You are on page 1of 40

Istilah hatchery banyak digunakan dalam dunia peternakan dan perikanan.

Terjemahan bebasnya
berarti pembenihan. Dalam konteks ini, hatchery berarti bangunan yang digunakan sebagai tempat
pembenihan ikan, dari pemijahan sampai menghasilkan larva. Bangunan hatchery bisa dibuat secara
permanen, semipermanen, atau secara sederhana dari tanah.

Hatchery sangat menentukan berhasil tidaknya pemijahan. Karena itu, agar pemijahan berhasil
dengan baik, perlu diperhatikan masalah ketersediaan atap atau pelindung hatchery, lokasi hatchery,
yaitu dekat dengan sumber air, volume air yang selalu mencukupi, kondisi air, yaitu yang jernih, bebas
dari pencemaran bahan-bahan berbahaya, ber-pH netral, dan kandungan oksigennya tinggi, serta lokasi
yang tidak terlalu jauh dan mudah dijangkau karena dalam tahapan ini perlu pengontrolan yang sangat
intensif.

Persyaratan Lokasi

Pemilihan tempat perbenihan bandeng harus mempertimbangkan aspek-aspek yang berkaitan dengan
lokasi. Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam persyaratan lokasi adalah sebagai berikut.

Status tanah dalam kaitan dengan peraturan daerah dan jelas sebelum hatchery dibangun.

Mampu menjamin ketrsediaan air dan pengairan yang memenuhi persyaratan mutu yang ditentukan;

Pergantian air minimal; 200 % per hari.

Suhu air, 26,5-31,0 0 C.

PH; 6,5-8,5.

Oksigen larut; 3,0-8,5 ppm.

Alkalinitas 50-500 ppm.

Kecerahan 20-40 cm (cahaya matahari sampai ke dasar pelataran).

Air terhindar dari polusi baik polusi bahan organik maupun organik.

Sifat-sifat perairan pantai dalam kaitan dengan pasang surut dan pasang arus perlu diketahui secara
rinci.

Faktor-faktor biologis seperti kesuburan perairan, rantai makanan, speciesdominan, keberadaan


predator dan kompretitor, serta penyakit endemik harus diperhatikan karena mampu mengakibatkan
kegagalan proses produksi.

Fasilitas Pendukung Hatchery

Untuk menjaga kelancaran dan keberhasilan dalam pembenihan, hatchery perlu dilengkapi dengan
fasilitas penunjang, seperti kolam penampung air bersih, kolam pemberokan, kolam pemijahan, tempat
penetasan telur, kolam penampung benih dan blower atau aerator. Keberadaan kolam air bersih bisa
dibilang penting. Fungsinya untuk menampung air bersih sebagai persediaan jika sewaktu-waktu
diperlukan. Dengan adanya kolam ini, perasaan khawatir kekurangan pasokan air bersih bisa ditepis.
Kolam sebaiknya dibuat permanen dengan bahan dasar semen atau beton agar kokoh dan tidak
gampang bocor. Ukurannya disesuaikan dengan skala benih yang dihasilkan. Sebagai gambaran,
hatchery skala kecil dengan produksi benih sekitar 200.000 ekor memerlukan kolam penampung
dengan ukuran 2x2x1 meter. Untuk memasok air perlu dibangun rangkaian pipa paralon yang
menghubungkan sumber air dengan kolam penampung. Diameter pipa disesuaikan dengan debit air
yang mengalir. Untuk memasok air ke hatchery perlu dibuatkan saluran berupa pipa-pipa paralel yang
dihubungkan ke setiap hatchery.
Kolam pemberokan merupakan kolam yang berfungsi untuk mengurangi kandungan lemak pada induk
yang dapat mengganggu proses keluarnya telur saat pemijahan. Selain itu bisa untuk mengetahui induk
yang benar-benar matang organ perkembangbiakannya atau hanya kekenyangan sehingga perutnya
buncit. Selama proses pemberokan, induk tidak diberi makan selama 2-3 hari. Setelah pemberokan,
induk yang buncit karena kekenyangan akan mengempis, sedangkan induk yang benar-benar siap
memijah perutnya akan tetap gemuk. Ukuran kolam yang disarankan antara 8-12 m2 dengan
ketinggian 1,5 m. Supaya induk tidak melompat keluar, sebaiknya air hanya diisikan setengahnya dari
ketinggian kolam. Selama pemebrokan, usahakan air selalu mengalir. Kelancaran aerasi bisa dijaga
dengan membuat pipa air masuk dan pipa air keluar. Pipa masuk dibuat dari paralon berdiameter 2
inchi, dilengkapi dengan klep untuk mengatur debit air. Pipa pengeluaran diameternya dibuat lebih
besar yaitu 4 inchi supaya proses pengeringan kolam bisa berlangsung cepat.

Kolam pemijahan secara umum berbentuk seperti kolam pemberokan, namun ukurannya lebih luas
yaitu 20-24m2 dengan tinggi 1,25-1,5 m. Namun, proses pemijahan tidak langsung dilakukan di dalam
kolam melainkan didalam happa yang dipasang didalam kolam tersebut. Happa adalah jaring yang
terbuat dari kasa atau nilon berbentuk persegi panjang atau bujur sangkar yang dipasang di dalam
kolam pemijahan. Guna menjaga aerasi udara dan sirkulasi air di dalam kolam, pemasukan air ke
dalamnya harus kontinu. Curahan air yang jatuh dapat dimanfaatkan untuk mengaduk telur yang telah
dikeluarkan. Telur perlu diaduk agar bisa bercampur merata dengan sperma induk jantan. Air yang
dialirkan dapat diambil dari kolam penampung air bersih yang telah dipersiapkan. Untuk mengatur
debitnya bisa dipasang keran air.

Dalam penetasan telur digunakan pemijahan induced breeding yang artinya kolam ini hanya diisi
dengan induk ikan yang siap menetas, sedangkan penetasan telurnya dilakukan didalam tempat khusus,
yaitu tempat penetasan telur. Tempat penetasan telur yang paling banyak dikenal ada tiga jenis yaitu :
corong, akuarium dan konikel.

Corong penetasan dibuat dari kain terilin atau kain halus lainnya yang mudah didapatkan ditoko-toko
tekstil. Kain tersebut dibentuk menyerupai kerucut setinggi 50 cm. Pada bagian atasnya dipasang kawat
ukuran 0,5 c berbentuk melingkar dengan diameter 40-60 cm. Untuk menggantung corong perlu dibuat
gantungan berupa kawat atau tali di bagian atas corong. Sementara itu, pada bagian bawahnya
dipasang selang kecil ukuran ¼ inchi untuk menglirkan air kedalam corong. Banyaknya corong
tergantung paa jumlah induk yang dipijahkan.

Akuarium yang dimaksudkan disini bukanlah akuarium yang biasa dijadikan hiasan dirumaha.Namun
desain bentuk akuarium yang digunakan untuk menetaskan telur sama dengan akuarium yang
digunakan untuk memelihara ikan hias di rumah. Jumlah akuarium yang digunakan tergantung pada
jumlah dan bobot induk yang dipijahkan. Misalnya untuk seekor induk dengan bobot 4 kg diperlukan
sekitar 30 buah akuarium berukuran 60x40x40 cm atau 20 buah akuarium berukuran 80x60x60 cm.
Selain untuk penetasan telur, akuarium bisa juga dipakai untuk memelihara larva.

Konikel adalah tabung fiberglass untuk menetaskan telur. Tabung tersebut berkuran cukup besar,
diameternya 150cm dan tingginya 120 cm. Kira-kira pada 100 cm bagian atas, konstruksi dindingnya
tegak lurus. Sebaliknya, pada 20 cm bagian bawah, bentuknya kerucut. Bentuk seperti itu
memungkinkan sirkulasi air berjalan lancar dan penyebaran telurmya bisa merata. Guna memudahkan
pengaliran air, saluram masuk dan keluar pada konikel perlu dibuat sejajar. Air masuk berasal dari
kolam penampungan yang dihubungkan dengan pipa paralon berukuran 1 inci. Untuk mengatur debit
air perlu dibuat keran pada saluran masuk. Saluran masuk dibuat untuk mengeringkan konikel jika
selesai digunakan.

Pemberian Pakan dan Perawatan

Kotoran dan sisa pakan berlebih yang menumpuk di bagian bawah kolam secara teratur untuk
mencegah penurunan kualitas air. Dianjurkan untuk membersihkan kolam pemijahan setelah proses
pemijahan selesai. Hal ini dimaksudkan untuk menghilangkan sisa telur yang tidak menetas. Telur yang
mati akan membusuk dan mencemari air. Untuk mengurangi kejadian infeksi parasit, indukan harus
dimandikan dengan air tawar selama 5–7 menit pada saat kolam dibersihkan.

Menjelang umur 2-3 hari atau 60-72 jam setelah menetas, larva sudah harus diberi rotifera (Brachionus
plicatilis) sebagai makanan sedang air media diperkaya chlorella sp sebagai makanan rotifera dan
pengurai metabolit. Kepadatan rotifera pada awal pemberian 5-10 ind/ml dan meningkat jumlahnya
sampai 15-20 ind/ml mulai umur larva mencapai 10 hari. Berdasarkan kepadatan larva 40 ekor/liter,
jumlah chlorella : rotifer : larva = 2.500.000: 250 : 1 pada awal pemeliharaan atau sebelum 10 hari
setelah menetas, atau = 5.000.000 : 500:1 mulai hari ke 10 setelah menetas. Pakan buatan (artificial
feed) diberikan apabila jumlah rotifera tidak mencukupi pada saat larva berumur lebih dari 10 hari
(Lampiran VIII.2). Sedangkan penambahan Naupli artemia tidak mutlak diberikan tergantung dari
kesediaan makanan alami yang ada. Perbandingan yang baik antara pakan alami dan pakan buatan bagi
larva 1 : 1 dalam satuan jumlah partikel. Pakan buatan yang diberikan sebaiknya berukuran sesuai
dengan bukaan mulut larva pada tiap tingkat umur dan mengandung protein sekitar 52%. Berupa.
Pakan buatan komersial yang biasa diberikan untuk larva udang dapat digunakan sebagai pakan.

DAFTAR PUSTAKA

http://en.wikipedia.org/wiki/Fish_hatchery

http://aciar.gov.au/files/node/15420/mn149a_hatchery_management_of_tiger_grouper_epin_11814.
pdf

http://id.shvoong.com/exact-sciences/earth-sciences/2148124-pemilihan-lokasi-
hatchery/#ixzz2l996O3uT

http://books.google.co.id/books?id=8_r6_6RbkZkC&pg=PA11&lpg=PA11&dq=apa+itu++hatchery+ikan&
source=bl&ots=UGb1-iNB-
F&sig=f49VJXpWo58XMJ35LsayKdKicC4&hl=en&sa=X&ei=MRWMUvWIEMjyrQfmsoHQAw&redir_esc=y
#v=onepage&q=apa%20itu%20%20hatchery%20ikan&f=false

http://cloudhycliq.blogspot.com/2011/01/makalah-sistem-teknologi-budidaya.html

Istilah budidaya perairan (akuakultur) berasal dari bahasa lnggris “Aquaculture ” yang berarti
pengusahaan budidaya organisme akuatik termasuk ikan, moluska, krustase dan tumbuhan akuatik.
Kegiatan budidaya menyiratkan semacam intervensi dalam proses pemeliharaan untuk meningkatkan
produksi, seperti penebaran yang teratur, pemberian pakan, perlindungan terhadap pemangsa
(predator) pencegahan terhadap serangan penyakit dan sebagainya (Pusat Riset Perikanan Budidaya,
2001). Kegiatan budidaya dapat dilaksanakan di lingkungan air payau, air tawar dan air laut. Pemilihan
jenis (spesies) tertentu akan berkaitan langsung dengan lingkungan perairan sebagai habitat dari
sposies yang dipelihara.

Tambak dalam perikanan adalah kolam buatan, biasanya di daerah pantai, yang diisi air dan
dimanfaatkan sebagai sarana budidaya perairan (akuakultur).Hewan yang dibudidayakan adalah hewan
air, terutama ikan, udang, serta kerang. Penyebutan “tambak” ini biasanya dihubungkan dengaair payau
atau air laut. Kolam yang berisiair tawar biasanya disebut kolam saja atau empang.

Tambak merupakan salah satu jenis habitat yang dipergunakan sebagai tempat untuk kegiatan
budidaya air payau yang berlokasi di daerah pesisir. Secara umum tambak biasanya dikaitkan langsung
dengan pemeliharaan udang windu, walaupun sebenamya masih banyak spesies yand dapat
dibudidayakan di tambak misalnya ikan bandeng, ikan nila, ikan kerapu, kakap putih dan sebagainya.
Tetapi tambak lebih dominan digunakan untuk kegiatan budidaya udang windu. Udang windu (Penaeus
monodon) merupakan produk perikanan yang memiliki nilai ekonomis tinggi berorientasi eksport.
Tingginya harga udang windu cukup menarik perhatian para pengusaha untuk terjun dalam usaha
budidaya tambak udang. Para pengusaha di bidang lain yang sebelumnya tidak pernah terjun dalam
usaha budidaya tambak udang windu secara beramai-ramai membuka lahan baru tanpa
memperhitungkan aturan-aturan yang berkenaan dengan kelestadan lingkungan sehingga meninbulkan
masalah. Masalah yang menonjol adalah terjadinya degradasi lingkungan pesisir akibat dari pengelolaan
yang tidak benar, Penurunan mutu lingkungan pesisir akibatnya membawa dampak yang sangat serius
terhadap produktivitas lahan bahkan sudah sampai pada ancaman terhadap kelangsungan hidup
kegiatan budidaya tambak udang. Permasalahan yang dihadapi oleh para petambak udang saat ini
sangat kompleks, antara lain penurunan produksi yang disebabkan oleh berbagai penyakit, adanya
berbagai pungutan liar di jalan sampai pada harga udang yang tidak stabil. Semuanya ini merupakan
dilematis bagi para petambak, pada hal potensi sumberdaya alam pesisir yarig dapat digarap untuk
dimanfaatkan sebagai tambak udang masih cukup besar. Timbulnya permasalahan tersebut disebabkan
oleh pengelolaan kawasan pesisir yang tidak benar.

1 .Tambak

Tambak adalah kolam buatan, biasanya di daerah pantai, yang diisi air dan dimanfaatkan sebagai
sarana budidaya perairan (akuakultur).Hewan yang dibudidayakan adalah hewan air, terutama ikan,
udang, serta kerang. Penyebutan “tambak” ini biasanya dihubungkan dengaair payau atau air laut.
Kolam yang berisiair tawar biasanya disebut kolam saja atau empang.

Tambak merupakan salah satu jenis habitat yang dipergunakan sebagai tempat untuk kegiatan
budidaya air payau yang berlokasi di daerah pesisir. Secara umum tambak biasanya dikaitkan langsung
dengan pemeliharaan udang windu,walaupun sebenamya masih banyak spesies yang dapat
dibudidayakan di tambak,misalnya ikan bandeng, ikan nila, ikan kerapu, kakap putih dan sebagainya.

2. Bentuk fungsi tambak budidaya

a. Luas petakan berkisar 1 ha dan berbentuk persegi panjang;

b. Setiap pematang tambak terdapat gundukan tanah yang memanjang dan membentuk sekat-sekat
berfungsi mencegah mengumpulnya rumput laut pada salah satu bagian tambak;

c. Dasar tambak tanah berlumpur dan sedikit berpasir;

d. Pintu air dua buah untuk setiap petak, yang berfungsi sebagai pintu pemasukan dan pintu
pembuangan;
e. Kedalaman air antara 50 – 100 cm;

f. Kontur tanah melandai 5 – 10 cm;

2. Pematang

Pematang utama/tanggul utama merupakan bangunan keliling tambak yang gunanya untuk menahan
air serta melindungi unit tambak dari bahaya banjir, erosi dan air pasang. Oleh karena itu dalam
konstruksinya pematang/tanggul harus dibangun benar-benar kuat, bebas dari bocoran dan aman dari
kemungkinan longsor.

3. Pintu air

Dalam petakan tambak pintu air merupakan pengendali dan oengatur air dalam operasional budidaya.
Oleh karena itu dalam budidaya di tambak jumlah pintu air tergantung tingkat teknologi yang
diterapkan. Di petakan tambak biasanya pintu air terdiri atas dua macam yaitu pintu air pemasukan dan
pembuangan.

4. Saluran air

Di dalam petakan tambak terdapat saluran air yang berfungsi untuk memasukan air setiap saat secara
mudah, baik untuk mengalirkan air dari laut ataupun air tawar dari sungai/irigasi.
3. Konstruksi tambak

Kontruksi tambak dibangun dengan bentuk bujur sangkar dengan ukuran panjang dan lebar masing-
masing 50 meter, sehingga luas satu petak tambak sebesar 2.500 m2. Untuk konstruksi tanggul tambak,
digunakan harflek yaitu lembaran dinding terbuat dari bahan asbestos berkadar asbes rendah yang
biasanya digunakan untuk dinding bangunan atau pagar. Harflek tersebut dipasang memanjang pada
dinding tambak bagian dalam dan pada setiap sambungan diperkuat dengan pasangan batako semen.
Sebelum harflek dipasang, maka dasar dan dinding tambak dilapisi dengan plastik (ketebalan 0,6 mm).
Pematang tambak dibuat miring dengan perbandingan 1 : 1 sampai 1 : 1,5. Sebelum bioseal dipasang,
pematang pasir dipadatkan terlebih dahulu agar stabil. Untuk memudahkan dan memperkuat
konstruksi dinding, maka pada pada dasar dinding terlebih dahulu diberi konstruksi “sepatu dinding”
selebar 1 meter terbuat dari plesteran.

Agar tambak mudah dikeringkan dan sisa pakan selama pemeliharaan dapat dibersihkan, maka dasar
tambak dibuat miring ke tengah dengan tingkat kemiringan 1-2%. Selanjutnya di tengah dasar tambak
dilengkapi dengan konstruksi pengeluaran air (central drainage). Central drainage terdiri dari bangunan
tower, saringan air dan pipa pembuangan bawah tanah terbuat dari pipa PVC 12″. Secara rinci,
konstruksi tambak tersebut dapat dilihat pada Gambar 1.

Selain konstruksi petakan tambak, perlu pula diperhatikan konstruksi saluran pemasukan air (inlet) dan
konstruksi pembuangan air (outlet). Saluran pemasukan air dibuat di atas pematang tambak yang
menghubungkan sumber air sungai (yang dipompakan ke saluran) dengan petakan tambak. Konstruksi
saluran air tersebut terbuat dari pasangan bata merah selebar 0,5 m dan tinggi 0,5 m, yang bagian
dasarnya diperkuat dengan fondasi batu kali.

Saluran pembuangan dibuat di bawah tanah dan lebih rendah dari dasar tambak, terbuat dari buis
beton yang menampung air pembuangan yang berasal dari central drainage.

Gambar 4. Konstruksi dinding tambak dengan menggunakan “BIOSEAL”

Sudah menjadi rahasia umum kalau prospek usaha budidaya udang vannamei begitu menjanjikan.
Keuntungan menggiurkan tak elak membuat banyak orang mencoba peruntungan di bisnis ini. Nyata
terlihat dengan semakin banyaknya tambak baru dibuat di berbagai lokasi. Hal ini diungkapkan Suseno
Direktur PT Prima Dwimitra (Konsultan Tambak), saat ini banyak pemain baru yang melirik untuk
membuat tambak.

”Kami melihat semakin banyak areal tambak baru dibuka misalnya di daerah Pantai Selatan dan
Sumatera bagian Barat yang kondisi lingkungannya masih bagus,” ujar Seno. Tambahnya, tidak hanya
pemain lama saja yang meningkatkan skala usaha tapi juga banyak pemain baru yang menjajal
membangun tambak seperti Makasar, Mamuju, Lampung, dan daerah lainnya.
Meskipun tidak ia pungkiri selain banyak tambak baru yang bermunculan juga ada tambak milik salah
satu perusahaan besar yang coleps. Karena itu dari awal membuat tambak sudah harus diperhatikan
betul pemilihan lokasi dan juga konstruksi tambaknya, agar bisa terus langgeng dalam waktu yang lama
atau berkelanjutan.

Konstruksi tambak

Pemilihan lokasi menjadi salah satu aspek penting dalam budidaya udang vannamei. Salah satu aspek
yang harus diperhatikan dalam pemilihan lokasi selain adanya sumber air yang masih baik, tingkat
elevasi lahan juga patut dipertimbangkan termasuk juga ketersediaan listrik dan jalan untuk
mengangkut hasil panen dan mendistribusikan pakan yang masuk.

Seno mencontohkan, misalnya lokasi tambak yang lebih rendah dari air laut berarti harus dibantu
pompa untuk pembuangan airnya. ”Elevasi atau ketinggian harus diperhatikan agar air yang masuk dan
keluar mengalir dengan lancar, walaupun secara konstruksi kita bisa rancang bagaimanapun tingkat
elevasinya hanya saja biaya yang diperlukan akan lebih besar, sebaiknya minimal 1,5 meter lebih tinggi
dari air pasang tertinggi air laut untuk pemilihan lokasi tambaknya” ungkap Seno.

Terkait biaya untuk membangun tambak, dari sisi biaya konstruksi persiapan lahan hingga siap
beroperasi budidaya besarannya berbeda bergantung pada kualitas sarana dan prasarana yang
digunakan dan juga kondisi lahannya. Secara umum dia menginformasikan, untuk biaya membangun
tambak dengan kualitas yang mumpuni dari sarana kolam seperti kincir, genset, plastik HDPE, termasuk
pembuatan IPAL (Instalasi Pembuangan Air Limbah) diperlukan biaya rata-rata sekitar Rp 1,5 – 2 miliar
per hektar. “Itu juga harus diingat dari 1 hektar lahan tidak semua digunakan untuk kolam budidaya,
hanya 50 % - 60 % saja yang digunakan untuk kolam budidaya komersilnya, sisanya untuk IPAL, tanggul,
rumah penyimpanan pakan, dan lainnya,” terang Seno.

Lanjutnya, jika lahan 1 hektar maka lahan efektif yang digunakan untuk budidaya hanya 5.000 – 6.000
m2. Untuk biaya itu menyesuaikan dengan kualitas konstruksinya, serta sarana dan prasarana yang
digunakan. Idealnya untuk kualitas yang sangat baik berkisar Rp 500 ribu per m2, untuk lahan 1 hektar
dengan efektif kolam budidaya seluas 5.000 m2 idealnya butuh biaya hingga Rp 2,5 miliar.

Tapi biaya yang sangat besar tersebut sebanding dengan keuntungan yang akan diperoleh petambak
jika usahanya berjalan dengan baik. Untuk memastikan keberhasilan budidaya dari awal dibangun
konstruksi tambak sudah mesti dipersiapkan dengan baik dan diperhitungkan. Terutama dari sisi inlet
dan outlet nya, kualitas air yang masuk dan keluar dari tambak. Karena kunci dalam budidaya adalah
menajemen air.

”Jangan asal cetak tanah saja, kita harus memperhatikan lingkungan agar budidaya bisa berkelanjutan,
jangan sampai baru 5 - 10 tahun produksinya udah anjlok karena lingkungan tidak mendukung,” tukas
Seno. Menurutnya pertama yang harus diperhatikan untuk mendirikan tambak adalah lokasinya harus
bagus, kedua kualitas airnya, setelah itu baru mulai dilakukan pengukuran desain.
Pengelolaan Air

Tidak hanya mencetak tambak saja, tapi sustainibility (keberlanjutan) lingkungan juga menjadi hal
penting yang harus diperhatikan. ”Untuk instalasi pengolahan air limbah ditambak tentunya harus ada
kolam pengendapan saat air laut masuk, kemudian juga ada kolam penyaringan, baru nantinya air yang
sudah bagus bisa masuk ke tambak,” papar Seno.

Kegagalan utama produksi udang di tambak umumnya disebabkan serangan penyakit dan kualitas air
yang buruk akibat pencemaran. Persiapan lahan yang benar serta upaya menjaga mutu air pasokan
akan sangat membantu peningkatan produktivitas tambak.

Sistem tertutup adalah sistem pengelolaan air tambak, di mana penggantian air dilakukan seminimal
mungkin. Caranya, dengan memanfaatan kembali air buangan. Untuk sistem ini pembuatan tandon
sangat diperlukan.

Tandon dibuat sebagai wadah untuk menampung air dan pengontrol kualitas air dari sumber
pemasukan seperti air laut dan air tawar. Setelah melalui proses filtrasi, air dapat dimanfaatkan kembali
dengan syarat memenuhi parameter kualitas air yang optimal. Filtrasi air dapat dilakukan dengan
proses secara fisika, kimia, dan biologis pada setiap tahapan tandon air.

Menurut Pakar Farmakologi Veteriner dan Dewan Pakar ASOHI, sekaligus Anggota Komisi Kesehatan
Lingkungan DKP Pusat dan Mantan Anggota KLH Spesialisasi DAS (Daerah Aliran Sungai), Drh. Abadi
Soetisna, M.Si., air buangan dari tambak, saat pergantian air atau pemanenan, tidak boleh langsung
dibuang ke laut atau sungai agar tidak mengotori lingkungan dan menularkan penyakit. Oleh karena itu,
diperlukan filter yang diletakkan pada inlet maupun outlet di petak tandon. “Filternya berupa batu
kapur, ijuk, dan arang. Kemudian di setiap petak tandon harus ditempatkan aerator, bisa menggunakan
kincir atau blower, untuk menambah oksigen terlarut dalam air,” terangnya.

IMG-20151229-WA0001[1] Drh. Abadi Soetisna, M.Si., Anggota Komisi Kesehatan Lingkungan DKP
Pusat (Sumber foto: dok. Info Akuakultur)

Petak karantina

Petak karantina berfungsi sebagai tempat penampungan air yang mempunyai standar baku mutu air, di
mana nantinya digunakan sebagai suplai air pada saat penggantian air baru ke petak pembesaran atau
petak tandon lainnya. Letak dan posisi petakan ditempatkan sebelum air disalurkan ke petak
pembesaran atau petak distribusi air suplai. Luas petakan yang optimal dapat menampung air baru
pada kondisi kritis, yaitu antara 30—50%, tergantung tingkat teknologi yang diterapkan.

Saluran distribusi air

Saluran distribusi air merupakan saluran pembagi air untuk mensuplai air harian ke petak pembesaran.
Petak ini ditempatkan pada tempat yang strategis untuk mensuplai air ke petak pembesaran dengan
pertimbangan efisiensi penggunaan sarana dan fasilitas tambak. Volume air yang optimal untuk petak
distribusi air antara 30—50% luas petak pembesaran. Petak ini juga dapat berfungsi sebagai petak
karantina dengan tujuan untuk menghemat lahan.

Petak pembesaran

Petak pembesaran udang biasanya berada di tengah unit tambak sistem resirkulasi. Luas petak
pembesaran yang optimal untuk tambak udang teknologi intensif dan super-intensif pada sistem
resirkulasi tertutup antara 2.000—4.000 meter persegi. Sementara untuk tambak udang teknologi
sederhana dan semi-intensif, luas antara 5.000—8.000 meter persegi. Bentuk tambak yang ideal adalah
sama sisi dengan sudut tumpul. Tujuan bentuk petakan seperti ini diharapkan dapat memudahkan
proses pengelolaan air dan lumpur di dasar tambak secara fisik.

Petak endapan lumpur

Petak endapan lumpur merupakan tempat penampungan buangan dari petak pembesaran. Peran petak
ini sebagai petak pengendapan lumpur. Posisi petakan ini berada dekat dengan bagian ujung pintu
monik dan PVC sentral drain pembuangan air. Luas petak pembuangan air pada dasarnya dapat
menampung air yang dibuang dari petak pembesaran.

Petak tandon biofilter

Petak tambak ini biasanya ditebari organisme jenis ikan predator multispecies, untuk memangsa hama
penular penyakit udang. Letak petakan ditempatkan setelah petak pengendapan. Luas petakan ini sama
dengan petak distribusi air suplai dengan bentuk memanjang. Persentase petak tandon untuk teknologi
intensif dan super-intensif antara 50—100%. Dengan kata lain, volume tandon mampu untuk mengganti
air pada kondisi kritis dalam petak pembesaran minimal 50%, sedangkan untuk semi-intensif berkisar
30—50 %.

Air buangan di dalam tandon diendapkan dan didalamnya diberi tanaman rumput laut sebagai biofilter
yang menyerap gas-gas terlarut bersifat racun seperti NH3, CO2, dan nitrit. Organisme lain dalam
tandon biofilter seperti kerang bakau, tiram, dan vegetasi bakau. Kerang bakau dengan ukuran
cangkang 4—5 cm ditebar dengan kepadatan 6—8 ekor per meter persegi. Sementara tiram dengan
ukuran cangkang 5—7 cm ditebar dengan kepadatan 0,75 kg atau 28 ekor per meter per segi. Tiram
ditempatkan pada rak bambu dengan kedalaman 10 cm.

Petak pengolah limbah

Petak pengolahan limbah berfungsi sebagai petak penampungan air buangan kotoran udang, terutama
air buangan limbah tambak yang bermasalah seperti terserang virus. Pada petak ini, air di-treatment
terlebih dulu, baik secara kimia maupun secara biologis. Setelah steril, air dibuang ke laut atau saluran
umum.
Posisi petak pengolah limbah berada dekat dengan petak pembuangan air. Petak ini dapat ditanami
pohon bakau sekitar 10—15% dari luas petakan untuk menyerap limbah anorganik secara biologis.
Selain itu, treatment lain yang bisa diterapkan yaitu pemberian disinfektan, misalnya kaporit atau
sejenisnya.

Elevasi dasar tambak terhadap saluran pembuangan

Elevasi dasar tambak sesuai standar dapat mempermudah pengelolaan air dan pembuangan lumpur,
baik harian maupun insidental. Selain itu, elevasi tambak yang ideal akan mempermudah proses
pemanenan dan persiapan lahan. Elevasi dasar tambak yang standar dan optimal dicirikan dengan
kemiringan dasar tambak yang lebih tinggi dari saluran pembuangan air, berkisar antara 30—40 cm.

Central drain

Central drain merupakan sistem pembuangan air yang diletakan di bagian tengah petak pembesaran
udang dan terbuat dari pasangan cor semen berbentuk bulat dengan diameter tergantung kebutuhan,
umumnya 2—3 m. Untuk mengalirkan air ke arah saluran pembuangan, pada bagian tengah lingkaran
cor semen tersebut dipasang PVC berukuran 8—12 inchi, buis beton berdiameter 20—30 cm, atau
disesuaikan kebutuhan dan teknologi yang diterapkan.

Pintu monik

Pintu monik merupakan pintu pembuangan air yang terbuat dari cor semen serta buis beton. Pintu
pengatur berada pada pematang bagian sisi dalam, sedangkan buis beton pembuangan air menghadap
ke saluran pembuangan air. Ukuran pintu monik tergantung luas petakan dan konstruksi pematang
tambak yang dioperasionalkan. Ukuran pintu monik yang sering digunakan pada tambak udang intensif
umumnya memiliki lebar bukaan pintu antara 60—100 cm, tinggi 1,6—2,0 m, panjang 80—120 cm,
diameter buis beton 60—80 cm, dan panjang buis beton tergantung lebar pematang bagian bawah.
Pada tambak dengan teknologi sederhana dan semi-intensif, pintu pembuangan air dapat terbuat dari
pintu kayu atau PVC dengan ukuran sesuai kebutuhan. (Resti Setiawati)
Laporan Dasar - dasar Aquaculture

1. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Aquaculture adalah kegiatan untuk memproduksi biota (organisme) aquatik di lingkungan terkontrol
dalam rangka untuk mendapatkan keuntungan atau profit. Akuakultur berasal dari bahas inggris (aqua=
perairan, dan culture= budidaya) dan diterjemahkan dalam bahasa indonesia menjadi budidaya
perikanan atau budidaya perairan (Effendi,2004).

Kata ‘aquaculture’ biasa digunakan dalam satu dekade untuk menunjukkan semua bentuk budidaya
hewan maupun tumbuhan dalam air, lingkungan payau, dan kelautan, masih banyak digunakan dalan
arti yang ketat (Pillay,1990).

Budidaya ikan meliputi baik usaha dikolam air tawar, maupun tambak air payau. Kegiatanya berupa
membudidayakan ikan yang dulunya hidup liar menjadi ikan kultur(piaraan). Pembudidayaan yang
pertama kali terhadap ikan sudah dilakukan para kulturis ikan di zaman lampau, sehingga sekarang
tinggal menikmati hasilnya yang sudah jinakdan mau menghasilkan telur. (dan benih) ikan di bawah
pengawasan orang dikolam/bentuk usaha membudidayakan ikan ini di sebut dengan budidaya ikan
(Soeseno,1983).

1.2 Maksud dan Tujuan

Maksud dari kegiatan praktikum dasar-dasar aquaculture adalah untuk mengetahui dasar-dasar
aquaculture secara mendalam serta memberi gambaran mengenai prinsip dasar aquaculture.

Tujuan Dari praktikum ini adalah untuk mengaplikasikan materi yang diperoleh saat kuliah berlangsung
dilingkungan, menerapkan prinsip dasar aquaculture, mempelajari survival rate, grow rate, food
convertion rate dari organisme yang dibudidayakan, serta mengetahui kualitas air yang ada pada media
budidaya.

1.3 Waktu dan Tempat

Praktikum dasar-dasar aquaculture ini dilaksanakan pada tanggal 10 April 2010 di Laboraturiam stasiun
Percobaan Budidaya ikan Air Tawar, Sumberpasir, Malang.

2. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Aquaculture

2.1.1 Pengertian Aquaculture

Akuakultur adalah kegiatan untuk memproduksi biota (organisme) akuatik dilingkungan terkontrol
dalam rangka untuk mendapatkan keuntungan (profit) (Leugeu, 2010).

Budidaya peraiaran(akuakultur) merupakan kegiatan untuk pemeliharaan dan penangkaran berbagai


macam hewan atau tumbuhan peraiaran yang mengggunakan air sebagai komponen pokoknya.
Contohnya, budidaya tiram, udang, alga, ikan. Sebenarnya cakupan budidaya perairan sangat luas,
namun penguasaan tekhnologi membatasi komoditi tertentu yang dapat diterapkan. Budidaya perairan
adalah bentuk perikanan budidaya, untuk dipertantangkan dangan perikanan tangkap. Kegiatan
budidaya di Indonesia yang paling umum di kolam/empang, tambak, tangki, keramba, serta keramba
apung (Wikipedia, 2010).

2.1.2 Persiapan Kolam

a) Pengolahan Tanah

Pengolahan tanah adalah proses dimana tanah digemburkan dan dilembekkan dengan menggunakan
tangkai kemudi ataupun penggaru yang ditarik traktor maupun bajak yang ditarik binatang maupun
manusia. Melalui proses ini, kerak tanah teraduk, sehingga cahaya dan udara matahari menembus
tanah dan meningkatkan kesuburannya (Wikipedia, 2010).

Tujuan penggolahan tanah adalah menyediakan media yang baik, disamping itu juga penggolahan tanah
dapat membantu memperbaiki drainase agar air mudah dialirkan, mengeluarkan racun dalam tanah,
dengan cara membalik tanah agar terjadi penguapan dan dapat membunuh atau memotong siklus
hidup gulma (agricoach, 2010).

Pengolahan tanah juga dapat mempercepat berlangsungnya proses dekomposisi senyawa-senyawa


organik dalam tanah, memungkinkan penguapan senyawa-senyawa beracun yang telah
tertimbun(tertambat) didalam tanah, membunuh atau memutuskan siklus hidup penyakit,
terbentuknya kestabilan derajad keasaman (pH) tanah, dan menambah unsur-unsur yang dapat
meningkatkan kesuburan kolam (Kanisius, 1992).

b) Pengapuran

Menurut Kanisius (1992), Kolam pembesaran perlu dilakukan pengapuran. Fungsi kapur ini adalah untuk
mempertahankan kestabilan keasaman (pH) tanah dan air sekaligus memberantas hama penyakit. Cara
pengapuran dan dosisnya sama dengan penggapuran untuk kolam pendederan. Kelebihan kapur
menyebabkan kolam tidak subur dan jika kekurangan akan menyebabkan tanah dasar kolam bersifat
asam.

Kapur yang digunakan untuk pekerjaan ini adalah kapur pertanian (CaCO3), kapur tohor (CaOH2), dan
dolompit. Dosis yang digunakan tergantung kondisi tanah. Semakin rendah pH, maka penggapuran yang
digunakan semakin banyak. Kapur disebar dipermukaan tanah dasar kolam atau tambak. Untuk
efektifitas pengapuran, setelah pengapuran ada kalanya tanah dibalik dengan menggunakan pacul atau
bajak agar kapur bisa masuk kedalam lapisan tanah dasar (Effendy, 2004).

c) Pemupukan

Pemupukan yang dilakukan dikolam bertujuan untuk menghasilkan pakan alami sebagai persediaan
makanan bagi ikan. Pupuk merupakan bahn penting yang diberikan pada media budidaya dengan
tujuan memperbaiki keadaan fisik, biolgi, dan kimia media budidaya. Bahan yang diberikan dapat
bermacam-macam, yaaitu pupuk kandang, pupuk hijau, pupuk kompos, pupuk buatan, dan sebagainya
(Wikipedia, 2010).

Pemupukan bertujuan untuk meningkatkan kandungan hara bagi kebutuhan fitoplankton untuk
berfotosintesis. Dampak pemupukan dapat dari perubahan warna kolam atau tambak menjadi hijau
atau kecoklatan. Peningkatan pertumbuhan populasi fitoplankton di air dapat mendorong
pertumbuhan zooplankton sehingga dapat meningkatkan ketersediaan pakan alami bagi hewan kultur.
Keberadaan fitoplankton di dalam kolam dan tambak berfungsi pula sebagai conditionning lingkungan
bagi kultur, bukan sebagai pakan (Effendy, 2004).

2.1.3 Kegiatan Budidaya

Usaha pemeliharaan ikan diperairan umum meliputi kegiatan-kegiatan : 1) sanitasi lingkunan di sekitar
jala apung,keramba, atau hampang ; 2) seleksi benih; 3) penebaran benih, 4) pemberian pakan, dan 5)
pencegahan serangan hama atau penyakit (Kanisius, 2001).

Secara garis besar, kegiatan aquaculture dibagi menjadi dua bagian, yaitu kegiatan kegiatan produksi on
farm dan kegiatan off farm. Kegiatan produksi on farm terdiri dari pembenihan dan pembesaran,
sedangkan kegiatan off farm antara lain meliputi pengadaan prasarana dan sarana produksi,
penangganan hasil panen, dan distribusi hasil (antara lain transportasi ikan hidup), serta pada bagian
pemasaran (Effendy, 2004).

Menurut Susanto (1987), secara keseluruhan usaha perikanan meliputi tiga kegiatan utama, yaitu :

•Usaha memproduksi hasil perikanan, yaitu terdiri dari pembenihan dan pembesaran

• Usaha memproses produksi hasil perikanan

• Usaha memasarkan produksi hasil perikanan

2.1.4 Macam-Macam Budidaya

a. Polikultur

Menurut Kanisius (2002), polikultur adalah suatu sistem (cara) pemeliharaan beberapa jenis ikan dalam
suatu unit atau petakan yang sama. Kesulitan pemeliharaan secara polikultur adalah pelaksanaan
penangkapan hasil panen harus dilakasanakan secara manual.

Dari segi ekonomis, polikultur lebih menguntungkan, sebab, pemanfaatan waktu, lahan, dan
penggunaan pakan lebih efisien. Kesulitan yang sering terjadi dalam sistem polikultur bila terjadi
gangguan (serangan) hama penyakit, baik terhadap salah satu ataupun jenis keduanya. Setiap jenis ikan
mempunyai kelemahannya dendiri, jadi meskippun dalam satu kolam, tidak selalu sama gangguannya.
Sehinngga, kedua jenis memerlukan perlakuan yang berbeda dan perlu dilakukan dengan hati-hati
(Kanisius,1992).

b. Monokultur

Menurut Kanisius (1992), benih pembesaran secara monokultur harus dipilihkan yang seragam, jika
tidak, maka akn tumbuh tidak seragam pula. Benih yang besar akan tumbuh luar biasa, dan benih yang
kecil akan tersisih karena tidak mendpatkan makanan. Keuntungan pemeliharaan secara monokultur
adalah pengontrolannya yang mudah, pemberian pakan tambahan efisien dan penangganan bila terjadi
gangguan hama/penyakit lebih mudah.

Monokultur adalah sistem pemeliharaan, dimana didalam satu kolam hanya ada satu spasies saja yang
dipalihara. Pemeliharaan secara monokultur ini banyak dilakukan petani ikan di malaysia, Filipina, atau
Taiwan (Avrianto dan Liviawaty, 1992).

2.1.5 Rumus Pengapuran

Pengapuran kolam ikan sangat penting. Jenis kapur yang digunakan adalah kapur tohar atau kapur
pertanian atau calsium carbonat (CaCO3). Dosisnya tergantung dari jenis tanah. Dosis pengapuran pada
bebepara jenis tanah : jenis tanah lempung dengan pH 5,0-5,5 dosisnya 5.400 kg/ha ; pH 5,6-6,0
dosisnya 3.600kg/ha; pH 6,1-6,5 dosisnya 1.800kg/ha. Jenis tanah pasir : Ph 5,0-5,5 dosisnya
1.800kg/ha; Ph 5,6-6,0 dosisnya 900kg/ha; dan Ph 6,1-6,5 dosisnya 0kg/ha (Anonymous, 2008).

Jenis kapur yang umum digunakan yaitu kapur kapur tohor(CaCO3), kapur yang biasa digunakan sebagai
pencampur bahan bangunan. Kapur ini dapat diperoleh di toko bahan bangunan. Jumlah kapur yang
harus disediakan tergantung dari kebutuhan, kolam yang luasnya 1000 m2 membutuhkan rata-rata 25-
50 kg kapur (Nirhono, 2009).

2.1.6 Rumus Pemupukan

Jumlah pupuk yang digunakan tergantung dari tingkat kesuburan kolam. Dosis pemupukan awal untuk
penyuburan dasar kolam adalah 100 kg/meter kuadrat. Pemupukan dapat dilakukan dengan: a)
ditebarkan keseluruh permukaan dasar kolam ketika kolam dialiri sekitar 10 cm atau b) dimasukkan ke
dalam kantong plastik yang berlubang halus dan dicelupkan kedalam air kolam didekat pintu masuk
agar pupuk larut secara bertahap. Dosis pemupukan lanjutan adalah 20 kg /1000 meter kuadrat kolam
(Anonimousa, 2010).

Pemupukan kolam dilakukan dengan tujuan untuk menumbuhkan pakan alami. Pupuk yang digunakan
yaitu pupuk kandang (kotoran ayam) sebesar 2 kg / 10 meter kuadrat untuk kolam tembok dan 30 kg
/150 meter kuadrat untuk kolam tanah (anonymousb, 2010).

2.1.7 Tekstur Tanah yang Baik

Jenis dan tekstur tanah merupakan unsur yang penting, karena tanah tersebut harus mampu menahan
tekanan air kolan dan menampungnya, sehingga rembesan air ke dasar kolam maupun ke pematang
dapat ditekan seminimal mungkin. Keadaan tekstur tanah ditentukan oleh komposisi kandungan unsur-
unsur pembentuk tanah, seperti presentasi kandungan liat, lempung, dan pasi. Komposisi ini harus
merupakan paduan yang kokoh, kuat dan kompak sehingga tanah kolam akan mampu menahan air.
Menurut beberapa pengalaman, jenis tanah tekstur tanah liat dan liat berpasir merupakan tanah yang
cocok untuk pembangunan pematang kolam, karena tanah ynag terlalu banyak mengandung pasi tidak
cocok untuk pembangungan kolam (Nirhono, 2009).

Tekstur tanah yang baik untuk dijadikan pematang adalah yang tidak berporus dan tidak mudah
longsor. Lebar pematang antara 1-2 meter. Bentuk kolam yang ideal adalah persegi panjang. Air yang
masuk kolam harus jernih dan melewati bak pengendapan (Suswanto, 2009).

2.1.8 Perbadaan Kapur Bangunan dengan Kapur Kolam

• Kapur Pertanian

Menurut Taniqu (2008), kapur pertanian merupakan kapur mineral yang berasal dari alam yang
merupakan sumber hara kalsium. Kaptan yang mempunyai reaksi basa dapat menaikkan pH tanah.
Kaptan yang umum banyak digunakan dalam pertanian adalah kalsit (CaCO3).

Mafaat :

Untuk menetralkan pH tanah pada tannaman sayuran/holtikultura, dll.

Untuk menanggulangi beberapa jenis jamur/bakteri pada tanah

Untuk menetralkan tanah gambut, sehingga akan menambah tingkat kesuburan tanah.
• Kapur Bangunan

Menurut Hendri (2009), kapur bangunan dibedakan menjadi 2 macam berdasarkan penggunaan, yaitu
kapur putih dan kapur aduk. Kednya terdapat dalam bentuk kapur tohor maupun kapur padam.

Kapur bangunan, proses pembuatannya dengan cara pembakaran dengan menggunakan tungku
pembakaran pada suhu 6000 C - 8000 C. Panasnya terbagi rata diseluruh bagian tungku agar
mendapatkan batu kapur yang baik.

Sifat dan Fungsi kapur bangunan

• Memberikan sifat pengerasan hidrolik bila dicampur air untuk kapur hidrolis. Pada kapur udara
mengerasnya kapur setelah bereaksi dengan karbon dioksida, bukan dengan air.

• Memudahkan pengolahan pada pengadukan (mortar) semen

• Mengikat kapur bebas, yang timbul pada ikatan semen

Menurut Ghufron dan Kordi (2007), pada kolam dan tambak biasa, kapur ditebar setelah pembajakan
tanah. Kapur yang umum digunakan adalah kapur pertanian atau umum disebut kapur kalsit (CaCO3),.
Pada saat persiapan lahan, petambak banyak menggunakan kapur gamping (CaO) dan kapur bangunan
(Ca(OH)2). Kedua kapur tesebut mempunyai daya netralisasi yang tinggi. Sedangkan untuk
meningkatkan pH dan alkalinitas air tambak selama pemeliharaan, petambak banyak menggunakan
kapur pertanian atau dolomit (CaCO3. MgCO3). Kapur gamping (CaO) dan kapur bangunan (Ca(OH)2)
tidak baik digunakan untuk tujuan meningkatkan pH tanah, karena pH yang tinggi menghambat
dekomposisi bahan organik dan mikroorganisme tanah.

2.2 Kualitas Air

2.2.1 Pengertian Kualitas Air

Kualitas air adalah kondisi kalitatif air yang diukur dan atau di uji berdasarkan parameter-parameter
tertentu dan metode tertentu berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku (Pasal 1
keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 115 tahun 2003). Kualitas air dapat dinyatakan
dengan parameter kualitas air. Parameter ini meliputi parameter fisik, kimia, dan mikrobiologis
(Masduqi, 2009).

Menurut Acehpedia (2010), kualitas air dapat diketahui dengan melakukan pengujian tertentu terhadap
air tersebut. Pengujian yang dilakukan adalah uji kimia, fisik, biologi, atau uji kenampakan (bau dan
warna). Pengelolaan kualitas air adalah upaya pemaliharaan air sehingga tercapai kualitas air yang
diinginkan sesuai peruntukannya untuk menjamin agar kondisi air tetap dalam kondisi alamiahnya.

2.2.2 Hubungan Antar Kualitas Air

Menurut Lesmana (2001), suhu pada air mempengaruhi kecepatan reaksi kimia, baik dalam media luar
maupun dalam tubuh ikan. Suhu makin naik, maka reaksi kimia akan ssemakin cepat, sedangkan
konsentrasi gas akan semakin turun, termasuk oksigen. Akibatnya, ikan akan membuat reaksi toleran
dan tidak toleran. Naiknya suhu, akan berpengaruh pada salinitas, sehingga ikan akan melakukan
prosess osmoregulasi. Oleh ikan dari daerah air payau akan malakukan yoleransi yang tinggi
dibandingkan ikan laut dan ikan tawar.

Manurut Anonymaus (2010), laju peningkatan pH akan dilakukan oleh nilai pH awal. Sebagai contoh :
kebutuhan jumlah ion karbonat perlu ditambahkan utuk meningkatkan satu satuan pH akan jauh lebih
banyak apabila awalnya 6,3 dibandingkan hal yang sama dilakukan pada pH 7,5. kenaikan pH yang akan
terjadi diimbangi oleh kadar CO2 terlarut dalan air. Sehingga, CO2 akan menurunkan pH.
2.2.3 Parameter Kualitas Air

2.2.3.1 Parameter Fisika

a) Kecerahan

Kecerahan adalah parameter fisika yang erat kaitannya dengan proses fotosintesis pada suatu
ekosistem perairan. Kecerahan yang tinggi menunjukkan daya tembus cahaya matahari yang jauh
kedalam Perairan.. Begitu pula sebaliknya (Erikarianto,2008).

Menurut Kordi dan Andi (2009), kecerahan adalah sebagian cahaya yang diteruskan kedalam air dan
dinyetakan dalam (%). Kemampuan cahaya matahari untuk tembus sampai kedasar perairan
dipengaruhi oleh kekeruhan (turbidity) air. Dengan mengetahui kecerahan suatu perairan, kita dapat
mengetahui sampai dimana masih ada kemungkinan terjadi proses asimilasi dalam air, lapisan-lapisan
manakah yang tidak keruh, yang agak keruh, dan yang paling keruh. Air yang tidak terlampau keruh dan
tidak pula terlampau jernih, baik untuk kehidupan ikan dan udang budidaya.

b) Suhu

Menurut Nontji (1987), suhu air merupakan faktor yang banyak mendapat perhatian dalam pengkajian-
pengkajian kaelautan. Data suhu air dapat dimanfaatkan bukan saja untuk mempelajari gejala-gejala
fisika didalam laut, tetapi juga dengan kaitannya kehidupan hewan atau tumbuhan. Bahkan dapat juga
dimanfaatkan untuk pengkajian meteorologi. Suhu air dipermukaan dipengaruhi oleh kondisi
meteorologi. Faktor- faktor metereolohi yang berperan disini adalah curah hujan, penguapan,
kelembaban udara, suhu udara, kecepatan angin, dan radiasi matahari.

Suhu mempengaruhi aktivitas metabolisme organisme, karena itu penyebaran organisme baik dilautan
maupun diperairan tawar dibatasi oleh suhu perairan tersebut. Suhu sangat berpengaruh terhadap
pertumbuhan dan kehidupan biota air. Secara umum, laju pertumbuhan meningkat sejalan dengan
kenaikan suhu, dapat menekan kehidupan hewan budidaya bahkan menyebabkan kematian bila
peningkatan suhu sampai ekstrim(drastis) (Kordi dan Andi, 2009).

2.2.3.2 Parameter Kimia

a) pH

Menurut Andayani (2005), pH adalah cerminan derajat keasaman yang diukur dari jumlah ion hidrogen
menggunakan rumus pH = -log (H+). Air murni terdiri dari ion H+dan OH- dalam jumlah berimbang
hingga Ph air murni biasa 7. Makin banyak banyak ion OH+ dalam cairan makin rendah ion H+ dan
makin tinggi pH. Cairan demikian disebut cairan alkalis. Sebaliknya, makin banyak H+ makin rendah pH
dan cairan tersebut bersifat masam. pH antara 7 – 9 sangat memadai kehidupan bagi air tambak.
Namun, pada keadaan tertantu, dimana air dasar tambak memiliki potensi keasaman, pH air dapat
turun hingga mencapai 4.

pH air mempengaruhi tangkat kesuburan perairan karena mempengaruhi kehidupan jasad renik.
Perairan asam akan kurang produktif, malah dapat membunuh hewan budidaya. Pada pH rendah
(keasaman tinggi), kandungan oksigan terlarut akan berkurang, sebagai akibatnya konsumsi oksigen
menurun, aktivitas naik dan selera makan akan berkurang. Hal ini sebaliknya terjadi pada suasana basa.
Atas dasar ini, maka usaha budidaya perairan akan berhasil baik dalam air dengan pH 6,5 – 9.0 dan
kisaran optimal adalah pH 7,5 – 8,7 (Kordi dan Andi,2009).

b) Oksigan Terlarut / DO
Mnurut Wibisono (2005), konsentrasi gas oksigen sangat dipengaruhi oleh suhu, makin tinggi suhu,
makin berkurang tingkat kelarutan oksigen. Dilaut, oksigen terlarut (Dissolved Oxygen / DO) berasal dari
dua sumber, yakni dari atmosfer dan dari hasil proses fotosintesis fitoplankton dan berjenis tanaman
laut. Keberadaan oksigen terlarut ini sangat memungkinkan untuk langsung dimanfaatkan bagi
kebanyakan organisme untuk kehidupan, antara lain pada proses respirasi dimana oksigen diperlukan
untuk pembakaran (metabolisme) bahan organik sehingga terbentuk energi yang diikuti dengan
pembentukan CO2 dan H2O.

Oksigen yang diperlukan biota air untuk pernafasannya harus terlarut dalam air. Oksigen merupakan
salah satu faktor pembatas, sehinnga bila ketersediaannya di dalam air tidak mencukupi kebutuhan
biota budidaya, maka segal aktivitas biota akan terhambat. Kebutuhan oksigen pada ikan mempunyai
kepentingan pada dua aspek, yaitu kebutuhan lingkungan bagi spesies tertentu dan kebutuhan
konsumtif yang terandung pada metabolisme ikan (Kordi dan Andi, 2009).

C) Co2

Karbondioksida (CO2), merupakan gas yang dibutuhkan oleh tumbuh-tumbuhan air renik maupun
tinhkat tinggi untuk melakukan proses fotosintesis. Meskipun peranan karbondioksida sangat besar bagi
kehidupan organisme air, namun kandungannya yang berlebihan sangat menganggu, bahkan menjadi
racu secara langsung bagi biota budidaya, terutama dikolam dan ditambak (Kordi dan Andi, 2009).

Meskipun presentase karbondioksida di atmosfer relatif kecil, akan tetapi keberadaan karbondioksida di
perairan relatif banyak, karena karbondioksida memiliki kelarutan yang relatif banyak.

d) Amonia

Makin tinggi pH, air tambak/kolam, daya racun amnia semakin meningkat, sebab sebagian besar berada
dalam bentuk NH3, sedangkan amonia dalam molekul (NH3) lebih beracun daripada yang berbentuk ion
(NH4+). Amonia dalam bentuk molekul dapat bagian membran sel lebih cepat daripada ion NH4+ (Kordi
dan Andi, 2009).

Menurut Andayani (2005), sumber amonia dalam air kolam adalah eksresi amonia oleh ikan dan
crustacea. Jumlah amonia yang dieksresikan oleh ikan bisa diestimasikan dari penggunaan protei netto
(Pertambahan protein pakan- protein ikan) dan protein prosentase dalam pakan dengan rumus :

Amonia – Nitrogen (g/kg pakan) = (1-0- NPU)(protein+6,25)(1000)

Keterangan : NPU : Net protein Utilization /penggunaan protein netto.

Protein : protein dalam pakan.

6,25 : Ratio rata-rata dari jumlah nitrogen.

e) Nitrat nitrogen

Menurut Susana (2002), senyawa kimia nitrogen urea (N-urea) ,algae memanfaatkan senyawa tersebut
untuk pertumbuhannya sebagai sumber nitrogen yang berasal dari senyawa nitrogen-organik. Beberapa
bentuk senyawa nitrogen (organik dan anorganik) yang terdapat dalam perairan konsentrasinya lambat
laun akan berubah bila didalamnya ada faktor yang mempengaruhinya sehingga antara lain akn
menyebabkan suatu permasalahan tersendiri dalam perairan tersebut.

Menurut Andayani (2005), konsentasi nitrogen organik di perairan yang tidak terpolusi sangat beraneka
ragam. Bahkan konsentrasi amonia nitrogen tinggi pada kolam yang diberi pupuk daripada yang hanya
diberi pakan. Nitrogen juga mengandung bahan organik terlarut. Konsentrsi organik nitrogan umumnya
dibawah 1 mg/liter pada perairan yang tidak polutan. Dan pada perairan yang planktonya blooming
dapat meningkat menjadi 2-3 mg/liter.

f) Orthophospat

Menurut Andayani (2005), orthophospat yang larut, dengan mudah tesedia bagi tanaman, tetapi
ketersediaan bentuk-bentuk lain belum ditentukan dengan pasti. Konsentrasi fosfor dalam air sangat
rendah : konsentasi ortophospate yang biasanya tidak lebih dari 5-20 mg/liter dan jarang melebihi 1000
mg/liter. Fosfat ditambahkan sebagai pupuk dalam kolam, pada awalnya tinggi orthophospat yang
terlarut dalam air dan konsentrasi akan turun dalam beberapa hari setelah perlakuan.

Menurut Muchtar (2002), fitoplankton merupakan salah satu parameter biolagi yang erat hubungannya
dengan fosfat dan nitrat. Tinggi rendahnya kelimpahan fitoplankton disuatu perairan tergantung
tergantung pada kandungan zat hara fosfat dan nitrat. Sama halnya seprti zat hara lainnya, kandungan
fosfat dan nitrat disuatu perairan, secara alami terdapat sesuai dengan kebutuhan organisme yang
hidup di perairan tersebut.

2.2.4 Kualitas Air yang Baik

Menurut O-fish.com (2010), ada lima syarat utama kualitas air yang baik untuk kehidupan ikan :

• Rendah kadar amonia dan nitrit

• Bersih secara kimiawi

• Memiliki pH, kesadahan, dan temperatur yang memadai

• Rendah kadar cemaran organik

• Stabil

Apabila persyaratan tersebut diatas dapat dijaga dan dipelihara dengan baik, maka ikan yang dipelihara
mampu memelihara dirinya sendiri, terbebas dari berbagai penyakit, dan dapat berkembang biak
dengan baik.

Menurut Agromedia (2007), air yang baik untuk pertumbuhan lele dumbo adalah air bersih yang berasal
dari sungai, air hujan, dan air sumur. Pemanfaatan sumber air harus harus dikelola dengan baik
terutama kualitas dan kuantitas. Kualitas air sangat mendukung pertumbuhan lele dumbo. Oleh karena
itu, aor yang digunakan harus banyak mengandung zat hara, serta tidak tercemar olah racun dan zat
rumah tangga lainnya.

2.2.5 Efek Kualitas Air

Air dari alam atau natural water secara foundamental akan berbeda kondisinya dengan air dari tempat
budidaya, terutama sistem tertutup yang menggunakan akuarium atau bak, berdasarkan sifat kimia
maupun biologi. Jumlah ikan ditempat budidaya umumnya jauh lebih banyak dibandingkan jumlah air.
Akibatnya, material hasil metrabolisme yang dikeluarkan ikan tidak dapat mengurai seimbang. Artinya,
waktu penguraian metabolit secara alami tidak mencukupi karena jumlahnya cukup banyak. Oleh
karena itu, air tidak dapat atau sulit kembali menjadi baik dan cenderung menghasilkan substannsi atau
bahan metabolit yang berbahaya bagi ikan (Lesmana, 2001).

Menurut O-fish (2010), kualitas air secara umum menunjukkan mutu atau kondisi air yang dikaitkan
dengan suatu kagiatan atau keperluan tertentu. Dalam lingkup akuarium, kulitas air secara umum
mengacu pada kandungan polutan atau cemaran yang terkandung dalam air dalam kaitannya untuk
menunjang kehidupan ikan dan kondisi ekosstem yang memadai.

Menurut Susanto (2002), suatu limbah yang mengandung beban pencemar masuk ke lingkungan
perairan dapat menyebabkan perubhan kualitas air. Salah satu efeknya adalah menurunya kadar
oksigen terlarut yang berpengaruh terhadap fungsi fisiologis organisme akuatik. Air limbah
memungkinkan mengandung mikroorganisme patogen atau bahan kimia beracun berbahaya yang
dapat menyebabkan penyakit infeksi dan tersebar ke lingkungan.

2.3 Konversi Pakan

2.3.1 Pengertian Pertumbuhan

Pertumbuhan adalah berkaitan dengan masalah perubahan besar, jumlah, ukuran atau dimensi tingkat
sel organ maupun individu yang bisa diukur dengan berat, ukuran panjang, umur tulang, dan
keseimbangan metaboliknya (Creasoft, 2008).

Pertumbuhan (growth) dapat diartikan sebagai perubahan secara kuantitatif selama siklus hidup yang
bersifat tak terbalikkan (irrevesible). Bertambah besar ataupun bertambah berat, atupun bertambah
bagian akibat adanya penambahan unsur-unsur struktural (Yulianita, 2009).

2.3.2 Faktor- Faktor Pertumbuhan

Menurut Lesmana dan Dharmawan (2006), cara pemeliharaan menentukan cepat lambatnya
pertumbuhan ikan. Faktor yang mempengaruki pertumbuhan ikan antara lain : ketirunan, pertumbuhan
kelamin dan umur, serta kerentanan terhadap penyakit. Pada pemeliharaan ikan, kualitas air,
kepadatan ikan erta jumlah kualitas dan kuantitas pakanpun harus selalu duperhatikan. Jumlah dan
kuantitas pakan merupakan faktor penting. Bila pakannya terlalu sedikit, maka ikan akan sukar tumbuh
dan jika terlalu banyak, kondisi air akan menjadi jelek.

Menurut Khairuman dan Amri (2002), pakan merupakan unsur terpenting dalam menunjang
pertumbuhan dan kelangsungan hidup ikan. Pakan yang baik harus dapat memenuhi persyaratan :
pakan harus bisa dimakan ikan, pakan harus mudah dicerna, dan dapat diserap tubuh ikan. Apabila
persyartan tersebut dipenuhi, pemberian pakan akan memberikan manfaat yang optimal bagi
pertumbuhan dan kelangsungan hidup ikan.

Perkembangan menyangkut adanya proses pematangan sel-sel tubuh, jaringan tubuh, organ-organ dan
sisterm organ yang berkembang sedemikian rupa, sehingga masing-masing dapat memenuhi fungsinya,
termasuk juga emosi, intelektual, dan tingkah laku sebagai interaksi dengan lingkungan (Lesmana dan
Dermawan, 2006).

2.3.3 Fungsi Makanan

Pakan atau makanan merupakan unsur yang epnting dalam budidaya ikan. Oleh karena itu, pakan yang
diberikan harus memenuhi standart nutrisi (gizi) bagi ikan agar kelangsungan hidupnya tinngi dan
pertumbuhannya cepat. Pakan yang baik memiliki komposisi zat gizi yang lemgkap seperti protein,
lemak, karbohidrat, vitamin, dan mineral. Pemberian pakan yang nilai nutrisinya kurang baik dapat
menurunkan kelangsungan hidup ikan dan pertumbuhannya akan lambat (tumbuh kerdil), bahkan
dapat menimbulkan penyakit yang disebabkan oleh kekurangan gizi (malnutrition). Banyaknya zat-zat
gizi yang diperlukan ikan untuk pertumbuhannya berbeda-beda, tergantung pada jenis ikan, ukuran
besar ikan, dan kondisi lingkungan hidup ikan (Kanisius, 2001).

Pakan merupakan faktor yang penting dalam usaha pembesaran budidaya ikan. Dalam usaha
pembesaran, ikan diharuskan tumbuh hingga menncapai ukran pasar. Untuk itu, ikan harus makan,
tidak sekedar mempertahankan kondisi tubuh., tetapi juga untuk menumbuhkan jaringan otot atau
daging (pertumbuhan somatis). Jumlah dan jenis pakan yang dikonsumsi oleh ikan akan menantukan
asupan energi yang dibutuhkan untuk pertumbuhan daging. Intake pakan bisa menggambarkan nafsu
ikan ini dipengaruhi oleh kualitas air (Effendy, 2004).

2.3.4 Pengertian FCR, GR, SR

• FR (Feeding Rate)/ Jumlah Pakan

Menurut Effendy (2004), pakan diberikan kepada ikan kultur sesuai dangan kebutuhan dan dapat
memberikan pertumbuhan dan efisiensi pakan yang tinngi. Kebutuhan pakan harian dinyatakan sebagai
tingkat pemberian pakan (feeding rate) per hari yang ditentukan berdasarkan prosentase dari bobot
ikan. Tingkat pemberian pakan ditentukan oleh ukuran ikan. Semakin besar ukuran ikan, maka feeding
rate-nya semakin kecil, tetapi jumlah pakan hariannya semakin besar. Secar berkala, jumlah pakan
harian ikan disesuaikan (adjusment) dengan pertambahan bobot ikan dan perubahan populasi.

• FCR (Feed Convention Ratio)

Menurut Effendy (2004), Feed Convertion Ratio adalh suatu ukuran yang menyatakan ratio jumlah
pakan yang dibutuhkan untuk menghasilkan 1 kg ikan kultur. Nilai FCR=2 artinya untuk memproduksi 1
kg daging ikan dalam sistem akuakultur maka dibutuhkan 2 kg pakan. Semakin besar nilai FCR, maka
semakin semakin banyak pakan yang dibutuhkan untuk memproduksi 1 kg ikan daging kultur. FCR
seringkali dijadikan indikator kinerja teknis dalam mengevaluasi suatu usaha akuakultur.

Menurut Djarijiah (2004) dalam my.opera.com (2010), pengukuran kualitas pakan dilakukan dengan
membandingkan jumlah pakan yang diberikan dengan (pertambahan) berat ikan yang dihasilkannya
dan dinyatakan sebagai food Converty Ratio (FCR). Rumus FCR adalah :

FCR = F (jumlah total pakan yang diberikan selama pemeliharaan)

(Wt - D) – Wo ( Wo = berat total awal ikan pemeliharaan)

• GR (Grow Rate)

Menurut Laksana (2007), pertumbuhan mutlak adalah laju pertumbuhan total ikan. Rumus untuk
mencari pertumbuhan total adalah :

GR = (Wt –Wo) / t

Keterangan :

Gr = Growth Rate/ pertumbuhan mutlak

Wt = Bobot rata-rata akhir (gr/ekor)

Wo = bobot rata-rata awal (gr/ekor)

Menurut Siman (2010), growth rate adalah jumlah dari kenaikan maka sebuah spesifik variabel
petumbuhan diiringi dengan periodenya dan koneksinya. Growth rate berpengaruh dalam bidang
ekonomi untuk pendistribusi, dan pemelihara ikan. Bagaimanapun Growth rate tadak selalu berarti
sebuah kenaikan yang tinggi dari pertumbuhan di masa mendatang.

• SR (Survival Rate)

Menurut Ghufron (2009), kelangsungan hidup atau sintasan (survival rate) adalh prosentase jumlah
biota budidaya yang hidup dalam kurun waktu tertentu. Untuk menghitung kelangsungan hidup atau
sintasan dapat digunakan rumus sebagai berikut :
S = Nt / No 100%

Keterangan : S = Kelangsungan hidup (%)

Nt = Jumlah biota pada saat panen (ekor)

No = Jumlah biota pada saat penebaran (ekor)

Sintasan ikan dipengaruhi olah faktor biotik dan abiotik. Faktor biotik yaitu : kompetitor, parasit, umur,
predasi, kepadatan populasi, kemampuan adaptasi dari hewan dan penangganan manusia, sedangkan
faktor abiotik meliputi sifat fisika dan sifat kimia perairan(Rika,2008).

2.3.5 Hubungan Pakan dengan Pertumbuhan

Zat makanan terpenting yang diperlukan ikan untuk pertumbuhan adalah zat protein. Jumlah dan
kualitas protein sangat berpengaruh tehadap tingkat pertumbuhan ikan karena pratei bagi ikan adalah
merupakan sumber energi yang paling penting. Pertumbuhann ikan dapat dipercepat dengan
pemberian pakan yang mengandung protein tinggi (30%-40%) karena protein merupakan bagian
terbesar dari daging ikan. Zat protein digunakan hewan untuk pemeliharaan tubuh, pembentukan
jaringan tubuh, penambahan protein tubuh, dan penggantian jaringan yang rusak (Kanisius, 2001).

Pakan akan diprises dalam tubuh ikan dan unsur-unsur nutrisi atau gizinya akan diserap untuk
dimanfaatkan membangun jaringan dan daging, sehingga pertumbuhan ikan akan terjamin. Kecepatan
laju pertumbuhan ikan sangat dipengaruhi oleh jenis dan kualitas pakan yang diberikan berkualitas baik,
jumlahnya mencukupi, kondisi lingkungan mendukung, dapat dipastikan laju pertumbuhan ikan akan
menjadi cepat sesuai dangan yang diharapkan (Khairuman dan Amri, 2002).

3.METODOLOGI

3.1. Alat dan Fungsi

A. Pengelohan tanah

• Cangkul

Berfungsi untuk membalikkan tanah agar kandungan hara terangkat ke atas.

• Sabit

Berfungsi untuk membersihkan sisi kolam yang dipenuhi rumput.

• Cetok

Berfungsi untuk meratakan tanah dibagian sisi-sisi kolam.


• Gerobak dorong

Berfungsi untuk mengangkut pupuk, kapur dan juga rumput yang sudah dipotong.

B. Pengolahan kolam monokultur

• Sapu lidi

Berfungsi untuk membersihkan lumpur pada kolam.

• Sekrup

Berfungsi untuk membantu mendorong lumpur menuju saluran pembuangan.

• Ember

Berfungsi untuk membantu menyiram air pada kolam yang dibersihkan.

3.2. Bahan dan Fungsi

A. Pengolahan tanah

• Pupuk organik 32 kg

Berfungsi untuk menumbuhkan pakan alami (plankton) dan menyubur tanah.

• Pupuk organik 8 kg

Berfungsi untuk menumbuhkan pakan alami pada kolam monokultur.

• Air

Berfungsi untuk mengisi kolam.

• Kapur pertanian

Berfungsi untuk meningkatkan pH tanah, untuk mempercepat penggunaan bahan organik dan
membunuh hama dan penyakit.

3.3 Skema Kerja

A. Pengolahan tanah kolam polikultur

Dikeringkan 3-7 hari

Dicangkul secara merata

Dibersihkan dari rumput

Dilapisi tepian kolam dengan lempung

Diberi kapur pertanian sesuai dengan dosis yang ditentukan

Diratakan dengan cara di injak-injak


Diberi pupuk organik dosis 250 gr/m²

Diairi hingga ± 150 cm

Dibiarkan selama ± 7 hari

B. Pengolahan tanah kolam monokultur

Disiapkan kolam

Dialiri air

Dibuka saluran Pembuangan

Dibersihkan kolam dan lumpur

Ditutup Saluran Pembuangan

Dialiri air

Diberi pupuk organik yang dibungkus dengan karung ditanah sebanyak 8 kg pada bagian pojok kolam

Diisi air

3.4 Alat dan fungsi parameter

•Parameter fisika

Alat - alat yang digunakan dalam pratikum Dasar-Dasar Aquaculture tentang parameter fisika antara
lain :

a. Suhu

• Termometer Hg : Untuk mengetahui suhu suatu perairan.

b. Kecerahan

• Secchi disk : Untuk mengetahui kecerahan suatu perairan.

• Parameter kimia

Alat yang digunakan dalam pratikum Dasar-Dasar Aquaculture tentang parameter kimia antara lain :

a) DO

Botol DO : Untuk tempat sampel airyang akan diamati


DOnya.

Buret : Sebagai tempat larutan titran (Na-thiosulfat).

Statif : Sebagai tempat meletakkan buret pada saat

titrasi.

Corong : Alat untuk memasukkan larutan titran ke dalam

buret.

Pipet tetes : Untuk mengambil dan memindahkan larutan.

Nampan : Sebagai tempat alat dan bahan.

b) Orthofosfat

Gelas ukur 100ml : Untuk mengukur volume sampel.

Beaker glass 100ml : Sebagai tempat menghomogenkan air

sampel dengan amonium molybdate

Pipet tetes : Mengambil dan memingahkan larutan.

Spektrofotometer : Untuk mengukur panjang gelombang.

Washing bottle : Sebagai tempat aquadest.

Cuvet : Sebagai wadah sampel yang akan diukur

panjang gelombangnya.

Nampan : Sebagai tempat alat dan bahan.

c) Nitrat-nitrogen

Hot plate : Untuk memanaskan air sampel hingga

berkerak.

Beaker glass 250ml: Untuk wadah sampel yang akan diamati.

Gelas ukur 100ml : Untuk mengukur volume sampel.

Pipet tetes : Untuk mengambil dan memingahkan larutan.

Spatula : Untuk menghomogenkan larutan.

d) Amonia

Beaker glass 100ml: Sebagai wadah laritan.

Pipet tetes : Untuk mengambil atau memindahkan larutan.

Cuvet : Sebagai wadah sampel yang akan diukur panjang gelombangnya.

Nampan : Sebagai tempat alat dan bahan.


e) CO2

Erlemenyer : Sebagai tempat mereaksikan larutan.

Pipet tetes : Untuk memindahkan atau mengambil

larutan.

Statif : Untuk menyangga buret.

Buret : Sebagai wadah cairan titran.

Nampan : Sebagai tempat alat dan bahan.

f) pH

Kotak standart : untuk mencocokkan hasil di pH paper.

3.5 Bahan dan Fungsi setiap parameter

• Parameter fisika

a. Suhu

Air kolam : Sebagai tempat pengamatan suhu.

b. Kecerahan

Air kolam : Sebagai temprt yang diamati kecerahannya.

• Parameter kimia

a) DO

Air kolam : Sebagai sampel yang akan diamati Donya.

Larutan MnSO4 : Mengikat O2

Laruran NaOH+KI : Untuk membentuk endapan coklat dan

melepas I2

Larutan H2SO4 : Indikator asam dan melarutkan endapan coklat.

Larutan amilum : Indikator basa dan membentuk warna

ungu kehitam-hitaman.

Larutan Na-thiosulfat : Sebagai larutan titran pada saat titrasi.

Tissue : Membersihkan alat-alat yang akan

digunakan.

b) Ortofosfat

Air kolam : Sebagai sampel yang akan diamati.


Larutan Amonium Molybdate : Untuk mengikat phospat

Larutan SnCl 4 tetes : Sebagai indikator warna biru bening dan

basa.

Aquadest : Sebagai pengkalibrasian.

Tissue : Membersihkan alat yang digunakan.

c) Nitrat-nitrogen

Air kolam : Sebagai sampel yang diamati

Larutan asam fenol disulfonik 1ml : Untuk melarutkan kerak.

Aquadest : Untuk pengeceran larutan.

Larutan NH4OH 10 tetes : Sebagai Indikator basa.

Tissue : Mengeringkan alat yang digunakan.

d) CO2

Air kolam : Sebagai sampel yang diamati.

Indikator PP : Untuk membentuk warna pink.

Larutan Na2CO3 : Sebagai larutan titran.

Tissue : Untuk membersihkan alat yang akan

digunakan.

e) Amonia

Air kolam : Sebagai yang diamati.

Larutan Nessler 1ml : Sebagai pengikat amonia.

Aquadest :Sebagai pengkalibrasian pada spektrofotometer.

Tissue : Untuk mengeringkan alat yang digunakan.

f) pH

PH paper : Sebagai uji besarnya pH suatu perairan.

Air kolam : Sebagai sampel yang diamati.

3.6 Prosedur kerja

• Parameter Fisika

a) Suhu

Dicelupkan kedalam perairan dengan membelakangi cahaya matahari


Ditunggu selama 2 - 3 menit, usahakan tidak menyentuh termometer

Diambil termometer dengan cepat

Diamati skalanya

Dicatat hasilnya dengan satuan ⁰C

b) Kecerahan

Dicelupkan keperairan dengan memegang talinya

Diturunkan secara perlakuan sampai tidak terlihat pertama kali sebagai D1

Ditenggelamkan sampai benar-benar tidak tampak

Diangkat perlahan sampai terlihat pertama kali dan ditandai sebagai D2

Dilihat nilai D1 dan D2

Dihitung dengan rumus

Dicatat hasilnya

• Parameter kimia

a) DO / Oksigen Terlarut

Diukur dan dicatat volume botol DO

Dimasukkan dalam air yang akan diukur dengan posisi miring agar tidak ada gelembung
Ditutup dalam air

Diangkat ke darat dan dibolak-balik, jika ada gelembung. Diulangi lagi

Dibuka tutup botol DO

Ditambah 2ml MnSO₄ dan 2ml NaOH+KI

Dihomogenkan

Didiamkan sampai terbentuk endapan coklat

Dibuang air bening diatas endapan coklat

Ditambah 2ml H₂SO₄ pekat

Dihomogenkan sampai endapan larut

Ditambahkan 3-4 tetes amilium

Dihomogenkan hingga bewarna ungu kehitam-hitaman

Dititrasi dengan Na-thiosulfat 0,025 N

Dihitung selisih volume titran

Dihitung dengan rumus :

Dicatat hasilnya

b) Ortofosfat

-Diukur volume 50 ml dalam gelas ukur

-Dimasukkan ke dalam beaker glass

-Ditambah 2ml amonium molybdate

-Dihomogenkan

-Ditambahkan 5 tetes SnCL dan dihomogenkan

-Diukur dengan spektrofotometer

-Ditekan power

-Ditunggu hingga “method”

-Ditekan panjang gelombang 480 (amonium molybdate)

-Dienter

-Dimasukkan aquadest 10 ml dalam cuvet

-Ditekan zero sampai 0,0


-Dibuang aquadest

-Diisi larutan orthofosfat

-Dienter

c) CO2

Tidak terdapat CO2

-Dimasukkuan dalam erlemenyer

-Ditambahkan 1-2 tetes indikator PP

-Dihomogenkan

-Terbentuk warna pink

Terdapat CO2

-Dimasukkan dalam erlemenyer

-Ditambahkan 1-2 tetes indikator PP

-Dihomogenkan

-Tidak terbentuk warna pink

-Dititrasi dengan Na2CO3 sampai berubah warna pink

-Dihitung selisih voleme titran awal dan akhir

-Dihitung kadar CO2 dengan rumus

-CO2 (mg/l) = Vtitran x Ntitran x 22x 1000

Ml air sampel

d) PH
-Dicelupkan didalam perairan ± 1 menit

-Dikibas-kibaskan hingga kering

-Dicocokkan dengan kotak PH standart

-Dicatat hasilnya

e) Nitrat nitrogen

-Diukur 25ml dalam gelas ukur

-Dimasukkan dalam beaker glass

-Dipanaskan sampai berkerak dengan hotplate

-Didinginkan

-Ditambahkan 1ml asam fenol disulfonik

-Dihomogenkan dengan spatula

-Ditambahkan 10 ml aquadest

-Ditambahkan 10 tetes NH4OH


-Dihomogenkan

-Diencerkan dengan 100ml aquadest

-Dihomogenkan

-Diukur panjang gelombang dengan spetrofotometer

-Ditekan power

-Ditunggu hingga “method”

-Ditekan panjang gelombang 353 (asam fenol disulfunik)

-Dienter

-Dimasukkan aquadest 10 ml dalam cuvet

-Ditekan zero sampai 0,0

-Dibuang aquadest

-Diisi larutan nitrat nitrogen

-dienter

f) Amonia

-Diukur volume 25ml dengan gelas ukur dan disaring

-Dimasukkan kedalam beaker glass

-Ditambahkan 1 ml larutan nessler

-Dibiarkan hingga terbentuk endapan

-Diukur panjang gelombang dengan spetrofotometer

-Diambil bagian yang penting

-Ditekan power

-Ditunggu hingga “method”

-Ditekan panjang gelombang 430( nessler)

-Dienter

-Dimasukkan aquadest 10 ml dalam cuvet

-Ditekan zero sampai 0,0

-Dibuang aquadest

-Dibersihkan cuvet dan dikeringkan dengan tissue

-Diisi larutan amonia

-Dienter
4. PEMBAHASAN

4.2 PERHITUNGAN

• Luas kolam monokultur = 32 m2

• Ukuran lele(benih) = 8 – 12 cm

Berat sampel 10 ekor = 30 gram, berat rata-rata ikan = 3 gram

• Padat penebaran = 700 ekor

SR(Survival Rate)

Nt = Jumlah benih yang di panen(77 ekor)

No= jumlah benih yang ditebar(700 ekor)

SR = Nt x 100 %

No

= 77 x 100%

700

= 11 %

FCR (Food Convertion Rate)

FCR = ∑ bobot pakan selama pemeliharaan

∑ bobot ikan setelah panen

= 1876 gr

960 gr

= 1.954 gr
GR (Growth Rate)

Wt = berat akhir ikan (sampel 10 ekor = 157 gr) @ = 15,7 gr

Wo= berat ikan awal (sampel 10 ekor ikan = 30 gr) @ = 3 gram

t= lama hari (21 hari)

GR = Wt – Wo x 100 %

= 5,9 – 1,85 x 100 %

21

= 4,05 x 100 %

21

= 0,193 x 100 %

= 19,3 %

5. PENUTUP

5.1 Kesimpulan

Kesimpulan yang dapat diambil dari praktikum dasar-dasar Aquqculture adalah sebagai berikut :

• Aquaculture adalah bentuk kegiatan pemeliharaan dan penangkaran biota akuatik di lingkungan
terkontol maupun semi terkontrol

• Pengelolaan tanah adalah proses dimana tanah dilembekkan atau digemburkan, dengan tujuan
mengangkat unsur hara dan menjaga kesuburan tanah

•Tujuan pengapuran adalah mempertahankan kestabila pH tanah, dan memberantas penyakit


• Pemupukan bertujuan menghasilkan pakan alami

• Kegiatan budidaya meliputi pembenihan dan pembesaran, penanganan hasil panen, serta bagian
pemasaran

• Macam budidaya ada dua, yaitu polikultur dan monokultur

• Polikultur merupakan pemeliharaan beberapa ikan jenis dalam satu petakan

• Monokultur adalah pemaliharaan ikan dalam satu petakan

• Kualitas air adalah kondisi kualitatif yang diukur berdasarkan parameter tertentu

• Kualitas air yang baik : rendah amonia dan nitrit, bersih secara kimiawi, dan rendah kadar cemaran
anorganik

• Faktor yang mempengaruhi pertumbuhan adalah pemeliharaan, kualitas air dan pakan, kerentanan
terhadap penyakit, serta padat penebaran

• Nutrisi dan gizi pakan akn diserap untuk membangun jaringan dan daging, sehingga pertumbuhan
akan terjamin

5.2 Saran

Dalam praktikum dasar- dasar Akuakultur sebaiknya jarak antara penabaran dan panen jangan terlalu
dekat, sehingga kita dapat mengetahui pertumbuhan ikan, apakah dapat tumbuh secara optimum atau
tidak.
DAFTAR PUSTAKA

Agricoach. Perlakuan Pengolahan Tanah. http://agricoach-inc.com/?page_id=136

Agromedia.2007.http://www.agromedia.net/Info/kualitas-air-mendukung-pertumbuhan-lele-
dumbo.html

Andayani, S. 2005. Manajemen Kualitas Air Untuk Budidaya Perairan. Universitas Brawijaya : Malang

Anonymous a.2010.http://www.bi.go.id/sipuk/id/?id=4&no=40412&idrb=43801

Anonymous b .2010.http://solusiikanmas.blogspot.com/2008/03/pengapuran-kolam.html

Bromage, N.R. 1988. Fish Farming. Blackwell science ltd. USA

Creasoft.2008. Pengertian Pertumbuhan. http://creasoft.files.wordpress.com /2008


/04/kep_tumbang.pdf

Darijiah.2006. Pengukuran Kualitas Pakan.

http://my.opera.com/sampahbermanfaat/blog/indeks.dml

Effendy, Hafni.2003. Telaah Kualitas Air. Kanisius : Jogjakarta.

Effendi, Irzal. 2004. Pengantar Akuakultur. Penebar Swadaya : Jakarta

Erik.2008.ParameteFisikaKimia.http://erkarianto.wrordpress.com/2008/01/10/parameter-fisika-
kimiaperairan/Diakses pada tanggal 24Mei 2010 pukul 20.44 WIB

Ghufron dan Kordi. 2009. Pengelolaan Kualitas Air. Rineka Cipta : Jakarta

Hendri.2008.http://hendri.blogspot.com/materi-tekhnologi-bahan-konstruksi.html

Kanisius. 1992. Membudidayakan Gurame Secara Intensif. IKAPI : Jogjakarta

Kanisius.2001. Budidaya Ikan di Perairan Umum. IKAPI : Jogjakarta

2002. Budidaya Nila Gift secara Intensif. IKAPI: Jogjakarta

Khairuman dan Amri Khairul. 2002. Membuat Pakan Ikan Konsumsi. Agromedia Pustaka : Jakarta

Kordi, K Ghufron dan Andi Baso Tancung. 2007. Pengelolaan Kualitas Air dalam Budidaya Perairan.
Rineka Cipta : Jakarta

Kordi, K Ghufron dan Andi Baso Tancung. 2009. Pengelolaan Kualitas Air dalam Budidaya Perairan.
Rineka Cipta : Jakarta

Lesmana, Darti Satyani.2001. Kualitas Air Untuk Ikan Hias Air Tawar. Penebar Swadaya. Jakarta

Leugeu.2010.Pengertian-dan-Ruang-Lingkup-Akuakultur.http://leugeu.wordpress. com/19/

Lesmana, Darti Satyani dan Iwan Dermawan. 2006. Kunci Keberhasilan Budidaya Ikan Hias. Penebar
Swadaya : Jakarta

Masduqi, Ali.2009. Parameter Kualitas Air. www.masduqiali.blogspot.com

Muchtar, Muswerry. 2002. Fluktasi Fosfat dan Nitrat Pada Musim Peralihan di Teluk Banten, Jawa Barat.
LIPI : Jakarta

Nirhono.2009.Pengapuran.http://nirhono.wordpress.com/2009/07/24/wadah-budidaya-ikan-koi-dan-
koki/

Nontji, Anugerah. 2005. Laut Nusantara. Djambatan : Jakarta


Ofish.2010.ParameterUmumKualitasPerairan.http://www.ofish.com/Air/kualitas_air.php. Diakses pada
tanggal 24 Mei 2010 pukul 20.44 WIB

Pillay, T.V.R. 1990. Black Well Science. United Kingdom Trade Mark Registry : USA

Rika.2008. Seminar Hasil Penelitian dan Pengabdian Masyarakat. Unila : Lampung

Susana, Tjutju. 2002. Nitrogen – Urea di Perairan Teluk Banten. LIPI : Jakarta

Susanto, G.Nugroho. 2002. Hasil Olahan Limbah Rumah Sakit dan Dampaknya Terhadap Laju
Pertumbuhan Spesifik dan Sintasan Ikan Nila (Oreochromis Niloticus).Unila : Lampung

Susanto, Heru. 2006. Budidaya Ikan di Pekarangan. Penebar Swadaya : Jakarta

Soeseno, Slamet. 1983. Budidaya ikan dan Udang dalam Tambak. Gramedia : Jakarta

Taniqu. 2008. http://www.taniqu.blogspot.com/kptan20%kapur20%pertanian/

Wibisono, M.S. 2005. Pengantar Ilmu Kelautan. Grasindo : Jakarta

Wikipedia.2010. Pengolahan Tanah.http://id.wikipedia.org/wiki/pengolahan_tanah

Yulianita,Ninit.2009.Pertumbuhan.http://ninityulianita.wordpress.com/2009/09/11/pengertian-
pertumbuhan
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kontruksi Kolam

Akuakultur merupakan salah satu aktivitas penting untuk memenuhi kebutuhan pangan dari sektor
perikanan. Dalam satu dekade terakhir, produksi perikanan dari sektor akuakultur mengalami
peningkatan sedangkan produksi perikanan hasil penangkapan (captured fishery) cenderung stagnan
bahkan mengalami penurunan (Anonim, 2004).

Losordo et al. (1998) telah menghitung sekitar Menurut Zonneveld et al. (1991) setiap 1 kg pelet
pakan yang dikonsumsi ikan dapat menghasilkan NH4+-N sebesar 30 gram. Limbah akuakultur dalam
bentuk gas di antaranya adalah karbon dioksida (CO2) dari hasil respirasi biota akuatik dan hasil
perombakan bahan organik secara aerobik maupun anaerobik oleh bakteri heterotrof. Oleh karena itu,
untuk menjaga lingkungan akuakultur agar selalu dalam kondisi optimum maka air media ikan
diresirkulasi dengan melalui mekanisme filtrasi.

Menurut Van Rijn et al. (2005) bahwa sistem resirkulasi untuk menghilangkan nitrat dari sistem
akuakultur untuk beberapa alasan, seperti; (1) regulasi proteksi lingkungan diasosiakan dengan level
nitrat yang diijinkan > 11.3 ppm (European council directive, 1998). (2) menghindari peningkatan nitrit
sebagai akibat dari reduksi nitrat yang tidak sempurna (3) stabilisasi kapasitas penyangga (4)
mengeliminasi karbon organik, ortofosfat dan sulfid dari air budidaya selama proses denitrifikasi.

Kualitas air merupakan faktor yang sangat penting dalam pemeliharaan ikan, karena akan menentukan
hasil yang diperoleh. Kondisi kualitas air juga berperan dalam menekan terjadinya peningkatan
perkembangan bakteri patogen dan parasit di dalam media pemeliharaan. Sebagai tempat hidup ikan,
kualitas air sangat dipengaruhi oleh faktorfaktor fisika dan kimia air seperti suhu, oksigen terlarut, pH,
amonia, nitrit dan nitrat (Forteath et al., 1993).

Penggunaan sistem resirkulasi pada akuakultur, dapat memberikan keuntungan yaitu memelihara
lingkungan kultur yang baik pada saat pemberian pakan untuk pertumbuhan ikan secara optimal.
Kelebihan sistem resirkulasi dalam mengendalikan, memelihara dan mempertahankan kualitas air
menandakan bahwa sistem resirkulasi memiliki hubungan yang erat dengan proses perbaikan kualitas
air dalam pengolahan air limbah, terutama dari aspek biologisnya (Akbar, 2003).

BAB III

METODELOGI PENELITIAN

3.1 Waktu Dan Tempat

Praktikum ini dilaksanakan pada tanggal 20 maret 2014 bertempat di Cibaraja Kecamatan Cisaat
Kabuipaten Sukabumi

3.2 alat dan bahan

Tidak ada alat dan bahan yang digunakan

3.3 langkah kerja

1. mengamati struktur kolam

2. mengamati input dan ouput kolam

3. mengamati proses pembuatan kemalir


BAB IV

PEMBAHASAN

4.1. Pembahasan

Akuakultur adalah kegiatan untuk memproduksi biota (organisme) akuatik di lingkungan yang
terkontrol dalam rangka mendapatkan keuntungan (profit). Kegiatan budidaya yang di maksud adalah
kegiatan pemeliharaan untuk memperbanyak, menumbuhkan, serta meningkatkan mutu biota akuatik
sehingga diperoleh suatu keuntungan. Kegiatan budidaya saat ini menunjukkan prospek yang cerah bagi
pembudidayaan. Pembudidayaan dituntut untuk dapat menghasilkan produk perikanan yang baik.
Keberhasilan budidaya ditentukan oleh kemampuan pembudidayaan untuk mengatur kegiatan
budidayanya, sehingga dapat menghasilkan ikan yang siap untuk dikonsumsi.

Oleh karena itu pembudidayaan juga dituntut untuk membuat dan merekayasa suatu lahan
dengan tepat untuk disesuaikan dalam kebutuhan proses budidaya nantinya. Karena kesalahan
konstruksi bisa mengakibat pengeluaran berlebih pada saat proses budidaya sedang berjalan. Adapun
dalam laporan ini akan membahas konstruksi kolam-kolam yang ada di kolam bapak ujang di Desa
Cibaraja Kecamatan Cisaat Kabupaten Sukabumi.

Adapun persyaratan teknis konstruksi suatu kolam yang akan digunakan untuk membudidayakan ikan
sebaiknya mempunyai :

4.1.1 Pematang kolam Budidaya Ikan.

Pematang kolam dibuat untuk menahan massa air didalam kolam agar tidak keluar dari dalam kolam.
Oleh karena itu jenis tanah yang akan digunakan untuk membuat pematang kolam harus kompak dan
kedap air serta tidak mudah bocor.

Jenis tanah yang baik untuk pematang kolam adalah tanah liat atau liat berpasir. Kedua jenis tanah ini
dapat diidentifikasi dengan memperhatikan tanah yang ciricirinya antara lain memiliki sifat lengket,
tidak poros, tidak mudah pecah dan mampu menahan air. Ukuran pematang disesuaikan dengan
ukuran kolam. Tinggi pematang ditentukan oleh kedalaman air kolam, sebaiknya dasar pematang kolam
ini ditanam sedalam 20 cm dari permukaan dasar kolam.

Gambar 4.1 Wawancara dengan Pemilik kolam

4.1.2 Dasar kolam dan saluran budidaya ikan

Dasar kolam untuk budidaya ikan ini dibuat miring ke arah pembuangan air, kemiringan dasar kolam
berkisar antara 1-2% yang artinya dalam setiap seratus meter panjang dasar kolam ada perbedaan
tinggi sepanjang 1-2 meter
Saluran didalam kolam budidaya ada dua macam yaitu saluran keliling atau caren dan saluran tengah
atau kemalir. Saluran didalam kolam ini dibuat miring ke arah pintu pengeluaran air. Hal ini untuk
memudahkan di dalam pengeringan kolam dan pemanenan ikan

Gambar 4.2 Penampungan Pemanenan

4.1.3 Pintu air kolam budidaya ikan

Pintu pemasukan air berfungsi untuk mengatur dan mengontrol aliran air yang masuk ke dalam kolam.
Pada prinsipnya, tempat pemasukan air dibuat harus menjamin kuantitas dan dapat mencegah
masuknya hewan-hewan air lainnya ke dalam kolam yang merupakan pemangsa dan penyaing makanan
(kompetitor). Pintu pemasukan terdiri atas penyalur, yang menghubungkan saluran air dengan kolam,
dan bangunan tembok tempat untuk memasang saringan dan pengatur debit air.

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan

Dari hasil observasi dan wawancara diketahui bahwa keadaan kolam bapak Ujang sangat efisien karena
struktur kolam nya bisa memudahkan ketika panen akan datang.

5.2. Saran

Perlu memperbanyak kunjungan ketempat budidaya-budidaya lainnya khususnya yang memiliki


metode-metode yang unik atau nyeleneh untuk mengamati dan mengkritik yang kemudian disertai
dengan solusi karena hal tersebut secaraa tidak langsung membuat kita memahami tentang konstruksi
serta sistem budidaya pada tempat tersebut, yang pada suatu saat dapat digunakan pada lahan
budidaya yang kita miliki atau milik dari perusahaan tempat kita bekerja

DAFTAR PUSTAKA

Forteath, N., Wee, L. and Frith, M., (1993), Water Quality, in P. Hart and O’Sullivan (eds) Recirculation
System : Design, Construction and Management, University of Tasmania at Launceston, Australia.: 1-
22.,

Losordo et al. (1998), Effect of Stocking Density on Water Quality and Production of Red Tilapia in
Recirculated Water System, Aquacultural Engineering,: 1-22.

You might also like