Professional Documents
Culture Documents
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Tanah
Menurut Hary Christady Hardiyatmo (2002) dalam pandangan teknik sipil,
tanah adalah himpunan mineral, bahan organik, dan endapan-endapan yang
relative lepas (loose), yang terletak di atas batuan dasar (bedrock). Ikatan antara
butiran yang relative lemah dapat disebabkan oleh karbonat, zat organik, atau
oksida-oksida yang mengendap di antara partikel-partikel. Ruang antara partikel-
partikel dapat berisi air, udara ataupun keduanya. Proses pelapukan batuan atau
proses geologi lainnya yang terjadi di dekat permukaan bumi membentuk tanah.
Pembentukan tanah dari batuan induknya, dapat berupa proses fisik yang
mengubah batuan menjadi partikel-partikel yang lebih kecil, terjadi akibat
pengaruh erosi, angin, air, es, manusia, atau hancurnya partikel tanah akibat
perubahan suhu atau cuaca. Partikel-partikel mungkin berbentuk bulat, bergerigi
maupun bentuk-bentuk diantaranya. Umumnya, pelapukan akibat proses kimia
dapat terjadi oleh pengaruh oksigen, karbondioksida, air (terutama yang
mengandung asam atau alkali) dan proses-proses kimia lainnya. Jika hasil
pelapukan masih berada di tempat asalnya, maka tanah ini disebut tanah residual
(residual oil) dan apabila tanah berpindah tempatnya, disebut tanah terangkut
(transported soil).
Istilah pasir, lempung, lanau atau lumpur digunakan untuk menggambarkan
ukuran partikel pada batas ukuran butir yang telah ditentukan. Akan tetapi, istilah
yang sama juga digunakan untuk menggambarkan sifat tanah yang khusus.
Sebagai contoh, lempung adalah jenis tanah yang bersifat kohesif dan plastis,
sedang pasir digambarkan sebagai tanah yang bersifat tidak kohesif dan tidak
plastis.
Massausetts Institute of
>2 2-0,06 0,06-0,002 <0,002
Technology
U.S. Departement of
>2 2-0,05 0,05-0,002 <0,002
Agriculture (USDA)
American Association of
State Highway and
76,2- 2 2-0,075 0,075-0,002 <0,002
Transportation Officials
(AASHTO)
Unified Soil Classification
System (U.S. Army Corps of Halus (yaitu lanau dan
76,2-4.75 4,75-0,075
Engineers, U. S. Beureau of lempung) < 0,0075.
Hedamation)
Sumber: Das, 1995
(SNI 03-3637-1994)
Nilai-nilai dari berat volume tanah dari berbagai jenis tanah diberikan dalam
tabel di bawah ini.
Tabel 2.2 Berat Volume Tanah
γ𝑑 γ𝑏
Macam Tanah
(gram/cm³) (gram/cm³)
Pasir seragam, tidak padat 1,43 1,89
Pasir seragam, padat 1,75 2,09
Pasir berbutir campuran, tidak padat 1,59 1,99
Pasir berbutir campuran, padat 1,86 2,16
Lempung lunak sedikit organic - 1,58
Lempung lunak sangat organic - 1,43
(Sumber: Hardiyatmo, 2002)
2.6. Kadar Air dalam Tanah
Kadar air tanah ialah perbandingan berat air yang terkandung dalam tanah
dengan berat kering tanah tersebut. Kadar air tanah dapat digunakan untuk
menghitung parameter sifat-sifat tanah.
Persamaan yang digunakan untuk mendapatkan kadar air dalam tanah
adalah sebagai berikut.
(𝑊1−𝑊2)
Kadar air = (𝑊2−𝑊3) × 100% (2.3)
Di mana,
W1 = Berat loyang + berat tanah
W2 = Berat loyang + berat tanah setelah dioven
W3 = Berat loyang
(SNI 03-3637-1994)
Nilai-nilai dari kadar air dari berbagai jenis tanah diberikan dalam tabel di
bawah ini.
Tabel 2.2 Kadar Air dalam Tanah
𝑤
Macam Tanah
(100%)
Pasir seragam, tidak padat 32
Pasir seragam, padat 19
Pasir berbutir campuran, tidak padat 25
Pasir berbutir campuran, padat 16
Lempung lunak sedikit organic 70
Lempung lunak sangat organic 110
(Sumber: Hardiyatmo, 2002)
Di mana,
W1 = Piknometer + tanah
W2 = Piknometer + tanah + 2/3 air
W3 = Piknometer + air full
W4 = W1 - Wp
Wp = Piknometer
(SNI 03-3637-1994)
2.8. Batas Konsistensi (Atterberg)
Kosistensi merupakan kedudukan fisik tanah berbutir halus pada kadar air
tertentu. Menurut Atterberg batas-batas konsistensi tanah berbutir halus adalah
batas cair, batas plastis, batas susut.
Gambar 2.2. Batas-Batas Atterberg
Sumber: Hardiyatmo, 2002
Batas konsistensi tanah tersebut didasarkan kepada kadar air, diantaranya
sebagai berikut.
2.8.1 Batas Cair (Liquid Limit)
Batas cair (LL), didefinisikan sebagai kadar air tanah pada batas antara
keadaan cair dan keadaan plastis, yaitu batas atas dari daerah plastis. Batas cair
biasanya ditentukan dari uji Casagrande (1948).
Pengujian ini dimaksudkan untuk menentukan kadar air suatu tanah pada
keadaan batas cair. Pengujian ini dilakukan terhadap tanah yang berbutir halus
atau lebih kecil. Batas cair adalah kadar air minimum, yaitu sifat tanah berubah
dari keadaan cair menjadi keadaan plastis dengan kurva penentuan batas cair
tanah lempung sebagai berikut.
Di mana,
𝑊𝑐𝑖 = Kadar Air
V = Volume Mangkok Monel
𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡 𝐴𝑖𝑟 𝑅𝑎𝑘𝑠𝑎
Vs = Volume Tanah Kering = 13,6
19.05
# 10
# 20
# 40
# 100
# 200
#4
100
90
80
70
PERSEN LOLOS (%)
60
50
40
30
20
10
0
19.05
0.425
0.149
0.075
0.005
2
4.76
0.85
UKURAN BUTIR, mm
100
90
80
70
60
50
40
30
20
10
0
-10
100 Gambar 2.6
10 Kertas
10 semi-log
1 1untuk 0.1
menggambarkan
0.1 0.01 hasil 0.01
analisis
0.001 ayakan0.001
Sumber: Endah, 2005
2.9.1. Tanah Berbutir Kasar
Distribusi ukuran butir untuk tanah berbutir kasar dapat ditentukan dengan
cara menyaring. Tanah disaring lewat satu unit saringan standar. Berat tanah yang
tertinggal pada masing-masing saringan ditimbang, lalu persentase terhadap berat
kumulatif tanah dihitung.
Tabel 2.4. Saringan Standar Amerika
Ayakan/Saringan No. Diameter Lubang (mm)
4 4.750
6 3.350
8 2.360
10 2.000
16 1.180
20 0.850
30 0.600
40 0.425
50 0.300
60 0.250
80 0.180
100 0.150
140 0.106
170 0.088
200 0.075
270 0.053
Sumber: Hardiyatmo, 2002
2.10. Pemadatan
Prinsip-prinsip umum pada pemadatan yaitu tingkat pemadatan tanah diukur
dari berat volume kering tanah yang dipadatkan. Bila air ditambahkan kepada
suatu tanah yang sedang dipadatkan, air tersebut berfungsi sebagai unsur
pembasah (pelumas) pada partikel-partikel tanah. Karena adanya air, partikel-
partikel tanah tersebut akan lebih mudah bergerak dan bergeseran satu sama lain
dan membentuk kedudukan yang lebih rapat/padat (Das, 1995).
Tujuan dari pemadatan menurut Sembiring (2016) adalah:
1. Memperbaiki kuat geser tanah.
2. Mengurangi kompresibilitas tanah.
3. Mengurangi permeabilitas tanah.
4. Mengurangi perubahan volume sebagai akibat perubahan kadar air.
Salah satu uji pemadatan iala uji proctor di mana uji ini memiliki hubungan
yang pasti antara kadar air dan berat volume kering tanah padat. Untuk berbagai
jenis tanah pada umumnya, terdapat satu nilai kadar air optimum tertentu untuk
mencapai berat volume kering maksimumnya. Berat volume kering setelah
pemadatan bergantung pada jenis tanah, kadar air, dan usaha yang diberikan oleh
alat penumbuknya (Hardiyatmo, 2002).
Persamaan yang digunakan untuk mendapatkan nilai berat volume tanah
sesuai tes uji proktor adalah sebagai berikut.
Berat Tanah Lembab 𝑊2 −𝑊1
γmi = = 𝑉
(2.8)
Volume Cetakan
γmi
γdi = Wci (%) (2.9)
1+
100
γ
γzav = w(%)w 1 (2.10)
+
100 Gs
Di mana,
γmi = berat volume tanah lembab
γdi = berat volume kering
γzav = berat volume kering di mana pori tidak mengandung udara
γw = 1 gram/cm³ = 1 ton/m³ = 9,81 kN/m³
w₁ = berat cawan + tanah basah
w₂ = berat cawam + tanah kering
v = volume cetakan
Wci = kadar air
W = kadar air
Gs = Specific Gravity
(SNI 03-1742-1989)
2.11. Kuat Geser Tanah
Menurut Hary Christady Hardiyatmo (2002), parameter kuat geser tanah
ditentukan dari uji-uji laboratorium pada benda uji yang diambil dari lapangan
yaitu dari hasil pengeboran tanah yang dianggap mewakili. Beberapa faktor yang
mempengaruhi besarnya kuat geser tanah yang diuji di laboratorium adalah:
1. Berdasarkan kondisi asli: kandungan mineral dari butiran tanah, bentuk
partikel, angka pori dan kadar air, tegangan yang ada di dalam tanah.
2. Berdasarkan kualitas benda uji: perubahan tegangan selama pengambilan
contoh dari dalam tanah.
3. Berdasarkan cara pengujian yang dipilih: tekanan air pori yang ditimbulkan,
kriteria yang diambil untuk penentuan kuat geser, dan cara pengujian.
Pada uji geser langsung (direct shear), benda uji yang kering pada kedua
batu tembus air (porous) tidak diperlukan. Selama pengujian, perpindanan (ΔL)
akibat gaya geser dari setengah bagian atau kotak geser dan perubahan tebal (Δh)
perlu dicatat. Terdapat beberapa batasan atau kekurangan dalam uji geser
langsung, antara lain:
1. Tanah benda uji dipaksa untuk mengalami keruntuhan (failure) pada bidang
yang telah ditentukan sebelumnya.
2. Distribusi tegangan pada bidang kegagalan tidak uniform.
3. Tekanan air pori tidak dapat diukur.
4. Deformasi yang diterapkan pada benda uji hanya terbatas pada gerakan
maksimum sebesar alat geser langsung dapat digerakkan.
5. Pola tegangan pada kenyataannya adalah sangat kompleks dan arah dari
bidang-bidang tegangan utama berotasi ketika regangan geser bertambah.