You are on page 1of 140

TUGAS AKHIR – TM 145648

RANCANG BANGUN MESIN PENCACAH SAMPAH


ORGANIK SEBAGAI BAHAN DASAR PUPUK KOMPOS

MONALISA MA’RIFAT
NRP. 2114 039 022

TRACO PERDANA BISMANTARA


NRP. 2114 039 030

Dosen Pembimbing
Ir.NUR HUSODO,MS

Instruktur Pembimbing
JIWO MULYONO S.Pd

DEPARTEMEN TEKNIK MESIN INDUSTRI KERJASAMA


ITS-DISNAKERTRANS PROVINSI JAWA TIMUR
Fakultas Vokasi
Institut Teknologi Sepuluh Nopember
2017
TUGAS AKHIR – TM 145648

RANCANG BANGUN MESIN PENCACAH SAMPAH


ORGANIK SEBAGAI BAHAN DASAR PUPUK
KOMPOS

MONALISA MA’RIFAT
NRP. 2114 039 022

TRACO PERDANA BISMANTARA


NRP. 2114 039 030

Dosen Pembimbing
Ir.NUR HUSODO, MS

Instruktur Pembimbing
JIWO MULYONO S.Pd

DEPARTEMEN TEKNIK MESIN INDUSTRI


KERJASAMA ITS - DISNAKERTRANS
PROVINSI JAWA TIMUR
Fakultas Vokasi
Institut Teknologi Sepuluh Nopember
2017

i
FINAL PROJECT – TM 145648

BUILDING PLAN OF ORGANIC WASTE CUTTING


MACHINE AS A COMPOSTED BASIC MATERIAL

MONALISA MA’RIFAT
NRP. 2114 039 022

TRACO PERDANA BISMANTARA


NRP. 2114 039 030

Dosen Pembimbing
Ir.NUR HUSODO, MS

Instruktur Pembimbing
JIWO MULYONO S.Pd

DEPARTMENT OF MECHANICAL INDUSTRIAL


ENGINEERING COOPERATION ITS - DISNAKERTRANS
EAST JAVA PROVINCE
Faculty of Vocational
Institute of Technology Sepuluh Nopember
2017

ii
LEMBAR PENGESAHAN

RANCANG BANGUN MESIN PENCACAH SAMPAH


ORGANIK SEBAGAI BAHAN DASAR PUPUK KOMPOS

TUGAS AKHIR
Diajukan Guna Memenuhi Persyaratan Untuk Memperoleh Gelar
Ahli Madya Teknik Mesin
Pada
Program Studi Diploma III
Departemen Teknik Mesin Industri
Kerjasama ITS - Disnakertrans Provinsi Jawa Timur
Fakultas Vokasi
Institut Teknologi Sepuluh Nopember

Oleh:
Monalisa Ma’rifat
NRP. 2114 039 022
Traco Perdana Bismantara
NRP. 2114 039 030

Disetujui oleh pembimbing tugas akhir:

Dosen Pembimbing Instruktur Pembimbing

Ir. Nur Husodo, MS Jiwo Mulyono S.Pd


NIP. 19610421 198701 1 001 NIP. 19610511 198203 1 007

Surabaya, Juli 2017

iii
RANCANG BANGUN MESIN PENCACAH SAMPAH
ORGANIK SEBAGAI BAHAN DASAR PUPUK KOMPOS

Nama Mahasiswa : Monalisa Ma’rifat


NRP : 2114-039-022
Nama Mahasiswa : Traco Perdana Bismantara
NRP : 2114-039-030
Jurusan : Departemen Teknik Mesin Industri
Kerjasama Disnakertrans Provinsi Jawa Timur Fakultas
Vokasi-ITS
Dosen Pembimbing : Ir. Nur Husodo, MS

Abstrak
Proses pencacahan berperan penting agar dapat
menghasilkan ukuran material sampah organik menjadi lebih
kecil dan halus, sehingga membantu bakteri menguraikan
sampah organik lebih cepat untuk menjadi kompos. Dengan
waktu pengomposan yang lebih singkat serta hasil ukuran
material sampah organik yang lebih kecil dan halus, akan
menghasilkan kualitas pupuk kompos yang lebih baik pada
produksi kompos di Rumah-Rumah Kompos. Oleh karena itu
diperlukan adanya perancangan dan perrwujudan sebuah Mesin
Pencacah Sampah Organik sebagai Bahan Dasar Pupuk
Kompos.
Dalam mewujudkan mesin ini, diawali dengan studi
lapangan, perencanaan dan perhitungan mesin, pembuatan mesin
dan dilanjutkan dengan uji coba mesin. Prinsip dasarnya
menggunakan mekanisme putar dengan poros pisau potong yang
berulir. Perancanaan dalam merancang mesin ini meliputi
perencanaan daya motor, poros, bearing, pulley-belt, dan pasak,

iv
setelah dihitung dan mendapatkan hasil, maka perlu dilakukan
percobaan untuk mendapatkan kesimpulan dari mesin ini.

Dalam merencanakan perhitungan mesin, didapatkan


hasil kapasitas mesin 180 kg/jam, membutuhkan daya motor 4,2
Hp dengan putaran poros sebesar 1100 rpm.

Kata kunci: sampah organik, bakteri pengurai, pencacah, pupuk


kompos

v
BUILDING PLAN OF ORGANIC WASTE CUTTING
MACHINE AS A COMPOSTED BASIC MATERIAL

Student Name : Monalisa Ma’rifat


NRP : 2114-039-022
Student Name : Traco Perdana Bismantara
NRP : 2114-039-030
Department : Department Of Mechanical
Industrial Engineering Cooperation Disnakertrans East Java
Province Faculty Vocational-ITS
Supervisor : Ir. Nur Husodo, MS

Abstract
The process of enumeration plays an important role in
order to produce organic waste material size becomes smaller
and smoother, thus helping bacteria to decompose organic waste
faster to become compost. With a shorter composting time and
smaller, more refined organic material waste yield results in
better composting quality in compost production in Composting
Houses. Therefore it is necessary to design and embodiment an
Organic Trash Enumerator Machine as Basic Material of
CompostFertilizer.
In realizing this machine, starting with field study,
planning and calculation of machine, making machine and
followed by test machine. The basic principle uses a rotary
mechanism with a threaded axle cutting shaft. Planning in the
design of this machine includes the planning of motor power,
shaft, bearing, pulley-belt, and pegs, once calculated and get
results, it is necessary to experiment to get the conclusion of this
machine.

vi
In planning the calculation of the machine, obtained the
results of engine capacity of 180 kg / hour, requiring 4.2 Hp
motor power with a rotation of the shaft of 1100 rpm.

Keywords : Organic waste, bacteria decomposer, enumerator,


compost fertilizer

vii
KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, segala puji dan syukur kami panjatkan


kehadirat Allah SWT. Karena atas ramat dan hidayahnya-Nya,
tugas akhir yang berjudul Rancang Bangun Mesin Pencacah
Sampah Organik Sebagai Bahan Dasar Pupuk Kompos ini
dapat disusun dan diselesaikan dengan lancar.
Penelitian yang kami lakukan dalam rangka
menyelesaikan mata kuliah Tugas Akhir yang merupakan
salah satu persyaratan yang harus dipenuhi oleh setiap
mahasiswa Program Studi D3 Departemen Teknik Mesin
Industri Kerjasama Disnakertrans Provinsi Jawa Timur
Fakultas Vokasi - ITS, sesuai dengan kurikulum yang telah
ditetapkan. Selain itu penelitian ini juga merupakan suatu
bukti nyata yang diberikan almamater dalam rangka
pengabdian masyarakat dalam bentuk teknologi tepat guna.
Banyak pihak yang telah membantu selama
pengerjaan penelitian ini, oleh karena itu pada kesempatan ini
kami sampaikan tarima kasih kepada :

1. Allah SWT dan junjungan besar kami, Nabi


Muhammad SAW yang telah memberikan ketenangan
dalam jiwa kami.
2. Bapak dan Ibu tercinta beserta kakak, adik, anggota
keluarga, dan orang - orang yang kami cintai atas doa
dan dukungannya.
3. Bapak Ir. Nur Husodo, MS selaku dosen wali dan
dosen pembimbing mata kuliah Tugas Akhir
Departemen Teknik Mesin Industri Fakultas Vokasi –
ITS yang telah banyak memberikan bimbingan dan
nasehat kepada kami.

viii
4. Bapak Jiwo Mulyono, S.Pd selaku instruktur
pembimbing mata kuliah tugas akhir di UPT-PK
Disnakertrans Provinsi Jawa Timur.
5. Bapak Ir. Suhariyanto, MT selaku koordinator mata
kuliah tugas akhir.
6. Bapak Dr. Ir. Heru Mirmanto, MT selaku Kepala
Departemen Teknik Mesin Industri yang telah
memberikan bimbingan.
7. Bapak Dosen tim penguji yang telah memberikan
kritik dan saran dalam penyempurnaan dan
pengembangan Tugas Akhir ini.
8. Seluruh dosen dan staf pengajar Departemen D3
Teknik Mesin Industri Fakultas Vokasi-ITS, yang
telah memberikan ilmunya dan membantu selama
menimba ilmu di bangku kuliah.
9. Seluruh Keluaraga FORKOM M3NER ITS serta
berbagai pihak yang belum tertulis dan yang tidak
mungkin disebutkan satu persatu yang telah berperan
dalam pengerjaan penyusunan laporan ini.

Semoga segala keikhlasan dan kebaikan yang telah


diberikan mendapatkan balasan yang terbaik dari Tuhan Yang
Maha Esa, Amin..

Karena keterbatasan waktu dan kemampuan penulis,


sebagai manusia biasa kami menyadari dalam penulisan ini
masih terdapat beberapa kesalahan, keterbatasan, dan
kekurangan. Oleh karena itu, kami mengharap kritik dan saran
membangun sebagai masukan untuk penulis dan
kesempurnaan Tugas Akhir ini. Semoga dengan penulisan
Tugas Akhir ini dapat bermanfaat bagi semua pihak yang

ix
memerlukan, mahasiswa D3 Teknik Mesin Kerjasama
Disnakertrans Provinsi Jawa Timur Fakultas Vokasi - ITS
pada khususnya.

Surabaya, Juli 2017

Penulis

x
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ................................................................ i


TITLE SHEET ........................................................................... ii
LEMBAR PENGESAHAN ...................................................... iii
ABSTRAK ............................................................................... iv
ABSTRACT ................................................................................ vi
KATA PENGANTAR .............................................................. viii
DAFTAR ISI ............................................................................ xi
DAFTAR GAMBAR .............................................................. xvi
DAFTAR TABEL ...................................................................xviii

BAB 1 PENDAHULUAN ...................................................... 1


1.1 Latar Belakang .......................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah ..................................................... 2
1.3 Tujuan Penulisan ........................................................ 3
1.4 Batasan Masalah ....................................................... 3
1.5 Manfaat ...................................................................... 4
1.6 Sistematika Penulisan................................................. 4

BAB 2 DASAR TEORI .......................................................... 7


2.1 Sampah Organik dan Pupuk Kompos Organik .......... 7
2.1.1 Sampah Organik ................................................ 7
2.1.2 Pupuk Kompos ................................................. 7
2.1.3 Proses Pengomposan ......................................... 8
2.2 Perencanaan Gaya, Torsi dan Daya ............................ 13
2.2.1 Analisa Gaya ..................................................... 13
2.2.2 Torsi Pada Poros ............................................... 14
2.2.3 Analisa Daya...................................................... 14
2.3 Perencanaan Pulley dan Belt ...................................... 14
2.3.1 Perencanaan Diameter Pulley ........................... 15

xi
2.3.2 Prencanaan Daya ............................................... 15
2.3.3 Perencanaan Pemilihan Tipe Belt ..................... 18
2.3.4 Kecepatan Linier Pada Belt ............................... 20
2.3.5 Perencanaan Panjang Belt ................................. 20
2.3.6 Sudut Kontak .................................................... 21
2.3.7 Gaya Tarik Belt ................................................. 22
2.3.8 Tegangan Maksimum yang Terjadi pada Belt .. 23
2.3.9 Jumlah Belt ....................................................... 24
2.3.10 Prediksi Umur Belt .......................................... 25
2.4 Perencanaan Poros ..................................................... 25
2.4.1 Hal-Hal Penting dalam Perencanaan Poros ....... 26
2.4.2 Bahan Poros ....................................................... 28
2.4.3 Bidang Horisontal dan Vertikal ........................ 28
2.4.4 Momen Terbesar ............................................... 29
2.4.5 Torsi Pada Poros ............................................... 29
2.4.6 Diameter Poros ................................................. 30
2.5 Perencanaan Pasak ..................................................... 31
2.5.1 Jenis Pasak ........................................................ 32
2.5.2 Tinjauan Terhadap Tegangan Geser ................. 33
2.5.3 TinjauanTerhadap Tegangan Kompresi ............ 34
2.6 Perencanaan Bantalan ................................................ 35
2.6.1 Klasifikasi Bantalan .......................................... 36
2.6.2 Gaya Radial Bantalan ....................................... 37
2.6.3 Beban Ekuivalen ............................................... 38
2.6.4 Umur Bantalan ................................................. 39

BAB 3 METODOLOGI ....................................................... 41


3.1 Diagram Alir (flowchart) Proses Pembuatan Mesin
Pencacah Sampah Organik Sebagai Bahan Dasar Pupuk
Kompos ...................................................................... 41

xii
3.2 Tahapan Pembuatan Mesin Pencacah Sampah Organik
Sebagai Bahan Dasar Pupuk Kompos .................... 42
3.3 Konsep Mesin Pecacah dan Pengepres Sampah
Organik ...................................................................45
3.4 Mekanisme Kerja Mesin Pencacah Sampah Organik
.................................................................................47

BAB 4 PERENCANAAN DAN PERHITUNGAN ......... 49


4.1 Perencanaan Pisau ................................................. 49
4.2 Analisa Gaya dan Torsi Pemotong ....................... 49
4.2.1 Analisa Gaya Pemotongan ........................ 50
4.2.2 Analisa Torsi Pemotong ............................ 51
4.3 Analisa Daya Pemotongan Sampah Organik ......... 52
4.3.1 Analisa Putaran Poros .................................. 52
4.3.2 Analisa Kecepatan Sudut yang Direncanakan
............................................................................... 53
4.4 Perencanaan Belt dan Pulley ................................. 53
4.4.1 Menghitung Daya Perencanaan (Pd) dan Torsi
Perencanaan (Td) ......................................... 53
4.4.2 Pemilihan Type Belt ..................................... 54
4.4.3 Kecepatan Keliling Pulley ........................... 56
4.4.4 Gaya Keliling Belt ....................................... 56
4.4.5 Tegangan Belt .............................................. 57
4.4.6 Jarak Sumbu Poros Pulley dengan Pulley
Perencanaan .................................................. 58
4.4.7 Panjang Belt....................................................59
4.4.8 Sudut Kontak pada Pulley .............................59
4.4.9 Gaya Efektif Belt ..........................................60
4.4.10 Tegangan Maksimum pada Belt ..................62
4.4.11 Jumlah Putaran Belt .....................................62
4.4.12 Umur Belt .....................................................63

xiii
4.4.13 Pengecekan Jumlah Belt ............................64
4.4.14 Dimensi Pulley ...........................................65
4.5 Perencanaan Poros ................................................ 67
4.5.1 Perhitungan Jenis Bahan Poros yang Akan
Digunakan ................................................ 67
4.5.2 Gaya Pulley Terhadap Poros .................... 67
4.5.3 Gaya Maksimum pada Pulley .................. 68
4.5.4 Diagram Beban Poros .............................. 69
4.5.5 Gaya Pada Poros ...................................... 70
4.5.6 Menghitung Beban Poros Arah Horizontal
dan Vertikal .............................................. 70
4.5.6.1. Tinjauan Horizontal .................... 70
4.5.6.2. Tinjauan Vertikal ........................ 74
4.6 Momen Terbesar (Mb) .......................................... 81
4.6.1 Diameter Poros ......................................... 81
4.7 Perencanaan Pasak ................................................ 82
4.7.1 Gaya yang Terjadi pada Pasak ................. 83
4.7.2 Tinjauan Terhadap Tegangan Geser ........ 83
4.7.3 Tinjauan Terhadap Tegangan Kompresi .. 84
4.8 Perhitungan Bantalan (Bearing)............................ 85
4.8.1 Gaya Radial Pada Bearing ........................ 86
4.8.2 Beban Ekuivalent pada Bantalan A.......... 86
4.8.3. Beban Ekuivalent pada Bantalan B .......... 87
4.8.4. Umur Bantalan ......................................... 88
4.9 Kapasitas Mesin .................................................... 88

BAB V PENUTUP ............................................................ 89


5.1 Kesimpulan .......................................................... 89
5.2 Saran .................................................................... 90

xiv
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
BIODATA PENULIS

xv
DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1. Transmisi belt dan pulley ................................... 15


Gambar 2.2. Diagram Pemilihan V-belt ................................ 19
Gambar 2.3. Sudut Kontak ..................................................... 21
Gambar 2.4. Pasak datar segi empat .................................. 33
Gambar 2.5. Kedudukan pasak pada poros ............................ 33
Gambar 2.6. Bantalan (bearing) dan arah bebannya .............. 36
Gambar 2.7. Bantalan luncur (journal bearing) ..................... 36
Gambar 2.8. Bantalan gelinding (rolling bearing) ................. 37
Gambar 3.1 Flowchart ......................................................... 41
Gambar 3.2 Sket 3D Mesin Pencacah Sampah Organik ....... 45
Gambar 3.3 Hasil sampah organik yang telah dicacah .......... 48
Gambar 4.1 Uji Coba Pemotongan Objek Sampah Organik . 50
Gambar 4.2 Pemilihan Tipe Belt ........................................... 55
Gambar 4.3 Kecepatan Keliling Pulley ................................. 56
Gambar 4.4 Sudut Kontak pada Pulley ................................. 57
Gambar 4.5 Perencanaan Sistem Tranmisi Belt dan Pulley...
............................................................................58
Gambar 4.6 Sudut Kontak pada Pulley..................................59
Gambar 4.7 Gaya Efektif Belt................................................60
Gambar 4.8 Dimensi Beberapat Tipe dari V-Belt...................66
Gambar 4.9 Free Body Diagram......................................69
Gambar 4.10 Reaksi Tumpuan Horizontal ....................... 70
Gambar 4.11 Potongan Momen Bending I-I Horizontal ......... 71
Gambar 4.12 Potongan Momen Bending II-II Horizontal ...... 72
Gambar 4.13 Potongan Momen Bending III-III Horizontal.. .. 73
Gambar 4.14 Reaksi Tumpuan Vertikal ........................... 74
Gambar 4.15 Potongan Momen Bending I-I Vertikal ............. 75
Gambar 4.16 Potongan Momen Bending II-II Vertikal .......... 76

xvi
Gambar 4.17 Potongan Momen Bending III-III Vertikal........ 77
Gambar 4.18 Potongan Momen Bending IV-IV Vertikal ....... 78
Gambar 4.19 Potongan Momen Bending V-V Vertikal .......... 79
Gambar 4.20 Potongan Momen Bending VI-VI Vertikal ....... 80
Gambar 4.21 Dimensi Pasak ................................................... 83
Gambar 4.22 Luasan Untuk Tegangan Geser ......................... 84
Gambar 4.23 Luasan Untuk Tegangan Kompresi ................... 85

xvii
DAFTAR TABEL

Tabel 2.1. Faktor Koreksi Belt ........................................... 16


Tabel 2.2. Dimensi V-belt ................................................. 19
Tabel 2.3. Sudut kontak dan panjang belt .......................... 22
Tabel 2.4. Dimensi dan Bahan Untuk Belt ......................... 24
Tabel 2.5. Baja Paduan untuk Poros ................................... 28
Tabel 4.1. Tabel Uji Potong Bongkol jagung ..................... 50

xviii
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Sampah menurut sebagian besar masyarakat mungkin


merupakan hal yg menjijikan, kotor, memiliki bau yg tidak sedap,
serta merugikan dan tidak memiliki manfaat sama sekali, namun
sesungguhnya sampah bila diolah dengan benar akan menjadi
sesuatu yg bermanfaat dan berguna untuk masyarakat luas
khususnya dibidang budidaya pertanian dan bercocok tanam.
Salah satu pengolahan sampah yg paling mudah pembuatannnya
adalah sampah organik yaitu sampah dari sisa makanan, sisa
buah-buahan, dan daun-daun kering. Dengan dilakukan
pengolahan sampah yang tepat nantinya dapat menghasilkan
pupuk organik atau pupuk kompos yg akan berguna untuk
perkembangbiakan tanaman dan menyuburkan tanaman. Tahapan
pengolahan yang paling mudah dilakukan adalah dengan
mengumpulkan sampah organik dalam satu wadah lalu
mendiamkannya selama 1-2 minggu dengan mencampurkan
starter berupa EM4 (bakteri fermentasi) hingga terjadi
pembusukan akibat mikroorganisme fermentasi, lalu menuju ke
tahap akhir hingga menjadi pupuk organik. Dengan demikian
sampah tidak lagi dianggap menjadi hal yang merugikan namun
memiliki nilai tambah yang sangat berguna bagi masyarakat luas.
Di Surabaya misalnya, setiap hari rata-rata 8800 m3
sampah yang terkumpul, sekitar 70 % adalah sampah organik.
Dalam tiga minggu tak kurang 168.000 m3 atau 42.000 ton
sampah tak terangkut ke tempat pembuangan akhir (TPA) (BPS,
2004). Dari data yang didapat pada tahun 2011 dan 2012
menunjukkan bahwa 806.794 rumah tangga yang ada di Kota

1
Surabaya pada tahun 2011, semua rumah tangga Kota Surabaya
membuang sampahnya yang berjumlah 3.942 M3 dengan
menggunakan paradigma lama, dimana sampah dikumpulkan,
diangkut, dan dibuang ke tempat pemrosesan akhir. Begitu pula di
tahun 2012. (Status Lingkungan Hidup Daerah (SLHD) Kota
Surabaya Tahun 2011 dan 2012, diolah). Hal ini sangat
disayangkan, pupuk kompos yang berasal dari sampah organik
dapat memiliki nilai jual yang tinggi dan bermanfaat
mengungrangi sampah yang ada.
Dari hasil tinjauan yang ada, proses pembuatan pupuk
kompos masih banyak dilakukan secara manual, terutama pada
proses pencacahan sampah organik. Proses pencacahan adalah
salah satu proses yang penting, sampah yang dicacah dapat lebih
kecil (0,55–25mm) bentuknya agar mempermudah proses
decomposing sehingga mikrobakteri pengurai dapat bekerja
secara maksimal (SNI,2004).
Dengan adanya Mesin Pencacah Sampah Organik
Sebagai Bahan Dasar Pupuk Kompos yang dilengkapi dengan
alat pencacah berupa pisau yang menggunakan mekanisme
putar dengan poros pisau potong yang berulir dengan sistem
adjustable yang dapat diganti sewaktu-waktu. Alat ini
berbahan stainles steell pada bagian dalamnnya yang
bersentuhan dengan bahan baku sehingga lebih aman dan
tahan korosi,.

1.2 Rumusan Masalah

Dari latar belakang yang telah disebutkan , didapatkan


rumusan masalah sebagai berikut :

2
1. Membuat dan merancang Mesin Pencacah Sampah
Organik Sebagai Bahan Dasar Pupuk Kompos.
2. Melakukan perhitungan untuk menentukan dan
merancang Mesin Pencacah Sampah Organik Sebagai
Bahan Dasar Pupuk Kompos.

1.3 Tujuan Penulisan

Tujuan dari penulisan laporan ini adalah:


1. Terciptanya Mesin Pencacah Sampah Organik Sebagai
Bahan Dasar Pupuk Kompos.
2. Memperoleh hasil perhitungan untuk menentukan dan
merancang Mesin Pencacah Sampah Organik Sebagai
Bahan Dasar Pupuk Kompos.

1.4 Batasan Masalah

Untuk mencapai tujuan perancangan dan memperjelas


lingkup permasalahan yang akan dibahas, maka perlu ditentukan
batasan-batasan masalahnya, yaitu mengenai Rancang Bangun
Mesin Pencacah Sampah Organik Sebagai Bahan Dasar Pupuk
Kompos. Dimana dalam batasan masalah ini diperlukan
parameter-parameter yang nantinya dapat dijadikan acuan dalam
pembahasan penulisan. Diantara parameter-parameter tersebut
adalah:
1. Bahan baku yang dicacah mesin ini adalah sampah
organik.
2. Sambungan las, mur dan baut diasumsikan aman.
3. Rangka diasumsikan kuat.
4. Perhitungan analisa meliputi perencanaan daya, gaya,
poros, belt, pulley, pasak dan bearing,

3
1.5 Manfaat

Manfaat dari penulisan laporan ini adalah :

1. Bagi PUSDAKOTA

Tugas akhir ini berguna bagi PUSDAKOTA, Rungkut,


Surabaya, Jawa Timur untuk memecahkan masalah pada proses
pembuatan pupuk kompos, sehingga kualitas produk lokal dapat
terus dijaga. Memiliki mesin yang mudah di operasikan, dan
tidak mudah berkarat.

2. Bagi mahasiswa
Terselesainya Tugas Akhir dalam terpenuhinya SKS
untuk kelulusan program studi diploma III di Departemen
Teknik Mesin Industri Fakultas Vokasi Teknologi Industri
Institut Teknologi Sepuluh Nopember, Surabaya, Jawa Timur,
sehingga didapatkannya gelar Ahli Madya.

1.6 Sistematika Penulisan

Sistematika yang dipakai dalam penulisan laporan ini


adalah:

BAB 1 Pendahuluan
Berisikan tentang :latar belakang, rumusan masalah,
tujuan, batasan masalah, manfaat, sistematika penulisan.

4
BAB 2 Dasar Teori
Membahas tentang teori penunjang dan dasar perhitungan
yang mendukung dalam pembuatan mesin “pencacah sampah
organik”.

BAB 3 Metodologi
Membahas tentang, diagram alir, pengumpulan data serta
tahap-tahapan proses pembuatan alat, serta prinsip kerja mesin
pencacah.

BAB 4 Perencanaan dan Perhitungan


Membahas tentang perencanaan dan perhitungan Daya,
gaya pemotongan, serta elemen-elemen mesin yang dibutuhkan
untuk merencanakan Mesin Pencacah Sampah Organik.

BAB 5 Penutup
Membahas tentang kesimpulan dari proses pembuatan
mesin, hasil perhitungan komponen Mesin Pencacah Sampah
Organik dan saran-saran penulis dalam penyusunan tugas akhir.

5
(Halaman ini sengaja dikosongkan)

6
BAB 2
DASAR TEORI

Dalam bab ini akan dibahas mengenai teori-teori dasar


mengenai sampah organik, pupuk kompos organik dan proses
pengomposan. rumusan dan konsep yang melatar-belakangi
perencanaan mesin ini yang nantinya digunakan dalam
perhitungan yang berdasarkan referensi yang meliputi
perencanaan mesin pencacah dan press sampah organik dengan
sistem elemen mesin, yaitu bagian-bagian suatu konstruksi yang
mempunyai bentuk serta fungsi tersendiri, seperti daya, gaya,
poros, belt, pulley, pasak dan bearing.

2.1 Sampah Organik dan Pupuk Kompos Organik


2.1.1 Sampah organik
adalah sampah yang bisa mengalami pelapukan
(dekomposisi) dan terurai menjadi bahan yang lebih kecil dan
tidak berbau. Bahan yang termasuk sampah organik adalah
limbah rumah tangga, sisa tanaman yang telah dipanen,
dedaunan yang berguguran, limbah pabrik pengolahan
bahan pertanian, kotoran ternak, dan lain-lain.

2.1.2 Pupuk kompos


adalah jenis pupuk yang berasal dari sisa bahan
organik, baik dari tanaman, hewan, maupun limbah organik
yang telah mengalami dekomposisi atau fermentasi. Jenis
tanaman yang sering digunakan dalam pembuatan kompos
adalah jerami, sekam padi, pelepah pisang gulma,
sayuran busuk, sisa tanaman jagung, dan sabut kelapa.
Sementara itu, bahan dari ternak yang sering digunakan untuk

7
kompos diantaranya kotoran ternak, urine, pakan ternak yang
terbuang, dan cairan biogas.

2.1.3 Proses Pengomposan


Proses pengomposan merupakan proses dekomposisi
terkendali secara biologis terhadap limbah padat organik dalam
kondisi aerobik (terdapat oksigen) atau anaerobik (tanpa
oksigen). (salsabila-ravina, 2013)

Berikut faktor-faktor yang dapat mempengaruhi proses


pengomposan antara lain yaitu :
 Rasio Carbon/Nitrogen (C/N) bahan organik.
Rasio C/N (Karbon dan Nitrogen) yang efektif untuk
proses pengomposan berkisar antara 30:1 hingga 40:1.
Mikroba memecah senyawa C (Karbon) sebagai sumber
energi dan menggunakan N (Nitrogen) untuk sintesis
protein. Pada rasio C/N di antara 30 s/d 40 mikroba
mendapatkan cukup karbon tunkuk energi dan nitrogen
untuk sintesis protein.

 Ukuran Partikel
Aktivitas mikroba berada di antara permukaan area dan
udara. Permukaan area yang lebih luas akan
meningkatkan kontak antara mikroba dengan bahan dan
proses dekomposisi akan berjalan lebih cepat. Ukuran
partikel juga menentukan besarnya ruang antar bahan
(porositas). Untuk meningkatkan luas permukaan dapat
dilakukan dengan memperkecil ukuran partikel bahan
tersebut.

8
 Aerasi
Pengomposan yang cepat dapat terjadi dalam kondosi
yang cukup oksigen (aerob). Aerasi secara alami akan
terjadi pada saat terjadi peningkatan suhu yang
menyebabkan udara hangat keluar dan udara uang lebih
dingin masuk ke dalam tumpukan kompos. Aerasi
ditentukan oleh porositas dan kelembaban. Apabila
aerasi terhambat, akan terjadi proses anaerob yang akan
menghasilkan bau yang tidak sedap. Aerasi dapat
ditingkatkan dengan melakukan pembalikan atau
mengalirkan udara di dalam tumpukan kompos.

 Porositas
Porositas adalah ruang di antara partukel di dalam
tumpukan kompos. Porositas dihitung dengan mengukur
volume rongga dibagi dengan volume total. Rongga-
rongga ini akan diisi oleh air dan udara. Udara akan
mensuplai oksigen untuk proses pengomposan.

 Kelembaban
Kelembaban memegang peranan yang sangat penting
dalam proses metabolisme mikroba dan secara tidak
langsung berpengaruh pada suplai oksigen.
Mikroorganisme dapat memanfaatkan bahan organik
apabila bahan organik tersebut larut di dalam air.
Kelembaban 40-60% adalah kisaran optimum untuk
metabilisme mikroba. Apabila kelembaban di bawah
40%, aktivitas mikroba akan mengalami penurunan dan
apabila di atas 60% maka volume udara akan berkurang

9
dan akan terjadi fermentasi anaerobik yang
menimbulkan bau tidak sedap.

 Temperatur/Suhu
Panas dihasilkan dari aktivitas (fermentasi) mikroba
(yang menghasilkan energi berupa kalor/panas). Ada
hubungan langsung antara peningkatan suhu dengan
konsumsi oksigen. Semakin tinggi temperatur, semakin
banyak konsumsi oksigen dan semakin cepat pula
proses dekomposisi. Temperatur yang berkisar antara
30-60oC menunjukkan aktivitas pengomposan yang
cepat.

 Tingkat keasaman (pH)


Proses pengomposan dapat terjadi pada kisaran pH yang
lebar.Tingkat keasaman (pH) yang optimum untuk
proses pengomposan berkisar antara 6,5 sampai 7,5. pH
kompos yang sudah matang biasanya mendekati normal.

 Kandungan Hara
Kandungan P (Phosphor) dan K (Kalium) juga penting
dalam proses pengomposan dan biasanya terdapat di
dalam kompos-kompos dari peternakan. Hara ini akan
dimanfaatkan oleh mikroba selama proses pembentukan
kompos.

 Kandungan Bahan Berbahaya


Beberapa bahan organik mungkin mengandung bahan
yang berbahaya bagi kehidupan mikroba. Logam-logam
seperti Mg, Cu, Zn, Ni, Cr adalah beberapa bahan yang

10
termasuk dalam kategori ini. Logam-logam berat akan
mengalami imobilisasi selama proses pengomposan.

 Lama Pengomposan
Lama waktu pengomposan bergantung pada
karakteristik bahan yang dikomposkan, metode
pengomposan yang dipergunakan dan dengan atau tanpa
penambahan aktivator pengomposan. Secara alami
pengomposan akan berlangsung dalam waktu beberapa
minggu sampai 2 tahun.
(Warsidi, Edi. 2010. Mengolah Sampah Menjadi Kompos.
Jakarta: 2010.)

Mengingat volume sampah terbesar yang dihasilkan dari


sampah organik, maka pemanfaatan sampah organik menjadi
pupuk kompos organik merupakan salah satu cara pemanfaatan
sampah yang memungkinkan untuk dilakukan.

Adapun alasan-alasan lain yang mendukung mengapa


sampah organik dimanfaatkan untuk dijadikan pupuk kompos
yaitu :
 Menyehatkan Lingkungan
Daur ulang sampah organik menjadi pupuk tidak
hanya menyuburkan tanaman, tetapi juga turut
menyehatkan lingkungan karena mengurangi polusi
tanah.

 Revitalisasi Produktivitas Tanah


Pada dasarnya, pemakaian pupuk anorganik terus
menerus sampai pada tahap tertentu ternyata dapat
berakibat buruk bagi kondisi tanah dan menyebabkan

11
kekurangan hara. Tanah yang sering diberi pupuk
anorganik lama-kelamaan akan menjadi keras,
sehingga sulit diolah dan mengganggu pertumbuhan
tanaman. Karena itu, pemanfaatan pupuk organik
untuk tanah pertanian sangat membantu memperbaiki
stuktur tanah, meningkatkan permeabilitas tanah, dan
mengurangi ketergantungan lahan pada pupuk
anorganik. Selain itu, pupuk organik juga berperan
sebagai sumber makanan bagi mikroorganisme tanah.
Dengan demikian, adanya pupuk organik akan
meningkatkan jumlah dan aktivitas mikroorganisme
tanah, sehingga tanah menjadi gembur.

 Menekan Biaya Usaha Tani


Harga dan ketersediaan pupuk anorganik di pasar
cenderung fluktuatif. Pada saat pupuk anorganik sulit
ditemukan di pasar, harganya pun menjadi mahal.
Kondisi seperti ini akan memberatkan beban petani.
Oleh sebab itu, penggunaan pupuk organik yang
mudah dibuat dan bahan bakunya bias didapatkan
secara cuma-cuma akan menekan biaya usaha tani.

 Meningkatkan Kualitas Produk


Pada dasarnya, tanaman yang diberikan pupuk organik
bisa lebih berkualitas. Tanaman sayuran yang dipupuk
dengan pupuk organik akan lebih segar dan rasanya
enak, serta memiliki daya simpan yang lebih lama.
Tanaman buah pun kualitasnya menjadi lebih baik
dengan pupuk organik. Selain itu, daya fruitset atau
persentase bunga yang menjadi buah jauh lebih
banyak.

12
(Hadisuwito, Sukamto. 2008) dan (Sofian. 2007)

Metode pembuatan kompos adalah sangatlah sederhana,


adapun tahapan – tahapan yang harus dilakukan berikut
tahapannya :
1. Potong - potong sampah organik hingga menjadi
serpihan kesil.
2. Campur sampah secara merata dengan aktifator.
3. Semprotkan air hingga secara visual air tidak menetes
ketika diperas.
4. Masukkan sampah kedalam kotak dan tutup rapat
menggunakan karung.
5. Simpan ditempat yang terlindungi dari hujan, lembab,
dan sedikit terkena sinar matahari. Caranya adalah
menutup kotak dengan menggunakan karung.
6. Buka karung penutup selama 1 jam setiap 3 hari, lalu
tutup lagi. Lakukan pembukaan karung setiap 3 kali
lalu biarkan selama 1 minggu.
7. Setelah 1-2 minggu sampah telah menjadi kompos
yang matang.

2.2 Perencanaan Gaya, Torsi dan Daya

2.2.1 Analisa Gaya


Sebelum pembuatan mesin dilakukan uji coba awal untuk
mengetahui besarnya gaya potong pada sampah organik. Dari
hasil percobaan akan didapatkan gaya maksimal (Fmax) setelah itu
besarnya gaya terbesar pada peercobaan dapat dihitung
menggunakan rumus dengan menganalisa proses pemotongan
sampah organik yang akan dilakukan.

13
2.2.2 Torsi Pada Poros
Untuk mencari besarnya torsi dapat dicari dengan
menggunakan persamaan:

TP = Fw. r.................................................... (2.1)


dimana:
TP : Torsi pada poros, Nm
Fw : Gaya beban yang didapat dari pengujian, N
R : Jari –jari batu gerinda, m

2.2.3 Analisa Daya


Daya pada motor yang dibutuhkan untuk memutar poros
utama pada proses pencacah dapat dicari dengan persamaan:
Tp  n p
Np = ............................................... ( 2.2)
63000
Dimana:
Np = Daya pada motor (Hp)
Tp = Torsi pada poros (N)
np = Putaran pada motor (rpm)

2.3 Perencanaan Pulley dan Belt


Pemindahan daya yang digunakan pada mesin penggulung
ini adalah sebuah belt yang terpasang pada dua buah pulley, yaitu
pulley penggerak dan pulley yang digerakkan. Sedangkan belt
yang digunakan adalah jenis V-belt dengan penampang
melintangberbentuk trapesium.

14
Jenis V-belt terbuat dari karet dan mempunyai penampang
trapesium. Tenunan atau semacamnya dipergunakan sebagai inti
sabuk untuk membawa tarikan yang besar. V-belt dibelitkan
dikeliling alur pulley yang berbentuk V-belt pula.

Gambar 2.1 Transmisi belt dan pulley

2.3.1 Perencanaan Diameter Pulley


Perbandingan reduksi putaran :
n1 d2
i = n = d1 ………………………..... ( 2.3 )
2

Dimana :
d1 = Diameter pulley penggerak ( mm )
n1 = Putaran pulley penggerak ( rpm )
d2 = Diameter pulley yang digerakan ( mm )
n2 = Putaran pulley yang digerakan ( rpm )

2.3.2 Prencanaan Daya


Supaya hasil perencanaan aman, maka besarnya daya
dan untuk perencanaan dinaikkan sedikit dari daya yang

15
ditrasmisikan (P), yang disebut dengan daya perencanaan atau
daya desain (Pd) yang dapat dinyatakan dengan persamaan:

Pd = fc x P................................................................... (2.4)

Dimana: fc = faktor koreksi (Tabel 2.1)

Tabel 2.1 Faktor koreksi Belt

(Sumber : Sularso, 2004 : 165)

16
Hubungan antara daya dan torsi dapat dilihat pada
rumus-rumus di bawah ini:
1. Torsi satuannya kg.cm dan Daya satuannya HP
(Dobrovolsky, 1985 : 401)

𝑃
𝑇 = 71.620 𝑛.............................................................. (2.5)

Dimana: T = Torsi (kgf.cm)


P = daya (HP)
n = putaran poros (rpm)
2. Torsi satuannya kgf.mm dan Daya satuannya kW
(Sularso, 2000 : 7)

P
T = 9,74 . 105 x n…....................................... (2.6)

Dimana: T = Torsi (kgf.mm)


Pd = Daya (kW)
3. Torsi satuannya lbf.in dan Daya satuannya HP

𝑃
𝑇 = 63.025 𝑛.................................................... (2.7a)
(Collins Jack A, 2003 : 180 )

Dimana: T = Torsi (lbf.in)


P = Daya (HP)
Atau
𝑃
𝑇 = 63.000 …...................................................... (2.7b)
𝑛
(Deutschman, 1983 : 334 )

17
4. Torsi satuannya kgf.m, dan daya satuannya HP,
sedangkan n = rpm, maka:

4500 . 𝑃 𝑃
𝑇= = 716,1972 𝑛….......................... (2.8)
2. 𝜋 . 𝑛

5. Torsi satuannya N.m dan daya satuannya Watt,


sedangkan n = rpm, maka:

60 . 𝑃 𝑃
𝑇= = 9,5492 𝑛….............................. (2.9)
2. 𝜋. 𝑛

Persamaan (2.5) sampai (2.9) menyatakan hubungan


antara torsi dan daya dengan berbagai macam satuan, bila
yang diinginkan torsi-perencanaan Td, maka daya yang dipakai
adalah daya perencanaan (Pd).

2.3.3 Perencanaan Pemilihan Tipe Belt


Belt dipilih berdasarkan daya desain (Pd) dan putaran
pule yang kecil (nmin), dengan menggunakan Gambar 2.3, maka
jenis belt yang sesuai akan diperoleh.

18
Gambar 2.2 Diagram Pemilihan V-belt

Setelah jenis belt diketahui, kemudian tulis data-data


belt tersebut dengan melihat tabel 2.2 mengenai dimensi belt,
misalnya lebar (b), tebal (h) dan luas (A), data data ini akan
dipakai untuk perhitungan selanjutnya.

Tabel 2.2 Dimensi V-belt

19
2.3.4 Kecepatan Linier Pada Belt
Kecepatan linier pada belt dapat dihitung dengan
menggunakan rumus :
 .Dm .nm
v ................................... ( 2.10 )
60 x1000
Dimana :
v = Kecepatan keliling pulley ( m/s )
dm = Diameter pulley penggerak ( mm )
nm = Putaran pulley penggerak ( rpm )
(Sularso, Kiyokatsu suga. 2002. Hal.166)

2.3.5 Perencanaan Panjang Belt


Untuk menghitung panjang belt yang akan dipakai
menggunakan rumus :
 ( D  D1 ) 2
L=2.C+ (D2+D1)+ 2 ....................... ( 2.11 )
2 4.C
Dimana :
L = Panjang belt (mm)
C = Jarak antar poros (mm)
Dp = Diameter pulley yang digerakkan (mm)

20
dp = Diameter pulley motor (mm)
(Sularso, Kiyokatsu suga. 2002. Hal.170)
2.3.6 Sudut Kontak
Untuk mengetahui berapa derajat sudut kontak dan
panjang belt yang akan digunakan, dapat dihitung dengan
menggunakan rumus – rumus sebagai berikut:

Sudut Kontak
Besarnya sudut kontak antara pulley dan belt dapat dihitung
dengan menggunakan rumus sebagai berikut :
α

Gambar 2.2 Sudut kontak

Gambar 2.3 Sudut Kontak


 Dp  d p 
α = 180O – 60   ................................... (2.12 )
 C 
Dimana :
α = Sudut kontak ( o )
Dp = Diameter pulley pada reducer ( mm )
dp = Diameter pulley pada motor ( mm )
C = Jarak antar poros ( mm )
( Sularso, Kiyokatsu Suga; 2002.Hal. 173 )

21
Tabel 2.3 Sudut kontak dan panjang belt

(Dobrovolsky, 1985: 232-233)

2.3.7 Gaya Tarik Belt


Belt memiliki 2 gaya pada saat berputar yaitu gaya
disisi tarik (F1 ) dan gaya disisi kendur (F2 ). Maka besarnya
gaya efektif (Fe) untuk menggerakan pulley adalah :

Fe  F1  F2 ................................................................. ( 2.13 )
F1
 e  '
F2 ................................................................. ( 2.14 )
Po.102
Fe 
v ............................................................. ( 2.15 )
Dimana :
F1 = Gaya pada belt yang kencang ( kg )

22
F2 = Gaya pada belt yang kendur ( kg )
Po = daya yang ditransmisikan tiap belt (kW)
(Sularso, Kiyokatsu Suga; 2002. Hal.171-172)

2.3.8 Tegangan Maksimum yang Terjadi Pada Belt


Dalam kondisi operasinya, tarikan maximum pada belt
akan terjadi pada bagian yang tegang dan itu terjadi pada titik
awal belt memasuki pulley penggerak sehingga tegangan
maksimum yang terjadi, dengan mengggunakan rumus:
𝐹0 𝐹 𝛾𝑣 2 ℎ
𝜎𝑚𝑎𝑥 = 𝐴
+ 2𝐴𝑒 + 10 ∙ 𝑔 + 𝐸𝑏 𝐷 …........................ (2.16)
𝑚𝑖𝑛
Dimana :
𝜎𝑚𝑎𝑥 = tegangan maksimal belt (kg/ cm2)
𝐹0 = gaya awal pada belt (kg/ cm2)
A = luas penampang belt (cm2)
𝐹𝑒 = gaya keliling (kgf)
𝛾 = berat jenis (kg/ dm3)
𝑣 = Kecepatan keliling (m/s)
g = gravitasi (9,8 m/ s2)
Eb = modulus elastisitas bahan belt (kg/ cm3)
h = tebal belt (mm)
𝐷𝑚𝑖𝑛 = diameter pulley yang terkecil (mm)
Untuk mendapatkan nilai berat jenis dan modulus elastisitas
bahan dalam dilihat pada table berikut.

23
Tabel 2.4 Dimensi dan Bahan Untuk Belt

Sumber: (Dobrovolsky, 1985:214)

2.3.9 Jumlah Belt


Untuk menghitung jumlah belt yang akan digunakan
dapat dicari dengan menggunakan rumus :

Pd
N= P0 . K0 ………………………………..... ( 2.17 )

Dimana :
N = Jumlah belt
P0 = Daya yang ditansmisikan (kW)
Pd = Daya perencanaan (kW)

24
Kθ = Faktor koreksi daya (tabel 5.7)
(Sularso, Kiyokatsu Suga; 2002. Hal.173)

2.3.10 Prediksi Umur Belt


Umur belt disini merupakan salah satu hal yang penting
dalam perencanaan transmisi yang menggunakan belt.Untuk
mengetahui beberapa lama umur belt yang diakibatkan dari
proses permesinan ini yaitu dengan menggunakan rumus :
Nbase σ m
H = [σ fat ] ........................................ (2.18)
3600 . μ . x max
Dimana :
H = Umur Belt (jam)
Nbase = Basis dari fatique test, yaitu 107 cycle
= Fatique limit fatique limit atau endurance limit yang
σfat berhubungan dengan Nbase dapat dicari dari "fatique
curve” (90 kg/cm2 untuk V-belt)
σmax = Tegangan Maksimum yang terjadi (kg/cm2)
= Jumlah putaran perdetik atau sama dengan v. L
μ (v=kecepatan dalam m/s, L=panjang belt dalam
panjang belt m) (put/det)
x = Jumlah pule yang berputar (buah)
m = jenis Belt (8 untuk V- Belt)

2.4 Perencanaan Poros


Poros merupakan salah satu bagian elemen mesin yang
penting karena mayoritas setiap mesin menggunakan poros. Poros
berfungsi untuk menerima atau mentransmisikan daya, disertai
dengan putaran. Menurut jenis pembebanannya poros dapat
diklasifikasikan sebagai berikut.
1. Poros Transmisi (Line Shaft)
Poros ini dapat mendapat beban puntir dan lentur. Daya

25
ditransmisikan kepada poros ini melalui kopling, pulley,
roda gigi, belt atau sproket rantai dan sebagainya.
2. Spindle
Poros trasmisi yang pendek seperti poros utama mesin
perkakas, beban utamanya adalah puntir. Syarat yang
harus dipenuhi poros ini adalah deformasi yang terjadi
harus kecil, bentuk dan ukurannya harus teliti.
3. Gandar (Axle)
Poros ini seperti dipasang diantara roda–roda kereta api,
yang tidak mendapat beban puntir dan kadang-kadang
tidak boleh berputar. Gandar ini hanya mendapat beban
lentur kecuali jika digerakkan oleh penggerak mula
dimana akan mengalami beban puntir juga.
4. Poros (Shaft)
Poros yang ikut berputar untuk memindahkan daya dari
mesin ke mekanisme yang digerakkan. Poros ini
mendapat beban puntir murni dan lentur.
5. Poros Luwes (Flexible Shaft)
Poros yang berfungsi untuk memindahkan daya dari dua
mekanisme, dimana putaran poros dapat membentuk
sudut dengan poros lainnya, daya yang dipindahkan
biasanya kecil.
6. Jack Shaft
Merupakan poros pendek, biasanya digunakan pada
dongkrak ”jack” mobil.

2.4.1 Hal-Hal Penting dalam Perencanaan Poros


Fungsi poros sangat penting, sehingga diperlukan
perencanaan yang tepat agar tidak terjadi resiko dan kesalahan
pemesinan. Dalam merencanakan poros, hal-hal berikut ini
perlu diperhatikan adalah sebagai berikut.

26
1. Kekuatan poros
Suatu poros transmisi dapat mengalami beban puntir
atau lentur atau gabungan antara puntir dan lentur.
Selain itu ada poros yang mendapatkan beban tarik
atau tekan seperti poros pada baling-baling kapal atau
turbin, dan lain-lain. Kelelahan, tumbukan atau
pengaruh konsentrasi tegangan jika diameter poros
diperkecil (poros bertangga) atau bila poros
mempunyai alur pasak, harus diperhatikan. Sebuah
poros harus direncanakan hingga cukup kuat untuk
menahan beban-beban yang diperoleh.
2. Kekakuan poros
Meskipun sebuah poros mempunyai kekuatan yang
cukup tetapi jika lenturan puntirannya terlalu besar
maka akan mengakibatkan ketidak-telitian (pada
mesin perkakas) atau getaran dan suara (misalnya pada
turbin dan kotak roda gigi). Karena itu selain kekuatan
poros harus diperhatikan dan disesuaikan dengan jenis
mesin yang akan dilayani poros tersebut.
3. Putaran kritis
Jika putaran mesin dinaikkan dan menimbulkan
getaran yang cukup besar maka getaran itu disebut
putaran kritis. Oleh karena itu maka poros harus
direncanakan sedemikian rupa sehingga putaran poros
lebih rendah dari putaran kritis.
4. Korosi
Bahan–bahan anti korosi harus dipilih untuk propeller,
pompa jika terjadi kontak dengan media yang korosif.
Demikian pula untuk poros yang terjadi kavitasi pada
poros mesin yang berhenti lama.

27
2.4.2 Bahan Poros
Secara umum untuk poros dengan diameter 1 inchi
digunakan bahan yang terbuat dengan pekerjaan dingin, baja
karbon. Jika yang dibutuhkan untuk menahan beban kejut,
kekerasan dan tegangan yang besar maka perlu dipakai bahan
paduan, yang dapat dilihat pada tabel bahan misalnya ASME
1347,3140,4150,5145 dan sebagainya yang biasanya disebut
bahan komersial. Bila diperlukan pengerasan permukaan, maka
perlu dipakai bahan dengan baja carburising (misalnya ASME
1020, 1117, 2315, 4320, 8620 dan lain- lain).

Tabel 2.5 Baja Paduan untuk Poros

2.4.3 Bidang Horisontal dan Vertikal


Gaya yang bekerja untuk setiap titik pada poros dan
jarak antara titik satu dengan titik yang lain ditentukan dengan
mengacu persamaan ∑M = 0 dan ∑F = 0, maka momen bending
dan gaya yang bekerja pada poros untuk bidang horisontal dan
vertikal dapat diketahui.
28
Setelah menghitung gaya dan momen bending yang
terjadi maka dibuat bidang lintang (gaya) untuk mengetahui
apakah perhitungan diatas sudah benar dan juga agar mudah
membuat diagram bidang momen. Dengan membuat diagram
bidang momen tersebut kita akan bisa melihat letak momen
yang terbesar pada poros.

2.4.4 Momen Terbesar


Setelah membuat diagram bidang momen, akan
diketahui letak momen terbesar dari bidang horisontal dan
vertikal serta dapat dihitung menurut buku panduan dengan
menggunakan rumus :
MB = M bh 2  M bv 2 ........................ ( 2.19 )

Dimana :
Mbh = momen yang terjadi pada bidang horisontal
(lbf-in)
Mbv = momen yang terjadi pada bidang vertikal
(lbf-in)

2.4.5 Torsi Pada Poros


Jika titik yang mengalami momen terbesar diketahui,
maka torsi yang terjadi pada titik tersebut dapat dihitung. Untuk
menghitung torsi yang terjadi dapat menggunakan rumus
sebagai berikut :
63000.N p
T = .................................. ( 2.20 )
np
Dimana :
T = torsi yang terjadi (lb.in)

29
Np = daya motor (Hp)
np = putaran poros pemipil (rpm)

2.4.6 Diameter Poros


Dari data bahan poros telah ditentukan sehingga
diperoleh strength yield point (Syp).
Tegangan puntir yang terjadi :

t 
16.Mb2 
16.Mt 2 ................................ ( 2.21 )
 .d s 3  .d s 3
Syarat perencanaan :
 t   t ................................................................ ( 2.22 )

Tegangan maksimum ijin :


s SYP
T  ....................................................... ( 2.23 )
N
Dimana :
t = Tegangan maksimum pada poros (psi)
Ssyp =Shear Strenght Yield Point (psi)

Dimana :
Wrought steel : Ssyp = 0,58 Syp
Al dan Al Alloys : Ssyp = 0,55 Syp

N = Angka keamanan, yaitu


= Beban statis (2-3)
= Beban dinamis (3,1-4)
= Beban kejut ( 3-5)

30
Dari persamaan ( 2.21 ) dan ( 2.23 ), maka diameter
poros dapat dinyatakan dengan rumus :
Syp 16
 M 2  T 2 ............................ ( 2.24 )
2  N   D3
Dimana :
M = Momen bending pada poros.
T = Torsi yang terjadi pada poros.
D = Diameter poros.
Syp = Strength yield point.
N = Faktor keamanan.

2.5 Perencanaan Pasak


Seperti halnya baut dan sekrup, pasak digunakan untuk
membuat sambungan yang dapat dilepas yang berfungsi untuk
menjaga hubungan putaran relatif antara poros dengan elemen
mesin yang lain seperti roda gigi, pulley, sprocket, impeller
dan lain sebagainya.
Distribusi tegangan secara aktual pada sambungan pasak
tidak dapat diketahui secara lengkap, maka dalam perhitungan
tegangan disarankan menggunakan faktor keamanan sebagai
berikut.
a. Untuk torsi yang tetap dan konstan fk = 1,5
b. Untuk beban kejut yang kecil (rendah) fk = 2,5
c. Untuk beban kejut yang besar terutama bolak – balik fk = 4,5
Pada pasak yang rata, sisi sampingnya harus pas dengan
alur pasak agar pasak tidak goyah dan rusak. Ukuran dan standart
yang digunakan terdapat dalam spesifikasi. Untuk pasak,
umumnya dipilih bahan yang mempunyai kekuatan tarik lebih
dari 60 kg/ mm , lebih kuat daripada porosnya. Kadang dipilih
bahan yang lemah untuk pasak, sehingga pasak terlebih dahulu
rusak daripada porosnya. Ini disebabkan harga pasak yang

31
murah serta mudah menggantinya.
2.5.1 Jenis Pasak
 Menurut bentuk dasarnya pasak dapat dibedakan menjadi:
1. Pasak datar ( Square key ).
2. Pasak Tirus ( Tapered key ).
3. Pasak setengah silinder ( Wood ruff key ).

 Menurut arah gaya yang terjadi pasak digolongkan


menjadi :
1. Pasak memanjang ( Spie ) menerima gaya sepanjang
pasak terbagi secara merata. Pasak ini dibedakan
menjadi pasak baji, pasak kepala, pasak benam dan
pasak tembereng.
2. Pasak melintang ( pen / pena ) menerima gaya
melintang pada penampang pen. Pen ini dapat
menjadi dua yaitu pen berbentuk pipih dan pen
berbentuk silindris
Pada perencanaan mesin pemipil jagung ini dipakai
type pasak datar segi empat karena dapat meneruskan momen
yang besar dan komersial pasak ini mempunyai dimensi yaitu
lebar (W).
Perlu diperhatikan bahwa lebar pasak sebaiknya antara
25 - 35 % dari diameter poros, dan panjang pasak jangan
terlalu panjang dibandingkan dengan diameter poros ( antara
0,75 sampai 1,5 D ). Karena lebar dan tinggi pasak sudah
distandardkan, maka beban yang timbul oleh gaya F yang
besar hendaknya diatasi dengan menyesuaikan panjang pasak.

32
Gambar 2.4 Pasak datar segi empat.
keterangan :
H : Tinggi pasak (mm)
W : Lebar pasak (mm)
L : Panjang pasak (mm)
D : Diameter Poros

Gambar 2.5 Kedudukan pasak pada poros.


Keterangan:
Fs : Gaya geser (kgf/mm2)
Fc : Gaya Kompresi (kgf/mm2)

2.5.2 Tinjauan Terhadap Tegangan Geser


Besarnya gaya F adalah :
𝐹 𝑇
𝜏𝑠 = 𝐴
dimana: 𝐹 = 𝐷⁄2
𝐴 = 𝐿𝑢𝑎𝑠 𝑏𝑖𝑑𝑎𝑛𝑔 𝑔𝑒𝑠𝑒𝑟 𝑝𝑎𝑑𝑎 𝑝𝑎𝑠𝑎𝑘
= 𝑊 × 𝐿 = 𝐿𝑒𝑏𝑎𝑟 (𝑊)𝑝𝑎𝑛𝑗𝑎𝑛𝑔 (𝐿)

33
2𝑇
𝜏𝑠 = ............................................................ ( 2.25 )
𝑊. 𝐿. 𝐷
dimana :
F : Gaya pada pasak (kgf)
Dp : Diameter poros (mm)
T : Torsi yang ditransmisikan (kgf.mm)

Supaya pasak aman, syarat yang harus dipenuhi:


2𝑇 𝜎𝑦𝑝𝑠
𝜏𝑠 = 𝑊∙ 𝐿 1∙𝐷 ≤ 𝑠𝑓
................................................ ( 2.26 )
𝑝

dimana :
τ : Tegangan geser (kg/mm2)
W : Lebar pasak (mm)
L : Panjang pasak (mm)
Dp : Diameter poros (mm)
T : Torsi (kg.mm)
Sf : Safety Factor

Panjang pasak pada tegangan geser :


2𝑇 𝜎𝑦𝑝𝑠

𝑊. 𝐿 . 𝐷 𝑠𝑓

2𝑇 . 𝑠𝑓
𝐿 ≥ 𝑊 . 𝐷 .𝜎𝑦𝑝𝑠
…..................................................... ( 2.27 )
dimana :
W : Sisi pasak (mm)
Dp : Diameter poros (mm)
T1 : Torsi (kg.mm)
sf : Faktor keamanan

2.5.3 TinjauanTerhadap Tegangan Kompresi


Pada pasak akan menimbulkan tegangan kompresi:

34
𝐹 𝑇
𝜎𝑐 = 𝐴
dimana: 𝐹 = 0,5 𝐷
𝐴 = 𝐿𝑢𝑎𝑠 𝑏𝑖𝑑𝑎𝑛𝑔 𝑔𝑒𝑠𝑒𝑟 𝑝𝑎𝑑𝑎 𝑝𝑎𝑠𝑎𝑘
= 0,5 𝐻 × 𝐿
2𝑇 4𝑇
𝜎𝑐 = 0,5 .𝐻.𝐿.𝐷
= 𝑊. 𝐿 .𝐷
......................................... ( 2.28 )
dimana:
𝜎𝑐 : Tegangan kompresi (kg/mm2)
W : Lebar pasak (mm)
L : Panjang pasak (mm)
Dp : Diameter poros (mm)
T1 : Torsi (kg.mm)

Supaya pasak aman, syarat yang harus dipenuhi:


4𝑇 𝜎𝑦𝑝𝑠
𝑊. 𝐿 .𝐷
≤ 𝑠𝑓
.......................................................... ( 2.29 )

Panjang pasak pada tegangan kompresi :


4𝑇.𝑠𝑓
𝐿≥ 𝜎𝑦𝑝𝑠 . 𝑊.𝐷
......................................................... ( 2.30 )
dimana :
W : Sisi pasak (mm)
Dp : Diameter poros (mm)
T1 : Torsi (kg.mm)
Sf : Faktor keamanan

2.6 Perencanaan Bantalan


Bearing atau bantalan adalah elemen mesin yang berfungsi
untuk menumpu poros, supaya putaran atau gerakan poros dapat
berlangsung dengan baik dan aman, juga untuk memperkecil
kerugian daya akibat gesekan. Bearing harus kuat dan kokoh
untuk menahan gaya yang terjadi pada poros. Jika bearing tidak

35
berfungsi dengan baik maka kerja seluruh sistem akan menurun
atau mesin tidak dapat bekerja sebagaimana semestinya.

Gambar 2.6 Bantalan (bearing) dan arah bebannya

2.6.1 Klasifikasi Bantalan


1. Bantalan luncur (journal bearing)
Pada bearing ini terjadi gesekan luncur antara poros
dan bearing, karena permukaan poros yang berputar,
bersentuhan langsung dengan bearing yang diam. Lapisan
minyak pelumas sangat diperlukan untuk memperkecil gaya
gesek dan temperatur yang timbul akibat gesekan tersebut.

Gambar 2.7 Bantalan luncur (journal bearing)

36
2. Bantalan gelinding (rolling bearing)
Pada bearing ini, terjadi gesekan gelinding antara
bagian yang berputar dengan bagian yang diam, bagian yang
berputar tersebut adalah: bola, silinder dan jarum.Antara
poros dan bearing tidak terjadi gesekan.

Gambar 2.8 Bantalan gelinding (rolling bearing)

2.6.2 Gaya Radial Bantalan


Gaya radial bantalan dapat dihitung dengan
menggunakan rumus :
Fr = Fh 2  Fv 2 ................................................ ( 2.31 )
Dimana :
Fr : beban radial dalam (lb)
Fh : gaya sumbu horizontal (lb)
FV : gaya sumbu vertical(lb)
( Aaron, Deutschman, 1975 .Hal 487 )

37
2.6.3 Beban Ekuivalen
Sesuai dengan definisi dari AFBMA yang dimaksud
dengan Beban equivalent adalah beban radial yang konstan dan
bekerja pada bantalan dengan ring dalam berputar sedangkan
ring luar tetap. Ini akan memberikan umur yang sama seperti
pada bantalan bekerja dengan kondisi nyata untuk beban dan
putaran yang sama.

Untuk menhitung beban eqivalent pada bantalan dapat


meggunakan rumus :

P = (X . V . FR + Y Fa ). fs .......................... ( 2.32 )
Dimana :
P = beban equivalent (lb)
Fa = beban aksial (lb)
Fs = facor of safety
X = faktor beban radial
V = faktor putaran,
ring dalam yang berputar V = 1
ring luar yang berputar V = 1,2
Y = faktor beban aksial
( Aaron, Deutschman, 1975 .Hal 486 )

Bila beban radialnya lebih besar daripada beban aksial


maka beban akivalen dapat ditulis sebagai berikut :

P = V . Fr ..................................................... ( 2.33 )

Bila bantalan yang dipilih adalah single row bearing


maka.
PA = Fs (X.V.FAr+ Y.Fa )

38
Karena : Fa = 0
Fa
0
 .Fr
Fa
1
 .Fr
Maka nilai X =1 dan Y =0

2.6.4 Umur Bantalan


Dalam memilih bantalan gelinding umur bantalan sangat
perlu diperhatikan. Ada beberapa definisi mengenai umur
bantalan, yaitu :

1. Umur (Life)
Didefinisikan sebagai jumlah perputaran yang dapat
dicapai dari bantalan sebelum mengalami kerusakan
atau kegagalan yang pertama pada masing-masing
elemennya seperti ring atau bola atau roll.

2. Umur Berdasarkan Kepercayaan (Rating Life)


Didefinisikan sebagai umur yang dicapai
berdasarkan kepercayaan (reliability) 90% berarti
dianggap 10% kegagalan dari jumlah perputaran. Umur
ini disimbolkan dengan L10 dalam jumlah perputaran
atau L10h dengan satuan jam dengan anggapan
putarannya konstan.

3. Basis Kemampuan Menerima Beban (Basic Load


Rating)
Disebut juga dengan basic load rating (beban
dinamic) diartikan sebagai beban yang mampu

39
diterima dalam keadaan dinamis berputar dengan
jumlah putaran konstan 10 putaran dengan ring luar
tetap dan ring dalam yang berputar.

4. Kemampuan menerima beban statis (basic static


load rating)
Didefinisikan sebagai jumlah beban radial yang
mempunyai hubungan dengan defleksi total yang
terjadi secara permanen pada elemen-elemen
bantalannya, yang diberikan bidang tekanan,
disimbulkan dengan C .

Untuk menghitung umur bantalan dapat menggunakan rumus :

b
10 6  C 
L10 = .   ……….................. ( 2.34 )
60.n p  P 
Dimana :
L10 = umur bantalan ( jam kerja )
C = diperoleh dari tabel bantalan sesuai dengan
diameter dalam bantalan yang diketahui (lb)
P = beban equivalent (lb)
b = 3, untuk bantalan dengan bola
= 10/3 bila bantalan adalah Bantalan Rol
Np = putaran poros ( rpm )
( Aaron, Deutschman, 1975 .Hal 485 )

40
BAB 3
METODOLOGI

Pada bab ini akan dibahas secara detail mengenai


perencanaan dan pembuatan alat, secara keseluruhan proses
pembuatan dan penyelesaian Tugas Akhir.

3.1 Diagram Alir (flowchart) Proses Pembuatan Mesin


Pencacah Sampah Organik Sebagai Bahan Dasar
Pupuk Kompos

Gambar 3.1 Flowchart

41
3.2 Tahapan Pembuatan Mesin Pencacah Sampah
Organik Sebagai Bahan Dasar Pupuk Kompos

Untuk dapat merancang sebuah Mesin Sampah Organik


Sebagai Bahan Dasar Pupuk Compos, maka analisa dan
perancangan tersebut menggunakan langkah-langkah sebagi
berikut:

a. Studi literatur
Studi literatur dilakukan dengan jalan mempelajari buku-
buku pedoman serta hasil publikasi ilmiah, serta melalui
penelitian yang dilakukan peneliti lain yang berhubungan
dengan perencanaan mesin pencacah, dalam rangka
memperoleh dasar teori dan melengkapi perancangan.

b. Observasi
Observasi ini dilakukan dengan survei langsung di
PUSDAKOTA UBAYA Jl. Rungkut Lor III/87,
Surabaya, Jawa Timur. Hal ini dilakukan dalam rangka
pencarian data yang nantinya dapat menunjang
penyelesaian tugas akhir ini.

c. Konsep
Dari hasil studi literatur dan wawancara dengan salah satu
pengelola PUSDAKOTA, Rungkut, Surabaya, Jawa
Timur menghasilkan sebuah ide dengan menciptakan
suatu mesin yang berguna untuk pengelolaan pupuk
kompos dengan menggunakan mesin pencacah sampah
organik guna untuk mempercepat proses pengomposan.

42
d. Perencanaan Alat
Pada tahap ini dilakukan perencanaan desain, cara kerja
mesin dan komponen yang sesuai untuk melakukan
pencacahan sampah organik. Perencanaan meliputi bahan
kerangka yang akan dipakai, danperencanaan bahan dan
ukuran komponen dari mesin. Penggerak dari mesin
menggunakan motor diesel berbahan bakar solar
berukuran 8,5 HP dan menggunakan sistem transmisi belt
tipe V-belt dan pulley.

e. Pembuatan dan Perakitan Alat


Pada tahap ini dilakukan perakitan komponen rangka dan
komponen pisau potong serta komponen penggerak yang
telah direncanakan di tahap sebelumnya.

f. Perencanaan dan Perhitungan


Pada tahap ini dilakukan perencanan perhitungan dengan
cara mengaplikasikan dasar teori yang telah ada dan
menggunakannya dalam perhitungan perancangan,
sehingga dapat diketahui mekanisme kerja yang diijinkan
agar mesin pencacah ini aman dan efisien dalam
pengoperasiannya.

g. Persiapan Alat dan Bahan


Persiapan alat ini meliputi beberapa alat dan bahan,
antara lain : alat manufaktur (mesin bubut, mesin drilling,
dll), motor diesel 2200 rpm (8,5 HP), elemen mesin
(bantalan, poros, pisau, belt and pulley, roda gigi), rangka
mesin, dan sampah organik.

43
h. Pembuatan dan perakitan alat
Berdasarkan hasil perhitungan dan perencanaan dapat
diketahui jenis bahan dan dimensi dari komponen yang
akan diperlukan sebagai acuan dalam pembuatan alat.
Dari komponn yang diperoleh, maka dilakukan proses
perakitan dengan desain perencaan.

i. Pengujian Alat Tanpa Beban


Setelah alat selesai dibuat, maka dilakukan pengujian
dengan cera mengoperasikan alat tersebut tanpa beban
untuk mengetahui kinerja mesin bekerja sesuai
perencanaan atau tidak. Apabila tidak sesuai maka
kembali ke tahap perencanaan alat, bila sesuai maka
dilanjut ke tahap pengujian alat dengan beban.

j. Pengujian Alat Dengan Beban


Pada tahap ini dilakukan untuk mengetahui hasil cacahan
sesuai yang diharapkan atau tidak. Apabila tidak sesuai
maka kembali ke tahap pembuatan dan perakitan alat, bila
sesuai maka dilanjut ke tahap pembuatan laporan.

k. Pembuatan Laporan
Pada tahap ini adalah tahap akhir dimana mesin pencacah
sampah organik dapat menghasilkan cacahan yang sesuai
apa yang diharapkan pihak PUSDAKOTA. Laporan ini
juga sebagai pertanggung jawaban atas segala sesuatu
yang terjadi dalam kegiatan tugas akhir ini.

44
3.3 Konsep Mesin Pecacah Sampah Organik

1
2

3
4
5
6
7
8
9
10
11
Gambar 3.2 Sket 3D Mesin Pencacah Sampah Organik
Keterangan :
1. Hopper 7. Pillow Bearing
2. Poros Utama 8. Motor Diesel
3. Kipas Pendorong 9. Tempat Engkol Motor Diesel
4. Pisau Potong 10. Rangka Mesin Pencacah Sampah
5. Pulley Organik
6. V-Belt 11. Saluran Output

45
Fungsi dari komponen yang digunakan

1. Hopper
Berfungsi sebagai saluran input unutk memasukkan
sampah organik yang akan dilakukan proses pencacahan.

2. Poros Utama
Berfungsi sebagai tempat pisau potong sebagai proses
pencacah sampah organik.

3. Kipas Pendorong
Berfungsi sebagai pendorong sampah organik keluar.

4. Pisau Potong
Berfungsi sebagai proses pencacahan sampah organik.

5. Pulley yang digerakkan 8 in


Berfungsi untuk melanjutkan transmisi dari motor ke
poros Utama.

6. V-Belt
Berfungsi sebagai alat pemindah daya dari motor ke
pulley.

7. Pillow Bearing
Berfungsi agar bearing tetap bersih dan bebas berputar
serta untuk meningkatkan kinerja dan siklus putaran
mesin.

46
8. Motor Diesel
Sebagai sumber penggerak utama mesin pencacah
sampah organik.

9. Tempat Engkol Motor Diesel


Berfungsi untuk menghidupkan motor.

10. Rangka Mesin Pencacah Sampah Organik


Berfungsi sebagai penyangga mesin agar berdiri.

11. Saluran Output


Berfungsi sebagai keluaran hasil cacahan sampah
organik.

3.4 Mekanisme Kerja Mesin Pencacah Sampah Organik

Mekanisme kerja mesin pencacah sampah organik ini


menggunakan pisau potong sebanyak 20 buah, diantaranya adalah
15 mata pisau yang berputar, dan 5 pisau yang diam. Untuk 15
mata pisau yang bergerak tersebut diletakkan pada poros utama
yang tersusun 5 alur, 1 aurnya terdapat 3 mata pisau, dan dari alur
ke alur dipasang selang seling agar menyerupai ulir.
Ketika engkol dipasang pada tempat engkol motor diesel
(9) diputar dengan tenaga secukupnya maka motor diesel yang
memiliki daya 8,5 HP dengan kecepatan maksimum 2200 rpm
akan menyala. Saat motor telah menyala pulley penggerak dari
motor ditransmisikan ke pulley (5) yang terhubung pada poros
utama (2) dengan belt type v-belt B-56 (6), sehingga pisau potong
(4) yang terletak pada poros utama (2) akan berputar searah jarum
jam.

47
Sampah organik dimasukkan kedalam mesin pencacah
melalui hopper (1) kemudian turun menuju proses pencacahan
dengan sistem pencacah secara berulir, kemudian dengan sistem
pisau yang ditata secara berulir mengakibatkan sampah tergeser
menuju kipas pendorong (3) yang ada pada poros utama (2) yang
berfungsi sebagai pendorong sampah ke saluran output (11).
Mesin bekerja secara kontinyu untuk mencacah sampah organik
.

Gambar 3.3 Hasil sampah organik yang telah dicacah

48
BAB 4
PERENCANAAN DAN PERHITUNGAN

Dalam bab ini akan dibahas perhitungan mesin pencacah


sampah organik yang diperlukan oleh mesin agar dapat berjalan
dan berfungsi dengan baik. Setelah itu menghitung elemen-
elemen mesin yang mendukung perencanaan mesin ini seperti :
perhitungan daya, gaya potong, pulley, belt, bantalan, poros, dan
kapasitas mesin sehingga aman dalam penggunaannya.

4.1 Perencanaan Pisau


Pisau direncanakan terdiri atas pisau potong sebanyak 20
buah, diantaranya adalah 15 mata pisau yang berputar, dan 5
pisau yang diam. Untuk 15 mata pisau yang bergerak tersebut
diletakkan pada poros utama yang tersusun 5 alur, 1 alurnya
terdapat 3 mata pisau, dan dari alur ke alur dipasang selang seling
menyerupai ulir dengan spesifikasi perencanaan pisau bergerak :
PxLxT (114 mm x 40 mm x 10 mm) yang dipasangkan pada
poros dengan spesifikasi perencaan poros : (ᴓ60 mm x 490 mm).

4.2. Analisa Gaya dan Torsi Pemotong


Pemotongan sampah organik pada perencanaan mesin
akan dilakukan secara acak, tapi untuk mengetahui gaya potong
yang paling besar, dilakukan percobaan pada sampah organik
yang sering dilakukan pencacahan, adapun beberapa sampah
organik yang kami uji diantaranya adalah bongkol jagung, ranting
pohon, kangkung, kulit semangka, ubi, dan sawi.

49
4.2.1 Analisa Gaya Pemotongan

Analisa yang kami lakukan yaitu percobaan langsung


pada alat yang telah jadi, dengan melilitkan tali pada pulley
poros dengan pisau yang telah terpasang. Lalu tali tersebut
ditarik sekuat tenaga oleh orang yang memegang neraca,
hingga objek sampah organik tergores atau terpotong.

Gambar 4.1 Uji Coba Pemotongan Objek Sampah


Organik

Merujuk pada Lampiran 3. Tabulasi Percobaan untuk


Mencari Gaya Potong Pada Objek Sampah Organik, maka
bongkol jagung dipilih untuk menjadi batasan dalam mencari
gaya potong maksimal pada sampah organik beban yang
didapat :

Tabel 4.1. Tabel Uji Potong Bongkol jagung

Bahan Uji
Bahan Uji
(kgf)
Bonggol jagung 24
Bonggol Jagung 24,87
Bonggol Jagung 23,35

50
24𝑘𝑔𝑓+24,87 𝑘𝑔𝑓+24,35 𝑘𝑔𝑓
Frata-rata = = 24,40 𝑘𝑔𝑓
3
Jumlah pisau yang mengalami gaya potong = 1
Maka gaya percobaan,
Fp = Frata-rata . z = 24,40 kgf. 1 = 24,40 kgf

4.2.2 Analisa Torsi Pemotong


Setelah dieketahui gaya pemotongan, maka Torsi
dapat ditentukan dengan menggunakan rumus :

𝑇 = 𝐹 .𝑟
Dimana :
𝑇 = Torsi
F = Gaya Percobaan
r = Panjang Lengan
Diketahui, Gaya Percobaan (Fp) = 24,40 kgf
Jari-jari pulley poros (r) = 4,5 in x 25,4 mm
= 114,3 mm

Maka besar Torsi Pemotongan yang terjadi adalah,

𝑇 = 𝐹𝑝𝑒𝑟𝑐𝑜𝑏𝑎𝑎𝑛 . 𝑟𝑝𝑢𝑙𝑙𝑒𝑦 𝑝𝑜𝑟𝑜𝑠


= 24,40 kgf . 114,3 mm
= 2788,92 kgf.mm

Dari Torsi Pemotongan dapat diketahui Gaya potong yang


terjadi adalah,
𝑇
𝐹𝑝𝑜𝑡𝑜𝑛𝑔 =
𝑟𝑝𝑖𝑠𝑎𝑢
2788,92 𝑘𝑔𝑓.𝑚𝑚
=
144 𝑚𝑚
= 19,36 kgf

51
4.3. Analisa Daya Pemotongan Sampah Organik
Daya Pemotongan dapat diketahui dengan rumus berikut :

𝑃
𝑇 = 9,74.105
𝑛

Keterangan :
𝑇 = Torsi (kgf.mm)

P = Daya Perencanaan (Kw)
n = putaran poros (rpm)

4.3.1 Analisa Putaran Poros


Sebelum menghitung Daya Pemotongan, maka perlu
mengetahui nilai putaran poros melalui rumus perbandingan
pulley. Yaitu ;

𝑛1 𝑑2
=
𝑛2 𝑑1

Keterangan :
𝑛1 = putaran motor
𝑛2 = putaran poros
𝑑1 = diameter pulley motor
𝑑2 = diameter pulley poros

diketahui , 𝑛1 = 2200 rpm


𝑑1 = 4,5 in . 25,4 = 114,3 mm
𝑑2 = 9 in . 25,4 = 228,6 mm

𝑛1 𝑑2 2200 𝑟𝑝𝑚 228,6


= = =
𝑛2 𝑑1 𝑛2 114,3
𝒏𝟐 = 1100 rpm
52
Setelah diketahui putaran poros, maka dapat mencari Daya
Pemotongan.
𝑃
𝑇 = 9,74.105 𝑛
5 𝑃
2788,92 kgf.mm = 9,74. 10 . 1100 𝑟𝑝𝑚
2788,92 kgf.mm 𝑃
9,74.105
= 1100 𝑟𝑝𝑚
P = 3,149 Kw = 3149,7 Watt = 4,2 Hp
Daya yang dibutuhkan adalah motor 4,2 Hp dengan putaran
1100 rpm. 1 HP = 0,746 Kw.

4.3.2. Analisa Kecepatan Sudut yang Direncanakan


Langkah selanjutnya adalah menghitung kecepatan
sudut dengan rumus berikut :

𝜋 . 𝑛2
𝜔=
30
Keterangan :
𝜔 = Kecepatan Sudut
n2 = Putaran Poros
𝜋 = 3,14
Diketahui :
n2 = 1100 rpm
𝜋 .𝑛2 3,14 .1100
𝜔= = = 115,13 𝒓𝒂𝒅⁄𝒔𝒆𝒄
30 30

4.4 Perencanaan Belt dan Pulley


4.4.1 Menghitung Daya perencanaan (Pd) dan Torsi
perencanaan (Td)
Daya perencanaan mesin yang digunakan untuk
menrecanakan belt dan pulley dapat dihitung dengan
menggunakan persamaan:

53
𝑃𝑑 = 𝑓𝑐 . 𝑃
Diketahui fc = 1,3 (lampiran 9)
𝑃𝑑 = 𝑓𝑐 . 𝑃
= 1,3 . 3,149 Kw
= 4,09 Kw

Torsi perencanaan mesin yang digunakan untuk


merencanakan belt dan pulley dapat dihitung dengan
menggunakan persamaan:
𝑃𝑑
𝑇𝑑 = 9,74 𝑥 105 . 𝑛
Dimana: Pd = 4,09 Kw = 4090 watt
n = 1100 rpm
Sehingga:
𝑃𝑑
𝑇𝑑 = 9,74 𝑥 105 .
𝑛
5 4,09 𝐾𝑤
= 9,74 𝑥 10 .
1100 𝑟𝑝𝑚
= 3621,5 kgf.mm

Jadi, untuk menghitung perencanaan Belt dan Pulley


menggunakan data putaran pada motor sebesar (n) 1100 rpm,
Daya perencanaan sebesar (Pd) 4090 watt, dan Torsi
perencanaan (Td) sebesar 3621,5 kgf.mm

4.4.2 Pemilihan Type Belt


Sebelum menghitung perencanaan belt yang
menggunakan 1 belt maka ditentukan dahulu type belt yang
dianjurkan. Pemilihan type belt ini dapat diketahui dari daya
perencanaan dan banyaknya putaran yang terjadi pada pulley
terkecil.
Diketahui bahwa :
Pd = 4,09 Kw , n = 1100 rpm.

54
Gambar 4.2 Pemilihan Tipe Belt

Berdasarkan diagram di atas maka diperoleh : Type belt yang


dianjurkan adalah Type B
Lebar (b) = 17 mm
Tinggi (h) = 10,5 mm

Luas (A) = 1,38 mm2 (lampiran 17)

55
4.4.3. Kecepatan Keliling Pulley

Gambar 4.3 Kecepatan Keliling Pulley

Diketahui :
1 in = 25,4 mm
n1 = 2200 rpm
dp motor = 4,5 in x 25,4 = 114,3 mm

Sehingga;
𝜋 . 𝑑𝑝. 𝑛1
𝑣𝑏 =
60 . 1000

3,14 .114,3 𝑚𝑚 .2200 𝑟𝑝𝑚


=
60 .1000
= 13,16 m/s

4.4.4. Gaya Keliling Belt


Gaya keliling belt dapat dicari dengan menggunakan
rumus sebagai berikut :

F = ß . Frated

Di mana :
β = 34-40 (lampiran 18)

56
102 . 𝑃 102 . 3,147 𝐾𝑤
𝐹𝑟𝑎𝑡𝑒𝑑 = = = 24,39 𝑘𝑔𝑓
𝑣𝑏 13,16 𝑚/𝑠

Sehingga:

F = ß . Frated
= 36 . 24,39 kgf
= 878,04 kgf

4.4.5. Tegangan Belt


Tegangan belt dapat diketahui dengan rumus :

𝜎𝑏 = 2 . 𝜑. 𝜎0

Gambar 4.4 Diagram tegangan pada bagian – bagian belt

Diketahui :

Untuk V-belt : 𝜎0 = 12 kgf/𝑐𝑚2
Untuk V-belt : φ0 = 0,7 – 0,9

57
𝜎𝑏 = 2 . 𝜑. 𝜎0
= 2 . 0,9 . 12 kgf/𝑐𝑚2
= 21,6 kgf/𝒄𝒎𝟐

4.4.6. Jarak Sumbu Poros Pulley dengan Pulley


Perencanaan

Gambar 4.5 Perencanaan sistem transmisi belt dan pulley

Diketahui :


Diameter pulley kecil (dp) = 114,3 mm


Diameter pulley besar (Dp) = 228,6 mm

Sehingga ,


Dp < C < 3 (Dp + dp)



228,6 mm < C < 3 (228,6 mm + 114,3 mm)
228,6 mm < C < 1028,7 mm

Maka dipilih C = 555,30 mm

58
4.4.7. Panjang Belt

Untuk menghitung panjang perencanaan belt yang


akan dipakai digunakan rumus :

𝜋 (𝐷𝑝−𝑑𝑝)2
L = 2. C + 2 (Dp + dp) + 4 .𝐶

𝜋
L = 2. 555,3 mm + 2 (228,6 + 114,3) mm +

(228,6 − 114,3)2
4 . 555,3

L = 1110,6 mm + 538,35 mm + 5,88 mm



L = 1654,83 mm

4.4.8 Sudut Kontak pada Pulley


Besarnya sudut kontak antara pulley dan belt dapat
dihitung dengan menggunakan rumus :

Gambar 4.6 Sudut Kontak pada Pulley

59
Diketahui :
Dp = 228,6 mm
dp = 114,3 mm
C = 555,3 mm
Maka,
600 (𝑑𝑝 − 𝐷𝑝)
𝜃 = 1800 −
𝐶

600 (114,3−228,6)𝑚𝑚
= 1800 − 555,3 𝑚𝑚
= 192,350
= 𝟑, 𝟑𝟔 𝒓𝒂𝒅

4.4.9 Gaya Efektif Belt

Gambar 4.7 Distribusi tarikan atau gaya pada belt


Diketahui :
𝜇 = 0,3
𝜃 = 3,36 𝑟𝑎𝑑
Maka,

𝐹𝑒 = 𝐹1 − 𝐹2

𝐹1⁄ = 𝑒 𝜇′ 𝜃
𝐹2

60
𝐹1⁄ = 𝑒 0,3.3,36
𝐹2

𝐹1 = 2,74 𝐹2

𝑃
 𝑇4 = 9,74 . 105 . 𝑛1

3,147 𝐾𝑤
= 9,74 . 105 . 2200 𝑟𝑝𝑚

= 1393,26 kgf.mm

𝑇4 1393,26 𝑘𝑔𝑓.𝑚𝑚
 𝐹𝑒 = 𝑟𝑝
= 114,3 𝑚𝑚
= 12,19 𝑘𝑔𝑓

 𝐹𝑒 = 𝐹1 − 𝐹2

12,19 kgf = 2,74 𝐹2 − 𝐹2

12,19 kgf = 1,74 𝐹2

12,19 𝑘𝑔𝑓
𝐹2 = 1,74

𝑭𝟐 = 7 kgf

 𝐹1 = 2,74 𝐹2

= 2,74 . 7 𝑘𝑔𝑓
= 𝟏𝟗, 𝟏𝟗 𝒌𝒈𝒇

61
4.4.10 Tegangan Maksimum pada Belt
Untuk menghitung tegangan maksimum pada belt
dapat menggunakan rumus:

𝐹 𝛾.𝑣 2 ℎ
𝜎 max = 𝜎0 + 2.𝐴
+ 10.𝑔
+ 𝐸𝑏 𝐷𝑚𝑖𝑛

Diketahui :
h = 10,5 mm (Rubber canvas pada lampiran 19)
𝛾 = 1,25 kgf/𝑑𝑚3 (Rubber canvas pada lampiran 19)
𝐸𝑏 = 800 kgf/𝑐𝑚2 (Rubber canvas pada lampiran 19)
𝜎0 = 12 Kgf/𝑐𝑚2
Fp = 19,36 kgf
A = 1,38 𝑚𝑚2
𝑣𝑏 = 13,16 m/s
g = 9,81 m/𝑠 2
Dmin = 114,3 mm
Sehingga,
𝐹 𝛾.𝑣 2 ℎ
𝜎 max = 𝜎0 + 2.𝐴
+ 10.𝑔
+ 𝐸𝑏 𝐷𝑚𝑖𝑛
Kgf
19,36 𝑘𝑔𝑓 1,25 .(13,16 m/s)2
𝑑𝑚3
= 12 kgf/cm2 + 2 . 1,38 𝑐𝑚2
+ 10. 9,81 m/𝑠2

10,5 𝑚𝑚
+ 800 kgf/𝑐𝑚2 .
114,3 𝑚𝑚
𝟐
= 92,66 kgf/𝒄𝒎

4.4.11 Jumlah Putaran Belt


Untuk mengetahui jumlah putaran belt per detik
digunakan rumus sebagai berikut :

62
𝑣
𝑢=
𝐿
Diketahui :
𝑣 = 13,16 m/s
L = 1654,83 mm = 1,654 m

Sehingga :

𝑣
𝑢=
𝐿
13,16 𝑚/𝑠
= 1,654 𝑚
−𝟏
= 7,95 𝒔

4.4.12 Umur Belt


Umur belt dapat diketahui dengan rumus :

𝑁𝑏𝑎𝑠𝑒 𝜎𝑓𝑎𝑡 𝑚
𝐻= .[ ]
3600.𝑢.𝑧 𝜎𝑚𝑎𝑥

Diketahui :
7
𝑁𝑏𝑎𝑠𝑒 = 10 cycle
u = 7,95 𝑠 −1
z =2
2
𝜎𝑓𝑎𝑡 = 90 kgf/cm untuk V-Belt
𝜎𝑚𝑎𝑥 = 92,66 kgf/𝑐𝑚2
m = 8 untuk V-Belt
Sehingga :

𝑁𝑏𝑎𝑠𝑒 𝜎𝑓𝑎𝑡 𝑚
𝐻= .[ ]
3600. 𝑢. 𝑧 𝜎𝑚𝑎𝑥

63
107 90 Kgf/𝑐𝑚2 8
= .[ ]
3600 .7,95 𝑠−1 .2 92,66 Kgf/𝑐𝑚2
= 138,38 jam

4.4.13 Pengecekan Jumlah Belt


Pada sub bab ini akan dilakukan pengecekan jumlah
belt yang digunakan pada mesin, apakah sesuai jumlah
beltnya 1 buah. Jumlah belt dapat hitung menggunakan
rumus sebagai berikut:
𝐹𝑒
𝑍=
𝜎𝑑 . 𝐴
Gaya efektif belt (Fe) diketahui melalui hitungan
sebesar 12,18 kgf dan luas penampang belt (A) sebesar 1,38
cm2 Selanjutnya menghitung besarnya tegangan untuk
memindahkan beban (σd) dengan menggunakan persamaan:
𝜎𝑑 = 𝜎𝑑0 . 𝐶𝑣 . 𝐶𝑎
dimana :
Cv = faktor kecepatan (0,94) (Lampiran 20)
Ca = faktor sudut kontak (1,08) (Lampiran 21)
𝜎𝑑0 = tegangan untuk memindahkan beban

Untuk menghitung tegangan untuk memindahkan


beban dapat dihitung menggunakan persamaan sebagai
berikut:

𝜎𝑑0 = 𝑎 − 𝑤
𝐷2
dimana:
D2 : diameter pulley yang digunakan
h : lebar belt
𝑎 : konstanta yang dapat dicari secara eksperimen
𝑘𝑔𝑓
dapat dilihat pada tabel (Lampiran 19) = 28
𝑚𝑚2

64
w : konstanta yang dapat dicari secara eksperimen
𝑘𝑔𝑓
dapat dilihat pada tabel (Lampiran 19) = 180 𝑚𝑚2
Sehingga:
𝑘𝑔𝑓 𝑘𝑔𝑓 11𝑚𝑚
G 𝜎𝑑0 = 28 𝑚𝑚2
− 180 𝑚𝑚2 . 228,6𝑚𝑚
𝑘𝑔𝑓
𝜎𝑑0 = 19,34 𝑚𝑚2
Setelah tegangan awal untuk memindahkan beban (𝜎𝑑0)
diketahui sebesar 19,34 kgf/mm2, selanjutnya mencari nilai
tegangan pada belt:

𝜎𝑑 = 19,34 . 0,94 . 1,08


𝑘𝑔𝑓
𝜎𝑑 = 19,63
𝑚𝑚2

Setelah mendapat nilai 𝜎𝑑 mencari jumlah belt:

𝐹𝑒
𝑍=𝜎
𝑑 ∙𝐴
12,18 𝑘𝑔𝑓
𝑍=
19,63 . 1,38
𝑍 = 0,449 ≈ 1,00
𝒁 = 𝟏 𝒃𝒖𝒂𝒉
Jadi, jumlah belt yang digunakan berjumlah 1 buah.

4.4.14 Dimensi Pulley

Untuk V-belt type B diperoleh data-data (lampiran


18) sebagai berikut :

65
Gambar 4.8 Dimensi beberapa tipe dari V-belt

Diketahui :

e = 16 mm
c = 5 mm

t = 20 mm

s = 12,5 mm

o o
v = 34 – 40
Sehingga :

A . Diameter pulley penggerak (Dm) :
a) Mencari Diameter Luar Pulley
𝐷𝑜𝑢𝑡 = 𝐷𝑚 + 2. 𝑐
= 114,3 mm + 2 . 5 mm
= 124,3 mm
b) Mencari Diameter Dalam Pulley
𝐷𝑖𝑛 = 𝐷𝑜𝑢𝑡 − 2. 𝑒
= 124,3 mm – 2 . 16 mm
= 92,3 mm
c) Mencari Lebar Pulley
𝐵 = (𝑧 − 1)𝑡 + 2. 𝑠
= (2 - 1)20 + 2 . 12,5 mm
= 45 mm

66
B. Pulley yang digerakkan (Dp) :
a) Diameter Pulley Luar yang Digerakkan
𝐷𝑜𝑢𝑡 = 𝐷𝑝 + 2. 𝑐
= 228,6 mm + 2. 5 mm
= 238,6 mm

4.4.15 Gaya Berat Pulley yang Digerakkan


Diketahui massa pulley 3 kg, sehingga :
𝑊 = 𝑚. 𝑔
= 3 kg . 9,8 𝑚⁄ 2
𝑠
= 29,4 N

4.5. Perencanaan Poros


4.5.1 Perhitungan Jenis Bahan Poros yang Akan
Digunakan

Data yang diketahui :


Daya motor (P) = 4,2 HP
Putaran poros (n2) = 1100 rpm
Bahan yang digunakan = AISI 1050 (𝜎yp : 47,11 kgf/mm2)

4.5.2 Gaya Pulley Terhadap Poros


Besarnya gaya pulley yang terjadi pada poros dapat dihitung
dengan menggunakan rumus sebagai berikut : 

𝐹 𝛼
𝐹𝑟 = . 𝑠𝑖𝑛
𝜑 2
Diketahui :
Fp = 19,36 kgf
𝜑 = 0,9
𝜃 = 192,350

67
Sehingga ,

𝐹 𝛼
𝐹𝑟 = . 𝑠𝑖𝑛
𝜑 2

19,36 𝐾𝑔𝑓 192,350


Fr = . sin
0,9 2

Fr = 21,38 kgf

4.5.3 Gaya Maksimum pada Pulley


Untuk menentukan gaya maksimum pada pulley
menggunakan rumus :

𝐹𝑚𝑎𝑥 = 𝜎 max. 𝐴

Diketahui :
2
𝜎 max = 98,07 /cm
A = 1,38 cm2
Sehingga,
𝐹𝑚𝑎𝑥 = 𝜎 max. 𝐴
2
= 92,66 /cm . 1,38 𝑐𝑚2

= 127,87 kgf

68
4.5.4. Diagram Beban Poros
Free Body Diagram

Gambar 4.9 Free Body Diagram


Dimana:
 Ax = Gaya yang terjadi pada titik A dengan arah horizontal
 Ay = Gaya yang terjadi pada titik A dengan arah vertikal
 Fp = Gaya potong yang terjadi pada pisau
 Wp = Beban yang terjadi pada pisau
 Fk = Gaya dorong yang terjadi pada kipas
 Wk = Beban yan terjadi pada kipas
 Bx = Gaya yang terjadi pada titik B dengan arah horizontal

69
 By = Gaya yang terjadi pada titik B dengan arah vertikal
 F1 = Gaya yang menarik belt
 F2 = Gaya kendur pada belt

4.5.5 Gaya Pada Poros


Gaya pada poros dapat dihitung dengan cara berikut:
𝐹𝑝 = 19,36 𝑘𝑔𝑓 x 9,81 = 189,92 N
Fk = 0,33 kgf x 9,81 = 3,26 N
F1 = 19,19 kgf x 9,81 = 188,25 N
F2 = 7 kgf x 9,81 = 68,67 N
Wp = 9,075 kgf x 9,81 = 89,02 N/280 mm = 0,31 N/mm
Wk = 0,52 kgf x 9,81 = 5,15 N

4.5.6 Menghitung Beban Poros Arah Horizontal dan


Vertikal
4.5.6.1 Tinjauan Horizontal

I II III

Gambar 4.10 Reaksi Tumpuan Horizontal

 Reaksi tumpuan

+ ∑MA = 0
- Fk (450 mm) + Bx (570 mm) - F1 sin 6,17o (630 mm) + F2
sin 6,17o (630 mm) = 0

70
− 3,26 N (450 mm) − 20,23 𝑁 (630𝑚𝑚) + 7,38 𝑁 (630 𝑚𝑚)
Bx = 570 𝑚𝑚
9562 𝑁.𝑚𝑚
= 570 𝑚𝑚
Bx = 16,77 N

+ ∑Fx = 0

Ax + Fk – Bx + F1 sin 6,17o – F2 sin 6,17o = 0


Ax + 3,26 N – 16,77 N + 188,25 N sin 6,17o – 68,67 Nsin
6,17o =0
Ax – 16,77 N + 3,26 N + 20,23 N – 7,38 N = 0
Ax = 0,66 N

 Momen bending di potongan I – I


Potongan I-I : 0 ≤ x1 ≤ 450 mm

MPot 1

Gambar 4.11 Potongan momen bending I-I horizontal

+ ∑Fx = 0 ;
Ax – V1 = 0
0,66 N – V1 = 0
V1 = 0,66 N

+ ∑Mpot1 = 0
Ax (x1) – Mpot1 = 0

71
Mpot1 = Ax (x1)
= 0,66 N (x1)
Jika :
x1 = 0, maka Mpot1 = 0 N.mm
x1 = 225, maka Mpot1 = 148,5 N.mm
x1 = 450, maka Mpot1 = 297 N.mm

 Momen bending di potongan II – II


Potongan II-II : 0 ≤ x2 ≤ 120 mm

MPot 2

Gambar 4.12 Potongan momen bending II-II horizontal

+ ∑Fx = 0 ;
Ax + Fk – V2 = 0
0,66 N + 3,26 N - V2 = 0
3,92 N – V2 = 0
V2 = 3,92 N

+ ∑Mpot2 = 0
Ax (450 mm + x2) + Fk (x2) - Mpot2 = 0
Mpot2 = 0,66 N (450 mm + x2) + (3,26) N (x2)
= 297 N.mm + 0,66 N (x2) + 3,26 N (x2)
= 297 N.mm + 3,92 N (x2)
Jika :
x2 = 0, maka Mpot2 = 297 N.mm
x2 = 60, maka Mpot2 = 532,2 N.mm
x2 = 120, maka Mpot2 = 771 N.mm

72
 Momen bending di potongan III – III
Potongan III-III : 0 ≤ x3 ≤ 60 mm

MPot 3

Gambar 4.13 Potongan momen bending III-III horizontal

+ ∑Fx = 0 ;
Ax + Fk – Bx – V3 = 0
0,66 N + 3,26 N – 16,77 N – V3 = 0
12,85 N – V3 = 0
V3 = 12,85 N

+ ∑Mpot3 = 0
Ax (570 mm + x3) + Fk (120 mm + x3) – Bx (x3) - Mpot3 = 0
Mpot3 = 0,66 N (570 mm + x3) + 3,26 N (120 mm + x3) –
16,77 (x3)
= 3376,2 N.mm + 0,66 N (x3) + 391,2 N.mm +
3,26 N (x3) – 16,77 N (x3)
= 771 N.mm - 12,85 N (x3)
Jika :
x3 = 0, maka Mpot3 = 771 N.mm
x3 = 30, maka Mpot3 = 381,9 N.mm
x3 = 60, maka Mpot3 = 0 N.mm

73
4.5.6.2. Tinjauan Vertikal
II III
I IV V VI

Gambar 4.14 Reaksi Tumpuan Vertikal

 Reaksi tumpuan
+ ∑Fy = 0

Ay + Fp – Wp – Wk + By - F1 cos 6,17o – F2 cos 6,17o = 0


Ay + 189,92 N – 89,02 N – 5,15 N + By – 188,25 N cos 6,17o
– 68,67 N cos 6,17o = 0
Ay + By – 159,67 = 0
Ay + By = 159,67 N................(1)

+ ∑MA = 0
-Fp (230 mm) + Wp (230 mm) + Wk (450 mm) - By (570
mm) + F1 cos 6,17o (630 mm) + F2 cos 6,17o (630 mm) = 0
−189,92 𝑁 (230 𝑚𝑚)+89,02 𝑁 (230 𝑚𝑚)
+5,15 𝑁 (450 𝑚𝑚)+187,15 (630 𝑚𝑚)+68,27 𝑁 (630 𝑚𝑚)
-By = 570 𝑚𝑚
−43681,6 𝑁.𝑚𝑚 + 20474,6 𝑁.𝑚𝑚 + 2317,5 𝑁.𝑚𝑚
+ 117904,5 𝑁.𝑚𝑚 + 43010,1 𝑁.𝑚𝑚
=
570 𝑚𝑚
= -245,65 N
By = 245,65 N................(2)
Substitusi persamaan (1) ke (2)
Ay + By = 159,67 N

74
Ay + 245,65 N = 159,67 N
Ay = -85,98 N ( )

 Momen bending di potongan I – I


Potongan I-I : 0 ≤ x1 ≤ 90 mm

MPot 1

Gambar 4.15 Potongan momen bending I-I vertikal

+ ∑Fy = 0
-Ay – V1 = 0
V1 = - 85,98 N

+ ∑Mpot1 = 0
-Ay (x1) – Mpot1 = 0
Mpot1 = - 85,98 N (x1)

Jika :
x1 = 0 ; maka Mpot1 = 0 N.mm
x1 = 45 ; maka Mpot1 = -3869,1 N.mm
x1 = 90 ; maka Mpot1 = -7738,2 N.mm

75
 Momen bending di potongan II – II
Potongan II-II : 0 ≤ x2 ≤ 140 mm

MPot
2

Gambar 4.16 Potongan momen bending II-II vertikal

+ ∑Fy = 0
-Ay - W□′ – V2 = 0
V2 = - 85,98 N – 0,31 N/mm . x2

Jika :
x2 = 0 ; maka V2 = -85,98 N ( )
x2 = 70 ; maka V2 = -107,68 N ( )
x2 = 140 ; maka V2 = -129,38 N ( )

+ ∑Mpot2 = 0
𝑥
-Ay (90 mm + x2) - W□′ (x2 . 22 ) – Mpot2 = 0
𝑥2
Mpot2 = -85,98 N (90 mm + x2) – 0,31 N/mm (x2 . 2
)
0,31 𝑁/𝑚𝑚
= -7738,2 N.mm – 85,98 N (x2) - 2
(𝑥2 2 )
= -7738.2 N.mm - 85,98 N (x2) – 0,15 N/mm (𝑥2 2 )

Jika :
x2 = 0 ; maka Mpot2 = - 7738,2 N.mm
x2 = 70 ; maka Mpot2 = - 14491,8 N.mm
x2 = 140 ; maka Mpot2 = - 22715,4 N.mm

76
 Momen bending di potongan III – III
Potongan III-III : 0 ≤ x3 ≤ 140 mm

MPot

Gambar 4.17 Potongan momen bending III-III vertikal

+ ∑Fy = 0
- Ay - W□′ - W□′ ′ + Fp – V3 = 0
V3 = -85,98 N – 0,31 N/mm . 140 mm – 0,31 N/mm . x3 +
189,92 N
= -85,98 N – 43,4 N – 0,31 N/mm . x3 + 189,92 N
= 60,54 N – 0,31 N/mm . x3

Jika :
x3 = 0 ; maka V3 = 60,54N
x3 = 70 ; maka V3 = 38,84N
x3 = 140 ; maka V3 = 17,14 N

+ ∑MA = 0
140 𝑚𝑚 𝑥3
-Ay (230 mm + x3) - W□′ ( 2
+ 𝑥3 ) – W□′′ (x3 . 2
)+
Fp (x3) – Mpot3 = 0
Mpot3 = -85,98 N (230 mm + x3) – 43,4 N (70 mm + x3) –
𝑥
0,31 N/mm (x3 . 23 ) + 189,92 N (x3)

77
= -19775,4 N.mm – 85,98 N (x3) – 3038 N.mm –
0,31 𝑁/𝑚𝑚
43,4 N (x3) - 2
(𝑥3 2 ) + 189,92 N (x3)
= -22715,4 N.mm + 60,54 N (x3) – 0,15 N/mm (𝑥3 2 )

Jika :
x3 = 0 ; maka Mpot3 = -22715,4 N.mm
x3 = 70 ; maka Mpot3 = -19212,6 N.mm
x3 = 140 ; maka Mpot3 = -17179,8 N.mm

 Momen bending di potongan IV – IV


 Potongan IV-IV : 0 ≤ x4 ≤ 80 mm

MPot
4

Gambar 4.18 Potongan momen bending IV-IV vertikal

+ ∑Fy = 0
- Ay + Fp – Wp – V4 = 0
V4 = -85,98 N + 189,92 N – 0,31 N/mm . 280 mm
= 17,14 N

+ ∑Mpot4 = 0
-Ay (370 mm + x4) + Fp (140 mm + x4) – Wp (140 mm +
x4) – Mpot4 = 0
Mpot4 = -85,98 N (370 mm + x4) + 189,92 N (140 mm + x4)
– 89,02 N (140 mm + x4)

78
= -31812,6 N – 85,98 N (x4) + 26588,8 N + 189,92
N (x4) – 12462,8 N – 89,02 N (x4)
= -17179,8 N + 14,92 N (x4)

Jika :
x4 = 0 ; maka Mpot4 = -17179,8 N.mm
x4 = 40 ; maka Mpot4 = -16583 N.mm
x4 = 80 ; maka Mpot4 = -15986,2 N.mm

 Momen bending di potongan V – V


Potongan V-V : 0 ≤ x5 ≤ 120 mm

MPot
5

Gambar 4.19 Potongan momen bending V-V vertikal

+ ∑Fy = 0
-Ay + Fp – Wp – Wk – V5 = 0
V5 = -85,98 N + 189,92 N – 0,31 N/mm . 280 mm –
5,15N
= 11,99 N

+ ∑Mpot5 = 0
-Ay (450 mm + x5) + Fp (220 mm + x5) – Wp (220 mm +
x5) –Wk (x5) – Mpot5 = 0
Mpot5 = -85,98 N (450 mm + x5) + 189,92 N (220 mm + x5)
– 89,02 N (220 mm + x5) – 5,15 N (x5)

79
= -38691 N – 85,98 N (x5) + 41782,4 N + 189,92 N
(x5) – 19584,4 N – 89,02 N (x5) – 5,15 N (x5)
= -15986,2 N + 9,77 N (x5)

Jika :
x5 = 0 ; maka Mpot4 = -15986,2 N.mm
x5 = 60 ; maka Mpot4 = -15400 N.mm
x5 = 120 ; maka Mpot4 = -14813,8 N.mm

 Momen bending di potongan VI – VI


Potongan VI-VI : 0 ≤ x6 ≤ 60 mm

MPot
6

Gambar 4.20 Potongan momen bending VI-VI vertikal

+ ∑Fy = 0
-Ay + Fp – Wp – Wk + By – V6 = 0
V6 = -85,98 N + 189,92 N – 0,31 N/mm . 280 m – 5,15N
+ 245,65 N
= 257,64 N

+ ∑Mpot6 = 0
- Ay (570 mm + x6) + Fp (340 mm + x6) – Wp (340 mm +
x6) – Wk (120 mm + x6) + By (x6) – Mpot6 = 0

80
Mpot6 = - 85,98 N (570 mm + x6) + 189,92 N (340 mm +
x6) – 89,02 N (340 mm + x6) – 5,15 N (120mm +
x6) + 245,65 N (x6)
= -49008,6 N - 85,98 N (x6) + 64572,8 N + 189,92 N
(x6) – 30266,8 N – 89,02 N (x6) – 618 N - 5,15 N
(x6) + 245,65N (x6)
= -14813,8 N + 246,89 N (x6)

Jika :
x6 = 0 ; maka Mpot6 = -1481,8 N.mm
x6 = 30 ; maka Mpot6 = -7407,1 N.mm
x6 = 60 ; maka Mpot6 = 0 N.mm

4.6 Momen Terbesar (Mb)


Momen terbesar dapat dinyatakan dengan rumus :

Mb = √(𝑀ℎ )2 + (𝑀𝑣 )2
Mb = √(771 𝑁. 𝑚𝑚)2 + (22715,4 𝑁. 𝑚𝑚)2
Mb = 22728,48 N.mm
Mb =2316,86 kgf.mm

4.6.1 Diameter poros


Untuk menentukan besarnya diameter poros yang
digunakan, dapat dihitung dengan rumus :
6 (162 𝑀𝑏2 +162 𝑀𝑡 2 )
ds ≥ √ 𝑘𝑠.𝑆𝑦𝑝
𝜋2 ( )2
𝑠𝑓

Pd
Dengan : Mt = 974000 n
4,09 Kw
= 974000
1100 rpm
= 3621,5 kgf.mm

81
Sehingga :
(162 (2316,86 𝑘𝑔𝑓.𝑚𝑚)2 +162 (3621,5 kgf.mm)2 )
ds ≥ 6
√ 1 . 47,11
𝑘𝑔𝑓
𝑚𝑚2 )2
𝜋2 (
2

ds ≥ 9,75 mm
pada perencanaan menggunakan poros berdiameter 28
mm.

4.7 Perencanaan Pasak


Untuk diameter poros 28 mm, maka digunakan pasak dengan
tipe square. Pasak tipe ini pada umumnya mempunyai dimensi
W=H= ¼ (lampiran 13) dari diameter poros (ds), yaitu :
1
W=H= (𝑑𝑠)
4
1
m = 4 (28𝑚𝑚)
m = 𝟕𝒎𝒎

Bahan pasak direncanakan baja AISI 1030 dengan kekuatan tarik


( 𝜎𝑦𝑝 ) 30,94 kgf/mm2 maka:
𝜎𝑦𝑝𝑠 = 0,58 × 𝜎𝑦𝑝
= 0,58 × 30,94 𝑘𝑔𝑓/𝑚𝑚2
= 𝟏𝟕, 𝟗𝟒 𝐤𝐠𝐟/𝐦𝐦𝟐

82
4.7.1 Gaya yang Terjadi pada Pasak

Gambar 4.21 Dimensi Pasak

Gaya pada pasak dapat dihitung dengan menggunakan


persamaan :
𝑑𝑠
𝑇𝑑 = 𝐹 2
2 . 𝑇𝑑
𝐹=
𝑑𝑠
dimana:
𝑑𝑠 = 28 𝑚𝑚
𝑇𝑑 = 3621,5 𝑘𝑔𝑓. 𝑚𝑚

Maka gaya pada pasak didapatkan:


2 . 3621,5 𝑘𝑔𝑓. 𝑚𝑚
𝐹=
28
𝑭 = 𝟐𝟓𝟖, 𝟔𝟕 𝒌𝒈𝒇

4.7.2 Tinjauan Terhadap Tegangan Geser


Gaya tangensial yang bekerja pada pasak
menyebabkan tegangan geser. Adapun tegangan geser yang
bekerja pada pasak dapat dihitung dengan menggunakan
persamaan:

83
Gambar 4.22 Luasan untuk tegangan geser

𝐹
𝜏𝑠 =
𝐴
2𝑇
𝜏𝑠 =
𝑊 . 𝐿 .𝑑𝑠

Supaya pasak aman, maka syarat yang harus dipenuhi


adalah:
2𝑇 𝑆𝑦𝑝
𝜏𝑠 = ≤
𝑊 . 𝐿 . 𝑑𝑠 𝑠𝑓
2𝑇 . 𝑠𝑓
𝐿 ≥
𝑊 . 𝑘𝑠. 𝜎𝑦𝑝𝑠 . 𝑑𝑠
2 ∙ 3621,5 𝑘𝑔𝑓. 𝑚𝑚 ∙ 2,5
𝐿 ≥
𝑘𝑔𝑓
7 𝑚𝑚 ∙ 0,5 ∙ 17,94 ∙ 28 𝑚𝑚
𝑚𝑚2
𝑳 ≥ 𝟏𝟎, 𝟐𝟗 𝒎𝒎
Pada perencanaan menggunakan pasak dengan panjang 40,5
mm.

4.7.3 Tinjauan Terhadap Tegangan Kompresi


Tegangan kompresi yang bekerja pada pasak dihitung
dengan menggunakan rumus :

84
Gambar 4.23 Luasan untuk tegangan kompresi

𝐹 2𝑇 4𝑇
𝜎𝑐 = 𝐴 = 0.5 𝑊 . 𝐿 .𝑑𝑠
= 𝑊.𝐿 .𝐷
𝑃

Panjang pasak pada tegangan kompresi :


4𝑇 𝑆𝑦𝑝

𝑊 . 𝐿 . 𝐷𝑝 𝑠𝑓
4𝑇. 𝑠𝑓
𝐿≥
ℎ . 𝑘𝑐 . 𝜎𝑦𝑝𝑠 . 𝐷𝑝
4 ∙ 3621,5 𝑘𝑔𝑓. 𝑚𝑚 ∙ 2,5
𝐿≥
𝑘𝑔𝑓
7 𝑚𝑚 ∙ 0,5 ∙ 17,94 ∙ 28 𝑚𝑚
𝑚𝑚2
𝑳 ≥ 20,59 mm
Pada perencanaan menggunakan pasak dengan panjang 40,5
mm.

4.8 Perhitungan Bantalan (Bearing)


Dari hasil analisa dan perhitungan, maka diperoleh data
sebagai berikut :

1. Diameter poros (Dp) : 28 mm


2. Gaya bantalan dititik A : FAx = 0,06 Kgf.mm

85
FAy = 1,70 Kgf.mm
3. Gaya bantalan dititik B : FBx = 8,76 Kgf.mm
FBy = 25,04 Kgf.mm

4.8.1 Gaya Radial pada Bearing


Untuk mencari gaya radial pada bearing, maka
digunakan persamaan :
Fr = √(𝐹ℎ )2 + (𝐹𝑣 )2
 Pada Bantalan A

Fr = √(𝐹𝐴𝑥 )2 + (𝐹𝐴𝑦 )2

= √(0,06)2 + (8,76)2
= 8,76 Kgf = 19,31 lbf

 Pada Bantalan B

Fr = √(𝐹𝐵𝑥 )2 + (𝐹𝐵𝑦 )2

= √(1,7)2 + (25,04)2
= 25,09 Kgf = 55,34 lbf

4.8.2 Beban Equivalent pada Bantalan A


Bantalan menerima beban yang berkombinasi antara
beban radial (Fr) dan beban aksial (Fa) karena jenis bantalan
yang dipilih adalah single row ball bearing maka :
𝑃 = 𝐹𝑠 (𝑉 ∙ 𝑋 ∙ 𝐹𝑟 + 𝑌 ∙ 𝐹𝑎 )
diketahui :
𝐹𝑆 = 𝑆𝑒𝑟𝑣𝑖𝑐𝑒 𝑓𝑎𝑐𝑡𝑜𝑟 = 𝐿𝑖𝑔ℎ𝑡 𝑆ℎ𝑜𝑐𝑘 𝑙𝑜𝑎𝑑 = 1,5 (lampiran 12)
𝐶𝑜 = 3340 𝑙𝑏𝑓 = 15165,53 𝑘𝑔𝑓 (lampiran 22)
𝐹𝑎 𝐴 = 0 (𝑏𝑒𝑏𝑎𝑛 𝑎𝑘𝑠𝑖𝑎𝑙)
𝐹𝑟 𝐴 = 8,76 𝑘𝑔𝑓 (𝑏𝑒𝑏𝑎𝑛 𝑟𝑎𝑑𝑖𝑎𝑙)

86
𝑉 = 1 (𝑟𝑖𝑛𝑔 𝑑𝑎𝑙𝑎𝑚 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑏𝑒𝑟𝑝𝑢𝑡𝑎𝑟)
X =1
Y =0
Sehingga :
𝑃 = 𝐹𝑠 (𝑉 ∙ 𝑋 ∙ 𝐹𝑟 + 𝑌 ∙ 𝐹𝑎 )
𝑃 = 1,5(1 ∙ 1 ∙ 8,76 𝑘𝑔𝑓 + 0 ∙ 0)
𝑃 = 1,5(6,14 𝑘𝑔𝑓)
𝑷 = 𝟏𝟑, 𝟏𝟒𝒌𝒈𝒇 = 28,97 lbf

4.8.3 Beban Equivalen pada Bantalan B


Bantalan menerima beban yang berkombinasi antara
beban radial (Fr) dan beban aksial (Fa) karena jenis bantalan
yang dipilih adalah single row ball bearing maka nilai beban
ekivalen bearing (P) didapat:
𝑃 = 𝐹𝑠 (𝑉 ∙ 𝑋 ∙ 𝐹𝑟 + 𝑌 ∙ 𝐹𝑎 )
diketahui :
𝐹𝑆 = 𝑆𝑒𝑟𝑣𝑖𝑐𝑒 𝑓𝑎𝑐𝑡𝑜𝑟 = 𝐿𝑖𝑔ℎ𝑡 𝑆ℎ𝑜𝑐𝑘 𝑙𝑜𝑎𝑑 = 1,5 (lampiran 12)
𝐶𝑜 = 3340 𝑙𝑏𝑓 = 15165,53 𝑘𝑔𝑓 (𝑙𝑎𝑚𝑝𝑖𝑟𝑎𝑛 22)
𝐹𝑎 𝐵 = 0 (𝑏𝑒𝑏𝑎𝑛 𝑎𝑘𝑠𝑖𝑎𝑙)
𝐹𝑟 𝐵 = 25,09 𝑘𝑔𝑓 (𝑏𝑒𝑏𝑎𝑛 𝑟𝑎𝑑𝑖𝑎𝑙)
𝑉 = 1 (𝑟𝑖𝑛𝑔 𝑑𝑎𝑙𝑎𝑚 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑏𝑒𝑟𝑝𝑢𝑡𝑎𝑟)
X =1
Y =0
Sehingga :
𝑃 = 𝐹𝑠 (𝑉 ∙ 𝑋 ∙ 𝐹𝑟 + 𝑌 ∙ 𝐹𝑎 )
𝑃 = 1,5(1 ∙ 1 ∙ 25,09 𝑘𝑔𝑓 + 0 ∙ 0)
𝑃 = 1,5(34,49 𝑘𝑔𝑓)
𝑷 = 𝟑𝟕, 𝟔𝟑 𝒌𝒈𝒇 = 82,99 lbf

87
4.8.4 Umur Bantalan
Jadi umur bantalan A dam B dapat dihitung dengan
menggunakan rumus :
106 𝐶
L10 = . ( )b
60. 𝑛𝑝 𝑃
Diketahui :
np = 1100 rpm
C = 4850 lbf = 2199,54 kgf =21577,55N (lampiran 22)
b = 3 (untuk bantalan bola)

 Pada Bantalan A
106 4850 lbf
L10 = 60. 1100 𝑟𝑝𝑚
. (28,97 lbf)3
= 71094394,6 jam

 Pada Bantalan B
106 4850 lbf
L10 = 60. 1100 𝑟𝑝𝑚
. (82,99 lbf)3
= 3024151,55 jam

4.9 Kapasitas Mesin


Untuk mencari kapasitas hasil mesin pencacah sampah
organik maka dapat diketahui dengan menggunakan rumus:
𝐾𝑢𝑎𝑛𝑡𝑖𝑡𝑎𝑠 𝑝𝑟𝑜𝑑𝑢𝑘
Kapasitas = 𝑤𝑎𝑘𝑡𝑢 𝑝𝑟𝑜𝑠𝑒𝑠

15 𝑘𝑔 60 𝑚𝑒𝑛𝑖𝑡
= 5 𝑚𝑒𝑛𝑖𝑡 𝑥 𝑖 𝑗𝑎𝑚
= 180 kg/jam

Data mengenai kapasitas mesin:


 Dalam 5 menit mesin mampu mencacah sebanyak 15 kg
sampah.
88
BAB 5
KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

1. Telah didapat rancangan mesin pencacah sampah


organik dengan kapasitas 180 kg/jam, dengan daya
motor min 4,2 Hp dengan putaran 1100 rpm.
2. Telah terwujud mesin pencacah sampah organik sebagai
bahan dasar pupuk kompos dengan perhitungan sebagai
berikut :
 Gaya pemotongan= 19,36 kgf
 Daya yang dibutuhkan = 4,2 Hp
 Motor diesel yang digunakan adalah motor
diesel daya 8,5 HP putaran 2200 rpm, putaran
poros 1100 rpm
 Pulley pada motor 114,3 mm dan pulley pada
poros 228,6 mm
 Belt yang digunakan adalah V-belt tipe B dengan
nomor 57
 Poros yang digunakan adalah AISI 1050 dengan
diameter 28 mm dan panjang 630 mm
 Tipe bearing yang digunakan adalah pillow single
row ball bearing dengan diameter 28,5 mm
merk koyo 6203
 Pasak yang digunakan adalah pasak square type
AISI 1030 dengan dimensi W x H x L (7 x 7 x 40,5)
mm
 Pisau memakai bahan VCN dengan pxlxt (114
mm x 40 mm x 10 mm)

89
5.2 Saran

Dari hasil perencanaan serta pembuatan alat, penulis


menyadari bahwa alat ini masih banyak kekurangan baik dari
kontruksi, maupun sistem pengoperasiannya, yang diharapkan
dapat menyempurnakan lebih lanjut pada penelitian berikutnya.
Dan perlu adanya penyempurnaan terutama pada proses saluran
keluar pada alat ini, penyempurnaan lebih lanjut dapat menaikkan
fungsi alat tersebut sehingga alat ini bisa bekerja efektif dan
efisien.

90
DAFTAR PUSTAKA

Badan Lingkungan Hidup Kota Surabaya. 2011. Status


Lingkungan Hidup Daerah (SLHD). Surabaya.
Badan Pusat Statistik. 2004. Statistik Lingkungan Hidup
Indonesia. Surabaya.
Badan Standarisasi Nasional. 2004. Standar Nasional
Indonesia (SNI). SNI:19-7030-2004. Spesifikasi
Kompos dari Sampah Organik Domestik. Dewan
Standarisasi Indonesia. Jakarta.
Deutschman, Aaron D.1975.Machine Design: Theory and
Practice, New York: Machimillan Publishing Co., Inc
Dobrovolsky. 1985. Machine Elements, second edition. Peace
Publisher. Moskow
Hadisuwito, Sukamto. 2008. Membuat Pupuk Kompos Cair.
Jakarta: Agro Media Pustaka.
JMK A Collins, Mechanical Design of Machine Elements and
Machines, John Wiley & Sons, New York, 2003
R.C. Hibbeler, 2001. Engginering Mechanics Statics, Second
Edition, Practice Hall.
Salsabila-ravina.blogspot.co.id/2013/04/proses
pengomposan.html
Warsidi, Edi. 2010. Mengolah Sampah Menjadi Kompos.
Jakarta.
LAMPIRAN 1

Spesifikasi Mesin Diesel

No Keterangan Detail
1 TYPE 4 Stroke, 1 Cylinder,
Horizontal
2 BORE X STROKE (MM) 82x84
3 DISPLACEMENT (CM3) 443
4 CONTINUOUS OUTPUT 7/2200
(HP/RPM)
5 MAXIMUM OUTPUT (HP/RPM) 8/2400
6 MAXIMUM TORQUE 2.63/1800
(KGM/RPM)
7 COMPRESSION RATIO 18
8 FUEL Light Diesel Engine
9 FUEL TANK CAPACITY (L) 9.5
10 SPECIFIC FUEL 185
CONSUMPTION (G/HP/HR)
11 NOZZLE OPENING PRESSURE 220
(KG/CM2)
12 LUBRICATING OIL SAE 30,20,10W-30
13 LUBRICATING OIL CAPACITY 2
(L)
14 COMBUSTION SYSTEM Direct Injection
15 STARTING SYSTEM Handle Starting -
Electric Starter
16 LAMP (12V-25W)
17 COOLING SYSTEM Radiator
18 COOLING WATER CAPACITY 1.6
(L)
19 WEIGHT (KG) 79
20 DIMENSION [LXWXH (MM)] 714x353x466
LAMPIRAN 2

Sistem Operasional Mesin Pencacah Sampah Organik Sebagai


Bahan Dasar Pupuk Kompos:

1. Hidupkan motor diesel


2. Masukkan sampah organik kedalam mesin melalui
hopper.
3. Sampah organik masuk ke tahap pencacahan, dimana
pencacahan dilakukan dengan poros pisau potong yang
berulir (akan dijelaskan di subbab selanjutnya)
digerakkkan melalui belt and pulley dari engine.
4. Setelah itu sampah organik yang telah dicacah turun
melalui output dengan adanya penekanan dari sampah
yang dimasukkan secara continue.
5. Dari outputan sampah yang telah dicacah turun ke
tahap berikutnya yaitu proses pengepresan.
6. Setelah terjadi proses pengepresan, sampah keluar dari
outputan terakhir yang menghasilkan sampah organik
yang telah dicacah dan dipress yang berukuran kecil.
LAMPIRAN 3

Tabulasi Percobaan untuk Mencari Gaya Potong

No Bahan Gaya (F) Rata-Rata Torsi (T)


(F x g ) (F x r)
1 Jagung 24 kgf 24,40 kgf x 9,8 239,18 N x
24,87 kgf m/s2 = 239,18 N 0,1143 m = 27,33
24,35 kgf Nm
2 Batang 11,4 kgf 12,1 kgf x 9,8 118,58 N x
Pohon 12 kgf m/s2 = 118,58 N 0,1143 m = 13,55
13 kgf Nm
3 Kangkung 7,1 kgf 7,3 kgf x 9,8 m/s2 71,54 N x 0,1143
7,6 kgf = 71,54 N m = 8,17 Nm
7,3 kgf
4 Kulit 2,1 kgf 2,2 kgf x 9,8 m/s2 21,56 N x 0,1143
Semangka 2,08 kgf = 21,56 N m = 2,46 Nm
2,3 kgf
5 Tela 1,8 kgf 1,8 kgf x 9,8 m/s2 17,64 N x 0,1143
1,7 kgf = 17,64 N m = 2,01 Nm
2 kgf
6 Sawi 1,23 kgf 1,4 kgf x 9,8 m/s2 13,72 N x 0,1143
1,8 kgf = 13,72 N m = 1,56 Nm
1,4 kgf
LAMPIRAN 4

Tabel Konversi Satuan


LAMPIRAN 5

Tabel Konversi Satuan (Sambungan)


LAMPIRAN 6

Panjang nominal sabuk


LAMPIRAN 7

Faktor Koreksi K0
LAMPIRAN 8

Tabel P0
LAMPIRAN 9

Faktor Koreksi Fc
LAMPIRAN 10

Standart Dimension and Load Ratings of Radial Rolling


LAMPIRAN 11

Standart Dimension and Load Ratings of Radial Rolling


LAMPIRAN 12

Jenis beban ball bearing


LAMPIRAN 13

Pemilihan lebar pasak


LAMPIRAN 14

Pemilihan bahan poros dan pasak


LAMPIRAN 15

Pemilihan bahan poros dan pasak (sambungan)


LAMPIRAN 16

Koefisien Gesek fk
LAMPIRAN 17

Dimensi V-Belt
LAMPIRAN 18

Tipe dan Dimensi dari V-belt


LAMPIRAN 19

Dimensi dan Bahan untuk Belt


LAMPIRAN 20

Faktor Kecepatan (Cv)


LAMPIRAN 21

Faktor sudut kontak (𝐶𝑎 )


LAMPIRAN 22
LAMPIRAN 23

Beban Ekuivalen Bearing


LAMPIRAN 24

Surat Serah Terima Barang


7
6
5
8

12

4
10

11
3 12 Saluran Keluar Plat 3mm
11 Casing Bawah Plat 3mm
10 Casing atas Plat 3mm
2 9 Hopper (Saluran Masuk) Plat 3mm
8 Susunan Pisau Pencacah VCN
7 Susunan Pisau Diam VCN
6 Poros Utama AISI050 1 Ø 60 mm

1 5 Bearing (Bantalan) Merk Koyo 6203 2 Pillow Bearing


4 Pulley Cast Iron 1 Ø 9 inch
3 V-Belt Rubber 1 Type B 57
2 Motor Diesel Merk Kuvico 1 8,5 HP, 2200 rpm
1 Rangka Utama Besi Kanal U

No. Nama Bagian Bahan Jmlh Catatan


SKALA : 1:10 NAMA : Monalisa & Traco PERINGATAN :
SATUAN : mm N.R.P : 2114039022 & 2114039030
TANGGAL: 11/07/2017 DILIHAT: Ir. Nurhusodo
DEPARTEMEN TEKNIK MESIN INDUSTRI
KERJASAMA DISNAKER
FAKULTAS VOKASI SUSUNAN MESIN PENCACAH SAMPAH ORGANIK 01 A3
INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER
1

Skala : 1 : 20

7 Susunan Pisau Diam VCN


6 Poros Utama AISI050 1 Ø 60 mm
1 Rangka Utama Besi Kanal U

No. Nama Bagian Bahan Jmlh Catatan


SKALA : 1:10 NAMA : Monalisa & Traco PERINGATAN :
SATUAN : mm N.R.P : 2114039022 & 2114039030
TANGGAL: 11/07/2017 DILIHAT: Ir. Nurhusodo
DEPARTEMEN TEKNIK MESIN INDUSTRI
KERJASAMA DISNAKER
FAKULTAS VOKASI SUSUNAN MESIN PENCACAH SAMPAH ORGANIK 02 A3
INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER
8

9 Hopper (Saluran Masuk) Plat 3mm


8 Susunan Pisau Pencacah VCN
No. Nama Bagian Bahan Jmlh Catatan
SKALA : 1:10 NAMA : Monalisa & Traco PERINGATAN :
SATUAN : mm N.R.P : 2114039022 & 2114039030
TANGGAL: 11/07/2017 DILIHAT: Ir. Nurhusodo
DEPARTEMEN TEKNIK MESIN INDUSTRI
KERJASAMA DISNAKER
FAKULTAS VOKASI SUSUNAN MESIN PENCACAH SAMPAH ORGANIK 03 A3
INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER
10 12

11

12 Saluran Keluar Plat 3mm


11 Casing Bawah Plat 3mm
10 Casing atas Plat 3mm
No. Nama Bagian Bahan Jmlh Catatan
SKALA : 1:10 NAMA : Monalisa & Traco PERINGATAN :
SATUAN : mm N.R.P : 2114039022 & 2114039030
TANGGAL: 11/07/2017 DILIHAT: Ir. Nurhusodo
DEPARTEMEN TEKNIK MESIN INDUSTRI
KERJASAMA DISNAKER
FAKULTAS VOKASI SUSUNAN MESIN PENCACAH SAMPAH ORGANIK 04 A3
INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER
BIODATA PENULIS
Monalisa Ma’rifat (2114039022)
Penulis dilahirkan di Surabaya, 7
April 1996, dan merupakan anak pertama
dari 3 bersaudara. Penulis telah menempuh
pendidikan formal yaitu di SDN Alun-Alun
Contong I Surabaya, SMPN 38 Surabaya
dan SMAN 9 Surabaya. Setelah lulus
penulis diterima di Diploma 3 Departemen
Teknik Mesin Industri Kerjasama
Disnakertransduk Fakultas Vokasi - ITS dan
terdaftar sebagai mahasiswa dengan NRP
2114039022. Di Departemen Teknik Mesin Industri Kerjasama
Disnakertransduk ini penulis mengambil spesialisasi di program
studi Manufaktur.
Selama duduk di bangku kuliah penulis aktif mengikuti
kegiatan perkuliahan. Penulis juga pernah mengikuti berbagai
Kegiatan Mahasiswa yang diadakan di ITS sebagai peserta yaitu,
GERIGI ITS (Generasi Integralistik) (2014), OKKBK (Orientasi
Keprofesian Kompetensi Berbasis Kurikulum) (2014), LKMM
(Latihan Ketrampilan Manajemen) Pra-TD (Tingkat Dasar) (2014),
Pembinaan FMD (Fisik, Mental, dan Disiplin) oleh Marinir di
Puslatpur Purboyo (2014). Penulis juga pernah mengikuti Organisasi
Mahasiswa pada Departemen Teknik Mesin Industri Kerjasama
Disnakertransduk – ITS yang disebut dengan FORKOM M3NER-
ITS sebagai Anggota Departemen Dalam Negeri (Dagri)
(2015/2016), dan Sekretaris FORKOM M3NER-ITS (2016/2017).
Penulis juga mengikuti kepanitiaan sebagai Anggota dari Hall Of
Fame pada acara ITS Expo (2015/2016). PT. Pertamina EP Asset 4
Field Cepu merupakan tempat kerja praktek penulis selama kurang
lebih satu bulan pada tahun 2016.
BIODATA PENULIS
Traco Perdana Bismantara (2114039030)
Penulis dilahirkan di Malang, 23
Februari 1997, dan merupakan anak
pertama dari 2 bersaudara. Penulis telah
menempuh pendidikan formal yaitu di
SDN Gunong Sekar II Sampang, SMPN
1 Sampang dan SMAN 1 Sampang.
Setelah lulus penulis diterima di
Diploma 3 Departemen Teknik Mesin
Industri Kerjasama Disnakertransduk
Fakultas Vokasi - ITS dan terdaftar sebagai mahasiswa dengan
NRP 2114039030. Di Departemen Teknik Mesin Industri
Kerjasama Disnakertransduk ini penulis mengambil spesialisasi
di program studi Manufaktur.
Selama duduk di bangku kuliah penulis aktif mengikuti
kegiatan perkuliahan. Penulis juga pernah mengikuti berbagai
Kegiatan Mahasiswa yang diadakan di ITS sebagai peserta
yaitu, GERIGI ITS (Generasi Integralistik) (2014), OKKBK
(Orientasi Keprofesian Kompetensi Berbasis Kurikulum)
(2014), LKMM (Latihan Ketrampilan Manajemen) Pra-TD
(Tingkat Dasar) (2014), Pembinaan FMD (Fisik, Mental, dan
Disiplin) oleh Marinir di Puslatpur Purboyo (2014). Penulis
juga pernah mengikuti Organisasi Mahasiswa pada Departemen
Teknik Mesin Industri Kerjasama Disnakertransduk – ITS yang
disebut dengan FORKOM M3NER-ITS sebagai Anggota
Departemen Pengembangan Sumber Daya Mahasiswa (PSDM)
Staff (2015/2016) dan KaDiv (2016/2017). Sempat bergabung
dalam kepanitiaan GERIGI ITS 2015-2017. PT. Dempo Laser
Metalindo merupakan tempat kerja praktek penulis selama
kurang lebih satu bulan pada tahun 2016.

You might also like