You are on page 1of 20

GEOLOGI DAERAH KALUBIMPI

KECAMATAN BONTOCANI KABUPATEN BONE


PROVINSI SULAWESI SELATAN

Baso Rezki Maulana1, Ir. Kaharuddin MS. MT 1


2Prodi Teknik Geologi, Jurusan Teknik Geologi, Fakultas Teknik, Universitas Hasanuddin

Alamat Korespondensi:
Baso Rezki Maulana
Jurusan Teknik Geologi Universitas Hasanuddin
Makassar. Sulawesi Selatan.
HP: 085250263190
Email: angular211@gmail.com

ABSTRACT
Administratively, the research area is located in Kalubimpi Bontocani distrct Bone
regency in South Sulawesi Province. Geographically, the research area is located at the
coordinates of 05°00'00"–05°03'00" south latitude and 119°54'00"–119°58'00" east longitude.
The purpose ofthis research is to conduct detailed surface geological mapping on a map scale 1:
25.000 against aspects of geomorphology, stratigraphy, structural geology, historical geology,
and mineral aspects with the aim to create a geological map of the area Kalubimpi Bontocani
district Bone regency in South Sulawesi Province supported by geomorphological maps,
stratigraphic columns, geologic structure maps, and map mineral potential will becompiled in a
final report of the geological mapping. Geomorphology of the research area is divided into two
(2) groups are landscape units which are waves hill slope morphology unit and waves sloping
morphology unit. The streams that developed in the research area are streams permanent and
nonpermanent, insequent and obsequent genetic types with flow patterns in the form of dendritic
and subdendritic. Based on geomorphological aspects can be concluded that the streams and
research areas include is adult into older age. Based on unformal lithostratigraphy,
stratigraphic research area is divided into three (3) lithologies of the upper to lower, which are
of the units of porphyri basalt, volcanic breccia, and limestone. Geological structures that
developed in the study area is systematic joints, nonsystematic joints, and synistral strike slip
faults of Salo Sapiri, that are happened in after Miosen (Post Miosen). Minerals found in the
research are ain the form of limestone, which are sand and rock.

1
PENDAHULUAN melakukan penelitian geologi pada daerah
Kalubimpi Kecamatan Bontocani Kabupaten
Ilmu geologi adalah ilmu yang
Bone Provinsi Sulawesi Selatan.
mempelajari tentang bumi yang meliputi
Penelitian geologi yang dilakukan
segala aspek yang ada di permukaan bumi
dimaksudkan untuk melakukan pemetaan
maupun di dalam bumi serta proses
geologi permukaan guna mendapatkan data
pembentukannya. Perkembangan dari ilmu
dan informasi geologi dengan menggunakan
geologi semakin pesat seiring dengan
peta berskala 1 : 25.000.
kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi.
Adapun tujuan penelitian geologi ini
Perkembangan ilmu geologi semakin
adalah untuk mengetahui kondisi geologi
dirasakan manfaatnya dalam aspek
daerah penelitian yang meliputi aspek–aspek
kehidupan terutama yang berhubungan
geomorfologi, stratigrafi, struktur geologi,
dengan sumber daya alam, pertambangan,
dan sejarah geologi di daerah penelitian.
dan bidang terkait lainnya. Informasi geologi
Secara Administratif daerah
mutlak diperlukan dan dimiliki setiap daerah.
penelitian termasuk dalam Wilayah
Hal ini mengingat informasi geologi juga
Kecamatan Bontocani Kabupaten Bone
mencakup data sumber daya alam beserta
Provinsi Sulawesi Selatan (gambar 1).
potensinya yang dapat dikembangkan untuk
Secara astronomis daerah penelitian terletak
menunjang pembangunan daerah masing–
pada 05°00'00"–05°03'00" Lintang Selatan
masing. Perkembangan dan kemajuan ilmu
dan 119°54'00"–119°58'00" Bujur Timur.
geologi itu sendiri tidak lepas dari peranan
Daerah Penelitian terpetakan dalam peta
ahli–ahli geologi.
Rupa Bumi Indonesia sekala 1 : 50.000
Penelitian geologi yang sifatnya
Lembar Malino nomor 2010–64 terbitan
regional pada daerah Sulawesi umumnya dan
Bakosurtanal edisi I tahun 1991 (Cibinong
Sulawesi Selatan khususnya telah banyak
Bogor). Luas daerah penelitian mencakup
dilakukan oleh para ahli geologi sehingga
wilayah 4' x 3' atau 7,2 km x 5,4 km, dengan
masih diperlukan suatu penelitian geologi
luas sekitar 41,07 Km2.
yang lebih detail pada masing–masing
Daerah penelitian ini dapat dicapai
daerah di wilayah ini. Daerah memiliki
dari kota Makassar melalui jalur darat
kondisi geologi yang cukup kompleks dan
dengan menggunakan kendaraan beroda dua
menarik. Beberapa hal di atas merupakan
faktor yang melatar belakangi penulis untuk

2
maupun roda empat selama ± 5 jam morfologi ini relatif Timurlaut ke Baratdaya
perjalanan. meliputi Bonto Carumbai dan Bonto
Limpoe.
Berdasarkan hasil pengolahan data
morfometri, satuan morfologi ini memiliki
kemiringan lereng rata–rata 7,90 – 8,74°,
persentase sudut lereng sebesar 17,57 –
19,43%, dan beda tinggi 500 – 1186 meter di
atas permukaan laut. Sehingga satuan
morfologi ini dapat digolongkan ke dalam
satuan morfologi perbukitan bergelombang
miring menurut klasifikasi van Zuidam
(1985).
Berdasarkan pendekatan morfografi
Gambar 1.1 Peta lokasi daerah penelitian dengan melakukan pengamatan di lapangan,
dijumpai relief perbukitan bergelombang
GEOMORFOLOGI miring pada daerah penelitian. Bentuk relief

Berdasarkan pendekatan morfometri, perbukitan bergelombang miring pada daerah

morfografi, dan morfogenesa, maka satuan penelitian ditandai dengan dijumpainya

geomorfologi pada daerah penelitian dapat lereng yang miring dengan tipe morfologi

dibagi menjadi 2 satuan morfologi, yaitu : perbukitan bergelombang, kenampakan

1. Satuan morfologi perbukitan bentuk puncak sebagian berbentuk runcing,

bergelombang miring sebagian berbentuk tumpul, dan lembah antar

2. Satuan morfologi bergelombang miring bukit relatif berbentuk “V” yang disusun
oleh litologi berupa basal, breksi vulkanik,

1. Satuan Morfologi Perbukitan dan batugamping.

Bergelombang Miring Proses pelapukan yang dominan pada

Satuan morfologi perbukitan satuan morfologi ini adalah proses pelapukan

bergelombang miring menempati ± 58,92% fisika dan kimia. Pelapukan fisika yang

dari seluruh daerah penelitian dengan luas ± berlangsung pada satuan morfologi ini

24,20 km2. Arah penyebaran dari satuan ditandai dengan dijumpainya material–

3
material breksi vulkanik mulai dari ukuran perbukitan seperti yang terjadi pada daerah
pasir halus hingga bongkah. Proses Bonto Limpoe berupa debris slide.
pelapukan kimia yang terjadi di daerah
penelitian menghasilkan soil dengan jenis
soil residual soil, yaitu soil yang belum
mengalami transportasi dan masih berada Gambar 2.2 Satuan morfologi ”perbukitan
dekat dengan batuan asalnya dengan bergelombang miring”, bentuk puncak
runcing (x), bentuk puncak tumpul (y), dan
ketebalan soil sekitar 50 – 100 cm. bentuk lembah (z) antar bukit relatif
Berdasarkan hal tersebut maka dapat berbentuk “V”. Difoto ke arah N27˚E dari
stasiun 16.
diketahui bahwa proses pelapukan yang
terjadi pada satuan morfologi ini berlangsung
sedang – tinggi.
Jenis erosi permukaan yang terjadi di
daerah penelitian berupa erosi rill dan gully.
Erosi rill yang dicirikan pada lokasi
penelitian berupa alur cekungan yang
berbentuk relatif linear dan belum
mengalami pelebaran ke samping. Jenis erosi
Gambar 2.3 Hasil pelapukan batuan
rill ini dijumpai di sekitar daerah
berupa residual soil.
Kalubimpi. Jenis erosi rill ini mengalami
perkembangan lebih lanjut dengan dimensi
yang lebih besar membentuk erosi gully
(erosi parit). Gully adalah saluran – saluran
erosi yang dalam dengan ke dalaman
berkisar dari 0,5 – 3 m. Jenis erosi gully ini
dijumpai di sekitar daerah Jawijawi.
Pengaruh dari tingkat pelapukan fisika
yang tinggi, soil yang tebal serta struktur
Gambar 2.4 Jenis erosi berupa erosi rill.
batuan yang telah mengalami hancuran,
memicu terjadinya gerakan tanah pada lereng

4
Sungai yang mengaliri satuan
morfologi ini terdiri dari Sungai Tibo dan
Sungai Cani serta anak sungai dari kedua
sungai tersebut. Penampang sungai pada
satuan morfologi ini secara umum berbentuk
huruf “V”. Berdasarkan karakteristik tersebut
maka stadia sungai pada satuan ini termasuk
stadia muda menjelang dewasa.
Gambar 2.5 Jenis erosi berupa erosi gully.
2. Satuan Morfologi Bergelombang
Miring
Satuan morfologi bergelombang
miring menempati ± 41,08% dari seluruh
daerah penelitian dengan luas ± 16,87 km2.
Arah penyebaran dari satuan morfologi ini
relatif Utara ke Selatan.
Berdasarkan hasil pengolahan data
Gambar 2.6 Debris slide pada daerah morfometri, satuan morfologi ini memiliki
Jawijawi. persentasi kemiringan lereng 0,68 – 5,71°,
persentase sudut lereng 1,52 – 12,69%, dan
beda tinggi 375 – 732 meter di atas
permukaan laut. Sehingga satuan morfologi
ini dapat digolongkan ke dalam satuan
morfologi bergelombang miring menurut
klasifikasi van Zuidam (1985).
Berdasarkan pendekatan morfografi
dengan melakukan pengamatan di lapangan,
Gambar 2.7 Kenampakan Sungai Cinnong dijumpai relief bergelombang miring pada
dengan penampang sungai berbentuk huruf
daerah penelitian. Bentuk relief
“V”.
bergelombang miring pada daerah penelitian
ditandai dengan dijumpainnya lereng yang

5
landai hingga miring dengan tipe morfologi yaitu adanya fragmen dari breksi vulkanik
bergelombang, kenampakan bentuk yang tidak terkonsolidasi. Selain itu dijumpai
puncaknya yang relatif tumpul dan cembung pelapukan kimia berupa spheroidal
serta punggungan bukit yang datar dan weathering. Pelapukan biologi juga terjadi di
lembah antar bukit relatif berbentuk “V” daerah penelitian ditandai dengan adanya
tumpul. Bentuk puncak yang relatif tumpul tekanan dari tubuh maupun akar dari suatu
dan cembung pada satuan morfologi ini tumbuhan terhadap batuan penyusun daerah
dipengaruhi oleh litologi yang menyusunya. peneltian sehingga batuan akan pecah –
Litologi yang menyusun satuan ini adalah pecah yang kemudian akan mengalami
breksi vulkanik, basal, dan batugamping proses pelapukan. Pelapukan kimia pada
yang memiliki resistensi yang tidak terlalu daerah penelitian ditandai dengan adanya
tinggi sehingga proses pelapukan dan erosi perubahan warna pada batuan yang semula
yang bekerja pada satuan ini cukup tinggi. berwarna hitam berubah menjadi berwarna
kecoklatan, hal ini disebabkan karena adanya
perubahan komposisi kimia dari batuan
tersebut dan pada akhirnya akan menjadi
Gambar 2.8 Satuan morfologi
bergelombang miring”, bentuk puncak relatif soil. Ketebalan soil yang dijumpai di daerah
tumpul dan punggungan bukit yang penelitian yaitu 20 – 40 cm dan jenis soil
memanjang dari Utara – Tenggara.
secara umum adalah residual soil yang
terbentuk dari hasil lapukan batuan di
bawahnya. Berdasarkan hal tersebut maka
dapat diketahui bahwa proses pelapukan
yang terjadi pada satuan bentang alam ini
Gambar 2.9 Satuan morfologi
berlangsung sedang – tinggi.
“bergelombang miring”, bentuk lembah antar
bukit retatif berbentuk “V” tumpul. Jenis erosi permukaan yang
berkembang pada daerah penelitian yaitu
Proses pelapukan yang bekerja pada
berupa erosi gully. Jenis erosi gully pada
daerah penelitian adalah proses pelapukan
satuan bentang alam ini dijumpai pada
secara fisika, kimia dan biologi. Pelapukan
litologi dengan resistensi yang sedang –
fisika adalah pelapukan yang menyebabkan
tinggi dan telah mengalami pelapukan. Jenis
terjadi perubahan sifat fisik pada batuan,
pelapukan fisika yang dijumpai di lapangan

6
erosi gully ini dijumpai di sekitar daerah
Watangcani.
Pengaruh dari tingkat pelapukan
fisika yang tinggi, soil yang tebal, dan
struktur batuan yang telah mengalami
hancuran, memicu terjadinya gerakan tanah
pada lereng perbukitan seperti yang terjadi
pada daerah Alekang berupa debris slide.
Sungai yang mengaliri satuan
Gambar 2.11 Hasil pelapukan biologi pada
morfologi ini terdiri dari Sungai Tibo, batugamping.
Sungai Cani, dan Sungai Sapiri serta anak
sungai dari ketiga sungai tersebut.
Penampang sungai pada satuan morfologi ini
secara umum berbentuk huruf “U” dan.
Berdasarkan karakteristik tersebut maka
stadia sungai pada satuan ini termasuk stadia
muda menjelang dewasa.
Tata guna lahan dari satuan
morfologi ini yaitu digunakan sebagai
Gambar 2.12 Hasil pelapukan batuan
persawahan oleh penduduk setempat. berupa residual soil dengan tebal 20 – 40 cm.

Gambar 2.13 Erosi gully pada daerah Punta.

Gambar 2.10 Pelapukan kimia berupa


pelapukan kulit bawang (spheroidal
weathering) pada fragmen breksi vulkanik.

7
Gambar 2.17 Area persawahan sebagai
tataguna lahan dari satuan morfologi
“bergelombang miring” pada sebelah Utara
Desa Alekang.

Penentuan stadia sungai didasarkan


pada kenampakan profil lembah, pola saluran
Gambar 2.14 Debris slide pada daerah
Kalubimpi. sungai, jenis erosi, dan proses sedimentasi
yang terjadi di sungai. Pada daerah penelitian
bentuk umum dari profil melintang dari
sungai pada satuan morfologi bergelombang
miring ini relatif berbentuk “U” pada Sungai
Induk yaitu Sungai Cani dan Sungai Sapiri
yang memiliki pola saluran yang lebar dan
berkelok. Pada daerah penelitian di daerah
sungai juga terjadi proses erosi secara lateral
yang menyebabkan terjadinya pelebaran
Gambar 2.15 Kenampakan point bar (x)
pada Sungai Cani dengan penampang sungai sungai. Proses sedimentasi yang terjadi di
berbentuk huruf “U”. sepanjang sungai dapat dilihat dengan
dijumpai point bar dan channel bar. Analisis
terhadap beberapa parameter penentuan
stadia sungai pada daerah penelitian
mengarah pada stadia muda menjelang
dewasa.

Gambar 2.16 Kenampakan channel bar (x)


pada Sungai Cani

8
STRATIGRAFI struktur tidak berlapis. Berdasarkan
komponen penyusunnya yang dominan
Daerah penelitian tersusun oleh tiga
berupa fosil dan mud, maka batuan ini
satuan batuan dari tua ke muda yaitu:
dinamakan Packstone (Dunham, 1962).
1. Satuan Batugamping
Singkapan batugamping ini ditemukan pada
Satuan batugamping beranggotakan
daerah Jawijawi.
batugamping. Satuan batugamping
menempati sekitar 56,40% dari luas
keseluruhan daerah penelitian yaitu dengan
luas sekitar 23,16 km2. Penyebaran satuan ini
memanjang dari Barat hingga ke Tenggara
yang menempati Kecamatan Bontocani yang
meliputi daerah Alekang, Kalubimpi,
Jawijawi, dan Watangcani. Secara umum
kedudukan batuan berarah relatif Baratlaut
sampai Tenggara dengan besarnya dip antara
28˚ – 34˚. Satuan batugamping ini tersingkap Gambar 3.2 Kenampakan singkapan
batugamping pada daerah Jawijawi.
dengan baik dalam kondisi yang segar pada
daerah sebelah Timur daerah penelitian.
Ketebalan dari satuan ini pada lokasi
penelitian berdasarkan hasil dari perhitungan
penampang geologi A – B yaitu ±475 meter.
Litologi yang menyusun satuan ini yaitu
batugamping yang mengandung fosil
foraminifera. Kenampakan lapangan dari
batugamping dalam keadaan segar berwarna
putih keabu–abuan dan dalam keadaan lapuk Gambar 3.3 Kenampakan fotomikrograf
“Packstone”
berwarna coklat kehitaman, tekstur klastik
kasar, ukuran butir berkisar antara pasir Umur dari satuan ini berdasarkan
kasar–pasir halus, tersusun oleh fosil komposisi fosil foraminifera makro adalah
foraminifera serta mud berupa mineral Eosen Tengah – Eosen Akhir yang
karbonat. Sortasi buruk, kemas terbuka, serta disebandingkan dengan klasifikasi P.

9
Bauman (1971) berumur Tb terbentuk pada berwarna coklat kehitaman, tekstur
laut neritik luar (outer neritik) menurut piroklastik kasar, ukuran butir pasir hingga
Bandy (1967). Hubungan stratigrafi antara bongkah. Fragmen batuan berupa Basal
satuan batugamping pada daerah penelitian Porfiri (Fenton, 1940) dengan bentuk
dengan geologi regional memiliki fragmen angular – subangular yang
kesebandingan, dimana hubungan stratigrafi berukuran 5 – 25 cm, matriks terdiri dari
dapat dikorelasikan dengan batugamping batuan beku dengan bentuk angular –
Formasi Tonasa (Temt). subangular yang berukuran 1,5 – 4,5 mm,
dan semen yang bersifat silika, kemas
2. Satuan Breksi Vulkanik terbuka, sortasi buruk, dan struktur berlapis.
Singkapan ini dijumpai dalam keadaan segar
Satuan breksi vulkanik ini
pada daerah Alekang, dengan nama batuan
beranggotakan breksi vulkanik. Satuan ini
Breksi Vulkanik (Wenworth, 1922).
menempati sekitar 41,12% dari luas
Umur dari satuan ini adalah Miosen
keseluruhan daerah penelitian yaitu dengan
Tengah – Miosen Atas dengan lingkungan
luas sekitar 16,89 km2. Penyebaran satuan ini
pengendapan berupa darat. Hubungan
berada pada Kecamatan Bontocani yang
stratigrafi antara satuan breksi vulkanik pada
meliputi daerah Buatenning, Punta, dan
daerah penelitian dengan geologi regional
Alekang. Secara umum kedudukan batuan
memiliki kesebandingan, dimana hubungan
berarah relatif Tenggara dengan besarnya
stratigrafi dapat dikorelasikan dengan
dip antara 14˚ – 24˚. Satuan breksi vulkanik
Formasi Gunungapi Camba (Tmcv).
ini tersingkap dengan baik dalam kondisi
yang segar pada daerah sebelah Barat daerah
penelitian.
Ketebalan dari satuan ini pada lokasi
penelitian berdasarkan hasil dari perhitungan
penampang geologi A – B yaitu ±875 meter.
Litologi yang menyusun satuan ini
terdiri dari breksi vulkanik. Kenampakan
lapangan (megaskopis) dari breksi vulkanik
Gambar 3.7 Kenampakan singkapan breksi
dalam keadaan segar berwarna abu–abu vulkanik pada daerah Sungai Cinnong.
kecoklatan dan dalam keadaan lapuk

10
(700 m) di atas permukaan laut. Berdasarkan
selisih antara kontur terendah dan kontur
tertinggi pada satuan tersebut maka
didapatkan ketebalan yang diperkirakan
sekitar ±300 meter.
Kenampakan lapangan (megaskopis)
dari basal porfiri dalam keadaan segar
berwarna abu–abu kehitaman dan dalam
Gambar 3.8 Kenampakan fotomikrograf keadaan lapuk berwarna coklat kehitaman,
fragmen breksi vulkanik yaitu “Basal Porfiri”
kristalinitas hipokristalin, granularitas
porfiroafanitik, bentuk euhedral – subhedral
dengan relasi inequigranular, struktur masif,
disusun oleh mineral piroksin, plagioklas,
dan massa dasar. Singkapan ini dijumpai
dalam keadaan segar pada daerah Sungai
Sapiri, dengan nama batuan Basal Porfiri
(Fenton, 1940).
Umur dari satuan ini adalah Miosen
Gambar 3.9 Kenampakan fotomikrograf Tengah – Miosen Atas dengan lingkungan
“Vitric Tuff”
pengendapan berupa darat. Hubungan
3. Satuan Basal Porfiri stratigrafi antara satuan basal porfiri pada
daerah penelitian dengan geologi regional
Satuan basal porfiri ini beranggotakan
memiliki kesebandingan, dimana hubungan
basal porfiri. Satuan ini menempati sekitar
stratigrafi dapat dikorelasikan dengan
2,48% dari luas keseluruhan daerah
Formasi Gunungapi Camba (Tmcv).
penelitian atau sekitar 1,02 km2. Satuan ini
terletak di bagian Baratlaut memanjang ke
Barat daerah penelitian.
Penentuan ketebalan satuan pada
penampang geologi A – B yaitu berdasarkan
beda tinggi dengan asumsi bahwa batas
bawah dari satuan ini (400 m) dan batas atas

11
Berdasarkan hasil pengukuran
kedudukan batuan maka dapat
diinterpretasi bahwa struktur lipatan yang
berkembang pada daerah penelitian
berupa lipatan homoklin.
Analisis terhadap gaya yang
menyebabkan terbentuknya lipatan pada
daerah penelitian mengacu pada Teori
Gambar 3.10 Kenampakan singkapan basal Pengkerutan oleh Harding (1974), yang
porfiri pada daerah Sungai Sapiri.
menyatakan bahwa arah umum gaya
tektonik yang membentuk lipatan adalah
tegak lurus sumbu lipatan atau searah
dengan jurus dan kemiringan batuan.
Konsep tersebut di atas didukung
oleh hasil rekonstruksi dari kedudukan
sayap lipatan homoklin terhadap struktur
sesar geser yang terbentuk setelahnya.
Berdasarkan hal tersebut maka dapat
Gambar 3.11 Kenampakan fotomikrograf diketahui bahwa arah umum gaya yang
“Basal Porfiri”
bekerja membentuk lipatan adalah Utara
STRUKTUR Baratlaut–Selatan Menenggara.
Penentuan umur pembentukan lipatan
Struktur geologi yang dijumpai pada
pada daerah penelitian didasarkan pada
daerah penelitian terdiri dari :
satuan batuan yang terlipat (satuan breksi
1. Struktur Lipatan
vulkanik) yaitu satuan yang berumur
Berdasarkan hasil pengukuran
Miosen Atas. Dengan demikian umur
kedudukan batuan yang dilakukan di
pembentukan lipatan adalah Post Miosen
lapangan, dimana perlapisan pada
Atas.
batugamping dan breksi vulkanik di
2. Kekar
daerah penelitian memperlihatkan
Kekar (joint) merupakan rekahan
kedudukan perlapisan batuan yang relatif
pada batuan, dimana tidak ada atau sedikit
mengarah Selatan Menenggara.

12
sekali mengalami pergeseran (Billings, kekar tidak sistematik dan kekar sistematik.
1968). Hal – hal yang diidentifikasi dalam Kekar sistematik dijumpai pada batuan basal
pengamatan karakteristik kekar di lapangan, porfiri stasiun 82. Kekar tidak sistematik juga
meliputi pengukuran lebar bukaan kekar, dijumpai pada atugamping stasiun 30.
jarak atau spasi kekar, posisi kekar pada
singkapan batuan, mengukur kedudukan
kekar, serta pengambilan data kekar dalam
bentuk gambar.
Data kekar yang telah diperoleh
selanjutnya diolah berdasarkan parameter
tertentu untuk mengetahui jenis kekar yang
berkembang pada daerah penelitian. Adapun
kriteria penentuan jenis kekar pada daerah Gambar 4.5 Kenampakan kekar sistematik
dan tidak sistematik pada litologi tufa di
penelitian umumnya berdasarkan bentuk.
daerah Kampungberu difoto relatif ke Utara
Klasifikasi kekar berdasarkan Barat laut dari stasiun 46
bentuknya, (Hodgson dalam Asikin, 1979)
terdiri atas :
 Kekar sistematik, yaitu kekar yang
umumnya selalu dijumpai dalam bentuk
pasangan. Tiap pasangannya ditandai
oleh arahnya yang serba sejajar atau
hampir sejajar jika dilihat dari
kenampakan di atas permukaan.
 Kekar tak sistematik, yaitu kekar yang
Gambar 4.7 Kenampakan kekar tidak
tidak teratur susunannya, dan biasanya sistematik pada litologi tufa di daerah
tidak memotong kekar yang lainnya dan Tompobalang difoto relatif ke Utara Barat
laut dari stasiun 10.
permukaannya selalu melengkung dan
berakhir pada bidang perlapisan. 3. Sesar
Penentuan jenis kekar pada daerah penelitian Sesar adalah suatu rekahan di sepanjang
ditentukan berdasarkan bentuknya, kekar batuan yang telah mengalami pergeseran
yang dijumpai pada daerah penelitian adalah sehingga terjadi perpindahan antara bagian–

13
bagian yang berhadapan, dengan arah yang kenampakan garis kontur dengan
sejajar dengan bidang patahan (Billings, perbandingan kerapatan yang
1968). Berdasarkan teori kekandasan batuan, menyolok dan pergeseran
bahwa batuan akan pecah bila melampaui punggung bukit (offset ridges).
batas plastisitasnya sehingga dapat
disimpulkan bahwa terjadinya struktur sesar
akibat berlanjutnya gaya kompresi yang
membentuk struktur geologi sebelumnya
(Asikin, 1979).
Interpretasi struktur geologi yang
berkembang di daerah penelitian didasarkan
pada data–data yang dijumpai di lapangan
baik yang bersifat primer maupun sekunder. Gambar 4.4 Kenampakan breksi sesar
Data yang didapatkan di lapangan kemudian pada litologi basal porfiri di daerah Sungai
Sapiri, stasiun 82
dipadukan dengan hasil interpretasi peta
topografi dan hasil analisa arah tegasan
utama yang bekerja di daerah penelitian
dengan menggunakan diagram kipas. Selain
itu identifikasi struktur harus tetap mengacu
pada setting tektonik regional yang
mempengaruhi daerah penelitian.
Adapun indikasi penciri sesar yang
dijumpai di daerah penelitian yaitu :
1. Indikasi primer penciri sesar Gambar 4.5 Kenampakan mataair pada
litologi breksi vulkanik di daerah anak
- Breksi sesar pada satuan basal Sungai Sapiri, stasiun 78
porfiri stasiun 82 (gambar 4.4)
Pada penamaan sesar diberikan
2. Indikasi sekunder penciri sesar
nama belakang berdasarkan nama geografis
- Mataair pada satuan breksi
daerah yang dilalui oleh sesar tersebut.
vulkanik satsiun 78 (gambar 4.5)
Berdasarkan hasil analisa terhadap data
- Aspek relief berdasarkan hasil
lapangan berupa data primer maupun data
interpretasi peta topografi yaitu
sekunder serta analisis data kekar dan

14
tektonik regional maka sesar yang bekerja adanya gaya kompresi yang berarah Utara
pada daerah penelitian berupa sesar geser. Baratlaut – Selatan Menenggara yang
Hasil analisa kekar dengan tegasan utama menyebabkan batuan pada daerah penelitian
yang berarah Utara Baratlaut – Selatan mengalami deformasi membentuk lipatan
Menenggara, sehingga dapat diketahui yang ditandai dengan dijumpainya
pergerakan sesar geser pada daerah kedudukan batuan. Kemudian gaya kompresi
penelitian bersifat sinistral (mengiri) dimana terus bekerja sehingga menyebabkan batas
blok yang berada pada bagian Baratlaut elastisitas batuan pada daerah penelitian
bergerak ke arah Baratdaya. Sedangkan blok terlampaui dan mengakibatkan terbentuknya
yang berada pada bagian Tenggara bergerak kekar. Setelah itu tekanan fase batuan terus
ke arah Timurlaut. Berdasarkan penjelasan di meningkat dan mengalami fase deformasi
atas maka nama sesar yang bekerja pada plastis sehingga batuan akan mengalami
daerah penelitian adalah Sesar Geser Salo patahan (sesar) yang membentuk Sesar Geser
Sapiri. Salo Sapiri yang bersifat sinistral.
Berdasarkan data dan pola struktur
geologi di daerah penelitian, menunjukkan SEJARAH GEOLOGI
bahwa mekanisme pembentukan struktur
Sejarah geologi daerah penelitian
geologi daerah penelitian yang terjadi tidak
dimulai pada Kala Eosen Tengah dimana
terlepas dari pola pembentukan struktur
daerah penelitian merupakan lingkungan laut
strain elipsoid sistem Reidel dalam McClay
dangkal yang memungkinkan terjadinya
(1987). Mekanisme pembentukan struktur
proses pengendapan material–material
geologi pada daerah penelitian didasarkan
karbonat. Proses pengendapan material–
pada Sistem Reidel yang merupakan
material karbonat terhenti bersamaan dengan
modifikasi dari Teori Harding (1974) dalam
berakhirnya Kala Eosen Atas membentuk
McClay (1987). Berdasarkan penjelasan
satuan batugamping. Setelah berakhirnya
tersebut dapat diketahui bahwa mekanisme
kala Eosen Atas, daerah penelitian
pembentukan struktur geologi yang terdapat
mengalami aktivitas tektonik berupa
pada daerah penelitian terjadi dalam satu
pengangkatan.
periode.
Pada Kala Miosen Tengah dimana
Periode pembentukan struktur
daerah penelitian merupakan lingkungan
geologi pada daerah penelitian terjadi akibat
darat, terjadi aktivitas vulkanik yang terdiri

15
dari dua periode erupsi, yaitu erupsi yang dan sedimentasi yang menyebabkan
bersifat eksplosif dan erupsi yang bersifat terbentuknya endapan–endapan sungai.
effusif. Periode erupsi yang pertama bersifat Proses inilah yang kemudian mengontrol
eksplosif, mengeluarkan material–material pembentukan bentangalam (morfologi) pada
vulkanik berukuran halus berupa debu daerah penelitian.
vulkanik hingga material–material berukuran
sedang – kasar. Material–material ini INDIKASI BAHAN GALIAN
kemudian mengalami mekanisme
Bahan galian pada daerah penelitian
transportasi dan terendapkan pada daerah
tergolong kedalam bahan galian golongan
yang relatif tidak terlalu jauh dari pusat
pertambangan batuan, yaitu :
erupsi membentuk satuan breksi vulkanik.
1. Batugamping
Material ini terendapakan pada lingkungan
Sebaran bahan galian batugamping
darat. Selanjutnya pada Kala Miosen Tengah
terletak pada bagian Timurlaut daerah
terjadi periode erupsi kedua yang bersifat
penelitian dengan luas wilayah sekitar
effusive, material yang dikeluarkan berupa
54,42% dari seluruh luas daerah penelitian
aliran lava (lelehan) yang bersifat basaltik
yaitu sekitar 21,16 Km2. Tubuh batuan
yang kemudian mengalami proses
batugamping yang terdapat pada daerah
pembekuan yang relatif cepat dan
penelitian pada umumnya dijumpai dalam
membentuk satuan basal porfiri yang
bentuk bukit (gambar 6.1) dan sebagian
beranggotakan basal porfiri.
berupa bongkah-bongkah.
Setelah terhentinya vulkanisme
Genesa pembentukan batugamping yaitu
gunungapi, memasuki Kala Post Miosen
terbentuk melalui proses sedimentasi baik
Atas, terjadi aktivitas tektonik pada daerah
secara mekanik dan kimiawi dari organisme
penelitian yang menyebabkan batuan
di laut yang mengandung mineral karbonat
terkekarkan hingga tersesarkan. Sesar yang
halus berupa kalsit. Ciri fisik dari bahan
terbentuk yaitu sesar geser Salo Sapiri yang
galian batugamping ini berwarna putih
bersifat sinistral (mengiri).
sedangkan dalam kondisi lapuknya berwarna
Kemudian, pada Kala Holosen,
abu-abu kehitaman, tekstur klastik halus
dimana pada daerah penelitian proses–proses
sampai klastik kasar, komposisi material
geologi muda terus berlangsung sampai saat
penyusunnya berupa foraminifera besar.
ini seperti proses denudasi, erosi, pelapukan,
Berdasarkan sifat fisiknya yaitu tingkat

16
kekerasan yang tinggi dan massif maka
bahan galian ini berpotensi untuk digunakan
sebagai bahan bangunan terutama untuk
pondasi.
Kesampaian daerah untuk bahan galian
batugamping pada daerah penelitian yaitu ±1
Km dari Desa Alekang dengan waktu
tempuh ±20 menit. Lokasi bahan galian ini
hanya dapat dijangkau dengan berjalan kaki Gambar 6.1 Bahan galian batugamping
melalui jalan setapak. Berdasarkan dimensi dalam bentuk bukit pada daerah Alekang,
stasiun 9.
serta penyebaran dari bahan galian ini maka
bahan galian ini ekonomis untuk ditambang 2. Sirtu (Pasir dan Batu)

karena secara kuantitatif penyebarannya Sirtu merupakan singkatan pasir dan

yang luas. Bahan galian batugamping ini batu, hal ini dipertimbangkan dipergunakan

dimanfaatkan oleh masyarakat setempat karena sirtu mempunyai komposisi

sebagai bahan pengerasan jalan dan pagar mineralogy dan ukuran yang beragam. Sirtu

pada areal perkebunan sekitar lokasi bahan merupakan material campuran dari beberapa

galian. Bahan galian batugamping ukuran mulai dari ukuran pasir sampai

dieksploitasi oleh masyarakat setempat bongkah (Sukandarrumidi, 1999).

dengan menggunakan peralatan sederhana Sebaran bahan galian ini terdapat pada

seperti linggis, sekop dan palu. Batugamping sepanjang sungai pada daerah penelitian.

yang umumnya dimanfaatkan oleh Beberapa material sedimen berukuran

masyarakat setempat adalah yang berupa bongkah-kerakal (gambar 6.2) yang dapat

bongkah. Kurangnya pemanfaatan bahan dikenali yaitu basal serta material berukuran

galian batugamping pada daerah penelitian pasir.

disebabkan oleh akses transportasi yang Bahan galian sirtu pada daerah

kurang memadai. penelitian berjarak ± 2 Km dari Desa


Jawijawi dengan waktu tempuh ±15 menit.
Lokasi bahan galian ini dapat dijangkau
melalui jalan pengerasan dengan
menggunakan kendaraan beroda dua maupun

17
roda empat, dilanjutkan dengan berjalan kaki
melalui jalan setapak ± 150 meter dengan
waktu tempuh ±5 menit. Berdasarkan
penyebarannya maka bahan galian ini
ekonomis untuk ditambang karena secara
kuantitatif penyebarannya cukup luas. Bahan
galian sirtu ini telah dimanfaatkan oleh
masyarakat setempat sebagai bahan
pengerasan jalan, kostruksi bangunan berupa Gambar 6.2 Aktifitas penambangan bahan
galian sirtu pada daerah Punta, stasiun 59.
pondasi dan pagar pada areal perkebunan
sekitar lokasi bahan galian.
PENUTUP
Bahan galian sirtu yang terdapat di
daerah penelitian telah dieksploitasi oleh 1. Kesimpulan
masyarakat setempat dengan menggunakan Berdasarkan hasil uraian pada bab–bab
peralatan sederhana seperti linggis, sekop sebelumnya, maka dapat disimpulkan
dan palu selain itu, penambangan dilakukan kondisi geomorfologi daerah penelitian
dengan menggunakan bantuan alat berat secara umum tersusun oleh dua satuan
berupa PC 200 (gambar 6.3). morfologi yaitu satuan morfologi perbukitan
bergelombang miring dan satuan morfologi
bergelombang miring. Jenis sungai yang
berkembang adalah sungai permanen dan
sungai tidak permanen, sedangkan secara
genetik terdiri dari insekuen dan obsekuen,
dan dengan pola aliran dendritik dan
subdendritik. Stadia daerah penelitian adalah
stadia muda menjelang dewasa.
Gambar 6.2 Bahan galian sirtu pada Stratigrafi daerah penelitian tersusun atas
daerah Punta, stasiun 59.
tiga satuan batuan berdasarkan pada
pembagian satuan litostratigrafi tidak resmi,
urutannya dari muda ke tua yaitu satuan

18
basal porfiri, satuan breksi vulkanik, dan DAFTAR PUSTAKA
satuan batugamping.
Badan Standardisasi Nasional, 1998. SNI
Struktur geologi daerah penelitian terdiri Penyusunan Peta Geologi nomor 13–
4691–1998. BSN, Jakarta.
dari lipatan homoklin, kekar sistematik dan
tak sistematik, serta Sesar Geser Salo Sapiri Bakosurtanal, 1991. Peta Rupa Bumi Lembar
Malino nomor 2010–64. edisi I.
yang bersifat sinistral berarah Baratdaya –
Cibinong, Bogor.
Timurlaut. Adapun bahan galian pada daerah
Bandy,O.L., 1967. Foraminifera Indecs in
penelitian tergolong dalam bahan galian
Paleoecology. Esso Production
batuan berupa sirtu dan batugamping yang Research Company, Houston, Texas.
digunakan sebagai bahan bangunan dan
Blow, W.H., 1979. The Cenozoic
industri. Globigerinida. (Text part I & II
Section I). Leiden E.J. Brill.

2. Saran Bauman, P.,1971. Summaries of Lectures In


Larger Foraminifera. LEMIGAS,
Daerah penelitian mengalami proses
Dept. of Geology, Jakarta.
sedimentasi yang cukup tinggi sehingga
Billings, M. P., 1968. Structural Geology.
terdapat hasil akumulasi sedimen di
Second edition. Prentice of India
sepanjang sungai berupa sirtu yang Private Limited, New Delhi.
pemanfaatannya belum maksimal karena
Cushman, J. A., 1983. An Illustrated Key to
kurangnya sarana dan prasarana untuk the Genera of the Foraminifera.
Sharon, Massachusetts, U.S.A.
pemanfaatan bahan galian tersebut. Oleh
karena itu, peneliti menyarankan perlunya Davis, G.H., 1984. Structural Geology of
Rocks and Regions. The University of
perhatian dari pemerintah dan masyarakat
Arizona, Canada.
daerah setempat dalam hal peningkatan
Endarto, D., 2005. Pengantar Geologi
sarana dan prasarana untuk pemanfaatan dan
Dasar. Lembaga Pengembangan
pengolahan bahan galian tersebut karena Pendidikan (LPP) UNS, Surakarta,
Jawa Tengah, Indonesia.
dapat menjadi salah satu sumber pendapatan
daerah. Graha, D. S., 1987. Batuan dan Mineral.
NOVA, Bandung, Indonesia.

Hidartan MS., Agung Handayana, 1994.


Pemetaan Geomorfologi Sistematis
untuk Studi Geologi. IAGI, Bandung.

19
Kerr, P.F., Ph.D., 1959. Optical Mineralogy. Pertambangan Umum Depatemen
Third Edition. McGraw-Hill Book Pertambangan dan Energi, Bandung.
Company, New York, Toronto,
London. Sukandarrumidi, 1999. Bahan Galian
Industri. Gajah Mada University
Komisi Sandi Stratigrafi Indonesia, 1996. Press, Bulaksumur, Yogyakarta.
Sandi Stratigrafi Indonesia. Ikatan
Ahli Geologi Indonesia Bidang Thornburry, W. D., 1969. Principles of
Geologi dan Sumber Daya Mineral, Geomorphology, Second edition.
Bandung. Hal. 1-27. John Willey & Sons, Inc, New York,
USA.
Lobeck. A. K.,1939. Geomorphology, An
Introduction to the Study of Travis, R. B., 1955. Classification Of Rocks.
Landscape. McGraw–Hill Bool Vol. 50, No. 1. Colorado School of
company, Inc. New York and Minens, Goldon Colorado, USA, 1–
London. 12p.

McClay, K. R., 1987. The Mapping of Tucker, M. E., and V. Paul Wright, 1990.
Geological Structures. University of Carbonate Sedimentology. Oxford
London, John Wiley & Sons Ltd, Blackwell Scientific Publications,
Chichester, England. London, Edinburgh, Boston,
Melbourne, Berlin, Paris, Vienna.
Pettijohn, F. J., 1969. Sedimentary Rocks.
Second Edition. Oxford & IBH van Zuidam, R. A., 1985. Aerial Photo–
Publisihing Co., New Delhi, Interpretation in Terrain Analysis
Bombay, Calcutta. and Geomorphologic Mapping.
Smith Publisher–The Hague,
Postuma, J. A., 1971. Manual of Planktonic Enschede, Netherlands.
Foraminifera. Elsevier Publishing
Company, Amsterdam, Netherlands. Walker, J. D., and Geissman, J. W., 2009.
Geologic Time Scale. Geological
Pringgoprawiro, H. dan Kapid, R., 2000. Seri Society of America, America.
Mikrofosil Foraminifera :
Pengenalan Mikrofosil dan Aplikasi
Biostratigrafi. ITB, Bandung.

Ragan, D.M., 1973. Structural Geology : An


Introduction to Geometrical
Techniques. Second Edition. John
Wiley & Sons, Inc., New York.

Sukamto, R., 1982. Geologi Lembar Ujung


Pandang, Benteng dan Sinjai. Pusat
Penelitian dan Pengembangan
Geologi Direktorat Jenderal

20

You might also like