Professional Documents
Culture Documents
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Sosial (S. Sos)
Diajukan Oleh:
Rif’at
NIM: 106033201192
DAFTAR ISI
ABSTRAKSI ………………………………………………………………………vi
vii
viii
A. Kesimpulan …………………………………………………….58
B. Saran-Saran …………………………………………………….59
LAMPIRAN-LAMPIRAN
vii
BAB I
PENDAHULUAN
mengadopsi berbagai pemikir politik di dunia, khususnya Islam sendiri dan telah
banyak melahirkan tokoh politik dalam berbagai bidang. Di antara tokoh politik
itu adalah Fachry Ali, dia dikenal sebagai tokoh pemikir pembaruan Islam,
pengamat politik, penulis buku, peneliti serta menjabat staf ahli dalam
di Fakultas Tarbiyah IAIN Jakarta dengan gelar sarjana muda. Lalu, kemudian
melanjutkan kembali studinya pada 1982 dalam bidang Sejarah dan Kebudayaan
Tanpa menafikan peran para pemikir muslim lainnya, Fachry Ali telah
Islam di Indonesia dengan bingkai teori ilmu-ilmu sosial. Dia telah membentuk
mengenai politik Islam. Seperti yang dijelaskan Fachry Ali dan Bahtiar Effendy
1
2
Indonesia Masa Orde Baru, dia memetakan empat gerbong yang tengah
pembaruan dimulai dengan dua tindakan yang saling erat kaitannya, yakni
berorientasi ke masa depan.3 Dan masih banyak lagi karya-karya dia dari awal
terbit sampai saat ini masih dipergunakan dan masih sangat relevan untuk
keagamaan dan politik Islam di Indonesia. Jadi bagi penulis tokoh Fachry Ali ini
penting untuk dikaji sebab dari karya-karya dia mempunyai pengaruh besar
fenomena keagamaan Islam dan dia juga mengkritik dan meneliti sejumlah
persoalan sosial-politik yang berkembang di Tanah Air. Selain itu, dia juga
Hidayat dan Bahtiar Effendy untuk terlibat dalam penelitian empiris dan
memahami lebih tajam mengenai Islam, ideologi negara dan masyarakat serta
2
Hanifudin Mahfuds, ”Mengharap Demokrasi di Indonesia Ditata Ulang,” Majalah
Dinamika, Edisi 05/tahun II, (Mei 2009), h. 9.
3
Fachry Ali, Golongan Agama dan Etika Kekuasaan: Keharusan Demokratisasi Dalam
Islam Indonesia, (Jakarta: Risalah Gusti, 1996), h. 339.
3
aktualisasi politik Islam menurut Fachry Ali. Di samping itu, penulis juga akan
mencoba mencari letak berdirinya Fachry Ali dalam pemikiran politik Islam.
Untuk itu, penulis tertarik mengkajinya melalui skripsi yang berjudul: ”Pemikiran
melebar, penulis akan membatasi pembahasan ini pada konsep pemikiran politik
Islam yang ditawarkan Fachry Ali dengan mengurai beberapa teori dan perspektif
yang diajukannya yang mempunyai pengaruh besar terhadap pemikiran Islam dan
menjadi rumusan penulisan ini adalah bagaimana pola pikiran politik mengenai
Islam khususnya dan bagaimana cara melepaskan diri dari nilai-nilai tradisional
rumusan ideal yang ditawarkan Fachry Ali soal politik Islam. Serta melakukan
analisis kritis terhadapnya. Sementara itu, manfaat penelitian ini adalah untuk
politik Islam.
4
depan.
Selain itu, tujuan penulisan skripsi Pemikiran Politik Islam Fachry Ali ini
juga sebagai upaya menghargai karya tokoh intelektual yang lahir dari kalangan
internal Fakultas Adab dan Humaniora dan Fakultas Tarbiyah UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta. Fachry Ali merupakan salah satu sosok yang layak
D. Metode Penelitian
penelitian, yaitu:
1. Studi Kepustakaan
bacaan meliputi buku-buku dan artikel yang ditulis Fachry Ali. Selain itu,
studi kepustakaan ini akan diperkaya dengan sejumlah data yang ada di
media massa seperti koran, majalah, dan jurnal yang berkaitan dengan
2. Wawancara Tokoh
Islam.
Ali. Pengumpulan data, pembahasan masalah, dan penulisan dalam skripsi ini
disesuaikan dengan standar penulisan karya ilmiah (skripsi, tesis, dan disertasi)
yang diterbitkan Center For Quality Development and Assurance (CeQDA) UIN
E. Sistematika Penulisan
Penelitian ini berjudul: Pemikiran Politik Islam Fachry Ali, pada bab I
sistematika penulisan. Uraian pada bab II, disajikan pemaparan dengan jelas
konsep dalam pemikiran politik Islam seperti, Islam dan negara, Islam dan politik.
Pada bab III, disajikan dengan jelas tentang riwayat hidup, latar belakang
pendidikan serta karya tulis ilmiah Fachry Ali. Di bab IV, penulis mengawali
Selain itu, pada bab IV ini penulis akan mengakhiri dengan analisis
yang menjadi fokus kajian serta merekomendasikan sejumlah saran terkait dengan
secara umum adalah adanya hubungan yang erat antara timbulnya pemikiran-
itu benar bagi suatu jenis atau madzhab pemikiran tertentu, dalam bidang
pemikiran apapun, hal itu bagi pertumbuhan dan perkembangan teori-teori politik
Islam. Hingga hal itu harus di lihat seakan-akan keduanya adalah seperti dua sisi
dari satu mata uang atau dua bagian yang saling melengkapi satu sama lain.1
Karena adanya hubungan antara dua segi, yaitu segi teoretis dan realistis,
maka jelaslah masing-masing dari kedua hal itu tidak dapat dipahami tanpa
keberadaan yang lain. Metode terbaik untuk mempelajari teori-teori ini adalah
historisnya yang sekaligus merupakan runtutan alami dan secara logis. Sehingga
dapat dipahami hakikat hubungan yang mengkaitkan antara dua segi tersebut,
mencapai kematangannya.2
Fachry Ali, merupakan salah satu tokoh yang turut meramaikan dunia
1
Muhammad Dhiauddin Rais, Teori Politik Islam, (Jakarta: Gema Insani, 2002), h. 1.
2
Ibid., h. 2.
7
8
yang terkonsentrasi pada bidang sejarah, tetapi dia berjasa besar dalam
ilmu sosial. Oleh karena itu, melalui pemikiran politiknya penulis akan mencoba
menguraikan satu persatu arah pikiran Fachry, yang tidak hanya memusatkan
tersebut pada akhirnya tidak hanya berkaitan dengan sistem negara, tetapi juga
berkaitan pada prilaku politik dan institusi politik dalam negara. Jadi hakekat
politik adalah prilaku manusia, baik berupa aktifitas ataupun sikap, yang bertujuan
menggunakan kekuasaan.3
Seringkali kita tidak peduli dengan apa yang dimaksud dengan politik
Islam dan Islam politik. Kedua istilah tersebut seringkali diidentifikasikan sama
padahal ketika orang berbicara tentang istilah politik Islam, kalau menurut Ahmad
Syafi’i Ma’arif mengatakan bahwa politik Islam adalah upaya untuk menjadikan
politik, yaitu untuk kepentingan seluruh bangsa tanpa melihat perbedaan agama
3
Abdul Muin Salim, Fiqih Siyasah: Konsep Kekuasaan Politik dalam Al-Qur’an
(Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2002), h. 37.
9
dan keyakinan hidup.4 Sedangkan islam politik tidak lain sebagai bagian dari
fragmen (peristiwa) politik yang dilakukan oleh orang atau suatu komunitas
berkaitan dengan sebuah rangkaian doktrin Islam yang bersifat universal dan
Islam politik yang lebih bersifat profan karena dapat berubah sesuai dengan
Islam, maka menurut Fachry Ali, definisi politik Islam dalam arti keIndonesian
4
Ahmad Syafi’i Ma’arif, Islam& Politik: Upaya Membingkai Peradaban (Cirebon:
Pustaka Dinamika, 1999), h. 70.
5
M. Alfan Alfian, “Islam Politik PPP,” Republika, 17 Desember 1998.
6
Fachry Ali dan Bahtiar Effendy, Merambah Jalan Baru Islam: Perkembangan
Pemikiran Islam Masa Orde Baru (Bandung: Mizan, 1986), h. 167.
10
dengan pendapat para ulama mujtahid.8 Definisi ini dipertegas lagi oleh
politik Islam yang dikemukakan oleh para tokoh Islam terbagi menjadi beberapa
bagian yaitu Islam substantif dan Islam fundamental. Di mana aliran substantif
7
Bahtiar Effendy, “Integrasi Studi Keagamaan dan Teori Ilmu Sosial,” Kompas Rabu, 16
Desember 2009.
8
Muhammad Iqbal, Fiqh Siyasah: Kontekstualisasi Doktrin Politik Islam (Jakarta: Gaya
Media Pratama, 2001), h. 5.
11
fundamental mendefinisikan politik Islam dalam arti penerapan asas dan nilai-
kenegaraan yang seperti apa yang harus dipakai oleh suatu negara. Dari beberapa
pemikiran para tokoh itu semua yang akhirnya mengarah pada karakter dan
tipologi politik Islam itu sendiri. Namun secara umum para pemikir membaginya
dunia Islam dewasa ini menjadi tiga tipe pertama, liberal (sekuler) yaitu negara
yaitu negara yang tidak menjadikan sebagai suatu kekuatan struktural (dalam
9
Munawir Sjadzali, Islam dan Tata Negara: Ajaran, Sejarah, dan Pemikiran (Jakarta:
UI-Press, 1990), h. 1-2.
10
A. Djazuli, Fiqh Siyasah: Implementasi Kemaslahatan Umat dalam Rambu-rambu
Syari’ah (Bogor: Prenada Media, 2003), h. 39.
11
M. Din Syamsuddin, Islam dan Politik: Era Orde Baru (Jakarta: PT. Logos Wacana
Ilmu, 2001), h. 116.
12
1. Tipologi Liberal
merdeka dan tidak terikat. Apabila diletakkan dalam konteks pemikiran, maka
seorang yang memiliki tipikal berfikir liberal adalah mereka yang bebas untuk
berfikir dan mengeluarkan pendapat serta merdeka tanpa harus terikat pada segala
bertindak.12
Pola liberal ini menekankan pemisahan antara agama dan negara, yang
manusia dan Tuhan. Para penganut tokoh ini beranggapan bahwa agama itu
bersifat universal sedangkan politik itu portikular (individu), maka dari itu antara
agama dan politik tidak bisa bersatu. Kelompok yang memisahkan agama dan
negara ini menekankan agrumentasi bahwa tidak ada ayat yang secara tegas
12
Listiono Santoso, Teologi Politik Gus Dur (Jogjakarta: Ar-Ruzz Jogjakarta, 2004), h.
89.
13
Tuhan kepada Nabi Muhammad SAW. Beliau hanya rasul yang membawa risalah
Tipologi seperti ini, tidak sejalan dengan apa yang dikonsepkan oleh
Fachry Ali, karena dalam salah satu karyanya yaitu Islam Pancasila dan
Pergulatan Politik, dia menulis bahwa paham liberal tidak sesuai dengan kondisi
paham liberal dalam arti kebebasan, yang dijadikan oleh orang-orang barat
Oleh karena itu, Islam di Indonesia menurut Fachry lebih baik sesuai
di Indonesia dengan masyarakat yang majemuk tidak bisa dielakkan dan tidak bisa
pengikutnya. Dan inilah yang memperjelas bahwa tipologi liberal tidak sesuai
13
Fachry Ali, Islam, Pancasila, dan Pergulatan Politik (Jakarta: Pustaka Antara, 1984),
h. 189-191.
14
2. Tipologi Fundamental
menunjuk sikap politik suatu kelompok yang ekstrim, fanatik dan keras kepala.
termasuk urusan politik atau kenegaraan. Argumen yang diberikan oleh kelompok
ini, bahwa nabi telah selesai dan telah memberikan garis panduan yang jelas
muncul secara tiba-tiba seperti disinyalir oleh para penulis di barat, yaitu sejak
Revolusi Iran, Afghanistan dan Lebanon. Berangkat dari sudut pandang diatas,
Ahmad Ibn Hanbal atau yang dikenal dengan pendiri madzhab Hanbali (780-855
rasionalis yang dipelopori oleh Mu’tazilah dan didukung oleh pemerintahan Bani
Abbas. Pemikiran rasionalis dinilai tidak Islami, karena terpengaruh oleh filsafat
Yunani, yang bertentangan dengan al-Qur’an dan as-Sunnah. Untuk itu, Imam
Sekitar tahun 1970-an, ada dua arus besar fundamentalisme Islam. Salah
14
Mohammad Nurkhaim, “Islam Responsif: Agama di Tengah Pergulatan Idiologi
Politik dan Budaya Global,” (Skripsi S1Universitas Muhammadiyah Malang, 2005), h. 102.
15
Ibid., h. 103.
15
Saudi, tetapi sejumlah asosiasi fundamentalis juga terus berlanjut dalam format-
(keadaan) dan prestise (masalah) yang lebih besar, dan dibeberapa wilayah,
lama.17
cukup radikal, yakni Abul A’la al-Maududi. Ia tidak hanya seorang pemikir, tetapi
Islam. Partai yang didirikannya adalah Jema’at Islami. Oleh para pengamat barat
16
John Obert Voll, Politik Islam: Kelangsungan dan Perubahan di Dunia Modern
(Jogjakarta: Titian Ilahi Press, 1997), h. 90.
17
Ibid., h. 356.
16
adalah Hasan al-Bana dan Sayyid Qutb. Dua tokoh ini adalah pemimpin tertinggi
syari’at Islam di Mesir yang memiliki jaringan luas di berbagai dunia Islam.18
bahwa dalam sebuah negara itu harus sesuai dengan syariat Islam baik dalam segi
politik, ekonomi, hukum, kultur, hubungan sosial, dan sampai kepada ranah
birokrasi kenegaraan pun harus sesuai dengan nash (ayat) yang dituliskan dalam
al-Qur’an dan al-Sunnah.19 Hal ini senada dengan pemahaman para cendikiawan
muslim Indonesia bahwa Islam fundamental ini bersifat tekstual sehingga dalam
mempraktekan Islam yang sesuai dengan kitab sucinya tidak dipahami secara
kontekstual atau diselaraskan dengan kondisi politik saat ini yang sudah
berkembang pesat.20
suku bangsa, dan adat istiadat, dan kepercayaan yang beragam, akan hancur bila
realitas saat ini yang disebutkan oleh Fachry bahwa isu terorisme, dan kekerasan-
kekerasan yang terjadi dan menimpa Indonesia saat ini justru menjadikan kondisi
18
Didin Saefuddin, Pemikiran Modern dan Postmodern Islam (Jakarta: PT. Grasindo,
2003), h. 6.
19
Fachry Ali, Islam, Pancasila, dan Pergulatan Politik (Jakarta: Pustaka Antara, 1984),
h. 5-7.
20
Munawir Sjadzali, Islam dan Tata Negara: Ajaran, Sejarah, dan Pemikiran (Jakarta:
UI-Press, 1990), h. 1.
21
Wawancara pribadi dengan Fachry Ali, Jakarta, 10 Mei 2011.
17
Pemikiran ini mengutarakan bahwa dalam Islam tidak ada aturan yang
pasti tentang masalah politik atau tata negara, namun ada prinsip atau asas yang
politik, tetapi sebagai rasul. Perlu diketahui, konsep kerasulan beliau tidak sebatas
menyampaikan pesan Allah (dakwah). Yang paling berat adalah menjadi contoh
dari suri-tauladan dalam melaksanakan Islam sebagai cara hidup (way of life).
Dalam masa yang singkat, beliau telah berhasil membuat perubahan dan reformasi
kesesuaian dimana budaya, pemikiran dan sosio-politik bangsa Arab maju dan
gemilang. Semua perubahan ini berlaku karena beliau telah membuat perancangan
dan program yang jitu dan bijaksana. Ini dapat dilihat bagaimana beliau berhijrah,
dan sosial umat Islam Madinah. Pengkaji-pengkaji politik Islam setuju dengan
Dari ketiga tipologi pemikiran politik Islam itu, Fachry Ali sebagai tokoh
intelektual Islam dia lebih condong kepada tipologi moderat reformis, karena hal
itu menurutnya lebih cocok untuk kondisi politik keIndonesiaan. Seperti apa yang
diungkapkan dalam salah satu karyanya Merambah Jalan Baru Islam, dia
mengatakan bahwa penganut sistem ini memandang bahwa sistem politik Islam
22
Abdul Sani, Lintasan Sejarah Perkembangan Modern dalam Islam (Jakarta: PT.
Grafindo Persada, 2003), h. 257.
18
berpolitik. Dan ini sudah cukup untuk mewarnai sistem politik Islam untuk
pemikiran Islam yang muncul di Indonesia sekitar tahun 1970-an.24 Gerakan ini
lahir dari tradisi modernisme Islam yang terdahulu dan telah cukup mapan di
Indonesia. Akan tetapi dia memakai pendekatan yang lebih khas dari sisi konsepsi
maupun aplikasi ide-ide. Begitu juga dalam pemikiran modernisme, lebih banyak
mengadopsi gagasan barat dalam perspektif pemikiran barat. Sehingga ada kesan
dan ekonomi antara pusat dan daerah, kota dan desa, kaya dan miskin, kaum
23
Despotik adalah pemerintahan yang hanya berdasarkan kekuasaan saja dan teokratik
adalah negara merupakan kepanjangan tangan dari otoritas Tuhan dalam mewujudkan kehendak-
Nya di muka Bumi ini.
24
Fachry Ali dan Bahtiar Effendy, Merambah Jalan Baru Islam, h. 17.
25
Sani, Lintasan Sejarah, h. 258.
19
terdidik dan tak terdidik, sektor modern dan tradisional dan lain-lain. Tesis
berfungsi sebagai ideologi yang berdasar nilai-nilai Islam yang dapat digunakan
pemikiran ideologi yang lebih jelas keberpihakannya, seperti Adi Sasono dan
sosial ekonomi dan politik menuju terciptaya masyarakat yang adil dan
membahas tentang relevansi antara Islam dan politik, Islam dan demokrasi. Begitu
pula Fachry Ali, dia memetakan antara kaitan Islam dengan demokrasi, dan Islam
dengan politik.
muslim, dibahas dalam dua pendekatan: normatif dan empiris. Pada dataran
26
Fachry Ali dan Bahtiar Effendy, Merambah Jalan Baru Islam, h. 160-161.
27
Ibid., h. 167.
28
Ibid., h. 161-162.
20
aksiomatis (yang sudah jelas kebenarannya). Karena Islam merupakan agama dan
risalah yang mengandung asas-asas yang mengatur ibadah, akhlak dan muamalat
mekanisme kerja antar anggota masyarakat serta simbol yang membawa banyak
nilai-nilai positif.29
kehidupan politik islam terutama yang berkembang di sebagian besar dunia Arab
manapun, telah mendorong mereka untuk berpendapat bahwa islam secara inheren
tidaklah sesuai dengan demokrasi. Bahkan, oleh sementara pihak, islam telah
tentang islam yang monolitis itu berasal dari pemahaman mereka yang terbatas
tentang sifat dan esensi islam, baik dalam tataran ide (sebagaimana terdapat dalam
29
Eko Taranggono, “IslamDemokrasi” artikel di akses pada 6 Juli 2011 dari
http://jurnalushuluddin.files.wordpress.com/2008/03/islamdemokrasi.pdf
30
Bahtiar Effendy, dkk, Agama Dan Dialog Antar Peradaban ( Jakarta: Paramadina.
1996), H. 87-91.
21
untuk memahami dunia. Jika pendapat ini bisa dibenarkan, maka islam
mudah untuk menerima premis ini. Dasar utamanya terletak pada ciri islam yang
persyaratan demokrasi.”31
aturan yang jelas dalam al-qur’an maupun hadis yang menyebutkan bantuk dan
sistem negara yang harus dijalankan masyarakat muslim. Begitu pula, tidak ada
aturan bagaimana mekanisme kekuasaan yang ada, apakah mesti ada pemisahan
eksekutif dan yudikatif. Pada masa Rasul semua kekuasaan, baik eksekutif,
legislatif maupun yudikatif berada ditangan Rasul. Sebab, semua yang dilakukan
rasul lebih untuk melaksanakan dan melindungi eksistensi risalah dan agama yang
31
Ibid., h. 91-98.
32
Masykuri Abdilah, “Gagasan dan Tradisi Bernegara dalam Islam: Sebuah Perspektif
Sejarah dan Demokrasi Modern,” dalam jurnal Taswirul Afkar, no. 7 (Jakarta, 2000), h. 98.
22
membandingkan Islam dengan demokrasi dalam arti sebagai sistem dan bentuk
pemerintahan adalah sesuatu yang tidak tepat. Sebab, Islam sendiri tidak pernah
Politik. Di mana antara Islam dan politik sulit untuk dipisahkan kalaupun
dipisahkan, justru hal ini akan mematikan kedua variabel itu, meskipun anggapan
antara Islam dan politik ini, tidak hanya terjadi di Indonesia saja, tetapi juga
negara-negara lain.
politik muslim pada tahun 1970-an dan 1980-an. Ruang lingkup kebangkitan
politik Islam mencakup seluruh dunia, dari Sudan sampai Indonesia. Kini, para
pemimpin pemerintahan Islam dan oposisi lebih suka menggunakan agama untuk
melegitimasi dan menggerakkan dukungan rakyat. Bahkan, para aktifis Islam kini
organisasi banyak pula yang merupakan partai-partai oposisi dan ada yang
33
Wawancara pribadi dengan Fachry Ali, Jakarta, 10 Mei 2011.
34
Fachry Ali, Islam, Pancasila, dan Pergulatan Politik (Jakarta: Pustaka Antara, 1984),
h. 2.
23
Maraknya politik Islam ini banyak disoroti oleh Barat sebagai tumbuhnya
fundamentalisme Islam. Istilah ini kurang pas bila diterapkan pada fenomena
Kristen dan Stereotip barat dan juga menyiratkan ancaman monolitik yang tidak
pernah ada.35 Muncul dan maraknya politik Islam ini tidak luput dari usaha
keduniaan. Mereka menganggap pemisahan tersebut tidak sesuai dengan ajaran al-
Qur’an yang mngajarkan pengikut Islam untuk berislam secara kaffah, yakni tidak
mereka tidak lagi melihat keterkaitan bahwa manusia adalah multi dimensional.
Pemisahan telah menyebabkan manusia dalam satu dimensi dan dapat diartikan
35
Jhon. L. Esposito, Ancaman Islam: Mitos atau Realitas (Bandung: Mizan, 1984), h.
18.
24
tampaknya tidak luput dari fenomena serupa. Fenomena itu telah mempengaruhi
dan ekonomi. Fenomena tersebut tentunya menarik untuk dikaji lebih mendalam.
yang berasal dari barat.36 Ajaran seperti ini juga diberlakukan di dunia yang
kultural. Islam politik secara umum dapat dipahami sebagai Islam yang
ditampilkan sebagai basis ideologi yang kemudian dalam bentuk partai politik,
atau Islam berusaha diwujudkan dalam kelembagaan politik resmi (eksekutif dan
legislatif). Sedangkan Islam kultural merujuk pada Islam yang hanya bergerak di
bidang dakwah, pendidikan, seni dan sebagainya tanpa sama sekali terlibat dalam
politik.
tentang hubungan agama dan negara. Dalam Islam sudah ada kesepakatan bahwa
sumber ajarannya adalah al-Qur’an, yang intinya memuat dua intisari ajaran yaitu
36
Ibid., h. 19.
37
Donald Eguene Smith, Agama dan Modernisasi (New Heaven: Yale University Press,
1974), h. 4.
25
aqidah dan syariah. Keduanya mempunyai hubungan yang erat. Tidak ada aqidah
yang memerintah dengan yang diperintah disebut siyasah. Disinilah Islam dan
politik berada.
Maka Islam dan politik itu, pada dasarnya tidak terpisahkan. Islam tidak
pernah memisahkan antara kegiatan profan dan sakral. Seperti halnya al-Ghazali
yang telah menghubungkan ilmu politik secara erat dengan agama. Karena
pegangan dari Nabi dan ucapan-ucapan yang ditingalkan oleh orang-orang yang
suci.38
38
Zainal Abidin Ahmad, Konsepsi Negara Bermoral Menurut Imam al-Ghazali ( Jakarta:
Bulan-Bintang, 1975 ), h. 120.
BAB III
Fachry Ali adalah termasuk salah satu tokoh nasional Indonesia paling
berpengaruh di panggung politik nasional saat ini dan diprediksi akan mempunyai
peran yang cukup signifikan dalam menentukan konfigurasi politik bangsa di masa-
kapabilitas dan ketokohannya oleh publik baik di bidang pemikiran ataupun sepak
terjang politiknya. Sehingga Fachry Ali yang lebih akrab dengan panggilan abang
Fachry ini menjadi tokoh yang diperhitungkan dalam kancah politik Indonesia saat
ini. Tentunya hal itu tidak semata-mata karena ia pernah menjadi mahasiswa IAIN
(Institut Agama Islam Negeri) kini UIN (Universitas Islam Negeri) Syarif
Hidayatullah Jakarta, akan tetapi karena ia berjasa dalam komitmen dan kontribusi
penelusuran yang mendalam atas latar teoritis dan latar belakang sosio-kultural,
26
27
ketergantungan.1
mulai dari tokoh-tokoh politik dunia hingga tokoh politik nasional, dari yang klasik
sampai kontemporer. Pada fase ini, Fachry berkenalan dengan beragam pemikiran
politik mulai dari yang paling kiri hingga yang paling kanan.
penghayatan ajaran agamanya, yaitu agama Islam. Tujuan tersebut tidak akan
1
Bahtiar Effendy, “Integrasi Studi Keagamaan dan Teori Ilmu Sosial,”Kompas Rabu, 16
Desember 2009.
2
HMI lahir ditengah-tengah suasana revolusi untuk mempertahankan kemerdekaan, yaitu
pada 5 Februari 1947 di kota Yogyakarta. Lafran Pane dan kawan-kawan merasa prihatin dengan
kondisi umat Islam saat itu yang terpecah-pecah dalam berbagai aliran keagamaan dan politik serta
jurang kemiskinan dan kebodohan. Oleh karena itu dibutuhkan langkah-langkah strategis untuk
mengambil peranan dalam berbagai aspek kehidupan. Kemudian didirikanlah wadah perkumpulan
mahasiswa Islam yang memiliki potensi besar bagi terbinanya insan akademik, pencipta, pengabdi
yang bernafaskan Islam dan bertanggung jawab atas terwujudnya masyarakat adil makmur yang
diridhoi Allah.
28
terlaksana kalau NKRI tidak merdeka, rakyatnya melarat. Maka organisasi ini harus
turut mempertahankan negara Republik Indonesia kedalam dan keluar, serta ikut
mulai bergelut dengan berbagai persoalan kebangsaan dan terlibat langsung dalam
konfrontasi gerakan mahasiswa dengan Orde Lama yang sedang harmonis dengan
kelompok komunis.
Fachry Ali dilahirkan di Susoh, Blang Pidie, Aceh Selatan pada 23 November
Islam (SRI) Banda Aceh sampai dengan kelas IV, kemudian dia hijrah ke kota Jakarta
bersekolah di Madrasah Tsanawiyah, Rawa Bambu, Pasar Minggu (tamat 1971) dan
melanjutkan ke jenjang yang lebih tinggi ke Sekolah Persiapan IAIN (SPIAIN) yang
Tarbiyah, Jurusan Bahasa Inggris, IAIN Jakarta, kini UIN Jakarta dengan
3
Mahasiswa sebagai agent of control, yaitu mahasiswa berfungsi sebagai kapten dari kapal
pemerintahan yang mengawasi penyimpangan-penyimpangan yang dilakukan oleh nahkoda
pemerintahan.
29
memperoleh gelar sarjana muda pada 1977. setelah itu, ia tidak melanjutkan
pendidikan lebih dan memilih berkerja di LP3ES sebagai Tenaga Pembina Lapangan
studinya di universitas yang sama, namun ia mengambil jurusan yang berbeda yaitu
doktoralnya pada 1985. Setelah memperoleh gelar doktoralnya dalam bidang Sejarah
dan Kebudayaan Islam, ia mulai meniti karirnya dengan berkerja menjadi Staf
Peneliti Program Penelitian LP3ES pada 1983-1987, berkat semangat dan usaha ia
dalam berkerja di LP3ES memberikan hasil yang memuaskan, sehingga pada 1987-
1989, ia dipercaya kembali oleh LP3ES kemudian menjabat sebagai Kepala Program
Penelitian LP3ES.
Australia. Dari universitas inilah, pada tahun 1994, ia meraih gelar Master of Arts
(MA) dalam bidang Sejarah dengan menulis tesis yang berjudul "The Revolts of the
Nations-State Builders : A Comparative Study on the Acehnese Darul Islam and the
Selain itu, tahun 1994-1995 Fachry memulai kembali karirnya kali ini, ia
mencoba menjadi penulis pemula bersama Prof. Fuad Hasan dan Prof. Nurcholish
Madjid tentang kebudayaan, di tahun 1996, Fachry menjabat Direktur Lembaga Studi
4
Biografi Fachry Ali yang ditulis dalam bukunya Islam, Pancasila, dan Pergulatan Politik.
30
dan Pengembangan Etika Usaha (LSPEU Indonesia) hingga sekarang, dan anggota
Penasehat Ahli Kapolri dalam bidang Politik tahun 1998 hingga sekarang. Ia juga
2003 hingga sekarang, di tahun 2005, ia juga menjadi anggota dan pengurus
(LP3ES) hingga sekarang. Tidak hanya itu, ia juga menjabat ketua Komite Kebijakan
aktif menulis berbagai makalah yang disajikan didalam maupun luar negeri serta
berbagai artikel dan kolom dibeberapa media massa Indonesia, ia juga telah
mempublikasikan sejumlah buku yang dikarangnya, dari buku yang ia karang, hanya
beberapa buku yang berbicara mengenai politik, di antaranya yaitu : (1) Islam
Pancasila Dan Pergulatan Politik (Jakarta: Pustaka Antara, 1984); (2) Islam,
Ideologi Dunia dan Dominasi Struktural (Bandung: Mizan, 1985); (3) Mahasiswa,
Negara dan Sistem Politik Indonesia (Jakarta: Inti Sarana Aksara, 1985); (4)
Merambah Jalan Baru Islam : Rekonstruksi Pemikiran Islam Masa Orde Baru
(Bandung: Mizan, 1986), bersama Bahtiar Effendy; (5) Refleksi Paham Kekuasaan
Jawa dalam Indonesia Modern (Jakarta: Gramedia, 1987); (6) Golongan Agama dan
Risalah Gusti, 1996), kemudian buku lainnya lebih membicarakan soal sejarah,
ekonomi, dan budaya, namun kajian tersebut selalu terkait dengan politik.5
Hampir semua buku mengenai politik yang ditulis Fachry Ali cakupan
bahasannya tidak jauh dari isu seputar sosial politik Islam di Indonesia. Dalam buku-
kekuasaan rezim orde baru di pentas politik nasional. Ini menunjukkan, pentingnya
ilmu sosial dalam memahami soal sosial keagamaan dan politik Islam. Hingga sampai
saat ini, Fachry mempunyai pengaruh besar dalam pemikiran Islam dan politik di
Indonesia. Maka dari itu, ia selalu mengamati dan mengkritisi kinerja pemerintahan
di Indonesia.
menulis karya tulis ilmiah, baik yang berbentuk buku maupun yang berbentuk artikel
tulis ilmiah Fachry pada umumnya ditulis dalam bahasa Indonesia dan sedikit saja
yang menggunakan bahasa asing, khususnya bahasa inggris. Sampai saat ini, Fachry
5
(1) Essai Politik Tentang Habibie (Jakarta: Balai Pustaka, 1998); (2) Gobel, Budaya dan
Ekonomi (Jakarta: LP3ES, 2001), bersama dengan Imam Ahmad dan kawan-kawan; (3) The Politics of
Central Bank (Jakarta: Lspeu Indonesia, 2003); (3) Defying the Cultural Logic: A Long Story about
Indonesian Democracy (Jakarta: Manuskrip tidak diterbitkan, 2006); (4) Membalik Logika Publik:
Sejarah Sosial CMNP (Jakarta: Lspeu Indonesia, 2007), bersama dengan Kholid Novianto, Budi
Santosa, dan Tawaf T. Irawan; (5) Kalla dan Perdamaian Aceh (Jakarta: Lspeu Indonesia, 2008),
bersama Suharso Monoarfa dan Bahtiar Effendy.
32
Indonesia dan dua buku berbahasa inggris dan hanya bebarapa buku saja yang
maupun internasional. Dan hanya beberapa buku saja yang bukan merupakan
kumpulan tulisan. Berikut ini ada beberapa buku yang penulis miliki terkait dengan
politik.
Pada 1984 Fachry Ali menulis buku berjudul Islam, Pancasila dan
Pergulatan Politik. Buku ini merupakan kumpulan tulisan yang pernah ditulisnya
sejak 1970-an sampai dengan 1980-an. Karena merupakan kumpulan tulisan, tidak
mengherankan bila pembaca akan menemukan pikiran dan analisa yang tidak terlalu
konsisten satu sama lain. Meskipun demikian, secara umum terdapat garis konsistensi
yang dihubungkan dengan agama (Islam) dan Pancasila di Indonesia. Maka dari itu,
kumpulan tulisan ini punya sedikit alasan diterbitkan dalam bentuk buku. Terutama
bila buku ini dikaitkan dengan masalah-masalah politik Indonesia dalam dekade
1980-an, karena pada waktu itu, Pancasila, dasar dan ideologi negara, dijadikan satu-
Tentu saja kemudian, kadar kualitas dari tulisan yang dibuat pada waktu itu
relatif sukar untuk dipertanggungjawabkan, itu semua dikarenakan hasil refleksi dari
ataupun teori politik yang di peroleh pada waktu itu lebih bersifat sekunder. Dengan
dasar lingkungan yang semacam itu, serta tanpa latar belakang teoritikal sama sekali
Yang menarik dari buku ini adalah penjelasan di bab ketiga yaitu Pancasila
dan Politik dalam bab ini Fachry menjelaskan masalah yang terkait dengan interaksi
sebagai sebuah sistem pemikiran bahkan juga sistem kepercayaan politis, namun di
instistusi lain yang mempunyai latar belakang sistem pemikiran yang secara formal
relatif berbeda.
dasar kenegaraan dan asas bagi setiap kelompok masyarakat ataupun organisasi sosial
politik lainnya. Pada bab ini, Fachry berusaha memberikan penjelasan menganai
betapa amat ruginya dunia politik Indonesia, jika peran agama didalamnya menjadi
hilang sama sekali akibat program Pancasilaisasi dunia politik secara menyeluruh.
Padahal nilai tersebut bisa di manfaatkan bagi program pembangunan politik yang
lebih akrab dengan niali-nilai dasar umum yang dikenal masyarakat Indonesia.
Pada 1985, Fachry Ali menulis buku berjudul Mahasiswa, Sistem Politik Di
Indonesia Dan Negara. Buku ini berusaha mendiskusikan beberapa masalah yang
beberapa kesempatan diskusi dan belum pernah dipublikasikan secara meluas, kecuali
namun, karena masalah yang dibahas secara terpisah dilihat dari perspektif kesadaran
dipertahankan. Buku ini disajikan dalam tiga bagian utama. Bagian pertama adalah
Pembangunan dan sistem Politik. Sedangkan bagian ketiga adalah Posisi Negara dan
Pembentukan Sosial. Ketiga bagian ini saling berinteraksi satu sama lain. Gerakan-
demikian, ketiga bagian yang disajikan dalam buku ini merupakan suatu penjelasan
Selanjutnya pada 1986, Fachry Ali bersama Bahtiar Effendy menulis buku
berjudul Merambah Jalan Baru Islam: Rekonstrusi Pemikiran Islam Indonesia Masa
Orde Baru. Buku ini merupaka analisis sosial-historis mengenai kondisi masyarakat
pemikiran Islam Indonesia. Penyelidikan dilakukan secara hait-hati mulai dari awal
pertautan antara Islam dengan kultur dan kepercayaan masyarakat pribumi sampai
kemerdekaan.
Baru pada masa Orde Baru diketengahkan arah pemikiran Islam Indonesia
Abdurrahman Wahid, M. Amien Rais, dan sejumlah tokoh lainnya yang dinilai telah
kesamaan subtabsial di mana keduanya tidak lagi terjebak pada aspek kecabangan
terasa, paling tidak, perhatian sejumlah pemikir muda masa Orde Baru menunjukan
menuntut agar melihat kembali nilai-nilai lama untuk dinyatakan urgensi dan
relavansinya.
pemahaman tentang Islam selama ini telah mampu menjawab berbagai persoalan
kemanusiaan universal, antara dunia yang terus berubah dengan hukumnya yang
profan dengan agama yang suci dan sakral? Bagaimana dampak positif jawaban
6
Fachry Ali dan Bahtiar Effendy, Merambah Jalan Baru Islam: Rekonstruksi Pemikiran
Islam Indonesia Masa Orde Baru (Bandung: Mizan, 1986), h. 297.
36
mereka terhadap bangsa Indonesia yang ikut merasakan persoalan tersebut? Melalui
pertanyaan ini, para pemikir muda masa Orde Baru mencari fomulasi pemikiran yang
Kemudian pada 1987, Fachry Ali menulis buku berjudul Refleksi Paham
Kekuasaan Jawa dalam Indonesia Modern. Sebuah buku yang menjadi obsesi
penulis, yang dipersiapkan dalam waktu yang lama secara perlahan-lahan, yang
diinspirasikan oleh penulis dalam tulisannya ”Sistem Kekuasaan Jawa dan Stabilitas
Politik” yang dimuat dalam harian Kompas tanggal 2 dan 3 Maret 1984. Buku ini
kekuasaan Jawa. Dalam hal ini, penulis menjelaskan bahwa sistem kekuasaan Jawa
berfungsi sebagai alat untuk mereintegrasikan sistem sosial dan nilai-nilai yang
konteks pandangan penguasa inilah, kajian yang dibahas dalam buku ini. Suatu usaha
untuk memahami pandangan para elite dan pemegang kontrol politik Orde Baru
7
Adi Prayitno, “Islam dan Negara: Telaah Pemikiran Bahtiar Effendy” (skripsi S1 Fakultas
Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Islam Negeri Jakarta, 2008), h. 15.
BAB IV
FACHRY ALI
80%nya adalah umat Islam, akan tetapi hal ini bukan berarti mengindikasikan
Indonesia sebagai negara Islam. Fachry Ali justru melihat kondisi Islam di
Indonesia sebagai agama yang mudah di terima oleh rakyat Indonesia, karena
melihat sejarah rakyat Indonesia, dimana rakyatnya yang lemah lembut, ramah
tamah, dan cinta akan perdamaian sehingga Islam sebagai agama rahmatan lil
alamin (rahmat bagi seluruh alam) yang memiliki prinsip-prinsip perdamaian bagi
Sikap inilah yang menjadi salah satu tolak ukur Fachry Ali dalam
pancasila dengan sikap yang plularisme. Maka dia, memberikan asumsi bahwa
sebagai negara Islam, akan tetapi yang diperlukan adalah menerapkan nilai-nilai
Kontribusi pemikiran politik Islam Fachry Ali ini telah dipaparkan secara
Unsur-unsur baru ini diperkenalkan kepada masyarakat dalam dua cara, yaitu
1
Wawancara pribadi dengan Fachry Ali, Jakarta, 10 Mei 2011.
37
38
dengan penemuan baru (invensi) yang terjadi dalam masyarakat itu dan masuknya
karena pengaruh dari dalam masyarakat itu sendiri ,maupun pengaruh dari luar
disengaja maka sulit ditentukan manajemennya, karena jalannya proses tidak bisa
diantisipasi, juga tidak jelas proses transformasi itu akan berakhir dan berapa
masyarakat akan sampai pada suatu stabilitas sosial baru, karena masyarakat tidak
(konversi dari suatu bentuk kebentuk yang lain)”.3 Terjadinya transformasi itu
timbul dari kajian historis, yang menyimpulkan bahwa selama kurang lebih dua
2
Adham Nasution, Sosiologi (Bandung: Pustaka Alumni, 1983), h. 155.
3
Kamus besar bahasa Indonesia
39
atau tiga abad terakhir telah terjadi perubahan fundamental dari masyarakat
lambat laun ciri agrarisnya menjadi jauh lebih menonjol dibandingkan dengan ciri
baharinya. Menonjol atau dominanya ciri agraris ini besar sekali pengaruhnya
mayoritas Islam.
lama dan bergabagai kerajaan di Bali, sampai lahirnya kerajaan Majapahit. Atau
bisa dikatakan bahwa, pada dasarnya, agama-agama itulah yang memberi dasar
keadaan geografis dan wilayah yang dimiliki oleh bangsa ini, telah membentuk
4
Fachry Ali dan Bahtiar Effendy, Merambah Jalan Baru Islam: Rekonstruksi Pemikiran
Islam Masa Orde Baru, (Bandung: Mizan, 1990), h. 17.
5
Masuknya agama-agama itu memang telah mentransformasikan aspek keagamaan
masyarakat Nusantara. Dari ajaran-ajaran animisme dan dinamisme yang tidak berbentuk atau
berstruktur ke arah ajaran-ajaran agama yang lebih berbentuk dan berstruktur.
6
Fachry Ali dan Bahtiar Effendy, Merambah Jalan Baru Islam, h. 19.
40
Namun dalam hal lain antara Islam dan transformasi masyarakat tidak
dengan politik hukum yang diterapkan oleh kekuasaan negara. Bahkan di balik
semua itu, berakar pada kekuatan sosial budaya yang berinteraksi dalam proses
pemahaman orang Islam terhadap hakikat hukum Islam telah berimplikasi dalam
berbeda dalam bidang pemikiran hukum Islam menurutnya dibagi menjadi empat
stigma hukum yang beriaku dikategorikan menjadi hukum adat, hukum Islam dan
hukum Barat. Sedangkan hukum Islam dilihat dari dua segi. Pertama, hukum
Islam yang berlaku secara yuridis formal, artinya telah dikodifikasikan dalam
7
Amak F.Z, Proses Undang-undang Perkawinan, (Bandung: Al-Ma’arif. 1976), h. 35-
48.
8
M. Atho Muzhar. Pengaruh Faktor Sosial Budaya terhadap Produk Pemikiran Hukum
Islam, dalam Jurnal Mimbar Hukum No. 4 tahun II (Jakarta: A1-Hikmah dan Ditbinbapera Islam,
1991), h. 21-30.
41
struktur hukuin nasional. Kedua, hukum Islam yang berlaku secara normatif yakni
terkait, seperti halnya hubungan hukum Islam dengan badan kekuasaan negara
yang mengacu kepada kebijakan politik hukum yang ditetapkan (adat rechts
politik yang berbasis kepada berbagai kelompok sosial budaya. Ketika elite politik
Islam memiliki daya tawar yang kuat dalam interaksi politik itu, maka peluang
Islam (para ulama, tokoh ormas, pejabat agama dan cendekiawan muslim) dengan
elite kekuasaan (the rulling elite) yakni kalangan politisi dan pejabat negara.
serta menjadikannya agama utama bangsa ini, merupakan suatu prestasi yang luar
biasa. Hal itu, terutama, jika dilihat dari segi geografis, di mana jarak Indonesia
dengan negara asal Islam, jazirah Arab, cukup jauh. Kini Islam relatif telah
berkembang di seluruh kepulauan Indonesia. Tetapi hal ini tidak berarti bahwa
9
Istilah Hukum Adat atau adatrecht pertama kali digunakan pada tahun 1906, ketika
Snouck Hurgronye menggunakan istilah ini untuk menunjukkan bentuk-bentuk adat yang
mempunyai konsekwensi hukum, lihat Ratno Lukito, Pergumulan Antara Hukum Islam Dan Adat
Di Indonesia, (Jakarta: INIS, 1998), h. 38.
10
Fachry Ali dan Bahtiar Effendy, Merambah Jalan Baru Islam, h. 28.
42
pada umumnya, proses Islamisasi tetap berlanjut dan pada kenyataannya hal itu
Maka Fachry Ali sebagai salah satu intelektual Islam sering menulis kaitan antara
Inggris civil society yang memiliki kandungan makna bagaimana sebuah negara
itu harus berlaku kepada masyarakat yang dinaunginya. Secara umum cita-cita
ideal dari masyarakat madani adalah memberikan sesuatu yang terbaik kepada
Namun istilah madani sendiri diterjemahkan dari bahasa Arab yaitu, al-
mujtama’ al-madani, yang diperkenalkan oleh Prof. Naquib al-Attas, seorang ahli
sejarah dan peradaban Islam dari Malaysia, pendiri ISTAC (Institute of Islamic
Thought and Civilization). Kata “madani” berarti civil atau civilized (beradab).
Madani berarti juga peradaban, sebagaimana kata Arab lainnya seperti hadlari,
tsaqafi atau tamaddun. Konsep madani bagi orang Arab memang mengacu pada
11
Ismail SM, Signifikansi Peran Pesantren dalam Pengembangan Masyarakat madani,
dalam Ismail SM dan Abdullah Mukti, Pendidikan Islam, Demokratisasi dan Masyarakat Madani
(Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2000),h. 180-181.
43
civilis, namun dengan pengertian yang identik dengan negara. Civil society
masyarakat.12 Sementara itu, umat Islam menerjemahkan kata civil society dengan
SAW di Madinah. Karena ciri-ciri kehidupan yang ideal pada masa Nabi
Fachry Ali juga menambahkan, bahwa konsep masyarakat madani ini telah
civil society yang berkembang di tanah air belakangan ini. Seperti kita ketahui,
wacana civil society berkembang di Indonesia sepanjang tahun 90-an. Hal ini
12
Tim ICCE UIN Jakarta, Pendidikan Kewargaan(Civic Education): Demokrasi, Hak
Asasi Manusia dan Masyarakat Madani, (Jakarta: Prenada Media, 2005), h. 243.
13
Hamim Thoha, Islam dan Civil society (Masyarakat Madani): Tinjauan tentang Prinsip
Human Rights, Pluralism dan Religious Tolerance, dalam Ismail SM dan Abdullah Mukti,
Pendidikan Islam, Demokratisasi dan Masyarakat Madani (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2000), h.
115-127.
14
. Wawancara pribadi dengan Fachry Ali, Jakarta, 10 Mei 2011
15
Fachry Ali dan Bahtiar Effendy bersama M. Dawam Rahardjo, M. Amin Rais,
Kuntowijoyo, Jalaluddin Rakhmat, Ahmad Syafii Maarif, Adi Sasono, AM. Saefuddin, Endang
Saifuddin Anshari dan Imaduddin Abdurrahim. Termasuk Nurcholis Madjid dan Abdurrahman
Wahid mereka masing-masing intelektual muslim tersebut oleh Fachry Ali dan Bahtiar Effendy
dikelompokkan ke dalam empat tipologi pemikiran, yaitu: neo-modernisme, sosialisme-demokrasi,
internasionalisme-universalisme, dan modernisme Islam yang mana dari keempat tipologi
pemikiran itu membicarakan diskursus tentang civil society, lihat Fachry Ali dan Bahtiar Effendy,
Merambah Jalan Baru Islam: Rekonstruksi Pemikiran Islam Indonesia Masa Orde Baru
(Bandung: Mizan, 1986), h. 297.
44
ini tidak hanya dibicarakan oleh masyarakat, melainkan juga oleh kalangan
terhadap otoritas realisme kekuasaan birokrasi seperti terjadi pada zaman Orde
Baru.
mengawinkan ajaran Islam dengan konsep civil society yang lahir di Barat pada
abad ke-18 dengan pelopornya Jhon Locke atau Thomas Hobbes. Konsep
Salah satu buktinya adalah saat reformasi. Menurut Fachry Ali, runtuhnya
negara Orde Baru lebih disebabkan kekuatan civil society, dalam hal ini NU dan
Muhammadiyah. Saat itu, kata Fachry, dua kekuatan tersebut menyatu melawan
memunculkan Amien Rais. Mereka bersatu sebagai kekuatan extra state melawan
16
Fachry Ali, “Pendidikan Kunci Utama Kebangkitan Bangsa Indonesia,” artikel diakses
pada 6 Juli 2011 dari
http://nu.or.id/page/id/dinamic_detil/1/4484/Warta/Pendidikan_Kunci_Utama_Kebangkitan_Bang
sa_indonesia.html
45
menuju real democracy, perlu ditegaskan sekaranglah momen yang tepat bagi
dalam menata kehidupan berbangsa dan bernegara. Dalam konteks ini, gagasan
civil society patut mendapatkan apresiasi dan elaborasi secara memadai, karena
dilihat dari kandungan maknanya yang dapat dijadikan sebagai dasar dalam
civil society tidak lagi sekedar dijadikan sebagai bahan perbincangan yang bersifat
Pada prinsipnya terdapat tiga arti utama dari kata ideologi, yaitu (1)
ideologi sebagai kesadaran palsu; (2) ideologi dalam arti netral; dan (3) ideologi
dalam arti keyakinan yang tidak ilmiah.17 Ideologi dalam arti yang pertama, yaitu
Ideologi juga dilihat sebagai sarana kelas atau kelompok sosial tertentu yang
17
Franz Magnis Suseno, Filsafat Sebagai Ilmu Kritis, (Jakarta: Kanisius, 1992), h. 230.
46
Arti kedua adalah ideologi dalam arti netral. Dalam hal ini ideologi adalah
keseluruhan sistem berpikir, nilai-nilai, dan sikap dasar suatu kelompok sosial
atau kebudayaan tertentu. Arti kedua ini terutama ditemukan dalam negara-negara
yang menganggap penting adanya suatu “ideologi negara”. Disebut dalam arti
digunakan dalam filsafat dan ilmu-ilmu sosial yang positivistik. Segala pemikiran
yang tidak dapat dibuktikan secara logis-matematis atau empiris adalah suatu
ideologi. Segala masalah etis dan moral, asumsi-asumsi normatif, dan pemikiran-
Dari tiga arti kata ideologi tersebut, yang dimaksudkan dalam pembahasan
ini adalah ideologi dalam arti netral, yaitu sebagai sistem berpikir dan tata nilai
dari suatu kelompok. Ideologi dalam arti netral tersebut ditemukan wujudnya
dalam ideologi negara atau ideologi bangsa. Hal ini sesuai dengan pembahasan
betapa ramainya arus lalu lintas di dalam masyarakat Indonesia. Oleh karena itu,
pancasila sebagai nilai tunggal yang universal serta mewakili setiap nilai-nilai
yang ada pada setiap suku bangsa Indonesia harus mendapat prioritas utama untuk
itu sendiri.18
18
Fachry Ali, Islam, Pancasila dan Pergulatan Politik (Jakarta: Pustaka Antara, 1984), h.
191.
47
keadilan sosial. Itulah, wujud dari relevansi Pancasila sebagai dasar wawasan
mendasar dan principal tentang peri kehidupan bangsa. Oleh karena itu sifat
pancasila harus di fahami dan dihayati dalam dua dimensi dasar. Yaitu, disamping
bersifat abstraktif ia juga bersifat reflektif dan pragmatis. Dalam konteks ini titik
Menurut Fachry Ali, refleksi merupakan suatu metode yang tepat, untuk
negara.21
solusi terhadap perjalanan ideologi negara ini sejak zaman Orde Lama, Orde Baru
hingga era Reformasi sampai saat ini, menurutnya masalah yang dihadapi bangsa
Indonesia adalah sesuatu yang dinamis. Dinamika ini ditandai oleh terdapatnya
hubungan erat antara agama dan pancasila yang selalu berbenturan dewasa ini
Secara historis ketegangan Pancasila dan Agama terjadi sejak negara ini
berdiri. Distorsi (penyimpangan) Pancasila pada waktu itu lebih pada dominasi
sama-sama bernaung dalam demokrasi Pancasila. Pada masa Orde Baru Pancasila
dan bukan atas dasar adanya “kebutuhan bersama”, membuat relasi harmoni itu
referensi tindakan bernegara dan berbangsa. Bahkan dalam kadar yang terbatas,
21
Ibid., h. 201.
49
Pancasila memang telah lahir pada 1 Juni 1945. Akan tetapi, menurut
Fachry Ali gagasan-gagasan yang tumbuh dalam kecamuk dan dinamika revolusi
(Fachry Ali), kata pancasila baru muncul, kembali dalam pidato Presiden
Soekarno pada 17 Agustus 1951, seperti yang dikompilasikan Herbeth Faith dan
wahana efektif dan fungsional bagi kehidupan modern Indonesia, yang pertama
Fachry Ali juga menyatakan bahwa Islam tidak identik dengan ideologi
tapi ajaran Islam sebagai nilai-nilai yang patut untuk direalisasikan. Sedangkan
22
Fachry Ali, “Religiositas Pancasila,” Republika, 3 Mei 2011.
23
Ibid.
24
Ibid.
50
posisi Islam bila dikaitkan dengan ideologi, maka akan banyak terjadi benturan-
Bila dilihat kaitan Islam dengan budaya, paling tidak ada dua hal yang perlu
diperjelas: Islam sebagai konsespsi sosial budaya, dan Islam sebagai realitas
budaya. Islam sebagai konsepsi budaya ini oleh para ahli sering disebut dengan
great tradition (tradisi besar), sedangkan Islam sebagai realitas budaya disebut
dengan little tradition (tradisi kecil) atau local tradition (tradisi lokal) atau juga
kerja manusia dalam rangka kehidupan masyarakat yang dijadikan milik manusia
dengan belajar.27
proses interaksi manusia dengan kitab yang diyakini sebagai hasil daya kreatif
pemeluk suatu agama tapi dikondisikan oleh konteks hidup pelakunya, yaitu
berbeda-beda walaupun agama yang mengilhaminya adalah sama. Oleh karena itu
25
Fachry Ali dan Bahtiar Effendy, Merambah Jalan Baru Islam : Rekonstruksi Pemikiran
Islam Indonesia Masa Orde Baru, (Bandung : Mizan, 1988), h. 178.
26
Azyumardi Azra, Konteks Berteologi di Indonesia: Pengalaman Islam (Jakarta:
Paramadina, 1999), h. 13.
27
Koentjaraningrat, Pokok-Pokok Antropologi Sosial (Jakarta: Penerbit Universitas,
1980), h. 170.
28
Clifford Geertz, Kebudayaan dan Agama (Yogyakarta: Kanisius, 1992), h. 13.
51
agama Kristen yang tumbuh di Sumatera Utara di Tanah Batak dengan yang di
yang tumbuh dalam masyarakat dimana pengaruh Hinduisme adalah kuat dengan
yang tidak. Demikian juga ada perbedaan antara Hinduisme di Bali dengan
Jadi ada pluralisme budaya berdasarkan kriteria agama. Hal ini terjadi
dapat berkreasi dalam kebebasan menciptakan pelbagai objek realitas dan tata
nilai baru berdasarkan inspirasi agama. Jika kita teliti budaya Indonesia, maka
budaya itu terdiri dari 5 lapisan. Lapisan itu diwakili oleh budaya agama pribumi,
Hindu, Buddha, Islam dan Kristen.30 Dalam hal ini penulis akan menjelaskan
waktu,kepekaan terhadap mana yang baik dan mana yang jahat dan melakukan
yang baik dan menjauhi yang jahat (amar makruf nahi munkar) berdampak pada
pertumbuhan akhlak yang mulia. Inilah hal-hal yang disumbangkan Islam dalam
29
Istilah ini dikemukakan oleh bapak Mircea Eliade — seorang antropolog sekaligus
filsuf yang pertama kali mengetengahkan gagasan tentang manusia sebagai “makhluk religius”
(Homo religiosus). Disebut seperti itu karena manusia sejak zaman purba cenderung mengikatkan
diri pada kesakralan. Mulai dari menetapkan tempat sakral; waktu-waktu sakral, sampai ritual
yang juga sakral.
30
Andito, Atas Nama Agama, Wacana Agama Dalam Dialog Bebas Konflik (Bandung:
Pustaka Hidayah, 1998), h. 77-79.
52
Proses akulturasi antara Islam dan Budaya lokal ini kemudian melahirkan
apa yang dikenal dengan lokal genius, yaitu kemampuan menyerap sambil
sehingga dapat dicapai suatu ciptaan baru yang unik, yang tidak terdapat di
wilayah bangsa yang membawa pengaruh budayanya. Pada sisi lain lokal genius
kemampuan mengintegrasi unsur budaya luar ke dalam budaya asli; dan memiliki
selanjutnya.31
dan budaya lokal dalam hal ini budaya Betawi telah memperkuat pernyataan-
budaya yang lain dan mengukuhkan Islam sebagai identitas tunggal dan total
masyarakat Betawi. Menurutnya, Islam dan mayarakat Betawi yang tidak dapat
telah menjadi ciri khas budaya lokal (Betawi) yang dikenali dan diakui bahkan
amat ditekankan dan ditegaskan oleh para penulis ataupun pengamat budaya
31
Soerjanto Poespowardoyo, Pengertian Lokal Genius dan Relevansinya Dalam
Modernisasi, “Kepribadian Budaya Bangsa (lokal genius)”(Jakarta: Pustaka Jaya, 1986), h. 28.
32
Fachry Ali, Arti Islam Bagi Masyarakat Betawi, pada Semiloka Kebudayaan Betawi,
Sabtu, 26 Juni 2010.
53
definisi yang berbeda mengenai hakikat politik yang dikenal dalam ilmu politik.33
Islam dan politik adalah dua suku kata yang sangat familiar. Dalam diskusi
dan kajian politik keduanya sering hadir secara bersamaan. Kedua istilah ini
malah melabelkan Islam untuk dipasangkan dengan kata politik Islam. Kedua
variabel ini tampak saling membutuhkan satu dengan yang lainnya. Seperti
ungkapan Fachry Ali ini seorang politikus non agama akan melihat agama sebagai
agama.34
agama-agama yang ada. Seperti yang dikatakan Fachry Ali, bahwa kebangkitan
bangsa adalah sebuah unfinished noble project (proyek mulia yang belum
terselesaikan). Penamaan proyek mulia menurut Fachry Ali demi untuk semangat
kebangkitan bangsa ini justru berangkat dari kesederhanaan hidup dan pemikiran
Wahidin Sudiro Husodo, pendiri Budi Utomo. Jika kita simak dari harapan-
harapan sederhana tokoh pendiri Budi Utomo ini, maka sesunguhnya makna dari
33
Prof. Miriam Budiardjo, Dasar-Dasar Ilmu Politik (Jakarta: PT. Gramedia Pustaka
Utama, 2006), h. 8-9.
34
Fachry Ali, Islam, Pancasila dan Pergulatan Politik (Jakarta: Pustaka Antara, 1984),
h. 2.
54
politik, ekonomi, sosial dan budaya. Apa yang telah berhasil kita raih hingga hari
ini masih merupakan bagian kecil dari tujuan itu, yaitu demokrasi politik.
Sementara gejala demokrasi ekonomi dan sosial-budaya masih sangat jauh dari
mata. Dan dilihat dari konteks ini, Fachry Ali tidak terlalu keliru jika ia
Fachry Ali melihat hubungan antara Islam dan aktualisasi politik ditandai
dengan adanya sebuah gerakan mahasiswa yang sangat erat terkait dengan suatu
sistem politik, menurutnya semakin longgar suatu sistem politik, akan semakin
semakin ketat suatu sistem politik, biasanya selalu diikuti oleh surutnya gerakan-
mahasiswa dan sistem politik terjalin dengan erat. Akan tetapi, sistem politik itu
sebagai lapangan kekuasaan yang terbuka. Dan karena itu setiap orang yang bisa
yang sangat menentukan. Karena negara berperan sebagai faktor yang paling
utama dalam mempengaruhi corak dan bentuk masyarakatnya. Dalam konteks ini,
politik massa tidak selalu signifikan. Sebab negara menjadi lebih kuat
35
Fachry Ali, The Unfinished Noble Project: Kebangkitan Bangsa, Politik – Ekonomi
Negara dan Globalisasi, dalam kuliah umum Fakultas Sastra Universitas Andalas Padang 5 Juni
2008.
36
Fachry Ali, Mahasiswa, Sistem Politik di Indonesia dan Negara (Jakarta: PT. Inti
Sarana Aksara, 1985), h. x.
55
ini sistem politik menjadi ketat. Dalam arti, unsur regulasi yang monoton, Fachry
Ali pun memberikan solusi yaitu, harus ada penekanan daripada refleksi dan
monoton—untuk gejala ini dikenal di negara kita sebagai “stabilitas politik dan
Dari perspektif inilah kita memahami mengapa suatu sistem politik di dalam
masyarakat yang semacam ini relatif gagal menciptakan sistem politik yang
refleksif.
Indonesia. Sudah saatnya sekarang, modus baru struktur politik harus diciptakan
ada. Jadi, struktur politik yang diharapkan adalah struktur politik murni dan
bersifat kekinian untuk proyeksi masa depan. Tidak sebaliknya, yang melulu
37
Ibid, h. xi.
56
bersemainya pemikiran politik Islam secara ringkas, padat dan jelas. Yaitu sebuah
analisis yang tajam dan didukung dengan data yang akurat membuat ia layak
Islam.
kurang tegas antara politik, Islam dan masalah sosial lainnya. Di hampir semua
peran dan fungsi yang berbeda. Di atas segalanya itu, Fachry Ali telah
mengerti dinamika masyarakat bangsanya. Maka dalam hal ini, kelihatan pulalah
bahwa ia sama sekali tidak melapaskan dirinya dari kesemuanya itu. Dengan jelas
38
Fachry Ali, Islam, Pancasila dan Pergulatan Politik (Jakarta: Pustaka Antara, 1984), h.
2-7.
57
pula terlihat bahwa ia dengan sadar menempatkan dirinya sebagai seorang pemikir
proses perubahan.
terbentuk perspektif pemikiran dan perhatian yang multi dimensi. Mulai dari
Islam, penjagaan budaya, sistem politik demokratis. Oleh karena itu, di sinilah
PENUTUP
A. Kesimpulan
pemikiran Fachry Ali di bab-bab terdahulu, pada momen ini sudah saatnya untuk
Islam. Dari eksplorasi yang cukup jauh, namun ringkas itu, memang tidak secara
eksplitif (tegas) ditemukan pemikiran Fachry Ali tentang hubungan yang ideal
antara Islam dan sejumlah persoalan sosial-politik yang berkembang di Tanah Air.
Walaupun Fachry Ali memang bukan pembuat kerangka politik Islam yang
sbelumnya merupakan item-item yang diambil dari sari-sari pemikiran Fachry Ali
dalam politik Islam. Memang selalu saja ada kritik, tetapi sebetulnya Fachry Ali
Ada dua hal penting yang bisa disampaikan dari pemikiran Fachry Ali
sosial-politik yang berkembang di Tanah Air, dan keduanya saling terkait satu
dari agenda modernisasi. Kondisi politik saat itu memang dilematis, akibat
strategi depolitisasi Islam oleh Orde Baru (Orba). Namun, kondisi tersebut
58
59
terbukanya ruang bagi transformasi Islam kultural, dalam hal ini pembaruan
pemikiran Islam.
modernisasi, bukan dari ruang luar kesadaran masyarakat, tetapi berangkat dari
potensi internal rakyat. Satu hal yang kemudian menjadi kritik atas pendekatan
serta siapa agen perubahan yang harus dirangkul guna menggerakkan berbagai
proyek kemajuan.
sebelum orang bisa bicara tentang kemampuan teori dan teknis dalam
mempelajari serta menganalisa berbagai gejala dan peristiwa politik di saat sistem
politik sedang berada dalam tahap pemantapannya. Namun, pada posisi itulah
Dalam konteks yang lebih spesifik, hubungan yang mulai integratif ini
setidaknya ditunjukan oleh landasan teologis politik Islam; tujuan politik Islam;
dan pendekatan politik Islam yang sudah diformat. Secara baru dengan
B. Saran-saran
di masa depan. Hal ini penting, sehingga tidak berimplikasi pada permusuhan
dan kritik para pembaca guna memperbaiki kesalahan atau kekurangan yang ada.
Selain itu penulis sendiri sadar bahwa karya ini merupakan buah pertama dari
Sebaliknya, kini dan nanti, komunitas politik Islam perlu memelihara dan
---------., Islam, Pancasila, dan Pergulatan Politik. Jakarta: Pustaka Antara, 1984.
---------., Mahasiswa, Sistem Politik di Indonesia dan Negara. Jakarta: PT. Inti
Sarana Aksara, 1985.
Andito. Atas Nama Agama, Wacana Agama Dalam Dialog Bebas Konflik.
Bandung: Pustaka Hidayah, 1998.
Ali, Fachry dan Effendy, Bahtiar. Merambah Jalan Baru Islam: Perkembangan
Pemikiran Islam Masa Orde Baru. Bandung: Mizan, 1986.
61
62
Biografi Fachry Ali yang ditulis dalam bukunya Islam, Pancasila, dan Pergulatan
Politik.
Effendy, Bahtiar, dkk. Agama Dan Dialog Antar Peradaban. Jakarta: Paramadina.
1996.
Esposito, Jhon. L. Ancaman Islam: Mitos atau Realitas. Bandung: Mizan, 1984.
Latno, Rukito. Pergumulan Antara Hukum Islam Dan Adat Di Indonesia. Jakarta:
INIS, 1998.
63
Prayitno, Adi. “Islam dan Negara: Telaah Pemikiran Bahtiar Effendy.” skripsi S1
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta, 2008.
Rais, Muhammad Dhiauddin. Teori Politik Islam. Jakarta: Gema Insani, 2002.
Sani, Abdul. Lintasan Sejarah Perkembangan Modern dalam Islam. Jakarta: PT.
Grafindo Persada, 2003.
Salim, Abdul Muin. Fiqih Siyasah: Konsep Kekuasaan Politik dalam Al-Qur’an.
Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2002.
64
Suseno, Franz Magnis. Filsafat Sebagai Ilmu Kritis. Jakarta: Kanisius, 1992.
Santoso, Listiono. Teologi Politik Gus Dur. Jogjakarta: Ar-Ruzz Jogjakarta, 2004.
Smith, Donald Eguene. Agama dan Modernisasi. New Heaven: Yale University
Press, 1974.
Sjadzali, Munawir. Islam dan Tata Negara: Ajaran, Sejarah, dan Pemikiran.
Jakarta: UI-Press, 1990.
Syamsuddin, M. Din. Islam dan Politik: Era Orde Baru. Jakarta: PT. Logos
Wacana Ilmu, 2001.
Taranggono, Eko. “Islam dan Demokrasi,” artikel ini diakses pada pada 6 Juli
2011 dari
http://jurnalushuluddin.files.wordpress.com/2008/03/islamdemokrasi.pdf
Thoha, Hamim. Islam dan Civil society (Masyarakat Madani): Tinjauan tentang
Prinsip Human Rights, Pluralism dan Religious Tolerance, dalam Ismail
65
Voll, John Obert. Politik Islam: Kelangsungan dan Perubahan di Dunia Modern.
Jogjakarta: Titian Ilahi Press, 1997.
DAFTAR ISTILAH
Sintesa Paduan berbagai pengertian atau hal supaya semuanya merupakan satu
kesatuan yang selaras.
Epistimologis Cabang dari filsafat yang menyelidiki sumber-sumber serta kebenaran
pengatahuan.
Universal Sifat yang umum.
Representasi Mewakili.
Rasionalis Orang yang mengutamakan rasio dalam bertindak atau dalam menghadapi
suatu masalah.
2
Rezim Pemerintahan.
Monolotik Bercorak.
Prediksi Ramalan.
Relasi Hubungan.
Pelik Jarang ada; langka; aneh; ganjil; unik; sukar; rumit; penting; dan patut
diketahui.
Refleksi Praduga; renungan/pemikiran/pertimbangan.
Varian Bermacam-macam.
Homo religiosus Istilah ini dikemukakan oleh bapak Mircea Eliade — seorang antropolog
sekaligus filsuf yang pertama kali mengetengahkan gagasan tentang
manusia sebagai “makhluk religius” (Homo religiosus). Disebut seperti itu
karena manusia sejak zaman purba cenderung mengikatkan diri pada
kesakralan. Mulai dari menetapkan tempat sakral; waktu-waktu sakral,
sampai ritual yang juga sakral.
4