You are on page 1of 20

Ekuitas: Jurnal Ekonomi dan Keuangan ISSN 1411 - 0393

Akreditasi No. 80/DIKTI/Kep/2012

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI MINAT PEGAWAI NEGERI


SIPIL (PNS) UNTUK MELAKUKAN TINDAKAN WHISTLE-BLOWING (STUDI
PADA PNS BPK RI)

Rizki Bagustianto
rizki.bagustianto@yahoo.com
Nurkholis
Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Brawijaya

ABSTRACT

This research aims to examine the influence of attitude towards whistle-blowing, organizational commitment,
personal cost,and seriousness of wrongdoing on the whistle-blowing intentions among civil servants in the
Supreme Audit Board of the Republic of Indonesia (BPK RI). This research used primary data collected from
online questionnaire survey. Using a sample of 107 BPK RI’s civil servants from 35 different units, this research
shows that three of the four determinants significantly affect whistle blowing intention. The three affecting
determinants are attitude towards whistle-blowing, organizational commitment, and seriousness of wrongdoing.
This research has implications on literatures by confirming the theory of Prosocial Organizational Behavior;
Theory of Planned Behavior; and The Concept of Organizational Commitment, and is expected to help the
government, particularly BPK- RI, in designing strategies to increase their employees whistle-blowing intention
or in designing or enhancing the institution’s whistle-blowing system. The results have limitations on the
aspects of generalization, selection bias in data collection, and the sensitivity of research’s theme which is
potentially biased with real condition. We suggest the next researcher to explore other whistle-blowing
intention’s determinants, design spesific research on channels and forms of whistle-blowing, re-examine the
consistency of personal cost’s effect, avoid data collection methods that potentially cause selection bias, and
expand the sample.

Key words: whistle-blowing intention, attitude towards whistle-blowing, organizational commitment, personal
cost, seriousness of wrongdoing.

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk menguji pengaruh faktor sikap terhadap whistle-blowing, komitmen
organisasi, personal cost, dan tingkat keseriusan kecurangan terhadap minat whistle- blowing pegawai
negeri sipil di lingkungan Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia (BPK RI). Data yang
digunakan dalam penelitian merupakan data primer yang dikumpulkan melalui survei kuesioner
secara online. Menggunakan sampel 107 orang pegawai BPK RI yang berasal dari 35 induk unit kerja
yang berbeda, hasil penelitian menunjukkan bahwa tiga dari empat determinan secara signifikan
berpengaruh terhadap minat whistle-blowing PNS BPK-RI. Ketiga determinan yang dimaksud adalah
sikap terhadap whistle-blowing, komitmen organisasi, dan tingkat keseriusan kecurangan. Penelitian
ini memberikan implikasi pada literatur dengan mengonfirmasi Teori Prosocial Organizational Behavior,
Theory of Planned Behavior, dan konsep Komitmen Organisasi serta diharapkan dapat membantu
pemerintah, khususnya BPK RI, dalam merancang strategi peningkatan minat whistle blowing
pegawainya maupun dalam mendesain atau menyempurnakan whistle-blowing system pada
institusinya. Hasil penelitian memiliki keterbatasan pada aspek generalisasi, selection bias dalam
pengumpulan data, dan sensitifitas tema penelitian yang berpotensi menimbulkan bias dengan
kondisi nyata. Melalui penelitian ini kami menyarankan peneliti berikutnya untuk mengeksplorasi
determinan minat whistle-blowing lainnya, mendesain penelitian yang spesifik pada saluran dan
bentuk whistle-blowing, menguji kembali konsistensi pengaruh variabel personal cost, menghindari
metode pengumpulan data yang memunculkan selection bias, dan memperluas sampel.

276
Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Minat Pegawai Negeri Sipil ... – Bagustianto, Nurkholis 277

Kata kunci: minat whistle-blowing, sikap terhadap whistle-blowing, komitmen organisasi, personal cost,
tingkat keseriusan kecurangan

PENDAHULUAN pengendalian internal maupun audit ekster-


Maraknya tindak kecurangan yang nal (Sweeney, 2008). Pendapat tersebut se-
terungkap beberapa tahun belakangan ini jalan dengan Report to The Nation yang
baik di sektor privat maupun di sektor diterbitkan oleh Association of Certified Fraud
pemerintahan mendapat perhatian yang Examiners (ACFE) setiap dua tahun sekali
serius dari publik. Khususnya yang terjadi (terakhir tahun 2014) yang senantiasa me-
di sektor publik di Indonesia, tipologi fraud nempatkan tips dalam peringkat teratas
yang paling sensitif dan menjadi perhatian sumber pengungkap kecurangan. Pemaha-
adalah Korupsi. Berdasarkan Indeks Per- man terhadap efektifitas whistle-blowing
sepsi Korupsi (IPK) tahun 2015 yang di- tersebut kemudian memicu beragam
terbitkan oleh Transparency International, organi-sasi untuk mulai proaktif
Indonesia memperoleh nilai 36 atau berada mendeteksi ke-curangan dengan
pada peringkat 88 dari 168 negara yang mengimplementasikan hotline whistle-
disurvei. Hasil tersebut menunjukkan bah- blowing system melalui ber-bagai sarana
wa persepsi korupsi di Indonesia masih komunikasi seperti melalui pengaduan
tinggi. Jika dibandingkan dengan tahun telepon atau jaringan website/ internet.
2014 dan 2013 IPK Indonesia juga mendapat Menjadi whistle-blower bukanlah suatu
nilai yang tidak jauh berbeda yaitu 34 dan perkara yang mudah. Seseorang yang
32, sehingga dapat ditafsirkan bahwa upaya berasal dari internal organisasi umumnya
pemberantasan korupsi di Indonesia dinilai akan menghadapi dilema etis dalam me-
belum signifikan. mutuskan apakah harus “meniup peluit”
Korupsi selalu menimbulkan kerugian, atau membiarkannya tetap tersembunyi.
untuk itu korupsi perlu diberantas. Se- Sebagian orang memandang whistle-blower
berapapun kecilnya dana yang dikorupsi, sebagai pengkhianat yang melanggar norma
pemberantasan korupsi kecil sama strategis- loyalitas organisasi, sebagian lainnya me-
nya dengan pemberantasan korupsi besar mandang whistle-blower sebagai pelindung
(Diniastri, 2010) . Bibit korupsi kecil jika heroik terhadap nilai-nilai yang dianggap
dibiarkan dapat menjadi sebuah kebiasaan lebih penting dari loyalitas kepada organi-
buruk yang berbuah korupsi besar. Untuk sasi (Rothschild dan Miethe, 1999).
memberantas korupsi yang terjadi dalam Pandang-an yang bertentangan tersebut
suatu organisasi, tentu korupsi tersebut kerap men-jadikan calon whistle-blower
harus dideteksi terlebih dahulu. Salah satu berada dalam dilema kebimbangan
alat yang efektif digunakan untuk men- menentukan sikap yang pada akhirnya
deteksi korupsi adalah dengan member- dapat mendistorsi minat whistle-blowing.
dayakan Whistle-blower. Memahami faktor-faktor yang dapat
Whistle-blower adalah seseorang (pe- mempengaruhi minat pegawai untuk me-
gawai dalam organisasi) yang memberi- lakukan tindakan whistle-blowing penting
tahukan kepada publik atau kepada pejabat dilakukan agar organisasi dapat merancang
yang berkuasa tentang dugaan ketidak- kebijakan dan sistem whistle-blowing yang
jujuran, kegiatan ilegal atau kesalahan yang paling efektif. Partisipasi whistle-blower
terjadi di departemen pemerintahan, organi- krusial terhadap efektifitas sistem whistle-
sasi publik, organisasi swasta, atau pada suatu blowing, karena sistem akan percuma jika
perusahaan (Susmanschi, 2012). Pe-ngaduan tidak seorangpun yang menggunakannya
dari whistle-blower terbukti lebih efektif dalam untuk melaporkan adanya tindakan fraud.
mengungkap fraud dibanding-kan metode Penelitian sebelumnya yang berkaitan
lainnya seperti audit internal, dengan minat whistle-blowing telah meng-
278 Ekuitas: Jurnal Ekonomi dan Keuangan – Volume 19, Nomor 2, Juni 2015 : 276 – 295

ungkap beberapa determinan dari minat Keuangan Republik Indonesia, yaitu sikap
whistle-blowing. Penelitian yang dilakukan terhadap whistle-blowing, komitmen organi-
oleh Park dan Blenkinsopp (2008) dan sasi, personal cost, dan tingkat keseriusan
Winardi (2013) menggunakan kerangka kecurangan. Penelitian ini juga dirancang
theory of planned behavior dari ajzen (1991) dengan maksud untuk mengonfirmasi hasil
untuk menjelaskan faktor-faktor individual penelitian sebelumnya. Penggunaan respon-
yang membentuk minat whistle-blowing. den yang berasal dari lingkungan BPK RI
Salah satu faktor individual tersebut adalah dan tambahan pengujian pengaruh faktor
sikap terhadap whistle-blowing (attitude to- komitmen organisasi dalam model peneliti-
wards whistle-blowing) yang menurut dua an diharapkan dapat memperkaya hasil pe-
penelitian tersebut memiliki pengaruh posi- nelitian sejenis di sektor publik di Indonesia
tif terhadap minat whistle -blowing. Selain yang merupakan negara berkembang de-
faktor individual, beberapa penelitian juga ngan karakteristik tingkat korupsinya yang
mengaitkan faktor situasional seperti ting- masih tinggi.
kat keseriusan kecurangan (Kaplan dan
Whitecotton, 2001; Sabang, 2013; Winardi, TINJAUAN TEORETIS
2013)dan personal cost (Kaplan dan White- Prosocial Organizatinal Behavior Theory
cotton, 2001; Winardi, 2013) sebagai faktor Brief dan Motowidlo (1986) mendefinisi-
yang turut mempengaruhi minat whistle- kan prosocial organizational behavior sebagai
blowing. perilaku/tindakan yang dilakukan oleh
Tindakan whistle-blowing juga dapat anggota sebuah organisasi terhadap indi-vidu,
dikaitkan dengan prosocial organizational kelompok, atau organisasi yang dituju kan
behavior theory. Menurut Brief dan Moto- untuk meningkatkan kesejahteraan individu,
widlo (1986), tindakan whistle-blowing me- kelompok, atau organisasi ter-sebut. Perilaku
rupakan salah satu bentuk tindakan pro- prososial bukanlah perilaku altruistik.
sosial anggota organisasi untuk menyampai Menurut Staub (1978) yang di-kutip oleh
kan arahan, prosedur, atau kebijakan yang Dozier dan Miceli (1985) bahwa perilaku
menurutnya mungkin tidak etis, ilegal atau prososial adalah perilaku sosial positif yang
membawa bencana bagi tujuan jangka dimaksudkan untuk memberi-kan manfaat
panjang organisasi kepada individu atau pada orang lain. Namun tidak seperti
badan lainnya yang memiliki posisi untuk altruisme, pelaku prososial juga da-pat
melakukan tindakan korektif. Sehingga de- memiliki maksud untuk mendapatkan
ngan mengacu pada prosocial organizational manfaat/keuntungan untuk dirinya juga.
behavior theory, dapat disimpulkan bahwa Prosocial behavior menjadi teori yang
tindakan whistle-blowing seorang pegawai mendukung terjadinya whistle-blowing. Brief
menunjukkan bentuk komitmen pegawai dan Motowidlo (1986) menyebutkan whistle-
tersebut untuk melindungi organisasinya blowing sebagai salah satu dari 13 bentuk
dari ancaman hal-hal yang tidak etis atau prosocial organizational behavior. Hal tersebut
ilegal. Faktor komitmen organisasi tersebut sejalan dengan pendapat Dozier dan Miceli
telah digunakan pula dalam penelitian ter- (1985) yang menyatakan bahwa tindakan
dahulu (Somers dan Casal, 1994; Mesmer- whistle-blowing dapat dipandang sebagai
Magnus dan Viswesvaran, 2005; Ahmad et perilaku prososial karena secara umum
al., 2012), hanya saja belum ada penelitian perilaku tersebut akan memberikan manfaat
yang mengujinya di Indonesia khususnya di bagi orang lain (atau organisasi) disamping
sektor publik. juga bermanfaat bagi whistle-blower itu
Penelitian ini memiliki tujuan untuk sendiri.
menguji empat determinan minat whistle- Prosocial behavior theory memiliki be-
blowing Pegawai Negeri Sipil (PNS) di berapa variabel anteseden yang di-
Indonesia pada lingkup Badan Pemeriksa kelompokkan ke dalam dua kelompok
Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Minat Pegawai Negeri Sipil ... – Bagustianto, Nurkholis 279

besar. Pertama, Individual anteseden, melakukan perilaku. Prediktor yang ketiga


merupakan aspek yang berasal dari indi- adalah persepsi kontrol perilaku (perceived
vidu pelaku tindakan prososial seperti behavioral control ), yang mengacu pada
kemampuan individu menginternalisasi kemudahan atau kesulitan yang dihadapi
standar keadilan, tanggung jawab individu untuk melakukan perilaku. Tingkatan relatif
terhadap lingkungan sosial, cara penalaran dari ketiga determinan tersebut dapat
moral dan perasaan empati terhadap orang berbeda-beda dalam berbagai perilaku dan
lain. Kedua, Kontekstual anteseden, me- situasi sehingga dalam pengaplikasiannya
rupakan aspek dari konteks organisasi dan mungkin ditemukan bahwa hanya sikap
lingkungan kerja seperti faktor norma, yang berpengaruh pada minat, pada kondi-
kohesivitas kelompok, panutan, gaya ke- si lain sikap dan persepsi kontrol perilaku
pemimpinan, iklim organisasi, tekanan, cukup untuk menjelaskan minat, atau bah-
komitmen organisasi, dan hal-hal lain yang kan ketiga-tiganya berpengaruh. Dalam pe-
dapat memengaruhi suasana hati, rasa nelitian ini tidak semua determinan tersebut
kepuasan atau ketidakpuasan (Brief dan digunakan dalam pengujian, melainkan
Motowidlo, 1986). hanya sikap terhadap perilaku saja yang
digunakan karena menurut peneliti faktor
Theory of Planned Behavior ini paling menonjol perannya apabila di-
Theory of Planned Behaviour (TPB) adalah kaitkan dengan minat whistle-blowing.
teori psikologi yang dikemukakan oleh
Ajzen (1991) yang berusaha menjelaskan Faktor yang Mempengaruhi Minat
hubungan antara sikap dengan perilaku. Whistle-blowing
TPB muncul sebagai jawaban atas ke- Bouville (2007) mendefinisikan whistle-
gagalan determinan sikap (attitude) dalam blowing sebagai tindakan, dari seorang
memprediksi tindakan/perilaku aktual (ac- pegawai (atau mantan pegawai), untuk
tual behavior) secara langsung. TPB mem- mengungkap apa yang ia percaya sebagai
buktikan bahwa minat ( intention) lebih perilaku ilegal atau tidak etis kepada
akurat dalam memprediksi perilaku aktual manajemen yang lebih tinggi/manajemen
dan sekaligus dapat sebagai proxy yang puncak (internal whistle-blowing) atau ke-
menghubungkan antara sikap dan perilaku pada otoritas/pihak berwenang di luar
aktual. organisasi maupun kepada publik (external
Menurut Ajzen (1991), minat diasumsi- whistle-blowing). Banyak penelitian yang
kan untuk menangkap faktor motivasi yang telah dilakukan guna mencari faktor-faktor
mempengaruhi sebuah perilaku, yang di- yang mempengaruhi seseorang untuk me-
tunjukkan oleh seberapa keras usaha yang lakukan whistle-blowing dengan mengguna-
direncanakan seorang individu untuk men- kan minat whistle-blowing sebagai proxy-nya.
coba melakukan perilaku tersebut. Lebih Minat whistle-blowing berbeda dengan tinda-
lanjut TPB mempostulatkan bahwa secara kan whistle-blowing aktual karena minat
konsep minat memiliki tiga determinan muncul sebelum tindakan whistle-blowing
yang saling independen. Determinan per- aktual, atau dengan kata lain diperlukan
tama adalah sikap terhadap perilaku (atti- adanya minat whistle-blowing untuk mem-
tude towards behaviour), yaitu tingkatan di- buat tindakan whistle-blowing aktual terjadi
mana seseorang mengevaluasi atau menilai (Winardi, 2013).
apakah perilaku tersebut menguntungkan Penelitian terdahulu sebagaimana telah
(baik untuk dilakukan) atau tidak. Prediktor disinggung dalam pendahuluan telah me-
kedua adalah faktor sosial yang disebut nguji faktor-faktor seperti sikap terhadap
norma subjektif (subjective norm), yang whistle-blowing (Park dan Blenkinsopp, 2009;
mengacu pada persepsi tekanan sosial yang Winardi, 2013), komitmen organisasi (So-
dirasakan untuk melakukan atau tidak mers dan Casal, 1994; Mesmer-Magnus dan
280 Ekuitas: Jurnal Ekonomi dan Keuangan – Volume 19, Nomor 2, Juni 2015 : 276 – 295

Viswesvaran, 2005; Ahmad et al., 2012),


personal cost (Kaplan dan Whitecotton, 2001; dengan konsep TPB yang menyatakan
Winardi, 2013) dan tingkat keseriusan ke- bahwa sikap individu terhadap suatu peri-
curangan (Kaplan dan Whitecotton, 2001; laku/tindakan dipengaruhi oleh persepsi/
Sabang, 2013; Winardi, 2013). Faktor-faktor keyakinannya terhadap konsekuensi/dam-
tersebut telah diuji dengan menggunakan pak dari perilaku (salient belief) dan penilai-
berbagai responden penelitian seperti an subjektif terhadap pentingnya konse-
Petugas Kepolisian di Korea Selatan (Park kuensi/dampak tersebut (subjective evalua-
dan Blenkinsopp, 2009), Pegawai Negeri tion) oleh individu (Ajzen, 1991; Park dan
Tingkat Bawah di Indonesia (Winardi, Blenkinsopp, 2009; serta Winardi, 2013).
2013), Anggota dari National Association of Sikap seorang PNS terhadap whistle-
Accountants (NAA) (Somers dan Casal, blowing akan mempengaruhi minat whistle-
1994) , internal auditor di Malaysia (Ahmad blowing PNS tersebut. Seorang PNS untuk
et al., 2012), audit senior dari kantor akuntan dapat menjadi whistle-blower harus memiliki
publik internasional (Kaplan dan White- komponen kognitif atau keyakinan (salient
cotton, 2001), dan auditor internal (Inspek- belief) bahwa whistle-blowing adalah suatu
torat) di lingkungan Pemerintah Provinsi tindakan yang memiliki konsekuensi positif
Sulawesi Selatan (Sabang, 2013) . Pada pe- misalnya untuk melindungi organisasi,
nelitian ini faktor-faktor tersebut akan coba memberantas korupsi, memunculkan efek
digunakan dalam model penelitian di sektor jera, menumbuhkan budaya antikorupsi,
publik dengan menggunakan responden menghasilkan manfaat pribadi seperti repu-
PNS yang berasal dari lingkungan BPK RI. tasi, reward dan sebagainya. Selanjutnya
keyakinan terhadap konsekuensi positif
Sikap Terhadap Whistle-Blowing tersebut dievaluasi (subjective evaluation)
Sikap adalah perasaan positif atau oleh sistem nilai individu bersangkutan dan
negatif atau keadaan mental yang selalu menghasilkan reaksi emosional. Hanya re-
disiapkan, dipelajari, dan diatur melalui aksi emosional positiflah yang kemudian
pengalaman, yang memberikan pengaruh akan mampu memicu kecenderungan se-
khusus pada respon seseorang terhadap seorang untuk melakukan whistle-blowing.
orang, objek-objek atau keadaan (Gibson et Semakin besar kecenderungan sikap sese-
al., 2012). Park dan Blenkinsopp (2009) orang untuk melakukan whistle-blowing se-
mendefinisikan sikap sebagai penilaian harusnya akan semakin besar pula ke-
seorang individu atas seberapa setuju atau mungkinan meningkatnya minat whistle-
tidak setujunya individu tersebut terhadap blowing orang tersebut.
suatu perilaku/tindakan tertentu. Menurut Sejalan dengan konsep yang diungkap-
theory of planned behavior (TPB), sikap adalah kan di atas, penelitian terdahulu menemu-
salah satu variabel yang mempengaruhi kan bahwa sikap terhadap whistle -blowing
minat perilaku seseorang. memang berpengaruh terhadap minat
Secord dan Backman (1964) membagi whistle- blowing petugas kepolisian di Korea
sikap menjadi tiga komponen. Pertama Selatan (Park dan Blenkinsopp, 2009) dan
komponen kognitif yang berhubungan de- pegawai negeri tingkat bawah di Indonesia
ngan pengetahuan dan keyakinan. Kedua (Winardi, 2013). Berdasarkan penjelasan di
komponen afektif, yaitu komponen emosi- atas dan hasil-hasil penelitian sebelumnya,
onal yang berhubungan dengan perasaan hipotesis pertama yang diajukan dalam
senang atau tidak senang, sehingga bersifat penelitian ini ialah:
evaluatif. Ketiga komponen konatif, yaitu H1 : Sikap terhadap whistle-blowing berpe-
kesiapan dan kecenderungan untuk ber- ngaruh positif terhadap minat pegawai
tingkah laku terhadap objek sikap. Konsep negeri sipil untuk melakukan tindakan
Secord dan Backman (1964) tersebut sejalan whistle-blowing.
Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Minat Pegawai Negeri Sipil ... – Bagustianto, Nurkholis 281

Komitmen Organisasi tidak mampu untuk menjelaskan minat


Mowday et al. (1979) mendefinisikan perilaku whistle-blowing internal auditor di
komitmen organisasi sebagai kekuatan Malaysia.
relatif identifikasi dan keterlibatan individu Berdasarkan penjelasan di atas dan
dalam organisasi tertentu yang dapat di- hasil-hasil penelitian sebelumnya, hipotesis
tandai dengan tiga faktor terkait yaitu: ke dua yang diajukan ialah:
pertama, keyakinan yang kuat dan pe- H2 : Komitmen organisasi berpengaruh
nerimaan terhadap tujuan dan nilai-nilai positif terhadap minat pegawai negeri
organisasi; kedua, kesediaan untuk me- sipil untuk melakukan tindakan whistle-
ngerahkan usaha yang cukup atas nama blowing.
organisasi; dan ketiga, keinginan yang kuat
untuk mempertahankan keanggotaan da-
lam organisasi (loyalitas). Karyawan yang Personal Cost
berkomitmen terhadap organisasi akan me- Personal cost of reporting adalah pan-
nunjukkan sikap dan perilaku positif ter- dangan pegawai terhadap risiko pembalas-
hadap lembaganya, karyawan akan me- an/ balas dendam atau sanksi dari anggota
miliki jiwa untuk tetap membela organi- organisasi, yang dapat mengurangi minat
sasinya, berusaha meningkatkan prestasi, pegawai untuk melaporkan wrongdoing
dan memiliki keyakinan yang pasti untuk (Schutlz et al., 1993). Anggota organisasi
mewujudkan tujuan organisasi (Kuryanto, yang dimaksud dapat saja berasal dari
2011). Pegawai yang memiliki komitmen manajemen, atasan, atau rekan kerja. Be-
organisasi yang tinggi di dalam dirinya berapa pembalasan dapat terjadi dalam
akan timbul rasa memiliki organisasi (sense bentuk tidak berwujud (intangible), misalnya
of belonging) yang tinggi sehingga ia tidak penilaian kinerja yang tidak seimbang,
akan merasa ragu untuk melakukan whistle- hambatan kenaikan gaji, pemutusan kon-
blowing karena ia yakin tindakan tersebut trak kerja, atau dipindahkan ke posisi yang
akan melindungi organisasi dari kehancur- tidak diinginkan (Curtis, 2006). Tindakan
an. balasan lainnya mungkin termasuk lang-
Beberapa penelitian terdahulu meng- kah-langkah yang diambil organisasi untuk
hasilkan temuan yang berlawanan berkaitan melemahkan proses pengaduan, isolasi
dengan pengaruh komitmen organisasi whistle-blower, pencemaran karakter dan
terhadap minat whistle-blowing. Hasil pe- nama baik, mempersulit atau memper-
nelitian Somers dan Casal (1994) me- malukan whistle-blower, pengecualian dalam
nyimpulkan bahwa komitmen organisasi rapat, penghapusan penghasilan tambahan,
berpengaruh terhadap minat whistle-blowing dan bentuk diskriminasi atau gangguan
pada anggota dari National Association of lainnya (Parmerlee et al.,1982). Sabang
Accountant (NAA). Pada penelitian tersebut (2013) juga menambahkan bahwa personal
responden yang diklasifikasikan dalam cost bukan hanya dampak tindakan balas
tingkatan berkomitmen organisasi moderat dendam dari pelaku kecurangan, melainkan
memiliki kecenderungan untuk melaporkan juga keputusan menjadi pelapor dianggap
wrongdoing paling tinggi dibandingkan yang sebagai tindakan tidak etis, misalnya me-
memiliki komitmen organisasi rendah laporkan kecurangan atasan dianggap se-
ataupun tinggi. Hasil berbeda diperoleh bagai tindakan yang tidak etis karena
pada penelitian Mesmer-Magnus dan Vis- menentang atasan.
wesvaran (2005) yang menemukan bahwa Semakin besar persepsi personal cost
komitmen organisasi tidak memiliki kore- seseorang maka akan semakin berkurang
lasi/keterkaitan dengan minat whistle- minat orang tersebut untuk melakukan
blowing. Penelitian Ahmad et al. (2012) juga tindakan whistle- blowing. Personal cost dapat
menunjukkan bahwa komitmen organisasi saja didasarkan pada penilaian subjektif
(Curtis, 2006), yang artinya persepsi/
282 Ekuitas: Jurnal Ekonomi dan Keuangan – Volume 19, Nomor 2, Juni 2015 : 276 – 295

ekspektasi personal cost antar pegawai dapat serius dibandingkan dari wrongdoing yang
saja berbeda bergantung penilaian masing- kurang serius (Winardi, 2013).
masing. Namun menurut Miceli dan Near Persepsi tiap anggota organisasi ter-
(1985) keseragaman peran pembalasan tetap hadap tingkat keseriusan kecurangan dapat
dapat ditelusuri. Anggota organisasi yang saja berbeda antara satu dengan yang
kehilangan pekerjaannya atau mendapatkan lainnya. Pembentuk persepsi tingkat ke-
gangguan setelah melaporkan wrongdoing seriusan kecurangan selain berkaitan de-
mungkin akan memandang pelaporan se- ngan besaran nilai kecurangan, juga tidak
bagai tindakan yang harus dibayar mahal dapat dipisahkan dari jenis kecurangan
dan dihukum. Oleh karena itu, tindakan yang terjadi. Miceli, Near dan Schwenk
whistle-blowing akan merupakan fungsi per- (1991) mengatakan bahwa anggota organi-
sepsi (ekspektasi) individu bahwa ke- sasi mungkin memiliki reaksi yang berbeda
mungkinan tindakan whistle-blowing akan terhadap berbagai jenis kecurangan. Walau-
menghasilkan outcome seperti perhatian pun jenis kecurangan berhubungan dengan
manajemen terhadap keluhan, upaya peng- pembentukan persepsi, namun tingkat ke-
hentian wrongdoing, serta tidak ada pem- seriusan kecurangan tidak dapat diukur
balasan. dari jenis kecurangan.
Penelitian yang dilakukan oleh Mes- Ukuran keseriusan kecurangan dapat
mer-Magnus dan Viswesvaran (2005) me- bervariasi. Beberapa penelitian terdahulu
nunjukkan bahwa ancaman pembalasan menggunakan perspektif kuantitatif untuk
memiliki hubungan/korelasi negatif de- mengukur keseriusan kecurangan seperti
ngan minat untuk melakukan whistle- yang dilakukan oleh Schultz et al. (1993) dan
blowing. Penelitian Kaplan dan Whitecotton Menk (2011) yang menerapkan konsep
(2001) juga menunjukkan bahwa personal materialitas dalam konteks akuntansi se-
cost merupakan prediktor signifikan ter- hingga keseriusan kecurangan diukur ber-
hadap minat auditor untuk melaporkan dasarkan variasi besarnya nilai wrongdoing/
auditor lainnya yang melakukan pelanggar- kecurangan/kerugian akibat kecurangan.
an aturan profesional (dalam bentuk client Perspektif kuantitatif tersebut merupakan
employment). Temuan mengejutkan datang pendekatan yang paling mudah dilakukan
dari penelitian Winardi (2013) yang me- karena indikatornya yang jelas, terukur dan
nyimpulkan bahwa ternyata variabel per- mudah diamati. Penelitian yang dilakukan
sonal cost of reporting tidak mampu menjadi oleh Curtis (2006) menggunakan pendekat-
faktor yang menjelaskan minat whistle- an kualitatif seperti kemungkinan wrong-
blowing pada pegawai negeri tingkat bawah. doing dapat merugikan pihak lain, tingkat
Berdasarkan penjelasan di atas dan kepastian wrongdoing menimbulkan dam-
hasil-hasil penelitian sebelumnya, hipotesis pak negatif dan tingkat keterjadian wrong-
ke tiga yang diajukan ialah: doing.
H3 : Personal Cost berpengaruh negatif ter- Hasil penelitian yang dilakukan oleh
hadap minat pegawai negeri sipil untuk Menk (2011) menghasilkan bukti bahwa
melakukan tindakan whistle-blowing. faktor materialitas permasalahan berpe-
ngaruh positif terhadap posisi etis dan sifat
Tingkat Keseriusan Kecurangan kepribadian, dan melalui keduanya secara
Anggota organisasi yang mengamati konsisten menciptakan perbedaan signifi-
adanya dugaan wrongdoing/kecurangan kan pada minat melaporkan permasalah
akan lebih mungkin untuk melakukan tersebut. Hasil penelitian yang menyimpul-
whistle-blowing jika wrongdoing/kecurangan kan bahwa tingkat keseriusan wrongdoing
tersebut serius (Miceli dan Near, 1985). secara signifikan berpengaruh positif ter-
Organisasi akan terkena dampak kerugian hadap minat whistle-blowing juga ditemukan
yang lebih besar dari wrongdoing yang lebih pada penelitian yang menggunakan
Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Minat Pegawai Negeri Sipil ... – Bagustianto, Nurkholis 283

responden auditor internal (Inspektorat) mencurigakan (questionable behaviour) dari


Pemerintah Provinsi Sulawesi Selatan rekan kerjanya.
(Sabang, 2013) dan pegawai negeri tingkat Berdasarkan penjelasan di atas dan
bawah (Winardi, 2013). Hasil berbeda di- hasil-hasil penelitian sebelumnya, hipotesis
tunjukkan dari penelitian Kaplan dan terakhir yang diajukan ialah:
Whitecotton (2001), bahwa persepsi penilai- H4 : Tingkat keseriusan kecurangan ber-
an keseriusan tidak berhubungan dengan pengaruh positif terhadap minat pe-
minat auditor untuk melaporkan perilaku gawai negeri sipil untuk melakukan
tindakan whistle-blowing.

Sikap terhadap Whistle-Blowing


H1

Komitmen Organisasi H2
Minat Melakukan Whistle-
H3 Blowing
Personal Cost
H4

Tingkat Keseriusan Kecurangan

Gambar 1
Rerangka kerja penelitian
Sumber: Analisis Penulis

Berdasarkan hipotesis yang telah uji reliabilitas terhadap data primer yang
dibuat, maka secara umum rerangka kerja dikumpulkan dari responden. Setelah lolos
penelitian ini dapat dilihat pada gambar uji validitas dan reliabilitas maka dapat
diagram 1 di atas. dilanjutkan ke langkah analisis regresi
untuk memperoleh persamaan matematis
METODE PENELITIAN model regresi. Terhadap persamaan regresi
Metode Analisis Data yang dihasilkan kemudian dilakukan pe-
Analisis data dalam penelitian ini ngujian asumsi klasik terlebih dahulu yang
menggunakan alat statistik regresi linier meliputi uji normalitas, uji non-multi-
berganda ( Multiple linier regresion). Alat kolinieritas, dan uji non- heterokedastisitas.
statistik ini dipilih dengan pertimbangan Pengujian asumsi klasik dilakukan untuk
bahwa hipotesis penelitian dikembangkan memperoleh keyakinan bahwa persamaan
menggunakan empat (>3) variabel inde- regresi yang telah dihasilkan memiliki
penden, sehingga diharapkan melalui ana- ketepatan dalam estimasi, tidak bias dan
lisis regresi linier berganda mampu men- konsisten. Model persamaan regresi yang
jelaskan hubungan linier antara variabel telah lulus uji asumsi klasik kemudian akan
independen dengan variabel dependen digunakan lebih lanjut dalam pengujian
dalam pengujian hipotesis. Analisis statistik hipotesis.
dilakukan dengan bantuan perangkat lunak
statistik SPSS versi 17. Populasi dan Sampel
Sebelum melakukan analisis regresi Populasi dalam penelitian ini adalah
linier berganda, peneliti melakukan uji seluruh pegawai negeri sipil yang bekerja
validitas terhadap instrumen kuesioner dan pada berbagai unit kerja di Instansi BPK.
284 Ekuitas: Jurnal Ekonomi dan Keuangan – Volume 19, Nomor 2, Juni 2015 : 276 – 295

Teknik sampling yang digunakan adalah terdahulu. Kuesioner yang digunakan akan
pemilihan sampel menggunakan metode mengukur satu variabel dependen dan
purposive sampling dengan berdasarkan per- empat variabel independen sesuai model
timbangan (judgement) yaitu pemilihan sam- penelitian yang telah ditetapkan. Skala yang
pel yang didasarkan pada tujuan dan masa- digunakan untuk pengukuran adalah skala
lah penelitian. Dalam penelitian ini sampel likert yang dinyatakan dengan rentang
diambil dari pegawai baik di unit kerja angka 1 sampai dengan angka 5.
utama (pemeriksa) maupun di unit kerja Minat melakukan tindakan whistle-
penunjang dan pendukung dengan kriteria blowing (variabel dependen) diukur dari
tingkat pendidikan minimal D3 dan peng- seberapa keras usaha yang direncanakan
alaman bekerja minimal satu tahun sehing- PNS BPK untuk mencoba melakukan
ga diharapkan memiliki pengetahuan yang whistle-blowing (Ajzen, 1991). Usaha yang
memadai, pemahaman terhadap kondisi dilakukan oleh calon whistle-blower dapat
lingkungan kerja yang cukup, dan memiliki berupa rencana melakukan whistle-blowing
persepsi dan pertimbangan yang kompre- baik melalui saluran internal maupun
hensif terhadap minat whistle-blowing. Jum- saluran eksternal. Model pengukuran varia-
lah pegawai BPK yang memenuhi kriteria bel minat tersebut mengikuti model kuesi-
sampling tersebut adalah sebanyak 5.389 oner penelitian Ajzen (2002), Park dan
orang dari total 6.205 pegawai aktif BPK Blenkinsopp (2009) dan Winardi (2013) yang
(data per 1 Oktober 2014). Dari jumlah ter- dimodifikasi. Terdapat total lima item per-
sebut, responden yang menjadi sampel nyataan kuesioner untuk menilai apakah
adalah sebanyak 107 orang. Jumlah sampel responden memiliki kecenderungan minat
tersebut masih masuk dalam rentang sam- yang tinggi untuk melakukan whistle blow-
pel untuk penelitian korelasional yaitu > ing. Item pertanyaan tersebut meliputi niat/
dari 30 atau < dari 500 (Sekaran dan Bougie, minat untuk melakukan tindakan whistle-
2010). blowing, keinginan untuk mencoba melaku-
kan tindakan whistle-blowing, rencana untuk
Teknik Pengumpulan Data melakukan tindakan whistle-blowing, usaha
Data yang digunakan dalam penelitian keras untuk melakukan internal whistle-
ini merupakan data primer yang diperoleh blowing dan usaha keras untuk melakukan
langsung dari sumbernya. Data yang di- external whistle-blowing jika internal whistle-
gunakan berupa opini dari subjek penelitian blowing tidak memungkinkan.
yang dikumpulkan dengan menggunakan Instrumen pengukuran sikap terhadap
metode survei yaitu melalui kuesioner. whistle-blowing dalam penelitian ini meng-
Pengumpulan data dilakukan secara online ikuti model kuesioner yang digunakan dalam
(internet based) dengan bantuan layanan penelitian Park dan Blenkinsopp (2009) dan
aplikasi survei online bernama kwiksurveys Winardi (2013). Pertanyaan kuesi-oner
(kwiksurveys.com). Proteksi terhadap link/ dirancang untuk mendapatkan respon atas
alamat website untuk pengisian kuesioner seberapa yakin responden terhadap lima
dilakukan dengan pengaplikasian kode konsekuensi/dampak positif yang menonjol
sandi (password) pada link website kuesioner, (salient belief) dari whistle-blowing yang
sehingga hanya responden BPK saja yang meliputi melindungi organisasi dari dampak
dapat mengakses website kuesioner tersebut. negatif yang lebih besar akibat perilaku
fraud/korupsi, memberantas korup-si,
Desain Kuesioner melindungi kepentingan umum, men-
Peneliti tidak mengembangkan sendiri jalankan kewajiban sebagai seorang pe-gawai
model pertanyaan dalam kuesioner melain- negeri sipil, dan menegakkan ke-wajiban etis
kan menggunakan model pertanyaan yang dan keyakinan moral. Kemudi-an pertanyaan
telah ada dan digunakan pada penelitian juga dirancang untuk
Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Minat Pegawai Negeri Sipil ... – Bagustianto, Nurkholis 285

mendapatkan respon atas seberapa penting rusaknya hubungan kerja dengan rekan
lima konsekuensi/dampak positif tindakan kerja. Pada kedua kasus tersebut, responden
whistle-blowing tersebut menurut penilaian akan ditanyakan penilaiannya terhadap
responden (evaluation of importance). tingkat keseriusan kecurangan dan persepsi
Instrumen pengukuran komitmen risiko personal cost yang digambarkan dalam
organisasi dalam penelitian ini mengikuti kasus. Pada bagian akhir, ditanyakan bagai-
model kuesioner OCQ (The Organizational mana penilaian responden apabila materia-
Commitment Questionnaire) dari Mowday et litas kecurangan diturunkan (menjadi 0,2%).
al. (1979). OCQ digunakan untuk mengukur Pertanyaan berulang terhadap penilaian
tiga faktor komitmen organisasi sebagai- tingkat keseriusan kecurangan ditujukan
mana dijelaskan pada bagian tinjauan teore- untuk menilai konsistensi penilaian tingkat
tis yang meliputi keyakinan yang kuat dan keseriusan kecurangan antara kasus per-
penerimaan terhadap tujuan dan nilai-nilai tama dengan kasus kedua dan menghindari
organisasi, kesediaan untuk mengerahkan bias yang disebabkan perbedaan jenis ke-
usaha yang cukup atas nama organisasi, curangan yang digambarkan.
dan keinginan yang kuat untuk memper-
tahankan keanggotaan dalam organisasi ANALISIS DAN PEMBAHASAN
(loyalitas). OCQ menggunakan 15 item per- Deskripsi Karakteristik Responden
nyataan, enam diantaranya berbentuk kali- Jumlah kuesioner terjawab yang masuk
mat negatif dan diukur terbalik (reverse ke dalam aplikasi kwiksurveys adalah se-
scored). Penggunaan pernyataan kalimat banyak 131 kuesioner, dari jumlah tersebut
negatif dilakukan sebagai upaya me- hanya sebanyak 107 kuesioner yang dapat
ngurangi kemungkinan respon yang bias diproses dalam penelitian ini, sedangkan
dan mendeteksi responden yang asal men- sebanyak 24 kuesioner tidak dapat diguna-
jawab atau tidak konsisten. kan dengan rincian sebanyak 17 kuesioner
Pengukuran persepsi personal cost dan tidak terisi secara lengkap dan sebanyak 7
tingkat keseriusan kecurangan mengguna- kuesioner dikeluarkan dari analisis karena
kan model kuesioner dan manipulasi dalam dianggap mengganggu reliabilitas ke-
bentuk kasus cerita yang telah digunakan seluruhan data.
oleh Winardi (2013) dan Sabang (2013) Keseluruhan responden yang me-
dalam penelitiannya, namun dimodifikasi menuhi persyaratan untuk dianalisis lebih
sesuai dengan kondisi di BPK. Dua kasus lanjut berasal dari 35 induk unit kerja yang
diceritakan dalam skenario yang realistis berbeda di berbagai kantor BPK RI yang
dan memungkinkan responden untuk me- tersebar di seluruh Indonesia. Berdasarkan
nempatkan diri dalam posisi karakter yang letak wilayah kedudukan kantornya,
digambarkan dalam skenario. Kasus per- responden yang berasal dari Kantor Pusat
tama digambarkan sebagai kasus kecurang- BPK RI menjadi penyumbang responden
an belanja fiktif yang umum terjadi di terbanyak yaitu sebesar 38,32%, disusul
lingkup pemerintahan di Indonesia dengan dengan BPK RI Perwakilan Provinsi Aceh
nilai materialitas 9%. Tipe personal cost yang sebesar 19,63%, dan sisanya berasal dari
digambarkan pada kasus pertama adalah berbagai kantor perwakilan BPK RI lainnya.
hambatan karir/promosi dan pengasingan Sebagian besar responden berjenis kelamin
pegawai melalui mutasi. Kasus kedua di- laki-laki (71,96%), berusia antara 25 tahun
gambarkan sebagai kasus kecurangan mark- sampai dengan 35 tahun (85,98%), memiliki
up realisasi belanja yang juga umum terjadi masa kerja antara 5 tahun sampai dengan 10
di Indonesia dengan nilai materialitas ke- tahun (66,36%), dan merupakan pegawai
curangan yang sama dengan kasus pertama fungsional pemeriksa (59,81%). Berdasarkan
yaitu 9%. Tipe personal cost yang di- jenjang pendidikan terakhir yang telah di-
gambarkan pada kasus kedua ini adalah tempuh, sebesar 31,78% responden ber-
286 Ekuitas: Jurnal Ekonomi dan Keuangan – Volume 19, Nomor 2, Juni 2015 : 276 – 295

jenjang pendidikan Diploma III, 54,20% Tabel 2


berjenjang pendidikan sarjana (S1) atau Pengujian Ulang KMO
Diploma IV, dan 14,02% responden ber- dan Bartlett pada Variabel Independen
jenjang pendidikan S2.
Kaiser-Meyer-Olkin MSA 0,756
Validitas Instrumen Penelitian Bartlett’s Test of Sphericity
Uji validitas dalam penelitian ini di- Chi-Square 1867,153*
lakukan dengan menggunakan prosedur * p< 0.01
Sumber: Output SPSS
analisis faktor CFA (Confirmatory Factor
Analysis) dikarenakan peneliti mengguna- Seluruh item pertanyaan juga telah
kan model pertanyaan kuesioner yang telah valid yang ditandai dengan seluruh nilai
digunakan dalam penelitian terdahulu. MSA yang lebih besar dari 0.3 (lihat Tabel
Hasil pengujian validitas terhadap ke- 3). Sehingga seluruh item pertanyaan selain
seluruhan variabel independen menghasil- item KO_7 dapat digunakan untuk peng-
kan nilai Kaiser-Meyer-Olkin Measure of
ujian hipotesis.
SamplingAdequacy (KMO MSA) sebesar
0.744 (>0.5). Hasil pengujian Bartlett juga Tabel 3
menunjukkan nilai Chi square adalah sebesar Korelasi Anti Image
1893,339 dan signifikan pada p<0.01. pada Uji Validitas Ulang
Tabel 1 Kode MSA Kode MSA
Pengujian Kaiser-Meyer-Olkin (KMO) dan Item Item
Bartlett pada Variabel Independen SWB_1 0.841 KO_6 0.800
SWB_2 0.778 KO_8 0.850
Kaiser-Meyer-Olkin MSA 0,744 SWB_3 0.798 KO_9 0.742
Bartlett’s Test of Sphericity SWB_4 0.738 KO_10 0.850
Chi-Square 1893,339*
SWB_5 0.840 KO_11 0.815
* p< 0.01
SWB_6 0.872 KO_12 0.537
Sumber: Data Primer Diolah (Output SPSS)
SWB_7 0.777 KO_13 0.850
Terdapat satu item pertanyaan untuk SWB_8 0.811 KO_14 0.716
pengukuran komitmen organisasi dengan SWB_9 0.704 KO_15 0.856
kode KO_7 yang memiliki Korelasi Anti- SWB_10 0.753 PC_1 0.474
Image dengan nilai MSA (Measures of KO_1 0.826 PC_2 0.402
Sampling Adequacy) sebesar 0,252 atau KO_2 0.810 TKK_1 0.710
kurang dari 0,3 (lihat tabel 4). Sehingga item KO_3 0.684 TKK_2 0.416
pertanyaan KO_7 harus dikeluarkan ter- KO_4 0.521 TKK_3 0.556
lebih dahulu dari analisis. KO_5 0.758 TKK_4 0.446
Hasil pengujian ulang validitas ter- Sumber: Data Primer Diolah (Output SPSS)
hadap validitas instrumen penelitian varia-
bel independen setelah item pertanyaan Prosedur CFA yang telah dilakukan
KO-7 dikeluarkan diperoleh nilai KMO pada variabel independen selain menguji
MSA sebesar 0,756 atau naik 0,012 dari validitas instrumen kuesioner, juga meng-
sebelumnya yaitu 0.744, nilai tersebut sudah hasilkan empat output komponen faktor
berada di atas 0.5 dan signifikan. Selain itu yang merupakan ekstraksi dari item- item
hasil pengujian Bartlett juga menunjukkan pertanyaan kuesioner dan mewakili ke-
nilai Chi square adalah sebesar 1867,153 dan empat variabel independen. Keseluruhan
signifikan pada p<0.01 (lihat Tabel 2). nilai komponen faktor telah berada di atas
nilai 0,3.
Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Minat Pegawai Negeri Sipil ... – Bagustianto, Nurkholis 287

Tabel 4
Korelasi Anti-ImageSebelum Item KO_7 Dikeluarkan

Variabel Independen Kode Ringkasan Item Pertanyaan MSA


Item
Berikan penilaian dan pendapat terhadap tiap
manfaat whistle-blowing di bawah ini:
SWB_1 Melindungi organisasi dari dampak negatif 0.842
yang lebih besar akibat perilaku fraud/korupsi
SWB_2 Memberantas Korupsi 0.772
SWB_3 Melindungi kepentingan umum 0.786
SWB_4 Menjalankan kewajiban sebagai seorang PNS 0.725
SWB_5 Menegakkan kewajiban etis dan keyakinan 0.834
Sikap Terhadap moral
Whistle-Blowing (SWB) Berikan penilaian seberapa penting tiap
manfaat whistle-blowing di bawah ini:
SWB_6 Melindungi organisasi dari dampak negatif 0.867
yang lebih besar akibat perilaku fraud/korupsi
SWB_7 Memberantas Korupsi 0.773
SWB_8 Melindungi kepentingan umum 0.780
SWB_9 Menjalankan kewajiban sebagai seorang PNS 0.698
SWB_10 Menegakkan kewajiban etis dan keyakinan 0.758
moral
KO_1 Berusaha dan bekerja lebih keras untuk 0.815
membantu BPK mencapai tujuannya
KO_2 Menyampaikan kepada teman bahwa BPK 0.811
adalah organisasi yang baik untuk bekerja
KO_3 Loyalitas pada BPK tidak tinggi 0.638
KO_4 Rela menerima berbagai jenis penugasan agar 0.510
tetap dapat bekerja di BPK
KO_5 Nilai-nilai individu yang dianut memiliki 0.765
kesamaan dengan nilai-nilai organisasi di BPK
KO_6 Bangga memberitahukan kepada orang lain 0.797
Komitmen Organisasi KO_7 karena merupakan bagian dari BPK
Merasa ingin dan bisa saja pindah bekerja di 0.252*
(KO) organisasi selain BPK selama jenis
pekerjaannya serupa dengan di BPK
KO_8 BPK menginspirasi untuk meningkatkan 0.855
kinerja
KO_9 Keluar dari BPK tidak akan banyak 0.735
mempengaruhi kehidupan
KO_10 Senang dengan keputusan diri sendiri yaitu: 0.853
lebih memilih bekerja di BPK dibandingkan
menerima tawaran pekerjaan lainnya yang
dulu pernah datang
KO_11 Tidak banyak manfaat yang akan saya peroleh 0.817
dengan tetap bekerja di BPK
288 Ekuitas: Jurnal Ekonomi dan Keuangan – Volume 19, Nomor 2, Juni 2015 : 276 – 295

Tabel 4 lanjutan
Variabel Independen Kode Ringkasan Item Pertanyaan MSA
Item
KO_12 Seringkali merasa sulit untuk setuju pada 0.551
kebijakan BPK mengenai hal-hal penting yang
berkaitan dengan pegawainya
KO_13 Peduli pada nasib BPK 0.852
KO_14 BPK adalah yang terbaik dibandingkan dengan 0.702
organisasi lainnya
KO_15 Memutuskan untuk bekerja di BPK adalah 0.857
sebuah kesalahan
PC_1 Penilaian seberapa besar resiko yang akan 0.445
dihadapi pada kasus 1
Personal Cost (PC) 0.416
PC_2 Penilaian seberapa besar resiko yang akan
dihadapi pada kasus 2
TKK_1 Penilaian tingkat keseriusan perilaku korupsi 0.682
yang dilakukan oleh pelaku pada Kasus 1
TKK_2 Penilaian tingkat keseriusan perilaku korupsi 0.392
yang dilakukan oleh pelaku pada Kasus 1 jika
Tingkat Keseriusan tingkat materialitas diturunkan
Kecurangan (TKK) TKK_3 Penilaian tingkat keseriusan perilaku korupsi 0.556
yang dilakukan oleh pelaku pada Kasus 2
TKK_4 Penilaian tingkat keseriusan perilaku korupsi 0.419
yang dilakukan oleh pelaku pada Kasus 2 jika
tingkat materialitas diturunkan

Menurut Kline (1994) nilai factor loading Terhadap Whistle-Blowing (SWB), faktor 2
(korelasi antara variabel dengan faktor) di mewakili variabel Komitmen Organisasi
atas 0,6 menunjukkan korelasi yang tinggi, (KO), faktor 3 mewakili variabel Tingkat
di atas 0,3 berarti cukup tinggi, dan kurang Keseriusan Kecurangan (TKK), dan faktor 4
dari 0,3 dapat di abaikan. Berdasarkan hasil mewakili variabel Personal Cost (PC). Ke-
dari analisis faktor konfirmatori (lihat tabel empat faktor tersebut masing-masing mem-
5) dapat disimpulkan bahwa komponen punyai nilai eigenvalue yang lebih besar dari
faktor 1 adalah mewakili variabel Sikap 1.

Tabel 5
Hasil Analisis Faktor
pada Variabel Independen

Komponen Faktor
Variabel Independen Kode Item
1 2 3 4
SWB_1 0.768 0.143 0.036 0.150
SWB_2 0.795 0.191 0.128 0.067
Sikap Terhadap SWB_3 0.827 0.100 -0.005 0.046
Whistle-Blowing (SWB) SWB_4 0.526 0.323 -0.062 -0.052
SWB_5 0.827 0.280 0.020 -0.017
SWB_6 0.798 0.199 0.003 -0.037
Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Minat Pegawai Negeri Sipil ... – Bagustianto, Nurkholis 289

Tabel 5 lanjutan

Variabel Independen Kode Item Komponen Faktor


1 2 3 4
SWB_7 0.839 0.094 0.057 0.128
SWB_8 0.843 0.110 -0.056 0.095
SWB_9 0.532 0.150 0.032 0.139
SWB_10 0.832 0.141 0.042 -0.045
KO_1 0.318 0.534 0.062 0.218
KO_2 0.221 0.721 0.002 -0.121
KO_3 0.039 0.472 0.170 -0.006
KO_4 0.057 0.389 -0.021 -0.155
KO_5 0.257 0.516 -0.086 0.251
KO_6 0.147 0.715 0.078 -0.029
KO_8 0.188 0.563 0.143 0.070
Komitmen Organisasi (KO)
KO_9 0.000 0.403 -0.184 0.418
KO_10 0.132 0.712 0.042 0.098
KO_11 0.143 0.582 -0.020 0.441
KO_12 0.045 0.301 -0.230 -0.061
KO_13 0.281 0.538 0.042 0.118
KO_14 0.090 0.649 0.037 -0.089
KO_15 0.148 0.689 -0.031 0.129
TKK_1 0.107 0.101 0.626 0.237
Tingkat Keseriusan TKK_2 -0.055 -0.030 0.851 -0.075
kecurangan (TKK) TKK_3 0.232 0.139 0.503 0.303
TKK_4 -0.057 0.089 0.915 -0.093
Personal Cost (PC) PC_1 0.101 -0.018 0.106 0.812
PC_2 0.074 -0.080 0.146 0.709
Eigenvalue 8.526 3.070 2.456 1.724
% Varian (52.584) 28.418 10.232 8.187 5.747
Sumber: Data Primer Diolah (Output SPSS)

Pengujian validitas juga dilakukan ter- Tabel 6


hadap instrumen penelitian variabel de- Pengujian Kaiser-Meyer-Olkin (KMO)
penden. Hasil uji KMO atas pengukuran dan Bartlett pada Variabel Dependen
kecukupan sampling pada variabel de-
penden diperoleh nilai KMO MSA adalah Kaiser-Meyer-Olkin MSA 0,811
0.811 atau sudah berada di atas 0.5 dan Bartlett’s Test of Sphericity
signifikan. Selain itu hasil pengujian Bartlett Chi-Square 444,361*
juga menunjukkan nilai Chi square adalah * p< 0.01Sumber: Output SPSS
sebesar 444,361 dan signifikan pada p< 0.01
(lihat Tabel 6). Pada Tabel 7 terlihat bahwa Hasil Pengujian Hipotesis
seluruh item pertanyaan variabel dependen Hasil analisis regresi linier berganda
telah valid, hal ini ditandai dengan seluruh menggunakan komponen faktor yang se-
nilai MSA yang lebih besar dari 0.3. belumnya diperoleh dari hasil pengujian
Sehingga seluruh item pertanyaan dapat validitas melalui prosedur CFA diperoleh
digunakan untuk pengujian hipotesis. hasil sebagaimana dapat dilihat pada Tabel
9.
290 Ekuitas: Jurnal Ekonomi dan Keuangan – Volume 19, Nomor 2, Juni 2015 : 276 – 295

Tabel 7
Korelasi Anti-Image
Variabel Dependen

Kode Item MSA


MWB_1 0.744
MWB_2 0.721
MWB_3 0.901
MWB_4 0.942
MWB_5 0.950
Sumber: Data Primer Diolah (Output SPSS)

Tabel 8
Koefisien Reliabilitas Variabel Penelitian

Jumlah Item Item yang Cronbach’s


Variabel
Pertanyaan Digugurkan Alpha
Sikap Terhadap Whistle-Blowing (SWB) 10 - 0,928
Komitmen Organisasi (KO) 15 1 0,841
Personal Cost (PC) 2 - 0,703
Tingkat Keseriusan Kecurangan (TKK) 4 - 0,753
Minat Melakukan Tindakan Whistle- 5 - 0,878
Blowing (MWB)
Sumber: Hasil Pengolahan Data Primer (Output SPSS)

Tabel 9
Hasil Analisis Regresi Linier Berganda

Unstandardized Coefficient Beta T


Konstanta 6.302E-17 0,000
Sikap terhadap Whistle-Blowing 0,493 6,639*
Komitmen Organisasi 0,311 4,196*
Personal Cost - 0.141 -1,900**
Tingkat Keseriusan Kecurangan 0,280 3,768*
F 19,870*
R 0,662
R2 0,438
R2 Disesuaikan 0,416
* p < 0,01 **p < 0
Sumber: Hasil Pengolahan Data Primer (Output SPSS)

Berdasarkan nilai unstandardized regres- non-heterokedastisitas sehingga telah di-


sion coefficient (B), dapat dirumuskan per- anggap memiliki ketepatan dalam estimasi,
samaan matematis model regresi sebagai tidak bias, konsisten, dan dapat digunakan
berikut: MWB = 6.302E-17 + 0,493 SWB + lebih lanjut dalam pengujian hipotesis.
0,311 KO - 0.141 PC + 0,280 TKK Nilai R diketahui adalah sebesar 0.662,
Terhadap model regresi di atas telah hal ini menunjukkan bahwa terdapat
dilakukan uji asumsi klasik dan telah lolos hubungan/pengaruh yang cukup kuat di
uji normalitas, non-multikolinieritas, dan antara variabel independen yang diuji
Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Minat Pegawai Negeri Sipil ... – Bagustianto, Nurkholis 291

dengan variabel dependen (minat PNS (Ajzen, 1991), jika seorang PNS memiliki
melakukan tindakan whistle-blowing). Semen- keyakinan bahwa tindakan whistle-blowing
tara nilai R2 yang disesuaikan sebesar 0,416 akan memberikan konsekuensi/dampak
menunjukkan bahwa variabel independen positif dan ia memandang bahwa konse-
secara bersama-sama menjelaskan variasi kuensi/dampak positif tersebut penting/
variabel dependen sebesar 0,416 atau 41,6%, diperlukan, maka ia akan memiliki ke-
sedangkan sisanya sebesar 58,4% dijelaskan cenderungan sikap yang positif pula untuk
oleh variable lain yang tidak diteliti dalam mendukung/memihak tindakan whistle-
model penelitian ini. blowing. Kecenderungan sikap mendukung
Nilai F hitung sebesar 19,870 signifikan tindakan whistle-blowing secara logis akan
pada p<0,01, sehingga dapat disimpulkan meningkatkan minat untuk melakukan
bahwa keseluruhan persamaan model re- tindakan whistle-blowing. Temuan penelitian
gresi secara statistik signifikan dalam men- ini memperkuat hasil penelitian sebelum-
jelaskan minat whistle-blowingatau dapat nya (Park dan Blenkinsopp, (2009); Winardi,
diartikan bahwa variabel independen sikap 2013).
terhadap whistle-blowing (SWB), komitmen Hipotesis kedua (H2) menyatakan bahwa
organisasi (KO), personal cost (PC), dan ting- komitmen organisasi berpengaruh positif
kat keseriusan kecurangan secara bersama- terhadap minat PNS melakukan tindakan
sama/simultan berpengaruh terhadap whistle-blowing. Berdasarkan hasil pengujian
varia-bel dependen minat melakukan secara statistik menunjukkan bahwa H2
tindakan whistle-blowing(MWB). diterima. Hasil ini sejalan dengan konsep
Hasi uji t menunjukkan bahwa hanya prosocial organizational behavior dan konsep
variabel personal cost yang memiliki p- komitmen organisasi yaitu bahwa tindakan
value>0,05 (p-value personal cost adalah 0,60). whistle-blowing merupakan peri-laku sosial
Nilai p- value pada variabel personal cost positif yang dapat memberikan manfaat bagi
tersebut sebenarnya masih di bawah 0,1 organisasi dalam bentuk me-lindungi
(p<0,1) atau secara statistik signifikan jika organisasi dari bahaya kecurangan (fraud).
tingkat keyakinan (confidence level) diturun- Temuan ini konsisten dengan hasil penelitian
kan menjadi 90%. Namun, mengingat pe- Somers dan Casal (1994).
nelitian ini konsisten menggunakan confi- Temuan yang mengejutkan diperoleh
dence level 95%, sehingga secara statistik dalam pengujian hipotesis ketiga (H3) yang
pada penelitian ini hanya variabel personal berkaitan dengan pengaruh personal cost.
cost yang tidak berpengaruh terhadap minat Hasil pengujian menunjukkan bahwa per-
PNS untuk melakukan tindakan whistle- sonal cost tidak berpengaruh terhadap minat
blowing, sedangkan tiga variabel inde- PNS melakukan tindakan whistle-blowing
penden lainnya berpengaruh. atau dengan kata lain PNS BPK RI tidak
mempertimbangkan personal cost sebagai
Pembahasan faktor yang akan mempengaruhi minatnya
Hasil pengujian hipotesis secara statis- untuk melakukan atau tidak melakukan
tik menunjukkan bahwa sikap terhadap tindakan whistle-blowing. Hasil penelitian ini
whistle-blowing berpengaruh positif ter- bertentangan dengan temuan penelitian
hadap minat PNS melakukan tindakan Mesmer-Magnus dan Viswesvaran (2005)
whistle-blowing atau dengan kata lain hipo- serta Kaplan dan Whitecotton (2001) yang
tesis pertama (H1) diterima. Jika dilihat dari menyatakan bahwa personal cost memiliki
nilai koefisien regresinya, sikap terhadap hubungan negatif dan merupakan prediktor
whistle-blowing merupakan faktor yang pa- signifikan terhadap minat whistle-blowing.
ling tinggi pengaruhnya dibandingkan Terdapat tiga justifikasi yang mungkin
ketiga variabel independen lainnya. Hasil dapat menjelaskan tidak berpengaruhnya
ini sesuai dengan Theory of Planned Behavior personal cost dalam hasil penelitian ini.
292 Ekuitas: Jurnal Ekonomi dan Keuangan – Volume 19, Nomor 2, Juni 2015 : 276 – 295

Pertama, Responden dalam penelitian ini kan karena memang PNS di Indonesia
(pegawai BPK-RI) memiliki karakteristik yang memiliki karakteristik unik yang tidak
unik. Karena latar belakang pendidik- mempertimbangan faktor personal cost da-
an/pelatihan, pengalaman dan pekerjaan lam membuat keputusan whistle-blowing.
yang berkaitan dengan audit, responden Mengacu pada hasil penelitian ini dan
penelitian ini umumnya telah familiar dengan beberapa justifikasi di atas, masih terbuka
fraud dan alur/cara penanganan-nya. Oleh ruang bagi peneliti berikutnya untuk meng-
karena itu tidak sulit bagi respon-den untuk ujicobakan kembali konsistensi pengaruh
memilih jalur pelaporan yang menghindari variabel personal cost terhadap minat whistle-
personal cost saat akan melaku-kan whistle- blowing khususnya pada PNS di luar
blowing, misalnya melalui se-macam upaya lingkup BPK RI. Pendapat ini didasarkan
whistle-blowing anonim atau melalui internal pada argumentasi yang sebelumnya telah
whistle-blowing system. Me-lalui mekanisme dijelaskan pada bagian hasil pengujian
tersebut, identitas pelapor bisa saja hipotesis, bahwa dalam penelitian ini per-
dirahasiakan dan pelapor ter-lindungi dari sonal cost dapat saja dianggap berpengaruh
risiko personal cost. Kedua, dalam desain jika confidence level penelitian diturunkan
penelitian ini minat whistle-blowing tidak dari 95% menjadi 90%. Namun karena alas-
spesifik didefinisikan pada saluran dan an konsistensi, peneliti tidak menurunkan
bentuk whistle-blowing tertentu, seperti minat confidence level. Selain itu kesamaan hasil
whistle-blowing internal atau whistle-blowing dengan penelitian Winardi (2013) juga
eksternal maupun minat whistle-blowing memungkinkan peneliti berikutnya untuk
anonim atau teridentifikasi. Hal ini mungkin mengkaji ulang definisi personal cost khusus-
menyebabkan responden yang diukur minat nya untuk diterapkan di Indonesia, karena
whistle-blowing-nya dapat saja berasumsi berbagai macam faktor/hal seperti kondisi
bahwa ia memiliki minat yang tinggi untuk budaya, lingkungan, dan sebagainya yang
melakukan whistle-blowing namun hanya pada mungkin berbeda dengan kondisi di luar
saluran dan bentuk whistle -blowing yang negeri.
personal cost-nya paling minim atau dapat Hipotesis keempat (H4) dalam peneliti-
dihindari. Ketiga, penelitian Mesmer-Magnus an ini yaitu tingkat keseriusan kecurangan
dan Viswes-varan (2005) serta Kaplan dan berpengaruh positif terhadap minat PNS
Whitecotton (2001) merupakan penelitian melakukan tindakan whistle-blowing. Hasil
yang dilaku-kan di Amerika dengan subjek pengujian menunjukkan bahwa H4 diterima
penelitian non-PNS, sedangkan penelitian ini dan hasil ini konsisten dengan penelitian
dilaku-kan di Indonesia dengan subjek terdahulu (Menk, 2011; Sabang, 2013;
penelitian PNS di BPK RI. Perbedaan kondisi Winardi, 2013) yang juga menggunakan
dan karakteristik responden mungkin menjadi konsep materialitas sebagai pembeda ting-
salah satu faktor penyebab temuan peneliti-an kat keseriusan kecurangan. Temuan ini
Mesmer-Magnus dan Viswesvaran (2005) mengkonfirmasi teori prosocial organizational
serta Kaplan dan Whitecotton (2001) tidak behavior. Semakin tinggi tingkat materialitas
dapat digeneralisasikan pada penelitian ini. kecurangan akan semakin meningkatkan
Pendapat ini diperkuat oleh penelitian besarnya konsekuensi (magnitude of conse-
Winardi (2013) yang dilakukan di Indonesia quences) yang merugikan atau membahaya-
dengan subjek PNS tingkat bawah dan kan (Jones, 1991), dan hal itu berarti se-
menghasilkan kesimpulan yang sama de-ngan makin tidak etis tindak kecurangan ter-
penelitian ini yaitu personal cost tidak sebut. Pelanggaran etika merupakan salah
berpengaruh terhadap minat whistle-blow-ing. satu faktor pendorong seseorang yang
Hasil yang sejalan dengan temuan Winardi berperilaku prosocial untuk melakukan pe-
(2013) tersebut mungkin disebab- laporan atau bertindak menjadi whistle
blower (Sabang, 2013).
Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Minat Pegawai Negeri Sipil ... – Bagustianto, Nurkholis 293

SIMPULAN DAN SARAN blowing tertentu, sehingga generalisasi mo-del


Berdasarkan hasil serangkaian penguji- regresi penelitian ini terbatas pada defi-nisi
an dan analisis linier berganda dapat di- whistle-blowing secara umum. Kedua,
simpulkan bahwa model penelitian yang pelaksanaan pengumpulan data kuesioner
telah dibuat dapat digunakan untuk mem- yang berbasis internet berpotensi menyebab-
prediksi minat PNS BPK RI untuk melaku- kan terjadinya selection bias karena respon-den
kan tindakan whistle-blowing. Tiga variabel hanya berasal dari golongan yang memiliki
independen yaitu sikap terhadap whistle- akses internet saja. Ketiga, respon-den dalam
blowing, komitmen organisasi, tingkat ke- penelitian ini hanyalah PNS yang bekerja di
seriusan kecurangan menjadi faktor yang BPK RI sehingga hasil pe-nelitian belum tentu
mempengaruhi minat whistle-blowing PNS sesuai untuk di-generalisasi/digunakan pada
BPK RI. Sementara faktor personal cost tidak PNS di luar BPK RI. Keterbatasan yang
berpengaruh terhadap minat whistle-blowing terakhir adalah berkaitan dengan tema
PNS BPK RI. penelitian yang sen-sitif (berkaitan dengan
Hasil penelitian ini mengonfirmasi teori- whistle-blowing) dan pengukuran variabel.
teori yang telah ada seperti prosocial Pelaksanaan peng-ukuran yang tidak
organizational behavior, theory of planned beha- menghadapkan respon-den dengan kondisi
vior, dan konsep komitmen organisasi. Pe- nyata dikhawatirkan menyebabkan resonden
nelitian ini juga diharapkan dapat mem-bantu menjawab pertanya-an survei secara normatif,
pemerintah dan lembaga negara, khususnya sehingga hasil penelitian bisa saja menjadi
BPK RI, dalam merancang stra-tegi untuk bias dengan kondisi yang sebenarnya di
meningkatkan minat whistle blowing lapangan.
pegawainya serta mendesain atau Keterbatasan-keterbatasan penelitian
menyempurnakan whistle -blowing system pada ini diharapkan dapat memberikan implikasi
institusinya dengan memperhatikan faktor- bagi peneliti lain untuk mengembangkan
faktor yang mempengaruhi minat whistle dan menyempurnakan penelitian lebih
blowing. Upaya peningkatan minat whistle- lanjut di masa yang akan datang. Pe-
blowing dapat dilakukan misalnya melalui nyempurnaan desain dan metode penelitian
pelatihan etika (ethics training) mau-pun dapat dilakukan dengan memfokuskan pe-
sosialisasi yang komprehensif tentang nelitian minat whistle-blowing pada saluran
kecurangan, manfaat whistle-blowing, dan tata dan bentuk whistle-blowing yang spesifik,
cara melakukan whistle-blowing yang tepat. menghindari metode pengumpulan data
Melalui upaya tersebut diharapkan akan yang memungkinkan munculnya selection
meningkatkan kesadaran akan dam-pak bias, dan memperluas serta memperbesar
kecurangan yang serius dan meningkat-kan jumlah sampel penelitian sehingga mampu
respon positif sikap PNS terhadap whistle- merepresentasikan PNS di Indonesia. Pe-
blowing. Minat whistle-blowing juga dapat neliti juga menyarankan kepada peneliti
ditingkatkan dengan meningkatkan komitmen berikutnya untuk dapat menguji kembali
organisasi pegawai misalnya dengan konsistensi pengaruh faktor personal cost
pemberian kompensasi, reward dan terhadap minat whistle-blowing dan bila
punishment yang memadai; menciptakan perlu mengkaji ulang definisi personal cost
lingkungan kerja yang kondusif dan ter-buka yang sesuai dengan kondisi di Indonesia.
sehingga pegawai dapat merasa ter-libat Pengembangan penelitian dapat diarahkan
dalam pelaksanaan tugas dan pencapai-an pula pada eksplorasi faktor-faktor lain yang
tujuan organisasi, dan lain sebagainya. mungkin mempengaruhi minat whistle-
Penelitian ini memiliki beberapa ke- blowing PNS di Indonesia sehingga dapat
terbatasan. Pertama, penelitian ini tidak menghasilkan model regresi penelitian yang
spesifik mendefinisikan minat whistle- dapat memprediksi secara lebih akurat.
blowing pada saluran dan bentuk whistle- Faktor-faktor lain yang mungkin menarik
294 Ekuitas: Jurnal Ekonomi dan Keuangan – Volume 19, Nomor 2, Juni 2015 : 276 – 295

untuk diuji antara lain faktor iklim The McGraw-Hill Companies Inc. New
organisasi terhadap whistle-blowing, faktor York.
kelengkapan bukti (evidence of wrongdoing), Jones, T. M. 1991. Ethical Decision Making
faktor-faktor demografi whistle-blower, fak- By Individuals in Organizations: An
tor tanggung jawab personal, faktor per- Issue-Contingent Model. Academy of
timbangan etis (ethical judgement), ataupun Management Review 16(2): 366-395.
faktor dukungan rekan kerja/atasan. Kaplan, S. E. dan S. M. Whitecotton. 2001.
An Examination of Auditors’ Reporting
DAFTAR PUSTAKA Intentions When Another Auditor is
Ahmad, S. A., M. Smith., dan Z. Ismail. Offered Client Employment. A Journal
2012. Internal Whistle-Blowing Inten- of Practice and Theory 20(1): 45-63.
tions: A Study of Demographic and Kline, P. 1994. An Easy Guide to Factor
Individual Factors. Journal of Modern Analysis. Routledge. New York.
Accounting and Auditing 8(11): 1632- Kuryanto, A. D. 2011. Pengaruh Inde-
1645. pendensi Auditor, Komitmen Organi-
Ajzen, I. 1991. The Theory of Planned sasi, Gaya Kepemimpinan, dan Pe-
Behaviour. Organizational Behaviour and mahaman Good Corporate Governance
Human Decision Processes 50:179-211. Terhadap Kinerja Auditor Eksternal
Ajzen, I. 2002. Constructing a TpB Question- (Studi pada Kantor Akuntan Publik di
naire: Conceptual and Methodological Indonesia). Tesis. Program Pasca Sarja-
Considerations. na Fakultas Ekonomi dan Bisnis Uni-
http://chuang.epage.au.edu.tw/ezfiles/168/1 versitas Brawijaya. Malang.
168/attach/20/pta_41176_7688352_57138. Menk, K. B. 2011. The Impact of Materiality,
pdf. Diakses tanggal 26 Oktober 2014. Personality Traits, and Ethical Position
Association of Certified Fraud Examiners. on Whistle-Blowing Intentions. Diser-
2014. Report to The Nation 2014 on tasi. Program Doctor of Philosophy in
Occupational Fraud and Abuse. Austin Business Virginia Commonwealth Uni-
USA. versity. Virginia.
Bouville, M. 2007. Whistle-Blowing and Mesmer-Magnus, Jessica R. dan C. Viswes-
Morality.Journal of Business Ethics 81: varan. 2005. Whistleblowing in Organi-
579–585. zations: An Examination of Correlates
Brief, A. P. dan S. J. Motowidlo. 1986. of Whistleblowing Intentions, Actions,
Prosocial Organizational Behaviours. and Retaliation. Journal of Business
Academy of Management Review 11(4): Ethics 52: 277-297.
710-725. Miceli, M. P. dan J. P. Near. 1985. Character-
Curtis, M. B. 2006. Are Audit-related Ethical istics of Organizational Climate and
Decisions Dependent upon Mood?. Perceived Wrongdoing Associated with
Journal of Business Ethics 68: 191-209. Whistle-Blowing Decisions. Personnel
Diniastri, E. 2010. Korupsi, Whistleblowing Psychology 1985(38): 525-544.
dan Etika Organisasi. Skripsi. Jurusan Miceli, M. P., J. P. Near, dan C. R. Schwenk.
Akuntansi Fakultas Ekonomi Uni- 1991. Who Blows The Whistle and
versitas Brawijaya. Malang. Why?. Industrial & Labor Relation Review
Dozier, J. B dan M. P. Miceli. 1985. Potential 45(1): 113-130.
Predictors of Whistle-Blowing: A Pro- Mowday, R. T., R. M. Steers dan L. W.
social Behavior Perspective. Academy of Porter. 1979. The Measurement of
Management Review 10(4): 823-836. Organizational Commitment. Journal of
Gibson, J. l., J. M. Ivancevich, J. H. Donnelly- Vocational Behavior 14: 224-247.
Jr., dan R. Konopaske. 2012. Organi- Park, H dan J. Blenkinsopp. 2009. Whistle-
zations: Behavior, Structure, Processes. blowing as Planned Behaviour – A
Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Minat Pegawai Negeri Sipil ... – Bagustianto, Nurkholis 295

Survey of South Korean Police Officer. Blowing: A Test of The Reformer and
Journal of Business Ethics 85: 545-556. The Organization Man Hypotheses.
Parmerlee, M. A., J. P. Near, dan T. C. Group & Organization Management 19(3):
Jensen. 1982. Correlates of Whistle- 270-284.
blowers’ Perceptions of Organizational Susmanschi, G. 2012. Internal Audit and
Retaliation. Administrative Science Quar- Whistle-Blowing. Economics, Manage-
terly 27(1): 17-34. ment, and Financial Markets 7(4): 415–
Rothschild, J dan T. D.Miethe. 1999. Whistle 421.
-Blower Disclosures and Mana-gement Sweeney, P. 2008. Hotlines Helpful for
Retaliation. Work and Occupa-tions 26: Blowing The Whistle. Financial Execu-
107–128. tive 24(4): 28-31.
Sabang, M. I. 2013. Kecurangan, Status Transparency International. 2013. Corrup-
Pelaku Kecurangan, Interaksi Individu- tion Perceptions Index 2013. http://
Kelompok, dan Minat Menjadi Whistle- www.transparency.org/cpi2013/results.
blower (Eksperimen pada Auditor Diakses tanggal 2 Februari 2016.
Internal Pemerintah. Tesis. Program Transparency International. 2014. Corrup-
Pasca Sarjana Fakultas Ekonomi dan tion Perceptions Index 2014. http://
Bisnis Universitas Brawijaya. Malang. www.transparency.org/cpi2014/results.
Secord, P. F. dan C. W. Backman. 1964. Diakses tanggal 2 Februari 2016.
Social Psychology. The McGraw-Hill Transparency International. 2015. Corrup-
Book Company. New York. tion Perceptions Index 2015. http://
Sekaran, U dan R. Bougie. 2010. Research www.transparency.org/cpi2015#results-
Methods for Business: A Skill Building table. Diakses tanggal 2 Februari 2016.
Approach. 5th ed. Wiley. Chichester. Winardi, R. D. 2013. The Influence of
Schultz-Jr., J. J., D. A. Johnson., D. Morris Individual and Situational Factors on
dan S. Dyrnes. 1993. An Investigation of Lower-Level Civil Servants’ Whistle-
The Reporting of Questionable Acts in Blowing Intention in Indonesia. Journal
an International Setting. Journal of of Indonesian Economy and Business 28(3):
Accounting Research 31: 75-103. 361-376.
Somers, M. J. dan J. C. Casal. 1994. Organi-
zational Commitment and Whistle-

You might also like