You are on page 1of 42

GEOLOGI DAN ANALISIS STRATIGRAFI UNTUK IDENTIFIKASI

LINGKUNGAN PENGENDAPAN BATUPASIR KARBONATAN TAPAK, DI


DAERAH KARANGANYAR DAN SEKITARNYA,
KECAMATAN PATIKRAJA, KABUPATEN BANYUMAS,
PROVINSI JAWA TENGAH

Oleh:
Sitti Alwia Kotarumalos1

Jurusan Teknik Geologi, Fakultas Teknologi Mineral, Institut Sains & Teknologi
AKPRIND Yogyakarta2
Alamat e-mail kotarumalosalwia@gmail.com3

ABSTRAK
This research was conducted as an activity for the implementation of the
thesis, which is located in the area of Selasari Village and its surroundings,
Pangandaran Regency, West Java Province. The purpose of this study is to determine
the geological conditions of the study area, both those that have occurred and will
occur, which include geomorphology, stratigraphy, structural geology, geological
history and environmental geology, as well as knowing the depositional environment
of carbonate sands sandstone.
The method used is surface geological mapping which includes several
stages, including the pre-field stage, the surface geological mapping stage, the
laboratory analysis stage and the report preparation stage.
The results of the study from the geomorphology of the study area are divided
into 7 (seven) geomorphic subsunities, namely: Geomorphic Subunition Alluvial
Plains (F1), Geomorphic Subunition of River Bodies (F2), Geomorphic Subdistricts
of Denuded Intrusions (V19), Geomorphic Subunits of Volcanic Plains (V8) ,
Strongly Eruded Corrugated Hills Geomorphic Subsidy (D1), Medium-Eruded
Corrugated Hills Geomorphic Sub-Subscriptions (D2), Geudphic Subnational
Corrections of Weakly Eruded Hilly (D3). The stratigraphy of the study area is
divided into 5 (five) sequential unofficial lithostratigraphies from the oldest to the
youngest unit, namely the Halang Krikilan Sandstone unit (Late Miocene), the
Diorite Intrusion Unit (Late Miocene), the Tread Carbonatan Sandstone Unit (Early
Pliocene), the Halang Krikilan Sandstone unit (Late Miocene), the Diorite Intrusion
Unit (Late Miocene), the Tread Carbonatan Sandstone Unit (Early Pliocene), Mount
Slamet Sand (Holocene), Mixed Sedimentary Unit (Holocene). The geological
structure that developed in the study area consisted of Patikraja Left Horizontal
Fault. Geological sources in the research area are water resources, land, sand
quarries and clay factories. From the analysis of Tread carbonate sandstone units in
the study area, after being compared to the facies model of carbonate rock
depositional environment according to Walker, 1972, it was found that the carbonate
sandstone depositional unit depositional environment in the study area was the
smooth suprafan of portion lobe.

Keywords: characteristics, Sedimentation, carbonate sandstone, Patikraja Village

INTISARI
Penelitian ini dilakukan sebagai kegiatan untuk pelaksanaan skripsi, yang
berlokasi di daerah Desa Selasari dan sekitarnya, Kabupaten Pangandaran, Provinsi
Jawa Barat. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui kondisi geologi
daerah penelitian baik yang sudah terjadi maupun yang akan terjadi, yang meliputi
geomorfologi, stratigrafi, geologi struktur, sejarah geologi dan geologi
lingkungannya, serta mengetahui lingkungan pengendapan batupasir karbonatan
tapak.
Metode yang digunakan adalah dengan pemetaan geologi permukaan yang
meliputi beberapa tahapan, antara lain tahap pra-lapangan, tahap pemetaan geologi
permukaan, tahap analisis laboratorium dan tahap penyusunan laporan.
Hasil penelitian dari geomorfologi daerah penelitian dibagi menjadi 7 (tujuh)
subsatuan geomorfik, yaitu: Subsatuan Geomorfik Dataran Aluvial (F1), Subsatuan
Geomorfik Tubuh Sungai (F2), Subsatuan Geomorfik Perbukitan Intrusi terdenudasi
(V19), Subsatuan Geomorfik Dataran Fluvial Gunungapi (V8), Subsatuan Geomorfik
Perbukitan Bergelombang Kuat Terdenudasi (D1), Subsatuan Geomorfik Perbukitan
Bergelombang Sedang Terdenudasi (D2), Subsatuan Geomorfik Perbukitan
Bergelombang Lemah Terdenudasi (D3). Stratigrafi daerah penelitian terbagi menjadi
5 (lima) litostratigrafi tidak resmi berurutan dari satuan paling tua sampai yang paling
muda yaitu: satuan Batupasir Krikilan Halang (Miosen Akhir), satuan Intrusi Diorit
(Miosen Akhir), satuan Batupasir Karbonatan Tapak (Pliosen Awal), satuan Pasir
Lepas Gunung Slamet (Holosen), satuan Endapan Campuran (Holosen). Struktur
geologi yang berkembang di daerah penelitian terdiri dari Sesar Mendatar Kiri
Patikraja. Sesumber geologi yang ada di daerah penelitian berupa sumberdaya air,
lahan, tambang pasir dan pabrik tanah liat. Dari hasil analisis Satuan batupasir
karbonatan Tapak pada daerah penelitian, setelah dibandingkan ke dalam model
fasies lingkungan pengendapan batuan karbonat menurut Walker, 1972, didapatkan
lingkungan fasies pengendapan satuan batupasir karbonatan Tapak pada daerah
penelitian adalah kipas tengah bagian bawah (smooth suprafan of portion lobe).

Kata Kunci : karakteristik, Pengendapan, batupasir karbonatan, Desa Patikraja


PENDAHULUAN km × 9 km. Dengan mengetahui

Daerah penelitian berada di kondisi geologinya, maka dapat

Daerah Karanganyar dan sekitarnya, dipekirakan potensi sumber daya alam

Kecamatan Patikraja, Kabupaten daerah penelitian, yang selanjutnya

Banyumas, Propinsi Jawa Tengah. dapat dimanfaatkan untuk kesejahtraan

Secara astronomi daerah penelitian manusia.

terletak pada koordinat 07o 25’ 00’’-

07o 30’ 00’’ LS

dan 109o 10’ 30” - 109o 15’ 30” BT

Ditinjau dari aspek geologi,

daerah penelitian merupakan daerah

yang menarik untuk diteliti. Daerah Gambar 1. Peta indeks lokasi daerah penelitian

penelitian merupakan daerah yang


PEMBAHASAN
mempunyai keanekaragaman dari segi
Geomorfologi Daerah Penelitian
litologi, morfologi, dan struktur
Klasifikasi geomorfologi yang
geologi yang cukup kompleks.
digunakan dalam penelitian ini
Kegiatan penelitian geologi ini
mengacu pada klasifikasi Zuidam
pada dasarnya untuk memetakan
(1983) yang telah dimodifikasi sesuai
kondisi geologi daerah penelitian
dengan kondisi daerah penelitian.
meliputi geomorfologi, stratigrafi,
Konsep geomorfologi yang dijabarkan
struktur geologi, sejarah geologi, dan
oleh Verstapen (1975) terdapat empat
geologi lingkungan dengan luasan 9
aspek utama dalam geomorfologi

yaitu, bentuk lahan, proses, genesis

dan lingkungan.

Berdasarkan aspek relief,

litologi, dan genetiknya, terbagi

menjadi 5 subsatuan geeomorfik

(gambar 2) yaitu: Subsatuan geomorfik Gambar 2. Subsatuan geomorfik daerah


penelitian
dataran aluvial (F1), Subsatuan
1. Subsatuan geomorfik dataran
geomorfik tubuh sungai (F2),
aluvial (F1).
Subsatuan geomorfik perbukitan
Subsatuan geomorfik dataran
intrusi (V2), Subsatuan geomorfik
aluvial meliputi Kelurahan Bantarsoka,
dataran fluvial gunungapi (V8),
Keluarahan Pasirmuncang, Kelurahan
Subsatuan geomorfik perbukitan
Purwokerto Kulon, Kelurahan Teluk
bergelombang kuat terdenudasi ( D1),
dan sekitarnya. Secara umum
Subsatuan geomorfik perbukitan
subsatuan geomorfik F1 ini dicirikan
bergelombang sedang terdenudasi (
oleh morfologi dataran, vegetasi pada
D2), Subsatuan geomorfik perbukitan
subsatuan geomorfik ini adalah pohon
bergelombang lemah terdenudasi (
kelapa, pohon mahoni yang
D3).
mendominasi, ketinggian daerah ini

antara 50 m di atas permukaan air laut,

memiliki kelerengan 00-40 (datar),


litologi penyusun pada subsatuan ini 2. Subsatuan geomorfik tubuh sungai

terdiri dari endapan campuran. (F2).

Daerah ini dimanfaatkan sebagai Subsatuan geomorfik dataran

tempat berkebun dan perumahan aluvial meliputi Daerah Banyumas dan

warga, subsatuan geomorfik ini sekitarnya. Secara umum subsatuan

menempati ± 33 % dari luas daerah geomorfik F2 ini dicirikan oleh

penelitian. Pada subsatuan geomorfik morfologi lembahan, vegetasi pada

ini diawali dengan dikontrolnya proses subsatuan geomorfik ini adalah pohon

pelapukan dan erosi yang cukup kelapa, pohon mahoni yang

intensif, namun pada subsatuan mendominasi, ketinggian daerah ini

geomorfik ini yang paling antara 50 – 100 m di atas permukaan

mendominasi pengontrolnya adalah air laut, litologi penyusun pada

struktural pasif. (Gambar 3). subsatuan ini terdiri dari endapan

campuran, lahar gunung slamet,

baupasir karbonatan tapak, batupasir

kerikilan halang dan basalt anggota

halang.

Daerah ini dimanfaatkan

sebagai sumberair pertanian warga,


Gambar 3. Subsatuan geomorfik
dataran aluvial
subsatuan geomorfik ini menempati ±

2 % dari luas daerah penelitian. Pada

subsatuan geomorfik ini diawali


dengan dikontrolnya proses pelapukan ini antara 150 – 200 m di atas

dan erosi yang cukup intensif, namun permukaan air laut, memiliki

pada subsatuan geomorfik ini yang kelerengan 120-220, litologi penyusun

paling mendominasi pengontrolnya pada subsatuan ini intrusi diorit.

adalah struktural pasif. (Gambar 4). Daerah ini dimanfaatkan sebagai

pertanian warga, subsatuan geomorfik

ini menempati ± 2 % dari luas daerah

penelitian. Pada subsatuan geomorfik

ini diawali dengan dikontrolnya

sturtuk vulkanisme kemudian terjadi

Gambar 4. Subsatuan geomorfik tubuh sungai proses pelapukan dan erosi yang cukup

intensif, namun pada subsatuan


3. Subsatuan geomorfik perbukitan
geomorfik ini yang paling
intrusi (V2) .
mendominasi pengontrolnya adalah
Subsatuan geomorfik perbukitan
struktural pasif. (Gambar 5).
intrusi meliputi Desa Mandirancan dan

sekitarnya. Secara umum subsatuan

geomorfik V2 ini dicirikan oleh

morfologi lereng gunungapi bawah,

vegetasi pada subsatuan geomorfik ini

adalah pohon kelapa, pohon mahoni

yang mendominasi, ketinggian daerah Gambar 5. Subsatuan geomorfik


perbukitan intrusi
4. Subsatuan geomorfik dataran intensif, namun pada subsatuan

fluvial gunungapi (V8) geomorfik ini yang paling

Subsatuan geomorfik dataran mendominasi pengontrolnya adalah

fluvial gunungapi meliputi Desa struktural pasif. (Gambar 6).

Patikraja, Desa Pegalongan dan

sekitarnya. Secara umum subsatuan

geomorfik V8 ini dicirikan oleh

morfologi dataran, vegetasi pada

subsatuan geomorfik ini adalah pohon

kelapa, pohon mahoni yang


Gambar 6. Subsatuan geomorfik dataran
fluvial gunungapi
mendominasi, ketinggian daerah ini

antara 50 m di atas permukaan air laut, 5. Subsatuan geomorfik perbukitan

memiliki kelerengan 20-40, litologi bergelombang kuat terdenudasi

penyusun pada subsatuan ini laharik. (D1)

Daerah ini dimanfaatkan sebagai Subsatuan geomorfik

pertanian warga dan perumahan warga, perbukitan bergelombang kuat

subsatuan geomorfik ini menempati ± terdenudasi meliputi Desa Sidamulih

19 % dari luas daerah penelitian. Pada dan sekitarnya. Secara umum

subsatuan geomorfik ini diawali subsatuan geomorfik D1 ini dicirikan

dengan dikontrolnya sturtuk oleh morfologi perbukitan, vegetasi

vulkanisme kemudian terjadi proses pada subsatuan geomorfik ini adalah

pelapukan dan erosi yang cukup


pohon kelapa, pohon pinus yang

mendominasi, ketinggian daerah ini

antara 100 - 250 m di atas permukaan

air laut, memiliki kelerengan 300-370,

litologi penyusun pada subsatuan ini

batupasir karbonatan dan batupasir Gambar 7. Subsatuan geomorfik perbukitan


bergelombang kuat terdenudasi
krikilan.
6. Subsatuan geomorfik perbukitan
Daerah ini dimanfaatkan
bergelombang sedang terdenudasi
sebagai pertanian warga dan
(D2)
perumahan warga, subsatuan
Subsatuan geomorfik perbukitan
geomorfik ini menempati ± 15 % dari
bergelombang sedang terdenudasi
luas daerah penelitian. Pada subsatuan
meliputi Desa Sokawera Kidul dan
geomorfik ini diawali dengan
sekitarnya. Secara umum subsatuan
dikontrolnya proses pelapukan dan
geomorfik D2 ini dicirikan oleh
erosi yang cukup intensif, namun pada
morfologi perbukitan, vegetasi pada
subsatuan geomorfik ini yang paling
subsatuan geomorfik ini adalah pohon
mendominasi pengontrolnya adalah
kelapa, pohon mahoni yang
struktural pasif. (Gambar 7).
mendominasi, ketinggian daerah ini

antara 50 - 150 m di atas permukaan

air laut, memiliki kelerengan 160-270,


litologi penyusun pada subsatuan ini 7. Subsatuan geomorfik perbukitan

batupasir karbonatan. bergelombang lemah terdenudasi

Daerah ini dimanfaatkan sebagai (D3)

pertanian warga dan perumahan warga, Subsatuan geomorfik

subsatuan geomorfik ini menempati ± perbukitan bergelombang lemah

3 % dari luas daerah penelitian. Pada terdenudasi meliputi Desa

subsatuan geomorfik ini diawali Kedungwuluh Lor dan sekitarnya.

dengan dikontrolnya proses pelapukan Secara umum subsatuan geomorfik D3

dan erosi yang cukup intensif, namun ini dicirikan oleh morfologi

pada subsatuan geomorfik ini yang perbukitan, vegetasi pada subsatuan

paling mendominasi pengontrolnya geomorfik ini adalah pohon kelapa,

adalah struktural pasif. (Gambar 8). pohon mahoni yang mendominasi,

ketinggian daerah ini antara 50 m di

atas permukaan air laut, memiliki

kelerengan 80-150, litologi penyusun

pada subsatuan ini batupasir

karbonatan.

Daerah ini dimanfaatkan sebagai


Gambar 8. Subsatuan geomorfik perbukitan
bergelombang sedang terdenudasi.
pertanian warga dan perumahan warga,

subsatuan geomorfik ini menempati ±

27 % dari luas daerah penelitian. Pada

subsatuan geomorfik ini diawali


dengan dikontrolnya proses pelapukan itu juga banyak anak-anak sungai yang

dan erosi yang cukup intensif, namun bersifat intermiten, yaitu sungai yang

pada subsatuan geomorfik ini yang hanya dialiri air pada saat hujan saja.

paling mendominasi pengontrolnya Melalui hasil observasi lapangan serta

adalah struktural pasif. (Gambar 9). interpretasi topografi yang telah

dilakukan dan kemudian dilakukan

pencocokan dan pendekatan model

pengaliran menurut klasifikasi dari

Howard (1967), maka dapat

disimpulkan bahwa lokasi penelitian

memiliki pola aliran secara umum pola


Gambar 9. Subsatuan geomorfik perbukitan
aliran Subdentritik. (Gambar 10)
bergelombang lemah terdenudasi

Pola pengaliran daerah penelitian

Pada daerah penelitian terdapat

sungai induk yang berupa sungai

permanen atau perennial. Sungai

perennial berarti sungai tersebut dialiri

air sepanjang tahun. Sedangkan sifat

aliran pada anak-anak sungai bersifat

periodik atau epemeral, yaitu ada Gambar 10. Sistem pola aliran subdendritik
daerah penelitian
aliran pada musim hujan saja. Selain
Stratigrafi Daerah Penelitian umur dan lingkungan

Penyusunan stratigrafi daerah pengendapannya, serta studi pustaka

penelitian didasarkan atas konsep regional daerah penelitian. Urutan

litostratigrafi yang dikembangkan stratigrafi daerah penelitian disusun

dalam Sandi Stratigrafi Indonesia secara sistematis berdasarkan data

(SSI) tahun 1996 (Martodjojo, dan pengukuran di lapangan dan analisis

Djulaeni 1996). Penamaan dan dalam peta geologi, meliputi jenis dan

pengelompokkan satuan batuan urutan perlapisan, ketebalan, hubungan

mengikuti kaidah penamaan satuan stratigrafi, umur dan lingkungan

litostratigrafi tidak resmi yang pengendapan.

mencirikan litologi, meliputi Dalam menentukan umur,

kombinasi jenis batuan, sifat fisik penyusun menggunakan

batuan, kandungan fosil, keseragaman kesebandingan dengan stratigrafi

gejala atau genesa, dan kenampakan regional daerah penelitian dari sifat-

khas pada tubuh batuan di lapangan sifat fisik litologinya dan berdasarkan

yang dipetakan pada skala 1 : 25.000. kandungan fosil Foraminifera

Satuan litostratigrafi daerah planktonik, yaitu dengan menentukan

penelitian didasarkan pada fosil-fosilnya sampai tingkat spesies,

penampakan fisik litologi di lapangan, dengan menggunakan pedoman

analisis petrografi untuk penentuan Postuma (1971). Setelah diketahui

nama batuan, analisis nama fosilnya, kemudian dicari kisaran

mikropaleontologi untuk menentukan umurnya dengan menggunakan Zonasi


Blow (1969). Sedangkan untuk keseluruhan tersusun oleh intrusi

penentuan lingkungan pengendapan, diorit.

berdasarkan hasil analisis fosil a. Litologi penyusun

Foraminifera bentonik, dan Liotologi penyusun satuan ini

menggunakan kisaran kedalaman secara keseluruhan disusun oleh intrusi

menurut Bandy (1967). diorit (Gambar 11). Intrusi diorit ini

Berdasarkan uraian diatas dan secara megaskopis dicirikan oleh

setelah melalui berbagai pekerjaan warna segar hijau keabuan, masif,

lapangan, pekerjaan labolatorium serta hipokristalin, porfiritik, subhendral-

pekerjaan studio, daerah penelitian anhedral, ekuigranural, dengan

dapat dibagi menjadi 5 satuan komposisi mineral piroksin,

litostratigrafi tidak resmi. Berurutan plagioklas, olivin, gelas, opak. Secara

dari yang paling tua sampai yang mikroskopis dicirikan oleh struktur

paling muda adalah: (1) Satuan intrusi masif, derajat kristalisasi hipokristalin,

diorit (2) Satuan batupasir kerikilan tekstur fanerik, equigranular, ukuran

Halang (3) Satuan batupasir mineral kasar – halus. Komposisi

karbonatan Tapak (4) Satuan pasir mineral plagioklas 65%, Kuarsa 10%,

lepas Gunung Slamet (5) Endapan Klorit 4%, Mineral opak 3%. Nama

campuran. batuan Quarts Diorite (Streckeisen,

1.Satuan intrusi diorit 1976).

Satuan ini dinamakan satuan intrusi

diorit Halang karena satuan ini secara


regional Lembar Purwokerto (Djuri,

Samodra, Amin dan Gafoer, 1996),

karena satuan intrusi diorit Halang ini

tidak mengandung fosil yang dapat

digunakan untuk menentukan umur.

Gambar 11. Kenampakan satuan Berdasarkan kesamaan ciri fisiknya


intrusi diorit. foto diambil dari LP
16.
satuan intrusi diorit Halang ini
b. Penyebaran dan ketebalan
sebanding dengan Formasi Halang
Penyebaran satuan intrusi diorit
(Tmph) yang berumur Miosen Akhir.
Halang ini ditemukan di daerah Desa
d. Hubungan stratigrafi dan korelasi
Mandirancan dan sekitarnya. Satuan
Hubungan stratigrafi antara satuan
ini menempati daerah seluas ± 2% dari
intrusi diorit Halang dan sekitarnya
luas total daerah penelitian. Pada
dengan satuan batuan dibawahnya
daerah penelitian ketebalan satuan
satuan batupasir krikilan Halang
batuan ini yang diukur dari penampang
adalah selaras. Hal ini sesuai dengan
geologi A-B mempunyai ketebalan
hukum stratigrafi yang berlaku dan
±150 m.
menyebandingkan dengan data yang
c. Umur dan lingkungan pengendapan
didapat di lapangan (Tabel 1)
Umur satuan intrusi diorit

Halang ini ditentukan dengan cara

membandingkan terhadap Formasi

Halang (Tmph) dalam stratigrafi


Tabel 1. Kolom litologi satuan Intrusi diorit ukuran butir <1/256 - 1/2 mm, sortasi
(tanpa skala)
baik, kemas tertutup. Keadaan lapuk,

mineral silikat menjadi lempung silika,

kuarsa 30%, Feldspar 30%, mineral

lempung 38%, mineral opak 2%.

2. Satuan batupasir kerikilan Halang Secara mikroskopis nama batuan ini

Satuan ini dinamakan satuan feldspathic wacke (Pettijohn, 1975).

batupasir kerikilan Halang karena

satuan ini secara keseluruhan tersusun

oleh batupasir krikilan.

a. Litologi penyusun

Liotologi penyusun satuan ini

secara keseluruhan disusun oleh Gambar 12. Kenampakan satuan


batupasir krikilan Halang
batupasir krikilan (Gambar 12).

Batupasir krikilan ini secara b. Penyebaran dan ketebalan

megaskopis dicirikan oleh warna segar Penyebaran satuan batupasir

kuning kecoklatan, sturktur masif, krikilan Halang ini ditemukan di

pasir kasar-sedang, sortasi sedang, daerah Desa Sidamulih dan sekitarnya.

kemas terbuka, fragmen litik, semen Satuan ini menempati daerah seluas ±

silika. Secara mikroskopis dicirikan 5% dari luas total daerah penelitian.

oleh stuktur masif, tekstur meliputi Pada daerah penelitian ketebalan


satuan batuan ini yang diukur dari stratigrafi Satuan batupasir krikilan

penampang geologi A-B mempunyai Halang ini dengan satuan batuan yang

ketebalan ±150 m. lebih tua, karena tidak adanya data

c. Umur dan lingkungan pengendapan pendukung yang dapat membantu

Umur satuan batupasir krikilan menentukan hubungan stratigrafinya

Halang ini ditentukan dengan cara (tabel 2).

membandingkan terhadap Formasi

Halang (Tmph) dalam stratigrafi Tabel 2. Kolom litologi satuan batupasir


kerikilan Halang (tanpa skala)
regional Lembar Purwokerto (Djuri,

Samodra, Amin dan Gafoer, 1996),

karena intrusi diorit ini tidak

mengandung fosil yang dapat

digunakan untuk menentukan umur. 3. Satuan batupasir karbonatan Tapak

Berdasarkan kesamaan ciri fisiknya Satuan ini dinamakan satuan

satuan intrusi diorit ini sebanding batupasir karbonatan Tapak karena

dengan Formasi Halang (Tmph) yang didominasi oleh batupasir karbonatan

berumur Miosen Akhir. dan sebagian batupasir gampingan.

d. Hubungan stratigrafi dan korelasi a. Litologi penyusun

Satuan batupasir krikilan Halang Liotologi penyusun satuan ini

merupakan satuan batuan tertua pada secara keseluruhan disusun oleh

daerah penelitian dengan umur Miosen batupasir karbonatan dan sebagian

Akhir dan tidak diketahui hubungan batupasir gampingan (Gambar 13).


Batupasir karbonatan ini secara

megaskopis dicirikan oleh warna segar

hijau keabuan, sturktur masif dan

berfosil, pasir halus-kasara,

membundar, sortasi sedang, kemas

terbuka, semen karbonatan lemah-kuat, Gambar 13. Kenampakan


satuan batupasir karbonatan
Tapak.
dijumpai cangkang moluska dan pada

suatu layer terdapat kelimpahan fosil


b. Penyebaran dan ketebalan
foraminifera besar. Secara mikroskopis
Penyebaran satuan batupasir
dicirikan oleh stuktur masif, tekstur
karbonatan Tapak ini ditemukan di
meliputi ukuran butir <1/256 – 1/4
daerah Desa Sidamulih dan sekitarnya.
mm, sortasi sedang, kemas tertutup.
Satuan ini menempati daerah seluas ±
Fosil 15%, kalsit 20%, feldspar 2%,
40% dari luas total daerah penelitian.
mineral lempung 31%, lempung
Pada daerah penelitian ketebalan
karbonat 30%, mineral opak 2%.
satuan batuan ini yang diukur dari
Nama batuan calcareous feldspathic
penampang geologi A-B mempunyai
wacke (Pettijohn, 1975)
ketebalan ±200 m.

c. Umur dan lingkungan pengendapan

Penentuan umur dan

lingkungan pengendapan satuan

batupasir karbonatan Pamutuan ini


didasarkan atas kandungan fosil sekitarnya dengan satuan batuan

Foraminifera kecil dari contoh batuan dibawahnya satuan basalt anggota

yang dicuci dan dianalisis. Halang dan satuan batupasir krikilan

Berdasarkan hasil analisis didapatkan Halang adalah tidak selaras. Hal ini

fosil-fosil Foraminifera plankton sesuai dengan hukum stratigrafi yang

seperti: Globorotalia Multicamerata, berlaku dan menyebandingkan dengan

Globorotalia Miocenica, Globorotalia data yang didapat di lapangan (Tabel

Tosaensis dan Globigerinoides 4).

Immaturus. (Analisis Fosil Terlampir).

Berdasarkan analisis fosil di atas maka Tabel 4. Kolom litologi satuan batupasir
karbonatan Tapak (tanpa skala)
dapat disimpulkan umur satuan

batupasir karbonatan adalah Pliosen

Awal (N19-N21) (Tabel 3).

Tabel 3. Penentuan umur satuan batupasir


karbonatan Tapak menggunakan fosil
planktonik berdasarkan Zonasi Blow (1969)
4. Satuan pasir lepas Gunung Slamet

Satuan ini dinamakan satuan

gunungapi slamet karena satuan ini

secara keseluruhan tersusun oleh pasir


d. Hubungan stratigrafi dan korelasi
lepas.
Hubungan stratigrafi antara

satuan batupasir karbonatan dan


a. Litologi penyusun

Liotologi penyusun satuan ini

secara keseluruhan disusun oleh pasir

lepas gunungapi slamet (Gambar 14).

pasir lepas gunungapi slamet ini secara

megaskopis dicirikan oleh lahar Gambar 14. Kenampakan satuan


pasir lepas Gunungapi Slamet.
dengan bongkah batuan gunungapi

(andesit dan basalt) merupakan b. Penyebaran dan ketebalan

material hasil erupsi Gunung Slamet Penyebaran satuan batupasir

yang terbawa oleh proses laharik dan krikilan Halang ini ditemukan di

belum mengalami litifikasi. Secara daerah Desa Sidamulih dan sekitarnya.

mikroskopis stuktur masif, tekstur Satuan ini menempati daerah seluas ±

meliputi ukuran butir .<1/256 – 1,5 26% dari luas total daerah penelitian.

mm, kemas terbuka, sortasi buruk, Pada daerah penelitian ketebalan

komposisi: Fragmen litik 40%, kuarsa satuan batuan ini yang diukur dari

3%, feldpar 25%, mineral lempung penampang geologi A-B mempunyai

29%, mineral opak 3%. Nama batuan ketebalan ±50 m.

lithic wacke (pettijohn, 1975). c. Umur dan lingkungan pengendapan

Umur satuan lahar gunung slamet

ini ditentukan dengan cara

membandingkan terhadap Formas

Endapan Lahar Gunugng Slamet (Qls)


dalam stratigrafi regional Lembar dengan data yang didapat di lapangan

Purwokerto (Djuri, Samodra, Amin (Tabel 5)

dan Gafoer, 1996), karena lahar

gunung slamet ini tidak mengandung Tabel 5. Kolom litologi satuan pasir lepas
Gunung Slamet (tanpa skala)
fosil yang dapat digunakan untuk

menentukan umur. Berdasarkan

kesamaan ciri fisiknya satuan basal

lahar gunung slamet ini sebanding


5. Endapan campuran
dengan Formasi Endapan Lahar
Endapan campuran ini terdiri
Gunung Slamet (Qls) yang berumur
dari material lepas hasil rombakan dari
Holosen.
batuan yang lebih tua, dengan ukuran
d. Hubungan stratigrafi dan korelasi
pasir - bongkah yang terdapat di
Hubungan stratigrafi antara
daerah penelitian. Penyebaran endapan
satuan lahar gunungapi slamet dan
campuran ini mengisi dataran dan
sekitarnya dengan satuan batuan
tersebar pada bagian timurlaut daerah
dibawahnya satuan batupasir
penelitian. Hal ini dibuktikan dengan
karbonatan Tapak, satuan batupasir
adanya endapan pada tepi-tepi sungai.
krikilan halang dan satuan basalt
Endapan campuran ini memiliki
anggota Halang adalah tidak selaras.
ketebalan ±50 m dan dimanfaatkan
Hal ini sesuai dengan hukum stratigrafi
sebagai lahan persawahan dan
yang berlaku dan menyebandingkan
perumahan warga (Gambar 15).
Tabel 7. Kolom stratigrafi daerah penelitian

Gambar 15. Kenampakan endapan campuran

Umur endapan campuran ini

diperkirakan Kuarter Atas (Holosen).

Hal ini didukung oleh proses

pengendapan yang masih berlangsung

hingga saat ini. Hubungan stratigrafi Tabel berikut merupakan


endapan ini dengan satuan batuan di kolom kesebandingan stratigrafi secara
bawahnya adalah tidak selaras (Tabel keseluruhan antara batuan yang
6) terdapat pada lokasi penelitian dengan

stratigrafi regional Geologi Lembar


Tabel 6. Kolom liotologi endapan campuran
(tanpa skala)
Purwokerto (Tabel 8).
Tabel 8. Korelasi dan Kesebandingan dan pengamatan langsung di lapangan
Stratigrafi Daerah Penelitian dengan Stratigrafi
Regional Lembar Purwokerto - Tegal
dan analisis streografi serta didukung

oleh analisis peta topografi, analisis

menggunakan Digital Elevation Mode

(DEM). Berikut citra DEM dan

penarikan struktur geologi di daerah

penelitian (Gambar 16).

Gambar 16. Struktur geologi daerah penelitian


dianalisis dari peta DEM
Struktur Geologi Daerah Penelitian

Dalam subbab ini penyusun 1. Struktur sesar

hanya membahas tentang struktur Sesar adalah suatu rekahan yang

geologi, berupa struktur geologi memperlihatkan pergeseran yang

sekunder yang berkembang di daerah cukup besar dan sejajar terhadap

penelitian, berdasarkan pengukuran bidang rekahan yang terbentuk.


Pergeseran pada sesar dapat terjadi suatu analisis gerak relatif semu

sepanjang garis lurus (translasi) atau (separation) dan gerak relatif

terputar (rotasi). Unsur-unsur geologi sebenarnya (slip). Sehingga dapat di

yang mengindikasikan adanya sesar tentukan struktur sesar yang terdapat di

pada suatu daerah antara lain: bidang daerah penelitian yaitu, Sesar

sesar, gawir, kelurusan topografi, Mendatar Kiri Patikraja dipekirakan,

kelurusan sungai, perbedaan offset Sesar Turun Kedungrandu

litologi dan topografi, penjajaran diperkirakan, dan Sesar Turun Notog

mataair, air terjun dan breksiasi. diperkirakan.

2. Mekanisme Pembentukan Struktur


Sesar-sesar yang tersingkap di
Daerah Penelitian
daerah penelitian tidak selalu
Mekanisme pembentukan struktur
mempunyai gejala-gejala atau tanda-
geologi daerah penelitian tidak lepas
tanda yang lengkap, bahkan ada yang
dari aktivitas tektonik regional Pulau
mempunyai beberapa gejala saja,
Jawa pada Kala Oligosen hingga
seperti hanya berupa gawir sesar atau
sekarang yang menghasilkan rekahan,
kelurusan lembah. Dengan demikian
sesar dan lipatan. Dinamika
untuk menentukan pergerakan relatif
perkembangan struktur di daerah
sebenarnya dari setiap sesar tidak
penelitian di awali dengan adanya
selalu terpenuhi atau dapat ditentukan.
penunjaman lempeng samudra Hindia
Berdasarkan analisis DEM yang
dibawah lempeng benua Eurasia pada
menunjukan adanya sesar dapat ditarik
Kala Oligosen yang menyebabkan
terjadi pengangkatan batuan berumur dan terjadi proses vulkanisme kembali

Kapur. Aktivitas penunjaman lempeng ditandai dengan adanya satuan pasir

terus berlangsung, akibatnya pada lepas gunung slamet pada Holosen.

Kala Miosen tengah karena adanya 1. Periode vulkanisme Halang

gaya kompresi yang berlebih dari (Miosen Akhir)

selatan, sehingga menghasil pola sesar Berdasarkan data yang

yang cenderung berarah Utara -Selatan diperoleh dari lapangan dan hasil

atau yang dikenal dengan Pola Sunda. studi geologi regional, sejarah

geologi daerah penelitian dimulai


Sejarah Geologi Daerah Penelitian
sejak Zaman Tersier, tepatnya pada
Sejarah geologi pada daerah
Kala Miosen Akhir. Sejarah geologi
penelitian terbagi atas beberapa
penelitian diawali dengan aktivitas
periode pembentukan batuan, antara
vulkanisme yang mengakibatkan
lain periode vulkanisme yang
pengendapan material vulkanik
membentuk Formasi Halang yang
berupa batupasir krikilan Halang dan
ditandai dengan adanya satuan
secara selaras di atasnya tersingkap
batupasir krikilan Halang dan satuan
intrusi diorit Halang. (Gambar 17).
intrusi diorit Halang pada Miosen

Akhir, kemudian periode tektonik yang

membentuk Formasi Tapak ditandai

dengan adanya satuan batupasir

karbonatan Tapak pada Pliosen Awal


intertidal dengan batuan cenderung

menghalus keatas. Pada kala Pliosen

Awal terjadi proses tektonik yang

mempengaruhi keadaan daerah

penelitian dengan arah tegas Utara –


Gambar 17. Periode vulkanisme Halang Selatan. (Gambar 18).

2. Periode tektonik Tapak (Pliosen

Awal)

Setelah aktivitas vulkanisme

pada Miosen Akhir berakhir, mulai

terjadi pengendapan satuan batupasir

karbonatan Tapak pada kala Pliosen Gambar 18. Periode tektonik Tapak

Awal (N19-N21) yang mengandung


3. Periode vulkanisme Gunung
moluska dan foraminifera namun tidak
Slamet (Holosen)
disertai material vulkanik, material ini
Pada Kala Holosen terjadi
diendapkan pada zona Neritik luar
proses vulkanisme kembali ditandai
pada zona pasang surut yang dicirikan
dengan adanya satuan lahar gunung
dengan keterdapatan pecahan-pecahan
slamet dan hingga sekarang daerah
cangkang moluska yang
penelitian mengalami pengangkatan
diinterpretasikan sebagai akibat energi
oleh proses tektonik serta menurunnya
yang kuat dari arus pasang surut zona
muka air laut sehingga membentuk meliputi pemanfaatan dan

keadaan seperti sekarang, kemudian pengembangan sumber daya alam,

adanya proses pelapukan erosi dan dampak yang ditimbulkan oleh adanya

transportasi yang terjadi dan pada kegiatan pemanfaatan dan

masa sekarang menghasilkan endapan pengembangan sumber daya alam

campuran, di mana proses tersebut, serta adaptasi terhadap

pengendapannya masih berlangsung bencana alam.

sampai sekarang. (Gambar 19). Lingkungan geologi terdiri dari

unsur-unsur fisik bumi dan unsur

permukaan bumi, bentang alam dan

berbagai proses-proses yang

mempengaruhinya. Bagi kehidupan

manusia, lingkungan geologis tidak

Gambar 19. Periode vulkanisme Gunung hanya memberikan unsur-unsur yang


Slamet
bermanfaat seperti ketersediaan air
Geologi Lingkungan bersih, mineral ekonomis, bahan
Geologi lingkungan merupakan bangunan, bahan bakar dan lain-lain,
salah satu cabang ilmu geologi yang tetapi memiliki potensi bagi terjadinya
mempelajari tentang interaksi antara bencana seperti gempa bumi, letusan
manusia dengan alam lingkungannya, gunungapi dan banjir.
serta pelestarian dan pemanfaatan Menurut Sampurno (1979),
bumi oleh manusia. Interaksi tersebut sumber-sumber alam akan mempunyai
bobot tertentu yang juga merupakan bersifat positif yaitu berupa sesumber

bagian dari ekosistem, yaitu tatanan dan yang bersifat negatif yaitu bencana

kesatuan secara utuh dan menyeluruh geologi yang penyebabnya adalah

antara segenap unsur lingkungan hidup proses-proses yang berhubungan

yang saling mempengaruhi. Pengaruh dengan geologi.

ini dapat berupa pengaruh positif 1. Sesumber

maupun negatif bagi manusia sehingga Sesumber adalah segala sesuatu

untuk pengaruh positif akan selalu yang terdapat di alam yang dapat

dipelihara dan diusahakan dimanfaatkan oleh manusia untuk

keberadaannya, sedangkan untuk memenuhi segala kebutuhan hidupnya,

pengaruh yang bersifat negatif perlu termasuk yang telah digunakan pada

diambil suatu tindakan pencegahan masa kini maupun untuk masa yang

agar keseimbangan ekosistem dapat akan datang. Dalam usaha peningkatan

terjaga. Jadi, pembahasan geologi potensi yang dimiliki Daerah

lingkungan ditujukan untuk mengenal Banyumas dan sekitarnya, Kabupaten

dampak lingkungan yang ditimbulkan Banyumas, Propinsi Tengah,

oleh aspek geologi sebagai akibat dari khususnya yang berkaitan dengan

adanya ketergantungan dan interaksi potensi geologi yang berhubungan

antara manusia dan ekosistem. dengan lingkungan dapat dilakukan

Pemanfaatan dan pengembangan dengan mengidentifikasi sumberdaya

sumber daya alam ada yang bersifat geologi yang ada. Dalam pembahasan

positif dan bersifat negatif, yang geologi lingkungan sesumber geologi


yang ada di daerah penelitian berupa Sedangkan untuk air minum,

sumberdaya air, sumberdaya lahan. masyarakat menggunakan airtanah (air

2. Sumberdaya air sumur) (Gambar 20 dan Gambar 21).

Secara umum kondisi perairan

di daerah penelitian cukup baik,

dengan curah hujan yang hampir

merata setiap tahun, serta kondisi Gambar 20. Air permukaan di daerah
Banyumas LP 13
vegetasi yang lebat dan masih terjaga

sebagai media penahan air hujan yang

meresap ke dalam tanah. Potensi air

yang dimanfaatkan oleh masyarakat

sekitar daerah penelitian berasal dari


Gambar 21. Air permukaan di daerah
air permukaan, yaitu pada air sungai Banyumas LP 10

yang berada di sekitar permukiman


a. Sumberdaya lahan
penduduk dan airtanah pada air sumur.
Lahan di daerah penelitian oleh
Besarnya debit air sungai yang ada di
masyarakat digunakan untuk bercocok
daerah penelitian sangat dipengaruhi
tanam, yaitu sebagai lahan persawahan
oleh curah hujan. Masyarakat yang
padi. Selain itu sumberdaya lahan
berada di sekitar aliran sungai
dibeberapa lokasi di daerah penelitian
umumnya memanfaatkan air sungai
yang datar dan cukup strategis ini juga
untuk keperluan sehari-hari, seperti

mencuci, mandi, dan irigasi.


dimanfaatkan sebagai pemukiman ladang tomat cabai dan sayur mayur

penduduk (Gambar 22, Gambar 23). yang dapat hidup didaerah

pegunungan. Serta juga sebagai lahan

untuk bermukim.

b. Tambang pasir

Bahan galian yang terdapat di

daerah penelitian adalah bahan galian


Gambar 22. Sumberdaya tanah
dimanfaatkan sebagai lahan non logam berupa pasir (Gambar 24).
persawahan.
Di daerah penelitian, pasir ini

ditambang secara modern oleh

perusahaan, batuan ini ditambang

untuk didistribusikan ke daerah lain

dan dimanfaatkan sendiri sebagai

bahan bangunan, seperti membuat


Gambar 23. Sumberdaya tanah
dimanfaatkan sebagai lahan fondasi dan sebagai batuan dasar di
perkebunan.
jalan desa. Penambangan dilakukan
Pemanfaatan sumberdaya pada dengan menggunakan alat berat secara
daerah penelitian dimanfaatkan oleh modern.
masyarakat sekitar untuk persawahan Potensi pasir cukup
padi, singkong, kemudian juga memungkinkan untuk dikelola, maka
dimanfaatkan untuk berladang seperti pemanfaatan bahan galian untuk
kesejahteraan masyarakat setempat genteng dan produk lainnya yang

sangatlah mendukung. Hanya saja berasal dari tanah liat.

pemikiran yang lebih lanjut adalah

perlunya penelitian yang lebih detail

lagi, terutama pengaruh terhadap

lingkungan akibat aktivitas Gambar 25 Tanah liat di daerah Banyumas

pertambangan, serta pentingnya


Analisis Stratigrafi untuk
pengetahuan tentang keselamatan dan
Identifikasi Lingkungan
kesehatan kerja. Untuk itu perlu
Pengendapan Batupasir Karbonatan
perencanaan dan perhitungan tentang
Tapak.
bahan galian ini.
1. Model Kipas Bawah Laut Walker

Menurut Walker 1978, secara garis

besar kipas bawah laut dibagi menjadi

3 bagian, yaitu : kipas atas (upper

Gambar 24 Tambang pasir pada LP 25, di fan), kipas tengah (middle fan), dan
daerah Banyumas
kipas bawah (lower fan).

c. Tanah Liat a) Kipas Atas (upper fan)

Masyarakat di daerah Kipas atas merupakan

penelitian memanfaatkan sumberdaya pengendapan pertama dari suatu

tanah liat untuk membuat batu bata, sistem kipas laut dalam, yang

merupakan tempat dimana aliran


gravitasi itu terhenti oleh perubahan puluhan sampai ratusan meter. Alur-

kemiringan. Oleh karena itu, alur pada kipas atas berukuran cukup

seandainya aliran pekat (gravitasi besar. Walker (1978) memberikan

endapan ulang) ini membawa fragmen model urutan macam sedimen kipas

ukuran besar, maka tempat fragmen atas ke bawah. Bagian teratas ditandai

kasar tersebut diendapkan adalah oleh fragmen aliran (debris flow)

bagian ini. Fragmen kasar dapat berstruktur longsoran (slump), jika

berupa batupasir dan konglomerat sedimennya berupa konglomerat,

yang dapat digolongkan ke dalam maka umumnya letak semakin ke

fasies A,B dan F. Bentuk lembah- bawah pemilahannya makin teratur,

lembah pada kipas atas ini bermacam- mengakibatkan bentuk lapisan

macam, bias bersifat meander, bias tersusun terbalik ke bagian atas dan

juga hampir berkelok (low sinuosity). berubah menjadi lapisan normal

bagian bawah.
Mungkin hal ini berhubungan
b) Kipas tengah (middle fan)
dengan kemiringan dan kecepatan
Bagian tengah kipas laut
arus melaluinya, ukuran kipas atas ini
dalam adalah yang paling menarik
cukup besar dan bervariasi tergantung
dan sering diperdebatkan. Letak kipas
besar dan kecilnya kipas itu sendiri.
tengah berada di bawah aliran kipas
Lebarnya bisa mencapai mulai dari
atas. Morfologi kipas laut dalam
ratusan meter sampai beberapa
bagian tengah berumur Resen, dapat
kilometer, dengan kedalaman dari
dibagi menjadi 2, yaitu suprafan dan
suprafan lobes, disamping ketinggian dimana ciri terakhir ini menurut

dari lautan, juga morfologi di Walker (1978) adalah kipas Suprafan.

dalamnya. Suprafan umumnya Asosiasi fasies kipas bagian tengah

ditandai lembah yang tidak berupa tubuh-tubuh batupasir dengan

mempunyai tanggul alam (Nomark, sedikit konglomerat yang berbentuk

1978) dimana lembah tersebut saling lensa yang lebih lebar dan luas.

menganyam (braided), sehingga Batupasir dan Konglomerat tergolong

dalam profil seismic berbentuk bukit- ke dalam fasies A, B, dan F. Fasies-

bukit kecil. Relief ini sebenarnya fasies itu disisipi juga oleh lapisan-

merupakan bukit-bukit dan lembah lapisan sejajar dari fasies D dan E,

yang dapat mempunyai relief 90 kadang-kadang juga fasies C.

meter. Lembah dapat berisi pasir Asosiasi fasies ini berbeda dengan

sampai kerakal, kadang-kadang dapat asosiasi fasies yang terdapat di kipas

menunjukan urutan Bouma (1962). bagian dalam, yaitu :

Bagian suprafan sebenarnya lebih 1.Tubuh batupasir dan

merupakan model yang kadang- konglomerat dimensinya kecil

kadang di lapangan sulit untuk 2. Geometrinya kurang cembung ke

diterapkan. Masalah dasar tumbuhnya bawah

model bagian ini adalah adanya 3.Adanya sisipan-sisipan perselingan

urutan batuan yang cirinya sangat dari batupasir-batulempung.

menyerupai kipas luar, tetapi masih

menunjukan bentuk-bentuk torehan,


c) Kipas Bawah (Lower Fan) Karakteristik asosiasi fasies –fasies

Kipas bawah terletak pada bagian kipas bagian bawah ditandai oleh :

luar dari system laut dalam, 1. Langkanya batuan-batuan yang

Umumnya mempunyai morfologi diendapkan di dalamnya pasitan

yang datar sangat landai (Nomark, (channel deposit)

1978). Kipas bawah merupakan 2. Penampang geometrinya

endapan paling akhir dari system berbentuk lensa.

paket atau aliran gravitasi tersebut 3. Di bagian puncak sekuen,

yang paling mungkin mencapai kadang-kadang didapatkan juga

bagian kipas adalah system aliran dari endapan paritan dan amalgamasi.

arus kenyang. Ukuran yang paling 4. Sering kali sekuennya

mungkin di daerah kipas luar adalah memperlihatkan penebalan

berukuran halus. Serta menunjukan lapisan ke bagian atas.

urutan vertical, Bouma (1962). Fasies yang berasosiasi dengan Kipas

Asosiasi fasies kipas bawah disusun Bawah Laut ( submarine fans )

oleh lensa-lensa butiran di dalam Walker (1978) terbagi menjadi 5

batulempung, perselingan batupasir fasies, yaitu :

dan batulanau yang berlapis tebal. 1) Fasies Turbidit Klasik (Classical

Lensa-lensa batupasir dari fasies B Turbidite, CT)

dan C, sedangkan batuan-batuan yang Fasies ini pada umumnya

mengapitnya dari fasies D . terdiri dari perselingan antara

batupasir dan serpih/batulempung


dengan perlapisan sejajar tanpa meter, struktur mangkok/dish

endapan channel. Struktur sedimen structure. Fasies ini berasosiasi

yang sering dijumpai adalah dengan kipas laut bagian tengah dan

perlapisan bersusun, perlapisan atas.

sejajar, dan laminasi, konvolut atau 3) Fasies Batupasir Kerakalan (Pebbly

a,b,c Bouma (1962), lapisan batupasir Sandstone, PS)

menebal ke arah atas. Pada bagian Fasies ini terdiri dari batupasir

dasar batupasir dijumpai hasil erosi kasar, kerikil-kerakal, struktur

akibat penggerusan arus turbid (sole sedimen memperlihatkan perlapisan

mark) dan dapat digunakan untuk bersusun, laminasi sejajar, tebal 0,5 –

menentukan arus turbid purba. 5 meter. Berasosiasi dengan channel,

Dicirikan oleh adanya CCC (Clast, penyebarannya secara lateral tidak

Convolution, Climbing ripples). menerus, penipisan lapisan batupasir

Climbing ripples dan convolut ke arah atas dan urutan Bouma tidak

merupakan hasil dari pengendapan berlaku.

suspensi, sedangkan clast merupakan 4) Fasies Konglomeratan (Clast

hasil erosi arus turbid (Walker, 1985). Supported Conglomerate, CGL)

2) Fasies Batupasir masif (Massive Fasies ini terdiri dari batupasir

Sandstone, MS) sangat kasar, konglomerat, dicirikan

Fasies ini terdiri dari batupasir oleh perlapisan bersusun, bentuk butir

masif, kadang-kadang terdapat menyudut tanggung-membundar

endapan channel, ketebalan 0,5-5 tanggung, pemilahan buruk, penipisan


lapisan batupasir ke arah atas, tebal 1- perselingan antara batupasir dan

5 m. Fasies ini berasosiasi dengan batulempung merupakan suatu satuan

sutrafanlobes dari kipas tengah dan yang berirama (ritmis), dimana setiap

kipas atas. Fasies Lapisan yang satuan merupakan hasil episode

didukung oleh aliran debris flow dan tunggal dari suatu arus turbid. Bouma

lengseran (Pebbly mudstone, debris Sequence yang lengkap dibagi 5

flow, slump and slides, SL). interval, peralihan antara satu interval

ke interval berikutnya dapat secara

tajam, berangsur, atau semu, yaitu :

1. Gradded Interval (Ta)

Merupakan perlapisan

bersusun dan bagian terbawah dari

urut-urutan ini, bertekstur pasir

kadang-kadang sampai kerikilatau

Gambar 26. Model Hipotetis Kipas Bawah kerakal. Struktur perlapisan ini
Laut (Walker, 1978).
menjadi tidak jelas atau hilang sama
2. Model Fasies Bouma sekali apabila batupasir penyusun ini
Bouma (1962) memberikan terpilah baik. Tanda-tanda struktur
urutan ideal endapan turbidit yang lainnya tidak tampak.
dikenal dengan Bouma Sequence, dari

interval A-E. Urut-urutan endapan

turbidit yang umumnya berupa


2. Lower Interval of Parallel tersusun perselingan antarabatupasir

Lamination (Tb) halus dan lempung, kadang-kadang

Merupakan perselingan antara lempung pasirannya berkurang ke

batupasir dengan serpih atau arah atas. Bidang sentuh sangat jelas.

batulempung, kontak dengan interval 5. Pelitic Interval (Te)

dibawahnya umumnya secara Merupakan susunan batuan

berangsur. bersifat lempungan dan tidak

menunjukan struktur yang jelas ke


3. Interval of Current Ripple
arah tegak, material pasiran
Lamination (Tc)
berkurang, ukuran besar butir makin
Merupakan struktur perlapisan
halus, cangkang foraminifera makin
bergelombang dan konvolut.
sering ditemukan.Diatas lapisan ini
Ketebalannya berkisar antara 5-20
sering ditemukan lapisan yang
cm, mempunyai besar butir yang lebih
bersifat lempung napalan atau yang
halus daripada kedua interval
disebut lempung pelagik.
dibawahnya. (Interval Tb).

4. Upper Interval of Parallel

Lamination (Td)

Merupakan lapisan sejajar,

besar butir berkisar dari pasir sangat

halus sampai lempung lanauan.


Gambar 27. Classical Turbidite (Bouma,
Interval paralel laminasi bagian atas, 1962)
cm dengan struktur masif, pararel
Berdasarkan pengambilan data
laminasi, laminasi bergelombang.
statigrafi terukur, didapatkan litologi
Sedangkan batulempung memiliki
yang menyusun lokasi penelitian pada
ketebalan tipis 0-20 cm dengan
LP 21 memiliki ketebalan mencapai
struktur sedimen pelagic/masif dan
820 cm (Lampiran lepas 4-5) dan LP
umunya fasies Ta-Te yang ditemukan
22 395 cm (Lampiran lepas 5-5).
pada asosiasi fasies ini (Bouma,
Berdasarkan karakteristik litologi
1972).
seperti struktur dan tekstur sedimen,
LP 22 - Asosiasi Clasiccal Turbidit
LP 21 didapatkan 7 litofasies dan LP
(Walker, 1978)
22 terdapat 5 litofasies. Fasies
Asosiasi fasies ini tersusun
tersebut dikelompokkan menjadi 5
atas beberapa fasies yang didominasi
asosiasi (Bouma, 1972) dan 2 asosiasi
fasies batupasir sedang sampai kasar.
fasies (Walker 1978).
Batupasir memiliki karakteristik
LP 21 - Asosiasi Clasiccal Turbidit
dengan ketebalan 150 cm dengan
(Walker, 1978)
struktur masif, pararel laminasi dan
Asosiasi fasies ini tersusun
umunya fasies Ta-Tb yang ditemukan
atas beberapa fasies yang didominasi
pada asosiasi fasies ini (Bouma,
fasies batupasir halus sampai kasar
1972).
yang berselingan dengan

batulempung. Batupasir memiliki

karakteristik dengan ketebalan 820


LP 22 - Asosiasi Massive Sanstone Kipas tengah dihasilkan oleh

(Walker, 1978) pengendapan yang terjadi pada

Asosiasi fasies ini tersusun suprafan lobe. Pada kipas tengah

atas beberapa fasies yang didominasi bagian bawah (smooth suprafan of

fasies batupasir kasar. Batupasir portion lobe) ditunjukkan dengan

memiliki karakteristik dengan pengkasaran keatas hal tersebut dapat

ketebalan 245 cm dengan struktur memulai atau melanjutkan kembali

masif, memiliki karakter arus traksi litofasies classical turbidite.

sampai arus tidak ada dan umunya ketebalan, ukuran butir dan rasio dari

fasies Tb yang ditemukan pada kehadiran batupasir pada bagian ini

asosiasi fasies ini (Bouma, 1972). akan mengalami pengangkatan kasar

Lingkungan pengendapan ke atas.

Dengan melakukan analisa Struktur sedimen yang terjadi

lingkungan pengendapan yang dilingkungan pengendapan kipas

didasarkan pada kesamaan litologi tengah bagian bawah (smooth

serta sifat-sifat yang tampak pada suprafan of portion lobe) meliputi

hipotesa ukurun model sekuen kipas batupasir berukuran halus hingga

bawah laut. Dapatkan disimpulkan kasar dan batulempung, memiliki

berdasarkan asosiasi litofasies kipas struktur-struktur laminasi sejajar,

laut dalam di daerah penelitian yaitu: laminasi bergelombang merupakan

kipas tengah bagian bawah (smooth aliran turbidit kecepatan rendah.

suprafan of portion lobe). Selama proses pengendapan turbidit


daerah penelitian mengalami pola Gunungapi (V8), Subsatuan

perkembangan kearah laut/progradasi Geomorfik Perbukitan Bergelombang

yang dipengaruhi oleh proses Kuat Terdenudasi (D1), Subsatuan

transgresi dan regresi dimana Geomorfik Perbukitan Bergelombang

ketinggian muka air laut atau suplai Sedang Terdenudasi (D2), Subsatuan

sedimen mempengaruhi proses Geomorfik Perbukitan Bergelombang

pengendapan didaerah penelitian. Lemah Terdenudasi (D3). Stadi sungai

di daerah penelitian berumur dewasa.

KESIMPULAN Pola aliran daerah penelitian yaitu

Berdasarkan hasil pengamatan dominan subdendritik.

dan penelitian dilapangan serta analisis Batuan daerah penelitian dibagi

labolatorium, maka dapat disimpulkan menjadi 5 (lima) satuan batuan dari

mengenai kondisi geologi daerah yang tua sampai yang muda

Patikraja dan sekitarnya, antara lain berdasarkan umur fosil yang terdapat

sebagai berikut: Geomorfologi daerah dalam batuan: satuan Batupasir

penelitian terdiri dari 7 (tujuh) Krikilan Halang (Miosen Akhir),

subsatuan geomorfologi, yaitu: satuan Intrusi Diorit (Miosen Akhir),

Subsatuan Geomorfik Dataran Aluvial satuan Batupasir Karbonatan Tapak

(F1), Subsatuan Geomorfik Tubuh (Pliosen Awal), satuan Pasir Lepas

Sungai (F2), Subsatuan Geomorfik Gunung Slamet (Holosen), satuan

Perbukitan Intrusi terdenudasi (V19), Endapan Campuran (Holosen).

Subsatuan Geomorfik Dataran Fluvial


Struktur geologi daerah fasies lingkungan pengendapan batuan

penelitian melingkupi Sesar Mendatar karbonat menurut Walker, 1972,

Kiri Patikraja Tertimbun. Struktur didapatkan lingkungan fasies

geologi daerah penelitian di kontrol pengendapan satuan batupasir

oleh gaya utama relatif utara-selatan karbonatan Tapak pada daerah

akibat adanya tatanan tektonik Pulau penelitian adalah kipas tengah bagian

Jawa bertipe konvergen berupa bawah (smooth suprafan of portion

subduksi antara Lempeng India- lobe).

Autralia dan Eurasia, sehingga

menghasilkan rezim kompresi. DAFTAR PUSTAKA

Potensi geologi pada daerah Asikin, S., 1947, Geologi Struktur


Indonesia, Laboratorium
penelitian berupa sumberdaya air yang Geologi Dinamik, Institut
Teknologi Bandung, Bandung.
digunakan warga untuk kebutuhan Bandy, O.I., 1967, Foraminiferal
Indices in Paleontology,
sehari-hari serta untuk kebutuhan Texas W. H. Freemanand
Company.
pengairan pertanian, sumberdaya lahan Bemmelen., R.W. Van, 1970, The
Geology of Indonesia,Vol. I.A,
berupa lahan persawahan dan General Geology, Martinos
Nijhoff, The Haque, Holand.
perkebunan, tambang pasir dan pabrik Boggs, S., 20006, Principles of
Sedimentary and Stratigraphy,
tanah liat. 4th Ed, Prentice Hall, New
Jersey
Satuan batupasir karbonatan Bouma, Arnold, H, 1972,
Sedimentology of some Flysch
Tapak pada daerah penelitian deposits: A graphic approach
to facies interpretation,
merupakan kelompok batuan karbonat, Amsterdam : Elsevier, 168 p.
Choquet & Pray, 1970, Geologic
setelah dikorelasikan ke dalam model Numenclature and
Clasification of Porosity in INDONESIAN PETROLEUM
Sedimentary Carbonates, The GEOLOGIST ASSOCIATION,
American Association of Thirty-first annual Convention
Petroleum Geologist Bulletin exhibition.Jakarta.
V, 54, No. 2 Husein Salahudin, dkk 2013, Kendali
Djuri, dkk. 1996, Peta Geologi Stratrigrafi dan Struktur
Regional Lembar Purwokerto- Gravitasi Pada Rembesan
Tegal. Pusat Penelitian dan Hidrokaron Sijegung,
Pengembangan Geologi, Cekungan Serayu Utara,
Bandung. Prosiding Seminar Kebumian,
Flugel. E., 2004, Microfacies of UGM, Yogyakarta.
carbonate rocks, Springer Berli Howard, A.D. 1967. Drainage
Heidelberg New York Fossen, Analysis in Geologic
H., 2010, Structural geology, Interpretation, AAPG Bulletin.
Cambridge University Press, Kastowo,1975. Peta Geologi lembar
New York Majenang, Jawa, Majenang
10/XIV-B, skala 1 : 100.000,
Gilbert, C, M and William, H, F., Direktorat Geologi, Bandung.
Turner., 1954, Petrography : Koesoemadinata R.P., 1980,
Introduction To Study of Prinsip-Prinsip
Rockin Thin Section, W. H. Sedimentologi, Departemen
Freeman and Co., San Teknik Geologi ITB: Bandung.
Fransisco. Lobeck, A.K.1939. Geomorphology,
Gould, H.R. 1972. Environmental An Introduction to the Study of
indicators-A key to the Landscape, Mcgraw- Hill Book
stratigraphic record, dalam Company Inc., New York
J.K. Rigby & W.K. Hamblin Lunt, Peter K. dan Livingstone S. M.
(eds.). Recognition of ancient 2008. Predicting Personal
sedimentary environments: Debt and Debt Repayment:
Soc.Econ. Paleontologists and Psychological, Social and
Mineralogist Spec. Pub. 16, p. Economic Determinants.
1-3. Journal of Economic
Haji R.I.,Nurdrajat.,Mardiana U. 2014. Psychology, Vol. 13, No. 1,
Studi Stratigrafi Pada Formasi Hal. 111-134. Retrieved from
Halang Berdasarkan Data www.sciencedirect.com
Measured Section Pada Daerah Moody, J.D., dan Hill, M.J., 1956,
Ciwaru, Kecamatan Ciwaru, Wrech Fault Tectinics,
KabupatenKuningan, Bulletin of the Geological
ProvinsiJawa Barat. Soceienty of America.
Hall., 2007.Cretaceous To Late Martodjojo, dkk. (1996). Sandi
Miocene Stratigraphic And Stratigrafi Indonesia, Komisi
Tectonic Evolution Of West Sandi Stratigrafi Indonesia
Java. PROCEEDING IAGI, Jakarta, 25h.
Mangunsukardjo, 1986. Geomorfologi Postuma, J.A. 1971. Manual of
dan Terapannya. Makalah Planktonic Foraminifera,
Pidato Pengelolaan Jabatan Royal Dutch/Shell Group, The
Lector Kepala Dalam Hague, The Netherlands
Geomorfologi Terapan.
Yogyakarta : Fakultas Rickard, M. J. 1971. A Classification
Geografi-UGM Diagram for Fold Orientations.
Marks, P., 1961, Stratigrafi Lexcion Geological Magazine, 108(1),
of Indonesia, RI Kementerian pp. 23-26
Perekonomian Pusat Djawatan Rickard, M.J. 1972. Fault
Geologi Bandung, Publikasi Classification-discussion:
Keilmuan, No. 31, seri Geologi. Geological Society of America
Bulletin, v.83
Normark, WR (1978) "lembah kipas, Ragan. D.M. 1973. Structural Geology
saluran, dan lobus pengendapan An Introduction to Geometrical
pada penggemar kapal selam Techniques, Second Edition.
modern: Karakter untuk John Willey & Sons. Inc,
pengakuan lingkungan turbidit New York.er.E Maurice, dkk
berpasir", American 1990, Carbonate
Association of Petroleum Sedimentology, Black well
Geologist Bulletin , 62 (6), science company
hal. 912–931. Selley, dkk, 1985, Applied
Mutti, E. & Ricci Lucci, F. Sedimentology Fourth Edition,
(1975) Turbidite facies dan ACADEMIC PRESS, San
asosiasi facies. Dalam: Contoh Diego, California.
fasies turbidit dan asosiasi dari Sribudiyani, dkk. 2003. The Collision
formasi terpilih dari Apennine of The East Java Microplate
utara. IX Int. Kongres and Its Implication For
Sedimentologi, Field Trip A- Hydrocarbon Occurrences in
11, hal. 21–36. The East Java Basin. Jakarta :
Pumpley, W. J., et al., 1962, Proceedings Indonesian
Sedimentary rocks, Harper and Petroleum Association 30th
Brothers, New York. Tucker, Annual Convention &
M.E dan Wright, V.P., 1990. Exhibition.
Carbonat Sedimentology. Streckeisen, A. 1976. To Each
London, Blackwell Scientifie Plutonic Rock Its Proper Name.
Publications. Earth Science Revision 12, 1-33
Pettijohn F. J. 1975. Sedimentary Sukandarrumidi, dkk, 2005. Geologi
Rocks: Harper & Row Sejarah Petunjuk Praktis untuk
Publishers, New Peneliti Pemula.Yogayakarta:
YorkEvanston-San Fransisco- Gadjah Mada University Press.
London.
Sukandarrumidi, dkk, 2011, Pemetaan
Geologi. Gadjah Mada
University Pres.
Sukandarrumidi, dkk, 2012.
Metodologi Penelitian:
Petunjuk Praktis untuk Peneliti
Pemula. Yogyakarta: Gadjah
Mada University Press
Verstappen, H. Th. 1983. Applied
Geomorphology:
Geomorphological Surveys for
Environmental Development.
Elsevier Science Publishing
Company Inc: New York
Van Zuidam, R. A. 1983. Guide to
Geomorfhology Ariel
Photographic Interpretation
and Mapping, ITC Enschede
The Nederland
Walker, R.G., 1978, Deep Water
sandstone facies and ancient
submarine fans : models for
exploration for stratigraphic
traps, Bull A.. G., 62, 932-966
Walker, Roger G and Posamentier,
Henry W. . 2006 Facies Models
Revisited: Deep-Water
Turbidites And Submarine Fans
Laura J. Crossey and Donald S.
McNeill, Editors of Special
Publications SEPM Special
Publication 84
Wilson, J. L., 1975, Carbonate Facies
in Geological History,
Springer-Verlag, Berlin.

You might also like