Professional Documents
Culture Documents
MONALISA MA’RIFAT
NRP. 2114 039 022
Dosen Pembimbing
Ir.NUR HUSODO,MS
Instruktur Pembimbing
JIWO MULYONO S.Pd
MONALISA MA’RIFAT
NRP. 2114 039 022
Dosen Pembimbing
Ir.NUR HUSODO, MS
Instruktur Pembimbing
JIWO MULYONO S.Pd
i
FINAL PROJECT – TM 145648
MONALISA MA’RIFAT
NRP. 2114 039 022
Dosen Pembimbing
Ir.NUR HUSODO, MS
Instruktur Pembimbing
JIWO MULYONO S.Pd
ii
LEMBAR PENGESAHAN
TUGAS AKHIR
Diajukan Guna Memenuhi Persyaratan Untuk Memperoleh Gelar
Ahli Madya Teknik Mesin
Pada
Program Studi Diploma III
Departemen Teknik Mesin Industri
Kerjasama ITS - Disnakertrans Provinsi Jawa Timur
Fakultas Vokasi
Institut Teknologi Sepuluh Nopember
Oleh:
Monalisa Ma’rifat
NRP. 2114 039 022
Traco Perdana Bismantara
NRP. 2114 039 030
iii
RANCANG BANGUN MESIN PENCACAH SAMPAH
ORGANIK SEBAGAI BAHAN DASAR PUPUK KOMPOS
Abstrak
Proses pencacahan berperan penting agar dapat
menghasilkan ukuran material sampah organik menjadi lebih
kecil dan halus, sehingga membantu bakteri menguraikan
sampah organik lebih cepat untuk menjadi kompos. Dengan
waktu pengomposan yang lebih singkat serta hasil ukuran
material sampah organik yang lebih kecil dan halus, akan
menghasilkan kualitas pupuk kompos yang lebih baik pada
produksi kompos di Rumah-Rumah Kompos. Oleh karena itu
diperlukan adanya perancangan dan perrwujudan sebuah Mesin
Pencacah Sampah Organik sebagai Bahan Dasar Pupuk
Kompos.
Dalam mewujudkan mesin ini, diawali dengan studi
lapangan, perencanaan dan perhitungan mesin, pembuatan mesin
dan dilanjutkan dengan uji coba mesin. Prinsip dasarnya
menggunakan mekanisme putar dengan poros pisau potong yang
berulir. Perancanaan dalam merancang mesin ini meliputi
perencanaan daya motor, poros, bearing, pulley-belt, dan pasak,
iv
setelah dihitung dan mendapatkan hasil, maka perlu dilakukan
percobaan untuk mendapatkan kesimpulan dari mesin ini.
v
BUILDING PLAN OF ORGANIC WASTE CUTTING
MACHINE AS A COMPOSTED BASIC MATERIAL
Abstract
The process of enumeration plays an important role in
order to produce organic waste material size becomes smaller
and smoother, thus helping bacteria to decompose organic waste
faster to become compost. With a shorter composting time and
smaller, more refined organic material waste yield results in
better composting quality in compost production in Composting
Houses. Therefore it is necessary to design and embodiment an
Organic Trash Enumerator Machine as Basic Material of
CompostFertilizer.
In realizing this machine, starting with field study,
planning and calculation of machine, making machine and
followed by test machine. The basic principle uses a rotary
mechanism with a threaded axle cutting shaft. Planning in the
design of this machine includes the planning of motor power,
shaft, bearing, pulley-belt, and pegs, once calculated and get
results, it is necessary to experiment to get the conclusion of this
machine.
vi
In planning the calculation of the machine, obtained the
results of engine capacity of 180 kg / hour, requiring 4.2 Hp
motor power with a rotation of the shaft of 1100 rpm.
vii
KATA PENGANTAR
viii
4. Bapak Jiwo Mulyono, S.Pd selaku instruktur
pembimbing mata kuliah tugas akhir di UPT-PK
Disnakertrans Provinsi Jawa Timur.
5. Bapak Ir. Suhariyanto, MT selaku koordinator mata
kuliah tugas akhir.
6. Bapak Dr. Ir. Heru Mirmanto, MT selaku Kepala
Departemen Teknik Mesin Industri yang telah
memberikan bimbingan.
7. Bapak Dosen tim penguji yang telah memberikan
kritik dan saran dalam penyempurnaan dan
pengembangan Tugas Akhir ini.
8. Seluruh dosen dan staf pengajar Departemen D3
Teknik Mesin Industri Fakultas Vokasi-ITS, yang
telah memberikan ilmunya dan membantu selama
menimba ilmu di bangku kuliah.
9. Seluruh Keluaraga FORKOM M3NER ITS serta
berbagai pihak yang belum tertulis dan yang tidak
mungkin disebutkan satu persatu yang telah berperan
dalam pengerjaan penyusunan laporan ini.
ix
memerlukan, mahasiswa D3 Teknik Mesin Kerjasama
Disnakertrans Provinsi Jawa Timur Fakultas Vokasi - ITS
pada khususnya.
Penulis
x
DAFTAR ISI
xi
2.3.2 Prencanaan Daya ............................................... 15
2.3.3 Perencanaan Pemilihan Tipe Belt ..................... 18
2.3.4 Kecepatan Linier Pada Belt ............................... 20
2.3.5 Perencanaan Panjang Belt ................................. 20
2.3.6 Sudut Kontak .................................................... 21
2.3.7 Gaya Tarik Belt ................................................. 22
2.3.8 Tegangan Maksimum yang Terjadi pada Belt .. 23
2.3.9 Jumlah Belt ....................................................... 24
2.3.10 Prediksi Umur Belt .......................................... 25
2.4 Perencanaan Poros ..................................................... 25
2.4.1 Hal-Hal Penting dalam Perencanaan Poros ....... 26
2.4.2 Bahan Poros ....................................................... 28
2.4.3 Bidang Horisontal dan Vertikal ........................ 28
2.4.4 Momen Terbesar ............................................... 29
2.4.5 Torsi Pada Poros ............................................... 29
2.4.6 Diameter Poros ................................................. 30
2.5 Perencanaan Pasak ..................................................... 31
2.5.1 Jenis Pasak ........................................................ 32
2.5.2 Tinjauan Terhadap Tegangan Geser ................. 33
2.5.3 TinjauanTerhadap Tegangan Kompresi ............ 34
2.6 Perencanaan Bantalan ................................................ 35
2.6.1 Klasifikasi Bantalan .......................................... 36
2.6.2 Gaya Radial Bantalan ....................................... 37
2.6.3 Beban Ekuivalen ............................................... 38
2.6.4 Umur Bantalan ................................................. 39
xii
3.2 Tahapan Pembuatan Mesin Pencacah Sampah Organik
Sebagai Bahan Dasar Pupuk Kompos .................... 42
3.3 Konsep Mesin Pecacah dan Pengepres Sampah
Organik ...................................................................45
3.4 Mekanisme Kerja Mesin Pencacah Sampah Organik
.................................................................................47
xiii
4.4.13 Pengecekan Jumlah Belt ............................64
4.4.14 Dimensi Pulley ...........................................65
4.5 Perencanaan Poros ................................................ 67
4.5.1 Perhitungan Jenis Bahan Poros yang Akan
Digunakan ................................................ 67
4.5.2 Gaya Pulley Terhadap Poros .................... 67
4.5.3 Gaya Maksimum pada Pulley .................. 68
4.5.4 Diagram Beban Poros .............................. 69
4.5.5 Gaya Pada Poros ...................................... 70
4.5.6 Menghitung Beban Poros Arah Horizontal
dan Vertikal .............................................. 70
4.5.6.1. Tinjauan Horizontal .................... 70
4.5.6.2. Tinjauan Vertikal ........................ 74
4.6 Momen Terbesar (Mb) .......................................... 81
4.6.1 Diameter Poros ......................................... 81
4.7 Perencanaan Pasak ................................................ 82
4.7.1 Gaya yang Terjadi pada Pasak ................. 83
4.7.2 Tinjauan Terhadap Tegangan Geser ........ 83
4.7.3 Tinjauan Terhadap Tegangan Kompresi .. 84
4.8 Perhitungan Bantalan (Bearing)............................ 85
4.8.1 Gaya Radial Pada Bearing ........................ 86
4.8.2 Beban Ekuivalent pada Bantalan A.......... 86
4.8.3. Beban Ekuivalent pada Bantalan B .......... 87
4.8.4. Umur Bantalan ......................................... 88
4.9 Kapasitas Mesin .................................................... 88
xiv
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
BIODATA PENULIS
xv
DAFTAR GAMBAR
xvi
Gambar 4.17 Potongan Momen Bending III-III Vertikal........ 77
Gambar 4.18 Potongan Momen Bending IV-IV Vertikal ....... 78
Gambar 4.19 Potongan Momen Bending V-V Vertikal .......... 79
Gambar 4.20 Potongan Momen Bending VI-VI Vertikal ....... 80
Gambar 4.21 Dimensi Pasak ................................................... 83
Gambar 4.22 Luasan Untuk Tegangan Geser ......................... 84
Gambar 4.23 Luasan Untuk Tegangan Kompresi ................... 85
xvii
DAFTAR TABEL
xviii
BAB 1
PENDAHULUAN
1
Surabaya pada tahun 2011, semua rumah tangga Kota Surabaya
membuang sampahnya yang berjumlah 3.942 M3 dengan
menggunakan paradigma lama, dimana sampah dikumpulkan,
diangkut, dan dibuang ke tempat pemrosesan akhir. Begitu pula di
tahun 2012. (Status Lingkungan Hidup Daerah (SLHD) Kota
Surabaya Tahun 2011 dan 2012, diolah). Hal ini sangat
disayangkan, pupuk kompos yang berasal dari sampah organik
dapat memiliki nilai jual yang tinggi dan bermanfaat
mengungrangi sampah yang ada.
Dari hasil tinjauan yang ada, proses pembuatan pupuk
kompos masih banyak dilakukan secara manual, terutama pada
proses pencacahan sampah organik. Proses pencacahan adalah
salah satu proses yang penting, sampah yang dicacah dapat lebih
kecil (0,55–25mm) bentuknya agar mempermudah proses
decomposing sehingga mikrobakteri pengurai dapat bekerja
secara maksimal (SNI,2004).
Dengan adanya Mesin Pencacah Sampah Organik
Sebagai Bahan Dasar Pupuk Kompos yang dilengkapi dengan
alat pencacah berupa pisau yang menggunakan mekanisme
putar dengan poros pisau potong yang berulir dengan sistem
adjustable yang dapat diganti sewaktu-waktu. Alat ini
berbahan stainles steell pada bagian dalamnnya yang
bersentuhan dengan bahan baku sehingga lebih aman dan
tahan korosi,.
2
1. Membuat dan merancang Mesin Pencacah Sampah
Organik Sebagai Bahan Dasar Pupuk Kompos.
2. Melakukan perhitungan untuk menentukan dan
merancang Mesin Pencacah Sampah Organik Sebagai
Bahan Dasar Pupuk Kompos.
3
1.5 Manfaat
1. Bagi PUSDAKOTA
2. Bagi mahasiswa
Terselesainya Tugas Akhir dalam terpenuhinya SKS
untuk kelulusan program studi diploma III di Departemen
Teknik Mesin Industri Fakultas Vokasi Teknologi Industri
Institut Teknologi Sepuluh Nopember, Surabaya, Jawa Timur,
sehingga didapatkannya gelar Ahli Madya.
BAB 1 Pendahuluan
Berisikan tentang :latar belakang, rumusan masalah,
tujuan, batasan masalah, manfaat, sistematika penulisan.
4
BAB 2 Dasar Teori
Membahas tentang teori penunjang dan dasar perhitungan
yang mendukung dalam pembuatan mesin “pencacah sampah
organik”.
BAB 3 Metodologi
Membahas tentang, diagram alir, pengumpulan data serta
tahap-tahapan proses pembuatan alat, serta prinsip kerja mesin
pencacah.
BAB 5 Penutup
Membahas tentang kesimpulan dari proses pembuatan
mesin, hasil perhitungan komponen Mesin Pencacah Sampah
Organik dan saran-saran penulis dalam penyusunan tugas akhir.
5
(Halaman ini sengaja dikosongkan)
6
BAB 2
DASAR TEORI
7
kompos diantaranya kotoran ternak, urine, pakan ternak yang
terbuang, dan cairan biogas.
Ukuran Partikel
Aktivitas mikroba berada di antara permukaan area dan
udara. Permukaan area yang lebih luas akan
meningkatkan kontak antara mikroba dengan bahan dan
proses dekomposisi akan berjalan lebih cepat. Ukuran
partikel juga menentukan besarnya ruang antar bahan
(porositas). Untuk meningkatkan luas permukaan dapat
dilakukan dengan memperkecil ukuran partikel bahan
tersebut.
8
Aerasi
Pengomposan yang cepat dapat terjadi dalam kondosi
yang cukup oksigen (aerob). Aerasi secara alami akan
terjadi pada saat terjadi peningkatan suhu yang
menyebabkan udara hangat keluar dan udara uang lebih
dingin masuk ke dalam tumpukan kompos. Aerasi
ditentukan oleh porositas dan kelembaban. Apabila
aerasi terhambat, akan terjadi proses anaerob yang akan
menghasilkan bau yang tidak sedap. Aerasi dapat
ditingkatkan dengan melakukan pembalikan atau
mengalirkan udara di dalam tumpukan kompos.
Porositas
Porositas adalah ruang di antara partukel di dalam
tumpukan kompos. Porositas dihitung dengan mengukur
volume rongga dibagi dengan volume total. Rongga-
rongga ini akan diisi oleh air dan udara. Udara akan
mensuplai oksigen untuk proses pengomposan.
Kelembaban
Kelembaban memegang peranan yang sangat penting
dalam proses metabolisme mikroba dan secara tidak
langsung berpengaruh pada suplai oksigen.
Mikroorganisme dapat memanfaatkan bahan organik
apabila bahan organik tersebut larut di dalam air.
Kelembaban 40-60% adalah kisaran optimum untuk
metabilisme mikroba. Apabila kelembaban di bawah
40%, aktivitas mikroba akan mengalami penurunan dan
apabila di atas 60% maka volume udara akan berkurang
9
dan akan terjadi fermentasi anaerobik yang
menimbulkan bau tidak sedap.
Temperatur/Suhu
Panas dihasilkan dari aktivitas (fermentasi) mikroba
(yang menghasilkan energi berupa kalor/panas). Ada
hubungan langsung antara peningkatan suhu dengan
konsumsi oksigen. Semakin tinggi temperatur, semakin
banyak konsumsi oksigen dan semakin cepat pula
proses dekomposisi. Temperatur yang berkisar antara
30-60oC menunjukkan aktivitas pengomposan yang
cepat.
Kandungan Hara
Kandungan P (Phosphor) dan K (Kalium) juga penting
dalam proses pengomposan dan biasanya terdapat di
dalam kompos-kompos dari peternakan. Hara ini akan
dimanfaatkan oleh mikroba selama proses pembentukan
kompos.
10
termasuk dalam kategori ini. Logam-logam berat akan
mengalami imobilisasi selama proses pengomposan.
Lama Pengomposan
Lama waktu pengomposan bergantung pada
karakteristik bahan yang dikomposkan, metode
pengomposan yang dipergunakan dan dengan atau tanpa
penambahan aktivator pengomposan. Secara alami
pengomposan akan berlangsung dalam waktu beberapa
minggu sampai 2 tahun.
(Warsidi, Edi. 2010. Mengolah Sampah Menjadi Kompos.
Jakarta: 2010.)
11
kekurangan hara. Tanah yang sering diberi pupuk
anorganik lama-kelamaan akan menjadi keras,
sehingga sulit diolah dan mengganggu pertumbuhan
tanaman. Karena itu, pemanfaatan pupuk organik
untuk tanah pertanian sangat membantu memperbaiki
stuktur tanah, meningkatkan permeabilitas tanah, dan
mengurangi ketergantungan lahan pada pupuk
anorganik. Selain itu, pupuk organik juga berperan
sebagai sumber makanan bagi mikroorganisme tanah.
Dengan demikian, adanya pupuk organik akan
meningkatkan jumlah dan aktivitas mikroorganisme
tanah, sehingga tanah menjadi gembur.
12
(Hadisuwito, Sukamto. 2008) dan (Sofian. 2007)
13
2.2.2 Torsi Pada Poros
Untuk mencari besarnya torsi dapat dicari dengan
menggunakan persamaan:
14
Jenis V-belt terbuat dari karet dan mempunyai penampang
trapesium. Tenunan atau semacamnya dipergunakan sebagai inti
sabuk untuk membawa tarikan yang besar. V-belt dibelitkan
dikeliling alur pulley yang berbentuk V-belt pula.
Dimana :
d1 = Diameter pulley penggerak ( mm )
n1 = Putaran pulley penggerak ( rpm )
d2 = Diameter pulley yang digerakan ( mm )
n2 = Putaran pulley yang digerakan ( rpm )
15
ditrasmisikan (P), yang disebut dengan daya perencanaan atau
daya desain (Pd) yang dapat dinyatakan dengan persamaan:
Pd = fc x P................................................................... (2.4)
16
Hubungan antara daya dan torsi dapat dilihat pada
rumus-rumus di bawah ini:
1. Torsi satuannya kg.cm dan Daya satuannya HP
(Dobrovolsky, 1985 : 401)
𝑃
𝑇 = 71.620 𝑛.............................................................. (2.5)
P
T = 9,74 . 105 x n…....................................... (2.6)
𝑃
𝑇 = 63.025 𝑛.................................................... (2.7a)
(Collins Jack A, 2003 : 180 )
17
4. Torsi satuannya kgf.m, dan daya satuannya HP,
sedangkan n = rpm, maka:
4500 . 𝑃 𝑃
𝑇= = 716,1972 𝑛….......................... (2.8)
2. 𝜋 . 𝑛
60 . 𝑃 𝑃
𝑇= = 9,5492 𝑛….............................. (2.9)
2. 𝜋. 𝑛
18
Gambar 2.2 Diagram Pemilihan V-belt
19
2.3.4 Kecepatan Linier Pada Belt
Kecepatan linier pada belt dapat dihitung dengan
menggunakan rumus :
.Dm .nm
v ................................... ( 2.10 )
60 x1000
Dimana :
v = Kecepatan keliling pulley ( m/s )
dm = Diameter pulley penggerak ( mm )
nm = Putaran pulley penggerak ( rpm )
(Sularso, Kiyokatsu suga. 2002. Hal.166)
20
dp = Diameter pulley motor (mm)
(Sularso, Kiyokatsu suga. 2002. Hal.170)
2.3.6 Sudut Kontak
Untuk mengetahui berapa derajat sudut kontak dan
panjang belt yang akan digunakan, dapat dihitung dengan
menggunakan rumus – rumus sebagai berikut:
Sudut Kontak
Besarnya sudut kontak antara pulley dan belt dapat dihitung
dengan menggunakan rumus sebagai berikut :
α
21
Tabel 2.3 Sudut kontak dan panjang belt
Fe F1 F2 ................................................................. ( 2.13 )
F1
e '
F2 ................................................................. ( 2.14 )
Po.102
Fe
v ............................................................. ( 2.15 )
Dimana :
F1 = Gaya pada belt yang kencang ( kg )
22
F2 = Gaya pada belt yang kendur ( kg )
Po = daya yang ditransmisikan tiap belt (kW)
(Sularso, Kiyokatsu Suga; 2002. Hal.171-172)
23
Tabel 2.4 Dimensi dan Bahan Untuk Belt
Pd
N= P0 . K0 ………………………………..... ( 2.17 )
Dimana :
N = Jumlah belt
P0 = Daya yang ditansmisikan (kW)
Pd = Daya perencanaan (kW)
24
Kθ = Faktor koreksi daya (tabel 5.7)
(Sularso, Kiyokatsu Suga; 2002. Hal.173)
25
ditransmisikan kepada poros ini melalui kopling, pulley,
roda gigi, belt atau sproket rantai dan sebagainya.
2. Spindle
Poros trasmisi yang pendek seperti poros utama mesin
perkakas, beban utamanya adalah puntir. Syarat yang
harus dipenuhi poros ini adalah deformasi yang terjadi
harus kecil, bentuk dan ukurannya harus teliti.
3. Gandar (Axle)
Poros ini seperti dipasang diantara roda–roda kereta api,
yang tidak mendapat beban puntir dan kadang-kadang
tidak boleh berputar. Gandar ini hanya mendapat beban
lentur kecuali jika digerakkan oleh penggerak mula
dimana akan mengalami beban puntir juga.
4. Poros (Shaft)
Poros yang ikut berputar untuk memindahkan daya dari
mesin ke mekanisme yang digerakkan. Poros ini
mendapat beban puntir murni dan lentur.
5. Poros Luwes (Flexible Shaft)
Poros yang berfungsi untuk memindahkan daya dari dua
mekanisme, dimana putaran poros dapat membentuk
sudut dengan poros lainnya, daya yang dipindahkan
biasanya kecil.
6. Jack Shaft
Merupakan poros pendek, biasanya digunakan pada
dongkrak ”jack” mobil.
26
1. Kekuatan poros
Suatu poros transmisi dapat mengalami beban puntir
atau lentur atau gabungan antara puntir dan lentur.
Selain itu ada poros yang mendapatkan beban tarik
atau tekan seperti poros pada baling-baling kapal atau
turbin, dan lain-lain. Kelelahan, tumbukan atau
pengaruh konsentrasi tegangan jika diameter poros
diperkecil (poros bertangga) atau bila poros
mempunyai alur pasak, harus diperhatikan. Sebuah
poros harus direncanakan hingga cukup kuat untuk
menahan beban-beban yang diperoleh.
2. Kekakuan poros
Meskipun sebuah poros mempunyai kekuatan yang
cukup tetapi jika lenturan puntirannya terlalu besar
maka akan mengakibatkan ketidak-telitian (pada
mesin perkakas) atau getaran dan suara (misalnya pada
turbin dan kotak roda gigi). Karena itu selain kekuatan
poros harus diperhatikan dan disesuaikan dengan jenis
mesin yang akan dilayani poros tersebut.
3. Putaran kritis
Jika putaran mesin dinaikkan dan menimbulkan
getaran yang cukup besar maka getaran itu disebut
putaran kritis. Oleh karena itu maka poros harus
direncanakan sedemikian rupa sehingga putaran poros
lebih rendah dari putaran kritis.
4. Korosi
Bahan–bahan anti korosi harus dipilih untuk propeller,
pompa jika terjadi kontak dengan media yang korosif.
Demikian pula untuk poros yang terjadi kavitasi pada
poros mesin yang berhenti lama.
27
2.4.2 Bahan Poros
Secara umum untuk poros dengan diameter 1 inchi
digunakan bahan yang terbuat dengan pekerjaan dingin, baja
karbon. Jika yang dibutuhkan untuk menahan beban kejut,
kekerasan dan tegangan yang besar maka perlu dipakai bahan
paduan, yang dapat dilihat pada tabel bahan misalnya ASME
1347,3140,4150,5145 dan sebagainya yang biasanya disebut
bahan komersial. Bila diperlukan pengerasan permukaan, maka
perlu dipakai bahan dengan baja carburising (misalnya ASME
1020, 1117, 2315, 4320, 8620 dan lain- lain).
Dimana :
Mbh = momen yang terjadi pada bidang horisontal
(lbf-in)
Mbv = momen yang terjadi pada bidang vertikal
(lbf-in)
29
Np = daya motor (Hp)
np = putaran poros pemipil (rpm)
t
16.Mb2
16.Mt 2 ................................ ( 2.21 )
.d s 3 .d s 3
Syarat perencanaan :
t t ................................................................ ( 2.22 )
Dimana :
Wrought steel : Ssyp = 0,58 Syp
Al dan Al Alloys : Ssyp = 0,55 Syp
30
Dari persamaan ( 2.21 ) dan ( 2.23 ), maka diameter
poros dapat dinyatakan dengan rumus :
Syp 16
M 2 T 2 ............................ ( 2.24 )
2 N D3
Dimana :
M = Momen bending pada poros.
T = Torsi yang terjadi pada poros.
D = Diameter poros.
Syp = Strength yield point.
N = Faktor keamanan.
31
murah serta mudah menggantinya.
2.5.1 Jenis Pasak
Menurut bentuk dasarnya pasak dapat dibedakan menjadi:
1. Pasak datar ( Square key ).
2. Pasak Tirus ( Tapered key ).
3. Pasak setengah silinder ( Wood ruff key ).
32
Gambar 2.4 Pasak datar segi empat.
keterangan :
H : Tinggi pasak (mm)
W : Lebar pasak (mm)
L : Panjang pasak (mm)
D : Diameter Poros
33
2𝑇
𝜏𝑠 = ............................................................ ( 2.25 )
𝑊. 𝐿. 𝐷
dimana :
F : Gaya pada pasak (kgf)
Dp : Diameter poros (mm)
T : Torsi yang ditransmisikan (kgf.mm)
dimana :
τ : Tegangan geser (kg/mm2)
W : Lebar pasak (mm)
L : Panjang pasak (mm)
Dp : Diameter poros (mm)
T : Torsi (kg.mm)
Sf : Safety Factor
2𝑇 . 𝑠𝑓
𝐿 ≥ 𝑊 . 𝐷 .𝜎𝑦𝑝𝑠
…..................................................... ( 2.27 )
dimana :
W : Sisi pasak (mm)
Dp : Diameter poros (mm)
T1 : Torsi (kg.mm)
sf : Faktor keamanan
34
𝐹 𝑇
𝜎𝑐 = 𝐴
dimana: 𝐹 = 0,5 𝐷
𝐴 = 𝐿𝑢𝑎𝑠 𝑏𝑖𝑑𝑎𝑛𝑔 𝑔𝑒𝑠𝑒𝑟 𝑝𝑎𝑑𝑎 𝑝𝑎𝑠𝑎𝑘
= 0,5 𝐻 × 𝐿
2𝑇 4𝑇
𝜎𝑐 = 0,5 .𝐻.𝐿.𝐷
= 𝑊. 𝐿 .𝐷
......................................... ( 2.28 )
dimana:
𝜎𝑐 : Tegangan kompresi (kg/mm2)
W : Lebar pasak (mm)
L : Panjang pasak (mm)
Dp : Diameter poros (mm)
T1 : Torsi (kg.mm)
35
berfungsi dengan baik maka kerja seluruh sistem akan menurun
atau mesin tidak dapat bekerja sebagaimana semestinya.
36
2. Bantalan gelinding (rolling bearing)
Pada bearing ini, terjadi gesekan gelinding antara
bagian yang berputar dengan bagian yang diam, bagian yang
berputar tersebut adalah: bola, silinder dan jarum.Antara
poros dan bearing tidak terjadi gesekan.
37
2.6.3 Beban Ekuivalen
Sesuai dengan definisi dari AFBMA yang dimaksud
dengan Beban equivalent adalah beban radial yang konstan dan
bekerja pada bantalan dengan ring dalam berputar sedangkan
ring luar tetap. Ini akan memberikan umur yang sama seperti
pada bantalan bekerja dengan kondisi nyata untuk beban dan
putaran yang sama.
P = (X . V . FR + Y Fa ). fs .......................... ( 2.32 )
Dimana :
P = beban equivalent (lb)
Fa = beban aksial (lb)
Fs = facor of safety
X = faktor beban radial
V = faktor putaran,
ring dalam yang berputar V = 1
ring luar yang berputar V = 1,2
Y = faktor beban aksial
( Aaron, Deutschman, 1975 .Hal 486 )
P = V . Fr ..................................................... ( 2.33 )
38
Karena : Fa = 0
Fa
0
.Fr
Fa
1
.Fr
Maka nilai X =1 dan Y =0
1. Umur (Life)
Didefinisikan sebagai jumlah perputaran yang dapat
dicapai dari bantalan sebelum mengalami kerusakan
atau kegagalan yang pertama pada masing-masing
elemennya seperti ring atau bola atau roll.
39
diterima dalam keadaan dinamis berputar dengan
jumlah putaran konstan 10 putaran dengan ring luar
tetap dan ring dalam yang berputar.
b
10 6 C
L10 = . ……….................. ( 2.34 )
60.n p P
Dimana :
L10 = umur bantalan ( jam kerja )
C = diperoleh dari tabel bantalan sesuai dengan
diameter dalam bantalan yang diketahui (lb)
P = beban equivalent (lb)
b = 3, untuk bantalan dengan bola
= 10/3 bila bantalan adalah Bantalan Rol
Np = putaran poros ( rpm )
( Aaron, Deutschman, 1975 .Hal 485 )
40
BAB 3
METODOLOGI
41
3.2 Tahapan Pembuatan Mesin Pencacah Sampah
Organik Sebagai Bahan Dasar Pupuk Kompos
a. Studi literatur
Studi literatur dilakukan dengan jalan mempelajari buku-
buku pedoman serta hasil publikasi ilmiah, serta melalui
penelitian yang dilakukan peneliti lain yang berhubungan
dengan perencanaan mesin pencacah, dalam rangka
memperoleh dasar teori dan melengkapi perancangan.
b. Observasi
Observasi ini dilakukan dengan survei langsung di
PUSDAKOTA UBAYA Jl. Rungkut Lor III/87,
Surabaya, Jawa Timur. Hal ini dilakukan dalam rangka
pencarian data yang nantinya dapat menunjang
penyelesaian tugas akhir ini.
c. Konsep
Dari hasil studi literatur dan wawancara dengan salah satu
pengelola PUSDAKOTA, Rungkut, Surabaya, Jawa
Timur menghasilkan sebuah ide dengan menciptakan
suatu mesin yang berguna untuk pengelolaan pupuk
kompos dengan menggunakan mesin pencacah sampah
organik guna untuk mempercepat proses pengomposan.
42
d. Perencanaan Alat
Pada tahap ini dilakukan perencanaan desain, cara kerja
mesin dan komponen yang sesuai untuk melakukan
pencacahan sampah organik. Perencanaan meliputi bahan
kerangka yang akan dipakai, danperencanaan bahan dan
ukuran komponen dari mesin. Penggerak dari mesin
menggunakan motor diesel berbahan bakar solar
berukuran 8,5 HP dan menggunakan sistem transmisi belt
tipe V-belt dan pulley.
43
h. Pembuatan dan perakitan alat
Berdasarkan hasil perhitungan dan perencanaan dapat
diketahui jenis bahan dan dimensi dari komponen yang
akan diperlukan sebagai acuan dalam pembuatan alat.
Dari komponn yang diperoleh, maka dilakukan proses
perakitan dengan desain perencaan.
k. Pembuatan Laporan
Pada tahap ini adalah tahap akhir dimana mesin pencacah
sampah organik dapat menghasilkan cacahan yang sesuai
apa yang diharapkan pihak PUSDAKOTA. Laporan ini
juga sebagai pertanggung jawaban atas segala sesuatu
yang terjadi dalam kegiatan tugas akhir ini.
44
3.3 Konsep Mesin Pecacah Sampah Organik
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
Gambar 3.2 Sket 3D Mesin Pencacah Sampah Organik
Keterangan :
1. Hopper 7. Pillow Bearing
2. Poros Utama 8. Motor Diesel
3. Kipas Pendorong 9. Tempat Engkol Motor Diesel
4. Pisau Potong 10. Rangka Mesin Pencacah Sampah
5. Pulley Organik
6. V-Belt 11. Saluran Output
45
Fungsi dari komponen yang digunakan
1. Hopper
Berfungsi sebagai saluran input unutk memasukkan
sampah organik yang akan dilakukan proses pencacahan.
2. Poros Utama
Berfungsi sebagai tempat pisau potong sebagai proses
pencacah sampah organik.
3. Kipas Pendorong
Berfungsi sebagai pendorong sampah organik keluar.
4. Pisau Potong
Berfungsi sebagai proses pencacahan sampah organik.
6. V-Belt
Berfungsi sebagai alat pemindah daya dari motor ke
pulley.
7. Pillow Bearing
Berfungsi agar bearing tetap bersih dan bebas berputar
serta untuk meningkatkan kinerja dan siklus putaran
mesin.
46
8. Motor Diesel
Sebagai sumber penggerak utama mesin pencacah
sampah organik.
47
Sampah organik dimasukkan kedalam mesin pencacah
melalui hopper (1) kemudian turun menuju proses pencacahan
dengan sistem pencacah secara berulir, kemudian dengan sistem
pisau yang ditata secara berulir mengakibatkan sampah tergeser
menuju kipas pendorong (3) yang ada pada poros utama (2) yang
berfungsi sebagai pendorong sampah ke saluran output (11).
Mesin bekerja secara kontinyu untuk mencacah sampah organik
.
48
BAB 4
PERENCANAAN DAN PERHITUNGAN
49
4.2.1 Analisa Gaya Pemotongan
Bahan Uji
Bahan Uji
(kgf)
Bonggol jagung 24
Bonggol Jagung 24,87
Bonggol Jagung 23,35
50
24𝑘𝑔𝑓+24,87 𝑘𝑔𝑓+24,35 𝑘𝑔𝑓
Frata-rata = = 24,40 𝑘𝑔𝑓
3
Jumlah pisau yang mengalami gaya potong = 1
Maka gaya percobaan,
Fp = Frata-rata . z = 24,40 kgf. 1 = 24,40 kgf
𝑇 = 𝐹 .𝑟
Dimana :
𝑇 = Torsi
F = Gaya Percobaan
r = Panjang Lengan
Diketahui, Gaya Percobaan (Fp) = 24,40 kgf
Jari-jari pulley poros (r) = 4,5 in x 25,4 mm
= 114,3 mm
51
4.3. Analisa Daya Pemotongan Sampah Organik
Daya Pemotongan dapat diketahui dengan rumus berikut :
𝑃
𝑇 = 9,74.105
𝑛
Keterangan :
𝑇 = Torsi (kgf.mm)
P = Daya Perencanaan (Kw)
n = putaran poros (rpm)
𝑛1 𝑑2
=
𝑛2 𝑑1
Keterangan :
𝑛1 = putaran motor
𝑛2 = putaran poros
𝑑1 = diameter pulley motor
𝑑2 = diameter pulley poros
𝜋 . 𝑛2
𝜔=
30
Keterangan :
𝜔 = Kecepatan Sudut
n2 = Putaran Poros
𝜋 = 3,14
Diketahui :
n2 = 1100 rpm
𝜋 .𝑛2 3,14 .1100
𝜔= = = 115,13 𝒓𝒂𝒅⁄𝒔𝒆𝒄
30 30
53
𝑃𝑑 = 𝑓𝑐 . 𝑃
Diketahui fc = 1,3 (lampiran 9)
𝑃𝑑 = 𝑓𝑐 . 𝑃
= 1,3 . 3,149 Kw
= 4,09 Kw
54
Gambar 4.2 Pemilihan Tipe Belt
55
4.4.3. Kecepatan Keliling Pulley
Diketahui :
1 in = 25,4 mm
n1 = 2200 rpm
dp motor = 4,5 in x 25,4 = 114,3 mm
Sehingga;
𝜋 . 𝑑𝑝. 𝑛1
𝑣𝑏 =
60 . 1000
F = ß . Frated
56
102 . 𝑃 102 . 3,147 𝐾𝑤
𝐹𝑟𝑎𝑡𝑒𝑑 = = = 24,39 𝑘𝑔𝑓
𝑣𝑏 13,16 𝑚/𝑠
Sehingga:
F = ß . Frated
= 36 . 24,39 kgf
= 878,04 kgf
𝜎𝑏 = 2 . 𝜑. 𝜎0
Diketahui :
Untuk V-belt : 𝜎0 = 12 kgf/𝑐𝑚2
Untuk V-belt : φ0 = 0,7 – 0,9
57
𝜎𝑏 = 2 . 𝜑. 𝜎0
= 2 . 0,9 . 12 kgf/𝑐𝑚2
= 21,6 kgf/𝒄𝒎𝟐
Diketahui :
Sehingga ,
58
4.4.7. Panjang Belt
𝜋 (𝐷𝑝−𝑑𝑝)2
L = 2. C + 2 (Dp + dp) + 4 .𝐶
𝜋
L = 2. 555,3 mm + 2 (228,6 + 114,3) mm +
(228,6 − 114,3)2
4 . 555,3
59
Diketahui :
Dp = 228,6 mm
dp = 114,3 mm
C = 555,3 mm
Maka,
600 (𝑑𝑝 − 𝐷𝑝)
𝜃 = 1800 −
𝐶
600 (114,3−228,6)𝑚𝑚
= 1800 − 555,3 𝑚𝑚
= 192,350
= 𝟑, 𝟑𝟔 𝒓𝒂𝒅
𝐹𝑒 = 𝐹1 − 𝐹2
𝐹1⁄ = 𝑒 𝜇′ 𝜃
𝐹2
60
𝐹1⁄ = 𝑒 0,3.3,36
𝐹2
𝐹1 = 2,74 𝐹2
𝑃
𝑇4 = 9,74 . 105 . 𝑛1
3,147 𝐾𝑤
= 9,74 . 105 . 2200 𝑟𝑝𝑚
= 1393,26 kgf.mm
𝑇4 1393,26 𝑘𝑔𝑓.𝑚𝑚
𝐹𝑒 = 𝑟𝑝
= 114,3 𝑚𝑚
= 12,19 𝑘𝑔𝑓
𝐹𝑒 = 𝐹1 − 𝐹2
12,19 𝑘𝑔𝑓
𝐹2 = 1,74
𝑭𝟐 = 7 kgf
𝐹1 = 2,74 𝐹2
= 2,74 . 7 𝑘𝑔𝑓
= 𝟏𝟗, 𝟏𝟗 𝒌𝒈𝒇
61
4.4.10 Tegangan Maksimum pada Belt
Untuk menghitung tegangan maksimum pada belt
dapat menggunakan rumus:
𝐹 𝛾.𝑣 2 ℎ
𝜎 max = 𝜎0 + 2.𝐴
+ 10.𝑔
+ 𝐸𝑏 𝐷𝑚𝑖𝑛
Diketahui :
h = 10,5 mm (Rubber canvas pada lampiran 19)
𝛾 = 1,25 kgf/𝑑𝑚3 (Rubber canvas pada lampiran 19)
𝐸𝑏 = 800 kgf/𝑐𝑚2 (Rubber canvas pada lampiran 19)
𝜎0 = 12 Kgf/𝑐𝑚2
Fp = 19,36 kgf
A = 1,38 𝑚𝑚2
𝑣𝑏 = 13,16 m/s
g = 9,81 m/𝑠 2
Dmin = 114,3 mm
Sehingga,
𝐹 𝛾.𝑣 2 ℎ
𝜎 max = 𝜎0 + 2.𝐴
+ 10.𝑔
+ 𝐸𝑏 𝐷𝑚𝑖𝑛
Kgf
19,36 𝑘𝑔𝑓 1,25 .(13,16 m/s)2
𝑑𝑚3
= 12 kgf/cm2 + 2 . 1,38 𝑐𝑚2
+ 10. 9,81 m/𝑠2
10,5 𝑚𝑚
+ 800 kgf/𝑐𝑚2 .
114,3 𝑚𝑚
𝟐
= 92,66 kgf/𝒄𝒎
62
𝑣
𝑢=
𝐿
Diketahui :
𝑣 = 13,16 m/s
L = 1654,83 mm = 1,654 m
Sehingga :
𝑣
𝑢=
𝐿
13,16 𝑚/𝑠
= 1,654 𝑚
−𝟏
= 7,95 𝒔
𝑁𝑏𝑎𝑠𝑒 𝜎𝑓𝑎𝑡 𝑚
𝐻= .[ ]
3600.𝑢.𝑧 𝜎𝑚𝑎𝑥
Diketahui :
7
𝑁𝑏𝑎𝑠𝑒 = 10 cycle
u = 7,95 𝑠 −1
z =2
2
𝜎𝑓𝑎𝑡 = 90 kgf/cm untuk V-Belt
𝜎𝑚𝑎𝑥 = 92,66 kgf/𝑐𝑚2
m = 8 untuk V-Belt
Sehingga :
𝑁𝑏𝑎𝑠𝑒 𝜎𝑓𝑎𝑡 𝑚
𝐻= .[ ]
3600. 𝑢. 𝑧 𝜎𝑚𝑎𝑥
63
107 90 Kgf/𝑐𝑚2 8
= .[ ]
3600 .7,95 𝑠−1 .2 92,66 Kgf/𝑐𝑚2
= 138,38 jam
64
w : konstanta yang dapat dicari secara eksperimen
𝑘𝑔𝑓
dapat dilihat pada tabel (Lampiran 19) = 180 𝑚𝑚2
Sehingga:
𝑘𝑔𝑓 𝑘𝑔𝑓 11𝑚𝑚
G 𝜎𝑑0 = 28 𝑚𝑚2
− 180 𝑚𝑚2 . 228,6𝑚𝑚
𝑘𝑔𝑓
𝜎𝑑0 = 19,34 𝑚𝑚2
Setelah tegangan awal untuk memindahkan beban (𝜎𝑑0)
diketahui sebesar 19,34 kgf/mm2, selanjutnya mencari nilai
tegangan pada belt:
𝐹𝑒
𝑍=𝜎
𝑑 ∙𝐴
12,18 𝑘𝑔𝑓
𝑍=
19,63 . 1,38
𝑍 = 0,449 ≈ 1,00
𝒁 = 𝟏 𝒃𝒖𝒂𝒉
Jadi, jumlah belt yang digunakan berjumlah 1 buah.
65
Gambar 4.8 Dimensi beberapa tipe dari V-belt
Diketahui :
e = 16 mm
c = 5 mm
t = 20 mm
s = 12,5 mm
o o
v = 34 – 40
Sehingga :
A . Diameter pulley penggerak (Dm) :
a) Mencari Diameter Luar Pulley
𝐷𝑜𝑢𝑡 = 𝐷𝑚 + 2. 𝑐
= 114,3 mm + 2 . 5 mm
= 124,3 mm
b) Mencari Diameter Dalam Pulley
𝐷𝑖𝑛 = 𝐷𝑜𝑢𝑡 − 2. 𝑒
= 124,3 mm – 2 . 16 mm
= 92,3 mm
c) Mencari Lebar Pulley
𝐵 = (𝑧 − 1)𝑡 + 2. 𝑠
= (2 - 1)20 + 2 . 12,5 mm
= 45 mm
66
B. Pulley yang digerakkan (Dp) :
a) Diameter Pulley Luar yang Digerakkan
𝐷𝑜𝑢𝑡 = 𝐷𝑝 + 2. 𝑐
= 228,6 mm + 2. 5 mm
= 238,6 mm
67
Sehingga ,
𝐹 𝛼
𝐹𝑟 = . 𝑠𝑖𝑛
𝜑 2
Fr = 21,38 kgf
𝐹𝑚𝑎𝑥 = 𝜎 max. 𝐴
Diketahui :
2
𝜎 max = 98,07 /cm
A = 1,38 cm2
Sehingga,
𝐹𝑚𝑎𝑥 = 𝜎 max. 𝐴
2
= 92,66 /cm . 1,38 𝑐𝑚2
= 127,87 kgf
68
4.5.4. Diagram Beban Poros
Free Body Diagram
69
By = Gaya yang terjadi pada titik B dengan arah vertikal
F1 = Gaya yang menarik belt
F2 = Gaya kendur pada belt
I II III
Reaksi tumpuan
+ ∑MA = 0
- Fk (450 mm) + Bx (570 mm) - F1 sin 6,17o (630 mm) + F2
sin 6,17o (630 mm) = 0
70
− 3,26 N (450 mm) − 20,23 𝑁 (630𝑚𝑚) + 7,38 𝑁 (630 𝑚𝑚)
Bx = 570 𝑚𝑚
9562 𝑁.𝑚𝑚
= 570 𝑚𝑚
Bx = 16,77 N
+ ∑Fx = 0
MPot 1
+ ∑Fx = 0 ;
Ax – V1 = 0
0,66 N – V1 = 0
V1 = 0,66 N
+ ∑Mpot1 = 0
Ax (x1) – Mpot1 = 0
71
Mpot1 = Ax (x1)
= 0,66 N (x1)
Jika :
x1 = 0, maka Mpot1 = 0 N.mm
x1 = 225, maka Mpot1 = 148,5 N.mm
x1 = 450, maka Mpot1 = 297 N.mm
MPot 2
+ ∑Fx = 0 ;
Ax + Fk – V2 = 0
0,66 N + 3,26 N - V2 = 0
3,92 N – V2 = 0
V2 = 3,92 N
+ ∑Mpot2 = 0
Ax (450 mm + x2) + Fk (x2) - Mpot2 = 0
Mpot2 = 0,66 N (450 mm + x2) + (3,26) N (x2)
= 297 N.mm + 0,66 N (x2) + 3,26 N (x2)
= 297 N.mm + 3,92 N (x2)
Jika :
x2 = 0, maka Mpot2 = 297 N.mm
x2 = 60, maka Mpot2 = 532,2 N.mm
x2 = 120, maka Mpot2 = 771 N.mm
72
Momen bending di potongan III – III
Potongan III-III : 0 ≤ x3 ≤ 60 mm
MPot 3
+ ∑Fx = 0 ;
Ax + Fk – Bx – V3 = 0
0,66 N + 3,26 N – 16,77 N – V3 = 0
12,85 N – V3 = 0
V3 = 12,85 N
+ ∑Mpot3 = 0
Ax (570 mm + x3) + Fk (120 mm + x3) – Bx (x3) - Mpot3 = 0
Mpot3 = 0,66 N (570 mm + x3) + 3,26 N (120 mm + x3) –
16,77 (x3)
= 3376,2 N.mm + 0,66 N (x3) + 391,2 N.mm +
3,26 N (x3) – 16,77 N (x3)
= 771 N.mm - 12,85 N (x3)
Jika :
x3 = 0, maka Mpot3 = 771 N.mm
x3 = 30, maka Mpot3 = 381,9 N.mm
x3 = 60, maka Mpot3 = 0 N.mm
73
4.5.6.2. Tinjauan Vertikal
II III
I IV V VI
Reaksi tumpuan
+ ∑Fy = 0
+ ∑MA = 0
-Fp (230 mm) + Wp (230 mm) + Wk (450 mm) - By (570
mm) + F1 cos 6,17o (630 mm) + F2 cos 6,17o (630 mm) = 0
−189,92 𝑁 (230 𝑚𝑚)+89,02 𝑁 (230 𝑚𝑚)
+5,15 𝑁 (450 𝑚𝑚)+187,15 (630 𝑚𝑚)+68,27 𝑁 (630 𝑚𝑚)
-By = 570 𝑚𝑚
−43681,6 𝑁.𝑚𝑚 + 20474,6 𝑁.𝑚𝑚 + 2317,5 𝑁.𝑚𝑚
+ 117904,5 𝑁.𝑚𝑚 + 43010,1 𝑁.𝑚𝑚
=
570 𝑚𝑚
= -245,65 N
By = 245,65 N................(2)
Substitusi persamaan (1) ke (2)
Ay + By = 159,67 N
74
Ay + 245,65 N = 159,67 N
Ay = -85,98 N ( )
MPot 1
+ ∑Fy = 0
-Ay – V1 = 0
V1 = - 85,98 N
+ ∑Mpot1 = 0
-Ay (x1) – Mpot1 = 0
Mpot1 = - 85,98 N (x1)
Jika :
x1 = 0 ; maka Mpot1 = 0 N.mm
x1 = 45 ; maka Mpot1 = -3869,1 N.mm
x1 = 90 ; maka Mpot1 = -7738,2 N.mm
75
Momen bending di potongan II – II
Potongan II-II : 0 ≤ x2 ≤ 140 mm
MPot
2
+ ∑Fy = 0
-Ay - W□′ – V2 = 0
V2 = - 85,98 N – 0,31 N/mm . x2
Jika :
x2 = 0 ; maka V2 = -85,98 N ( )
x2 = 70 ; maka V2 = -107,68 N ( )
x2 = 140 ; maka V2 = -129,38 N ( )
+ ∑Mpot2 = 0
𝑥
-Ay (90 mm + x2) - W□′ (x2 . 22 ) – Mpot2 = 0
𝑥2
Mpot2 = -85,98 N (90 mm + x2) – 0,31 N/mm (x2 . 2
)
0,31 𝑁/𝑚𝑚
= -7738,2 N.mm – 85,98 N (x2) - 2
(𝑥2 2 )
= -7738.2 N.mm - 85,98 N (x2) – 0,15 N/mm (𝑥2 2 )
Jika :
x2 = 0 ; maka Mpot2 = - 7738,2 N.mm
x2 = 70 ; maka Mpot2 = - 14491,8 N.mm
x2 = 140 ; maka Mpot2 = - 22715,4 N.mm
76
Momen bending di potongan III – III
Potongan III-III : 0 ≤ x3 ≤ 140 mm
MPot
+ ∑Fy = 0
- Ay - W□′ - W□′ ′ + Fp – V3 = 0
V3 = -85,98 N – 0,31 N/mm . 140 mm – 0,31 N/mm . x3 +
189,92 N
= -85,98 N – 43,4 N – 0,31 N/mm . x3 + 189,92 N
= 60,54 N – 0,31 N/mm . x3
Jika :
x3 = 0 ; maka V3 = 60,54N
x3 = 70 ; maka V3 = 38,84N
x3 = 140 ; maka V3 = 17,14 N
+ ∑MA = 0
140 𝑚𝑚 𝑥3
-Ay (230 mm + x3) - W□′ ( 2
+ 𝑥3 ) – W□′′ (x3 . 2
)+
Fp (x3) – Mpot3 = 0
Mpot3 = -85,98 N (230 mm + x3) – 43,4 N (70 mm + x3) –
𝑥
0,31 N/mm (x3 . 23 ) + 189,92 N (x3)
77
= -19775,4 N.mm – 85,98 N (x3) – 3038 N.mm –
0,31 𝑁/𝑚𝑚
43,4 N (x3) - 2
(𝑥3 2 ) + 189,92 N (x3)
= -22715,4 N.mm + 60,54 N (x3) – 0,15 N/mm (𝑥3 2 )
Jika :
x3 = 0 ; maka Mpot3 = -22715,4 N.mm
x3 = 70 ; maka Mpot3 = -19212,6 N.mm
x3 = 140 ; maka Mpot3 = -17179,8 N.mm
MPot
4
+ ∑Fy = 0
- Ay + Fp – Wp – V4 = 0
V4 = -85,98 N + 189,92 N – 0,31 N/mm . 280 mm
= 17,14 N
+ ∑Mpot4 = 0
-Ay (370 mm + x4) + Fp (140 mm + x4) – Wp (140 mm +
x4) – Mpot4 = 0
Mpot4 = -85,98 N (370 mm + x4) + 189,92 N (140 mm + x4)
– 89,02 N (140 mm + x4)
78
= -31812,6 N – 85,98 N (x4) + 26588,8 N + 189,92
N (x4) – 12462,8 N – 89,02 N (x4)
= -17179,8 N + 14,92 N (x4)
Jika :
x4 = 0 ; maka Mpot4 = -17179,8 N.mm
x4 = 40 ; maka Mpot4 = -16583 N.mm
x4 = 80 ; maka Mpot4 = -15986,2 N.mm
MPot
5
+ ∑Fy = 0
-Ay + Fp – Wp – Wk – V5 = 0
V5 = -85,98 N + 189,92 N – 0,31 N/mm . 280 mm –
5,15N
= 11,99 N
+ ∑Mpot5 = 0
-Ay (450 mm + x5) + Fp (220 mm + x5) – Wp (220 mm +
x5) –Wk (x5) – Mpot5 = 0
Mpot5 = -85,98 N (450 mm + x5) + 189,92 N (220 mm + x5)
– 89,02 N (220 mm + x5) – 5,15 N (x5)
79
= -38691 N – 85,98 N (x5) + 41782,4 N + 189,92 N
(x5) – 19584,4 N – 89,02 N (x5) – 5,15 N (x5)
= -15986,2 N + 9,77 N (x5)
Jika :
x5 = 0 ; maka Mpot4 = -15986,2 N.mm
x5 = 60 ; maka Mpot4 = -15400 N.mm
x5 = 120 ; maka Mpot4 = -14813,8 N.mm
MPot
6
+ ∑Fy = 0
-Ay + Fp – Wp – Wk + By – V6 = 0
V6 = -85,98 N + 189,92 N – 0,31 N/mm . 280 m – 5,15N
+ 245,65 N
= 257,64 N
+ ∑Mpot6 = 0
- Ay (570 mm + x6) + Fp (340 mm + x6) – Wp (340 mm +
x6) – Wk (120 mm + x6) + By (x6) – Mpot6 = 0
80
Mpot6 = - 85,98 N (570 mm + x6) + 189,92 N (340 mm +
x6) – 89,02 N (340 mm + x6) – 5,15 N (120mm +
x6) + 245,65 N (x6)
= -49008,6 N - 85,98 N (x6) + 64572,8 N + 189,92 N
(x6) – 30266,8 N – 89,02 N (x6) – 618 N - 5,15 N
(x6) + 245,65N (x6)
= -14813,8 N + 246,89 N (x6)
Jika :
x6 = 0 ; maka Mpot6 = -1481,8 N.mm
x6 = 30 ; maka Mpot6 = -7407,1 N.mm
x6 = 60 ; maka Mpot6 = 0 N.mm
Mb = √(𝑀ℎ )2 + (𝑀𝑣 )2
Mb = √(771 𝑁. 𝑚𝑚)2 + (22715,4 𝑁. 𝑚𝑚)2
Mb = 22728,48 N.mm
Mb =2316,86 kgf.mm
Pd
Dengan : Mt = 974000 n
4,09 Kw
= 974000
1100 rpm
= 3621,5 kgf.mm
81
Sehingga :
(162 (2316,86 𝑘𝑔𝑓.𝑚𝑚)2 +162 (3621,5 kgf.mm)2 )
ds ≥ 6
√ 1 . 47,11
𝑘𝑔𝑓
𝑚𝑚2 )2
𝜋2 (
2
ds ≥ 9,75 mm
pada perencanaan menggunakan poros berdiameter 28
mm.
82
4.7.1 Gaya yang Terjadi pada Pasak
83
Gambar 4.22 Luasan untuk tegangan geser
𝐹
𝜏𝑠 =
𝐴
2𝑇
𝜏𝑠 =
𝑊 . 𝐿 .𝑑𝑠
84
Gambar 4.23 Luasan untuk tegangan kompresi
𝐹 2𝑇 4𝑇
𝜎𝑐 = 𝐴 = 0.5 𝑊 . 𝐿 .𝑑𝑠
= 𝑊.𝐿 .𝐷
𝑃
85
FAy = 1,70 Kgf.mm
3. Gaya bantalan dititik B : FBx = 8,76 Kgf.mm
FBy = 25,04 Kgf.mm
Fr = √(𝐹𝐴𝑥 )2 + (𝐹𝐴𝑦 )2
= √(0,06)2 + (8,76)2
= 8,76 Kgf = 19,31 lbf
Pada Bantalan B
Fr = √(𝐹𝐵𝑥 )2 + (𝐹𝐵𝑦 )2
= √(1,7)2 + (25,04)2
= 25,09 Kgf = 55,34 lbf
86
𝑉 = 1 (𝑟𝑖𝑛𝑔 𝑑𝑎𝑙𝑎𝑚 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑏𝑒𝑟𝑝𝑢𝑡𝑎𝑟)
X =1
Y =0
Sehingga :
𝑃 = 𝐹𝑠 (𝑉 ∙ 𝑋 ∙ 𝐹𝑟 + 𝑌 ∙ 𝐹𝑎 )
𝑃 = 1,5(1 ∙ 1 ∙ 8,76 𝑘𝑔𝑓 + 0 ∙ 0)
𝑃 = 1,5(6,14 𝑘𝑔𝑓)
𝑷 = 𝟏𝟑, 𝟏𝟒𝒌𝒈𝒇 = 28,97 lbf
87
4.8.4 Umur Bantalan
Jadi umur bantalan A dam B dapat dihitung dengan
menggunakan rumus :
106 𝐶
L10 = . ( )b
60. 𝑛𝑝 𝑃
Diketahui :
np = 1100 rpm
C = 4850 lbf = 2199,54 kgf =21577,55N (lampiran 22)
b = 3 (untuk bantalan bola)
Pada Bantalan A
106 4850 lbf
L10 = 60. 1100 𝑟𝑝𝑚
. (28,97 lbf)3
= 71094394,6 jam
Pada Bantalan B
106 4850 lbf
L10 = 60. 1100 𝑟𝑝𝑚
. (82,99 lbf)3
= 3024151,55 jam
15 𝑘𝑔 60 𝑚𝑒𝑛𝑖𝑡
= 5 𝑚𝑒𝑛𝑖𝑡 𝑥 𝑖 𝑗𝑎𝑚
= 180 kg/jam
5.1 Kesimpulan
89
5.2 Saran
90
DAFTAR PUSTAKA
No Keterangan Detail
1 TYPE 4 Stroke, 1 Cylinder,
Horizontal
2 BORE X STROKE (MM) 82x84
3 DISPLACEMENT (CM3) 443
4 CONTINUOUS OUTPUT 7/2200
(HP/RPM)
5 MAXIMUM OUTPUT (HP/RPM) 8/2400
6 MAXIMUM TORQUE 2.63/1800
(KGM/RPM)
7 COMPRESSION RATIO 18
8 FUEL Light Diesel Engine
9 FUEL TANK CAPACITY (L) 9.5
10 SPECIFIC FUEL 185
CONSUMPTION (G/HP/HR)
11 NOZZLE OPENING PRESSURE 220
(KG/CM2)
12 LUBRICATING OIL SAE 30,20,10W-30
13 LUBRICATING OIL CAPACITY 2
(L)
14 COMBUSTION SYSTEM Direct Injection
15 STARTING SYSTEM Handle Starting -
Electric Starter
16 LAMP (12V-25W)
17 COOLING SYSTEM Radiator
18 COOLING WATER CAPACITY 1.6
(L)
19 WEIGHT (KG) 79
20 DIMENSION [LXWXH (MM)] 714x353x466
LAMPIRAN 2
Faktor Koreksi K0
LAMPIRAN 8
Tabel P0
LAMPIRAN 9
Faktor Koreksi Fc
LAMPIRAN 10
Koefisien Gesek fk
LAMPIRAN 17
Dimensi V-Belt
LAMPIRAN 18
12
4
10
11
3 12 Saluran Keluar Plat 3mm
11 Casing Bawah Plat 3mm
10 Casing atas Plat 3mm
2 9 Hopper (Saluran Masuk) Plat 3mm
8 Susunan Pisau Pencacah VCN
7 Susunan Pisau Diam VCN
6 Poros Utama AISI050 1 Ø 60 mm
Skala : 1 : 20
11