You are on page 1of 17

LAPORAN PRAKTIKUM

PENGHITUNGAN DOSIS OBAT PADA ANAK


FARMASI
BLOK GENITOURINARY AND PERINATOLOGY

DISUSUN OLEH :
RIFADLY YUSRIL MAULANA
1618011159
KELOMPOK PRAKTIKUM 11

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS LAMPUNG
2018
Daftar Isi
Halaman Judul...........................................................................................................i
Daftar isi...................................................................................................................ii
Pendahuluan.............................................................................................................2
Tinjauan pustaka......................................................................................................4
Kasus......................................................................................................................14
Pembahasan dan Penulisan Resep..........................................................................15
Daftar Pustaka........................................................................................................17

1
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah


Resep adalah permintaan tertulis dari seorang dokter kepada apoteker untuk
membuat dan atau menyerahkan obat kepada pasien. Resep harus ditulis jelas dan
lengkap. Apabila resep tidak dapat dibaca dengan jelas atau tidak lengkap, apoteker
harus menanyakan kepada dokter penulis resep (Anief, 1994). Resep yang baik
(dapat dilayani secara tepat dan relatif cepat) harus ditulis lengkap dan jelas.
Penulisan resep yang tepat dan rasional merupakan penerapan berbagai ilmu.
Karena begitu banyak variabel-variabel yang harus diperhatikan, maupun variabel
unsur obat dan kemungkinan kombinasi obat, ataupun variabel penderitanya secara
individual. Resep yang tepat, aman, dan rasional adalah resep yang memenuhi 6
(enam) tepat yaitu memilih obatnya tepat sesuai dengan penyakitnya, diberi dengan
dosis yang tepat, dalam bentuk sediaan yang tepat, diberikan pada waktu yang tepat,
dengan cara yang tepat, dan untuk penderita yang tepat (Lestari, dkk., 2002).

Penggunaan obat yang tidak tepat, tidak efektif, tidak aman, dan juga tidak
ekonomis saat ini telah menjadi masalah dalam pelayanan kesehatan, baik di negara
maju maupun negara berkembang. Masalah ini dijumpai di unit-unit pelayanan
kesehatan misalnya di rumah sakit, Puskesmas, praktek pribadi, maupun di
masyarakat luas (Anonim, 2000).

Peresepan obat yang rasional sangat didambakan berbagai pihak, baik oleh
dokter, apoteker, maupun pasien, sehingga diperoleh peresepan obat yang efektif
dan efisien (Mundariningsih, dkk., 2007). Salah satu indikator keberhasilan
peresepan obat rasional di rumah sakit dan praktek dokter pribadi antara lain
persentase penggunaan antibiotik, persentase penggunaan obat generik, dan
persentase penggunaan obat esensial (ketaatan penggunaan formularium) benar-
benar diterapkan sesuai aturan (Anonim, 2006).

Ketidaktepatan pemakaian obat dalam klinik merupakan hal yang serius


karena kemungkinan dampak negatif yang mungkin terjadi misalnya tidak
tercapainya tujuan terapi (penyembuhan atau pencegahan infeksi), meningkatnya
efek samping obat, dan pemborosan dari segi ekonomi (Andriani, dkk., 2003).
Dalam penulisan resep terdapat titik-titik rawan yang harus difahami baik oleh
penulis maupun pembaca resep, resep harus ditulis dengan jelas dan lengkap untuk
menghindari adanya salah persepsi misalya penulisan resep yang tidak lengkap (
resep tanpa tanggal dan paraf dokter, tidak mencantumkan bentuk sediaan dan
aturan pemakaian yang jelas )

1.2 RumusanMasalah

2
Berdasarkanlatarbelakangdiatas, dapatditemukanbeberaparumusunmasalah,
yaitu :

1. Apakah yang dimaksuddengandosissertaapasajakahmacam-macamdosis


yang di pakaiuntukobat?

2.
Bagaimanacaramenghitungdosisdenganbenarberdasarkanrumusperhitunga
n yang sesuai?
3. Apasajakahmacam-macamdaribahansedianobat?

1.3 Tujuanmakalah
1. Untukmengetahuipengertiandanmacam-macamdosisobat
2. Untukmengetahuibahansedianobatapasaja yang di pakai
3. Untukmengetahuiperhitungandosisberdasarkanrumus yang sesuai

1.4 ManfaatMakalah
1. Mahasiswamampumengetahuipengertiandaridosissertamengetahuimacam-
macamdaridosisobat yang dipakai.
2. Mahasiswamampumengetahuimacam-macamdaribahansedianobat

3.
Mahasiswadapatmenghitungdosisobatberdasarkanrumusperhitungandosiso
bat yang sesuai.

3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1Definisi Dosis
Menurut Ketut (2007), kecuali bila dinyatakan lain maka yang dimaksud
dengan dosis obat adalah sejumlah obat (satuan berat, isi atau unit international)
yang memberikan efek terapi pada penderita dewasa. Untuk dapat menetapkan
dosis obat yang tepat, maka diperlukan pemahaman tentang macam-macam dosis
(dosis awal, dosis pemeliharaan dan dosis maksimal), cara penetapan dosis dan
faktor-faktor yang mempengaruhi penentuan dosis obat bagi penderita. Dosis yang
tertulis dalam resep merupakan jumlah obat yang diperlukan penderita secara
individual agar obat memberikan efek yang diharapkan (dosis terapi). Besarnya
dosis setiap obat yang tercantum dalam pustaka merupakan dosis lazim obat untuk
memberikan efek terapi pada individu, sehingga dosisnya harus disesuaikan. Faktor
yang sering dipertimbangkan untuk penentuan individual dosis terutama sifat
(fisika, kimia dan toksisitas) obat, bioavailabilitas obat dalam sediaan , kondisi
penyakit (kronis dan akut), kondisi penderita (anak, lansia, obesitas dll) serta cara
pemberian (oral, parenteral dan rectal).
Dosis adalah aturan penggunaan obat yang menunjukkan : Jumlah gram atau
volume obat (dalam ml atau ml/mg) & Berapa kali obat harus diberikan dalam
sehari atau selama masa terapi. Dosis harus sesuai dengan umur dan berat badan
pasien. Tata laksana yang digunakan merupakan obat yang harus dikonsumsi tepat
waktu sesuai aturan penggunaan, contoh aturan penggunaan: Tiga kali sehari berarti
obat diminum setiap 8 jam sekali, obat diminum sebelum atau sesudah makan. Jika
menggunakan obat bebas, ikuti petunjuk pada kemasan atau brosur/leaflet. Bila
pasien lupa meminum obat anjurkan pasien segera minum obat yang terlupa.
Abaikan dosis yang terlupa, jika waktu minum hampir mendekati dosis minum
berikutnya. Jika sudah demikian, pada keesokan hari kembali ke jadwal selanjutnya
sesuai aturan dokter awal. (Kemenkes, 2008)

Penggunaan dosis dapat dikelompokkan dalam beberapa jenis, namun perlu


dipahami pengertian sebenarnya dari dosis. Dosis obat adalah jumlah atau ukuran
yang diharapkan dapat menghasilkan efek terapi pada fungsi tubuh yang mengalami
gangguan/penyakit. Dosis obat harus diberikan pada pasien untuk menghasilkan
efek yang diharapkan tergantung dari banyak factor, antara lain: usis, massa tubuh,
jenis kelamin, luas permukaan tubuh, berat penyakit, adanya penyakit penyerta
(gagal ginjal-gangguan hati) dan keadaan daya tahan tubuh. (Mutschler, 1991)

Menurut Ganiswara (1995), respon terhadap dosis obat yang rendah biasanya
meningkat sebanding langsung dengan dosis efektif. Namun, dengan meningkatnya
dosis yang diberikan peningkatan respon akan menurun. Pada akhirnya, tercapailah
dosis yang tidak dapat meningkatkan respon lagi. Pada sistem tubuh yang sehat dan

4
ideal ataupun sistem in vitro hubungan antara konsentrasi obat dan efek obat
digambarkan dengan kurva hiperbolik pada EC50, dimana E adalah efek yang
diamati pada konsentrasi C. Selain itu, Emax adalah respon maksimal yang dapat
dihasilkan oleh suatu jenis obat. EC50 adalah konsentrasi obat yang dapat
menghasilkan 50% dari efek maksimal obat.

2.2 Macam Dosis

Menurut Dewi (2010), jenis-jenis dosis berdasarkan besarnya dosis suatu jenis
obat yang sama yang dipengaruhi oleh umur, berat badan, jenis kelamin, waktu
pemberian obat, bentuk sediaan obat dan cara pemberian obat. Macam-macam
dosis teresebut, antara lain:

a. Dosis Terapi adalah dosis yang diberikan dalam keadaan biasa dan dapat
menyembuhkan orang sakit.
b. Dosis Maksimum merupakan batas dosis yang relatif masih aman yang
diberikan kepada penderita. Dosis terbesar yang dapat diberikan kepada
orang dewasa untuk pemakaian sekali dan sehari .
c. Dosis Toksik adalah dosis yang diberikan melebihi dosis terapeutik,
sehingga dapat menyebabkan terjadinya keracunan obat
d. Dosis Letal (Lethal dose) yaitu dosis atau jumlah obat yang dapat
mematikan bila dikonsumsi. Bila mencapai dosis ini orang yang
mengkonsumsi akan mengalami kelebihan dosis (Over dose)
e. Initial Dose merupakan dosis permulaan yang diberikan pada penderita
dengan konsentrasi/kadar obat dalam darah dapat dicapai lebih awal.
f. Loading Dose adalah dosis obat untuk memulai terapi, sehingga dapat
mencapai konsentrasi terapeutik dalam cairan tubuh yang menghasilkan
efek klinis.
g. Maintenance Dose adalah dosis obat yang diperlukan untuk memelihara
dan mempertahankan efek klinik atau konsentrasi terapeutik obat yang
sesuai dengan regimen dosis. Diberikan dalam tiap obat untuk
menggantikan jumlah obat yang dieliminasi dari dosis sebelumnya.
Penghitungan dosis pemeliharaan yang tepat dapat mempertahankan suatu
keadaan stabil konsentrasi obat di dalam tubuh.

Adapula yang menggolongkan jenis dosis berdasarkan istilah yang


berhubungan, diantaranya: (Guzman, 2011)

1 Dosis Tunggal (ED) : pemberian tunggal lazim/berkhasiat secara terapeutik

5
2 Dosis Tunggal Maksimum (EMD) : pemberian tunggal maksimum

3 Dosis Harian (TD) : besar konsentrasi obat yang lazim dipakai dalam 24
jam

4 Dosis Harian Maksimum (TDM) : dosis maksimum dalam 24 jam

5 Dosis Normal (ND) : dosis yang sesuai dengan dosis tunggal umumnya

6 Dosis Letal (LD) : dosis yang mematikan

7 Dosis Inisial : dosis yang diberikan pada awal suatu terapi sampai tercapai
kadar kerja yang diinginkan secara terapeutik

8 Dosis Pemeliharaan: dosis yang harus diberikan selanjutnya setelah


tercapainya kejenuhan untuk memelihara kerja serta konsentrasi jaringan

2.3 Bentuk Sediaan Obat (BSO)


BSO merupakan bagian dari suatu sistem penghantaran obat.Sistem
penghantaran obat merupakan suatu sistem atau cara untuk membawa,
menghantarkan dan melepaskan obat pada tempat aksi / tempat pelepasan dengan
aman, efektif dan efisien.Pengertian “aman” dalam hal ini dimaksudkan bahwa efek
obat yang tidak diinginkan (adverse effect) dapat diminimalkan, dan juga bahwa
zat aktif dilindungi dalam perjalanannya menuju lokasi aksi/pelepasan.

2.3.1. Bentuk Sediaan Solid

Bentuk sediaan solid merupakan BSO yang memiliki wujud padat, kering,
mengandung satu atau lebih zat aktif yang tercampur homogen.
Bentuk sediaan solid memiliki suatu keunggulan jika dibandingkan dengan bentuk
sediaan liquid, yaitu bahwa dengan keringnya bentuk sediaan tersebut, maka bentuk
sediaan tersebut lebih menjamin stabilitas kimia zat aktif di dalamnya, sedangkan
kelemahan dari bentuk sediaan ini adalah: pada penggunaan oral (telan), pemberian
bentuk sediaan ini pada beberapa pasien terasa cukup menyulitkan, perlu disertai
dengan cairan untuk dapat ditelan dengan baik.

Jika dibandingkan dengan bentuk sediaan semisolid, dalam pemakaian topical,


maka bentuk sediaan solid ini memiliki keunggulan bahwa pemberiannya cukup
ditaburkan pada kulit dengan area permukaan yang luas, sedangkan kelemahannya
adalah bahwa serbuk lebih cepat hilang dari permukaan kulit / waktu tinggal pada
permukaan kulit tidak lama.

6
Banyak ragam bentuk sediaan solid dalam dunia kefarmasian, antara lain: serbuk,
tablet, kapsul, pil, suppositoria.

a. SERBUK

Serbuk, dalam dunia kefarmasian, ada yang berfungsi langsung sebagai bentuk
sediaan, ada yang berfungsi sebagai bahan penolong bagi bentuk sediaan yang lain.

Yang berfungsi langsung sebaga bentuk sediaan, lebih dikenal dengan istilah
sediaan serbuk. Sediaan serbuk ini dibedakan menjadi 2, yaitu :
1. Pulveres / puyer à serbuk terbagi
Pulveres biasa diberikan dalam suatu resep racikan. Pulveres merupakan
sediaan padat yang berbentuk serbuk, yang dikemas dalam beberapa
bungkus kertas perkamen, sesuai dengan jumlah yang tertulis pada resep,
biasa digunakan untuk pemakaian oral.
2. Pulvis à serbuk tidak terbagi
Pulvis merupakan sediaan serbuk tidak terbagi, yang biasanya
dimaksudkan untuk pemakaian luar / ditaburkan (pulvis
adspersorius=serbuk tabur)

b. TABLET
Tablet merupakan sediaan padat yang kompak, mengandung satu atau lebih zat
aktif, mempunyai bentuk tertentu, biasanya pipih bundar, yang dibuat melalui
proses pengempaan atau pencetakan. Kaplet merupakan modifikasi bentuk dari
tablet yaitu tablet yang berbentuk kapsular,

Menurut lokasi pelepasan zat aktif , tablet dapat dibedakan menjadi:


1. Tablet oral
Tablet oral adalah tablet yang dimaksudkan untuk ditelan, sehingga tablet
akan terdisintegrasi dalam saluran cerna
2. Tablet buccal
Tablet ini diletakkan pada rongga mulut, antara gusi dan mukosa pipi
(diaplikasikan secara topical pada selaput mukosa mulut) untuk
mendapatkan onset yang cukup cepat dan mengingat bahwa zat aktif mudah
terdegradasi oleh asam lambung
3. Tablet sublingual
Tablet ini diletakkan di bawah lidah secara topical, dengan maksud yang
sama dengan aplikasi tablet buccal. Namun mengingat struktur sel yang
lebih renggang, maka absorpsi obat pada sublingual relative lebih cepat
daripada di daerah buccal, sehingga onset diperkirakan dapat lebih cepat.

7
Kelemahan dari penempatan di bawah lidah ini adalah kondisi anatomis
bawah lidah yang dapat mengakibatkan resiko cepat hilangnya zat aktif
sebagai akibat sekeresi dan mobilisasi saliva.

Berdasar keberadaan salut, tablet dapat dibedakan menjadi:

1. Tablet tak bersalut (uncoated tablets)


Tablet ini tidak ada penyalutan sama sekali, sehingga hanya mengandalkan
kelicinan permukaan tablet hasil pengempaan. Jika zat aktif mudah larut air
dan berasa pahit, jika tablet kontak dengan saliva, rasa pahit tidak akan bisa
ditutupi. Hal ini menjadi tidak akomodatif untuk anak-anak.

2. Tablet bersalut gula (sugar coated tablets = dragee)


Dari istilahnya, dapat diketahui bahwa tablet tersebut disalut dengan gula
dengan desain dan proses penyalutan tertentu. Tujuan penyalutan gula lebih
pada untuk menyamarkan rasa dan bau, melindungi terhadap radiasi UV
matahari (yang dapat memberikan reaksi degrdasi pada zat aktif yang
peka), selain memberikan rasa manis dan warna yang menarik yang
membantu proses pemberian obat, terutama untuk anak-anak. Mengingat
penyalutan dilakukan berkali-kali, maka tablet salut gula terlihat bervolume
sedikit lebih besar, sebagai akibat tebalnya penyalutan gula tersebut. Hal
yang perlu diperhatikan adalah bahwa tablet salut gula tidak sesuai jika
diberikan kepada pasien yang menderita diabetes maupun pada pasien yang
melakukan diet rendah gula. Selain itu sifat hiroskopisitas dari gula perlu
dipertimbangkan terutama dalam mendesain kemasan maupun
memberikan instruksi penyimpanan, agar terhindar dari lembab.

3. Tablet bersalut film (film coated tablets)


Saat ini mulai dikembangkan tablet bersalut film sebagai komplemen dari
salut gula. Film penyalut terbuat dari polymer yang aman dimakan (edible),
namun tidak berasa. Penyalutan dengan film menghasilkan tablet yang
mengkilap, licin, namun masih menunjukkan bentuk dan warna asli dari
tablet inti. Karena penyalutan tidak perlu berkali-kali, maka volume tablet
salut film tidak berbeda jauh dari tablet intinya. Tablet (atau kaplet) salut
inti sesuai diberikan untuk pasien diabetes maupun pasien dengan diet
rendah gula. Jika salut film transparan, maka penyalutan tidak dapat
menghindarkan tablet dari paparan UV matahari.

4. Tablet bersalut enterik (enteric coated tablets)


Tablet ini dimaksudkan untuk mengalami pelepasan zat aktif yang tertunda.
Zat aktif pada dasarnya tidak boleh terlepas pada saat tablet berada di
lambung, karena kemungkinan bahwa zat aktif tersebut mudah rusak oleh
asam lambung atau memberikan efek iritasi yang tidak dikehendaki pada
lambung. Salut enteric ini dibuat sedemikian rupa sehingga salut tersebut
tahan terhadap pH asam (di lambung), namun akan rusak terhadap pH basa

8
(di usus). Mengingat konsep ini, maka jika pasien akan mengkonsumsi
tablet jenis ini, perlu dipastikan bahwa pasien tersebut tidak mengkonsumsi
tablet ini bersamaan dengan makanan/minuman yang bersifat basa.

c. KAPSUL
Yang menjadi ciri khas dari sediaan solid ini ini adalah adanya cangkang yang
terbuat dari gelatin atau selulosa, yang digunakan untuk mewadahi sejumlah serbuk
zat aktif atau cairan obat dan untuk menutupi rasa dan bau yang ditimbulkan oleh
zat aktif.
Kapsul dibedakan menjadi dua yaitu:
1. Kapsul keras
Cangkang kapsul keras terdiri dari dua bagian terpisah yaitu badan dan
tutup, yang dapat disatukan. Kapsul keras digunakan untuk memfasilitasi
satu atau lebih zat aktif dalam bentuk serbuk padat yang tercampur
homogen dengan eksipien, yang dibuat baik dalam skala racikan ataupun
industry. Karena cangkang kapsul keras kebanyakan terbuat dari gelatin
maka penyimpanan kapsul harus dihindarkan dari lembab, dan serbuk yang
akan dikapsul perlu dipastikan bukan serbuk yang higroskopis, atau
deliquescent, atau efflorescent.

2. Kapsul lunak
Kapsul lunak digunakan untuk mengakomodasi cairan-cairan non aqueous,
seperti misalnya: minyak, gliserin karena kapsul tersegel penuh dan tidak
terdiri dari bagian-bagian yang terpisah. Namun, kapsul lunak harus
diproduksi dalam skala industry (manufacturing scale) untuk menjamin
kualitas integritas penyegelan penuh (full sealing) pada kapsul lunak
tersebut.
d. PIL
Pil merupakan sediaan solid yang berbentuk bulat dengan berat sekitar 100-500 mg,
biasanya 300 mg, mengandung satu atau lebih zat aktif. Sediaan padat bulat dengan
masaa < 100 mg dikenal dengan istilah granul, sedangkan yang lebih dari 500 mg
dikenal dengan istilah boli (untuk hewan ternak)
e. SUPPOSITORIA
Suppositoria merupakan sediaan padat yang mengandung satu atau lebih bahan obat
yang larut ataupun terdispersi pada bahan pembawa, dimaksudkan untuk
pemakaian luar (pada rongga tubuh), berbentuk torpedo (per anal), atau elips (per
vaginal) atau batang (per urethral).

9
2.3.2 Bentuk Sediaan Liquid
Bentuk sediaan liquid merupakan sediaan dengan wujud cair, mengandung satu
atau lebih zat aktif yang terlarut atau terdispersi stabil dalam medium, yang
homogen pada saat diaplikasikan
Bentuk sediaan liquid dalam konsistensi cairnya, memiliki keunggulan terhadap
bentuk sediaan solid dalam hal kemudahan pemberian obat terkait sifat kemudahan
mengalir dari sediaan liquid ini. Selain itu, dosis yang diberikan relative lebih
akurat dan pengaturan dosis lebih mudah divariasi dengan penggunaan sendok
takar. Namun, bentuk sediaan ini tidak sesuai untuk zat aktif yang tidak stabil
terhadap air. Dengan kemasan botol dan penggunaan sendok takar untuk sediaan
oral, maka tingkat kepraktisan bentuk sediaan ini relative lebih rendah jika
dibanding bentuk sediaan solid.
Untuk pemakaian topical, keunggulan bentuk sediaan liquid, jika dibanding bentuk
sediaan solid maupun semisolid, terletak pada daya sebar dan bioadhesivitasnya,
selama viskositasnya optimum. Namun terkait daya lekat dan ketahanan pada
permukaan kulit, bentuk sediaan liquid relative lebih rendah jika dibanding bentuk
sediaan semisolid. Hal ini terutama berhubungan dengan tingkat viskositas dari
kedua bentuk sediaan tersebut.
Ragam bentuk sediaan liquid yang akan didiskusikan dalam modul ini adalah
larutan, emulsi dan suspensi.
a. LARUTAN
Larutan merupakan sediaan liquid yang mengandung satu atau lebih zat
aktif (solute) yang terlarut dalam medium/pelarut/solvent yang sesuai.
Medium/pelarut/solvent yang universal adalah air. Namun demikian, ada
berbagai jenis solvent lain yang digunakan, antara lain minyak dan etanol.

b. EMULSI
Emulsi dan suspensi tergolong dalam sistem dispersi, yang artinya bahwa
bahan tidak larut dalam medium, namun hanya tersebar merata dalam
medium.Emulsi merupakan sediaan liquid yang mengandung satu atau
lebih zat aktif, yang berada dalam 2 atau 3 jenis cairan yang tidak saling
menyatu, namun terdispersi homogen, yang distabilkan oleh suatu
emulgator. Zat aktif dalam sediaan ini dapat berupa minyak, atau solid yang
terlarut dalam salah satu fase dalam sistem dispersi ini.
Dalam emulsi dikenal istilah fase dispers dan medium pendispersi. Ada dua
jenis tipe emulsi secara umum, yaitu:
1. Tipe air/minyak (A/M)
Tipe A/M berarti air (fase terdispersi) terdispersi dalam minyak
(medium)
2. Tipe minyak/air (M/A)

10
Tipe M/A berarti minyak (fase terdispersi) terdispersi dalam air
(medium)

c. SUSPENSI
Suspensi merupakan sediaan yang merupakan sistem dispersi dari partikel
zat aktif solid yang memiliki kelarutan yang rendah pada medium. Yang
diharapkan dari suatu sediaan suspensi adalah bahwa sistem terdistribusi
homogen saat digunakan.

2.3.3 Bentuk Sediaan Semi Solid


Bentuk sediaan semisolid memiliki konsistensi dan wujud antara solid dan liquid,
dapat mengandung zat aktif yang larut atau terdispersi dalam pembawa (basis).
Bentuk sediaan semisolid biasanya digunakan secara topical, yaitu diaplikasikan
pada permukaan kulit atau sleput mukosa. Namun demikian sediaan topical tidak
harus semisolid.
Bentuk sediaan semisolid jika dibandingkan dengan bentuk sediaan solid dan
liquid, dalam pemakaian topical, memiliki keunggulan dalam hal adhesivitas
sediaan sehingga memberikan waktu tinggal yang relative lebih lama.Selain itu
fungsi perlindungan terhadap kulit lebih nampak pada penggunaan sediaan
semisolid. Namun, sediaan semisolid tidak umum diaplikasikan dalam area
permukaan kulit yang luas, sebagaimana halnya sediaan solid maupun liquid.
Kemudahan pengeluaran dari kemasan primer juga menjadi pertimbangan yang
harus diantisipasi dalam desain sediaan semisolid, terutama semisolid steril
(contoh: salep mata), terkait dengan viskositas yang dimiliki oleh sediaan tersebut.

Variasi sediaan semisolid yang umum dalam dunia kefarmasian adalah: salep
(unguenta), cream, gel dan pasta.
A. SALEP
Salep merupakan sediaan semi solid yang mengandung satu atau lebih zat
aktif yang larut atau terdispersi dalam basis salep yang sesuai.Salep
memiliki criteria sebagai berikut:

1. Aman (tidak toksik, tidak iritatif)


2. Efektif dan efisien
3. Stabil dalam penyimpanan
4. Basis salep mampu membawa zat aktif dan melepaskannya pada
tempat aksi
5. Memiliki viskositas dan daya sebar sedemikian rupa sehingga mudah
dikeluarkan dari kemasan dan mudah dioleskan secara merata

B. CREAM
Cream merupakan sediaan semisolid yang menggunakan basis emulsi,
dapat bertipe A/M ataupun M/A, dapat mengandung zat aktif (obat) atau

11
tidak mengandung zat aktif (kosmetika). Cream menjadi alternatif pillihan
sediaan semisolid karena jika dibandingkan dengan salep (unguenta) yang
bukan berbasis emulsi, cream lebih menunjukkan keunggulan yaitu pada
aspek kelembutan, kelunakan, dan bahwa cream relatif tidak meninggalkan
kesan berminyak (greasy) jika dibanding salep dengan basis bukan basis
emulsi. Dalam segi absorpsi, cream juga lebih baik jika dibanding salep,
karena mengandung air yang dapat membantu proses hidrasi pada kulit,
sehingga kulit akan terlembabkan dan obat dapat terpenetrasi dengan baik.

c. GEL
Gel merupakan sediaan semisolid yang mengandung cairan yang
terperangkap dalam suatu matriks 3 dimensi yang terbentuk dari gelling
agent yang mengembang.
Gel dapat dikategorikan menurut:
1. Jenis gelling agent
a. Gel organik
Merupakan gel dengan gelling agent yang memiliki rantai atom C, atau
merupakan suatu polymer dengan kemampuan mengembang setelah
bersentuhan dengan cairan. Biasanya terbentuk satu fase, tidak ada batasan
antara gelling agent dengan cairanContoh: gel dengan gelling agent CMC-
Na, Carbopol
b. Gel inorganik
Merupakan gel dengan gelling agent suatu bahan inorganic. Biasanya
nampak batas antara gelling agent dengan cairaContoh: bentonit magma,
Veegum®
2. Jenis cairan yang terperangkap
a. Organogel
Organogel atau oleaogel merupakan gel dengan cairan berwujud minyak.
b. Hydrogel
Merupakan gel dengan cairan berupa air.Hydrogel sangat umum
diaplikasikan dalam desain sediaan semisolid dengan keunggulannya yang
samasekali tidak menimbulkan kesan berminyak (greasy), dapat
memberikan daya tarik sehubungan dengan kejernihan sediaan (namun
tidak semua htdrogel jernih, sangat tergantung dengan bahan lain, apakah
terlarut atau terdispersi dalam gel), kehalusan dan kelembutan sediaan, dan
bahwa saat diaplikasikan, meninggalkan lapisan tipis transparan yang
elastic pada permukaan kulit.
c. Emulgel
gel dengan cairan berbentuk emulsi, biasanya untuk menghantarkan
minyak yang merupakan zat aktif dalam sediaan tersebut, dengan
mengurangi kesan berminyak dalam aplikasinya.
Suatu gel dapat mengandung komponen:
1. Zat aktif
2. Gelling agent à bahan pembentuk ge

12
3. Cairan à untuk hidrogel berupa air, yang mengembangkan gelling
agent
4. Humektan
5. Pengawet
6. Antoksidan
D. PASTA
Pasta merupakan sediaan semisolid yang mengandung banyak partikel solid
yang terdispersi dalam basis. Pasta dapat digunakan sebagai agen pembersih
gigi (pasta gigi, yang mengandung bahan abrasif) ataupun sebagai bahan
intermediet pembuatan salep, sebelum dicampurkan dengan basis yang lain
(contoh: pembuatan pasta ZnO dengan minyak mineral pada peracikan Zinc
Oxide ointment, sesaat sebelum disatukan dengan white ointment dengan
metode levigasi).

13
BAB III
KASUS
Dilan adalah anak berusia 4 minggu dengan BB 3,6 kg. Dokter ingin memberikan
captopril kepada dilan. Berapa dosis yang diberikan?

14
BAB IV
PEMBAHASAN DAN PENULISAN RESEP

Rumus Fried = Captopril


dr. Reva, S. Ked
= m/150 x dosis dewasa SIP 1618011093
UNILA, Bandar Lampung
= 1/150 x 25 mg
Telp. (0254) 388288
= 0,17 mg
Bandarlampung, 24 Mei 2018
= 0,17 mg x 3 kali x 5 hari

= 2,55 mg R/ Captopril 25 mg tab No.I


m.f. Pulv No. XV
S 3.d.d pulv 1

Nama : Dilan
Jenis Kelamin : laki laki
Umur : 1 bulan
Alamat : rajabasa

15
Daftar Pustaka
 Ganiswara, S.G., Setiabudi, R., Suyatna, F.D., Purwantyastuti,
Nafrialdi.1995. Farmakologi dan Terapi. Edisi 4. Jakarta: Bagian
Farmakologi FK UI
 Katzung.1989. Farmakologi Dasar dan Klinik Edisi 3. Jakarta: EGC
 Mutschler, Ernst.1991. Dinamika Obat. Bandung: Penerbit ITB
 Ansel, H. C., 1989, Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi, diterjemahkan oleh
Ibrahim, F., Edisi IV, 391-397, 607-617, Jakarta: Universitas Indonesia Press.
 Depkes RI, 1995, Farmakope Indonesia, Edisi IV, 1036-1040, Jakarta:
Departemen Kesehatan Republik Indonesia.

16

You might also like