kawasan sekitar mata air
 Ruang Terbuka Hijau Kota: Taman RT, Taman RW, Taman Kota dan
Taman Pemakaman
 Kawasan suaka alam dan cagar budaya: Suaka Alam Laut Selat Lembeh
(kawasan Lindung Nasional), Cagar Alam Gunung Dua Sudara dan
Gunung Tangkoko (Kawasan Lindung Nasional), Pantai Berhutan Bakau
dan Taman Wista Alam (TWA) Batu Angus dan TWA Batu Putih.
 Kawasan rawan bencana alam: rawan gelombang pasang, rawan banjir,
dan rawan tanah longsor.

Berikut ini adalah penjelasan mengenai penggunaan lahan untuk kawasan


lindung di Kecamatan Lembeh Selatan.

a. Kawasan Hutan Lindung

Kawasan hutan lindung adalah kawasan hutan yang memiliki sifat khas
yang mampu memberikan perlindungan pada kawasan bawahannya maupun
sekitarnya sebagai pengatur tata air, pencegahan banjir dan erosi serta memelihara
kesuburan tanah (RTRW Kota Bitung tahun 2013-2033).

Tabel 4. 30 Penggunaan Lahan yang ada dalam Kawasan Hutan Lindung di


Kecamatan Lembeh Selatan

Penggunaan Lahan Luas (ha)


Hutan Lebat -
Hutan Belukar 59
Kebun Campuran 338
Perkebunan Rakyat 238
Semak 22
Tegalan 259
Permukiman -
Alang-alang -
Jumlah 916
Sumber : RTRW Kota Bitung Tahun 2013-2033

67
Kawasan hutan lindung di Pulau Lembeh, bagi masyarakat keberadaan
hutan lindung di pulau ini kurang jelas karena tidak ada batas yang jelas antara
kawasan dengan areal yang dapat dibuka sehingga hutan di Pulau Lembeh hampir
tidak bisa dijumpai lagi (RTRW Kota Bitung tahun 2013-2033).

b. Kawasan yang Memberikan Perlindungan Kawasan Bawahnya:


Kawasan Resapan Air

Kawasan resapan air adalah areal lahan yang mempunyai kemampuan tinggi
untuk meresapkan air hujan dan sebagai pengontrol tata air permukaan. Kawasan
resapan air adalah berupa daerah-daerah yang memiliki curah hujan yang tinggi,
memiliki struktur tanah yang mudah meresapkan air dan bentuk geomorfologi
yang mampu meresapkan air hujan secara besar-besaran. Di Kota Bitung,
kawasan resapan air tersebut berada di bagian atas perbukitan dan pegunungan
seperti Gunung Duasudara, Gunung Tangkoko, Gunung Klabat, Gunung Woka,
Gunung Lembeh, Gunung Temboan Sela dan Gunung Wiau (RTRW Kota Bitung
tahun 2013-2033).
Kawasan resapan air yang terletak di luar kawasan hutan lindung pada
umumnya telah dikuasai oleh masyarakat. Lahan yang ada telah dimanfaatkan
untuk kegiatan budidaya pertanian, terutama dijadikan lahan perkebunan cengkeh
dan kelapa. Pengolahan tanah belum menerapkan usaha-usaha konservasi tanah
sehingga pada saat hujan ekstrim sering terjadi erosi tanah pada lahan-lahan
berlereng (RTRW Kota Bitung tahun 2013-2033).

c. Kawasan Perlindungan Setempat (Sempadan Pantai)

Sempadan pantai adalah kawasan tertentu sepanjang pantai yang


mempunyai manfaat penting untuk mempertahankan fungsi pantai dari kegiatan
yang mengganggu kelestarian fungsi pantai. Kawasan ini meliputi daratan
sepanjang tepian yang lebarnya proposional dengan bentuk dan kondisi fisik
pantai minimal 100 meter dari titik pasang tertinggi ke arah darat (RTRW Kota
Bitung tahun 2013-2033). Berdasarkan hasil penelitian, pemukiman masyarakat
Kecamatan Lembeh Selatan dibangun dengan jarak <100 meter dari sempadan
pantai. Hal ini berarti bahwa kawasan sempadan pantai yang merupakan kawasan

68
lindung sudah mulai diambil alih oleh masyarakat, terbukti dengan adanya
keluhan masyarakat terhadap ombak yang mengenai dan merusak tempat
tinggalnya.

d. Kawasan Suaka Alam


a) Kawasan Suaka Alam Laut Selat Lembeh
Kawasan Suaka Alam Laut yang telah ditetapkan sebagai kawasan lindung
nasional yang terletak di Kota Bitung adalah Suaka Alam Laut (SAL) Selat
Lembeh. Lokasi SAL ini secara definitif belum ditetapkan sampai saat ini
sehingga menyulitkan dalam penetapan pengelolaan kawasan. Di selat
Lembeh saat ini telah berlangsung berbagai aktifitas perekonomian seperti
kepelabuhanan dan pariwisata. Kawasan ini telah ditetapkan sebagai kawasan
lindung nasional maka kegiatan dan program yang terkait dengan kawasan ini
diatur dengan ketentuan sendiri yang tertuang dalam peraturan presiden atau
peraturan sejenis lainnya (RTRW Kota Bitung tahun 2013-2033).

b) Kawasan Pantai Berhutan Bakau

Kawasan pantai berhutan bakau adalah kawasan pesisir laut yang


merupakan habitat alami hutan bakau yang berfungsi memberi perlindungan
kepada perkehidupan pantai dan lautan, sebagai pembentuk ekosistem hutan
bakau, tempat berkembang biaknya berbagai biota laut, pelindung panati dan
pengikisan air laut (RTRW Kota Bitung tahun 2013-2033).
Di Kota Bitung, Kawasan Pantai Berhutan Bakau terdapat di bagian
selatan Pulau Lembeh (Kelurahan Paudean, Pasir Panjang dan Doorbolang)
dan di Kelurahan Tanjung Merah. Saat ini masalah yang dihadapi oleh
kawasan pantai berhutan bakau adalah pengambilan kayu bakau oleh
masyarakat untuk dijadikan kayu bakar sehingga terjadi degradasi. Hal ini
terjadi karena kesadaran masyarakat dalam hal pelestarian alam masih sangat
rendah.
Tabel 4. 31 Luas Kawasan Pantai Berhutan Bakau di Kecamatan Lembeh Selatan

Kawasan Pantai Berhutan Bakau Luas (Ha)


Lembeh bag. Selatan (Kelurahan Paudean, 8,73
Pasir Panjang dan Dorbolaang)
Sumber : Dokumen RZWP3K Provinsi Sulawesi Utara tahun 2015-2035
69
Gambar 4. 9 Peta Penggunaan Lahan di Kecamatan Lembeh Selatan

70
4.4.4 Daya Tarik Wisata Lokasi Penelitian
Pulau Lembeh memiliki daya tarik wisata tersendiri. Daya tarik utama dari
potensi wisata yang ada di Pulau Lembeh khususnya Kelurahan Paudean, Pasir
Panjang dan Dorbolaang adalah wilayah pesisirnya. Wilayah pesisir yang menjadi
destinasi wisata di tiga lokasi tersebut yaitu ekosistem mangrove dan terumbu
karangnya. Selain itu, flora dan fauna yang hidup membentuk ekosistem pada
mangrove dan terumbu karang juga menjadi daya tarik wisata lainnya. Hal ini
dikarenakan keberadaan flora dan fauna ini terbilang unik dan langka, sehingga
menjadi nilai tambah tersendiri. Karakteristik ekosistem mangrove dan terumbu
karang di Kelurahan Paudean, Pasir Panjang dan Dorbolaang terbilang sama. Hal
ini dipengaruhi oleh sebaran klorofil dan kondisi pasang surut air laut. Berikut
adalah jenis-jenis mangrove yang sering dijumpai di wilayah pesisir dan pulau-
pulau kecil Provinsi Sulawesi Utara khususnya Pulau Lembeh.

Tabel 4. 32 Jenis Mangrove yang Tumbuh di Sulawesi Utara

Jenis Mangrove yang


No. Penjelasan
Tumbuh
Sejenis perdu atau pohon kecil penghuni
hutan bakau, anggota suku
Rhizophoraceae. Menyebar luas di pantai-
1. Bruguiera gymnorrhiza pantai Samudera Hindia semenjak Afrika
Timur, Madagaskar, India, Asia Tenggara
dan Nusantara, serta menyeberang hingga
Australia tropis dan Pasifik Barat.
Pohon dengan ketinggian mencapai 27
meter. Pada umumnya tumbuh dalam
kelompok, dekat atau pada pematang
sungai pasang surut dan di muara sungai,
2. Rhizophora mucronata jarang sekali tumbuh pada daerah yang
jauh dari air pasang surut. Menyebar di
Afrika Timur, Madagaskar, Mauritania,
Asia Tenggara, seluruh Malaysia dan
Indonesia, Melanesia dan Mikronesia.
Pohon dengan satu atau banyak batang,
tinggi hingga 10 meter. Tumbuh pada
3. R. stylosa habitat yang beragam di daerah pasang
surut, lumpur, pasir dan batu. Menyukai
pematang sungai pasang surut, tetapi juga

71
sebagai jenis pionir di lingkungan pesisir
atau pada bagian daratan dari mangrove.
Tersebar di Taiwan, Malaysia, Filipina,
sepanjang Indonesia, Papua New Guinea
dan Australia Tropis.
Pohon selalu hijau, tumbuh tersebar,
ketinggian kadang-kadang hingga 15
meter. Menyukai tanah yang bercampur
lumpur dan pasir, kadang-kadang pada
4. R. Sonneratia alba
batuan dan karang. Sering ditemukan di
lokasi pesisir yang terlindung dari
hempasan gelombang, juga di muara dan
sekitar pulau-pulau lepas pantai.
Belukar atau pohon yang tumbuh
menyebar dengan ketinggian mencapai 25
meter. Jenis pionir pada habitat rawa
mangrove di lokasi pantai yang terlindung,
5. Avicennia alba
juga di bagian yang lebih asin di sepanjang
pinggiran sungai yang dipengaruhi pasang
surut, serta di sepanjang garis pantai.
Ditemukan di seluruh Indonesia.
Palma tanpa batang di permukaan,
membentuk rumpun. Batang terdapat di
bawah tanah, kuat dan menggarpu dengan
tinggi mencapai 4-9 meter. Tumbuh pada
substrat yang halus, pada bagiantepi atas
6. Nypa fruticans dari jalan air. Memerlukan masukan air
tawar tahunan yang tinggi. Jarang terdapat
di luar zona pantai. Tersebar di Asia
Tenggara, Malaysia, seluruh Indonesia,
Papua New Guinea, Filipina, Australia dan
Pasifik Barat.
Sumber : Dokumen RZWP3K Provinsi Sulawesi Utara tahun 2015-2035

72
Gambar 4. 10 R. Sonneratia alba Gambar 4. 11 Bruguiera gymnorrhiza

Selain itu, Pulau Lembeh juga mempunyai fauna yang sangat beragam dan
hal ini menjadi daya tarik wisata bagi para turis lokal maupun mancanegara.
Berdasarkan hasil penelitian dari Supono, Lane dan Susetiono menyatakan bahwa
terdapat 76 spesies Echinodermata yaitu 26 spesies Asteroidea, 18 spesies
Holothuroidea, 10 spesies Echinoidea, dan 22 spesies Ophiuroidea di Selat
Lembeh. Berikut adalah penjelasannya.

Echinodermata secara bahasa berarti hewan yang berduri. Hal ini sesuai
dengan karakteristik tubuh anggotanya yang memang memiliki kulit yang berduri.
Echinodermata merupakan anggota dari subfilum invertebrate (hewan tak
bertulang belakang) yang memiliki kaki berbentuk tabung dan hidup di dasar
perairan. Akan tetapi, pada beberapa anggota, mereka dapat hidup pula di air
payau8.

8
Arlina, “Echinodermata : Pengertian, Ciri, Struktur Tubuh, Klasifikasi”, Ilmu Dasar:
www.ilmudasar.com/2016/11/Pengertian-Ciri-Struktur-Tubuh-Klasifikasi-Echinodermata-
adalah.html, pada tanggal 18 Oktober 2017.

73
Anggota dari Echinodermata, sejauh ini tercatat ada sebanyak 7000 spesies.
Di antara 7000 spesies tersebut, 80 di antaranya memiliki pergerakan tubuh yang
lamban, atau disebut juga sessil. Echinodermata hidup di habitat yang bebas, di
perairan seperti di pantai hingga dapat ditemukan pula di laut yang dalam.
Echinodermata biasa memangsa plankton atau organisme yang membusuk, oleh
karenanya ia disebut pula sebagai decomposer. Echinodermata diklasifikasikan
berdasar struktur dan karakteristik tubuh yang khas, menjadi 5 kelas yaitu
Asteroidea, Echinoidea. Ophiuroidea, Holothuroidea, dan Crinodea9.

a. Asteroidea

Asteroidean adalah anggota dari Echinodermata yang paling terkenal karena


bentuknya yang seperti bintang. Asteroidean disebut pula oleh masyarakat awam
sebagai bintang laut. Seluruh tubuhnya terbungkus duri yang sifatnya tumpul dan
pendek. Duri pada kulit asteroidea berasal dari endoskeleton yang sifatnya keras.
Asteroidean memiliki sebuah cakram pada pusat atau poros tubuhnya yang
berbentuk seperti bintang. Asteroidean memiliki tubuh berbentuk cakram bintang
lima dengan sebuah disk sebagai pusatnya. Sisi tajam dari kelima sudut ini bisa
juga digunakan sebagai senjata oleh Asteroidean. Di antara anggota
Echinodermata yang lain, Asteroidean adalah yang paling kaya akan spesies. Ada
sekitar 1800 spesies dari Asteroidean yang tersebar di perairan di seluruh penjuru
samudera. Ia bisa berada di perairan dangkal maupun perairan dalam.

b. Echinoidea

Bentuk tubuhnya bulat atau berbentuk seperti bola. Tubuhnya terdiri atas 5
bagian tubuh yang sama, tidak mempunyai tangan dan tubuhnya ditutupi oleh
duri. Memiliki pediselaria. Kaki ambulakral pendek dan terletak diantara duri-
duri yang panjang. Mulutnya dikelilingi oleh lima buah gigi. Di daerah ujung
aboral terdapat anus, gonopor dan madreporit. Saluran pencernaan kelas ini
terdiri atas: mulut – lentera Aristotle – esophagus – lambung – usus – anus.
Makanan Arbacia punctulata berupa tumbuh-tumbuhan atau hewan-hewan yang

9
Desi, “5 Klasifikasi Echinodermata dan Ciri-cirinya”, DosenBiologi.com:
https://dosenbiologi.com/hewan/klasifikasi-echinodermata, pada tanggal 18 Oktober 2017.

74
telah mati dan jatuh ke dasar laut. Makanan tersebut dicerna menggunakan
struktur yang kompleks yang disebut dengan Lentera Aristotle.

c. Ophiuroidea

Ophio memiliki arti ular. Ophiuroidea berarti adalah anggota Echinodermata


yang berbentuk seperti ular. Memang sepintas tampak seperti Asteroidean, namun
sudutnya tidak tajam dan melengkung. Ophiuroidea memiliki struktur lengan
yang pipih, fleksibel, dan lebih elastis. Ophiuroidea juga memiliki daya
regenerasi yang cukup tinggi. Apabila salah satu lengan terputus, ia bisa tumbuh
lagi dan tetap hidup. Anggota Echinodermata ini hidup pada perairan dangkal
maupun pada perairan dalam. Ia memangsa bangsa udang dari Arthropoda, yang
setingkat lebih primitif darinya. Mereka biasa aktif bergerak di malam hari
menggunakan lengan-lengannya yang panjang.

d. Holothuroidea

Orang awam biasa menyebut Holothuroidea sebagai teripang atau mentimun


laut. Struktur tubuhnya lunak dan berduri di sekujur tubuhnya. Ia memiliki mulut
dan anus untuk menjalankan proses pencernaan, yang keduanya terletak pada
kutub yang berlawanan. Sekujur tubuh holothuroidea juga dikelilingi oleh
tentakel, seperti halnya pada coelenterata. Bedanya tentakel pada holothuroidea
tersebar di mulut. Contoh spesies hewan holothuroidea ini adalah Holothuria atra

Holothuroidea dapat hidup bebas di bagian dasar laut. Ia biasa terletak di balik
lumpur atau pasir pantai. Struktur tubuhnya lembut dan fleksibel, meski tersusun
atas zat kapur seperti halnya pada Ophiuroidea. Ia bergerak menggunakan ketiga
kakinya yang berpembuluh yang terletak di permukaan tubuh. Pergerakannya
menggunakan prinsip dari tekanan hidrostatis yang menyeimbangkan antara
pertukaran gas dan air antara lingkungan luar dan sistem tubuhnya. Ia juga
memiliki paru-paru air untuk membantu sistem pernapasannya. Contoh
Holothuroidea adalah teripang dan timun laut.

Berikut adalah tabel yang menunjukkan fauna yang hidup di perairan


Kelurahan Paudean, Pasir Panjang dan Dorbolaang.

75
Tabel 4. 33 Jenis Fauna Laut di Kelurahan Paudean, Pasir Panjang dan
Dorbolaang
NO. SPESIES LOKASI (Titik Selam)
Asteroidea Sp.
1. Fromia monilis Titik 57
2. Linckia laevigata Titik 57, 62, 60, 63, 64, 59
3. Choriaster granulatus Titik 57, 62, 63, 64, 59, 58, 29
4. Culcita novaeguineae Titik 57, 60, 63, 64, 59
5. Protoreaster nodosus Titik 57
6. Gomophia watsoni Titik 62 dan 60
7. Linckia multifora Titik 62 dan 60
8. Nardoa novaecaledoniae Titik 62
9. Nardoa tuberculata Titik 62, 59 dan 57
10. Fromia indica Titik 60
11. Fromia millepollera Titik 60
12. Nardoa galatheae Titik 60
13. Echinaster callosus Titik 60 dan 63
14. Echinaster luzonicus Titik 60
15. Linckia. sp. 3 Titik 58
16. Aquilonastra. sp. Titik 58
17. Linckia. sp. 2 Titik 57
18. Choriaster granulatus Titik 57
Echinoidea Sp.
1. Eucidaris metularia Titik 62
2. Mespilia globulus Titik 60
3. Echinothrix calamaris Titik 63
4. Tripneustes gratilla Titik 63
5. Plococidaris verticillata Titik 59
Holothuroidea Sp.
1. Synaptula lamperti Titik 57
2. Ophiocoma erinaceus Titik 62

76
3. Thelenota anax Titik 60 dan 59
4. Pearsonothuria graeffei Titik 63
5. Holothuria edulis Titik 64
6. Holothuria sp.(pink) Titik 64
7. Euapta godeffroyi Titik 64 dan 57
8. Holothuria atra Titik 59 dan 29
9. Holothuria hilla Titik 59 dan 29
10. Holothuria impatiens Titik 59
11. Holothuria leucospilota Titik 59
12. Actinopyga palauensis Titik 29
Ophiuroidea Sp.
1. Ophiomastix caryophyllata Titik 62 dan 60
2. Ophiomastix variabilis Titik 62, 60 dan 63
3. Macrophiothrix nereidina Titik 60
4. Ophiothrix purpurea Titik 60 dan 59
5. Ophiarthrum pictum Titik 59
6. Ophiomastix janualis Titik 59 dan 57
7. Ophiarachna delicata Titik 59
8. Ophiactis savignyi Titik 58
9. Ophiarachnella gorgonia Titik 57
Sumber : Jurnal “Echinoderm Fauna of The Lembeh Strait, North Sulawesi:
Inventory and Distibution Review” tahun 2014

Keterangan :
 Titik Selam dapat di lihat pada Peta Titik Penyelaman Pulau Lembeh
halaman 53.
 Titik selam 57,58, 59, 60 dan 61 merupakan wilayah Kelurahan Paudean.
 Titik selam 62 adalah wilayah Kelurahan Pasir Panjang.
 Titik selam 63 dan 64 merupakan wilayah Kelurahan Dorbolaang.

77
Gambar 4. 13 Fromia Monilis Gambar 4. 12 Eucidaris metularia

Gambar 4. 15 Tripneustes gratilla Gambar 4. 14 Choriaster granulatus

Gambar 4. 17 Euapta godeffroyi Gambar 4. 16 Synaptula lamperti

Gambar 4. 18 Macrophiothrix Gambar 4. 19 Ophiomastix caryophyllata


nereidina
78
Gambar 4. 20 Peta Lokasi Wisata di Kecamatan Lembeh Selatan
79
Daya tarik wisata yang dimiliki oleh Kota Bitung khususnya Pulau
Lembeh juga menarik banyak wisatawan baik itu wisatawan nusantara (wisnus)
maupun wisatawan mancanegara (wisman). Hal ini dapat dilihat pada tabel
berikut yang menunjukkan jumlah wisatawan Kota Bitung termasuk Pulau
Lembeh meningkat dari tahun ke tahun.

Tabel 4. 34 Jumlah Wisatawan Kota Bitung Lima Tahun Terakhir

Tahun
2017
Jenis
(sampai
Wisatawan 2013 2014 2015 2016
dengan
Oktober)

Wisatawan
5.650 8.300 7.114 37.271 99.800
Nusantara

Wisatawan
2.530 1.421 13.019 28.250 32.455
Mancanegara
Sumber : RIPPARKOT Bitung Tahun 2016-2026.

4.4.5 Aksesibilitas
Aksesibilitas merupakan suatu indikasi yang menyatakan mudah tidaknya
suatu obyek untuk dijangkau. Aksesibilitas merupakan syarat yang penting sekali
untuk obyek wisata. Tanpa dihubungkan dengan jaringan transportasi tidak
mungkin suatu obyek mendapat kunjungan wisatawan (Romani, 2006). Akses
untuk menuju tempat-tempat wisata di Kelurahan Paudean, Pasir Panjang dan
Dorbolaang dilewati dengan jalur darat dan laut.

4.4.5.1 Jalur Darat I (Mainland)


Jalur darat yang bisa ditempuh oleh wisatawan yang berasal dari Kota
Manado (ibukota provinsi) menuju tempat wisata di Kelurahan Paudean,
Kelurahan Pasir Panjang dan Kelurahan Dorbolaang bisa menggunakan kendaraan
umum berupa bus Manado-Bitung di terminal Paal Dua dan berakhir di terminal
Sagrat dengan hanya membayar Rp.10.000 per orang. Selanjutnya dari terminal
Sagrat Bitung, wisatawan bisa menaiki angkot atau ojek menuju Pelabuhan Ruko

80
(Pelabuhan Bitung-Lembeh). Biaya menaiki angkot berkisar Rp. 5.000 – Rp.
7.000 per orang, sedangkan biaya untuk ojek lebih dari sewa angkot.

Selain itu, untuk masyarakat Kota Bitung yang ingin berkunjung ke tempat
wisata di Pulau Lembeh juga bisa menggunakan kendaraan umum yaitu angkot
dan ojek dengan harga yang kurang lebih sama seperti sebelumnya, atau pun juga
bisa menggunakan kendaraan pribadi menuju Pelabuhan Ruko (Pelabuhan Bitung-
Lembeh).

4.4.5.2 Jalur Laut


Penyeberangan penumpang di Pelabuhan Ruko (Pelabuhan Bitung-Lembeh)
melayani dua rute penyeberangan yaitu penyeberangan ke Kecamatan Lembeh
Utara dan Kecamatan Lembeh Selatan dengan menggunakan kapal motor
masyarakat Pulau Lembeh menuju dermaga-dermaga tiap kelurahan yang aktif
melakukan penyeberangan Bitung-Lembeh ataupun sebaliknya dengan sewa per
orang hanya Rp. 5.000 saja. Walaupun tiap kelurahan sudah memiliki dermaga,
akan tetapi dermaga yang aktif mengangkut penumpang di Kecamatan Lembeh
Selatan hanya terjadi di Kelurahan Papusungan dan Kelurahan Batulubang. Jika
ingin langsung menuju tempat wisata di kelurahan lainnya tanpa harus ke
dermaga Papusungan dan Batulubang bisa menyewa secara khusus kapal motor
yang menuju lokasi yang diinginkan dengan biaya yang lebih mahal.

Alternatif penyeberangan lainnya adalah dengan menggunakan kapal feri.


Biasanya rute ini digunakan oleh wisatawan yang membawa kendaraan pribadi
baik itu mobil ataupun sepeda motor. Kapal feri tersebut akan berlabuh di
pelabuhan khusus kapal feri yang terdapat di Kelurahan Papusungan.

4.4.5.3 Jalur Darat II (Pulau Lembeh)


Wisatawan yang telah menyeberang dari Pelabuhan Ruko ke dermaga-
dermaga di Kelurahan Papusungan dan Kelurahan Batulubang, dapat melanjutkan
perjalanannya menuju tempat wisata yang diinginkan khususnya di Kelurahan
Paudean, Kelurahan Pasir Panjang dan Kelurahan Dorbolaang dengan
menggunakan jasa ojek dan mobil angkut. Sewa mobil angkut biasanya hanya
berkisar Rp. 10.000 – Rp. 15.000 untuk jauh dekatnya lokasi wisata yang

81
diinginkan, sedangkan sewa ojek dapat berkisar mulai dari Rp.5.000 untuk
kelurahan terdekat dan >Rp.20.000 untuk lokasi yang jauh.

a) Orbitasi Kelurahan Paudean


1. Jarak ke ibu kota kecamatan (km) (Kelurahan
4
Papusungan)
a. Lama jarak tempuh ke ibukota kecamatan
10 Menit
dengan kendaraan bermotor (Jam)
b. Lama jarak tempuh ke ibukota kecamatan
dengan berjalan kaki atau kendaraan non 1 Jam
bermotor (Jam)
2. Jarak ke ibu kota kabupaten/kota (km) (Kota
7
Bitung)
a. Lama jarak tempuh ke ibukota kabupaten
1
dengan kendaraan bermotor (Jam)
3. Jarak ke ibu kota provinsi (km) (Kota Manado) 52
a. Lama jarak tempuh ke ibukota provinsi dengan
1,5
kendaraan bermotor (Jam)
Sumber : Kantor Kelurahan Paudean, 2017

b) Orbitasi Kelurahan Pasir Panjang


1. Jarak ke ibu kota kecamatan (km) (Kelurahan
5,5
Papusungan)
a. Lama jarak tempuh ke ibukota kecamatan
15 Menit
dengan kendaraan bermotor (Jam)
b. Lama jarak tempuh ke ibukota kecamatan
dengan berjalan kaki atau kendaraan non 1,5 Jam
bermotor (Jam)
2. Jarak ke ibu kota kabupaten/kota (km) (Kota
8,5
Bitung)
a. Lama jarak tempuh ke ibukota kabupaten 1 Jam 15
dengan kendaraan bermotor (Jam) Menit
3. Jarak ke ibu kota provinsi (km) (Kota Manado) 53,5
a. Lama jarak tempuh ke ibukota provinsi
2 Jam
dengan kendaraan bermotor (Jam)
Sumber : Kantor Kelurahan Pasir Panjang, 2017

c) Orbitasi Kelurahan Dorbolaang


1. Jarak ke ibu kota kecamatan (km) (Kelurahan
5
Papusungan)
a. Lama jarak tempuh ke ibukota kecamatan
12 Menit
dengan kendaraan bermotor (Jam)
b. Lama jarak tempuh ke ibukota kecamatan 1 Jam

82
dengan berjalan kaki atau kendaraan non
bermotor (Jam)
2. Jarak ke ibu kota kabupaten/kota (km) (Kota
8
Bitung)
a. Lama jarak tempuh ke ibukota kabupaten 1 Jam 12
dengan kendaraan bermotor (Jam) Menit
3. Jarak ke ibu kota provinsi (km) (Kota Manado) 53,5
a. Lama jarak tempuh ke ibukota provinsi
2 Jam
dengan kendaraan bermotor (Jam)
Sumber : Kantor Kelurahan Dorbolaang, 2017

Berikut ini adalah kondisi jalan di Kecamatan Lembeh Selatan


berdasarkan data dari RTRW Kota Bitung tahun 2013-2033. Jalan Lingkar
Lembeh saat ini juga sedang diperbaiki di beberapa titik karena sudah mengalami
kerusakan. Namun hal ini dilakukan bukan hanya memperbaiki titik-titik jalan
yang rusak melainkan juga melakukan perawatan jalan tersebut.

Tabel 4. 35 Kondisi Jalan Lingkar Lembeh

Jenis Permukaan Kondisi Jalan


NOMOR PANJANG
Aspal Lapen/As Rusak
NAMA RUAS JALAN RUAS Kerikil Tanah Baik Sedang Rusak
Hotmix min Berat
(Km)
URUT RUAS (Km) (Km) (Km) (Km) (Km) (Km) (Km) (Km)
1 2 3 6 7 8 9 10 11 12 13 14

1 275 JL. PAPUSUNGAN - MAWALI 4.00 - 4.00 - - - - 4.00 -

2 280 JL. PAPUSUNGAN - PASIR PANJANG 9.50 - 4.00 5.50 - - - 4.00 5.50

3 281 JL. PASIR PANJANG - PANCURAN 10.00 - - - 10.00 - - - 10.00

4 299 JL. KEL. PAPUSUNGAN 1.20 - 1.20 - - 0.40 0.80 - -

5 345 JL. KELAPA DUA - PANCURAN 4.00 - - - 4.00 - - - 4.00

6 347 JL. PAPUSUNGAN - DOORBOLAANG 4.50 - 1.70 - 2.80 1.70 - - 2.80

JUMLAH PANJANG JALAN DI KECAMATAN LEMBEH SELATAN 33.20 - 10.90 5.50 16.80 2.10 0.80 8.00 22.30

Sumber : RTRW Kota Bitung Tahun 2013-2033

83
Gambar 4. 21 Peta Aksesibilitas Manado-Pulau Lembeh

84
Gambar 4. 22 Peta Jalur Penyeberangan Laut Bitung-Lembeh Selatan

85
4.4.6 Prasarana dan Sarana
Prasarana dan sarana yang dimaksud dalam DIRJEN PHKA tahun 2003
tentang Daerah Operasi Obyek dan Daya Tarik Wisata Alam (ADO-ODTWA)
dalam hal ini untuk pengembangan daerah ekowisata terdiri dari :

1) Prasarana, terdiri dari: 2) Sarana, terdiri dari :


 Kantor pos  Warung
 Puskesmas/klinik  Pasar
 Wartel/warnet  Bank
 Areal parkir  Toko cendramata
 Jalan/jembatan  Tempat peribadatan
 Jaringan radio/TV/koran  Toilet

a) Kelurahan Paudean
Prasarana yang terdapat di Kelurahan Paudean yaitu adanya 1 unit
puskesmas, jalan dan terdapat 2 dermaga/tambatan perahu. Namun,
dermaga ini dapat dikatakan tidak aktif mengangkut penumpang yang
ingin menyeberang ke Bitung ataupun sebaliknya, sehingga fasilitas
dermaga seperti toilet umum dan tempat menunggu penumpang tidak ada.
Sarana yang tersebar di Kelurahan Paudean terdiri dari
warung/kios sebanyak 10 unit dan terdapat pula sebuah rumah makan,
toilet umum dan tempat peribadatan berupa 2 unit masjid dan 3 unit gereja.

Tabel 4. 36 Jenis Prasarana dan Sarana yang Mendukung Kegiatan


Wisata di Kelurahan Paudean

Prasarana
No. Jenis Prasarana dan Sarana Jumlah
dan Sarana
Puskesmas 1 unit
1. Prasarana Jalan -
Dermaga 2 unit
Warung/Kios 10 unit
2. Sarana
Rumah Makan 1 unit

86
Toilet Umum Ada
Tempat Peribadatan
 Masjid 2 unit

 Gereja Kristen Protestan 3 unit


Sumber : Kantor Kelurahan Paudean, 2016

87
Masjid di Kelurahan Paudean
Toilet Umum

TK Satu Atap SDN Paudean

Jalan Lingkar Lembeh di


Kelurahan Paudean
SDN Paudean

Gambar 4. 23 Peta Penyebaran Bangunan Kelurahan Paudean

88
b) Kelurahan Pasir Panjang
Pasir Panjang sebagai kawasan ekowisata memiliki prasarana yaitu
1 unit puskesmas pembantu, mempunyai areal parkir di pintu masuk
kawasan ekowisata Pantai Kahona, dan jalan serta terdapat 2
dermaga/tambatan perahu. Berbeda dengan dermaga di Kelurahan
Paudean, salah satu dermaga di Kelurahan Pasir Panjang khususnya
terletak di Teluk Walenekoko terdapat dermaga yang dilengkapi dengan
fasilitas toilet umum dan tempat menunggu penumpang dan kondisinya
sementara dalam perbaikan.
Selain itu, sarana yang dimiliki antara lain warung berupa
kios/toko sebanyak 14 unit dan sebuah rumah makan, adanya toilet umum
dan juga terdapat gereja protestan 3 unit.

Tabel 4. 37 Jenis Prasarana dan Sarana yang Mendukung Kegiatan


Wisata di Kelurahan Pasir Panjang

Prasarana
No. Jenis Prasarana dan Sarana Jumlah
dan Sarana
Puskesmas Pembantu 1 unit
Jalan -
1. Prasarana
Dermaga 2 unit
Areal Parkir Ada
Warung/Kios 14 unit
Rumah Makan 1 unit
2. Sarana
Toilet Umum Ada
Gereja Kristen Protestan 3 unit
Sumber : Kantor Kelurahan Pasir Panjang, 2016

89
: Terdapat dalam area

Dermaga

Warung

Jalan Lingkar Lembeh


Tempat Parkir di Kawasan
Ekowisata Pantai Kahona

Gereja di Kelurahan Pasir


Panjang Toilet Umum Kelurahan Pasir
Panjang

Gambar 4. 24 Peta Persebaran Bangunan Kelurahan Pasir Panjang

90
Gereja Kantor Kelurahan Pasir Panjang

Ruang Tunggu Dermaga


SDN Kelurahan Pasir Panjang

Resort

Toilet Umum Dermaga

Gambar 4. 25 Peta Persebaran Bangunan Kelurahan Pasir Panjang

91
c) Kelurahan Dorbolaang
Prasarana yang terdapat di Kelurahan Dorbolaang yaitu 1 unit
puskesmas pembantu dan 1 unit poliklinik, kemudian jalan dengan kondisi
yang baik serta memiliki 3 dermaga/tambatan perahu. Sama halnya dengan
kondisi dermaga di Kelurahan Paudean, dermaga di kelurahan ini juga
tidak dilengkapi dengan fasilitas tempat menunggu penumpang dan toilet
umum.
Sarana yang terdapat di kelurahan ini terdiri dari warung/kios
dengan jumlah 13 unit, toilet umum, dan tempat peribadatan yaitu gereja
protestan 4 unit dan gereja katolik 1 unit.

Tabel 4. 38 Jenis Prasarana dan Sarana yang Mendukung Kegiatan Wisata


di Kelurahan Dorbolaang

Prasarana
No. Jenis Prasarana dan Sarana Jumlah
dan Sarana
Puskesmas Pembantu 1 unit
Jalan -
1. Prasarana
Dermaga 3 unit
Poliklinik 1 unit
Warung/Kios 13 unit
2. Sarana Toilet Umum Ada
Gereja Kristen Protestan 3 unit
Sumber : Kantor Kelurahan Dorbolaang, 2016

92
Dermaga di Kelurahan Dorbolaang

Jalan Lingkar Lembeh di


Kelurahan Dorbolaang

Kantor Kelurahan Dorbolaang

SMPN 15 SATAP Bitung


Gereja

Gambar 4. 26 Peta Persebaran Bangunan Kelurahan Dorbolaang

93
4.5 Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Kota Bitung
4.5.1 Tinjauan Kebijakan Terhadap KEK
Pembahasan tentang Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) terdapat dalam
Peraturan Daerah Kota Bitung Nomor 11 Tahun 2013 tentang Rencana Tata
Ruang Wilayah Kota Bitung Tahun 2013-2033, khususnya terdapat pada bagian
penetapan kawasan strategis kota yaitu pada pasal 61 ayat 1 huruf b “kawasan
Ekonomi Khusus (KEK) Tanjung Merah di Kelurahan Tanjung Merah, Kelurahan
Sagerat dan Kelurahan Manembo-nembo Kecamatan Matuari”.
Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) bahkan juga dibahas secara khusus
dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2014 tentang
Kawasan Ekonomi Khusus Bitung terdiri atas pasal :10
1. Dengan Peraturan Pemerintah ini ditetapkan Kawasan Ekonomi Khusus
Bitung.
2. Kawasan Ekonomi Khusus Bitung sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1
memiliki luas 534 ha (lima ratus tiga puluh empat hektar) yang terletak
dalam wilayah Kecamatan Matuari, Kota Bitung, Provinsi Sulawesi Utara.
3. Kawasan Ekonomi Khusus Bitung sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2
memiliki batas sebagai berikut :
a. Sebelah Utara berbatasan dengan Kelurahan Manembo-nembo,
Kecamatan Matuari, Kota Bitung;
b. Sebelah Timur berbatasan dengan Kelurahan Manembo-nembo dan
Tanjung Merah, Kecamatan Matuari, Kota Bitung dan Selat Lembeh;
c. Sebelah Selatan berbatasan dengan Kelurahan Tanjung Merah,
Kecamatan Matuari, Kota Bitung; dan
d. Sebelah Barat berbatasan dengan Kelurahan Sagerat, Kecamatan
Matuari, Kota Bitung.
4. Kawasan Ekonomi Khusus Bitung sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3
terdiri atas:
a. Zona Industri;
b. Zona Logistik; dan
c. Zona Pengolahan Ekspor.
10
Presiden Republik Indonesia, “Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 32 Tahun
2014 Tentang Kawasan Ekonomi Khusus Bitung”.

94
Gambar 4. 27 Peta Letak Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Bitung
Sumber Peta : Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Bitung Tahun 2013-2033
95
Gambar 4. 28 Peta Rencana Pengembangan Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Bitung-Minahasa Utara Seluas 2000 Ha

Sumber Peta : Buku Profil Kawasan Bitung dan Sekitarnya Tahun 2014

96
4.5.2 Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Kota Bitung sebagai Prioritas Nasional
Prioritas dan sasaran pembangunan nasional tahun 2017 terbagi dalam
empat dimensi yaitu11 :
1. Dimensi pembangunan manusia, terdiri atas :
 Revolusi mental
 Pembangunan pendidikan
 Pembangunan kesehatan
 Pembangunan perumahan dan permukiman
2. Dimensi pembangunan sektor unggulan, terdiri atas :
 Kedaulatan pangan
 Kedaulatan energi dan ketenagalistrikan
 Kemaritiman dan kelautan
 Pariwisata
 Kawasan industri dan kawasan ekonomi khusus (KEK)
3. Dimensi pemerataan dan kewilayahan, terdiri dari:
 Pemerataan antarkelompok pendapatan
 Perbatasan negara dan daerah tertinggal
 Pembangunan perdesaan dan perkotaan
 Pengembangan konektivitas nasional
4. Kondisi perlu, terdiri dari pembangunan politik, hukum, pertahanan dan
keamanan.
Arah kebijakan dari pembangunan Kawasan Ekonomi Khusus (KEK)
terutama yang berada di luar Pulau Jawa, salah satunya Kota Bitung yaitu : 12
1. Pengembangan potensi ekonomi wilayah, melalui percepatan
industrialisasi/hilirisasi pengolahan SDA
 menciptakan nilai tambah;
 menciptakan kesempatan kerja baru, terutama industri manufaktur,
industri pangan, industri maritim, dan pariwisata.
2. Percepatan pembangunan konektivitas/infrastruktur

11
Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional
(BAPPENAS), “Penyelarasan Perencanaan Pembangunan Daerah Terhadap Perencanaan
Pembangunan Nasional Tahun 2016”.
12
Ibid.

97
3. Pengembangan SDM dan IPTEK
4. Pengembangan regulasi dan kebijakan
5. Peningkatan iklim investasi dan iklim usaha antara lain: Pelayanan
Terpadu Satu Pintu (PTSP) dan pemberian insentif fiskal dan non-fiskal.

Secara bidang kepariwisataan, KEK akan sangat memberi kontribusi terhadap


bidang ini di Kota Bitung. Hal ini sudah dijelaskan di atas bahwa pariwisata
menjadi salah satu prioritas dan sasaran pembangunan nasional tahun 2017 yang
tergabung dalam dimensi pembangunan sektor unggulan bersama dengan
pembangunan Kawasan Ekonomi Khusus yang memang sedang gencar di bangun
oleh pemerintah di berbagai daerah di Indonesia. Selain itu, arah kebijakan
pembangunan KEK di luar Pulau Jawa juga menunjukkan bahwa pariwisata sekali
lagi menjadi sektor yang akan mampu menciptakan lapangan kerja baru melalui
pengembangan potensi ekonomi wilayah dengan percepatan
hilirisasi/industrialisasi pengolahan sumber daya alam (SDA). Berikut adalah
tabel yang menunjukkan pembangunan KEK di Indonesia.

4.5.3 Strategi Umum Pengembangan Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Bitung


Berdasarkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 32 Tahun
2014 tentang Kawasan Ekonomi Khusus Bitung, maka dibuatlah strategi umum
pengembangan KEK Bitung.13

Tabel 4. 39 Strategi Umum Pengembangan Kawasan Ekonomi Khusus (KEK)


Kota Bitung
No. Kebijakan Strategi
1. Mengembangkan kawasan  Pengembangan kawasan
industri Bitung sebagai basis industri/KEK Bitung;
KEK.  Peningkatan kuantitas
infrastruktur kawasan meliputi;
jaringan jalan, telekomunikasi, air
bersih, drainase, pengolahan air
limbah dan penyediaan energi
listrik;
 Peningkatan kinerja proses

13
Kementerian Pekerjaan Umum Direktur Jenderal Penataan Ruang Pengembangan Wilayah
Nasional, Profil Kawasan Bitung dan Sekitarnya, h. 38-49.

98
perijinan untuk kegiatan industri
di kawasan industri.
2. Mengendalikan kawasan  Penyusunan rencana detail tata
perkotaan Bitung akibat dampak ruang dan peraturan zonasi di
pengembangan kawasan industri sekitar kawasan industri dan
dan pelabuhan sebagai persiapan. pelabuhan Bitung;
 Peningkatan ruas jalan Girian-
Kema;
 Penyelesaian jalan Tol Manado-
Bitung;
 Pembangunan Permukiman bagi
pekerja industri;
 Penyediaan infrastruktur
perkotaan.
3. Mengembangkan Wilayah  Pengembangan industri perikanan
pendukung bahan baku. yang terintegrasi dengan
pelabuhan;
 Pengembangan agropolitan
berbasis kelapa;
 Penetapan deliniasi komoditas
unggulan sebagai bagian dari
struktur ruang;
 Peningkatan kualitas nilai tambah
komoditas unggulan.
4. Menyediakan sumber daya air dan  Perlindungan sumber air baku
energi untuk keberlangsungan dan kawasan lindung dengan
kawasan Bitung dan sekitarnya. ditetapkan ke dalam regulasi;
 Pembangunan instalasi energi
dengan memperhatikan
keberlangsungan lingkungan;
 Penyediaan suplai air bersih
untuk kebutuhan regional.
5. Meningkatkan dukungan  Peningkatan jaringan arteri dan
infrastruktur bagi Kawasan Bitung kolektor;
dan sekitarnya.  Pengembangan pelabuhan
Bitung;
 Pembangunan IHP Bitung;
 Pembangunan jaringan kereta api.

99
Catatan :
N/A (not available) perlu diperjelas dalam penyusunan RKP 2017

Gambar 4. 29 Peta Rencana Terintegrasi Pengembangan Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Bitung
Sumber Peta : Buku Penyelarasan Perencanaan Pembangunan Daerah Terhadap
Perencanaan Pembangunan Nasional Tahun 2016
100
Gambar 4. 30 Peta Layout Eksisting Pelabuhan Bitung
Sumber Peta : Buku Profil Kawasan Bitung dan Sekitarnya Tahun 2014

101
Gambar 4. 31 Peta Rencana Pengembangan Pelabuhan Bitung Hingga 2028
Sumber Peta : Buku Profil Kawasan Bitung dan Sekitarnya Tahun 2014

102
Gambar 4. 32 Rencana Pembangunan Pelabuhan Bitung Menjadi
International Hub Port (IHP)

Gambar 4. 33 Rencana Pembangunan Pelabuhan Bitung Menjadi


International Hub Port (IHP)

103
Gambar 4. 34 Rencana Pembangunan Pelabuhan Bitung
Menjadi International Hub Port (IHP)
Sumber Peta : Buku Profil Kawasan Bitung dan Sekitarnya Tahun 2014

4.6 Analisis Potensi Lokasi Penelitian untuk Dikembangkan sebagai


Kawasan Ekowisata
Menentukan suatu lokasi untuk menjadi kawasan ekowisata perlu dilihat
potensi-potensinya. Dalam penelitian ini, untuk menentukan potensi yang dimiliki
oleh Kelurahan Paudean dan Kelurahan Dorbolaang menjadi kawasan ekowisata
digunakan suatu alat analisis yaitu Analisis Daerah Operasi Obyek dan Daya
Tarik Wisata Alam (ADO-ODTWA) dari DIRJEN PHKA tahun 2003. Selain itu,
Kelurahan Pasir Panjang juga akan dilihat kembali potensi-potensinya dengan
menggunakan alat analisis yang sama walaupun sudah ditetapkan menjadi
kawasan ekowisata.

104
4.6.1 Potensi Kelurahan Paudean
a. Daya Tarik Wisata
Tabel 4. 40 Hasil Skor Daya Tarik Wisata Kelurahan Paudean

No. Unsur/Sub Unsur Nilai Nilai × Bobot (6)


Keunikan sumberdaya alam:
1. a. Flora 15 90
b. Fauna
Kepekaan sumberdaya alam,
memiliki:
2. 20 120
a. Nilai pengetahuan
b. Nilai Pengobatan
Variasi kegiatan wisata alam:
a.Menikmati keindahan
3. b. Memancing 20 120
c. Berenang
d.Pendidikan/penelitian
Banyaknya jenis sumberdaya alam
yang menonjol:
4. a. Batuan 20 120
b. Flora
c. Fauna
Kebersihan lokasi, tidak ada
pengaruh dari:
a. Industri
5. 20 120
b. Jalan ramai
c. Vandalisme
d. Pencemaran lain
Keamanan:
a. Tidak ada pencurian
b. Tidak ada kepercayaan yang
6. 20 120
mengganggu
c. Bebas penyakit berbahaya seperti
malaria
Kenyamanan:
a. Bebas bau yang mengganggu
7. b. Tidak ada lalu lintas umum yang 25 150
mengganggu
c. Bebas kebisingan
Jumlah 140 840
Sumber : Hasil analisis penulis

105
b. Aksesibilitas
Tabel 4. 41 Hasil Skor Aksesibilitas Kelurahan Paudean

No. Unsur/Sub Unsur Baik Nilai × Bobot (5)


Kondisi dan jarak jalan
darat:
1. <5 km 80 400
5-10 km 60 300
Jalan aspal
2. Tipe Jalan lebar < 3m
20 100
Waktu tempuh dari 1-2 jam
3.
pusat kota 30 150
Jumlah 190 950
Sumber : Hasil analisis penulis

c. Prasarana dan Sarana


Tabel 4. 42 Hasil Skor Prasarana dan Sarana Kelurahan Paudean

No. Unsur/Sub Unsur Nilai Nilai × Bobot (3)

Prasarana (radius 5 km)


1. 1. Puskesmas/klinik 20 60
2. Jalan/jembatan
Sarana
1. Warung
2. 25 75
2. Tempat peribadatan
3. Toilet
Jumlah 45 135
Sumber : Hasil analisis penulis

d. Akomodasi
Tabel 4. 43 Hasil Skor Akomodasi Kelurahan Paudean

No. Unsur Nilai Nilai × Bobot (3)


Jumlah 1
1. 30
Penginapan 10
2. Jumlah Sampai dengan 30
30
Kamar 10
Jumah 20 60
Sumber : Hasil analisis penulis

106
Berdasarkan hasil analisis di atas, maka dapat dilihat seberapa potensinya
Kelurahan Paudean untuk dikembangkan menjadi kawasan ekowisata. Perhatikan
tabel berikut ini.
Tabel 4. 44 Klasifikasi Pengembangan Kawasan Ekowisata di Kelurahan Paudean

Penilaian Kurang Sangat


Skor Potensial
ADO-ODTWA Potensial Potensial

Daya tarik
840 450-720 721-990 991-1260
wisata

Aksesibilitas 950 405-670 671-935 936-1200


Prasarana dan
135 60-100 101-140 141-180
sarana

Akomodasi 60 60-100 101-140 141-180


Sumber : Hasil analisis penulis

Skor yang didapat dari unsur daya tarik wisata dan unsur prasarana dan
sarana termasuk dalam kategori potensial dengan nilai masing-masing yaitu 840
dan 135, sedangkan skor aksesibilitas berada pada kategori sangat potensial
dengan nilai 950. Selain itu, skor unsur akomodasi berada pada kategori terendah
yaitu kurang potensial dengan nilai 60. Meskipun begitu secara keseluruhan dapat
disimpulkan bahwa empat unsur penilaian ADO-ODTWA tersebut sangat
berpeluang mendukung pengembangan kawasan ekowisata di Kelurahan Paudean.

4.6.2 Potensi Kelurahan Dorbolaang


a. Daya Tarik Wisata
Tabel 4. 45 Hasil Skor Daya Tarik Wisata Kelurahan Dorbolaang

Nilai × Bobot
No. Unsur/Sub Unsur Nilai
(6)
Keunikan sumberdaya alam:
1. a. Flora 15 90
b. Fauna
Kepekaan sumberdaya alam,
2. memiliki: 20 120
a. Nilai pengetahuan

107
b. Nilai pengobatan
Variasi kegiatan wisata alam:
a. Menikmati keindahan
b. Memancing
3. 25 150
c. Berenang
d.Pendidikan/penelitian
e. Religius
Banyaknya jenis sumberdaya
alam
yang menonjol:
4. 20 120
a. Batuan
b. Flora
c. Fauna
Kebersihan lokasi, tidak ada
pengaruh dari:
a. Industri
5. 20 120
b. Jalan ramai
c. Vandalisme
d. Pencemaran lain
Keamanan:
a. Tidak ada pencurian
b. Tidak ada kepercayaan yang
6. 20 120
mengganggu
c. Bebas penyakit berbahaya
seperti malaria
Kenyamanan:
a. Bebas bau yang mengganggu
7. b. Tidak ada lalu lintas umum 25 150
yang mengganggu
c. Bebas kebisingan
Jumlah 145 870
Sumber : Hasil analisis penulis

b. Aksesibilitas
Tabel 4. 46 Hasil Skor Aksesibilitas Kelurahan Dorbolaang

Unsur/Sub Nilai × Bobot


No. Baik Cukup
Unsur (5)
Kondisi dan
jarak jalan
1.
darat:
<5 km 80 - 400

108
5-10 km - 40 200
Jalan aspal
2. Tipe Jalan lebar < 3m 100
20
Waktu
2-3 jam
3. tempuh dari 125
25
pusat kota
Jumlah 165 825
Sumber : Hasil analisis penulis

c. Prasarana dan Sarana


Tabel 4. 47 Hasil Skor Prasarana dan Sarana Kelurahan Dorbolaang

No. Unsur/Sub Unsur Nilai Nilai × Bobot (3)

Prasarana (radius 5 km)


1. 1. Puskesmas/klinik 20 60
2. Jalan/jembatan
Sarana
2. 1. Warung
25 75
2. Tempat peribadatan
3. Toilet
Jumlah 45 135
Sumber : Hasil analisis penulis

Tabel 4. 48 Klasifikasi Pengembangan Kawasan Ekowisata


di Kelurahan Dorbolaang

Penilaian ADO- Kurang Sangat


Skor Potensial
ODTWA Potensial Potensial

Daya tarik
870 450-720 721-990 991-1260
wisata
Aksesibilitas 825 405-670 671-935 936-1200
Prasarana dan
135 60-100 101-140 141-180
sarana
Akomodasi 0 60-100 101-140 141-180
Sumber : Hasil analisis penulis

109
Berdasarkan hasil analisis di atas, maka dilihat bahwa unsur daya tarik
wisata, aksesibilitas dan prasarana serta sarana termasuk dalam kategori potensial
untuk mengembangkan Kelurahan Dorbolaang menjadi kawasan ekowisata.
Namun, unsur akomodasi tidak memiliki skor sama sekali karena belum adanya
tempat penginapan bagi wisatawan. Hal ini tidak menutup kemungkinan bahwa
Kelurahan Dorbolaang dikembangkan menjadi kawasan ekowisata, karena
akomodasi yang terdapat di kelurahan ini berupa pemanfaatan rumah-rumah
warga untuk dijadikan penginapan bagi wisatawan dan sedang dimaksimalkan
seiring dengan usaha perwujudan Kelurahan Dorbolaang menjadi kawasan
ekowisata oleh pemerintah dan masyarakat setempat. Oleh karena itu, secara
keseluruhan Kelurahan Dorbolaang punya peluang atau potensi untuk dijadikan
menjadi kawasan ekowisata seperti yang sudah direncanakan sebelumnya.

4.6.3 Potensi Kelurahan Pasir Panjang


a. Daya Tarik Wisata
Tabel 4. 49 Hasil Skor Daya Tarik Wisata Kelurahan Pasir Panjang

No. Unsur/Sub Unsur Nilai Nilai × Bobot (6)


Keunikan sumberdaya alam:
1. a. Flora 15 90
b. Fauna
Kepekaan sumberdaya alam,
memiliki:
2. 20 120
a. Nilai pengetahuan
b. Nilai pengobatan
Variasi kegiatan wisata
alam:
a. Menikmati keindahan
3. b. Memancing 25 150
c. Berenang
d. Berkemah
e.Pendidikan/penelitian
Banyaknya jenis
sumberdaya alam
yang menonjol:
4. 20 120
a. Batuan
b. Flora
c. Fauna

110
Kebersihan lokasi, tidak ada
pengaruh dari:
5. a. Industri 15 90
b. Jalan ramai
e. Vandalisme
Keamanan:
a. Tidak ada pencurian
b. Tidak ada kepercayaan
6. 20 120
yang mengganggu
c. Bebas penyakit berbahaya
seperti malaria
Kenyamanan:
a. Bebas bau yang
mengganggu
7. 25 150
b. Tidak ada lalu lintas
umum yang mengganggu
c. Bebas kebisingan
Jumlah 140 840
Sumber : Hasil analisis penulis

b. Aksesibilitas
Tabel 4. 50 Hasil Skor Aksesibilitas Kelurahan Pasir Panjang

No. Unsur/Sub Unsur Baik Nilai × Bobot (5)

Kondisi dan jarak jalan


1. darat:
<5 km 80 400
5-10 km 60 300
Jalan aspal
2. Tipe Jalan lebar < 3m 100
20
Waktu tempuh dari pusat 1-2 jam
3. 150
kota 30
Jumlah 190 950
Sumber : Hasil analisis penulis

111
c. Prasarana dan Sarana
Tabel 4. 51 Hasil Skor Prasarana dan Sarana Kelurahan Pasir Panjang

No. Unsur/Sub Unsur Nilai Nilai × Bobot (3)

Prasarana (radius 5 km)


1. Puskesmas/klinik
1. 25 75
2. Areal parkir
3. Jalan/jembatan
Sarana
1. Warung
2. 25 75
2. Tempat peribadatan
3. Toilet
Jumlah 50 150
Sumber : Hasil analisis penulis
d. Akomodasi
Tabel 4. 52 Hasil Skor Akomodasi Kelurahan Pasir Panjang

No. Unsur Nilai Nilai × Bobot (3)


Jumlah 1
1. 30
Penginapan 10
Sampai dengan 30
2. Jumlah Kamar 30
10
Jumlah 20 60
Sumber : Hasil analisis penulis

Tabel 4. 53 Klasifikasi Pengembangan Kawasan Ekowisata di Kelurahan Pasir


Panjang

Penilaian Kurang Sangat


Skor Potensial
ADO-ODTWA Potensial Potensial

Daya tarik
840 450-720 721-990 991-1260
wisata
Aksesibilitas 950 405-670 671-935 936-1200
Prasarana dan
150 60-100 101-140 141-180
sarana
Akomodasi 60 60-100 101-140 141-180
Sumber : Hasil analisis penulis

112
Hasil analisis menunjukkan bahwa skor daya tarik wisata berada pada
kategori potensial sama halnya dengan skor pada kelurahan sebelumnya,
sedangkan unsur aksesibilitas dan unsur prasarana serta sarana menjadi unsur
yang menonjol dengan skor tertinggi masing-masing 950 dan 150 kategori sangat
potensial. Selain itu, skor akomodasi berada pada kategori kurang potensial sama
seperti skor yang didapat oleh Kelurahan Paudean. Namun, secara keseluruhan
Kelurahan Pasir Panjang memang sangat berpotensi dijadikan sebagai kawasan
ekowisata.

4.7 Karakteristik Responden


Responden yang dilibatkan dalam penelitian ini adalah masyarakat yang
tinggal di Pulau Lembeh khususnya di Kelurahan Paudean, Pasir Panjang dan
Dorbolaang. Masing-masing lokasi terlibat 10 responden. Profil responden
dijelaskan berdasarkan data demografinya yaitu umur, jenis kelamin, pendidikan
terakhir dan jenis pekerjaan.

Penentuan jumlah responden yang hanya berjumlah 10 orang dikarenakan


adanya kesamaan karakteristik kegiatan pada lokasi penelitian. Kesamaan
karakteristik kegiatan tersebut bermula dari adanya program pengentasan
kemiskinan untuk masyarakat pesisir atau yang disebut dengan pembangunan
masyarakat pesisir (PMP). Kota Bitung sebagai kota yang terpilih dari 12
kabupaten/kota yang terdapat di propinsi Sulawesi Utara sebagai bagian dari
wilayah Indonesia memiliki potensi sumberdaya perikanan dan kelautan yang
tinggi disertai motivasi masyarakat yang ingin mengembangkan usaha perikanan
dan kelautannya untuk meningkatkan kesejahteraan hidupnya. Dua kecamatan
yaitu Lembeh Utara dan Lembeh Selatan yang terdapat di Pulau Lembeh telah
dipilih dan 15 kelurahan lokasi proyek (Laporan akhir Bitung tahun 2013). Lokasi
yang dimaksud yang berada di Kecamatan Lembeh Selatan terdapat di empat
kelurahan yaitu Paudean, Pasir Panjang, Dorbolaang dan Pancuran.

Karakteristik kegiatan yang dimaksud adalah adanya pembentukan


kelompok-kelompok pemberdayaan masyarakat oleh Pemerintah Bitung dan
CCDP-IFAD untuk terlibat dalam mengelola potensi kelautan dan perikanan yang
dimiliki oleh daerahnya masing-masing, karena masyarakat setiap lokasi sangat

113
mengerti kondisi dari daerahnya tersebut. Oleh karena itu, sampai saat ini
kelompok pemberdayaan masyarakat tersebut masih berjalan dan turut membantu
masyarakat setempat khususnya masyarakat pesisir dalam proses peningkatan
kesejahteraan hidup. Berikut adalah data mengenai 10 responden yang terlibat
dalam penelitian.

1. Data Responden Kelurahan Paudean

Hasil penelitian dengan sebaran kuesioner sebanyak 10 responden yang


dibagikan secara acak kepada masyarakat Kelurahan Paudean, dengan rincian
sebagai berikut.
Tabel 4. 54 Data Responden yang Mengisi Kuesioner Penelitian di
Kelurahan Paudean
Nama Jenis Umur Jenis Pendidikan
No.
Responden Kelamin (tahun) Pekerjaan Terakhir
Ermanus
1. L 52 PNS S1
Sologan
2. Nurhayati P 51 Wirausaha SMA
Amna Ibu Rumah
3. P 30 SD
Kakambong Tangga
4. Yudiman L 47 Nelayan SMA
5. Oksan Salehati L 41 Petani SMA
Adhan
6. L 39 Nelayan SMP
Makapedame
Ibu Rumah
7. Sizzi F. R. P 40 SMA
Tangga
Selsius
8. L 47 Nelayan SMP
Andamis
Ibu Rumah
9. Sintje Adahati P 47 SMA
Tangga
Noerdin
10. L 62 Wirausaha SMP
Sumbala
Sumber : Hasil survey penulis
2. Data Responden Kelurahan Dorbolaang

Berikut adalah data responden yang terlibat dalam penelitian ini melalui
kuesioner yang dibagikan secara acak kepada 10 orang masyarakat Kelurahan
Dorbolaang.

114
Tabel 4. 55 Data Responden yang Mengisi Kuesioner Penelitian di Kelurahan
Dorbolaang
Nama Jenis Umur Jenis Pendidikan
No.
Responden Kelamin (tahun) Pekerjaan Terakhir
1. Djetro Baghiu L 46 Nelayan SMP
Anselma
2. P 45 IRT SMP
Datunsolang
Grace
3. P 33 IRT SD
Lumokore
4. Zem Dalope L 33 Nelayan SMA
A. Mangansa
5. L 47 PNS S1
S.Pd.K
6. Marta Bawenti P 75 IRT SD
7. Sarman L 43 Nelayan SD
8. Stenly Dalope L 37 Nelayan SMA
Karminda
9. P 45 IRT SMP
Dandrade
Arlesta Hamise
10. P 52 Guru S1
S.Pd
Sumber : Hasil survey penulis

3. Data Responden Kelurahan Pasir Panjang

Berikut ini data 10 responden Kelurahan Pasir Panjang yang mengisi


lembaran kuesioner dalam penelitin ini.

Tabel 4. 56 Data Responden yang Mengisi Kuesioner Penelitian di Kelurahan


Pasir Panjang
Nama Jenis Umur Jenis Pendidikan
No.
Responden Kelamin (tahun) Pekerjaan Terakhir
Wiraswasta
1. Lenike Linoghe P 42 SMP
(Karyawati)
2. Renal Ruslin A. L 54 Nelayan SD

115
3. Kartini Abdul P 20 IRT SMA
4. Meike Sapoh P 38 PNS S1
5. Jepnitje L. P 47 IRT SMA
6. Nova Kairala P 29 IRT SMA
Yohana
7. P 30 IRT SD
Malahiang
8. Hermina Kalare P 45 IRT SD
Leymardi
9. L 23 - SMA
Pengasih
Foni
10. P 49 IRT SMP
Takainginang
Sumber : Hasil survey penulis

4.7.1 Pendekatan Lingkungan


1. Kelurahan Paudean
Dalam mengidentifikasi Kelurahan Paudean menjadi kawasan
ekowisata dilihat dari pendekatan lingkungan yang dilakukan, dengan
mengacu pada 2 variabel yaitu : program-program pelestarian lingkungan
dan sikap masyarakat dalam pemanfaatan sumber daya alam.
Program-program atau kegiatan pelestarian lingkungan yang
dilakukan di Kelurahan Paudean adalah pelestarian dan penanaman bakau
atau mangrove, melakukan bersih-bersih di seluruh kampung termasuk
pesisir pantai dan daerah mangrove setiap hari jumat, dan pelestarian
kawasan terumbu karang atau yang disebut dengan daerah perlindungan
laut (DPL) yang merupakan program pemerintah Kota Bitung bersama
dengan CCDP-IFAD pada tahun 2013 dan melibatkan masyarakat
Kelurahan Paudean dengan membentuk Kelompok Pengelola Sumber
Daya Pesisir (KPSDP) dan pelestariannya diawasi oleh kelompok tersebut
dengan membangun rumah jaga DPL sampai saat ini. Berbagai program-
program pelestarian lingkungan tersebut dilaksanakan dan dikelola oleh
masyarakat, pihak pemerintah Kelurahan Paudean serta kelompok-
kelompok pemberdayaan masyarakat seperti kelompok dasawisma (PKK),
karang taruna, KPSDP dan lainnya.

116
Berdasarkan hasil kuesioner, pengetahuan masyarakat terhadap
program-program atau kegiatan pelestarian lingkungan yang ada di
Kelurahan Paudean ternyata masih ada yang belum mengetahuinya yaitu 1
dari 9 responden yang terlibat dalam penelitian ini. Oleh karena itu juga,
masyarakat yang ikut terlibat dalam program/kegiatan pelestarian
lingkungan tersebut sebanyak 90%. Sementara itu, 50% responden
menyatakan sangat setuju mengikuti kegiatan/program tersebut dan
sisanya terdapat 30%, 10% dan 10% untuk masing-masing pernyataan
setuju, netral dan sangat tidak setuju untuk terlibat pada kegiatan/program
yang ada.
Tabel 4. 57 Keterlibatan Masyarakat dalam Pelestarian Lingkungan
di Kelurahan Paudean

Jumlah Responden Persentase


Respon
(Orang) (%)
Sangat Setuju 5 50
Setuju 3 30
Netral 1 10
Tidak Setuju 0 0
Sangat Tidak Setuju 1 10
Jumlah 10 100

Sumber : Hasil analisis penulis

Keterlibatan Masyarakat dalam Pelestarian


Lingkungan di Kelurahan Paudean
60
50
Persentase (%)

40
30
20
10
0
Sangat
Sangat Tidak
Setuju Netral Tidak
Setuju Setuju
Setuju
Jumlah Responden 5 3 1 0 1
Persentase (%) 50 30 10 0 10

Gambar 4. 35 Keterlibatan Masyarakat dalam Pelestarian


Lingkungan di Kelurahan Paudean

117
Pendekatan lingkungan yang dilakukan tersebut sangat disambut
baik oleh masyarakat Kelurahan Paudean, selain karena keterlibatan
mereka dalam hal ini, namun juga menurut mereka kegiatan/program
seperti ini sangat bermanfaat seperti menjadikan lingkungan bersih, asri
dan sehat, serta yang terpenting adalah dengan adanya pelestarian dan
penanaman mangrove bisa mengatasi gelombang air laut yang cukup besar
pada musim-musim tertentu karena selat Lembeh terhubung langsung
dengan laut Maluku dan samudera Pasifik sehingga juga mengamankan
rumah-rumah warga dari gelombang tersebut yang berada di pesisir pantai.
Oleh karena itu, 80% responden menyatakan sangat setuju dengan
kegiatan pelestarian lingkungan tersebut dan 20% lainnya menyatakan
setuju.
Tabel 4. 58 Sikap Masyarakat dalam Pelestarian Lingkungan
di Kelurahan Paudean

Jumlah Responden
Respon Persentase (%)
(Orang)
Sangat setuju 8 80
Setuju 2 20
Netral 0 0
Tidak setuju 0 0
Sangat tidak setuju 0 0
Jumlah 10 100
Sumber : Hasil analisis penulis
Sikap Masyarakat dalam Pelestarian Lingkungan
di Kelurahan Paudean
90
80
70
Persentase (%)

60
50
40
30
20
10
0
Sangat
Sangat Tidak
Setuju Netral tidak
setuju setuju
setuju
Jumlah Responden 8 2 0 0 0
Persentase (%) 80 20 0 0 0

Gambar 4. 36 Sikap Masyarakat dalam Pelestarian Lingkungan


di Kelurahan Paudean
118
2. Kelurahan Dorbolaang
Berdasarkan hasil penelitian, program pelestarian lingkungan yang
diterapkan di Kelurahan Dorbolaang sama halnya apa yang dijalankan di
Kelurahan Paudean. Program pelestarian lingkungan tersebut diantaranya
adalah membersihkan lingkungan area sekitar pemukiman masyarakat
setempat seperti menjaga kebersihan jalan dan saluran-saluran air,
menjaga kebersihan pantai yang tersebar di tiga lingkungan Kelurahan
Dorbolaang yaitu pantai Nusu di lingkungan I, pantai Bobo di lingkungan
II, dan pantai Dorbolaang di lingkungan III. Selain itu, terdapat pula
penanaman bakau atau mangrove dengan luasan ± 1,5 ha dan adanya
pelestarian daerah bawah laut dengan mengadakan transplantasi karang
tahun 2013 lalu atau yang disebut dengan daerah perlindungan laut (DPL)
yang dipantau oleh Kelompok Pengelola Sumber Daya Pesisir (KPSDP)
dengan membangun sebuah rumah jaga. Berbagai program-program
lingkungan tersebut berjalan karena adanya kerjasama yang baik antara
Pemerintah Kota Bitung, kelompok-kelompok pemberdayaan masyarakat
dan masyarakat Kelurahan Dorbolaang secara umum.

Dilihat dari hasil kuesioner yang disebar secara acak pada 10


responden di Kelurahan Dorbolaang mengenai pengetahuan masyarakat
tentang program-program pelestarian lingkungan yaitu 90% mengetahui
program tersebut dan 10% sisanya tidak mengetahui. Selain itu, dari hasil
kuesioner menunjukkan bahwa 20% responden menyatakan netral dalam
mengikuti program/kegiatan pelestarian lingkungan yang ada, sementara
responden yang menyatakan setuju dan sangat setuju mengikuti
program/kegiatan lingkungan tersebut berada pada persentase yang sama
yaitu 40%

119
Tabel 4. 59 Keterlibatan Masyarakat dalam Pelestarian Lingkungan
di Kelurahan Dorbolaang
Jumlah Responden
Respon Persentase (%)
(Orang)
Sangat setuju 4 40
Setuju 4 40
Netral 2 20
Tidak Setuju 0 0
Sangat tidak setuju 0 0
Jumlah 10 100
Sumber : Hasil analisis penulis

Keterlibatan Masyarakat dalam Pelestarian


Lingkungan di Kelurahan Dorbolaang
45
40
35
Persentase (%)

30
25
20
15
10
5
0
Sangat
Sangat Tidak
Setuju Netral tidak
setuju Setuju
setuju
Jumlah Responden 4 4 2 0 0
Persentase (%) 40 40 20 0 0

Gambar 4. 37 Keterlibatan Masyarakat dalam Pelestarian


Lingkungan di Kelurahan Dorbolaang

Sikap masyarakat Kelurahan Dorbolaang dalam menanggapi


program/kegiatan lingkungan tersebut cukup antusias. Hal ini dapat dilihat
dari berbagai tanggapan responden yang berbeda-beda yaitu 40%
responden menyatakan setuju dalam menyikapi hal ini, 40% memilih
sangat setuju dan 20% lainnya menyikapinya dengan netral. Oleh karena
menyikapi kegiatan positif tersebut, masyarakat Kelurahan Dorbolaang
juga mengaku merasakan manfaatnya seperti lingkungan tempat tinggal
dan sekitarnya menjadi sehat sehingga berpengaruh secara langsung

120
dengan tingkat kesehatan masyarakatnya, menjaga keberlangsungan
ekosistem laut dan pesisir pantai sehingga menjadi sumber penghasilan
bagi masyarakat Kelurahan Dorbolaang dengan mata pencaharian terbesar
yaitu nelayan.
Tabel 4. 60 Sikap Masyarakat dalam Pelestarian Lingkungan
di Kelurahan Dorbolaang

Jumlah Responden
Respon Persentase (%)
(Orang)
Sangat setuju 4 40
Setuju 4 40
Netral 2 20
Tidak setuju 0 0
Sangat tidak setuju 0 0
Jumlah 10 100

Sumber : Hasil analisis penulis

Sikap Masyarakat dalam Pelestarian Lingkungan


di Kelurahan Dorbolaang
45
40
35
30
Persentase (%)

25
20
15
10
5
0
Sangat
Sangat Tidak
Setuju Netral tidak
setuju setuju
setuju
Jumlah Responden 4 4 2 0 0
Persentase (%) 40 40 20 0 0
Gambar 4. 38 Sikap Masyarakat dalam Pelestarian Lingkungan
di Kelurahan Dorbolaang
3. Kelurahan Pasir Panjang
Kelurahan Pasir Panjang merupakan salah satu kelurahan yang sudah
ditetapkan sebagai kawasan ekowisata di Pulau Lembeh yang dinamakan

121
kawasan ekowisata Pantai Kahona. Kawasan ekowisata di Kelurahan Pasir
Panjang merupakan jenis ekowisata pesisir, karena selain daerah pulau
dengan potensi wisata lautnya yang indah juga karena keberadaan
mangrovenya. Sebagai kawasan ekowisata, pelestarian lingkungan
menjadi hal yang mutlak dilakukan. Program/kegiatan lingkungan yang
ada di kelurahan ini kurang lebih hampir sama dengan yang dilakukan
oleh Kelurahan Paudean dan Kelurahan Dorbolaang seperti selasa dan
jumat bersih yaitu membersihkan area tempat tinggal dan sekitarnya
secara gotong royong, khusus kawasan ekowisata Pantai Kahona
dibersihkan secara rutin setiap hari kamis dan sabtu, penanaman pohon-
pohon mangrove dan juga sementara adanya pembuatan taman seluas 0,5
ha. Masyarakat, pemerintah desa dan kelompok pemberdayaan masyarakat
bahu membahu menjaga kelestarian lingkungan tersebut.

Dari hasil kuesioner, pengetahuan masyarakat tentang


program/kegiatan pelestarian lingkungan di Kelurahan Pasir Panjang
menyatakan 100% responden sudah mengetahuinya. Selain itu,
keterlibatan masyarakat Kelurahan Pasir Panjang dalam melestarikan
lingkungan yaitu 50% menyatakan setuju mengikuti kegiatan tersebut dan
50% sisanya menyatakan sangat setuju terlibat dalam program tersebut.
Tabel 4. 61 Keterlibatan Masyarakat dalam Pelestarian Lingkungan
di Kelurahan Pasir Panjang

Jumlah Responden
Respon Persentase (%)
(Orang)
Sangat setuju 5 50
Setuju 5 50
Netral 0 0
Tidak Setuju 0 0
Sangat tidak setuju 0 0

S Jumlah 10 100
Sumber : Hasil analisis penulis

122
Keterlibatan Masyarakat dalam Pelestarian
Lingkungan di Kelurahan Pasir Panjang
60
50
Persentase (%) 40
30
20
10
0
Sangat
Sangat Tidak
Setuju Netral tidak
setuju Setuju
setuju
Jumlah Responden 5 5 0 0 0
Persentase (%) 50 50 0 0 0

Gambar 4. 39 Keterlibatan Masyarakat dalam Pelestarian


Lingkungan di Kelurahan Pasir Panjang

Sebagai kawasan yang sudah ditetapkan sebagai ekowisata,


masyarakat Kelurahan Pasir Panjang menunjukkan sikap positif dalam
menanggapi program/kegiatan pelestarian lingkungan yang ada. Hal ini
dapat dilihat pada hasil kuesioner yang menunjukkan bahwa 80%
responden menjawab sangat setuju, diikuti oleh jawaban netral dan setuju
masing-masing 10% untuk sikap yang ditunjukkan masyarakat setempat.
Sementara itu, manfaat yang dirasakan oleh masyarakat menurut hasil
penelitian rata-rata menyatakan bahwa kegiatan pelestarian lingkungan ini
menjadikan lingkungan bersih, memiliki nilai estetika dan mempunyai
dampak pada kesehatan masyarakat sehingga juga menunjukkan pola
hidup yang baik.

123
Tabel 4. 62 Sikap Masyarakat dalam Pelestarian Lingkungan
di Kelurahan Pasir Panjang

Jumlah Responden
Respon Persentase (%)
(Orang)
Sangat setuju 8 80
Setuju 1 10
Netral 1 10
Tidak setuju 0 0
Sangat tidak setuju 0 0
Jumlah 10 100
Sumber : Hasil analisis penulis

Sikap Masyarakat dalam Pelestarian Lingkungan


di Kelurahan Pasir Panjang
90
80
70
Persentase (%)

60
50
40
30
20
10
0
Sangat
Sangat Tidak
Setuju Netral tidak
setuju setuju
setuju
Jumlah Responden 8 1 1 0 0
Persentase (%) 80 10 10 0 0

Gambar 4. 40 Sikap Masyarakat dalam Pelestarian Lingkungan


di Kelurahan Pasir Panjang

124
4. Analisis
Tabel 4. 63 Analisis Pendekatan Lingkungan

Lokasi Respon (%) Jumlah


No. Bentuk Pertanyaan
(Kelurahan) SS S N TS STS Responden
Keterlibatan Masyarakat dalam 50 30 10 10
-
Pelestarian Lingkungan (5 orang) (3 orang) (1 orang) (1 orang)
1. Paudean 10 orang
Sikap Masyarakat dalam 80 20
- - -
Pelestarian Lingkungan (8 orang) (2 orang)
Keterlibatan Masyarakat dalam 40 40 20
- -
Pelestarian Lingkungan (4 orang) (4 orang) (2 orang)
2. Dorbolaang 10 orang
Sikap Masyarakat dalam 40 40 20
- -
Pelestarian Lingkungan (4 orang) (4 orang) (2 orang)
Keterlibatan Masyarakat dalam 50 50
- - -
Pasir Pelestarian Lingkungan (5 orang) (5 orang)
3. 10 orang
Panjang Sikap Masyarakat dalam 80 10 10
- -
Pelestarian Lingkungan (8 orang) (1 orang) (1 orang)
Sumber : Hasil analisis penulis

125
Keterangan :

 SS : Sangat Setuju
 S : Setuju
 N : Netral
 TS : Tidak Setuju
 STS : Sangat Tidak Setuju

Berdasarkan tabel di atas dapat dilihat bahwa responden yang menyatakan


N tidak dihitung karena tidak berpihak diantara jawaban yang pasti yaitu SS, S,
TS dan STS. Pada pertanyaan pertama mengenai keterlibatan masyarakat dalam
pelestarian lingkungan menunjukkan bahwa Kelurahan Paudean mendapat poin
sebesar 80%, sedangkan Kelurahan Dorbolaang juga mendapat poin yang sama
yaitu 80%, dan untuk Kelurahan Pasir Panjang dengan poin 100%. Hal ini
menunjukkan bahwa antusias masyarakat Kelurahan Paudean dan Kelurahan
Dorbolaang dalam keterlibatannya melestarikan lingkungan mendekati atau tidak
jauh berbeda dengan antusias masyarakat Kelurahan Pasir Panjang yang memang
sangat terlibat dalam kegiatan pelestarian lingkungannya. Pertanyaan kedua
mengenai sikap masyarakat dalam pelestarian lingkungan menunjukkan bahwa
poin yang didapat oleh Kelurahan Paudean sebesar 100%, untuk Kelurahan
Dorbolaang mendapat poin sebesar 80% dan Kelurahan Pasir Panjang sendiri
mendapat poin sebesar 90%. Hal ini menunjukkan bahwa Kelurahan Paudean
sangat bersikap positif dalam menanggapi program-program pelestarian
lingkungan yang ada, diikuti oleh Kelurahan Dorbolaang dan Kelurahan Pasir
Panjang yang menyikapi hal tersebut juga dengan sangat baik.

Berdasarkan hasil yang sudah ditelaah sebelumnya, maka Kelurahan


Paudean dan Kelurahan Dorbolaang secara pendekatan lingkungan menunjukkan
kelayakan untuk dijadikan sebagai kawasan ekowisata sama halnya dengan
Kelurahan Pasir Panjang. Untuk Kelurahan Pasir Panjang sendiri, dalam
mengelola dan melestarikan lingkungannya baik itu lingkungan alam ataupun
lingkungan tempat tinggal sudah sangat baik.

126
4.7.2 Pendekatan Partisipasi dan Pemberdayaan

1. Kelurahan Paudean
Tingkat pendidikan responden dapat dikatakan masih rendah. Hal
ini dapat dilihat bahwa nilai tertinggi adalah tamatan SMA berjumlah 5
orang dengan persentase 50%, sedangkan yang terendah adalah tamatan
SMP dan S1 dengan persentase yang sama yaitu 10%. Padahal dilihat
secara geografis, Pulau Lembeh bukanlah pulau terpencil dan posisinya
yang berhadapan langsung dengan salah satu kota industri terbesar di
Indonesia yaitu Bitung, seharusnya menjadikan penduduknya tidak sulit
mendapatkan tempat untuk memperoleh pendidikan yang selayaknya. Hal
ini dikarenakan, masyarakat Pulau Lembeh khususnya Kelurahan Paudean
kurang termotivasi untuk melanjutkan pendidikan yang lebih tinggi.
Tabel 4.64 Tingkat Pendidikan Masyarakat di Kelurahan Paudean
Jumlah Responden
Tingkat Pendidikan Persentase (%)
(Orang)
Tamatan SD 1 10
Tamatan SMP 3 30
Tamatan SMA 5 50
Tamatan S1 1 10
Jumlah 10 100
Sumber : Hasil analisis penulis

Tingkat Pendidikan Masyarakat di Kelurahan Paudean


120

100

80
Persentase (%)

60

40

20

0
Tamata Tamata Tamata Tamata
Jumlah
n SD n SMP n SMA n S1
Jumlah Responden 1 3 5 1 10
Persentase (%) 10 30 50 10 100

Gambar 4. 41 Tingkat Pendidikan Masyarakat di Kelurahan Paudean

127
Masyarakat Kelurahan Paudean merupakan masyarakat yang
heterogen. Hal ini dapat dilihat dari berbagai macam etnis atau suku yang
ada. Suku Sanger merupakan suku dengan masyarakat paling banyak
diantara suku yang lainnya, bahkan 95% penduduk Kelurahan Paudean
merupakan etnis/suku Sanger. Namun, dilihat berdasarkan perilaku atau
gaya hidupnya, masyarakat Kelurahan Paudean merupakan masyarakat
yang homogen. Hal ini dapat dilihat dari kepedulian masyarakat setempat
terhadap lingkungan, masih lekatnya sikap gotong royong karena
terjaganya hubungan yang baik antara pemerintah desa, lembaga-lembaga
kemasyarakatan dan masyarakat itu sendiri. Sebanyak 80% responden
termasuk dalam masyarakat yang positif dilihat dari perilaku atau gaya
hidupnya, sedangkan 20% lainnya termasuk dalam masyarakat yang
negatif dilihat dari perilaku atau gaya hidupnya yang masih tidak terlibat
dalam setiap kegiatan atau gotong royong yang dilakukan masyarakat.
Tabel 4. 65 Perilaku atau Gaya Hidup yang Ditunjukkan Masyarakat
Terhadap Kegiatan-Kegiatan yang Ada di Kelurahan Paudean
Perilaku atau Gaya Jumlah Responden
Persentase (%)
Hidup (Orang)
Positif 8 80
Negatif 2 20
Jumlah 10 100
Sumber : Hasil analisis penulis

Perilaku atau Gaya Hidup yang Ditunjukkan


Masyarakat Terhadap Kegiatan-Kegiatan yang Ada di
Kelurahan Paudean
100
80
Persentase (%)

60
40
20
0
Jumlah Responden (Orang) Persentase (%)
Positif 8 80
Negatif 2 20

Gambar 4. 42 Perilaku atau Gaya Hidup yang Ditunjukkan Masyarakat


Terhadap Kegiatan-Kegiatan yang Ada di Kelurahan Paudean

128
Karakter masyarakat Kelurahan Paudean dalam menyadari
keberadaan potensi wisata di daerahnya cukup baik karena dari hasil
kuesioner 90% menyatakan mengetahui tempat-tempat wisata di
Kelurahan Paudean tersebut, dan sisanya 10% tidak mengetahuinya.
Tempat-tempat wisata yang memang sudah dikenal di wilayah ini adalah
adanya resort/cottage dengan nama Divers Lodge Lembeh yang dikelola
oleh WNA asal Amerika bernama Robert Wilhelmus Sinke dan wisata
hutan mangrove-nya yang dikelola oleh pemerintah dan masyarakat.
Namun, masyarakat Kelurahan Paudean juga menyadari adanya potensi
wisata lainnya yang perlu dikelola dan dikembangkan. Potensi-potensi
wisata ini yaitu keberadaan batu timbul yang terletak di RT 01, di RT 06
ada hutan mangrove, pantai yang ditumbuhi oleh kayu wale dan adanya 4
titik penyelaman untuk wisata bawah laut yaitu Tanjung Paudean, Divers
Lodge House Reef , Mandarin Place, Beting Pasir. Berdasarkan hasil
wawancara, manfaat-manfaat yang dirasakan oleh masyarakat setempat
dari adanya kegiatan wisata tersebut adalah sebagai tempat rekreasi,
menjadikan Kelurahan Paudean bisa dikenal oleh banyak orang bahkan
sampai ke mancanegara, kemudian juga menyediakan lapangan pekerjaan
sehingga menambah penghasilan masyarakat, adanya pajak yang masuk ke
Kelurahan Paudean dan Pemerintah Kota Bitung serta terbantunya dengan
pembangunan infrastruktur.

Tabel 4. 66 Respon Masyarakat Kelurahan Paudean dalam Menyadari


Potensi Wisata

Potensi
Kesadaran wisata Jumlah
Wisata yang Persentase
Potensi lainnya yang Responden
sudah ada (%)
Wisata perlu (Orang)
dikelola
Resort/Cottage
Batu Timbul
F. Lembeh
Mengetahui Pantai 9 90
Hutan
Wisata
Mangrove
Bawah Laut
Tidak
- - 1 10
Mengetahui
Jumlah 10 100
Sumber : Hasil analisis penulis
129
Respon Masyarakat Kelurahan Paudean
dalam Menyadari Potensi Wisata
100
90
80
70
Persentase (%)

60
50
Mengetahui
40
Tidak Mengetahui
30
20
10
0
Mengetahui Tidak Mengetahui
Respon

Gambar 4. 43 Respon Masyarakat Kelurahan Paudean dalam


Menyadari Potensi Wisata

Selain kontribusi masyarakat terhadap kegiatan pelestarian


lingkungan, pemerintah juga mengarahkan masyarakat dengan membentuk
usaha-usaha bersama/kelompok. Pembentukan usaha kelompok tersebut
dilakukan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat khususnya
masyarakat pesisir. Usaha bersama/kelompok masyarakat Kelurahan
Paudean dilakukan oleh kelompok-kelompok pemberdayaan masyarakat
yaitu kelompok tani dan kelompok perikanan (kelompok pengolahan
sumberdaya pesisir, kelompok nelayan tangkap, kelompok petibo,
POKLASA (pengolahan dan pemasaran), dan kelompok gotong royong).
Berdasarkan hasil kuesioner, 80% masyarakat ikut tergabung dalam usaha-
usaha bersama/kelompok tersebut dan sisanya 20% masyarakat tidak
bergabung sama sekali.

130
Tabel 4. 67 Keikutsertaan Masyarakat dalam Usaha-usaha
Kelompok/Bersama di Kelurahan Paudean

Keikutsertaaan
Jumlah
dalam Usaha- Jenis Usaha-usaha Persentase
Responden
usaha Kelompok (%)
(Orang)
Kelompok
Kelompok Tani
Kelompok Perikanan,
terbagi menjadi :
 kelompok
pengolahan
sumberdaya pesisir
(KPSDP);
Bergabung  kelompok nelayan 8 80
tangkap;
 kelompok petibo;
 POKLASA
(pengolahan dan
pemasaran);
 kelompok gotong
royong.
Tidak
- 2 20
bergabung
Jumlah 10 100
Sumber : Hasil analisis penulis

Keikutsertaan Masyarakat dalam Usaha-usaha


Kelompok/Bersama di Kelurahan Paudean
90
80
70
Persentase (%)

60
50
40 Bergabung
30
Tidak Bergabung
20
10
0
Bergabung Tidak Bergabung
Respon

Gambar 4. 44 Keikutsertaan Masyarakat dalam Usaha-Usaha


Kelompok/Bersama di Kelurahan Paudean

131
2. Kelurahan Dorbolaang
Tingkat pendidikan di Kelurahan Dorbolaang menunjukkan bahwa
nilai tertinggi didapat oleh responden dengan riwayat pendidikan terakhir
SD dan SMP dengan persentase yang sama yaitu 30% dan nilai
terendahnya didapat dari responden yang tamatan SMA dan S1 dengan
persentase 20% masing-masing. Oleh karena itu, sama halnya dengan
tingkat pendidikan di Kelurahan Paudean, tingkat pendidikan Kelurahan
Dorbolaang juga terbilang masih rendah. Berikut adalah tabel tingkat
pendidikan di Kelurahan Dorbolaang.
Tabel 4. 68 Tingkat Pendidikan Masyarakat Kelurahan Dorbolaang

Jumlah
Tingkat Pendidikan Responden Persentase (%)
(Orang)
Tamatan SD 3 30
Tamatan SMP 3 30
Tamatan SMA 2 20
Tamatan S1 2 20
Jumlah 10 100

Sumber : Hasil analisis penuli


Tingkat Pendidikan Masyarakat Kelurahan Dorbolaang
120

100

80
Persentase (%)

60

40

20

0
Tamata Tamata Tamata Tamata
Jumlah
n SD n SMP n SMA n S1
Jumlah Responden
3 3 2 2 10
(Orang)
Persentase (%) 30 30 20 20 100

Gambar 4. 45 Tingkat Pendidikan Masyarakat Kelurahan Dorbolaang

132
Perilaku atau gaya hidup masyarakat Kelurahan Dorbolaang dapat
dilihat dari kepedulian mereka dalam melestarikan lingkungan dengan
mengikuti program-program yang dilakukan oleh pemerintah secara suka
rela, sifat kegotong royongan juga masih ada dengan terlibat dalam
kegiatan yang dilakukan oleh pemerintah desa bersama lembaga
pemberdayaan masyarakat seperti PKK, karang taruna, rukun tetangga dan
lainnya. Berdasarkan hasil kuesioner, sebanyak 80% menunjukkan
perilaku positif dan 20% lainnya masih dalam rentang negatif dalam
respon yang ditunjukkan terhadap kegiatan-kegiatan tersebut di atas.
Selain itu, masyarakat Kelurahan Dorbolaang merupakan masyarakat
dengan etnis atau suku yang beragam. Suku dengan jumlah tertinggi yaitu
suku atau etnis Sanger dengan jumlah 1070 orang dari 1085 orang jumlah
penduduk keseluruhan.
Tabel 4. 69 Perilaku atau Gaya Hidup yang Ditunjukkan Masyarakat
Terhadap Kegiatan-Kegiatan yang Ada di Kelurahan Dorbolaang
Perilaku atau Jumlah Responden
Persentase (%)
Gaya Hidup (Orang)
Positif 8 80
Negatif 2 20
Jumlah 10 100
Sumber : Hasil analisis penulis
Perilaku atau Gaya Hidup yang Ditunjukkan
Masyarakat Terhadap Kegiatan-Kegiatan yang Ada di
Kelurahan Dorbolaang
90
80
70
Persentase (%)

60
50
40
30
20
10
0
Jumlah Responden (Orang) Persentase (%)
Positif 8 80
Negatif 2 20

Gambar 4. 46 Perilaku atau Gaya Hidup yang Ditunjukkan Masyarakat


Terhadap Kegiatan-Kegiatan yang Ada di Kelurahan Dorbolaang

133
Tempat wisata yang diketahui oleh masyarakat Kelurahan
Dorbolaang adalah tempat wisata religi Patung Yesus Memberkati. Patung
ini berdiri pada ketinggian 33 meter di atas permukaan laut dengan tinggi
patungnya sendiri sebesar 35 meter. Patung Yesus Memberkati ini disebut-
sebut sebagai patung yang menandingi patung Yesus yang berada di Rio
De Jeneiro, Brazil. Hal ini karena ukuran patung di Kelurahan Dorbolaang
lebih besar ukurannya dibandingkan dengan Patung Yesus di Brazil
dengan ketinggian patung hanya 32 meter saja. Berdasarkan hasil
kuesioner, kesadaran masyarakat Kelurahan Dorbolaang dalam mengenali
potensi-potensi wisata yang bisa dikembangkan berada dalam rentang 50%
: 50%, artinya 50% menyadari potensi-potensi wisata tersebut seperti titik
penyelaman Pulau Dua dan Jiko 1,2,3, pantai, dan mangrove. 50% sisanya
menyatakan tidak mengetahui potensi wisata lainnya selain Patung Yesus
Memberkati. Namun, berdasarkan hasil wawancara dengan Sekretaris
Kantor Kelurahan Dorbolaang menyatakan bahwa Kelurahan Dorbolaang
memang saat ini sedang direncanakan untuk pengembangan kawasan
ekowisata dan sedang dalam penyusunan proposal untuk diajukan kepada
pemerintah Kota Bitung. Manfaat yang dirasakan oleh masyarakat
setempat karena adanya tempat-tempat wisata tersebut antara lain
Kelurahan Dorbolaang menjadi lebih terkenal karena didatangi banyak
wisatawan lokal dan asing, dapat menambah penghasilan masyarakat
walaupun tidak terlalu besar seperti menjual makanan di sekitar wisata
patung Yesus, menambah penghasilan tukang ojek dan lainnya.

Tabel 4. 70 Respon Masyarakat Kelurahan Dorbolaang dalam Menyadari


Potensi Wisata

Potensi
Kesadaran wisata
Wisata yang Responden Persentase
Potensi lainnya
sudah ada (Orang) (%)
Wisata yang perlu
dikelola
Kawasan
Mengetahui Resort/Cottage 5 50
Ekowisata

134
Pantai

Patung Yesus Wisata


Memberkati Bawah Laut
(Pulau Dua
dan Jiko
1,2,3)
Tidak
- - 5 50
Mengetahui
Jumlah 10 100
Sumber : Hasil analisis penulis

Respon Masyarakat Kelurahan Dorbolaang dalam


Menyadari Potensi Wisata
60

50

40
Persentase (%)

30
Mengetahui
20 Tidak mengetahui

10

0
Mengetahui Tidak mengetahui
Respon

Gambar 4. 47 Respon Masyarakat Kelurahan Dorbolaang dalam


Menyadari Potensi Wisata

Model partisipasi dan pemberdayaan masyarakat di Kelurahan


Dorbolaang dilakukan dengan membentuk Kelompok Usaha Bersama
(KUB), dimana kelompok dibagi menjadi kelompok nelayan yang
beranggotakan oleh para bapak-bapak, kelompok kantin dengan produk
utamanya bakso dan anggotanya adalah para ibu-ibu, serta mapalus seperti
saling membantu dalam hal berkebun dan pembuatan rumah atau gotong
rumah. Selain itu, keikutsertaan masyarakat Kelurahan Dorbolaang dalam
usaha-usaha bersama/kelompok tersebut menunjukkan bahwa 10

135
responden dengan persentase 100% semua menyatakan ikut terlibat di
dalam usaha-usaha bersama tersebut. Masyarakat Kelurahan Dorbolaang
sangat sadar bahwa penghasilan utama mereka tidak dapat mencukupi
kebutuhan yang semakin hari semakin bertambah, sehingga dengan
adanya usaha bersama/kelompok dapat menambah penghasilan mereka
dan juga menjadi tempat masyarakat dalam belajar dan ingin berkembang.

Tabel 4. 71 Keikutsertaan Masyarakat dalam Usaha-usaha


Kelompok/Bersama di Kelurahan Dorbolaang

Keikutsertaaan
dalam Usaha- Jenis Usaha-usaha Responden Persentase
usaha Kelompok (Orang) (%)
Kelompok
Kelompok Kantin
Kelompok Nelayan,
terbagi menjadi :
 kelompok
pengolahan
Bergabung sumberdaya pesisir 10 100
(KPSDP);
 kelompok petibo
(menampung ikan);
 POKLASA
(pengolahan dan
pemasaran);
Tidak
- - -
bergabung
Jumlah 10 100
Sumber : Hasil analisis penulis

136
Keikutsertaan Masyarakat dalam Usaha-usaha
Kelompok/Bersama di Kelurahan Dorbolaang
120

Persentase (%) 100


80
60
40 Persentase (%)

20
0
Bergabung Tidak bergabung
Respon

Gambar 4. 48 Keikutsertaan Masyarakat dalam Usaha-usaha


Kelompok/Bersama di Kelurahan Dorbolaang

3. Kelurahan Pasir Panjang


Data di bawah menunjukkan bahwa responden dengan tamatan
SMA berjumlah 4 orang dengan persentase tertinggi 40% dan tingkat
pendidikan tertinggi merupakan tamatan S1 dengan jumlah terendah yaitu
1 orang dengan persentase 10%. Masyarakat yang merupakan tamatan SD,
SMP dan SMA juga berada dalam rentang yang menunjukkan bahwa
tingkat pendidikan di Kelurahan Pasir Panjang memang tergolong sangat
rendah. Berikut adalah tabel yang menunjukkan tingkat pendidikan di
Kelurahan Pasir Panjang.

Tabel 4. 72 Tingkat Pendidikan Masyarakat Kelurahan Pasir Panjang

Jumlah
Tingkat Pendidikan Responden Persentase (%)
(Orang)
Tamatan SD 3 30
Tamatan SMP 2 20
Tamatan SMA 4 40
Tamatan S1 1 10
Jumlah 10 100
Sumber : Hasil analisis penulis

137
Tingkat Pendidikan Masyarakat Kelurahan Pasir
Panjang
120

100

Persentase (%)
80

60

40

20

0
Tamata Tamata Tamata Tamata
Jumlah
n SD n SMP n SMA n S1
Jumlah Responden
3 2 4 1 10
(Orang)
Persentase (%) 30 20 40 10 100

Gambar 4. 49 Tingkat Pendidikan Masyarakat Kelurahan Pasir Panjang

Perilaku atau gaya hidup masyarakat Kelurahan Paudean juga ikut


terpengaruh oleh adanya penetapan kawasan ekowisata. Selain terlibat
dalam pelestarian lingkungan dan sikap gotong royong sama halnya
seperti yang dilakukan oleh masyarakat Kelurahan Paudean dan Kelurahan
Dorbolaang, masyarakat Kelurahan Pasir Panjang juga saling
menginformasikan satu sama lain ketika wisata Pantai Kahona akan
dikunjungi oleh wisatawan dalam jumlah besar yang akan mengadakan
acara-acara tertentu, sehingga hal ini membawa keuntungan tersendiri bagi
masyarakat setempat seperti para ibu yang tergabung dalam Kelompok
usaha bersama di bidang penjualan makanan. Oleh karena itu, dari hasil
kuesioner 100% responden menunjukkan perilaku atau gaya hidup yang
positif. Selain itu, masyarakat Kelurahan Pasir Panjang juga didiami oleh
suku/etnis pendatang yaitu Sanger, Gorontalo dan Ternate. Etnis Sanger
masih menjadi etnis dengan jumlah terbanyak yaitu 434 orang sama
halnya dengan Kelurahan Paudean dan Kelurahan Dorbolaang.

138
Tabel 4. 73 Perilaku atau Gaya Hidup yang Ditunjukkan Masyarakat
Terhadap Kegiatan-Kegiatan yang Ada di Kelurahan Pasir Panjang

Perilaku atau Gaya Jumlah Responden


Persentase (%)
Hidup (Orang)
Positif 10 100
Negatif - -
Jumlah 10 100
Sumber : Hasil analisis penulis

Perilaku atau Gaya Hidup yang Ditunjukkan Masyarakat


Terhadap Kegiatan-Kegiatan yang Ada di Kelurahan
Pasir Panjang
120

100
Persentase (%)

80

60

40

20

0
Jumlah Responden (Orang) Persentase (%)
Positif 10 100
Negatif 0 0

Gambar 4. 50 Perilaku atau Gaya Hidup yang Ditunjukkan Masyarakat


Terhadap Kegiatan-Kegiatan yang Ada di Kelurahan Pasir Panjang

Kawasan Ekowisata Pantai Kahona menjadi wisata yang sangat


diandalkan oleh masyarakat Kelurahan Paudean, karena menjadi sumber
penghasilan bagi masyarakatnya. Selain Ekowisata Pantai Kahona, tempat
wisata yang diketahui oleh masyarakat adalah Resort Honey Bay and Dive
Center. Resort Honey Bay and Dive Center dikelola oleh keluarga
almarhum Hanny Sondakh mantan walikota Bitung, sedangkan Kawasan
Ekowisata Pantai Kahona dikelola oleh pemerintah dan masyarakat
setempat. Walaupun begitu, sebagai tempat yang sudah dikenal oleh

139
banyak orang karena wisatanya, Kelurahan Pasir Panjang juga masih
mempunyai tempat wisata lainnya. Hal ini disadari oleh masyarakat
setempat dan ditunjukkan dari hasil kuesioner sebanyak 60% responden
menyatakan mengetahui tempat wisata lainnya seperti Pantai Badina,
Tanjung Kuning, Tanjung Kubur dan patung Bunda Maria yang ukurannya
lebih besar dibandingkan patung Tuhan Yesus Memberkati di Kelurahan
Dorbolaang dan masih dalam tahap pembangunan yang rencananya akan
selesai tahun ini, sedangkan 40% lainnya tidak mengetahui sama sekali.
Oleh karena itu, masyarakat juga mendapatkan manfaat dari adanya
kegiatan wisata tersebut seperti menambah penghasilan masyarakat secara
personal dan kelompok-kelompok usaha bersama, adanya lowongan
pekerjaan, hasil yang didapatkan dari harga tiket masuk ke wisata Pantai
Kahona juga diarahkan untuk pembangunan gereja. Oleh karena itu,
masyarakat merasa sangat terbantu oleh adanya kegiatan wisata di tempat
ini.
Tabel 4. 74 Respon Masyarakat Kelurahan Pasir Panjang dalam
Menyadari Potensi Wisata

Kesadaran Wisata Potensi wisata


Responden Persentase
Potensi yang sudah lainnya yang
(Orang) (%)
Wisata ada perlu dikelola

Resort
Pantai Badina
Honey Bay
Tanjung
Kuning
Mengetahui Kawasan Tanjung Kubur 6 60
Ekowisata Patung Bunda
Pantai Maria
Kahona
Teluk
Walenekoko
Tidak
- - 4 40
Mengetahui
Sumber : Hasil analisis penulis

140
Respon Masyarakat Kelurahan Pasir Panjang dalam
Menyadari Potensi Wisata
70

60

50
Persentase

40

30 Mengetahui
Tidak Mengetahui
20

10

0
Mengetahui Tidak Mengetahui
Respon

Gambar 4. 51 Respon Masyarakat Kelurahan Pasir Panjang dalam


Menyadari Potensi Wisata

Kelurahan Pasir Panjang merupakan kawasan ekowisata, dimana


dalam ekowisata selain memperhatikan lingkungan, budaya dan
pendidikan lingkungan juga memperhitungkan partisipasi masyarakat.
Dalam hal ini, model partisipasi dan pemberdayaan masyarakat di
Kelurahan Pasir Panjang juga dibentuk dalam kelompok-kelompok usaha
bersama yang dibagi dalam 4 kelompok yaitu kelompok nelayan,
kelompok kantin, KPSDP (Kelompok Pengelola Sumber Daya Pesisir) dan
POKLASA (Kelompok Pengelola dan Pemasaran). Kelompok kantin
beranggotakan para ibu dengan produk utama berupa bakso ikan dan abon
ikan, sedangkan POKLASA bertugas mengelola hasil tangkapan ikan
bersama dengan kelompok kantin dan menjualnya dalam bentuk bakso
ikan, abon ikan dan produk lainnya.

141
Tabel 4. 75 Keikutsertaan Masyarakat dalam Usaha-usaha
Kelompok/Bersama di Kelurahan Pasir Panjang

Keikutsertaaan
dalam Usaha- Jenis Usaha-usaha Responden Persentase
usaha Kelompok (Orang) (%)
Kelompok
Kelompok Kantin
Kelompok Nelayan,
terbagi menjadi :
 kelompok pengolahan
sumberdaya pesisir
Bergabung 10 100
(KPSDP);
 kelompok petibo
(menampung ikan);
 POKLASA
(pengolahan dan
pemasaran);
Tidak
- - -
bergabung
Jumlah 10 100
Sumber : Hasil analisis penulis

Keikutsertaan Masyarakat dalam Usaha-usaha


Kelompok/Bersama di Kelurahan Pasir Panjang
120

100

80
Persentase (%)

60
Persentase (%)
40

20

0
Bergabung Tidak Bergabung
Respon

Gambar 4. 52 Tabel Respon Masyarakat Kelurahan Pasir Panjang


dalam Menyadari Potensi Wisata

142
4. Analisis
Tabel 4. 76 Analisis Pendekatan dan Pemberdayaan

Sadar akan Potensi Terlibat dalam Usaha


Tingkat Pendidikan Perilaku/Gaya Hidup
Nama Wisata Bersama/Kelompok
No.
Kelurahan Tidak Tidak
Tertinggi* Terendah* Positif* Negatif* Tahu* Bergabung*
Tahu* Bergabung*
50 10
1. Paudean (Tamatan (Tamatan SD 80 20 90 10 80 20
SMA) dan S1)
30 20
(Tamatan (Tamatan
2. Dorbolaang 80 20 50 50 100 -
SD dan SMA dan
SMP) S1)
40 10
3. Pasir Panjang (Tamatan (Tamatan 100 - 60 40 100 -
SMA) S1)
Keterangan :

* : Dinyatakan dalam persen (%)

143
Berdasarkan tabel di atas, secara keseluruhan tingkat pendidikan pada
lokasi penelitian menunjukkan bahwa SMA merupakan tingkat pendidikan
responden dengan nilai tertinggi yaitu 50% dan 40% untuk Kelurahan Paudean
dan Kelurahan Pasir Panjang, sedangkan Kelurahan Dorbolaang berada pada nilai
30% untuk angka tertinggi dengan tingkat pendidikan SD dan SMP. Sementara
itu, responden dengan lulusan S1 adalah tingkat pendidikan dengan nilai terendah.
Hal ini menunjukkan bahwa tiga kelurahan tersebut memiliki tingkat pendidikan
yang masih rendah. Oleh karena itu, pemberdayaan masyarakat merupakan salah
satu solusi yang baik dan perlu adanya perhatian dari pemerintah untuk
memotivasi anak-anak yang sedang bersekolah agar jangan sampai tidak lulus
sekolah ataupun tidak bersekolah dan untuk melanjutkan ke pendidikan yang lebih
tinggi.

Secara sosial budaya, masyarakat di tiga kelurahan tersebut memiliki


kesamaan yaitu suku/etnis terbanyak yang tinggal/menetap adalah etnis/suku dari
Sanger dan perilaku atau gaya hidup masyarakatnya yang sangat peduli
lingkungan, mudah bekerjasama dengan pemerintah dan lembaga-lembaga
swadaya masyarakat (LSM) dan lain sebagainya menunjukkan bahwa masyarakat
berperilaku positif terhadap sekitarannya, yang mana Kelurahan Paudean dan
Dorbolaang menunjukkan nilai 80% dan Kelurahan Pasir Panjang dengan nilai
100%. Selain itu, dilihat dari hasil kuesioner mengenai masyarakat menyadari
keberadaan potensi wisata lainnya dari wisata yang sudah ada atau tidak,
menunjukkan bahwa Kelurahan Paudean adalah daerah dengan respon terbanyak
yang menyadari potensi wisata lainnya yaitu 90%, selanjutnya di urutan kedua
dengan persentase sebesar 60% adalah Kelurahan Pasir Panjang dan terakhir
Kelurahan Dorbolaang berada pada nilai yang sama antara masyarakat yang
mengetahui dan tidak mengetahui yaitu 50% banding 50%. Hal ini menunjukkan
bahwa masyarakat Kelurahan Paudean sangat mengenal dengan baik daerahnya,
dan Kelurahan Dorbolaang juga dapat mengetahui potensi wisatanya walaupun
hanya sebagian dari masyarakatnya. Kelurahan Pasir Panjang sendiri
masyarakatnya cukup tahu potensi wisata yang ada dibanding Kelurahan
Dorbolaang, namun karena keberadaan ekowisata Pantai Kahona maka perhatian
masyarakat juga besar pada wisata tersebut.

144
Hal lainnya yang bersangkutan erat dengan ekowisata adalah
pemberdayaan masyarakat. Pemberdayaan masyarakat di tiga lokasi penelitian
tersebut diwujudkan dalam pembentukan usaha-usaha kelompok/bersama. Dilihat
pada tabel di atas, Kelurahan Dorbolaang dan Kelurahan Pasir Panjang
masyarakatnya terlibat 100% dalam usaha-usaha kelompok tersebut. Sedangkan,
Kelurahan Paudean 80% masyarakatnya bergabung pada usaha-usaha kelompok
tersebut dan sisanya sama sekali tidak terlibat. Hal ini menunjukkan bahwa
Kelurahan Dorbolaang dan Kelurahan Paudean sangat sepadan dengan Kelurahan
Pasir Panjang secara kegiatan pemberdayaan masyarakatnya untuk diperhitungkan
menjadi kawasan ekowisata.

Secara Keseluruhan, analisis pendekatan partisipasi dan pemberdayaan


masyarakat menyatakan bahwa Kelurahan Dorbolaang sangat berpotensi dan
Kelurahan Paudean cukup berpotensi untuk dikembangkan menjadi kawasan
ekowisata seperti Kelurahan Pasir Panjang. Selain itu, ketiga kelurahan tersebut
perlu adanya peningkatan pendidikan baik itu kuantitas ataupun kualitasnya dan
pemerintah perlu memotivasi masyarakat baik itu secara pendidikan,
pemberdayaan masyarakat dan lain sebagainya.

4.8 Kebijakan Pengembangan Kawasan Ekowisata

4.8.1 Tinjauan RTRW terhadap Ekowisata


Pemerintah Kota Bitung baru saja merevisi RTRWK Bitung tahun 2010-
2030 menjadi RTRWK Bitung tahun 2013-2033. Tinjauan RTRWK Bitung
terhadap ekowisata tidak dijelaskan secara langsung, tetapi menyinggungnya
secara umum. Hal ini seperti sudah dijelaskan sebelumnya terdapat dalam
Peraturan Daerah Kota Bitung Nomor 11 Tahun 2013 tentang Rencana Tata
Ruang Wilayah Kota Bitung Tahun 2013-2033 dengan rincian yaitu :

4.8.1.1 Tujuan, kebijakan dan strategi ruang wilayah kota


Tujuan, kebijakan dan strategi ruang wilayah Kota Bitung dijelaskan dalam
pasal berturut-turut pasal 4, 5, dan 6 yaitu:

145
1. Pasal 4, Penataan Ruang Kota Bitung bertujuan untuk mewujudkan ruang
Kota yang produktif, aman, nyaman dan berkelanjutan sebagai pusat
kegiatan nasional yang berbasis pada kegiatan bahari.
2. Pasal 5, Kebijakan penataan ruang wilayah Kota Bitung meliputi :
a. perwujudan pusat-pusat pelayanan Kota yang bersinergi, efektif, dan
efisien dalam menunjang perkembangan fungsi daerah sebagai kota
bahari;
b. peningkatan peran kota bahari yang ditunjang oleh kegiatan industri,
kelautan/perikanan, perdagangan/jasa dan pariwisata;
c. pengembangan infrastruktur kota untuk mendukung kegiatan bahari
berskala nasional yang terpadu dengan sistem regional;
d. pemantapan kelestarian kawasan lindung untuk mendukung
pembangunan kota yang berkelanjutan.
3. Pasal 6, Strategi penataan ruang wilayah Kota meliputi :
b. strategi peningkatan peran kota bahari yang ditunjang oleh kegiatan
industri, kelautan/perikanan, perdagangan/jasa, dan pariwisata
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 huruf b, salah satunya yaitu :
mengembangkan kegiatan wisata alam dan wisata budaya (Angka 4);
c. strategi pengembangan infrastruktur Kota untuk mendukung kegiatan
bahari berskala nasional yang terpadu dengan sistem regional
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 huruf c, meliputi :
1. meningkatkan kapasitas jaringan jalan yang mendorong
interaksi kegiatan antar pusat pelayanan kegiatan Kota dengan
sistem regional;
2. mengembangkan terminal barang yang bersinergi dengan
pelabuhan laut; dan
3. melengkapi dan menyebarkan infrastruktur perkotaan pada
daerah-daerah yang belum terlayani.
d. strategi pemantapan kelestarian kawasan lindung untuk mendukung
pembangunan Kota yang berkelanjutan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 5 huruf d, meliputi :

146
1. mempertahankan, memantapkan, memelihara dan merevitalisasi,
serta meningkatkan kualitas dan kuantitas kawasan lindung;
2. mengembangkan RTH publik dan privat; dan
3. melestarikan kawasan di sekitar sumber mata air.

4.8.1.2 Rencana Struktur Ruang Wilayah Kota


1. Pasal 16 ayat 9 yaitu rencana pembangunan jembatan yang
menghubungkan pusat kota Bitung di Kecamatan Aertembaga dengan
Pulau Lembeh.
2. Pasal 16 ayat 10 yaitu Arahan pengelolaan dan pengembangan jaringan
jalan, meliputi:
a. sistem jaringan jalan dikembangkan melalui peningkatan kualitas
dan peningkatan kuantitas jaringan jalan;
b. pemeliharaan dan peningkatan kualitas pelayanan jaringan jalan
termasuk jembatan dan perlengkapannya yang telah ada;
c. penegasan fungsi jaringan jalan antara fungsi primer dan fungsi
sekunder;
d. perkerasan seluruh jaringan jalan sesuai standar berdasarkan status
dan fungsinya;
e. pengembangan jaringan jalan baru untuk memperlancar arus lalu
lintas regional dan kawasan perkotaan; dan
f. pengembangan jaringan jalan baru untuk untuk membuka kawasan
baru atau jalan penghubung antar lingkungan di dalam wilayah
kelurahan.
3. Pasal 19 menjelaskan rencana sistem jaringan angkutan penyeberangan,
salah satunya yaitu lintas penyeberangan yang melayani rute pelayaran
Bitung-Pulau Lembeh (huruf e).
4. Pasal 21 ayat 1 yaitu Rencana sistem jaringan transportasi laut meliputi
peningkatan Pelabuhan Bitung sebagai IHP.
5. Pasal 21 ayat 3 yaitu Pelabuhan Bitung sebagai pelabuhan laut digunakan
untuk melayani angkutan laut dan angkutan penyeberangan.

147
6. Pasal 22 ayat 1 menjelaskan bahwa dalam sistem jaringan transportasi
udara meliputi rencana pembangunan bandar udara pengumpan di Pulau
Lembeh.
7. Pasal 22 ayat 2 menjelaskan bahwa rencana pembangunan bandar udara
pengumpan di Pulau Lembeh sebagaimana dimaksud ayat (1) perlu
memperhatikan kelayakan lokasi bandar udara maupun kawasan
keselamatan operasional penerbangan.
8. Pasal 24 ayat 3 huruf c dan e berturut-turut menjelaskan rencana
pembangunan ketenaga-listrikan yaitu pembangunan Gardu Induk Lembeh
(Bitung) 30 MW di Kecamatan Lembeh Selatan dan pembangunan sistem
Pembangkit Listrik Tenaga Surya Terpusat di Pulau Lembeh.
9. Pasal 25 ayat 2 huruf b, rencana sistem telekomunikasi kabel dengan
penambahan rumah kabel di Pulau Lembeh, Tanjung Merah dan Madidir.

4.8.1.3 Rencana Pola Ruang Wilayah Kota


Rencana pola ruang wilayah Kota Bitung hubungannya dengan ekowisata
dijelaskan dalam beberapa pasal di bawah ini.
1. Pasal 35 ayat 1 menjelaskan bahwa rencana pola ruang wilayah kota
terbagi atas dua yaitu kawasan lindung dan kawasan budidaya.
2. Pasal 36, Rencana pola ruang kawasan lindung sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 35 ayat (1) huruf a meliputi :
a. kawasan hutan lindung;
b. kawasan yang memberi perlindungan terhadap kawasan bawahannya;
c. kawasan perlindungan setempat;
d. kawasan RTH Kota;
e. kawasan suaka alam dan cagar budaya; dan
f. kawasan rawan bencana alam.
3. Pasal 37, Kawasan hutan lindung sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36
huruf a terdiri atas :
a. kawasan hutan lindung Gunung Wiau dengan luas kurang lebih 2.520
Hektar;
b. kawasan hutan lindung Gunung Klabat dengan luas kurang lebih 1.471
Hektar; dan

148
c. kawasan hutan lindung Pulau Lembeh dengan luas kurang lebih 620,5
Hektar.
4. Pasal 39 ayat 1, Kawasan perlindungan setempat sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 36 huruf c terdiri atas :
a. kawasan sempadan pantai;
b. kawasan sempadan sungai; dan
c. kawasan sekitar mata air.
5. Pasal 39 ayat 2, Sempadan pantai sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf a seluas kurang lebih 1.183,6 hektar meliputi :
a. daratan sepanjang tepian laut dengan jarak paling sedikit 100 (seratus)
meter dari titik pasang air laut tertinggi ke arah darat atau daratan
sepanjang tepian laut yang bentuk dan kondisi fisik pantainya curam
atau terjal dengan jarak proporsional terhadap bentuk dan kondisi fisik
pantai; dan
b. kawasan sempadan pantai meliputi wilayah pantai Kecamatan
Aertembaga, Kecamatan Girian, Kecamatan Matuari, Kecamatan
Ranowulu, Kecamatan Lembeh Selatan, dan Kecamatan Lembeh
Utara.
6. Pasal 41, Kawasan suaka alam dan cagar budaya sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 36 huruf e meliputi :
a. kawasan Suaka Alam Laut Selat Lembeh;
b. kawasan cagar alam meliputi :
1. cagar Alam Tangkoko seluas kurang lebih 3.219 Hektar di
Kecamatan Ranowulu dan Kecamatan Aertembaga;
2. cagar Alam Duasudara seluas kurang lebih 4.299 Hektar, yang
terdapat di sebagian Kecamatan Ranowulu, Kecamatan Madidir,
Kecamatan Maesa dan Kecamatan Aertembaga;
c. kawasan pantai berhutan bakau di Kelurahan Lirang, Kelurahan
Pintukota, Kelurahan Paudean, Kelurahan Dorbolaang, dan Kelurahan
Pasir Panjang di Pulau Lembeh.
7. Pasal 45 ayat 5 tentang rencana pengembangan perdagangan dan jasa
lainnya meliputi meningkatkan dan mengarahkan pengembangan jasa

149
penginapan di pusat pelayanan kota dan sub pusat pelayanan kota (huruf
b).
8. Pasal 48 ayat :
1) Pengembangan Kawasan pariwisata, meliputi:
a. pariwisata alam; dan
b. pariwisata buatan.
2) Pengembangan kawasan pariwisata alam sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) huruf a terdiri atas :
a. Pengembangan objek wisata pantai, salah satunya adalah pantai di
Kelurahan Pasir Panjang Kecamatan Lembeh Selatan.
b. pengembangan lokasi obyek wisata bawah laut akan ditetapkan
tersendiri dengan Peraturan Walikota berdasarkan ketentuan
peraturan perundang-undangan.
9. Pasal 49 ayat 2 huruf c menjelaskan bahwa penyediaan lahan parkir yang
terdapat di wilayah kota meliputi area pemukiman, pusat-pusat kegiatan
perdagangan dan jasa, pariwisata, dan pemerintahan.
10. Pasal 57 ayat :
1) Pengembangan pelayanan umum sebagaimana dimaksud dalam Pasal
52 huruf e meliputi pendidikan, kesehatan, taman pemakaman umum,
dan tempat peribadatan yang diatur persebarannya ke dalam 8
(delapan) kecamatan di wilayah Kota.
2) Pengembangan dan peningkatan fasilitas pelayanan umum dibidang
pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupa pembangunan
dan pengembangan taman bermain, taman kanak-kanak, sekolah
dasar, sekolah menengah pertama, sekolah menengah atas dan
perguruan tinggi, sedangkan untuk bumi perkemahan direncanakan
berlokasi di Kelurahan Pinasungkulan.
3) Pengembangan dan peningkatan kawasan pelayanan umum dibidang
kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupa Puskesmas di
tiap kecamatan dan Poskesdes di tiap kelurahan dan pengembangan
serta peningkatan Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Manembo-
nembo di Kelurahan Manembo-nembo Tengah.

150
4) Pengembangan dan peningkatan kawasan pelayanan umum untuk
taman pemakaman umum sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
meliputi penyediaan lahan yang diatur dengan memperhatikan kondisi
lingkungan, penataan lokasi dan ketersediaan lahan di setiap
kelurahan.
5) Pengembangan dan peningkatan kawasan pelayanan umum untuk
tempat peribadatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi
penyediaan lahan di setiap kelurahan.
11. Pasal 59 ayat :
1. Kawasan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 52 huruf g meliputi kegiatan perencanaan,
pemanfaatan, pengawasan, dan pengendalian terhadap interaksi
manusia dalam memanfaatkan Sumber Daya Pesisir dan Pulau-Pulau
Kecil serta proses alamiah secara berkelanjutan dalam upaya
meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
2. Pemanfaatan Pulau-Pulau Kecil dan perairan di sekitarnya dilakukan
berdasarkan kesatuan ekologis dan ekonomis secara menyeluruh dan
terpadu dengan pulau besar didekatnya.
3. Pemanfaatan pulau-pulau kecil dan perairan disekitarnya
diprioritaskan untuk salah satu atau lebih kepentingan berikut :
a. konservasi;
b. pendidikan dan pelatihan;
c. penelitian dan pengembangan;
d. budidaya laut;
e. pariwisata;
f. usaha perikanan dan kelautan dan industri perikanan secara
lestari
g. pertanian organik; dan/atau
h. peternakan.

151
Gambar 4. 53 Peta Rencana Pola Ruang Kota Bitung
Sumber Peta : Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Bitung Tahun 2013-2033

152
4.8.1.4 Penetapan Kawasan Strategis Kota
Pasal 60 ayat 1 menjelaskan bahwa kawasan strategis di wilayah kota
meliputi kawasan strategis dari sudut kepentingan ekonomi dan fungsi daya
dukung lingkungan.

Pasal 61 ayat 2 menjelaskan bahwa kawasan strategis bidang daya dukung


lingkungan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 60 ayat (1), meliputi :
a. kawasan Suaka Alam Laut Selat Lembeh; dan
b. taman Wisata Alam Batu Angus dan Taman Wisata Alam Batu Putih.

Pasal 61 ayat 3 menjelaskan bahwa kawasan Suaka Alam Laut Selat


Lembeh sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a dilakukan upaya pelestarian
dan pencegahan pengrusakan terumbu karang dan ekosistem bawah laut dari
kegiatan pelayaran kapal dan nelayan.

4.8.1.5 Arahan Pemanfaatan Ruang Wilayah Kota


1. Pasal 63 ayat :
1) Arahan pemanfaatan ruang wilayah kota meliputi :
a. indikasi program utama perwujudan struktur ruang wilayah kota;
b. indikasi program utama perwujudan pola ruang wilayah kota; dan
c. indikasi program utama perwujudan kawasan strategis.
2) Arahan pemanfaatan ruang wilayah kota sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) huruf a, prioritas pelaksanaan pembangunan disusun
berdasarkan atas kemampuan pembiayaan dan kegiatan yang
mempunyai efek mengganda sesuai arahan umum pembangunan
daerah.
3) Pelaksanaan pembangunan sesuai dengan program pemanfaatan ruang
wilayah kota dilakukan selama kurun waktu 20 tahun yang dimulai
tahun 2013 sampai dengan tahun 2033, yang dibagi menjadi 4
tahapan, terdiri atas :
a. tahap I meliputi tahun 2013 – 2018;
b. tahap II meliputi tahun 2018 – 2023;
c. tahap III meliputi tahun 2023 – 2028; dan
d. tahap IV meliputi tahun 2028 – 2033.

153
2. Pasal 64 ayat :
1) Indikasi program utama pemanfaatan ruang untuk perwujudan struktur
ruang wilayah kota sebagaimana dimaksud dalam Pasal 63 ayat (1)
huruf a meliputi perwujudan sistem pusat pelayanan kota dan
perwujudan sistem jaringan prasarana kota.
2) Program perwujudan pusat pelayanan kota terdiri dari kegiatan
pengembangan/peningkatan fungsi kota sebagai pusat pelayanan
pemerintahan kota dan pusat kegiatan perdagangan dan jasa.
3) Program perwujudan sistem jaringan prasarana kota terdiri dari
kegiatan pemantapan jaringan jalan, peningkatan terminal penumpang,
peningkatan jaringan trayek angkutan orang dan jaringan lintas
angkutan barang, peningkatan dan pengembangan jaringan angkutan
penyeberangan, pengembangan transportasi perkeretaapian,
peningkatan dan pengembangan pelabuhan, pembangunan bandar
udara pengumpan, peningkatan sistem jaringan
energi/ketenagalistrikan, jaringan telekomunikasi, jaringan sumber
daya air, penyediaan air minum, pengelolaan air limbah,
pembangunan infrastruktur persampahan, drainase, proteksi
kebakaran, prasarana dan sarana jaringan jalan pejalan kaki dan jalur
evakuasi bencana.
3. Pasal 66 ayat 3 menjelaskan bahwa program utama perwujudan kawasan
strategis bidang daya dukung lingkungan hidup meliputi pelestarian
kawasan suaka alam laut Selat Lembeh, pengembangan kawasan
pelabuhan dengan mempertimbangkan dampak lingkungan, serta
pelestarian ekosistem kawasan Taman Wisata Alam Batu Angus dan
Taman Wisata Alam Batuputih.

4.8.1.6 Ketentuan Pengendalian Pemanfaatan Ruang Wilayah Kota


1. Pasal 72 ayat 2 menjelaskan bahwa Ketentuan umum peraturan zonasi
kawasan sempadan pantai meliputi :
a. diperbolehkan melakukan penghijauan (reboisasi) terhadap hutan
bakau di kawasan sempadan pantai yang telah rusak;

154
b. diperbolehkan melakukan kegiatan yang mampu melindungi atau
memperkuat perlindungan kawasan sempadan pantai dari abrasi
dan infiltrasi air laut ke dalam tanah;
c. sempadan pantai alami ditetapkan dari titik pasang tertinggi ke
arah darat dan ditentukan berdasarkan ketentuan peraturan
perundang-undangan; dan
d. mengatur kegiatan dan/atau usaha-usaha kelautan yang
diperbolehkan di kawasan sempadan pantai meliputi pelabuhan,
tempat pelelangan ikan, tower penjaga keselamatan pengunjung
pantai dan/atau kegiatan lain yang membutuhkan lokasi di tepi
pantai.
2. Pasal 74

Ketentuan umum peraturan zonasi pada kawasan suaka alam, pelestarian alam
dan cagar budaya meliputi :

a. ketentuan umum peraturan zonasi pada kawasan pantai berhutan


bakau,yang meliputi :
1) diperbolehkan melakukan penanaman bibit bakau;
2) dilarang penebangan liar hutan bakau;
3) dilarang kegiatan yang dapat merubah/mengurangi luas dan atau
mencemari ekosistem bakau;
4) dilarang alih fungsi lahan baik untuk kawasan budidaya tambak
maupun permukiman; dan
5) diperbolehkan peran masyarakat dalam melestarikan kawasan
pantaiberhutan bakau.
b. ketentuan umum peraturan zonasi pada kawasan taman wisata alam
meliputi :
1) diperbolehkan kegiatan untuk kepentingan penelitian, ilmu
pengetahun, pendidikan, menunjang budidaya, budaya dan wisata
alam tanpa mengurangi fungsi pokok kawasan;
2) diperbolehkan pengelolaan taman wisata alam oleh pemerintah;

155
3) diperbolehkan pemberian hak pengusahaan atas taman wisata alam
oleh pemerintah dengan mengikutsertakan rakyat untuk kegiatan
kepariwisataan dan rekreasi.
3. Pasal 81
Ketentuan umum peraturan zonasi untuk kawasan pariwisata sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 76 huruf e meliputi :
a. kegiatan lainnya yang secara umum diizinkan pada peruntukan
akomodasi wisata terdiri atas:
1) kegiatan perdagangan dan jasa berupa toko kerajinan/kesenian
(art shop) dengan jenis barang dagangan berupa barang hasil
kerajinan/kesenian, makanan dan minuman;
2) restoran/rumah makan dan cafe;
3) salon, spa dan massage;
4) penukaran uang (Money Changer);
5) bangunan kesenian dan atraksi wisata;
6) fasilitas hiburan dan rekreasi di dalam/luar gedung seperti bar,
karaoke dan hiburan/rekreasi sejenisnya; dan
7) fasilitas kesehatan seperti klinik kesehatan.;
b. pemanfaatan potensi alam dan budaya masyarakat sesuai daya dukung
dan daya tampung lingkungan;
c. kegiatan kepariwisataan yang dikembangkan harus memiliki
hubungan fungsional dengan kawasan industri kecil dan industri
rumah tangga serta membangkitkan kegiatan sektor jasa masyarakat;
d. pemanfaatan lingkungan dan bangunan cagar budaya untuk
kepentingan pariwisata, sosial, pendidikan, ilmu pengetahuan,
kebudayan dan agama harus memperhatikan kelestarian lingkungan
dan bangunan cagar budaya tersebut. Pemanfaatan tersebut harus
memiliki izin dari Pemerintah Daerah dan atau Kementerian yang
menangani bidang Kebudayaan;
e. pemanfaatan ruang di kawasan pariwisata harus diperuntukkan untuk
sebesar-besarnya kemakmuran rakyat, dengan tetap memelihara
sumber daya tersebut sebagai cadangan pembangunan yang

156
berkelanjutan dan tetap memperhatikan kaidah-kaidah pelestarian
fungsi lingkungan hidup; dan
f. harus tersedia fasilitas fisik yang meliputi jaringan listrik, telepon,
jaringan jalan raya, tempat pembuangan sampah, drainase, dan saluran
air kotor.

4.8.2 Tinjauan RPJMD Provinsi Sulawesi Utara terhadap Ekowisata


Meninjau kebijakan atau peraturan daerah terhadap pengembangan
ekowisata akan lebih baik jika mengacu langsung pada peraturan atau kebijakan
daerah tersebut yang mana dalam hal ini adalah RPJMD Kota Bitung. Namun,
karena RPJMD Kota Bitung masih dalam proses penyusunan maka digunakan
peraturan lainnya yang masih berhubungan yaitu RPJMD Provinsi Sulawesi Utara
tahun 2016-2021. Dalam kebijakan ini akan dilihat hal yang terkait dengan Pulau
Lembeh khususnya Kecamatan Lembeh Selatan.

 Kawasan suaka alam, pelestarian alam, dan cagar budaya terdiri dari: a.
Suaka Alam (SA) Laut, meliputi:
1. SA Laut Selat Lembeh di Bitung;
2. SA Laut Sidat di Minahasa dan Minahasa Selatan.
 Kawasan Rawan Gempa Bumi meliputi kawasan yang terletak di zona
patahan aktif, yaitu: Sesar Amurang - Belang, Sesar Ratatotok, Sesar
Likupang, Selat Lembeh, Sesar yang termasuk dalam sistem sesar Bolaang
Mongondow, dan sesar Manado – Kema.
 Kawasan peruntukan pariwisata yaitu kawasan pariwisata alam terdiri dari:
a. Kawasan wisata, yaitu :
1. Kawasan wisata/koridor wisata Manado – Wori – Likupang –
Lembeh di Manado, Minahasa Utara dan Bitung.
b. Pengembangan kawasan wisata, yaitu :
1. pengembangan kawasan wisata pantai Manado- Minahasa-Bitung
Pantai Utara (MAHABINTURA), meliputi: Wawontulap-
Tanawangko- Tasik-Ria- Boulevard-Manado-Tanjung-Pisok-
Likupang-Tanjung Pulisan Karondoran-Selat Lembeh-Bitung-
Tanjung Merah-Tasikoki- Batu Nona-Kema.

157
 Rencana pengembangan infrastruktur seperti: pengembangan pelabuhan
Bitung menjadi Pelabuhan Internasional Hub Bitung; pengembangan
Bandara Internasional Sam Ratulangi; pembangunan Jalan Tol Manado-
Bitung; pembangunan Jalan Lingkar Manado Tahap II Dan III;
pembangunan Boulevard II; pembangunan Jembatan Lembeh;
pembangunan Jalan Lingkar Lembeh; pembangunan Waduk Multifungsi
Sawangan/Kuwil dan pembangunan PLTP Lahendong V dan VI.
 Angkutan Penyeberangan di Provinsi Sulawesi Utara sampai saat ini telah
memiliki dua belas Pelabuhan Penyeberangan yaitu di Bitung (Kota
Bitung), Likupang (Kab. Minahasa Utara), Amurang (Kab. Minahasa
Selatan), Pananaru (Kab. Sangihe), Siau (Kab. Sitaro), Melonguane (Kab.
Talaud), Manado (Kota Manado), Bunaken (Kota Manado), Kabaruan
(Kab. Talaud), Musi (Kab. Talaud), dan Tagulandang (Kab. Sitaro), dan
Pulau Lembeh (Kota Bitung).
 Pengembangan kawasan strategis. Kawasan yang memiliki nilai strategis
dari sudut kepentingan pertumbuhan ekonomi, salah satunya yaitu
Kawasan Global Hub Port / Pelabuhan Internasional Bitung (International
Hub Port) dan di Pulau Lembeh Bitung, yang dibangun untuk menunjang
pertumbuhan ekonomi di wilayah KAPET Manado-Bitung.
 Pembangunan kepariwisataan ditujukan pada peningkatan kemampuan
untuk menggalakkan kegiatan ekonomi dan meningkatkan citra Sulawesi
Utara sebagai destinasi wisata dunia, meningkatkan kesejahteraan
masyarakat lokal, serta memberikan perluasan kesempatan kerja utamanya
disektor community based ecotourism. Pengembangan kepariwisataan
memanfaatkan keragaman wisata bahari sebagai potensi ekowisata
berbasis marine tourism, edutainment, serta mendorong kegiatan ekonomi
yang terkait dengan pengembangan kesenian dan budaya daerah yang
melibatkan berbagai sektor. Kegiatan pariwisata diharapkan mampu
membuka lapangan kerja, peningkatan pendapatan bagi pemerintah dan
masyarakat di daerah wisata serta penerimaan devisa bagi Negara.
 Akses pariwisata internasional dan nasional ke Sulawesi Utara saat ini
melalui 2 jalur utama yaitu Bandara Internasional Sam Ratulangi Manado

158
dan Pelabuhan Internasional Bitung. Perlu adanya peningkatan frekuensi
penerbangan baik penerbangan domestik maupun penerbangan
internasional. Penting untuk dikaji dalam rangka pengembangan destinasi
pariwisata di Sulawesi Utara, di perlukan pengembangan paket pariwisata
kewilayahan dengan memperhatikan potensi objek wisaya yang ada
misalkan Bunaken Marine Park, Bunaken-Lembeh-Likupang-Makelehi.
 Pelabuhan Internasional Bitung, meningkat statusnya sebagai
International Hub Port. Demikian pula, akan ditingkatkan fasilitas dan
infrastruktur pelabuhan, seperti pembangunan terminal kapal pesiar
internasional untuk memperluas akses/jalur kapal pesiar internasional,
pengembangan dermaga kapal, dan peningkatan jumlah fasilitas-fasilitas
lainnya seperti crane.
 Dilihat dari segi keamanan, pengawasan, dan kewaspadaan di Bandara
Internasional Sam Ratulangi dan Pelabuhan Intenasional Bitung, telah
tercipta situasi yang kondusif atas dukungan aparat keamanan. Hal ini
ditunjukkan dengan pemberdayaan Polisi Pariwisata dalam bentuk
kerjasama antara Kepolisian Daerah dengan manajemen Bandara
Internasional Sam Ratulangi dan Pelabuhan Internasional Bitung yang
berlangsung dengan baik.
 Permasalahan krusial terkait dengan infrastruktur adalah percepatan
pembangunan infrastruktur di kawasan Kawasan Ekonomi Khusus Bitung
(KEK Bitung) mengingat batas waktu pembangunan oleh Pemerintah
pusat ditargetkan selesai pada tahun 2017. Sampai saat ini pemerintah
Provinsi Sulawesi Utara masih dalam tahapan pematangan lahan, untuk
segera mewujudkan ketersediaan sarana dan prasarana kawasan penunjang
kegiatan di dalam Kawasan Ekonomi Khusus maupun distribusi barang ke
luar Kawasan Ekonomi Khusus. Permasalahan yang terkait dengan hal
tersebut adalah upaya menyediakan lahan yang siap untuk dikelola melalui
perencanaan matang;, dan bagaimana upaya strategis dalam menjalin
koordinasi yang baik untuk meningkatkan kualitas kegiatan perencanaan
pembangunan dalam kawasan ekonomi khusus, termasuk didalamnya

159
upaya merumuskan percepatan pembangunan infrastruktur transportasi,
energi, air bersih sebagai penunjang kegiatan industri.
 Sesuai dengan harapan ”Terwujudnya Sulawesi Utara Berdikari dalam
Ekonomi, Berdaulat dalam Politik dan Berkepribadian dalam Budaya”
maka ditetapkan Misi Pembangunan Sulawesi Utara 2016-2021 sebagai
berikut.
1) Mewujudkan kemandirian ekonomi dengan memperkuat sektor
pertanian dan sumberdaya kemaritiman serta mendorong sektor
industri dan jasa
2) Memantapkan pembangunan sumberdaya manusia yang
berkepribadian dan berdaya saing.
3) Mewujudkan Sulawesi Utara sebagai destinasi investasi dan
pariwisata yang berdaya saing
4) Mewujudkan pemerataan kesejahteraan masyarakat yang adil,
mandiri dan maju
5) Memantapkan pembangunan infrastruktur berdasarkan prinsip
pembangunan berkelanjutan
6) Mewujudkan Sulawesi Utara sebagai pintu gerbang Indonesia di
kawasan timur
7) Mewujudkan Sulawesi Utara yang berkepribadian melalui tata
kelola pemerintahan yang baik.

160
4.8.3 Tinjauan Rencana Induk Pengembangan Pariwisata Kota (RIPPARKOT)
Bitung Tahun 2016-2026 Terhadap Ekowisata
Dalam rangka mewujudkan optimalisasi pengembangan wisata dengan
memperhatikan potensi dan kendala yang ada, maka upaya-upaya yang dapat
ditempuh dalam pengembangan destinasi-destinasi pariwisata di Kota Bitung,
sebagai berikut:

1. Peningkatan kualitas sumberdaya manusia, melalui berbagai pelatihan di


bidang wisata, baik di dalam maupun di luar negeri di samping kegiatan
on the job training untuk meningkatkan kemampuan SDM dalam
perencanaan, pengembangan dan pengelolaan wisata alam.
2. Pembangunan sarana dan prasarana serta fasilitas untuk mendukung
kegiatan wisata serta pengembangan potensi objek wisata untuk berbagai
jenis kegiatan wisata.
3. Peningkatan sarana, media, dan kegiatan publikasi serta promosi baik
dalam skala lokal, regional, nasional maupun internasional dengan media
elektronik dan cetak.
4. Pembinaan dan pengembangan keterampilan dalam wirausaha di bidang
wisata kepada masyarakat di sekitar kawasan maupun dengan lembaga
bisnis professional dan juga melibatkan LSM/ perguruan tinggi.

Rencana pengembangan dan pembangunan perwilayahan destinasi


pariwisata di Kota Bitung, selanjutnya tersusun sebagai berikut:

a. Wilayah Pengembangan dan Pembangunan Kota Bitung Berbasis


Pariwisata Budaya, meliputi: Upacara Adat Tulude, Festival Toa Pe Kong,
Festival Selat Lembeh, Tari Tangkap Cakalang, Tarian Kabasaran dan
Masamper.
b. Wilayah Pengembangan dan Pembangunan Kota Bitung Berbasis
Pariwisata Alam-Pantai, meliputi: Pantai Benteng Resort di Kelurahan
Batuputih Atas Kecamatan Ranowulu, Pantai Batuputih di Kelurahan
Batuputih Bawah Kecamatan Ranowulu, Pantai Tanjung Merah di
Kelurahan Tanjung Merah Kecamatan Matuari, Pantai Sea View Resort di
Kelurahan Tanjung Merah Kecamatan Matuari, Pantai Kasawari di

161
Kelurahan Kasawari Kecamatan Aertembaga, Pantai di Kelurahan Pasir
Panjang Kecamatan Lembeh Selatan, pantai Kungkungan Bay Resort di
Kelurahan Tandurusa Kecamatan Aertembaga, pantai Aerprang di
Kelurahan Makawidey, Pantai Sandy Langi di Kelurahan Pintukota
Kecamatan Lembeh Utara dan Pantai Tokambahu di Kelurahan
Makawidey dan Kelurahan Kasawari.

Menurut Getz (1987:93) dan Page (1995) terdapat lima pendekatan dalam
mengembangkan pariwisata, antara lain:

a. Bossterm yaitu: suatu pendekatan sederhana yang melihat pariwisata


sebagai suatu atribut positif untuk suatu tempat dan penghuninya. Namun
masyarakat setempat tidak dilibatkan dalam proses perencanaan dan daya
dukung wilayah tidak dipertimbangkan secara matang.
b. The economic-industry approach (pendekatan ekonomi-industri) yaitu:
pendekatan pengembangan pariwisata yang tujuan ekonominya lebih
didahulukan dari tujuan sosial dan lingkungan dan menjadikan
pengalaman pengunjung dan tingkat kepuasan sebagai sasaran utama.
c. The physical-spatial approach (pendekatan fisik-keruangan), yaitu:
pendekatan ini didasarkan pada tradisi penggunaan lahan geografis.
Strategi pengembangannya berdasarkan perencanaan yang berbeda-beda
melalui prinsip-prinsip keruangan (spatial). Misalnya pengelompokan
pengunjung di satu kawasan dan pemecahanpemecahan tersebut untuk
menghindari kemungkinan terjadinya konflik. Hanya saja kekurangan dari
pendekatan ini adalah kurang mempertimbangkan dampak sosial dan
kultur dari pengembangan wisata.
d. The community approach (pendekatan kerakyatan), yaitu: pendekatan ini
lebih menekankan pada pentingnya keterlibatan maksimal dari masyarakat
setempat di dalam proses pengembangan pariwisata. Pendekatan ini
menganggap pentingnya suatu pedoman pengembangan pariwisata yang
dapat diterima secara sosial (socially acceptable). Pendekatan yang
dilakukan adalah menekankan pentingnya manfaat sosial dan cultural bagi

162
masyarakat lokal secara bersama-sama termasuk di dalamnya
pertimbangan ekonomi dan lingkungan.
e. Sustainable approach (pendekatan keberlanjutan), yaitu: pendekatan
berkelanjutan dan berkepentingan atas masa depan yang panjang serta atas
sumber daya dan efekefek pembangunan ekonomi pada lingkungan yang
mungkin menyebabkan gangguan cultural dan sosial yang memantapkan
pola-pola kehidupan dan gaya hidup individual

Dari kelima pendekatan tersebut yang menjadi fokus pengembangan


kepariwisataan Kota Bitung ini adalah pendekatan pariwisata kerakyatan (the
community approach). Pariwisata kerakyatan merupakan sebuah bentuk
pengembangan yang berpihak kepada masyarakat, khususnya masyarakat lokal.
Masyarakat khususnya masyarakat lokal ikut berperan serta dalam setiap
pengembangan yang dilakukan di daerahnya. Menurut Subagyo (1991) kehidupan
desa sebagai tujuan wisata adalah desa sebagai obyek sekaligus juga sebagai
subyek dari kepariwisataan yaitu sebagai penyelenggara sendiri dari berbagai
aktifitas kepariwisataan, dan hasilnya akan dinikmati oleh masyarakatnya secara
langsung. Oleh karena itu peran aktif dari masyarakat sangat menentukan
kelangsungan kegiatan pedesaan ini.

163
Tabel 4. 77 Kebijakan yang Mengatur Tentang Potensi Pengembangan Kawasan Ekowisata

Daya tarik Wisata Aksesibilitas Prasarana dan Sarana Akomodasi

Rencana pola ruang wilayah : Strategi pengembangan infrastruktur kota Rencana pembangunan Rencana pengembangan
untuk mendukung kegiatan bahari berskala ketenaga-listrikan yaitu perdagangan dan jasa
 kawasan Suaka Alam Laut nasional yang terpadu dengan sistem regional pembangunan Gardu Induk lainnya meliputi
Selat Lembeh yaitu salah satunya dengan meningkatkan Lembeh (Bitung) 30 MW di meningkatkan dan
 kawasan pantai berhutan kapasitas jaringan jalan yang mendorong Kecamatan Lembeh Selatan mengarahkan
bakau di Kelurahan Lirang, interaksi kegiatan antar pusat pelayanan dan pembangunan sistem pengembangan jasa
Kelurahan Pintukota, kegiatan kota dengan sistem regional. Pembangkit Listrik Tenaga penginapan di pusat
Kelurahan Paudean, Surya Terpusat di Pulau pelayanan kota dan sub
Kelurahan Dorbolaang, dan Lembeh. pusat pelayanan kota
Kelurahan Pasir Panjang di
Pulau Lembeh.

Pengembangan kawasan wisata Rencana pembangunan jembatan yang Rencana sistem


alam: menghubungkan pusat kota Bitung di telekomunikasi kabel dengan
 Pengembangan objek wisata Kecamatan Aertembaga dengan Pulau Lembeh. penambahan rumah kabel di
pantai, salah satunya adalah Pulau Lembeh, Tanjung
pantai di Kelurahan Pasir Merah dan Madidir.
Panjang Kecamatan Lembeh
Selatan.
 pengembangan lokasi obyek
wisata bawah laut.

164
Pemanfaatan pulau-pulau kecil Arahan pengelolaan dan pengembangan Penyediaan lahan parkir yang
dan perairan disekitarnya jaringan jalan diantaranya : terdapat di wilayah kota
diprioritaskan untuk salah satu meliputi area pemukiman,
atau lebih kepentingan berikut : a. sistem jaringan jalan dikembangkan melalui pusat-pusat kegiatan
konservasi, pendidikan dan peningkatan kualitas dan peningkatan perdagangan dan jasa,
pelatihan, penelitian dan kuantitas jaringan jalan; pariwisata, dan pemerintahan.
pengembangan, budidaya laut, b. pemeliharaan dan peningkatan kualitas
pariwisata, usaha perikanan dan pelayanan jaringan jalan termasuk jembatan
kelautan dan industri perikanan dan perlengkapannya yang telah ada;
secara lestari, pertanian organik; c. pengembangan jaringan jalan baru untuk
dan/atau peternakan. untuk membuka kawasan baru atau jalan
penghubung antar lingkungan di dalam
wilayah kelurahan.

kawasan strategis bidang daya Rencana sistem jaringan transportasi laut Pengembangan pelayanan
dukung lingkungan yaitu salah meliputi peningkatan Pelabuhan Bitung umum meliputi pendidikan,
satunya kawasan Suaka Alam sebagai IHP. kesehatan, taman pemakaman
Laut Selat Lembeh yang mana umum, dan tempat
dilakukan upaya pelestarian dan peribadatan yang diatur
pencegahan pengrusakan terumbu persebarannya ke dalam 8
karang dan ekosistem bawah laut (delapan) kecamatan di
dari kegiatan pelayaran kapal dan wilayah Kota Bitung.
nelayan.
Program utama perwujudan Pelabuhan Bitung sebagai pelabuhan laut Pembangunan sarana dan
kawasan strategis bidang daya digunakan untuk melayani angkutan laut dan prasarana serta fasilitas untuk

165
dukung lingkungan hidup yaitu angkutan penyeberangan. mendukung kegiatan wisata
salah satunya pelestarian kawasan serta pengembangan potensi
suaka alam laut Selat Lembeh, objek wisata untuk berbagai
jenis kegiatan wisata.

Pengembangan kepariwisataan Sistem jaringan transportasi udara meliputi Pengembangan dan


memanfaatkan keragaman wisata rencana pembangunan bandar udara peningkatan kawasan
bahari sebagai potensi ekowisata pengumpan di Pulau Lembeh. pelayanan umum dibidang
berbasis marine tourism, kesehatan berupa Puskesmas
edutainment, serta mendorong di tiap kecamatan dan
kegiatan ekonomi yang terkait Poskesdes di tiap kelurahan
dengan pengembangan kesenian
dan budaya daerah yang
melibatkan berbagai sektor.

Kawasan peruntukan wisata alam Rencana pembangunan bandar udara Pengembangan dan
yaitu : Kawasan wisata/koridor pengumpan di Pulau Lembeh perlu peningkatan kawasan
wisata Manado – Wori – memperhatikan kelayakan lokasi bandar udara pelayanan umum untuk
Likupang – Lembeh di Manado, maupun kawasan keselamatan operasional tempat peribadatan meliputi
Minahasa Utara dan Bitung. penerbangan. penyediaan lahan di setiap
kelurahan.

166
Pengembangan kawasan wisata Program perwujudan sistem jaringan prasarana
pantai Manado- Minahasa-Bitung kota terdiri dari kegiatan pemantapan jaringan
Pantai Utara (MAHABINTURA), jalan, peningkatan terminal penumpang,
meliputi: Wawontulap- peningkatan jaringan trayek angkutan orang
Tanawangko- Tasik-Ria- dan jaringan lintas angkutan barang,
Boulevard-Manado-Tanjung- peningkatan dan pengembangan jaringan
Pisok-Likupang-Tanjung Pulisan angkutan penyeberangan, peningkatan dan
Karondoran-Selat Lembeh- pengembangan pelabuhan, pembangunan
Bitung-Tanjung Merah-Tasikoki- bandar udara pengumpan.
Batu Nona-Kema.
Wilayah Pengembangan dan Rencana pengembangan infrastruktur seperti:
Pembangunan Kota Bitung pengembangan pelabuhan Bitung menjadi
Berbasis Pariwisata Budaya, Pelabuhan Internasional Hub Bitung;
meliputi: Upacara Adat Tulude, pengembangan Bandara Internasional Sam
Festival Toa Pe Kong, Festival Ratulangi; pembangunan Jalan Tol Manado-
Selat Lembeh, Tari Tangkap Bitung; pembangunan Jalan Lingkar Manado
Cakalang, Tarian Kabasaran dan Tahap II Dan III; pembangunan Boulevard II;
Masamper. pembangunan Jembatan Lembeh;
pembangunan Jalan Lingkar Lembeh.

Wilayah Pengembangan dan Pengembangan kawasan strategis. Kawasan


Pembangunan Kota Bitung yang memiliki nilai strategis dari sudut
Berbasis Pariwisata Alam-Pantai kepentingan pertumbuhan ekonomi, salah
salah satunya yaitu Pantai di satunya yaitu Kawasan Global Hub Port /
Kelurahan Pasir Panjang Pelabuhan Internasional Bitung (International

167
Kecamatan Lembeh Selatan. Hub Port) dan di Pulau Lembeh Bitung, yang
dibangun untuk menunjang pertumbuhan
ekonomi di wilayah KAPET Manado-Bitung.

Pelabuhan Internasional Bitung, meningkat


statusnya sebagai International Hub Port.
Demikian pula, akan ditingkatkan fasilitas dan
infrastruktur pelabuhan, seperti pembangunan
terminal kapal pesiar internasional untuk
memperluas akses/jalur kapal pesiar
internasional, pengembangan dermaga kapal,
dan peningkatan jumlah fasilitas-fasilitas
lainnya seperti crane.

Sumber : Hasil analisis penulis

168
4.9 Strategi Pengembangan Kawasan Ekowisata Berdasarkan Kebijakan-
Kebijakan Pemerintah Kota Bitung
Strategi pengembangan ekowisata yang dapat diterapkan pada lokasi
penelitian didasarkan pada rencana kebijakan-kebijakan tersebut di atas dan hasil
penelitian yang sudah dilakukan.

4.9.1 Strategi pengembangan daya tarik wisata


 Mengikutsertakan masyarakat secara umum khususnya para generasi
muda dalam pengelolaan Suaka Alam Selat Lembeh dan kawasan
mangrove sehingga dapat menciptakan ruang belajar untuk lebih
memahami bahwa pentingnya menjaga kelestarian lingkungan alam.
 Meningkatkan kinerja KPSDP dan kelompok masyarakat lainnya dengan
mengevaluasi program-program lingkungan yang pernah dilakukan untuk
melihat apakah kawasan terumbu karang dan mangrove mengalami
perbaikan atau tidak.
 Mengembangkan daya tarik wisata lain pada lokasi penelitian yang belum
digali potensinya khususnya daerah pantai dan wisata bawah laut.
 Memonitor kegiatan nelayan setempat agar lebih berhati-hati dan
memperhatikan wilayah tangkapnya sehingga tidak merusak daerah
terumbu karang serta memantau masyarakat yang masih merusak daerah
mangrove. Hal ini dilakukan karena mengingat kehidupan masyarakat
pada lokasi penelitian yang hidup begitu dekat dengan kedua hal tersebut.

4.9.2 Strategi Pengembangan Aksesibilitas


 Meningkatkan kualitas jalan lingkar Lembeh untuk memperlancar
kegiatan mobilitas wisatawan.
 Pemeliharaan dan peningkatan kualitas pelayanan jaringan jalan termasuk
jembatan dan perlengkapannya yang telah ada;
 Pengembangan jaringan jalan baru untuk untuk membuka kawasan baru
atau jalan penghubung antar lingkungan di dalam wilayah kelurahan.
 Menambah jumlah moda transportasi laut yang mana dalam hal ini adalah
kapal motor yang melayani penyeberangan ke Pulau Lembeh.

169
4.9.3 Strategi Pengembangan Prasarana dan Sarana
 Penyediaan lahan parkir yang terdapat di daerah yang akan dijadikan
sebagai tempat wisata baru.
 Jaringan telekomunikasi yang perlu dibangun di Kelurahan Pasir Panjang
sehingga dapat melayani Kelurahan Dorbolaang dan Kelurahan Paudean
yang memang sangat sulit mendapatkan jaringan telekomunikasi sehingga
cukup menyusahkan wisatawan yang berkunjung.
 Perlu membangun warung/kios di sekitar tempat wisata yang sudah ada
dan yang baru direncanakan.
 Menyediakan tempat ibadah khusus muslim di tempat wisata di Kelurahan
Pasir Panjang dan Kelurahan Dorbolaang.
 Memaksimalkan fungsi dermaga di lokasi penelitian untuk melayani
penyeberangan wisatawan dari Bitung ke Lembeh khususnya di Kelurahan
Paudean, Pasir Panjang dan Dorbolaang.

4.9.4 Strategi Pengembangan Akomodasi


Akomodasi (penginapan) yang tersedia saat ini hanya berupa resort yang
terletak di Kelurahan Paudean yaitu Divers Lodge Lembeh Resort dan di
Kelurahan Pasir Panjang yaitu Honey Bay Resort sehingga cukup mahal,
sedangkan di Kelurahan Dorbolaang hanya memanfaatkan rumah-rumah warga
untuk dijadikan tempat penginapan, namun hal ini belum terlaksana dengan baik.
Oleh karena itu, strategi pengembangan akomodasi yang dapat diterapkan
berdasarkan kondisi tersebut di atas yaitu :

 Pengembangan rumah-rumah warga yang dijadikan tempat penginapan


juga perlu dilakukan di Kelurahan Paudean dan Kelurahan Pasir Panjang
untuk melayani wisatawan dengan pendapatan cukup atau rendah.
 Mengatur kembali sistem pelayanan penginapan (rumah-rumah warga)
dan menganalisis faktor-faktor tidak terlaksananya program yang
menjadikan rumah warga sebagai tempat penginapan.

170
4.10 Strategi Pengembangan Kawasan Ekowisata dengan Menggunakan
Analisis S.W.O.T.
Analisis SWOT (strengths, weaknesses, opportunities, threats) merupakan
suatu metode analisis yang akan menggambarkan kekuatan, kelemahan, peluang,
dan ancaman, serta kendala-kendala yang harus dihadapi dalam suatu proses
perencanaan. Dengan mengetahui kekuatan dan kelemahan, akan mampu
dikurangi kelemahan yang ada dan pada saat yang sama memaksimalkan
kekuatan. Hal yang sama juga berlaku pada tantangan dan peluang, dimana pada
saat tantangan dapat diperkecil, peluang yang ada justru diperbesar (Unga, 2011).

Analisis S.W.O.T. akan digunakan dalam penelitian ini untuk mengetahui


strategi pengembangan yang dapat diterapkan pada tiga lokasi penelitian yaitu
Kelurahan Paudean, Pasir Panjang dan Dorbolaang. Berikut ini adalah penguraian
dari faktor-faktor yang akan dianalisis yaitu kondisi internal (kekuatan dan
kelemahan) dan kondisi eksternal (peluang dan ancaman) pada lokasi penelitian
secara umum.

4.10.1 Kekuatan (Strengths)


1. Pantai bermangrove dan keindahan bawah laut menjadi daya tarik utama
wisata.
2. Pengelolaan dan pelestarian lingkungan khususnya pantai bermangrove
dan terumbu karang melibatkan masyarakat setempat dengan membentuk
kelompok-kelompok pemberdayaan masyarakat.
3. Keberadaan kelompok-kelompok pemberdayaan masyarakat menjadikan
masyarakat setempat mandiri karena mempunyai pendapatan tambahan.
4. Terdapat beberapa titik penyelaman yang menyajikan keindahan alam
bawah laut.
5. Terdapat tempat penginapan berupa resort dan penyewaan alat diving di
Kelurahan Paudean dan Kelurahan Pasir Panjang.

4.10.2 Kelemahan (Weakness)


1. Tidak berfungsinya dermaga dalam mengangkut penumpang atau
wisatawan pada tiga lokasi penelitian tersebut.
2. Tingkat dan motivasi pendidikan masyarakatnya masih sangat rendah.

171
3. Belum memadainya prasarana dan sarana wisata seperti jaringan
telekomunikasi, beberapa titik jalan yang rusak, area parkir, toko
cendramata dan lainnya).

4.10.3 Peluang (Opportunities)


1. Tingginya minat wisatawan lokal bahkan wisatawan asing.
2. Adanya rencana pembangunan jembatan penghubung Bitung-Lembeh dan
rencana pembangunan bandara di Lembeh.
3. Adanya rencana pengembangan pariwisata budaya (festival Selat Lembeh)
dan pengembangan pariwisata alam-pantai termasuk wisata bawah laut.
4. Rencana pengadaan rumah-rumah warga setempat sebagai tempat
penginapan wisatawan yang lebih murah, seperti yang dilakukan di
Kelurahan Dorbolaang namun belum berjalan.
5. Adanya pembangunan Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Bitung.

4.10.4 Ancaman (Threats)


1. Letak Pulau Lembeh yang berhadapan langsung dengan Samudera Pasifik
dan Laut Maluku menjadikan cuacanya berangin dan berombak.
2. Masih adanya masyarakat yang tanpa sadar merusak lingkungan seperti
menebang pohon mangrove dan adanya kegiatan nelayan yang merusak
terumbu karang.

Setelah melakukan analisis kondisi internal dan eksternal pada lokasi


penelitian, selanjutnya akan ditentukan analisis IFAS (Internal Strategic Factor
Analysis Summary) dan EFAS (Eksternal Strategic Factor Analysis Summary).
Hal ini dilakukan untuk melihat letak kuadran strategis pengembangan yang
menjadi prioritas untuk dilakukan.

Tabel 4. 78 Analisis Faktor Strategi Internal (IFAS)

Skor
No. Faktor-Faktor Strategis Bobot Nilai
(B × N)
Kekuatan (Strengths)
I 1. Pantai bermangrove dan keindahan 0,3 4 1,2
bawah laut menjadi daya tarik utama

172
wisata.
2. Pengelolaan dan pelestarian
lingkungan khususnya pantai
bermangrove dan terumbu karang
0,2 4 0,8
melibatkan masyarakat setempat
dengan membentuk kelompok-
kelompok pemberdayaan masyarakat.
3. Keberadaan kelompok-kelompok
pemberdayaan masyarakat
menjadikan masyarakat setempat 0,2 3 0,6
mandiri karena mempunyai
pendapatan tambahan.
4. Terdapat beberapa titik penyelaman
yang menyajikan keindahan alam 0,2 4 0,8
bawah laut.
5. Terdapat tempat penginapan berupa
resort dan penyewaan alat diving di
0,1 2 0,2
Kelurahan Paudean dan Kelurahan
Pasir Panjang.
Jumlah Bobot 1,0 3,6
Kelemahan (Weakness)
1. Tidak berfungsinya dermaga dalam
mengangkut penumpang atau 0,3 1 0,3
wisatawan pada tiga lokasi penelitian
tersebut.
2. Tingkat dan motivasi pendidikan
II 0,3 2 0,6
masyarakatnya masih sangat rendah.
3. Belum memadainya prasarana dan
sarana wisata seperti jaringan
telekomunikasi, beberapa titik jalan 0,4 1 0,4
yang rusak, area parkir, toko
cendramata dan lainnya).

173
Jumlah Bobot 1,0 1,3
Nilai Skor Kekuatan – Kelemahan IFAS = 3,6 – 1,3
= +2,3
Sumber : Hasil Analisis Penulis

Tabel 4. 79 Analisis Faktor Strategi Eksternal (EFAS)

Skor
No. Faktor-Faktor Strategis Bobot Nilai
(B × N)
Peluang (Opportunities)
1. Tingginya minat wisatawan lokal 0,2 3 0,6
bahkan wisatawan asing.
2. Adanya rencana pembangunan
jembatan penghubung Bitung-Lembeh
0,2 3 0,6
dan rencana pembangunan bandara di
Lembeh.
3. Adanya rencana pengembangan
pariwisata budaya (festival Selat
Lembeh) dan pengembangan 0,3 4 1,2
III
pariwisata alam-pantai termasuk
wisata bawah laut.
4. Rencana pengadaan rumah-rumah
warga setempat sebagai tempat
penginapan wisatawan yang lebih
0,1 2 0,2
murah, seperti yang dilakukan di
Kelurahan Dorbolaang namun belum
berjalan.
5. Adanya pembangunan Kawasan
0,2 3 0,6
Ekonomi Khusus (KEK) Bitung.
Jumlah Bobot 1,0 3,2
Ancaman (Threats)
IV 1. Letak Pulau Lembeh yang 0,4 3 1,2
berhadapan langsung dengan

174
Samudera Pasifik dan Laut Maluku
menjadikan cuacanya berangin dan
berombak.
2. Masih adanya masyarakat yang tanpa
sadar merusak lingkungan seperti
menebang pohon mangrove dan 0,6 1 0,6
adanya kegiatan nelayan yang
merusak terumbu karang.
Jumlah Bobot 1,0 1,8
Nilai Skor Peluang – Ancaman EFAS = 3,2 – 1,8
= +1,4
Sumber : Hasil Analisis Penulis

Gambar 4. Sumber
54 Grafik Letak
: Hasil Kuadran
Analisis Analisis SWOT
Penulis

Berdasarkan hasil perhitungan dari tabel 4.78 dan 4.79 maka didapatkan
nilai IFAS dan EFAS berturut-turut yaitu +2,3 dan +1,4, sehingga berdasarkan
nilai tersebut dalam grafik penentuan letak kuadran berada pada Kuadran I
Growth khususnya pada Rapid Growth Strategy yaitu adalah strategi

175
meningkatkan laju pertumbuhan kunjungan wisatawan dengan waktu lebih cepat
(tahun kedua lebih besar dari tahun pertama dan selanjutnya), peningkatan
kualitas yang menjadi faktor kekuatan untuk memaksimalkan pemanfaatan semua
peluang. Oleh karena itu, posisi nilai tersebut dalam analisis matriks SWOT,
strateginya berada pada SO (Strength Opportunities) untuk diprioritaskan. Strategi
SO tersebut sebagai berikut.

1. Membuat agent travel wisata khusus yang melayani kegiatan wisata di


Pulau Lembeh.
2. Rencana pembangunan kawasan ekowisata bertema pesisir dan laut di
Kelurahan Paudean dan Dorbolaang, serta pengembangannya di Kelurahan
Pasir Panjang.
3. Mengembangkan penginapan yang murah untuk wisatawan dan promosi
melalui airy rooms atau Tour Operator dunia.
4. Mengevaluasi kegiatan pengadaan rumah-rumah masyarakat setempat
yang dijadikan tempat penginapan di Kelurahan Dorbolaang.

176
Tabel 4. 80 Matriks Analisis SWOT

Strengths (S) Weakness (W)

1. Pantai bermangrove dan keindahan bawah laut 1. Tidak berfungsinya dermaga dalam
menjadi daya tarik utama wisata. mengangkut penumpang atau
2. Pengelolaan dan pelestarian lingkungan wisatawan pada tiga lokasi
khususnya pantai bermangrove dan terumbu penelitian tersebut.
karang melibatkan masyarakat setempat dengan 2. Tingkat dan motivasi pendidikan
membentuk kelompok-kelompok pemberdayaan masyarakatnya masih sangat rendah.
Internal
masyarakat. 3. Belum memadainya prasarana dan
3. Keberadaan kelompok-kelompok pemberdayaan sarana wisata seperti jaringan
masyarakat menjadikan masyarakat setempat telekomunikasi, beberapa titik jalan
mandiri karena mempunyai pendapatan yang rusak, area parkir, toko
tambahan. cendramata dan lainnya).
4. Terdapat beberapa titik penyelaman yang
Eksternal menyajikan keindahan alam bawah laut.
5. Terdapat tempat penginapan berupa resort dan
penyewaan alat diving di Kelurahan Paudean dan
Kelurahan Pasir Panjang.

177
Opportunities (O) SO WO

1. Tingginya minat wisatawan lokal 5. Membuat agent travel wisata khusus yang 1. Mengadakan pelatihan khusus untuk
bahkan wisatawan asing. melayani kegiatan wisata di Pulau Lembeh. masyarakat pada lokasi penelitian
2. Adanya rencana pembangunan 6. Rencana pembangunan kawasan ekowisata dalam mengelola dan melestarikan
jembatan penghubung Bitung- bertema pesisir dan laut di Kelurahan Paudean lingkungan, terutama untuk para
Lembeh dan rencana pembangunan dan Dorbolaang, serta pengembangannya di generasi muda seperti kursus
bandara di Lembeh. Kelurahan Pasir Panjang. pendidkan lingkungan, pendidikan
3. Adanya rencana pengembangan 7. Mengembangkan penginapan yang murah kebencanaan, pendidikan
pariwisata budaya (festival Selat untuk wisatawan dan promosi melalui airy keterampilan kerajinan dan
Lembeh) dan pengembangan rooms atau Tour Operator dunia pendidikan kepariwisataan.
pariwisata alam-pantai termasuk 8. Mengevaluasi kegiatan pengadaan rumah- 2. Perlu memperbaiki, mengadakan
wisata bawah laut. rumah masyarakat setempat yang dijadikan dan melengkapi prasarana dan
4. Rencana pengadaan rumah-rumah tempat penginapan di Kelurahan Dorbolaang. sarana guna menunjang kegiatan
warga setempat sebagai tempat wisata dan memenuhi kebutuhan
penginapan wisatawan yang lebih wisatawan.
murah, seperti yang dilakukan di 3. Mengadakan alat transportasi laut
Kelurahan Dorbolaang namun khusus seperti feri cepat yang
belum berjalan. menuju tempat-tempat wisata yang

178
5. Adanya pembangunan Kawasan ada di lokasi penelitian untuk
Ekonomi Khusus (KEK) Bitung. wisatawan.

Threats (T) ST WT

1. Letak Pulau Lembeh yang 1. Perlu menetapkan waktu-waktu yang aman 1. Meningkatkan kesadaran masyarakat
berhadapan langsung dengan untuk melakukan kegiatan wisata diving dan setempat tentang pentingnya
Samudera Pasifik dan Laut Maluku snorkling. pelestarian lingkungan dengan
menjadikan cuacanya berangin dan 2. Perlu adanya penanaman mangrove pada menjaring masyarakat yang belum
berombak. daerah-daerah tempat wisata guna mengurangi tergabung dalam kelompok-kelompok
2. Masih adanya masyarakat yang angin dan ombak yang datang. pemberdayaan untuk ikut serta.
tanpa sadar merusak lingkungan 3. Pemerintah setempat bersama-sama dengan 2. Melakukan pemeriksaan rutin
seperti menebang pohon mangrove kelompok-kelompok pemberdayaan masyarakat terhadap moda transportasi laut yang
dan adanya kegiatan nelayan yang memonitor kegiatan-kegiatan masyarakat digunakan untuk mengangkut
merusak terumbu karang. setempat yang dapat merusak lingkungan dan penumpang agar menjamin
memberikan sanksi. keselamatan dan tidak mengangkut
penumpang yang melebihi kapasitas
kapal motor tersebut.

Sumber: Hasil Analisis Penulis

179
BAB V
PENUTUP

5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil analisis yang dilakukan mengenai potensi dan strategi
pengembangan kawasan ekowisata di Kelurahan Paudean, Pasir Panjang dan
Dorbolaang dapat disimpulkan bahwa :

1. Potensi-potensi yang dimiliki oleh Kelurahan Paudean, Pasir Panjang dan


Dorbolaang untuk dikembangkan menjadi kawasan ekowisata berdasarkan
analisis variabel ADO-ODTWA yaitu :
 Daya tarik wisata berada pada wilayah pesisir dan lautnya. Skor yang
didapat Kelurahan Paudean, Dorbolaang dan Pasir Panjang berturut-
turut yaitu 840, 870 dan 840 dengan klasifikasi pengembangan
kawasan ekowisata untuk ketiga lokasi penelitian tersebut berada pada
kelas “Potensial”.
 Aksesibilitas menuju lokasi-lokasi wisata cukup mudah hanya saja
harus berganti beberapa moda transportasi. Skor yang didapat oleh
Kelurahan Paudean, Dorbolaang dan Pasir Panjang berturut-turut yaitu
950, 825 dan 950. Aksesibilitas di Kelurahan Paudean dan Pasir
Panjang berada pada klasifikasi “Sangat Potensial”, sedangkan
Kelurahan Dorbolaang masuk pada klasifikasi “Potensial” untuk
dikembangkan menjadi kawasan ekowisata.
 Prasarana dan sarana yang tersedia baik itu untuk kebutuhan wisata
ataupun kebutuhan umum masih kurang memadai dan perlu
memaksimalkan yang sudah ada. Skor yang didapat oleh Kelurahan
Paudean, Dorbolaang dan Pasir Panjang berturut-turut yaitu 135, 135
dan 150 yang mana untuk Kelurahan Paudean dan Dorbolaang berada
pada kategori “Potensial” dan Kelurahan Pasir Panjang pada kategori
“Sangat Potensial” untuk dikembangkan sebagai kawasan ekowisata.
 Akomodasi yang tersedia berupa resort, sedangkan pengembangan
rumah-rumah warga menjadi tempat penginapan belum terlaksana

180
dengan baik. Skor akomodasi yang didapat oleh Kelurahan Paudean
dan Pasir Panjang adalah 60, sedangkan Kelurahan Dorbolaang tidak
memiliki resort ataupun penginapan sehingga skor yang didapat
adalah 0. Hal ini karena rumah warga yang dijadikan tempat
penginapan tidak belum dijalankan dengan baik.

Selain itu, potensi lainnya untuk mewujudkan lokasi penelitian


menjadi kawasan ekowisata adalah peran masyarakatnya yang sangat
mendukung kegiatan-kegiatan pelestarian lingkungan dan terlibat di
dalamnya serta membentuk kelompok-kelompok pemberdayaan
masyarakat yang dibimbing oleh Pemerintah Kota Bitung dan CCDP-
IFAD, sehingga dapat mewujudkan masyarakat yang produktif dan
mandiri.

2. Strategi pengembangan kawasan ekowisata di Kelurahan Paudean, Pasir


Panjang dan Dorbolaang yaitu :

2.1 Berdasarkan analisis dari kebijakan-kebijakan pemerintah khususnya


Pemerintah Kota Bitung sebagai berikut.

a. Strategi pengembangan daya tarik wisata


 Mengikutsertakan masyarakat secara umum khususnya para
generasi muda dalam pengelolaan Suaka Alam Selat Lembeh dan
kawasan mangrove sehingga dapat menciptakan ruang belajar
untuk lebih memahami bahwa pentingnya menjaga kelestarian
lingkungan alam.
 Meningkatkan kinerja KPSDP dan kelompok masyarakat lainnya
dengan mengevaluasi program-program lingkungan yang pernah
dilakukan untuk melihat apakah kawasan terumbu karang dan
mangrove mengalami perbaikan atau tidak.
 Mengembangkan daya tarik wisata lain pada lokasi penelitian yang
belum digali potensinya khususnya daerah pantai dan wisata bawah
laut.

181
 Memonitor kegiatan nelayan setempat agar lebih berhati-hati dan
memperhatikan wilayah tangkapnya sehingga tidak merusak daerah
terumbu karang serta memantau masyarakat yang masih merusak
daerah mangrove. Hal ini dilakukan karena mengingat kehidupan
masyarakat pada lokasi penelitian yang hidup begitu dekat dengan
kedua hal tersebut.

b. Strategi Pengembangan Aksesibilitas


 Meningkatkan kualitas jalan lingkar Lembeh untuk memperlancar
kegiatan mobilitas wisatawan.
 Pemeliharaan dan peningkatan kualitas pelayanan jaringan jalan
termasuk jembatan dan perlengkapannya yang telah ada;
 Pengembangan jaringan jalan baru untuk untuk membuka kawasan
baru atau jalan penghubung antar lingkungan di dalam wilayah
kelurahan.
 Menambah jumlah moda transportasi laut yang mana dalam hal ini
adalah kapal motor yang melayani penyeberangan ke Pulau
Lembeh.

c. Strategi Pengembangan Prasarana dan Sarana


 Penyediaan lahan parkir yang terdapat di daerah yang akan
dijadikan sebagai tempat wisata baru.
 Jaringan telekomunikasi yang perlu dibangun di Kelurahan Pasir
Panjang sehingga dapat melayani Kelurahan Dorbolaang dan
Kelurahan Paudean yang memang sangat sulit mendapatkan
jaringan telekomunikasi sehingga cukup menyusahkan wisatawan
yang berkunjung.
 Perlu membangun warung/kios di sekitar tempat wisata yang sudah
ada dan yang baru direncanakan.
 Menyediakan tempat ibadah khusus muslim di tempat wisata di
Kelurahan Pasir Panjang dan Kelurahan Dorbolaang.

182
 Memaksimalkan fungsi dermaga di lokasi penelitian untuk
melayani penyeberangan wisatawan dari Bitung ke Lembeh
khususnya di Kelurahan Paudean, Pasir Panjang dan Dorbolaang.

d. Strategi Pengembangan Akomodasi


 Pengembangan rumah-rumah warga yang dijadikan tempat
penginapan juga perlu dilakukan di Kelurahan Paudean dan
Kelurahan Pasir Panjang untuk melayani wisatawan dengan
pendapatan cukup atau rendah.
 Mengatur kembali sistem pelayanan penginapan (rumah-rumah
warga) dan menganalisis faktor-faktor tidak terlaksananya program
yang menjadikan rumah warga sebagai tempat penginapan.

2.2 Berdasarkan Matriks Analisis SWOT yaitu sebagai berikut.

1. SO (Strength Opportunity) :
 Membuat agen travel wisata khusus yang melayani kegiatan
wisata di Pulau Lembeh.
 Rencana pembangunan kawasan ekowisata bertema pesisir dan
laut di Kelurahan Paudean dan Dorbolaang, serta
pengembangannya di Kelurahan Pasir Panjang.
 Mengembangkan penginapan yang murah untuk wisatawan
dan promosi melalui airy rooms atau Tour Operator dunia.
 Mengevaluasi kegiatan pengadaan rumah-rumah masyarakat
setempat yang dijadikan tempat penginapan di Kelurahan
Dorbolaang.

2. WO (Weakness Opportunity) :
 Mengadakan pelatihan khusus untuk masyarakat pada lokasi
penelitian dalam mengelola dan melestarikan lingkungan,
terutama untuk para generasi muda seperti kursus pendidkan
lingkungan, pendidikan kebencanaan, pendidikan keterampilan
kerajinan dan pendidikan kepariwisataan.

183
 Perlu memperbaiki, mengadakan dan melengkapi prasarana
dan sarana guna menunjang kegiatan wisata dan memenuhi
kebutuhan wisatawan.
 Mengadakan alat transportasi laut khusus seperti feri cepat
yang menuju tempat-tempat wisata yang ada di lokasi
penelitian untuk wisatawan.

3. ST (Strength Treat) :
 Perlu menetapkan waktu-waktu yang aman untuk melakukan
kegiatan wisata diving dan snorkling.
 Perlu adanya penanaman mangrove pada daerah-daerah tempat
wisata guna mengurangi angin dan ombak yang datang.
 Pemerintah setempat bersama-sama dengan kelompok-
kelompok pemberdayaan masyarakat memonitor kegiatan-
kegiatan masyarakat setempat yang dapat merusak lingkungan
dan memberikan sanksi.

4. WT (Weakness Treat) :
 Meningkatkan kesadaran masyarakat setempat tentang
pentingnya pelestarian lingkungan dengan menjaring
masyarakat yang belum tergabung dalam kelompok-kelompok
pemberdayaan untuk ikut serta.
 Melakukan pemeriksaan rutin terhadap moda transportasi laut
yang digunakan untuk mengangkut penumpang agar menjamin
keselamatan dan tidak mengangkut penumpang yang melebihi
kapasitas kapal motor tersebut.

5.2 Saran
1. Diharapkan penyusunan RPJMD dan RIPPARKOT Bitung yang terbaru
lebih memperhatikan potensi-potensi wisata yang belum digali ataupun
memaksimalkan yang sudah ada.

184
2. Untuk Pemerintah Kota Bitung, perlu adanya promosi wisata Pulau
Lembeh di kancah nasional dan internasional, karena mengingat
banyaknya minat para wisatawan itu sendiri.
3. Pemerintah Kota Bitung lebih giat melakukan musyawarah-musyawarah
bersama masyarakat Pulau Lembeh untuk melihat perkembangan
daerahnya dan masalah-masalah baru yang mungkin ada.

185
DAFTAR PUSTAKA

Abdullah, E. 2011. Pengembangan Wisata Alam di Kabupaten Sumedang


Provinsi Jawa Barat. Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor.
Bogor.

Anonim, 2013. Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Bitung Tahun 2013-2033.
Bappeda. Pemerintah Kota Bitung.

, 2007. Laporan Kegiatan Pelatihan Pengenalan Terumbu Karang di


Selat Nasik Kabupaten Belitung. South China Sea (SCS) Project.

, 2015. Dokumen Final Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-


Pulau Kecil (RZWP3K) Provinsi Sulawesi Utara Tahun 2015-2035.
Bappeda Provinsi. Pemerintah Kota Manado.

. 2003 . Pedoman Analisis Daerah Operasi Obyek dan Daya Tarik


Wisata Alam (ADO-ODTWA). Direktorat Jenderal Perlindungan
Hutan dan Konservasi Alam. Bogor.

. 2017. Bruguiera gymnorrhiza. Wetlands International


Programme:www.wetlands.or.id/mangrove/mangrove_species.php?id
=37. Dipetik pada 17 September.

.2017. Rhizophora mucronata. Wetlands International


Programme:www.wetlands.or.id/mangrove/mangrove_species.php?id
=37. Dipetik pada 17 September.

.2017. R. stylosa. Wetlands International


Programme:www.wetlands.or.id/mangrove/mangrove_species.php?id
=37. Dipetik pada 17 September.

.2017. R. Sonneratia alba. Wetlands International


Programme:www.wetlands.or.id/mangrove/mangrove_species.php?id
=37. Dipetik pada 17 September.

186
. 2017. Avicennia alba. Wetlands International
Programme:www.wetlands.or.id/mangrove/mangrove_species.php?id
=37. Dipetik pada 17 September.

. 2017. Nypa fruticans. Wetlands International


Programme:www.wetlands.or.id/mangrove/mangrove_species.php?id
=37. Dipetik pada 17 September.

.2000. Divers Lodge Lembeh. Tripadvisor:


https://www.tripadvisor.co.za/LocationPhotoDirectLink-g680020-
d1088574-i190650843-Divers_Lodge_Lembeh-
Bitung_North_Sulawesi_Sulawesi.html. Dipetik pada 6 Agustus 2017.

.2017. Honey Bay Resort and Dive Center. Traveloka:


https://www.traveloka.com/en/hotel/indonesia/honey-bay-resort--dive-
center-3000010008209. Dipetik pada 6 Agustus.

.2017. Choriaster Granulatus. Wikipedia:


https://en.wikipedia.org/wiki/Choriaster_granulatus. Dipetik pada 7
September.

.2002. Taxonomy - Eucidaris metularia (Pencil urchin). UniProt:


http://www.uniprot.org/taxonomy/105364. Dipetik pada 7 September
2017.

Andrew. 2013. Synaptula lamperti. Astronomy to zoology: http://astronomy-to


zoology.tumblr.com/post/48385075366/synaptula-lamperti-is-a
species-of-sea-cucumber. Dipetik pada 7 September 2017.
Zubi, T. 2017. Dive Sites in Lembeh Strait. Starfish:
www.starfish.ch/dive/lembeh.html. Dipetik pada 7 September 2017.
Arifin, T. 2008. Akuntabilitas dan Keberlanjutan Pengelolaan Kawasan Terumbu
Karang di Selat Lembeh, Kota Bitung. Sekolah Pascasarjana Institut
Pertanian Bogor. Bogor.

187
ATJ. 2006. Tripneustes gratilla. ATJ's Marine Aquarium Site:
http://atj.net.au/marineaquaria/Tripneustes_gratilla.html. Dipetik pada
7 September 2017.

Arlina. 2016. Echinodermata : Pengertian, Ciri, Struktur Tubuh, Klasifikasi. Ilmu


Dasar: www.ilmudasar.com/2016/11/Pengertian-Ciri-Struktur-Tubuh-
Klasifikasi-Echinodermata-adalah.html. Dipetik pada 18 Oktober
2017.

Desi, D. 2016. 5 Klasifikasi Echinodermata dan Ciri-cirinya. DosenBiologi.com:


https://dosenbiologi.com/hewan/klasifikasi-echinodermata. Dipetik
pada 18 Oktober 2017.

Dirjen Cipta Karya. 2009. KOTAKU. Kementerian Pekerjaan Umum dan


Perumahan Rakyat:
http://kotaku.pu.go.id/datapnpmdetil.asp?mid=41&catid=29&.
Dipetik pada 6 Agustus 2017.

Ducarme, F. Tidak Diketahui. Genus Ophiomastix. inaturalist.org:


http://www.inaturalist.org/taxa/247096-Ophiomastix. Dipetik pada 7
September 2017.

Goemans, B. 2012. Family Synaptidae. Saltcorner:


http://www.saltcorner.com/AquariumLibrary/browsespecies.php?Critt
erID=3214. Dipetik pada 7 September 2017.

Fandeli C, 2011.Pengertian dan Konsep Dasar Ekowisata, PT Gramedia Pustaka


Utama, Yogyakarta.

Fandeli, C, Et Al. 2000. Pengusahaan Ekowisata. Fakultas Kehutanan Universitas


Gadjah Mada. Yogyakarta.

Karlina, E. 2015. Strategi Pengembangan Ekowisata Mangrove di Kawasan Pantai


Tanjung Bara, Kutai Timur, Kalimantan Timur. Jurnal Penelitian
Hutan dan Konservasi Alam, 12 (2): E191-208.

188
Karsudi; Soekmadi R. 2010. Strategi Pengembangan Ekowisata di Kabupaten
Kepulauan Yapen Provinsi Papua. Artikel Ilmiah, 16 (2): E148-154.

Nugroho, I, 2011. Ekowisata dan Pembangunan Berkelanjutan, PT Gramedia


Pustaka Utama, Yogyakarta.

Putra, A; Anggoro S; Kismartini. 2015. Strategi Pengembangan Ekowisata


Melalui Kajian Ekosistem Mangrove Di Pulau Pramuka, Kepulauan
Seribu.Saintek Perikanan, 10 (2): E91-97.

Romani, S. 2006. Penilaian Potensi Obyek dan Daya Tarik Wisata Alam Serta
Alternatif Perencanaannya di Taman Nasional Bukit Duabelas
Provinsi Jambi. Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Soedigdo, D; Priono Y. 2013. Peran Ekowisata Dalam Konsep Pengembangan


Pariwisata Berbasis Masyarakat Pada Taman Wisata Alam (Twa)
Bukit Tangkiling Kalimantan Tengah. Perspektif Arsitektur, 8 (2):E1-
8.

Supono; Lane D; Susetiono. 2014. Echinoderm Fauna Of The Lembeh Strait,


North Sulawesi: Inventory And Distibution Review.Mar. Res.
Indonesia, 39 (2): E51-61.

Tanaya, RD; Rudiarto I. 2014. Potensi Pengembangan Ekowisata Berbasis


Masyarakat di Kawasan Rawa Pening, Kabupaten Semarang. Teknik
PWK, 3 (1): E71-81.

Unga, K. 2011. Strategi Pengembangan Kawasan Wisata Kepulauan Banda.


Program Pasca Sarjana Program Studi Perencanaan dan
Pengembangan Wilayah Universitas Hasanuddin. Makassar.

Gumelar S. Sastrayuda, ( 2010). Hand Out Mata Kuliah Concept Resort and
Leisure, Strategi Pengembangan dan Pengelolaan Resort And Leisure.

189
Syahid, A. 2016. Ecotourism, Pariwisata Berwawasan Lingkungan. Studi
Pariwisata: https://studipariwisata.com/analisis/ecotourism-
pariwisata-berwawasan-lingkungan/. Dipetik pada 1 Maret 2017.

190

You might also like