You are on page 1of 15

Jumal komunikasi, ISSN 1907-898X

Volume 9, Nomor 2, April 2015

H ubungan K om unikasi Terapeutik Peraw at


Terhadap Tingkat Stres Pasien di R uang Neurologi
Rum ah Sakit U m um Daerah dr M .H aulussy Am bon

Marlen Febiyana Patty, Dewi Kartika Sari & Yafet Pradikatama


Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Kristen Satya Wacana

ABSTRACT

Someone who is sick tends to suffer from stress. This type o f patient really needs a figure o f
nurse to reduce their stress level. Beside that’s, patient also needs a therapeutic
communication. Therefore, a research is done in the Neurology Ward in M Haulussy
General Hospital in Ambon with the purpose is to fin d out the therapeutic communication
relationship o f the nurses toward the patients’ stress level in the Neurology Ward in M
Haulussy General Hospital in Ambon. The method used in this study is the correlation
quantitative method. The correlation result o f the nurses’ verbal communication toward
the patients’ stress level is 0,498 with the significant point o f 0,005 (p<0,05). And the
result o f the correlation nurses’ non verbal communication toward the patients’ stress level
is 0,497 with the significant point o f 0,005 (p<o,os). While the correlation result o f the
correlation test between the nurses’ therapeutic communication toward the patients’ stress
level is 0,581 with the significant point o f 0,001 (p<o,os). Therefore, H o (there is no
relation o f therapeutic communication to patients stress level) is rejected and H i (There is
relation o f therapeutic communication to patients stress level) is accepted. It can be
concluded that there is a significant relationship between the nurses’ therapeutic
communication toward the patients’ stress level.

Key Words : nurses’ verbal communication, nurses’ non verbal communication,


patients’ stress level.

PENDAHULUAN pasien yang di rawat di rumah sakit akan


Semua manusia cenderung akan membutuhkan kehadiran seorang perawat
mengalami stres dalam kehidupannya untuk berkomunikasi dengan mereka.
(Sunaryo, 2002:212). Ketika seseorang Oleh karena itu sangat dibutuhkan sikap
sakit maka stres akan meningkat. Ketika peduli perawat terhadap pasiennya
kita menjadi seorang pasien dan dirawat (Arline,1997:25). Keperawatan didasar-
di rumah sakit kita akan mengalami kan pada suatu hubungan yang merawat
keadaan stres dan dapat berpengaruh dan membantu pasien untuk mencapai
terhadap .proses penyembuhan. Menurut proses penyembuhan. Hubungan ini
(Arline,1997:25) orarig yang dirawat di dibangun melalui suatu komunikasi
•rumah sakit beranggapan bahwa rumah terapeutik yang baik dari perawat kepada
sakit adalah tempat yang menimbulkan pasien (Potter & Periy,2005:301).
stres. Dengan demikian sebagian besar

171
Jumal komunikasi, Volume 9, Nomor 2, April 2015

Menurut Anthony (dalam Mundakir, pasien dan keluarga. Perawat juga


2010:38) komunikasi terapeutik sangat menjadi pendengar baik atas keluhan
Renting dan merupakan komunikasi yang pasien dan kadang mengontrol pasien
direncanakan secara sadar dan dipusatkan tanpa dipanggil. Data pra survey peneliti
serta bertujuan untuk kesembuhan pasien. terhadap pasien pada waktu praktik
Data penelitian dari Weimann & klinik, pasien mengatakan bahwa selama
Giles, 1988 (dalam Rosalind & Lucie, dirawat di rumah sakit pasien sudah
^999:1413) menunjukan bahwa mendapatkan pelayanan yang baik dari
komunikasi perawat sangat penting bagi perawat. Pelayanan tersebut adalah
pasien dengan alasan sebagai proses pelayanan dalam tindakan dan cara
interaksi dengan pasien, pertukaran berkomunikasi.
informasi serta dukungan selama stres.
RSUD M. Haulussy Ambon dipilih
l^lenurut Rosalind & Lucie kurangnya
menjadi lokasi penelitian ini karena salah
komunikasi yang memuaskan dan
satu anggota keluarga peneliti dirawat di
berkualitas dari perawat dapat
ruang Neurologi. Peneliti ingin
berimplikasi serius terhadap kesehatan
mengetahui apakah fakta yang peneliti
fjsik dan psikologis pasien.
temui di RSUD Ambarawa, RS Paru dr
Seluruh perilaku dan pesan yang Ario Wirawan, RS Ken Saras sama dengan
disampaikan perawat hendaknya yang peneliti temui di RSUD M. Haulussy
bertujuan terapeutik untuk pasien. Ambon.
penelitian (Rusmini, 2006:26) di RSU Peneliti berfokus di raangan neurologi
palangkaraya didapatkan bahwa perilaku karena ruangan ini merupakan raangan
perawat khususnya dalam berkomunikasi khusus bagi pasien yang mengalami sakit
kurang baik. Penelitian lain yang pada bagian sistem saraf, dimana kondisi
dilakukan (Prihatiningsih, 2012:40) pasien di ruangan ini tidak boleh terbeban
menunjukan komunikasi terapeutik yang dengan pikiran. Apabila pasien di raangan
dilakukan di RSUD Kebumen berkriteria ini terbeban dengan pikiran, entah karena
cukup dan tingkat stres pasien di ruang faktor komunikasi terapeutik perawat atau
Melati RSUD Kebumen mayoritas sedang karena faktor lain, maka kecenderangan
(62,7%), Hal ini dikarenakan perawat pasien akan mengalami stres dan hal
belum memahami sepenuhnya akan tersebut berbahaya bagi kondisi pasien
pentingnya komunikasi terapeutik dengan tersebut.
baik. Kurangnya rasa percaya, empati dan
p|erhatian dari perawat membuat
Komunikasi perawat tergolong pada METODE PENELITIAN
kategori cukup. Stres yang dirasakan oleh Dalam penelitian ini, peneliti
p|asien diakibatkan oleh ketakutan akan
menggunakan metode penelitian
aaanya komplikasi penyakit, komunikasi
kuantitatif korelasi atau korelasional yaitu
p|erawat, dan juga pembiayaan perawatan suatu penelitian untuk mengetahui
di rumah sakit (Prihatiningsih, 2012:40).
hubungan dan tingkat hubungan antara
Dari pendapat para ahli tersebut dua variabel atau lebih tanpa ada upaya
fakta yang peneliti temui saat melakukari untuk mempengaruhi variabel tersebut
piraktik klinik di RSUD Ambarawa, RS sehingga tidak terdapat manipulasi
Paru dr Ario Wirawan, RS Ken Saras yakni variabel (Fraenkel & Wallen,2008:734).
perawat mampu menjalin hubungan baik Terdapat dua variabel dalam penelitian ini
dengan pasien, mampu menggunakan yaitu komunikasi terapeutik perawat
komunikasi terapeutik yang baik kepada
Marlen Febiyana Patty, Dewi Kartika Sari & Yafet Pradikatama,
Hubungan Komunikasi Terapeutik Perawat Terhadap Tingkat Stres Pasien
di Ruang Neurologi Rumah Sakit Umum Daerah dr M.HauIussy Ambon

sebagai variabel independen dan tingkat maupun dari kepala ruangan Neurologi
stres pasien sebagai variabel dependen. RSUD M Haulussy Ambon

HIPOTESIS
Ho :Tidak ada hubungan komunikasi Kriteria Eksklusi
terapeutik perawat terhadap Kriteria eksklusi adalah
tingkat stres pasien menghilangkan atau mengeluarkan subjek
Hi :Ada hubungan komunikasi dari penelitian karena berbagai sebab
terapeutik perawat terhadap dengan atau kata lain tidak layak untuk
tingkat stres pasien tidak diteliti atau tidak memenuhi kriteria
inklusi pada saat penelitian berlangsung
(Nursalam,2001:59). Yang termasuk
POPULASI kriteria eksklusi adalah mengalami
Populasi penelitian merupakan gangguan orientasi, pasien dewasa berusia
keseluruhan dari obyek penehtian yang <17 dan >60 tahun, pasien tidak sadar,
akan diteliti (Nursalam,2001:56). Dalam pasien yang menolak untuk menjadi
penelitian ini yang dijadikan populasi responden dan tidak mendapat ijin dari
yaitu pasien yang dirawat inap di ruang keluarga maupun dari kepala ruangan
Neurologi Rumah Sakit Umum Daerah dr Neurologi RSUD M Haulussy Ambon.
M Haulussy Ambon yang berjumlah 30
pasien.
PENGUMPULAN DATA
Pada bagian ini peneliti
SAMPEL menggunakan instrumen pengumpulan
Sampel adalah bagian dari populasi data penelitian kuantitatif berupa
yang dipilih dengan cara tertentu dan kuesioner dan memanfaatkan data yang
dianggap mewakili seluruh populasi tersedia dengan melihat catatan rekam
(Nursalam,2001:58). Peneliti mengguna- medis pasien di ruang neurologi. Dalam
kan teknik purposive sampling, yaitu instrumen penelitian, peneliti
teknik pengambilan sampel secara menghilangkan alternatif jawaban netral
sengaja. Peneliti menentukan sendiri (N) dalam penggunaan skala likert karena
sampel yang diambil tidak secara acak, pengalaman sewaktu melakukan
tapi ditentukan sendiri oleh peneliti. penehtian, responden cenderung memilih
Kriteria sampel terbagi atas 2 bagian, jawaban netral (N) sehingga berpengaruh
ya itu : pada proses pengolahan hasil penelitian
Kriteria Inklusi (Azwar,2012:107).

Kriteria inklusi adalah karakteristik


sampel yang layak untuk diteliti VALIDITAS
(Nursalam,2001:58) kriteria tersebut Suatu angket dikatakan vahd (sah) jika
adalah pasien yang dirawat di ruang pertanyaan pada suatu angket mampu
Neurologi, pasien dewasa berusia >17 mengungkapkan sesuatu yang diukur oleh
tahun, pasien tidak mengalami kecacatan angket tersebut. Untuk mengetahui
(bisu, tuli, buta), pasien sadar, pasien vahditas intrumen, data hash uji coba
yang bersedia menjadi responden, dan instrumen di analisa dengan uji coba
yang mendapat ijin dari keluarga pasien vahditas Pearson Product Moment ramus

173
Jurnal komunikasi, Volume 9, Nomor 2, April 2015

yaitu : Teknik statistik yang digunakan penelitian ini, penulis menggunakan


adalah korelasi product moment dari Karl teknik uji reliabilitas Alpha Cronbach.
Pearson. Sebagai kriteria, pemilihan item
Dalam penelitian ini, hasil ^akan diukur
berdasarkan korelasi item total dengan
dengan bantuan program khusus
konvensi yaitu, batasan koefisien korelasi
komputer statistik yaitu SPSS seri 16.0 for
yang dianggap memuaskan dan
windows. I
memberikan kontribusi yang baik sebesar
>0,30. Bila jumlah item yang lolos tidak
mencukupi atau jauh dari jumlah yang Hasil uji validitas dan reliabilitas
diinginkan maka batas kriteria koefisien komunikasi terapeutik perawat
korelasi yang semula 0,30 dapat
Variabel komunikasi terapeutik
diturunkan menjadi 0,25 (Azwar,
memilki 22 ITEM pertanyaan, setelah di
2012:100).
lakukan uji validitas hasil yang diperoleh
adalah nilai koefisien pada item 2 = 0,19
RELIABIUTAS dan item 7 = 0,28 nilai koefisien pada
kedua item tersebut <0,30 sehingga Item
Reliabilitas merujuk pada konsistensi
2 dan item 7 dinyatakan tidak valid, item
tau
1 stabilitas sebuah alat ukur yang dinyatakan valid adalah
(Cozby,2009:26). Secara empirik, tinggi
itemi,3,4,5,6,8,9,10,11,12,13,14,15,16
rendahnya reliabilitas ditunjukkan oleh
,17,18,19,20,21,22 dari hasil tersebut
suatu angka yang disebut koefisien
item yang valid akan peneliti gunakan
reliabilitas yang angkanya berada dalam
dalam penelitian.
rentang dari 0 sampai dengan 1,00
(Azwar,2012:101). Untuk melihat apakah Hasil uji reliabilitas variabel
reliabel kuisioner baik atau tidak, maka komunikasi terapeutik diperoleh nilai
peneliti menggunakan standar reliabel koefisien alpha sebesar 0,889. Hal ini
menurut (Azwar,2000:57) sebagai berarti instrumen komunikasi terapeutik
berikut: adalah reliable dengan standar baik.

a £0,7 : tidak reliabel


0,7 £ a £ 0,8 : cukup Hasil uji validitas dan reliabilitas
tingkat stres pasien
0J8 £ a £ 0,9 : baik
Variabel tingkat stres pasien memiliki
0I9 £ a £ 1,0 : sangat baik 13 ITEM pertanyaan setelah di lakukan
Semakin tinggi, koefisien reliabilitas uji validitas hasil yang diperoleh adalah
mendekati angka 1,00 berarti semakin nilai koefisien pada item 11 = 0,27 <0,30
tingginya reliabilitas. Sebaliknya, koefisien sehingga item 11 dinyatakan tidak valid,
yang semakin rendah mendekati 0, berarti item yang dinyatakan valid adalah item
semakin rendahnya reliabilitas (Azwar, 1,2,3,4,5,6,7,8,9,10,12,13. Item yang
2010:58). Dengan menghitung koefisien valid akan peneliti gunakan dalam
rejliabilitas hasil ukur pada suatu subjek penelitian.
penelitian, maka dapat diperkirakan Hasil uji reliabilitas variabel tingkat
tingkat kepercayaan hasil pengukuran alat stres pasien diperoleh nilai koefisien alpha
tersebut bagi kelompok subjek yang sebesar = 0,880. Hal ini berarti
diteliti. Suatu alat ukur dikatakan instrumen tingkat stres pasien adalah
‘ mempunyai taraf kepercayaan yang tinggi reliable dengan standar baik.
' apabfia alat ukur tersebut mampu
k memberikan hasil yang tetap. Dalam
H:4 |
Marlen Febiyana Patty, Dewi Kartika Sari & Yafet Pradikatama,
Hubungan Komunikasi Terapeutik Perawat Terhadap Tingkat Stres Pasien
di Ruang Neurologi Rumah Sakit Umum Daerah dr M.Haulussy Ambon

Teknik Pengelompokan dan Analisis Usia


Data Berdasarkan penelitian dan hasil
Pengolahan data distribusi frekuensi didapatkan bahwa
Editing (memeriksa') : Editing adalah responden yang berusia 20-30 tahun yaitu
sebanyak 7 responden (23,3%), berusia 31-
memeriksa daftar observasi yang telah
dilakukan mencakup kelengkapan 40 tahun sebanyak 5 responden (16,7%),
berusia 41-50 tahun sebanyak 6
pengisian lembar observasi, keterbacaan
pengisian dan relavansi pengisian. responden (20,0%), berusia 51-60 tahun
sebanyak 12 responden (40,0%).
Entry Data : Nilai-nilai dalam lembar
Berdasarkan diagram frekuensi usia,
observasi dijumlahkan dan dimasukan
dalam tabel hitung, melalui program partisipan yang berusia 51-60 tahun lebih
microsoft office excel. banyak dengan jumlah 12 partisipan
(40,0%). Menurut survey kesehatan
Cleaning : Pembersihan data, dengan rumah tangga (SKRT,1995:22}
melibat variabel apakah data sudah benar menyimpulkan bahwa penyakit pada
ataubelum. sistem . degeneratif dan sistem saraf
Analisa data banyak ditemukan pada usia 60 tahun ke
atas. Karena faktor kemunduran fungsi
Metode yang digunakan data melalaui
organ sehingga pada usia tersebut rawan
metode kuantitatif yaitu metode dengan
terhadap gangguan kesehatan. Stres yang
analisa yang dapat digunakan untuk
dialami bahkan menunjukan sikap masa
menganalisa variabel yang dapat diukur
bodoh, kurang ramah dan kurang
dengan angka untuk memecahkan
beradaptasi dengan lingkungan. Sama
masalah. Analisa yang digunakan adalah
halnya dengan fakta yang peneliti
analisa korelasi yang digunakan untuk
temukan saat melakukan penelitian di
mengetahui hubungan komunikasi
ruang Neurologi. Salah seorang anggota
terapeutik perawat terhadap tingkat stres
keluarga pasien (Ny. H) mengatakan
pasien (A.Aziz,20 07:107-108).
bahwa (Ny. H) sangat tidak betah berada
di rumah sakit dan selalu meminta agar
h a s il p e n e l it ia n segera pulang. (Ny. H) sering marah-
marah ketika ditanya tentang kondisinya,
terkadang teijadi perubahan mood yang
PROFIL RESPONDEN sebelumnya tenang kemudian berubah
Responden penelitian seluruhnya menjadi marah.
beijumlah 30 responden. Gambaran
umum responden penelitian berisi tentang
Tingkat pendidikan
karakteristik jenis kelamin, usia, tingkat
pendidikan, dan pekeijaan. Berdasarkan penelitian dan hasil
distribusi frekuensi didapatkan bahwa
tidak ada responden yang tidak sekolah
Jenis Kelamin dan tidak ada yang tidak tamat SD, yang
Berdasarkan penelitian dan hasil berpendidikan SD sebanyak 2 responden
distribusi frekuensi didapatkan bahwa 6 796
( , ), berpendidikan SMP sebanyak 5
jumlah responden laki-laki sebanyak 17 responden (16,796), berpendidikan SM A 15
responden (57,7%) dan jumlah responden 50 096
responden ( , ) dan berpendidikan
perempuan sebanyak 13 responden Akademi/Universitas sebanyak 8
43 ,3%)-
( responden (26,796).
175
Jumal komunikasi, Volume 9, Nomor 2, April 2015

Pekeijaan Responden yang di teliti adalah pasien


Berdasarkan penelitian dan hasil yang mengalami gangguan pada sistem
distribusi frekuensi didapatkan bahwa saraf (stroke dan cedera kepala), untuk
tidak ada responden yang bekerja sebagai itu peneliti mengkondisikan keadaan
wiraswasta, tidak bekerja sebanyak 1 pasien dalam melaksanakan penelitian.
responden (3,3%), yang bekerja sebagai ‘ Peneliti sebelumnya mendatangi pasien
swasta sebanyak 4 responden (13,3%), dan keluarganya untuk memperkenalkan
PNS/ABRI sebanyak 5 responden (16,7%), nama dan institusi peneliti sekaligus
pensiunan PNS/ Pumawirawan sebanyak membina hubungan saling percaya
3 responden (10,0%), dan lain-lain dengan pasien. Peneliti memberikan
sebanyak 17 responden (56,7%). Jenis penjelasan mengenai maksud dan tujuan
pekeijaan partisipan dalam kategori lain- peneliti melakukan penelitian kepada
lain adalah petani, ibu rum ah tangga, pasien dan sekaligus meminta ijin
nelayan, penjahit, sopir angkutan umum. partisipasi pasien untuk berperan serta
dalam penelitian ini dengan mengisi
kuisioner yang disebarkan kepada
PELAKSANAAN PENELITIAN mereka. Penehti menemani pasien dalam
proses pengisian kuisioner dengan
Peneliti melakukan penelitian di
maksud agar selama pengisian kuisioner
Rumah Sakit Umum Daerah Dr M
ada pemyataan yang tidak di mengerti
Haulussy Ambon, pelaksanaan penelitian
oleh pasien peneliti bisa langsung
dimulai tanggal 13 -20 oktober 2014.
menjelaskan. Selama pengisian kuisioner
Sebelum melakukan penelitian peneliti
ada 5 pasien yang tidak sekaligus
bertemu dan menjelaskan kepada kepala
menyelesaikan pengisian kuisioner untuk
ruangan Neurologi terlebih dahulu
itu peneliti membuat kontrak waktu
tentang tujuan peneliti melakukan
dengan pasien dalam penyelesaian
penelitian di ruangan neurologi RSUD.
pengisian kuisioner tersebut. Setelah
HAULUSSY M Ambon. Peneliti
pengisian kuisioner selesai langsung
melaksanakan penelitian ini setelah
diberikan kepada peneliti dan peneliti
mendapat ijin dari kepala ruangan
langsung mengecek kuisioner yang telah
neurologi dan di minta langsung
di isi oleh pasien. Dari kuisioner yang di
membagikan kuisioner kepada pasien di
sebar semuanya terkumpul kembali dan
temani oleh seorang perawat jaga.
semuanya itu bisa di pakai dalam
penelitian ini.

176
Marlen Febiyana Patty, Dewi Kartika Sari & Yafet Pradikatama,
Hubungan Komunikasi Terapeutik Perawat Terhadap Tingkat Stres Pasien
di Ruang Neurologi Rumah Sakit Umum Daerah dr M.Haulussy Ambon

Tabel l : Hasil Uji Korelasi Komunikasi terapeutik perawat dengan tingkat stres
pasien di ruang Neurologi RSUD M. Haulussy Ambon

Berdasarkan basil perhitungan uji komunikasi terapeutik perawat dengan


korelasi pada tabel 1 diperoleh koefisien tingkat stres pasien maka Ho ditolak dan
korelasi antara komunikasi terapeutik H i diterima. Jadi, dapat disimpulkan
perawat dengan tingkat stres pasien bahwa ada hubungan yang signifikan
sebesar 0,581 dengan signifikansi = 0,001 antara komunikasi terapeutik perawat
(p<0,05) yang berarti ada hubungan yang terhadap tingkat stres pasien.
berkriteria sedang dan signifikan antara

Tabel 2 : Analisa hubungan komunikasi verbal perawat dengan tingkat stres


pasien di ruang Neurologi RSUD M. Haulussy Ambon

komunikasiverba! Tingkatstrespasi
m awat en
KomunikasNeibal^a Pearson Correlation 1 wm
m Sig.{2-tailed)
m
H 30 30
Tingkatstrespasien Pearson Correlation' 1
Sig. (2-tailed)
N 30 30

Berdasarkan hasil perhitungan signifikanksi = 0,005 (p <0,05) yang


menggunakan pearson product moment artinya terdapat hubungan yang
diperoleh nilai koefisien korelasi antara berkriteria sedang dan signifikan antara
komunikasi verbal perawat dengan tingkat komunikasi verbal perawat dengan tingkat
v stres pasien sebesar 0,498 dengan stres pasien.

177
Jumal komunikasi, Volume 9, Nomor 2, April 2015

Tabel 3 : Analisa hubungan komunikasi non verbal perawat dengan tingkat stres pasien
di ruang Neurologi RSUD M. Haulussy Ambon
’ komunikasinonver Tingkatstrespasie
b a to s a ! n
komunifeasmonv Pearson Correlation 1
e r b a te M s ig [2 _,ai|e(1)

N 30 30
tingkatstrespasie Pearson Correlation 1
n Sig. (2-tailed)

N 30 30

Berdasarkan hasil perhitungan penyakit yang dirasakan atau diderita


menggunakan pearson p rod u ct oleh pasien tersebut.
m om ent diperoleh nilai koefisien
D uff & Hollingshead (dalam
korelasi antara kom unikasi non verbal
Muhazam, 1995:153) m ewawancarai
Aengan tingkat stres pasien sebesar
sejum lah 161 pasien yang sem uanya
0,497 dengan signifikansi = 0,005 (p m enyatakan stres dan takut pada saat
^0,05) yang artinya terdapat m asuk rum ah sakit bahkan 52% dari
hubungan yang berkriteria sedang
pasien tersebut m erasa sangat
signifikan antara kom unikasi ketakutan. Ketakutan dan stresor yang
nonverbal perawat dengan tingkat dial ami berkaitan dengan an cam an
stres pasien.
penyakit yang diderita.
Hasil penelitian nilai korelasi M enurut (Smeet, 19941159) bahwa

J
omunikasi verbal dan nonverbal berbagai m acam faktor yang am at
erawat adalah 0,498 dan 0,497 penting dalam intervensi untuk
dengan signifikansi 0,005 m eningkatkan kepuasan pasien dan
m enggam barkan bahwa bukan hanya m engurangi tingkat kecem asan,
kom unikasi perawat yang m erupakan ketakutan dan stres adalah
Satu-satunya faktor penyebab stres pengontrolan, kom unikasi dan
pasien yang dirawat di ruang dukungan sosial.
Neurologi nam un masih ada faktor
lain yang m em pengaruhi tingkat stres ) 1 "* „

pasien ketika di rawat di rum ah sakit. PEM BAH ASAN


M enurut (Abraham & Shanley, K om unikasi Terapeutik Perawat
1)997^150-152) bahwa stres pasien Kom unikasi terapeutik bukan
diakibatkan ketika pasien akan tentang apa yang dilakukan oleh
menjalani prosedur medis yang seorang perawat, tetapi bagaim ana
terkadang sangat kom pleks dan karena perawat itu m elakukan kom unikasi

178
Marlen Febiyana Patty, Dewi Kartika Sari & Yafet Pradikatama,
Hubungan Komunikasi Terapeutik Perawat Terhadap Tingkat Stres Pasien
di Ruang Neurologi Rumah Sakit Umum Daerah dr M.Haulussy Ambon

dengan pasien serta m engem bangkan m enerapkan prinsip dasar dalam


hubungan yang saling m em bantu kom unikasi terapeutik yaitu
antara perawat dengan pasien yang kom unikasi secara verbal m aupun
dengan tujuan untuk kesem buhan nonverbal.
pasien tersebut. (Suryani,2006:i52).
Salah satu hal yang dilakukan Tingkat Stres
perawat dalam m enjaga keijasam a
Tingkat stres m enurut (Rasmun,
yang baik dengan pasien dalam
2004:22) terbagi atas tiga bagian yaitu
m em bantu m engatasi masalah pasien
stres ringan, stres sedang dan stres
adalah dengan berkom unikasi. Dengan
berat. Sesuai hasil crosstab usia
berkom unikasi perawat dapat
responden dengan t tingkat stres
m endengarkan perasaan pasien dan
didapatkan bahwa kategori usia 51-60
m enjelaskan prosedur tindakan
tahun sebanyak 12 responden (40%)
keperawatan (Mundakir, 2010:125).
m engalam i stres tingkat sedang.
Kom unikasi peraw at dan pasien
M em asuki lanjut usia m erupakan
m em egang peranan penting dalam
stresor bagi seseorang. Hal ini
m em bantu pasien memecahkan
tergantung pada kepribadian, dan
m asalah yang dihadapi. Diharuskan
lingkungan sosialnya. Usia tua
seorang peraw at di ruang Neurologi
ditandai dengan adanya berbagai stres.
m enerapkan kem am puannya dalam
Sem akin tua seseorang akan
berkom unikasi terapeutik secara
m engalam i kerusakan biologis, sosial
efektif ketika m elayani pasien, karena
dan kesulitan ekonomi. M enurut
tujuan dari kom unikasi terapeutik
Schulz & Rau, 1988 (dalam Shika &
adalah untuk kesem buhan pasien
Smita, 2013) tekanan terbesar dialami
sendiri.
oleh usia yang lebih tua berbeda
Berdasarkan hasil penelitian di
dengan usia m uda dan usia tengah.
peroleh hasil bahw a dari 30 responden
Sebagai contoh orang tua yang
m enggam barkan kom unikasi yang
dipisahkan dari anak-anak mereka,
dilakukan perawat di ruang Neurologi
terhadap pasien berkriteria sedang m enghadapi kem atian pasangan,
dengan nilai pearson correlation kurang adanya dukungan dari kerabat
dan tem an-tem an. Oleh karena sering
0,498 dengan signifikansi 0,005.
M enurut pendapat seorang pasien (Ny. m enghadapi begitu banyak m asalah
H) bahw a perawat di ruang Neurologi dalam hidup m ereka m engakibatkan
stres sering teijadi dan m em pengaruhi
sudah m enjalankan tugasnya merawat
pasien disini nam un ada beberapa kesehatan mental serta fisik mereka.
(Shika & Smita, 2013:666-667).
peraw at ketika berbicara dengan
pasien kadang tidak disertai dengan Berdasarkan hasil crosstab jenis
ekspresi yang baik, M enurut pendapat kelam in bahwa laki-laki sebanyak 17
tersebut perawat telah menjalankan responden (56,7%) mengalam i tingkat
proses kom unikasi dengan pasien yang stres sedang. Beberapa peneliti
di raw at di ruangan neurologi nam un m enyatakan bahw a jenis kelam in
peraw at sendiri m asih kurang m erupakan penentu perbedaan

179
umal komunikasi, Volume 9, Nomor 2, April 2015

jiengaruh sumber stres terhadap emosi beranggapan bahwa rum ah sakit


dan kelangsungan fisik seseorang. adalah tem pat yang m enim bulkan
Beberapa aMi m enem ukan bahwa stress (Arline, 1997:56). Pasien (Tn.N)
tingkat stres yang dialam i wanita yang di rawat di ruang N eurologi yang
ham pir tidak ada perbedaan dengan telah m endapat inform asi tentang
tingkat stres yang dialami oleh pria keadaannya dari dokter m aupun
(Collins, 1993:11). M enurnt (Bernstein perawat kadang ingin m em bicarakan
& Douglas, 2012:549) stres lebih besar kem bali tentang inform asi yang ia
dialam i oleh wanita dibandingkan dapat, kadang ia akan m em ilih dengan
dengan pria m eskipun dem ikian pria perawat yang m ana hendak ia ajak
akan m enam pakan gejala-gejala untuk berbicara. Rasa cemas dan stres
tersebut dalam jangka w aktu yang banyak di rasakan oleh pasien yang di
lebih panjang, sehingga pria lebih rawat di ruang neurologi karena faktor
cenderung sakit berkepanjangan dan kom unikasi, kesakitan di anggota
memiliki daya tahan tubuh yang lem ah tubuh dan m erasa terganggu karena
dari pada w anita (Daniel & Jason, keram aian pada w aktu berkunjung
2013:126). keluarga di ruangan. Biasanya m ereka
Hasil kategori pekeijaan sebanyak hanya m endengar apa yang dikatakan
17 responden (56,7%) m engalam i oleh peraw at setelah itu m enilai cara
perawat m enyam paikan informasi
tingkat stres sedang. Aarass et al
(dalam Julian,2001:550) yang kepada mereka.
m enyatakan bahwa stres di bidang
pekeijaan m engacu pada sem ua H ubungan K om unikasi
karakterisktik pekeijaan artinya tidak Terapeutik Peraw at terhadap
hanya pada satu jenis pekeijaan. Stres Tingkat stres pasien
kerja m erupakan respon tubuh yang
Dari hasil pengolahan data hasil
sifatnya non spesifik terhadap setiap
penelitian dip er oleh koefisien
tuntutan beban atasnya, yaitu
hubungan antara kom unikasi
bagaim ana respon tubuh seseorang
terapeutik perawat dengan tingkat
ketika mengalam i pekeijaan yang
stres pasien sebesar 0,581 dengan
berlebihan. Jika seseorang mam pu
signifikansi = 0,001 (p< o,os)
m engatasinya artinya tidak ada
(Sugiyono, 2008:78) yang berarti ada
gangguan fungsi organ tubuh. Tetapi
hubungan yang berkriteria sedang dan
sebaliknya jika seseorang tidak
bersignifikan antara kom unikasi
m am pu m engatasinya m aka orang
terapeutik peraw at dengan tingkat
tersebut cenderung m engalam i stress
stres pasien. Hubungan yang
sehingga berdam pak m engalam i
berkriteria sedang m engartikan bahw a
gangguan pada satu atau lebih fungsi
tidak sepenuhnya faktor kom unikasi
organ tubuh dan m engakibatkan
perawat yang m em pengaruhi tingkat
seseorang tidak lagi dapat
stres pasien nam un m asih ada faktor
m enjalankan tugasnya dengan baik.
lain. M enurut salah seorang pasien
Ketika lata m enjadi seorang pasien (Tn. N) bahwa faktor keram aian di
dan di rawat di rum ah sakit, kita ruangan neurologi dan kesakitan yang

180
Marlen Febiyana Patty, Dewi Kartika Sari & Yafet Pradikatama,
Hubungan Komunikasi Terapeutik Perawat Terhadap Tingkat Stres Pasien
di Ruang Neurologi Rumah. Sakit Umum Daerah dr M.Haulussy Ambon

di rasakan di anggota tubuh ju ga wajah, penam pilan terhadap tingkat


m em pengaruhi tingkat stres pada stres pasien sebesar 0,497 dengan
pasien di ruang neurologi. signifikansi = 0,005 (p <0,05) yang
artinya terdapat hubungan yang
Seperti yang dijelaskan oleh
berkriteria sedang dan signifikan
(Abraham & Shanley,1997:150-152)
bahw a stres pasien ju ga diakibatkan antara kom unikasi non verbal perawat
ketika pasien akan m enjalani prosedur dengan tingkat stres pasien. hubungan
medis yang terkadang sangat yang berkriteria sedang dan
kom pleks dan karena penyakit yang bersignifikan artinya kom unikasi
dirasakan atau diderita oleh pasien verbal dan non verbal yang diterapkan
tersebut. Dan untuk m engurangi oleh perawat di ruangan neurologi
tingkat kecem asan, ketakutan dan ju g a m em pengaruhi tingkat stres
stres adalah dengan pengontrolan, pasien yang di rawat di ruangan
kom unikasi dan dukungan sosial. tersebut.
Komunikasi dari perawat sangat Kom unikasi verbal dan nonverbal
dibutuhkan oleh pasien dan perawat m em pengaruhi tingkat stres
keluarganya baik itu kom unikasi pasien yang dirawat di ruang
verbal m aupun nonverbal. M elalui Neurologi, diakibatkan oleh kurangnya
kom unikasi terapeutik secara tepat keteram pilan berkom unikasi yang baik
dapat m em bantu m eringankan beban dari perawat terhadap pasien m aupun
pasien dan m em bantu pasien dalam keluarga pasien. Perawat haras
proses penyem buhannya. Bagi pasien, waspada akan adanya kom unikasi non
berkom unikasi dapat mengeluarkan verbal yang m engikuti pesan verbal
keluhan - keluhan yang m ereka hadapi yang disampaikan pada pasien. Pesan
sekaligus m erupakan suatu bentuk verbal haras m enguatkan atau diikuti
pengobatan (Isyanto & Syafei, oleh isyarat non verbal yang tepat
2003:59-60). M enurut (Anemona & Elena,
Berdasarkan hasil perhitungan 2014:3115), pesan non verbal penting
diperoleh nilai koefisien korelasi dan mampu m engidentifikasi keadaan
antara kom unikasi verbal perawat m ental seseorang, sehingga cara
yang m eliputi kejelasan suara, m enginterprestasikan pesan non
kekerasan suara, bahasa yang verbal haras dengan penafsiran yang
sedarhana, kecepatan suara, umpan benar. Komunikasi verbal sebagian
balik terhadap tingkat stres pasien besar di pandang sebagai proses
sebesar 0,498 dengan signifikansi = interaktif yang penting bagi pasien
0,005 (p <0,05) yang artinya terdapat untuk m emberikan inform asi dan
hubungan yang berkriteria sedang dan dalam pem berian dukungan untuk
signifikan antara kom unikasi verbal m em bantu dalam m engurangi stres.
perawat terhadap tingkat stres pasien. M enurut (Rosalind & Lucie,
Sedangkan nilai koefisien korelasi 1999:1412) kom unikasi verbal ju g a
antara kom unikasi non verbal perawat dapat m engurangi stres yaitu dengan
yang m eliputi kontak mata, sentuhan, cara perawat mem fasilitasi pasien
vgerakan tubuh, intonasi, ekspresi m enggunakan m ekanism e koping yang

181
Jumal komunikasi, Volume 9, Nomor 2, April 2015

adaptif. Kom unikasi verbal sangat perawat dengan pasien serta dukungan
akurat dan lazim dipakai di rum ah emosional selam a stres. Kurangnya
sakit karena peraw at berkom unikasi kom unikasi yang m em uaskan dan
langsung tatap m uka dengan pasien, berkualitas dari perawat dapat
berkom unikasi tepat w aktu dan cepat berim plikasi serius terhadap
m endapat respon dari pasien sehingga kesehatan fisik dan psikologis pasien.
1
sangat di perlukan keteram pilan baik
Perawat yang terapeutik berarti
dari perawat untuk mampu m elakukan interaksi dengan pasien,
berkom unikasi baik dengan pasien hal interaksi tersebut untuk m em fasilitasi
ini dikarenakan kom unikasi ini proses penyem buhan pasien,
bertujuan untuk kesem buhan pasien sedangkan hubungan terapeutik
(Purwanto,2003:137-138). artinya suatu hubungan interaksi yang
M enurut studi Lawrence,1995 m em punyai sifat m enyem buhkan dan
(jdalam Rosalind & Lucie, 1999:141s- berbeda dengan hubungan sosial.
1417) pasien yang di rawat di rumah Hubungan ini di banguri untuk
sakit m enggam barkan bagaim ana keuntungan pasien. Pasien tidak boleh
m ereka mendengar, m engerti dan diremehkan, pasien m em punyai
m enanggapi secara emosional apa m otivasi sem buh yang tinggi akan
yang dikatakan oleh petugas selalu berfikir dia akan segera sembuh
kesehatan. Data hasil penelitian yang dari penyakitnya, dan keadaan sekitar
peneliti dapatkan bahwa kom unikasi mam pu m em pengaruhinya, sebagian
yang diterapkan oleh perawat terhadap besar pasien m erindukan perawat
pasien di ruang Neurologi m em iliki untuk berkom unikasi dengan mereka
nilai korelasi 0,581 dengan signifikansi untuk m em bantu m eningkatkan rasa
0,001 (p<0,05) yang artinya pengendalian diri salah satunya
m em punyai korelasi sedang. Data hasil m elalui pem berian inform asi dan
penelitian ini m enggam barkan ju ga penjelasan yang benar dan tepat,
ta h w a ada faktor lain yang belum inform asi dapat diberikan dengan baik
diketahui yang m em pengaruhi tingkat apabila didukung oleh pelaksana
stres pasien selain faktor kom unikasi kom unikasi yang b aik dari perawat
perawat. Faktor lain yang peneliti kepada pasien m aupun keluarga
dapatkan berdasarkan inform asi dari pasien (M aram is,2005:io6).
pasien yang dirawat di ruang
Neurologi adalah selain faktor
kom unikasi perawat faktor keram aian
di ruangan dan rasa sakit yang KESIM PU LAN D A N SARAN
dirasakan di anggota tubuh. Kesim pulan
Data penelitian sebelum nya dari Dari hasil penelitian dan pem bahasan
W eim ann & Giles,1988 (dalam Elliot & dapat diam bil kesim pulan untuk
W right,199913020-3021) m enunjukan m enjawab tujuan dari penelitian
bahwa kom unikasi dalam keperawatan sebagai b e r ik u t:
sangat penting dengan alasan sebagai
• Berdasarkan hasil perhitungan
akses dan pertukaran inform asi antara
uji korelasi diperoleh koefisien

182
Marlen Febiyana Patty, Dewi KartikaSari & Yafet Pradikatama,
Hubungan Komunikasi Terapeutik Perawat Terhadap Tingkat Stres Pasien
di Ruang Neurologi Rumah. Sakit Umum Daerah dr M.Haulussy Ambon

korelasi antara kom unikasi Hubungan yang berkriteria


terapeutik perawat terhadap sedang dan bersignifikan
tingkat stres pasien sebesar artinya kom unikasi verbal dan
0,581 dengan signifikansi = non verbal yang diterapkan oleh
0,001 (p< o,os) yang berarti ada perawat di ruangan N eurologi
hubungan yang berkriteria ju ga m em pengaruhi tingkat
sedang dan signifikan antara stres pasien yang di rawat di
kom unikasi terapeutik perawat ruangan tersebut.
terhadap tingkat stres pasien,
m aka Ho ditolak dan H i
Saran
diterima. Hubungan yang
berkriteria sedang m engartikan • Ilm u Keperawatan
bahw a tidak sepenuhnya faktor Disarankan hasil penelitian ini
kom unikasi perawat yang m enjadi m asukan dan
m em pengaruhi tingkat stres pengembangari dalam ilmu
pasien nam un masih ada faktor keperawatan khususnya dalam
lain. M enurut salah seorang bidang kom unikasi terapeutik.
pasien (Tn. N ) bahwa faktor • Rumah Sakit
keram aian di ruangan neurologi Perlu adanya pelatihan tentang
dan kesakitan yang di rasakan kom unikasi terapeutik perawat
di anggota tubuh juga terhadap pasien. Serta perlu
m em pengaruhi tingkat stres m eningkatkan mutu pelayanan
pada pasien di ruang neurologi. kesehatan yang dilakukan,
Berdasarkan hasil perhitungan khususnya sikap, kem am puan
diperoleh nilai koefisien dan keteram pilan perawat
korelasi antara kom unikasi dalam m elakukan kom unikasi
verbal perawat dengan tingkat terapeutik terhadap pasien.
stres pasien sebesar 0,498 • Peneliti selanjutnya
dengan signifikansi = 0,005
Bagi peneliti sekaligus penelitian
(p<0,05) dan korelasi antara
selanjutnya agar perlu m eneliti apakah
kom unikasi non verbal sebesar
ada faktor lain selain faktor
0,497 dengan signifikansi =
kom unikasi yang m em pengaruhi
0,005 (p<0,05) yang artinya
tingkat stres pasien yang di rawat di
terdapat hubungan yang
ruang neurologi RSUD Dr. M.
berkriteria sedang dan
Haulussy Ambon.
signifikan antara kom unikasi
verbal dan nonverbal perawat
dengan tingkat stres pasien.

183
Jumal komunikasi, Volume 9, Nomor 2, April 2015

DAFTAR PUSTAKA

Abraham, C., Shanley, F. 1997


. Psikologi Istiyanto, S.B., Syafei, M. 2003. Jum al :
Sosial TJntuk Perawat. Jakarta : EGC Studi Komparatif Strategi
Azwar, S. 2000 . Reliabilitas dan Validitas. Komunikasi Rumah Sakit Umum
Yogyakarta: Pustaka Belajar Daerah Banyumas dan Rumah Sakit
Azwar, S. 2012 . Penyusunan skala Margono Soekarjo Purwokerto
psikologiL Edisi 2
. Yogyakarta : Terhadap Penyembuhan Pasien.
Pustaka Pelajar 32
file:IIIC:AV indows/svstem /confi g/
Arline, Matthews. 1997
. Belajar merawat systemprofile/Downloads/ 2577
-
di bangsal penyakit dalam. Jakarta : 5078-l-PB% 20 m .p d f diakses 5
ECG januari 2015
Anemona, Paunescu., Elena, Simona Julian, Barling. 2001 . Handbook o f work
Indreica. 2014
. Use o f non-verbal sress. India Pvt. Ltd
communication in preschoolers Mundakir. 2010
. Komunikasi
emotional development. Vol 10 Keperawatan Aplikasi dalam
A.Aziz, A.H. 2007
. Metode Penelitian Pelayanan. Yogjakarta : Grahal Hmu
Keperawatan dan Teknik Analisis Muhazam, F. 1995
. Memperkenalkan
Data. Jakarta : Salemba Medika Sosiologi Kesehatan. Jakarta : UI
Bernstein, A., Douglas., et all. . 2012 Press
Psychology : An International Maramis, W.F. 2005. Ilmu Kedokteran
Discipline in Context: Australian & Jiwa. Airlangga Universitas :
New Zaeland edfrtcw.Wadsworth Surabaya
Cengage Learning Nursalam, Pariani. 2001 . Pendekatan
Badan litbang kesehatan. ( 1995
). Laporan Praktis Metodologi Riset
SKRT 1995 . Badan Litbang Keperawatan. Jakarta : Sagung Seto
Kesehatan. Jakarta Purwanto, Hery. 2003. Komunikasi Untuk
Gozby, P.C. 2009 . Methods in behavioral Perawat. Jakarta: EGC
research. Yogyakarta : Pustaka Potter, Perry. 2005 . Buku Ajar
Pelajar Fundamental Keperawatan ;
Gollins, K.M. 1993 . Stress and departures Konsep, Proses, dan Praktik. Vol . 1
from the public accounting 4
Ed . Jakarta : ECG
profession : A study o f gender Prihatiningsih, D. ( 2012
). Hubungan
. difference. Accounting Horizons komunikasi terapeutik dengan
i (March) tingkat cemas pasien di ruang Melati
Daniel' Freeman., Jason, Freeman. . 2013 RSUD Kebumen. STIKES
/• The Stressed sex : Uncovering the Muhammadiyah Gombong.
truth about men, women, and mental Rasmun. 2004 . Stress, Koping dan
* health. Oxford University Press Adaptasi Teori dan Pohon Masalah
Fraenkel, J.R., Wellen, N.E. 2008
. How to Keperawatan. Jakarta : C V Sagung
Design and Evaluate research in Seto
Education. New York : McGraw-
Hill
Marlen Febiyana Patty, Dewi Kartika Sari & Yafet Pradikatama,
Hubungan Komunikasi Terapeutik Perawat Terhadap Tingkat Stres Pasien
di Ruang Neurologi Rumah Sakit Umum Daerah dr M.Haulussy Ambon

Rosalind, Elliot., Lucie, Wright. 1999. Suryani. 2006. Komunikasi Terapeutik


Verbal communication : what do Teori dan Praktik. Jakarta : EGC
critical care nurses say to their Sunaryo. 2002. Psikologi Untuk
unconscious or sedated patients? Keperawatan. Jakarta : ECG
Journal o f Advanced Nursing .Vol 2013
Shika, A., Smita. J. . Anasakti: Stress
29 and Coping in Old Age. Vol 27 .
Rusmini. 2006 . Hubungan komunikasi Indian Journal of Gerontology
terapeutik dengan stres pasien di Sugiyono. 2008 . Metode Penelitian
RSU Doris Sylvanus Palangkaraya Kuantitatif Kualitatif dan R&D.
Smet, B. 1994 . Psikologi Kesehatan. Bandung: Alfabeta
Jakarta : Gramedia Widiasarana
Indonesia

185

You might also like