You are on page 1of 10

JURNAL PENELITIAN

Mei 2017 Fakultas Kesehatan Masyarakat–UNDANA

DETERMINAN KEJADIAN PENYAKIT showed skin disease was in the top position with
KULIT PADA NARAPIDANA DI LEMBAGA average number of cases per month 246 cases or
PEMASYARAKATAN KALS IIA KOTA 52.34% in 2013. The purpose of this study was to
KUPANG TAHUN 2016 analyze the determinant factors of skin diseases of
prisoners in Correctional Institution Class IIA City
Sukhaimi A. A. Hamzah¹,Pius Weraman², M. M. of Kupang in 2016. This study is an analytic survey
3
Dwi Wahyuni method with cross sectional analytical survey
1
Alumni Bagian Epidemiologi dan Biostatistika, FKM
approach. The population of this study included
UNDANA
prisoners who were suffering from certain diseases
2’3
Dosen Bagian Epidemiologi dan Biostatistika, FKM
and the outpatients in Polyclinics of Correctional
UNDANA
Institution Class IIA City of Kupang. The sample
*alamat email : Amy.hamzah08@gmail.com,
piusweraman@yahoo.com,
was selected by simple random sampling

mmdwahyuni0103@gmail.com, technique. The factors that significantly


ABSTRACT contributed to skin disease (p-value ≤ 0.05) were
the factor of showering (p-value = 0.001, OR =
DETERMINANT FACTORS OF SKIN
25.382; 95% CI = 3.559-181.034), the factor of
DISEASES OF PRISONERS IN
clothing hygiene (p-value = 0.011; OR = 9.215;
CORRECTIONAL INSTITUTION CLASS IIA
95% CI = 1.653-51.382) and the factor of humidity
CITY OF KUPANG IN 2016. Sukhaimi A. A.
(p-value = 0.015; OR = 8.455; 95% CI = 1.508-
Hamzah, Pius Weraman, M. M. Dwi Wahyuni,
47.392). The prisoners in Correctional Institution
xx + 77 + 12 Attachments
Class IIA City of Kupangcan prevent the skin
Skin disease is an epidermal and dermal skin
diseases by showering regularly, paying attention
inflammation as a response to endogenous factors
to the hygiene of clothing, and managing the
such as allergies or exogenous by bacteria, viruses,
humidity of residential space.
fungi, investment parasites and allergic reactions.
The factors associated with skin disease are social
Keywords : Determinant, Skin Disease,Prisoners
economy, personal hygiene and environmental
References : 44 (1983-2016)
sanitation. The skin diseases according to Data
Report per month on the division of Cure of
Correctional Institution Class IIA City of Kupang

1
JURNAL PENELITIAN
Mei 2017 Fakultas Kesehatan Masyarakat–UNDANA

PENDAHULUAN merupakan tempat yang rentan dalam penyebaran


Penyakit kulit merupakan peradangan kulit penyakit. Data Laporan per bulan Bidang
epidermis dan dermis sebagai respon terhadap Perawatan LAPAS Klas IIA Kota Kupang pada
faktor endogen berupa alergi atau eksogen yang Tahun 2013 juga menunjukkan penyakit kulit
berasal dari bakteri dan jamur(1). Penyakit kulit berada pada posisi teratas dengan rata-rata jumlah
disebabkan oleh bakteri, virus, jamur, investasi kasus per bulan 246 kasus atau 52,34 % kemudian
oleh parasit dan reaksi alergi(2). selama bulan september hingga november tahun
Penyakit kulit dapat ditemukan pada semua 2016 terdapat 137 kasus dengan rata-rata perbulan
lapisan masyarakat, baik di pedesaan maupun sebanyak 46 kasus(8). Penularan penyakit kulit
perkotaan, tidak hanya di negara berkembang terjadi karena sanitasi yang kurang baik, air bersih
tetapi juga di negara maju. Data penyakit kulit dan sulit diperoleh, pakaian jarang diganti, dan
jaringan subkutan di provinsi Nusa Tenggara penggunaan handuk secara beramai-ramai.
Timur (NTT), penyakit kulit berada pada posisi Astriyanti(9) menyatakan bahwa narapidana
kelima dengan jumlah 287.263 kasus atau 7,63 penderita penyakit kulit mangatakan bahwa di
%(3)dan terkhusus untuk penyakit kulit (kusta) dalam kamar mereka hanya terdapat satu buah
jumlah kasus dan angka prevalensinya adalah 528 handuk saja. Handuk tersebut yang digunakan
kasus(4). Berdasarkan 10 penyakit terbesar dari tiap beramai-ramai setiap hari.
Puskesmas di Kota Kupang, penyakit kulit di bagi Berdasarkan hasil wawancara dan observasi
menjadi dua yakni penyakit kulit alergik pada pendahuluan tentang higiene perorangan dan
peringkat enam sebanyak 15.788 kasus atau 5,2% sanitasi yang dilakukan pada tanggal 10 Februari
dan penyakit kulit infeksi pada peringkat tujuh 2016 dengan warga binaan dan petugas LAPAS
sebanyak 12.388 kasus atau 4,1%(5). Penyakit kusta tentang higiene perorangan di LAPAS
di Nusa Tenggara Timur, Kota Kupang berada menunjukkan bahwa, warga binaan mempunyai
pada posisi kedua dengan jumlah kasus dan angka kebiasaan ganti pakaian hanya sehari sekali karena
prevalensinya adalah 74 kasus(4). hanya memiliki 3 stel pakaian. Warga binaan
Hasil studi Fernawan(6) penyakit kulit sering mandi 2 kali dalam sehari dan bersama-sama
menyebar dalam anggota keluarga, satu asrama, dalam satu kamar mandi. Dalam pemakaian
kelompok anak sekolah, pasangan seksual bahkan handuk, dan alat makan warga binaan juga sering
satu kampung atau desa. Zulfah(7) menemukan bergantian tanpa dicuci terlebih dahulu. Hasil
bahwa Lembaga Pemasyarakatan (LAPAS) juga observasi dan wawancara, sprei hanya dicuci 1
2
JURNAL PENELITIAN
Mei 2017 Fakultas Kesehatan Masyarakat–UNDANA

bulan sekali, ventilasi yang ada di ruang tahanan HASIL DAN BAHASAN
kurang dari 10 % dari luas lantai secara A. HASIL

keseluruhan, sedangkan untuk kepadatan kamar 1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian

ukuran 5 x 2 m terdiri dari 7 sampai 9 narapidana. Lembaga Pemasyarakatan selanjutnya disebut

Berdasarkan gambaran masalah di atas maka LAPAS menurut UU RI No. 12 tahun 1995(11) pada

peneliti tertarik untuk melakukan penelitian ketentuan umum ayat satu pasal dua adalah tempat

tentang faktor-faktor yang mempengaruhi untuk melaksanakan pembinaan narapidana dan

tingginya kejadian penyakit kulit pada narapidana anak didik pemasyarakatan dan suatu tatanan

Lembaga Pemasyarakatan Klas IIA Kota Kupang. mengenai arah dan batas serta cara pembinaan
warga binaan pemasyarakatan berdasarkan
METODE PENELITIAN
pancasila yang dilaksanakan secara terpadu antara
Jenis penelitian yang digunakan dalam
pembina dan yang dibina serta masyarakat untuk
penelitian ini adalah penelitian kuantitatif dengan
meningkatkan kualitas warga binaan
metode survei analitik dengan pendekatan survey
pemasyarakatan. Narapidana menurut UU No. 12
analitik cross sectional. Populasi penelitian adalah
Tahun 1995 tentang pemasyarakatan adalah
narapidana yang menderita penyakit tertentu dan
“terpidana yang menjalani pidana hilang
merupakan pasien rawat jalan di Poliklinik
kemerdekaan di Lembaga Pemasyarakatan”
Lembaga pemasyarakatan Klas IIA Kota Kupang.
sedangkan pengertian petugas pemasyarakatan
Metode pengambilan sampel menggunakan
menurut UU No. 12 Tahun 1995 tentang
metode probability sampling dengan teknik simple
Pemasyarakatan adalah “pejabat fungsional
random sampling denganinstrument berupa
penegak Hukum yang melaksanakan tugas di
kuesioner, formulir observasi, hygrometer,
bidang pembinaan, pengamanan dan bimbingan
luxmeter dan formulir-formulir lain yang berkaitan
warga binaan pemasyarakatan”.
(10)
dengan pencatatan data . Analisis data
LAPAS Klas IIA Kota Kupang dibangun pada
menggunakan analisis inferensial (uji hipotesis
tahun 1978 yang memiliki luas tanah 264.340 m2
penelitian) dengan statistik parametris antara lain
dan luas bangunan 20.404 m2 dan mulai digunakan
dengan menggunakan analisis korelasi, dan regresi
atau difungsikan pada tahun 1980 dan dikepalai
logistik berganda.
oleh Bapak Sumadi. Dalam kurun waktu ±39 tahun
sudah 13 kali terjadi pergantian pimpinan hingga

3
JURNAL PENELITIAN
Mei 2017 Fakultas Kesehatan Masyarakat–UNDANA

sekarang LAPAS Klas IIA Kota Kupang dikepalai Tabel 4.1Tabulasi silang faktor mandi pada
oleh Bapak Drs. Suprapto, Bc. IP. M.M. personal hygiene dengan kejadian penyakit kulit
2. Karakteristik Responden pada narapidana di Lembaga Pemasyarakatan
Karakterisitik responden ini dilakukan untuk Klas IIA Kota Kupang Tahun 2016
mendapatkan data responden berupa gambaran Penyakit Kulit
No Total P-
Mandi Ya Tidak
mengenai usia, pendidikan, dan tempat hunian . value
n % n % n %
dengan menggunakan kuesioner. Distribusi Berisik 76, 6,2 46,
1. 33 2 35
responden berdasarkan umur di LAPAS Klas IIA o 74 5 67
Tidak
Kota Kupang paling banyak adalah responden 2. 69, 90, 78,
berisik 30 29 59 0,000
77 63 67
umur kurang dari 30 tahun yakni 33,33%, o
10 10 10
sedangkan paling sedikit responden dengan rentang Total 43
0
32
0
75
0
umur 30-40 tahun yakni 20%. Tabel 4.1 menjelaskan bahwa responden yang

Distribusi responden berdasarkan tingkat menderita penyakit kulit 76,74% dengan faktor

pendidikan di LAPAS Klas IIA Kota Kupang mandi kategori berisiko dan 23,26% dengan

paling banyak adalah responden dengan tingkat kategori tidak berisiko, sedangkan responden yang

pendidikan SD yakni 36%, sedangkan paling tidak menderita penyakit kulit 6,25% dengan faktor

sedikit responden dengan tingkat pendidikan SMK mandi kategori berisiko dan 93,75% dengan

dan magister yaitu 1,3%. kategori tidak berisiko. Hasil uji Chi-Square pada

Distribusi responden berdasarkan tempat hunian Continuity Correction menunjukkan bahwa nilai p-

di LAPAS Klas IIA Kota Kupang paling banyak value sebesar 0,000 karena nilai p-value (0,000) ≤

adalah responden dengan tempat hunian di blok Alpha (0,05) maka dapat disimpulkan bahwa ada

poliklinik yakni 28%, sedangkan paling sedikit hubungan antara faktor mandi pada personal

responden dengan tempat hunian di blok narkoba hygiene dengan kejadian penyakit kulit pada

yakni 20%. narapidana di LAPAS Klas IIA Kota Kupang

3. Analisis Bivariat Tahun 2016.

a. Faktor mandi pada personal hygiene b. Faktor kebersihan pakaian pada personal

Analisis bivariat faktor mandi pada personal hygiene

hygiene dapat dilihat pada tabel berikut: Analisis bivariat faktor kebersihan pakaian pada
personal hygiene dapat dilihat pada tabel berikut:

4
JURNAL PENELITIAN
Mei 2017 Fakultas Kesehatan Masyarakat–UNDANA

Tabel 4.2Tabulasi silang faktor kebersihan Tabel 4.3Tabulasi silang faktor kelembaban
pakaian pada personal hygiene dengan kejadian pada tempat huniandengan kejadian penyakit
penyakit kulit pada narapidana di Lembaga kulit pada narapidana di Lembaga
Pemasyarakatan Klas IIA Kota Kupang Tahun Pemasyarakatan Klas IIA Kota Kupang Tahun
2016 2016
Keber Penyakit Kulit N Penyakit Kulit P-
N Total P- Kelem Total
sihan Ya Tidak o Ya Tidak val
o val baban
pakaia . n % n % n % ue
. n % n % n % ue
n 79 18
1 Berisi 4 53,
1 Tidak 79, 15, 3 52, 34 ,0 6 ,7
34 5 . ko 0 33
. Bersih 07 63 9 00 7 5
2 20, 84, 3 48, 0,0 Tidak 20 81 0,0
Bersih 9 27 2 3 46,
. 93 38 6 00 00 berisik 9 ,9 26 ,2 00
. 5 67
7 o 3 5
Total 43 100 32 100 100
5 10 10 7 10
Total 43 32
Tabel 4.2 menjelaskan bahwa responden yang 0 0 5 0
Tabel 4.3 menjelaskan bahwa responden yang
menderita penyakit kulit 79,07% dengan faktor
menderita penyakit kulit 79,07% dengan faktor
kebersihan pakaiankategori tidak bersih dan
kelembaban pada tempat huniankategori berisiko
20,93% dengan kategori bersih, sedangkan
dan 20,93% dengan kategori tidak berisiko,
responden yang tidak menderita penyakit kulit
sedangkan responden yang tidak menderita
15,63% dengan faktor kebersihan pakaiankategori
penyakit kulit 18,75% dengan faktor kelembaban
tidak bersih dan 84,38% dengan kategori bersih.
pada tempat huniankategori berisiko dan 81,25%
Hasil uji Chi-Square pada Continuity Correction
dengan kategori tidak berisiko. Hasil uji Chi-
menunjukkan bahwa nilai p-value sebesar 0,000
SquarepadaContinuity Correctionmenunjukkan
karena nilai p-value (0,000) ≤ Alpha (0,05) maka
bahwa nilai p-value sebesar 0,000 karena nilai p-
dapat disimpulkan bahwa ada hubungan antara
value (0,000) ≤ Alpha (0,05) maka dapat
faktor kebersihan pakaian pada personal hygiene
disimpulkan bahwa ada hubungan antara faktor
dengan kejadian penyakit kulit pada narapidana di
kelembaban pada tempat huniandengan kejadian
LAPAS Klas IIA Kota Kupang Tahun 2016.
penyakit kulit pada narapidana di LAPAS Klas IIA
c. Hubungan faktor kelembaban pada tempat
Kota Kupang Tahun 2016.
hunian
4. Analisis multivariat
Analisis bivariat faktor kelembaban pada tempat
Variabel yang akan diikutsertakan dalam
hunian dapat dilihat pada tabel berikut:
analisis multivariat adalah variabel bebas yang
memiliki nilai p-value< 0,25 yaitu faktor mandi,

5
JURNAL PENELITIAN
Mei 2017 Fakultas Kesehatan Masyarakat–UNDANA

cuci tangan, kebersihan pakaian dan kelembaban. adalah mandi (25,382), kebersihan pakaian (9,215)
Hasil analisis multivariat dapat dilihat pada tabel dan kelembaban (8,455).
berikut: B. BAHASAN
Tabel 4.4 Analisis regresi logistik determinan 1. Faktor mandi pada personal hygiene
kejadian penyakit kulit pada narapidana di
Kulit merupakan organ terbesar manusia, kulit
Lembaga Pemasyarakatan Klas IIA Kota
Kupang tahun 2016 berfungsi untuk melindungi jaringan di bawahnya
95,0%
N Variabel S C.I.for P-
dari cidera, mengatur suhu, menghasilkan minyak,
Exp
o yang B ig EXP(B) val kulit memegang peranan penting dalam
(B)
. diteliti . Lo Up ue
wer per meminimalkan setiap gangguan dan ancaman, yang
1 .0 181 masuk melewati kulit(12).
3,2 25,3 3,5
Mandi 0 ,03
34 82 59
1 4 Hasil analisis multivariat menunjukkan bahwa
2 .0
Kebersihan 2,2 9,21 1,6 51, variabel mandi memiliki nilai Sig. atau p-value
1
pakaian 21 5 53 382
1 sebesar 0,001 dan Exp(B) untuk menyatakan OR
3 .0
Kelembaba 2,1 8,45 1,5 47, 0,5 sebesar 25,382 dengan nilai 95% CI: 3,559-
1
n 35 5 08 392 96
5
181,034. Hal ini menjelaskan bahwa dengan
4 .0
Cuci 1,7 5,88 .73 47,
9 adanya faktor mandi yang berisiko,risiko terjadinya
tangan 72 2 6 001
5
- .0 penyakit kulit 25,382 kali lebih besar dibandingkan
Constant 6,1 0 .002 dengan yang memiliki faktor mandi tidak berisiko.
72 0
Berdasarkan tabel 4.4 menunjukkan bahwa Nilai p-value (0,001) ≤ 0,05 maka 𝐻0 ditolak yang
variabel-variabel independen yang berpengaruh berarti faktor mandi memiliki pengaruh terhadap
secara statistik terhadap variabel dependen (p- kejadian penyakit kulit pada narapidana di
value ≤ 0,05)adalah faktor mandi (p-value = 0,001; Lembaga Pemasyarakatan Klas IIA Kota Kupang
OR = 25,382; 95% CI= 3,559-181,034), faktor Tahun 2016.
kebersihan pakaian (p-value = 0,011; OR = 9,215; 2. Faktor cuci tangan pada personal hygiene
95%CI = 1,653-51,382) dan faktor kelembaban (p- Tangan merupakan anggota tubuh kita yang
value = 0,015; OR = 8,455; 95%CI = 1,508- sering kali kotor karena digunakan untuk
47,392). Urutan pengaruh faktor-faktor tersebut beraktifitas. Tangan dapat menyebarkan penyakit
secara berturut-turut dari yang terbesar hingga baik secara langsung maupun tidak langsung, oleh
yang terkecil dengan membandingkan nilai OR karena itu untuk mencegah penularan penyakit

6
JURNAL PENELITIAN
Mei 2017 Fakultas Kesehatan Masyarakat–UNDANA

maka harus mencuci tangan setelah melakukan telah digunakan selama 1 hari tidak digunakan lagi
berbagai aktifitas. keesokan harinya.
Analisis multivariat menunjukkan bahwa Hasil analisis multivariat menunjukkan bahwa
variabel cuci tangan memiliki nilai Sig. atau p- kebersihan pakaian memiliki nilai Sig. atau p-value
value sebesar 0,095 dan Exp(B) untuk menyatakan sebesar 0,011 dan Exp(B) untuk menyatakan OR
OR sebesar 5,882 (95%CI: 0,736-47,001). Karena sebesar 9,215 (95%CI: 1,653-51,382). Hal ini
nilai p-value (0,095) > 0,05 maka 𝐻0 diterima yang menjelaskan bahwa dengan adanya faktor
berarti faktor cuci tangan tidak memiliki pengaruh kebersihan pakaian yang tidak
terhadap kejadian penyakit kulit pada narapidana di bersih,risikoterjadinya penyakit kulit 9,215 kali
LAPAS Klas IIA Kota Kupang tahun 2016. lebih besar dibandingkan dengan yang memiliki
Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil faktor kebersihan pakaian yang bersih.Karena nilai
penelitian Julia dan Utami(13) tentang hubungan p-value (0,015) ≤ 0,05 maka 𝐻0 ditolak yang
faktor lingkungan dan perilaku terhadap kejadian berarti faktor kebersihan pakaian memiliki
scabies di Pondok Pesantren Al-Furqon Kecamatan pengaruh terhadap kejadian penyakit kulit pada
Sidayu Kabupaten Gresik Provinsi Jawa Timur narapidana di LAPAS Klas IIA Kota Kupang
yang menyatakan bahwa tidak ada hubungan antara Tahun 2016.
faktor cuci tangan dengan kejadian penyakit Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil
scabies. penelitian Sajida(15) tentang hubungan antara
3. Faktor kebersihan pakaian pada personal personal hygiene dan sanitasi lingkungan dengan
hygiene kejadian penyakit kulit di Kelurahan Denai
Pakaian yang kotor akan menghalangi seseorang Kecamatan Medan Denai Kota Medan yang
untuk terlihat sehat dan segar walaupun seluruh menyatakan bahwa ada hubungan antara faktor
tubuh sudah bersih. Menurut Wartonah(14) kebersihan pakaian dengan kejadian penyakit kulit.
menyebutkan bahwa kebersihan pakaian 4. Faktor kelembaban pada tempat hunian
merupakan hal utama dalam perawatan diri. Kelembaban sangat berperan penting dalam
Kebiasaan mengganti pakaian, diusahakan agar pertumbuhan kuman penyakit. Kelembaban yang
mengganti pakaian dua kali sehari agar tempat- tinggi dapat menjadi tempat yang disukai oleh
tempat yang tertutup dan lembab dari tubuh dapat kuman untuk pertumbuhan dan perkembangannya.
terjangkau kebersihannya. Sebaiknya pakaian yang Keadaan yang lembab dapat mendukung terjadinya
penularan penyakit(16). Menurut Kepmenkes
7
JURNAL PENELITIAN
Mei 2017 Fakultas Kesehatan Masyarakat–UNDANA

RI/NO.829/Menkes/SK/VII/1999(17) tentang PENUTUP


persyaratan kesehatan perumahan dari aspek A. SIMPULAN
kelembaban udara ruang, dipersyaratkan ruangan Berdasarkan hasil penelitian yang dilaksanakan
mempunyai tingkat kelembaban udara yang di LAPAS Klas IIA Kota Kupang Tahun 2016
diperbolehkan antara 40-70%. diperoleh kesimpulan sebagai berikut:
Hasil analisis multivariat menyatakan variabel 1. Ada pengaruh antara faktor mandi pada
kelembaban memiliki nilai Sig. atau p-value personal hygiene dengan kejadian penyakit kulit
sebesar 0,015 dan Exp(B) untuk menyatakan OR pada narapidana (p-value = 0,001; OR = 25,382;
sebesar 8,455 (95%CI: 1,508-47,392). Hal ini 95% CI= 3,559-181,034).
menjelaskan bahwa dengan adanya faktor 2. Tidak ada pengaruh antara faktor cuci tangan
kelembaban yang berisiko,risiko terjadinya pada personal hygiene dengan kejadian penyakit
penyakit kulit 8,455 kali lebih besar dibandingkan kulit pada narapidana (p-value = 0,095; OR =
dengan yang memiliki faktor kelembaban tidak 5,882; 95%CI = 0,736-47,001.
berisiko.Karena nilai p-value (0,015) ≤ 0,05 maka 3. Ada pengaruh antara faktor kebersihan pakaian
𝐻0 ditolak yang berarti faktor kelembaban pada personal hygiene dengan kejadian penyakit
memiliki pengaruh terhadap kejadian penyakit kulit pada narapidana (p-value = 0,011; OR =
kulit pada narapidana di LAPAS Klas IIA Kota 9,215; 95%CI = 1,653-51,382).
Kupang Tahun 2016. 4. Ada pengaruh antara faktor kelembaban pada
Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil tempat hunian dengan kejadian penyakit kulit
penelitian Hapsari(18) tentang hubungan pada narapidana (p-value = 0,015; OR = 8,455;
karakteristik, faktor lingkungan, dan perilaku 95%CI = 1,508-47,392).
dengan kejadian scabies di Pondok Pesantren Darul 5. Tidak ada pengaruh antara faktor pencahayaan
Amanah Desa Kabunan Kecamatan Sukarejo pada tempat hunian dengan kejadian penyakit
Kabupaten Kendal yang menyatakan bahwa ada kulit pada narapidana (p-value = 0,392).
hubungan antara faktor kelembaban dengan 6. Tidak ada pengaruh antara faktor kepadatan
kejadian penyakit scabies. hunian pada tempat hunian dengan kejadian
penyakit kulit pada narapidana (p-value =
0,777).

8
JURNAL PENELITIAN
Mei 2017 Fakultas Kesehatan Masyarakat–UNDANA

7. Tidak ada pengaruh antara faktor air bersih dapat memperkaya informasi berkaitan dengan
dengan kejadian penyakit kulit pada narapidana. penyakit kulit.
(p-value = 0,986).
DAFTAR PUSTAKA
8. Tidak ada pengaruh antara faktor pembuangan
sampah dengan kejadian penyakit kulit pada
1. Ganong WF. Buku Ajar: Fisiologi Kedokteran.
narapidana (p-value = 1,000).
20th ed. Jakarta: EGC; 2002.
B. SARAN 2. Harahap M. Ilmu Penyakit Kulit [Internet]. 1st
1. Bagi Narapidana ed. Jakarta: Jakarta Hipokrates; 2000. 331 p.
Perlu adanya memperhatikan kebersihan diri Available from:
dan kondisi lingkungan guna mencegah terjadinya http://kin.perpusnas.go.id/DisplayData.aspx?pI
penyakit kulit. d=9394&pRegionCode=PLKSJOG&pClientId
2. Bagi Lembaga Pemasyarakatan =145
LAPAS memegang peranan yang sangat penting 3. Dinas Kesehatan Provinsi Nusa Tenggara
dalam mencegah terjadinya penyakit kulit. Peneliti Timur. Profil Kesehatan Provinsi Nusa
menyarankan untuk secara terjadwal melakukan Tenggara Timur Tahun 2007. 2007;
upaya kesehatan dalam mencegah terjadinya 4. Dinas Kesehatan Provinsi Nusa Tenggara
penyakit kulit yaitu dengan melakukan upaya Timur. Profil Kesehatan Provinsi Nusa
sanitasi lingkungan termasuk dalam ruang hunian Tenggara Timur Tahun 2015. 2015;
(mengurangi kelembaban udara) dan upaya 5. Dinas Kesehatan Kota Kupang. Profil
peningkatan kepedulian narapidana terhadap Kesehatan Kota Kupang Tahun 2008. 2008;
kebersihan diri secara tegas (mandi dua kali sehari 6. Fernawan NS. Perbedaan Angka Kejadian
dan membersihkan pakaian, sprei dan handuk). Scabies di Kamar Padat dan Kamar Tidak
3. Bagi Peneliti lain Padat di Pondok Pesantren Modern Islam
Melengkapi hal-hal yang menjadi kekurangan (PPMI) Assalaam. 2008;
dalam penelitian ini. Baik dari segi variabel yang 7. Wijaya AZDH. Gambaran Perencanaan
belum diteliti yaitu variabel sosial ekonomi, Perbekalan Obat di Poliklinik Lembaga
perawatan mulut dan gigi, pembuangan tinja dan Pemasyarakatan Kelas II A Narkotika Jakarta
variabel ventilasi ataupun dari segi ke dalaman Tahun 2007. 2007;
analisis. Sehingga selain dapat memperjelas juga 8. Poliklinik Lembaga Pemasyarakatan Klas IIA
Kota Kupang. Laporan Bulanan Kesehatan
9
JURNAL PENELITIAN
Mei 2017 Fakultas Kesehatan Masyarakat–UNDANA

Narapidana. Kupang; 2008. Seni. Rineka Cipta. 2011.


9. Astriyanti T, Lerik M, Sahdan M. Perilaku 17. Ministry of Health Republic of Indonesia.
Hygiene Perorangan Pada Narapidana Kepmenkes RI No.829/Menkes/SK/VII/1999.
Penderita Penyakit Kulit Dan Bukan Penderita Lampiran. 1999;
Penyakit Kulit Di Lembaga Pemasyarakatan 18. Hapsari NIW. Hubungan Karakteristik, Faktor
Klas II A Kupang Tahun 2010. J MKM. Lingkungan dan Perilaku dengan Kejadian
2010;33–40. Scabies di Pondok Pesantren Darul Amanah
10. Notoatmodjo S. Metodologi Penelitian Desa Kabunan Kecamatan Sukarejo
Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta; 2010. Kabupaten Kendal. 2014;
11. Republik Indonesia. UU No. 12 Tahun 1995
tentang Pemasyarakatan. J Geotech
Geoenvironmental Eng ASCE. 1995;
12. Musawwira. Faktor-faktor yang Berhubungan
dengan Kejadian Scabies di Wilayah Kerja
Puskesmas Ma’rang Kabupaten Pangkep.
2016;
13. Julia, Utami. Hubungan Faktor Lingkungan
dan Perilaku Terhadap Kejadian Scabies di
Pondok Pesantren Al-Furqon Kecamatan
Sidayu Kabupaten Gresik Provinsi Jawa
Timur. 2013;
14. Tarwoto, Wartonah. Kebutuhan Dasar
Manusia & Proses Keperawatan. Semarang:
Salemba Medika; 2010. 202 p.
15. Sajida A. Hubungan Personal Hygine dan
Sanitasi Lingkungan Dengan Kelurahan Denai
Kecamatan Medan Denai kota Medan Tahun
2012. Fakultas Kesehatan Masyarakat USU.
2012.
16. Notoatmodjo S. Kesehatan Masyarakat Ilmu &
10

You might also like