You are on page 1of 12

JURNAL PENELITIAN

Mei 2017 Fakultas Kesehatan Masyarakat–UNDANA

DETERMINAN KEJADIAN PENYAKIT KULIT PADA NARAPIDANA DI LEMBAGA


PEMASYARAKATAN KALS IIA KOTA KUPANG TAHUN 2016

Sukhaimi A. A. Hamzah¹, Pius Weraman², M. M. Dwi Wahyuni²


1
Alumni Bagian Epidemiologi dan Biostatistika, FKM UNDANA
2
Dosen Bagian Epidemiologi dan Biostatistika, FKM UNDANA

ABSTRACT

DETERMINANT FACTORS OF SKIN DISEASES OF PRISONERS IN CORRECTIONAL


INSTITUTION CLASS IIA CITY OF KUPANG IN 2016. Sukhaimi A. A. Hamzah, Pius Weraman,
M. M. Dwi Wahyuni, xx + 77 + 12 Attachments

Skin disease is an epidermal and dermal skin inflammation as a response to endogenous factors such as
allergies or exogenous by bacteria, viruses, fungi, investment parasites and allergic reactions. The factors
associated with skin disease are social economy, personal hygiene and environmental sanitation. The skin
diseases according to Data Report per month on the division of Cure of Correctional Institution Class IIA
City of Kupang showed skin disease was in the top position with average number of cases per month 246
cases or 52.34% in 2013. The purpose of this study was to analyze the determinant factors of skin diseases of
prisoners in Correctional Institution Class IIA City of Kupang in 2016. This study is an analytic survey
method with cross sectional analytical survey approach. The population of this study included prisoners who
were suffering from certain diseases and the outpatients in Polyclinics of Correctional Institution Class IIA
City of Kupang. The sample was selected by simple random sampling technique. The factors that
significantly contributed to skin disease (p-value ≤ 0.05) were the factor of showering (p-value = 0.001, OR
= 25.382; 95% CI = 3.559-181.034), the factor of clothing hygiene (p-value = 0.011; OR = 9.215; 95% CI =
1.653-51.382) and the factor of humidity (p-value = 0.015; OR = 8.455; 95% CI = 1.508-47.392). The
prisoners in Correctional Institution Class IIA City of Kupang can prevent the skin diseases by showering
regularly, paying attention to the hygiene of clothing, and managing the humidity of residential space.

Keywords : Determinant, Skin Disease, Prisoners


References : 44 (1983-2016)

PENDAHULUAN tidak bersih dan faktor yang paling dominan adalah


Penyakit kulit merupakan peradangan kulit dikarenakan oleh kemiskinan dan higiene
epidermis dan dermis sebagai respon terhadap perorangan (Ganong, 2006). Faktor-faktor yang
faktor endogen berupa alergi atau eksogen yang mempengaruhi tingginya prevalensi penyakit kulit
berasal dari bakteri dan jamur (Ganong, 2006). adalah iklim yang panas dan lembab yang
Faktor yang berperan dalam penularan memungkinkan bertambah suburnya jamur,
penyakit kulit adalah sosial ekonomi yang rendah, kebersihan perorangan yang kurang baik dan faktor
higiene perorangan yang kurang, lingkungan yang ekonomi yang kurang memadai (Harahap, 2000).
1
JURNAL PENELITIAN
Mei 2017 Fakultas Kesehatan Masyarakat–UNDANA

Penyakit ini meskipun tidak fatal, namun karena september hingga november tahun 2016 terdapat
sering bersifat kronik dan kumat-kumatan, serta 137 kasus dengan rata-rata perbulan sebanyak 46
tidak sedikit yang resisten dengan obat anti jamur, kasus.
maka penyakit ini dapat menyebabkan gangguan Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh
kenyamanan dan menurunkan kualitas hidup bagi Barus (2007) menemukan penyakit yang dapat
penderitanya (Soebono, 2001). menular di LAPAS yakni tuberkulosis, infeksi
Direktur Jenderal Pelayanan Medik saluran pernapasan dan pencernaan, serta penyakit
Departemen Kesehatan Republik Indonesia kulit. Astriyanti (2010) menyatakan bahwa
menyatakan pada tahun 2006 berdasarkan narapidana penderita penyakit kulit mangatakan
prevalensi sepuluh penyakit terbanyak pada bahwa di dalam kamar mereka hanya terdapat satu
masyarakat Indonesia penyakit kulit dan jaringan buah handuk saja. Handuk tersebut yang digunakan
subkutan menduduki peringkat kedua setelah infeksi beramai-ramai setiap hari.
saluran pernapasan akut dengan jumlah 501.280 Berdasarkan hasil wawancara dan observasi
kasus atau 3,16 % (Bahar, 2009). pendahulu tentang higiene perorangan dan sanitasi
Penyakit kulit dapat ditemukan pada semua yang dilakukan pada tanggal 10 Februari 2016
lapisan masyarakat, baik di pedesaan maupun dengan warga binaan dan petugas LAPAS tentang
perkotaan, tidak hanya di negara berkembang tetapi higiene perorangan di LAPAS menunjukkan bahwa,
juga di negara maju. Data penyakit kulit dan warga binaan mempunyai kebiasaan ganti pakaian
jaringan subkutan di provinsi Nusa Tenggara Timur hanya sehari sekali karena hanya memiliki 3 stel
(NTT), penyakit kulit berada pada posisi kelima pakaian. Warga binaan mandi 2 kali dalam sehari
dengan jumlah 287.263 kasus atau 7,63 % (Dinkes dan bersama-sama dalam satu kamar mandi. Dalam
Prov NTT, 2007) dan terkhusus untuk penyakit kulit pemakaian handuk, dan alat makan warga binaan
(kusta) jumlah kasus dan angka prevalensinya juga sering bergantian tanpa dicuci terlebih dahulu.
adalah 528 kasus (Dinas Kesehatan prov. NTT, Hasil observasi dan wawancara, sprei hanya dicuci
2015). Berdasarkan 10 penyakit terbesar dari tiap 1 bulan sekali, ventilasi yang ada di ruang tahanan
Puskesmas di Kota Kupang, penyakit kulit di bagi kurang dari 10 % dari luas lantai secara
menjadi dua yakni penyakit kulit alergik pada keseluruhan, sedangkan untuk kepadatan kamar
peringkat enam sebanyak 15.788 kasus atau 5,2% ukuran 5 x 2 m terdiri dari 7 sampai 9 narapidana.
dan penyakit kulit infeksi pada peringkat tujuh Berdasarkan gambaran masalah di atas maka
sebanyak 12.388 kasus atau 4,1% (Dinas Kesehatan peneliti tertarik untuk melakukan penelitian tentang
Kota Kupang, 2008). Penyakit kusta di Nusa faktor-faktor yang mempengaruhi tingginya
Tenggara Timur, Kota Kupang berada pada posisi kejadian penyakit kulit pada narapidana di Lembaga
kedua dengan jumlah kasus dan angka Pemasyarakatan Klas IIA Kota Kupang.
prevalensinya adalah 74 kasus (Dinas Ksehatan
Prov. NTT, 2015). METODE PENELITIAN
Zulfah (2008) menemukan bahwa Lembaga Jenis penelitian yang digunakan adalah
Pemasyarakatan (LAPAS) juga merupakan tempat penelitian kuantitatif dengan metode survei analitik
yang rentan dalam penyebaran penyakit. Data dengan pendekatan survey analitik cross sectional.
Laporan per bulan Bidang Perawatan LAPAS Klas
Populasi penelitian adalah narapidana yang
IIA Kota Kupang pada tahun 2013 juga
menunjukkan penyakit kulit berada pada posisi menderita penyakit tertentu dan merupakan pasien
teratas dengan rata-rata jumlah kasus per bulan 246 rawat jalan di Poliklinik Lembaga pemasyarakatan
kasus atau 52,34 % kemudian selama bulan Klas IIA Kota Kupang.

2
JURNAL PENELITIAN
Mei 2017 Fakultas Kesehatan Masyarakat–UNDANA

Metode pengambilan sampel menggunakan kategori tidak berisiko, sedangkan responden yang
metode probability sampling dengan teknik simple tidak menderita penyakit kulit 6,25% dengan faktor
random sampling dengan instrument berupa mandi kategori berisiko dan 93,75% dengan
kategori tidak berisiko. Hasil uji Chi-Square pada
kuesioner, formulir observasi, hygrometer, luxmeter
Continuity Correction menunjukkan bahwa nilai p-
dan formulir-formulir lain yang berkaitan dengan value sebesar 0,000 karena nilai p-value (0,000) ≤
pencatatan data (Notoatmodjo, 2010). Analisis data Alpha (0,05) maka dapat disimpulkan bahwa ada
menggunakan analisis inferensial (uji hipotesis hubungan antara faktor mandi pada personal
penelitian) dengan statistik parametris antara lain hygiene dengan kejadian penyakit kulit pada
dengan menggunakan analisis korelasi, dan regresi narapidana di LAPAS Klas IIA Kota Kupang Tahun
logistik berganda. 2016.
b Faktor cuci tangan pada personal hygiene
Analisis bivariat faktor cuci tangan pada
HASIL DAN BAHASAN
personal hygiene dapat dilihat pada tabel berikut:
1. HASIL
a. Gambaran Umum Lokasi Penelitian
LAPAS Klas IIA Kota Kupang dibangun Tabel 4.13 Tabulasi silang faktor cuci tangan
pada tahun 1978 yang memiliki luas tanah 264.340 pada personal hygiene dengan kejadian
2 2 penyakit kulit pada narapidana di
m dan luas bangunan 20.404 m dan mulai
Lembaga Pemasyarakatan Klas IIA Kota
digunakan atau difungsikan pada tahun 1980 dan
Kupang Tahun 2016
dikepalai oleh Bapak Sumadi.
b. Analisis Bivariat Penyakit Kulit P-
Total
a Faktor mandi pada personal hygiene Cuci Ya Tidak va
No.
Analisis bivariat faktor mandi pada personal tangan lu
n % n % n %
hygiene dapat dilihat pada tabel berikut e
Tabel 4.12 Tabulasi silang faktor mandi pada Berisik 30,2 1 21,
1. 13 3 9,38
personal hygiene dengan kejadian penyakit o 3 6 33
kulit pada narapidana di Lembaga Tidak 0,
69,7 5 78,
Pemasyarakatan Klas IIA Kota Kupang 2. berisik 30 29 90,63 05
7 9 67
Tahun 2016 o 8
Penyakit Kulit P- 7
N Total Total 43 100 32 100 100
Mandi Ya Tidak valu 5
o.
n % n % n % e
76 46 Tabel 4.13 menjelaskan bahwa responden
6, 3 yang menderita penyakit kulit 30,23% dengan
1. Berisiko 33 ,7 2 ,6
25 5 faktor cuci tangan kategori berisiko dan 69,77%
4 7
23 93 53 0,00 dengan kategori tidak berisiko, sedangkan
Tidak 4 responden yang tidak menderita penyakit kulit
2. 10 ,2 30 ,7 ,3 0
berisiko 0 9,38% dengan faktor cuci tangan kategori berisiko
6 5 3
10 10 7 10 dan 90,63% dengan kategori tidak berisiko. Hasil
Total 43 32 uji Chi-Square pada Continuity Correction
0 0 5 0
menunjukkan bahwa nilai p-value sebesar 0,058
Tabel 4.12 menjelaskan bahwa responden yang
karena nilai p-value (0,058) > Alpha (0,05) maka
menderita penyakit kulit 76,74% dengan faktor
dapat disimpulkan bahwa tidak ada hubungan antara
mandi kategori berisiko dan 23,26% dengan
3
JURNAL PENELITIAN
Mei 2017 Fakultas Kesehatan Masyarakat–UNDANA

faktor cuci tangan pada personal hygiene dengan Lembaga Pemasyarakatan Klas IIA Kota
kejadian penyakit kulit pada narapidana di LAPAS Kupang Tahun 2016
Klas IIA Kota Kupang Tahun 2016. N Penyakit Kulit P-
Kelem Total
c Faktor kebersihan pakaian pada personal o Ya Tidak valu
baban
hygiene . n % N % n % e
Analisis bivariat faktor kebersihan pakaian 1 Berisik 79, 18, 4 53,
pada personal hygiene dapat dilihat pada tabel 34 6
. o 07 75 0 33
berikut: Tidak
Tabel 4.14 Tabulasi silang faktor kebersihan 2 20, 81, 3 46, 0,00
berisik 9 26
pakaian pada personal hygiene dengan . 93 25 5 67 0
o
kejadian penyakit kulit pada narapidana di
10 10 7 10
Lembaga Pemasyarakatan Klas IIA Kota Total 43 32
0 0 5 0
Kupang Tahun 2016
Kebers Penyakit Kulit
Total
No ihan Ya Tidak P- Tabel 4.15 menjelaskan bahwa responden
. pakaia value yang menderita penyakit kulit 79,07% dengan
n % n % n %
n
Tidak 79, 15, 3 52, faktor kelembaban pada tempat hunian kategori
1. 34 5 berisiko dan 20,93% dengan kategori tidak berisiko,
Bersih 07 63 9 00
20, 84, 3 48, sedangkan responden yang tidak menderita penyakit
2. Bersih 9 27 0,000
93 38 6 00 kulit 18,75% dengan faktor kelembaban pada
10 10 7 10
Total 43 32 tempat hunian kategori berisiko dan 81,25% dengan
0 0 5 0
Tabel 4.14 menjelaskan bahwa responden kategori tidak berisiko. Hasil uji Chi-Square pada
yang menderita penyakit kulit 79,07% dengan Continuity Correction menunjukkan bahwa nilai p-
faktor kebersihan pakaian kategori tidak bersih dan value sebesar 0,000 karena nilai p-value (0,000) ≤
20,93% dengan kategori bersih, sedangkan Alpha (0,05) maka dapat disimpulkan bahwa ada
responden yang tidak menderita penyakit kulit hubungan antara faktor kelembaban pada tempat
15,63% dengan faktor kebersihan pakaian kategori
hunian dengan kejadian penyakit kulit pada
tidak bersih dan 84,38% dengan kategori bersih.
Hasil uji Chi-Square pada Continuity Correction narapidana di LAPAS Klas IIA Kota Kupang Tahun
menunjukkan bahwa nilai p-value sebesar 0,000 2016.
karena nilai p-value (0,000) ≤ Alpha (0,05) maka e Faktor pencahayaan pada tempat hunian
dapat disimpulkan bahwa ada hubungan antara Analisis bivariat faktor pencahayaan pada
faktor kebersihan pakaian pada personal hygiene tempat hunian dapat dilihat pada tabel berikut:
dengan kejadian penyakit kulit pada narapidana di Tabel 4.16 Tabulasi silang faktor pencahayaan
LAPAS Klas IIA Kota Kupang Tahun 2016. pada tempat hunian dengan kejadian
d Hubungan faktor kelembaban pada tempat penyakit kulit pada narapidana di
hunian Lembaga Pemasyarakatan Klas IIA Kota
Analisis bivariat faktor kelembaban pada Kupang Tahun 2016
tempat hunian dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 4.15 Tabulasi silang faktor kelembaban N Kelemba Penyakit Kulit Total P-
pada tempat hunian dengan kejadian o ban Ya Tidak val
penyakit kulit pada narapidana di
4
JURNAL PENELITIAN
Mei 2017 Fakultas Kesehatan Masyarakat–UNDANA

n % n % n % 7
. ue Total 43 100 32 100 100
79 18 5
1 4 53,
Berisiko 34 ,0 6 ,7
. 0 33 Tabel 4.17 menjelaskan bahwa responden yang
7 5
menderita penyakit kulit 79,07% dengan faktor
20 81 0,00
2 Tidak 3 46, kepadatan hunian pada tempat hunian
9 ,9 26 ,2 0
. berisiko 5 67 kategori berisiko dan 20,93% dengan kategori tidak
3 5
berisiko, sedangkan responden yang tidak menderita
10 10 7 10
Total 43 32 penyakit kulit 84,38% dengan faktor kepadatan
0 0 5 0
hunian pada tempat hunian kategori berisiko dan
Tabel 4.16 menjelaskan bahwa responden
yang menderita penyakit kulit 95,35% dengan 15,63% dengan kategori tidak berisiko. Hasil uji
faktor pencahayaan pada tempat hunian kategori Chi-Square pada Continuity Correction
berisiko dan 4,65% dengan kategori tidak berisiko, menunjukkan bahwa nilai p-value sebesar 0,777
sedangkan responden yang tidak menderita penyakit karena nilai p-value (0,777) > Alpha (0,05) maka
kulit 87,50% dengan faktor pencahayaan pada dapat disimpulkan bahwa tidak ada hubungan antara
tempat hunian kategori berisiko dan 12,50% dengan faktor kepadatan hunian pada tempat hunian dengan
kategori tidak berisiko. Hasil uji Chi-Square pada
kejadian penyakit kulit pada narapidana di LAPAS
Fisher's Exact Test menunjukkan bahwa nilai p-
value sebesar 0,392 karena nilai p-value (0,392) > Klas IIA Kota Kupang Tahun 2016.
Alpha (0,05) maka dapat disimpulkan bahwa tidak g Hubungan faktor air bersih
ada hubungan antara faktor pencahayaan pada Analisis bivariat faktor air bersih dapat dilihat
tempat hunian dengan kejadian penyakit kulit pada pada tabel berikut:
narapidana di LAPAS Klas IIA Kota Kupang Tahun Tabel 4.18 Tabulasi silang faktor air bersih
2016. dengan kejadian penyakit kulit pada
f Faktor kepadatan hunian pada tempat narapidana di Lembaga Pemasyarakatan
hunian Klas IIA Kota Kupang Tahun 2016
Analisis bivariat faktor kepadatan hunian pada Penyakit Kulit P-
tempat hunian dapat dilihat pada tabel berikut: N Air Total
Ya Tidak valu
Tabel 4.17 Tabulasi silang faktor kepadatan o. bersih
n % n % n % e
hunian pada tempat hunian dengan
Tidak 27, 25, 2 26,
kejadian penyakit kulit pada narapidana di 1. 12 8
Bersih 91 00 0 67
Lembaga Pemasyarakatan Klas IIA Kota
72, 75, 5 73, 0,98
Kupang Tahun 2016 2. Bersih 31 24
Penyakit Kulit P- 09 00 5 33 6
No Kepadata Total 10 10 7
Ya Tidak valu Total 43 32 100
. n hunian 0 0 5
n % n % n %
79, 84, 6 81,3 0,777
1. Berisiko 34 27
07 38 1 3
Tabel 4.18 menjelaskan bahwa responden yang
2. Tidak 9 20, 5 15, 1 18,6
menderita penyakit kulit 27,91% dengan faktor air
berisiko 93 63 4 7
bersih kategori berisiko dan 72,09% dengan
kategori tidak berisiko, sedangkan responden yang
5
JURNAL PENELITIAN
Mei 2017 Fakultas Kesehatan Masyarakat–UNDANA

tidak menderita penyakit kulit 25% dengan faktor Variabel yang akan diikutsertakan dalam
air bersih kategori berisiko dan 75% dengan analisis multivariat adalah variabel bebas yang
kategori tidak berisiko. Hasil uji Chi-Square pada memiliki nilai p-value < 0,25 yaitu faktor mandi,
Continuity Correction menunjukkan bahwa nilai p- cuci tangan, kebersihan pakaian dan kelembaban.
value sebesar 0,986 karena nilai p-value (0,986) > Hasil analisis multivariat dapat dilihat pada tabel
Alpha (0,05) maka dapat disimpulkan bahwa tidak berikut:
ada hubungan antara faktor air bersih dengan Tabel 4.20 Analisis regresi logistik determinan
kejadian penyakit kulit pada narapidana di LAPAS kejadian penyakit kulit pada narapidana di
Klas IIA Kota Kupang Tahun 2016. Lembaga Pemasyarakatan Klas IIA Kota
h Hubungan faktor pembuangan sampah Kupang tahun 2016
Analisis bivariat faktor pembuangan sampah 95,0%
dapat dilihat pada tabel berikut N S C.I.for
Variabel Exp P-
Tabel 4.19 Tabulasi silang faktor pembuangan o B ig EXP(B)
yang diteliti (B) value
sampah dengan kejadian penyakit kulit . . Low Upp
pada narapidana di Lembaga er er
Pemasyarakatan Klas IIA Kota Kupang 1 .0
3,2 25,3 181,
Mandi 0 3,559
Tahun 2016 34 82 034
1
Pemb Penyakit Kulit
Total 2 .0
uanga Ya Tidak P- Kebersihan 2,2 9,21 51,3
N 1 1,653
n valu pakaian 21 5 82
o 1
samp N % n % n % e 3 .0
2,1 8,45 47,3
ah Kelembaban 1 1,508 0,596
35 5 92
1 Tidak 9,3 9,3 9,3 5
4 3 7 4 .0
. baik 0 8 3 1,7 5,88 47,0
Cuci tangan 9 .736
2 90, 90, 6 90, 1,00 72 2 01
Baik 39 29 5
. 70 63 8 67 0 - .0
10 10 7 10 Constant 6,1 0 .002
Total 43 32
0 0 5 0 72 0
Tabel 4.19 menjelaskan bahwa responden Berdasarkan tabel 4.20 menunjukkan bahwa
yang menderita penyakit kulit 9,30% dengan faktor variabel-variabel independen yang berpengaruh
pembuangan sampah kategori berisiko dan 90,70% secara statistik terhadap variabel dependen (p-value
dengan kategori tidak berisiko, sedangkan ≤ 0,05) adalah faktor mandi (p-value = 0,001; OR =
responden yang tidak menderita penyakit kulit 25,382; 95% CI= 3,559-181,034), faktor kebersihan
9,38% dengan faktor pembuangan sampah kategori pakaian (p-value = 0,011; OR = 9,215; 95%CI =
berisiko dan 90,63% dengan kategori tidak berisiko. 1,653-51,382) dan faktor kelembaban (p-value =
Hasil uji Chi-Square pada Fisher's Exact Test 0,015; OR = 8,455; 95%CI = 1,508-47,392). Urutan
menunjukkan bahwa nilai p-value sebesar 1,000 pengaruh faktor-faktor tersebut secara berturut-turut
karena nilai p-value (1,000) > Alpha (0,05) maka dari yang terbesar hingga yang terkecil dengan
dapat disimpulkan bahwa tidak ada hubungan antara membandingkan nilai OR adalah mandi (25,382),
faktor pembuangan sampah dengan kejadian kebersihan pakaian (9,215) dan kelembaban (8,455).
penyakit kulit pada narapidana di LAPAS Klas IIA Bahasan
Kota Kupang Tahun 2016. 4.2.1. Faktor mandi pada personal hygiene
1. Analisis multivariat
6
JURNAL PENELITIAN
Mei 2017 Fakultas Kesehatan Masyarakat–UNDANA

Kulit merupakan organ terbesar manusia, scabies di Pondok Pesantren Al-Furqon Kecamatan
kulit berfungsi untuk melindungi jaringan di Sidayu Kabupaten Gresik Provinsi Jawa Timur yang
bawahnya dari cidera, mengatur suhu, menyatakan bahwa tidak ada hubungan antara
menghasilkan minyak, kulit memegang peranan faktor cuci tangan dengan kejadian penyakit
penting dalam meminimalkan setiap gangguan scabies.
dan ancaman, yang masuk melewati kulit 4.2.3. Faktor kebersihan pakaian pada personal
(Isro’in dalam musawwira,dkk, 2016) hygiene
Hasil analisis multivariat pada variabel Pakaian yang kotor akan menghalangi
mandi menjelaskan bahwa dengan adanya faktor seseorang untuk terlihat sehat dan segar walaupun
mandi yang berisiko, risiko terjadinya penyakit seluruh tubuh sudah bersih. Menurut (Wartonah,
kulit 25,382 kali lebih besar dibandingkan 2011) menyebutkan bahwa kebersihan pakaian
dengan yang memiliki faktor mandi tidak merupakan hal utama dalam perawatan diri.
berisiko. Nilai p-value (0,001) ≤ 0,05 maka H 0 Kebiasaan mengganti pakaian, diusahakan agar
ditolak yang berarti faktor mandi memiliki mengganti pakaian dua kali sehari agar tempat-
pengaruh terhadap kejadian penyakit kulit pada tempat yang tertutup dan lembab dari tubuh dapat
narapidana di Lembaga Pemasyarakatan Klas terjangkau kebersihannya. Sebaiknya pakaian yang
IIA Kota Kupang Tahun 2016. telah digunakan selama 1 hari tidak digunakan lagi
Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil keesokan harinya.
penelitian azizah (2013) tentang kebersihan diri Hasil analisis multivariat pada variabel
dan lama tinggal dengan kejadian penyakit kebersihan pakaian menjelaskan bahwa dengan
scabies di Pondok Pesantren Alhamdulillah adanya faktor kebersihan pakaian yang tidak bersih,
Rembang yang menyatakan bahwa ada risiko terjadinya penyakit kulit 9,215 kali lebih
hubungan antara faktor mandi dengan kejadian besar dibandingkan dengan yang memiliki faktor
penyakit scabies. kebersihan pakaian yang bersih. Karena nilai p-
4.2.2. Faktor cuci tangan pada personal hygiene value (0,015) ≤ 0,05 maka H 0 ditolak yang berarti
Tangan merupakan anggota tubuh kita yang faktor kebersihan pakaian memiliki pengaruh
sering kali kotor karena digunakan untuk terhadap kejadian penyakit kulit pada narapidana di
beraktifitas. Tangan dapat menyebarkan penyakit LAPAS Klas IIA Kota Kupang Tahun 2016.
baik secara langsung maupun tidak langsung, oleh Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil
karena itu untuk mencegah penularan penyakit penelitian sajida (2012) tentang hubungan antara
maka harus mencuci tangan setelah melakukan personal hygiene dan sanitasi lingkungan dengan
berbagai aktifitas. kejadian penyakit kulit di Kelurahan Denai
Analisis multivariat menunjukkan bahwa Kecamatan Medan denai Kota Medan yang
variabel cuci tangan memiliki nilai Sig. atau p-value menyatakan bahwa ada hubungan antara faktor
sebesar 0,095 dan Exp(B) untuk menyatakan OR kebersihan pakaian dengan kejadian penyakit kulit.
sebesar 5,882 (95%CI: 0,736-47,001). Karena nilai 4.2.4. Faktor kelembaban pada tempat hunian
p-value (0,095) > 0,05 maka H 0 diterima yang Kelembaban sangat berperan penting dalam
berarti faktor cuci tangan tidak memiliki pengaruh pertumbuhan kuman penyakit. Kelembaban yang
terhadap kejadian penyakit kulit pada narapidana di tinggi dapat menjadi tempat yang disukai oleh
LAPAS Klas IIA Kota Kupang tahun 2016. kuman untuk pertumbuhan dan perkembangannya.
Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil Keadaan yang lembab dapat mendukung terjadinya
penelitian Julia dan Utami (2013) tentang hubungan penularan penyakit (Notoatmodjo, 2007). Menurut
faktor lingkungan dan perilaku terhadap kejadian Kepmenkes RI/NO.829/Menkes/SK/VII/1999
7
JURNAL PENELITIAN
Mei 2017 Fakultas Kesehatan Masyarakat–UNDANA

tentang persyaratan kesehatan perumahan dari aspek bahwa ada hubungan antara faktor pencahayaan
kelembaban udara ruang, dipersyaratkan ruangan dengan kejadian penyakit scabies.
mempunyai tingkat kelembaban udara yang 4.2.6. Faktor kepadatan hunian pada tempat
diperbolehkan antara 40-70%. hunian
Hasil analisis multivariat pada variabel Penyakit kulit dapat menular dengan cepat
kelembaban menjelaskan bahwa dengan adanya pada tempat-tempat seperti pengungsian, kelompok
faktor kelembaban yang berisiko, risiko terjadinya anggota tentara, asrama, dan sekolah termasuk
penyakit kulit 8,455 kali lebih besar dibandingkan LAPAS. Lingkungan yang padat frekuensi kontak
dengan yang memiliki faktor kelembaban tidak langsung sangat besar, baik saat istirahat/ tidur
berisiko. Karena nilai p-value (0,015) ≤ 0,05 maka maupun aktifitas lainnya. Menurut Kepmenkes RI
H 0 ditolak yang berarti faktor kelembaban memiliki (1999), kepadatan dapat dilihat dari luas ruangan
pengaruh terhadap kejadian penyakit kulit pada tidur minimal 8 m² dan tidak dianjurkan lebih dari
narapidana di LAPAS Klas IIA Kota Kupang Tahun dua orang dalam satu ruangan tidur, kecuali anak
2016. dibawah usia 5 tahun.
Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil Analisis bivariat menunjukan bahwa tidak ada
penelitian Hapsari (2014) tentang hubungan hubungan antara faktor kepadatan hunian pada
karakteristik, faktor lingkungan, dan perilaku tempat hunian dengan kejadian penyakit kulit pada
dengan kejadian scabies di Pondok Pesantren Darul narapidana di LAPAS Klas IIA Kota Kupang (p-
Amanah Desa Kabunan Kecamatan Sukarejo value: 0,777 > 0,05). Hasil penelitian ini sejalan
Kabupaten Kendal yang menyatakan bahwa ada dengan hasil penelitian Widiastuti dan Susanna
hubungan antara faktor kelembaban dengan (2014) tentang kondisi lingkungan dan personal
kejadian penyakit scabies. hygiene dengan kejadian penyakit kulit di Asrama
4.2.5. Faktor pencahayaan pada tempat hunian Pondok Pesantren “A” Kabupaten Bekasi yang
Salah satu syarat rumah sehat adalah menyatakan tidak ada hubungan antara kepadatan
tersedianya cahaya yang cukup, karena suatu rumah hunian dengan kejadian penyakit kulit.
yang tidak mempunyai cahaya selain dapat 4.2.7. Faktor air bersih
menimbulkan perasaan kurang nyaman, juga dapat Penyakit yang menyerang manusia dapat
menimbulkan penyakit (Prabu, 2009). Pencahayaan ditularkan dan menyebar secara langsung maupun
alami atau buatan langsung maupun tidak langsung tidak langsung melalui air. Penyakit disebabkan
dapat menerangi seluruh ruangan minimal oleh air diklasifikasikan menurut mikroba
intensitasnya 60 lux dan tidak menyilaukan penyebabnya yaitu: virus, bakteri, protozoa, dan
(Kepmenkes RI,1999). cacing. Contoh beberapa penyakit yang dapat
Hasil analisis bivariat menyatakan bahwa ditularkan melalui air oleh agent penyebab yaitu
tidak ada hubungan antara faktor pencahayaan pada bakteri adalah kolera, disentri, tifoid, diare dan
tempat hunian dengan kejadian penyakit kulit pada termasuk penyakit kulit.
narapidana di LAPAS Klas IIA Kota Kupang (p- Hasil analisis bivarat menyatakan bahwa tidak
value: 0,392 ≤ 0,05). Hasil penelitian ini tidak ada hubungan antara faktor air bersih dengan
sejalan dengan hasil penelitian Hapsari (2014) kejadian penyakit kulit pada narapidana di LAPAS
tentang hubungan karakteristik, faktor lingkungan, Klas IIA Kota Kupang (p-value: 0,986 > 0,05).
dan perilaku dengan kejadian scabies di Pondok Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian
Pesantren Darul Amanah Desa Kabunan Kecamatan Norlatif, dkk (2010) tentang hubungan kondisi fisik
Sukarejo Kabupaten Kendal yang menyatakan rumah, sarana air bersih, dan karakteristik
masyarakat dengan kejadian kusta di Kabupaten

8
JURNAL PENELITIAN
Mei 2017 Fakultas Kesehatan Masyarakat–UNDANA

Tapin Kalimantan Selatan yang menyatakan tidak 5. Tidak ada pengaruh antara faktor pencahayaan
ada hubungan antara air bersih dengan kejadian pada tempat hunian dengan kejadian penyakit
penyakit kusta. kulit pada narapidana (p-value = 0,392).
4.2.8. Faktor pembuangan sampah 6. Tidak ada pengaruh antara faktor kepadatan
Pengelolaan sampah yang kurang baik dapat hunian pada tempat hunian dengan kejadian
memberikan pengaruh negatif bagi kesehatan, penyakit kulit pada narapidana (p-value =
lingkungan, maupun bagi kehidupan sosial ekonomi 0,777).
dan budaya masyarakat. 7. Tidak ada pengaruh antara faktor air bersih
Hasil analisis dapat menunjukan bahwa tidak dengan kejadian penyakit kulit pada
ada hubungan antara faktor pembuangan sampah narapidana. (p-value = 0,986).
dengan kejadian penyakit kulit pada narapidana di 8. Tidak ada pengaruh antara faktor pembuangan
LAPAS Klas IIA Kota Kupang (p-value: 1,000 ≥ sampah dengan kejadian penyakit kulit pada
0,05). Hasil penelitian ini tidak sejalan dengan hasil narapidana (p-value = 1,000).
penelitian Musawwira, dkk (2016) tentang faktor- DAFTAR PUSTAKA
faktor yang berhubungan dengan kejadian scabies di
Wilayah Kerja Puskesmas Ma’rang Kabupaten 1. Agushari, M. 2013. Karya Ilmiah Akhir:
Pangkep yang menyatakan ada hubungan antara Pemenuhan Kebutuhan Narapidana Lanjut
pembuangan sampah dengan kejadian penyakit Usia Di Lembaga Pemasyarakatan Klas I
scabies. Kota Makassar Provinsi Sulawesi Selatan.
BAB V
Bandung: Sekolah Tinggi Kesejahteraan
PENUTUP
5.1. Simpulan Sosial
Berdasarkan hasil penelitian yang 2. Andareto, O. 2015. Penyakit menular disekitar
dilaksanakan di LAPAS Klas IIA Kota Kupang anda (begitu mudah menular dan berbahaya,
Tahun 2016 diperoleh kesimpulan sebagai berikut: kenali, hindari, dan jauhi jangan sampai
1. Ada pengaruh antara faktor mandi pada tertular). Jakarta: Pustaka Ilmu Semesta
personal hygiene dengan kejadian penyakit 3. Astriyanti T. Dkk. 2010. Jurnal: Perilaku Higiene
kulit pada narapidana (p-value = 0,001; OR =
25,382; 95% CI= 3,559-181,034). Perorangan Pada Narapidana Penderita
2. Tidak ada pengaruh antara faktor cuci tangan Penyakit Kulit Dan Bukan Penderita Penyakit
pada personal hygiene dengan kejadian Kulit Di Lembaga Pemasyarakatan Klas Ii A
penyakit kulit pada narapidana (p-value = Kupang. Kupang: Universitas Nusa Cendana
0,095; OR = 5,882; 95%CI = 0,736-47,001. 4. Bahar, A. 2009. Sekilas Tentang Penyakit
3. Ada pengaruh antara faktor kebersihan (online). Lihat di http:
pakaian pada personal hygiene dengan
//arbaafivone.blogspot.com/2009/02/sekilasten
kejadian penyakit kulit pada narapidana (p-
value = 0,011; OR = 9,215; 95%CI = 1,653- tang-penyakit.html. (Akses: 15-02-201)
51,382). 5. Barus, dkk. 2007. Lembaga Pemasyarakatan
4. Ada pengaruh antara faktor kelembaban pada atau Lembaga Pembinasaan. Majalah Gatra,
tempat hunian dengan kejadian penyakit kulit 19 April 2007. lihat di
pada narapidana (p-value = 0,015; OR = http://www.infoanda.com /wap/m/link.php?
8,455; 95%CI = 1,508-47,392). lh=UVALXQUGVlUM. (Akses: 15-02-
2016).
9
JURNAL PENELITIAN
Mei 2017 Fakultas Kesehatan Masyarakat–UNDANA

6. Dalimunthe, K. 2016. Tesis: Pengaruh Pesantren Darul Amanah Desa Kabunan


Karakteristik, Personal Hygiene, dan Alat Kecamatan Sukarejo Kabupaten Kendal.
Pelindung Diri (Apd) dengan Gangguan Semarang Lihat di:
Kelainan Kulit Pada Petugas Pengangkut http://eprints.dinus.ac.id/8010/1/jurnal_1400
Sampah di Kota Padangsidimpuan. Lihat di 2.pdf (Akses: 25-03-2017)
http://repository.usu.ac.id/bitstream/1234567 1.7 Harahap, Marwali. 2000. Ilmu Penyakit Kulit.
89/64670/7/Cover.pdf (Akses: 19-03-2017). Jakarta: Hipokrates.
7. Chandra, B. 2006. Pengantar Kesehatan 18. Ircham Machfoedz dan Eko Suryani. 2008.
Lingkungan. Jakarta: EGC. Pendidikan Kesehatan Bagian Dari Promosi
8. Dinas Kesehatan Kota Kupang . 2008. 10 Kesehatan.Yogyakarta: Fitramaya.
Penyakit Terbesar pada Puskesmas se–Kota 19. Irianto, Koes. 2007. Microbiologi(menguak
Kupang Tahun 2008. Kupang dunia microorganisme) jilid 1. Bandung: CV
9. Dinas Kesehatan Provinsi NTT. 2007. Profil Yrama Widya.
Kesehatan Provinsi NTT Tahun 2007. 20. Julia dan Utami. 2013. Jurnal” hubungan faktor
Kupang lingkungan dan perilaku terhadap kejadian
10. __________. 2015. Profil Kesehatan Provinsi scabies di Pondok Pesantren Al-Furqon
NTT Tahun 2015. Kupang Kecamatan Sidayu Kabupaten Gresik
11. Djuanda, A. 2009. Ilmu Penyakit Kulit dan Provinsi Jawa Timur. Jawa timur. Lihat di:
Kelamin. Jakarta: Fakultas Kedokteran http://www.lib.ui.ac.id/naskahringkas/2015-
Universitas Indonesia. 09/S52619-Rochis%20Julia (Akses: 25-03-
12. Fernawan, Niky Surya. 2008. Perbedaan Angka 2017)
Kejadian Scabies di Kamar Padat dan 21. Kusnoputranto, H. 2000. Kesehatan
Kamar Tidak Padat di Pondok Pesantren Lingkungan. Jakarta: Gramedia Pustaka
Modern Islam Ppmi Assalaam. Surakarta. Utama.
Solo: Universitas Muhammdiah Surakarta. 22. Lestyana, Y. 2012. Jurnal: pengaruh kualitas
13. FKM Universitas Nusa Cendana. 2011. komunikasi kepemimpinan terhadap
Pedoman Penulisan UsulanPenelitian dan motivasi kerja karyawan di PT. XL Axiata
Skripsi Mahasiswa. Kupang: FKM Yogyakarta. Lihat di http://e-
Universitas Nusa Cendana. journal.uajy.ac.id/257/2/1KOM03391.pdf.
(Akses: 13-02-2017).
14. Ganong, dkk. 2006. Fisiologi Kedokteran. 23. Maharani, A. 2015. Penyakit kulit. Yogyakarta:
Jakarta: EGC Pustaka Baru Press..
15. Hadiwiyoto, S. 1983. Penanganan dan 24. Menteri Kesehatan RI. 1999. Persyaratan
Pemanfaatan Sampah. Yayasan Idayu. Rumah Sehat. Keputusan Menteri Kesehatan
Jakarta RI. No. 829/Menkes/SK/VII/1999.
16. Hapsari, N. 2014. Jurnal: hubungan 25. Musawwira, dkk. 2016. Jurnal” Faktor-faktor
karakteristik, faktor lingkungan, dan yang berhubungan dengan kejadian scabies
perilaku dengan kejadian scabies di Pondok di wilayah kerja puskesmas ma’rang
10
JURNAL PENELITIAN
Mei 2017 Fakultas Kesehatan Masyarakat–UNDANA

kabupaten pangkep”. Makassar. Lihat di: 35. Sajida, A. 2012. Skripsi: hubungan personal
https://jurnalstikesnh.files.wordpress.com/20 hygiene dan sanitasi lingkungan dengan
16/10/146153.pdf (Akses: 25-03-2017) keluhan penyakit kulit di kelurahan
26. Norlatifah, dkk. 2010. hubungan kondisi fisik denaikecamatan medan denai Kota medan.
rumah, sarana air bersih, dan karakteristik Medan: Fakultas Kesehatan Masyarakat -
masyarakat dengan kejadian kusta di Universitas Sumatera Utara
Kabupaten Tapin Kalimantan Selatan. 36. Soedjadi, K. 2003. Jurnal: Upaya Sanitasi
Kalimantan. Lihat di: Lingkungan di Pondok Pesantren Ali
http://download.portalgaruda.org/article.php Maksum Almunawir dan Pandanaran
?article=123543&val=5543 (Akses: 25-03- Dalam Penanggulangan Penyakit Scabies.
2017) Surabaya.
27. Notoatmodjo, S. 2011. Kesehatan Masyarakat : 37. Stassi, M. 2005. Dasar-dasar Keperawatan.
ilmu dan seni. Jakarta: Rineka Cipta. Jakarta: EGC.
28. Notobroto, dkk. 2005. Jurnal: Faktor Sanitasi 38. Sugiyono. 2013. Metode Penelitian Kuantitatif
Lingkungan Yang Berperan Terhadap Kualitatif dan R&D. Bandung: Alfabeta
Prevalensi Penyakit Scabies (Studi Pada 39. Sukini, E. 1989. Pengantar Mikrobiologi
Santri di Pondok Pesantren Kabupaten Umum. Bandung: Angkasa.
Lamongan). Lamongan. Lihat di http:// 40. Syamruth, Y. 2009. Buku Ajar Biostatistika
journal.unair.ac.id/filerPDF/KESLIN G-2-1- Inferensial(Aplikasi Dalam Ilmu-Ilmu
02.pdf. (Akses: 15-02-2016). Kesehatan). Kupang: Undana Press.
29. Prabu, Putra. 2009. Rumah Sehat. Jakarta: Puspa 41. Wartonah. 2003. Kebutuhan Dasar Manusia
Swara. dan Proses Keperawatan. Jakarta:
30. Poliklinik Lembaga Pemasyarakatan Klas IIA Salemba Medika.
Kota Kupang. 2008. Laporan Bulanan 42. Widiastuti dan Susanna. 2014. Jurnal kondisi
Kesehatan Narapidana. Kupang lingkungan dan personal hygiene dengan
31. Potter, P. 2005. Buku Ajar Fundamental kejadian penyakit kulit di Asrama Pondok
Keperawatan. Jakarta: EGC. Pesantren “A” Kabupaten Bekasi. Bekasi.
Lihat di:
32. Republik Indonesia. 1995. Undang-Undang http://lib.ui.ac.id/naskahringkas/2016-04/S
nomor 12 tahun 1995 tentang 55358-Ani%20Widiastuti (Akses: 25-02-
Pemasyarakatan. Jakarta 2017)
33. Sadi, M. 2015. Etika dan hukum kesehatan teori 43. Zulfah, Amalia. 2008. Perencanaan Perbekalan
dan aplikasinya di indonesia. Jakarta: Obat di Poliklinik Lembaga
Prenadamedia Group. Pemasyarakatan Kelas II A Narkotika
34. Sagita M. 2015. Jurnal : Determinan Kejadian Jakarta Tahun 2007. Jakarta : Universitas
Gangguan Kulit Pada Pemulung Di Tpa Indonesia. Lihat di
Sukawinatan Palembang. Palembang: http://www.digilib.ui.ac.id/file?file=digital/
Universitas Sriwijaya. 122515-S%205355Gambaran
11
JURNAL PENELITIAN
Mei 2017 Fakultas Kesehatan Masyarakat–UNDANA

%20perencanaan-Pendahuluan.pdf. (Akses: 15-02-2016)

12

You might also like