Professional Documents
Culture Documents
Abstract
WHO in 2005 has acknowledged that integrated infant management and integrated young
infant management approaches are well suited to apply in developing countries in efforts to
reduce infant and under-five mortality, mordibity dan disability in infants and toddlers when
done in a complete and good manner. The government progam in the Minister of Healt No. 28
of 2017 on the implementation of midwifery pratices does allow midwives of handle infant
and toodlers in accordance with the guidelines MTBS and MTBM, but in terms of drug
delivery to infants and toddlers midwife has no authority and no competence so that here can
happen conflict. In this study the authors examine some problems, namely; 1. Responsibility
of the midwife in the administration of drugs to non-midwifes patients associated with MTBS
and MTBM. 2. Responsibility of the midwife if the handling that causes death. In this study
categorized as normative legal research, the approach used in this study is the legislation
approcoach that is not only a norm buat also see how the law can be applied in the
community. In this study, health workers against the law can also be subject to sancitions in
accordance with the law applicable to the general public. Beside that, in this research also
mention about competence and authority if midwife in giving action of MTBS and MTBM.
Keywords: MTBS and MTBM, Permenkes No. 28 of 2017, midwives competence, authority of
midwife.
Abstrak
WHO (World Health Organization) tahun 2005 telah mengakui bahwa pendekatan
Manajemen Terpadu Balita Sakit (yang selanjutnya disingkat dengan MTBS) dan Manajemen
Terpadu Bayi Muda (yang selanjutnya disingkat dengan MTBM) sangat cocok diterapkan di
Negara-negara berkembang dalam upaya menurunkan angka kematian, kesakitan dan
kecacatan pada bayi dan balita bila dilaksanakan dengan lengkap dan baik. Progam
pemerintah dalam Permenkes No. 28 tahun 2017 tentang penyelenggaraan praktik kebidanan
memang memperbolehkan bidan dalam menangani bayi dan balita sakit sesuai dengan
pedoman MTBM dan MTBS, tetapi dalam hal pemberian obat terhadap bayi dan balita sakit
bidan tidak memiliki wewenang dan tidak memiliki kompetensi sehingga disini dapat terjadi
konflik. Dalam penelitian ini penulis mengkaji beberapa masalah yaitu; 1. Tanggungjawab
bidan dalam pemberian obat kepada pasien non kebidanan dikaitkan dengan MTBS dan
MTBM. 2. Peran dan tanggung jawab Bidan jika melakukan penanganan yang salah yang
menyebabkan meninggal dunia. Dalam penelitian ini di kategorikan sebagai penelitian hukum
normatif, Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini ialah pendekatan perundang-
undangan yaitu bukan hanya bersifat norma tapi juga melihat bagaimana hukum dapat di
terapkan di masyarakat. Dalam penelitian ini tenaga kesehatan yang melawan hukum juga
dapat dikenakan sanksi sesuai dengan hukum yang berlaku bagi masyarakat umum.
Disamping itu, dalam penelitian ini juga mencantumkan mengenai kompetensi dan
221
Al’Adl, Volume X Nomor 2, Juli 2018 ISSN 1979-4940/ISSN-E 2477-0124
Kata Kunci: MTBS dan MTBM, Permenkes No. 28 tahun 2017, kompetensi bidan,
kewenangan bidan.
222
Al’Adl, Volume X Nomor 2, Juli 2018 ISSN 1979-4940/ISSN-E 2477-0124
dan baik. Karena pendekatan MTBS dan kesehatan selama daur kehidupan yang
MTBM tergolong lengkap untuk sesuai dengan MTBS dan MTBM.
mengantisipasi penyakit-penyakit yang Ketika kebutuhan masyarakat
sering menyebabkan kematian pada balita terhadap pelayanan kesehatan meningkat,
di dunia, termasuk pneumonia. Dikatakan terutama pelayanan bidan, tidak diimbangi
lengkap karena meliputi upaya preventif oleh keahlian dan keterampilan bidan
(pencegahan penyakit), perbaikan gizi, untuk membentuk suatu mekanisme kerja
upaya promotif (berupa konseling) dan pelayanan yang baik. Masih sering
upaya kuratif (pengobatan) . Menurut data dijumpai pelayanan bidan tidak sesuai
laporan rutin yang dihimpun dari Dinas dengan wewenangnya dan juga kurangnya
Kesehatan Kota Semarang seluruh perlindungan hukum terhadap bidan.
Indonesia melalui Pertemuan Nasional Banyak diketemuaan kewenangan
Program Kesehatan Anak tahun 2012, bidan melebihi kewengannnya karena
jumlah puskesmas yang melaksanakan dituntut merawat pasien yang rujuk ke
MTBS hingga akhir tahun 2012 sebesar puskesmas antara lain, sakit demam,
60%. malaria, batuk, flu dan berbagai macam
Dalam beberapa kasus dibidang penyakit lainnya, bukanhanya tugas
kesehatan salah satunya adalah malpraktik pooknya yaitu membantu pasien yang
yang bisa dikenakan pidana kepada dokter melahirkan. Kejadian tersebut sebagian
atau tenaga medis lainnya.3 bukan wewenang bidan dalam melakukan
Disinilah kita harus memastikan praktiknya dan seharusnya dirujuk ke
bahwa semua penolong persalinan tingkat yang lebih tinggi untuk
mempunyai pengetahuan, ketrampilan dan memperoleh pertolongan dan sesuai
alat untuk memberikan pertolongan yang dengan wewenangnya atau tanggung
aman dan bersih. Adanya etika pelayanan jawabnya. Seperti pemberian obat pada
bisa memberikan kepedulian, kewajiban bayi yang sakit walaupun berpedoman
dan tanggung jawab moral yang dimiliki dengan MTBS dan MTBM tetapi hal
oleh bidan tentang hidup dan makna tersebut bertentangan dengan Peraturan
Pemerintah Nomor 51 Tahun 2009
tentang Pekerjaan Kefarmasian Pasal 21
3
Yati. Nurhayati, "THE APPLICATION OF ayat (2) ang berbunyi “Penyerahan dan
BALANCE IDEA IN SETTLEMENT OF DOCTOR
MALPRACTICE CASE THROUGH PENAL pelayanan obat berdasarkan resep dokter
MEDIATION." The 2nd Proceeding “Indonesia
Clean of Corruption in 2020" (2017), hlm. 111.
223
Al’Adl, Volume X Nomor 2, Juli 2018 ISSN 1979-4940/ISSN-E 2477-0124
dilaksanakan oleh Apoteker.4 Oleh karena akan dipaparkan secara deskriptif (dengan
itu, pentingnya penelitian ini adalah dapat kata-kata), sehingga memperoleh
ditegakannya penegakan hukum terhadap gambaran yang jelas masalah yang diteliti.
pelanggaran bidan dan akibat hukumnya,
PEMBAHASAN
karena seorang bidan sudah mempunyai
Tanggung Jawab Bidan Dalam
wewenang dan standar praktik bidan
Pemberian Obat Kepada Pasien Non
dalam hal ini guna membatasi wewenang
Kebidanan Dikaitkan Dengan MTBS
sesuai dengan peraturan yang berlaku.
Dan MTBM
Jenis dari penelitian ini
Dalam Undang-Undang Tahun
dikategorikan sebagai penelitian hukum
2014 tentang Tenaga Kesehatan (UU
normative, yaitu penelitian yang
Tenaga Kesehatan)6 terbaru, tenaga
dilakukan dengan mengkaji ketentuan
kebidanan adalah salah satu jenis tenaga
perundang-undangan serta melihat fakta
kesehatan. Sebagai salah satu tenaga
hukum yang terjadi dilapangan. Secara
kesehatan, bidan dalam menjalankan
hakikat, ilmu hukum berusaha untuk
praktik harus sesuai dengan kewenangan
menampilkan hukum secara integral.5
yang didasarkan pada kompetensi yang
Metode pendekatan yang digunakan yaitu
dimilikinya (lihat Pasal 62 ayat (1) UU
metode perundang-undangan yang
Tenaga Kesehatan). Menurut penjelasan
memandang hukum bukan saja sebagai
Pasal 62 ayat (1) huruf c UU Tenaga
perangkat kaidah tetapi juga melihat
Kesehatan, yang dimaksud dengan
bagaimana hukum itu dapat di terapkan di
"kewenangan berdasarkan kompetensi"
tengah-tengah masyarakat. Dalam
adalah kewenangan untuk melakukan
penelitian ini terdapat tiga sumber bahan
pelayanan kesehatan secara mandiri sesuai
hukum yaitu, primer, sekunder dan tersier.
dengan lingkup dan tingkat
Untuk memperoleh pemahaman atas
kompetensinya, antara lain untuk bidan
masalah yang terjadi, digunakan metode
adalah ia memiliki kewenangan untuk
kajian Induktif. Data tersebut kemudian
melakukan pelayanan kesehatan ibu,
pelayanan kesehatan anak, dan pelayanan
4
Peraturan Pemerintah Nomor 51 Tahun
2009 Tentang Pekerjaan Kefarmasian Pasal 21
ayat (2).
5
, Nurhayati, Yati. "Perdebatan antara
Metode Normatif dengan Metode Empirik dalam
Penelitian Ilmu Hukum Ditinjau dari Karakter,
6
Fungsi, dan Tujuan Ilmu Hukum." Al Adl: Jurnal Undang-Undang Republic Indonesia,
Hukum5.10 (2013), hlm. 15. tentang Tenaga Kesehatan, pasal 11 ayat (1) dan
(5). Tahun 2014.
224
Al’Adl, Volume X Nomor 2, Juli 2018 ISSN 1979-4940/ISSN-E 2477-0124
7
Undang-Undang Tenaga Kesehatan,
9
Pasal 65 ayat (1) huruf c. Undang-undang Tenaga Kesehatan,
8
Undang-undang Tenaga Kesehatan, pasal 11 ayat (2), tentang Tenaga Medis.
10
pasal 82 ayat (1). Ibid, pasal 13 ayat (1).
225
Al’Adl, Volume X Nomor 2, Juli 2018 ISSN 1979-4940/ISSN-E 2477-0124
akan diberikan kepada bidan jika tindakan Bentuk dari pelanggaran ini
yang dilakukannya kepada pasien bermacam-macam. Seperti pemberian
merupakan suatu kelalaian berat yang pelayanan yang tidak sesuai dengan
mengakibatkan luka berat atau kematian kewenangan bidan yang telah diatur
kepada pasien. dalam Permenkes Nomor
Kode etik diharapkan mampu 1464/Menkes/Per/X/2010 tentang Izin dan
menjadi sebuah pedoman yang nyata bagi Penyelenggaraan Praktik Bidan12. Sanksi
para bidan dalam menjalankan tugasnya. yang diberikan kepada bidan bisa berupa
Tapi pada kenyataannya para bidan masih pencabutan ijin praktek bidan, pencabutan
banyak yang melakukan pelanggaran SIPB sementara, atau bisa juga berupa
terhadap kode etiknya sendiri dalam denda.Selain itu bidan juga bisa mendapat
pemberian pelayanan terhadap sanksi hukuman penjara jika melakukan
masyarakat. pelanggaran terhadap peraturan
Bidan yang menolong persalinan perundang-undangan. Apabila seorang
banyak melakukan penyimpangan bidan melakukan pelanggaran kode etik
pelayanan kebidanan yang tidak maka penyelesaian atas hal tersebut
seharusnya dilakukan oleh bidan seperti dilakukan oleh wadah profesi bidan yaitu
teknik kristeller, episiotomy yang terlalu IBI. Sedangkan apabila seorang bidan
lebar, bayi meninggal, perdarahan karena melakukan pelanggaran yuridis dan
robekan uterus dan akhirnya dirujuk dan dihadapkan ke muka pengadilan. Maka
dilakukan tindakan histerektomi. Mestinya IBI melalui MPA dan MPEB wajib
bidan sudah mempunyai ketrampilan melakukan penilaian apakah bidan
dalam pertolongan persalinan sehingga tersebut telah benar-benar melakukan
penyimpangan-penyimpangan ini tidak kesalahan. Apabila menurut penilaian
terjadi sebelum melakukan pertolongan MPA dan MPEB kesalahan atau kelalaian
bidan juga harus melihat penapisan awal tersebut terjadi bukan karena kesalahan
terlebih dahulu apakah pasien ini beresiko, atau kelalaian bidan, dan bidan tersebut
bila menemukan pasien ini beresiko telah melakukan tugasnya sesuai dengan
mestinya bidan tersebut melakukan standar profesi, maka IBI melalui MPA
rujukan terencana11. wajib memberikan bantuan hukum kepada
11
http://elisevaraniriang.blogspot.co.id/-
12
2014/02/penyimpangan-kode-etik-bidan diakeses Permenkes No. 1464 tentang Izin dan
pada 9 Januari 2018. Penyelenggaraan Prakrik Bidan.
226
Al’Adl, Volume X Nomor 2, Juli 2018 ISSN 1979-4940/ISSN-E 2477-0124
227
Al’Adl, Volume X Nomor 2, Juli 2018 ISSN 1979-4940/ISSN-E 2477-0124
228
Al’Adl, Volume X Nomor 2, Juli 2018 ISSN 1979-4940/ISSN-E 2477-0124
15
Pelayanan kesehatan anak
Kitab Undang-Undang Hukum Perdata,
Buergerlijk Wetboek, diterjemahkan oleh R. diberikan pada bayi baru lahir, bayi, anak
Subekti dan R. Tjitrosudibio, Pradaya Paramita,
Jakarta. 2004. pasal. 1365. balita, dan anak prasekolah. Dalam
16
Kitab Undang-undang Hukum pidana,
pasal 351.
memberikan pelayanan kesehatan anak
229
Al’Adl, Volume X Nomor 2, Juli 2018 ISSN 1979-4940/ISSN-E 2477-0124
230
Al’Adl, Volume X Nomor 2, Juli 2018 ISSN 1979-4940/ISSN-E 2477-0124
dalam pasal 23 ayat (3) yang berbunyi17 : wewenang dan perlindugan bagi bidan
“Dalam menyelenggarakan pelayanan dalam melaksanakan tindakan
kesehatan, tenaga kesehatan wajib penyelamatan jiwa ibu dan bayi baru lahir.
memiliki izin dari pemerintah”. Dalam Kegawatan suatu yang menimpa
pasal 23 diatas menjelaskan tenaga seseorang yang dapat menimbulkan proses
kesehatan dalam melakukan pelayanan mengancam jiwa, dalam arti pertolongan
kesehatan serta tugasnya, tenaga tepat, cermat dan cepat bila tidak dapat
kesehatan harus memiliki izin baik berupa menyebabkan seseorang meninggal atau
SIK (Surat Ijin Kerja) atau SIP (Surat Ijin cacat (seri PPGD/GELS, Materi Teknis
Praktek) dari pemerintah. Medis Standar Depkes 2003).
Pasal 27 Sejak tahun 2000 Kementerian
(1) Tenaga kesehatan berhak Kesehatan RI telah mengembangkan
mendapatkan imbalan dan
konsep Sistem Penanggulangan Gawat
perlindungan hukum dalam
melaksanakan tugas sesuai dengan Darurat Terpadu (SPGDT) memadukan
profesinya.
penanganan gawat darurat mulai dari
(2) Tenaga kesehatan dalam
melaksanakan tugasnya berkewajiban tingkat pra rumah sakit sampai tingkat
mengembangkan dan meningkatkan
rumah sakit dan rujukan antara rumah
pengetahuan dan keterampilan yang
dimiliki. sakit dengan pendekatan lintas progam
dan multisektoral. Penanggulangan gawat
Keberadaan bidan di Indonesia
darurat menekan respon cepat dan tepat
sangat diperlukan dalam upaya
dengan prinsip Time Saving is Life and
meningkatkan kesejahteraan ibu dan
Limb Saving. Public Safety Care (PSC)
janinnya, salah satu upaya yang dilakukan
sebagai ujung tombak safe community
oleh pemerintah adalah mendekatkan
adalah sarana public/masyarakat yang
pelayanan kebidanan kepada setiap ibu
merupakan perpaduan dari dari unsur
yang membutuhkannya. Pada tahun 1993
pengamanan (kepolisian) dan unsur
WHO merekomendasikan agar bidan di
penyelamatan. PSC merupakan
bekali pengetahuan dan keterampilan
penanganan pertama kegawatdaruratan
penanganan kegawatdaruratan kebidanan
yang membantu memperbaiki pelayanan
yang relevan. Untuk itu pada tahun 1996
pra RS untuk menjamin respons cepat dan
Depkes telah menerbitkan Permenkes No.
tepat untuk menyelamatkan nyawa dan
572/PER/Menkes/VI/96 yang memberikan
mencegah kecacatan.
17
Undang-Undang No 36 tentang Sumber
Daya Bidang Kesehatan tahun 2009.
231
Al’Adl, Volume X Nomor 2, Juli 2018 ISSN 1979-4940/ISSN-E 2477-0124
232
Al’Adl, Volume X Nomor 2, Juli 2018 ISSN 1979-4940/ISSN-E 2477-0124
konsumen kesehatan
PENUTUP
menuduh/merugikan tenaga
1. Permenkes No. 28 tahun 2017
kesehatan dimana tenaga
tentang penyelenggaraan praktik
kesehatan sudah melakukan tugas
kebidanan kedudukannya berada
sesuai ke ahliannya serta
lebih tinggi dari Peraturan
kewajiban mengembangkan dan
Pemerintah No. 51 Nomor Tahun
meningkatkan pengetahuan dan
2009 tentang pekerjaan
keterampilan dimaksudkan agar
kefarmasian, hal ini dapat menjadi
tenaga kesehatan yang
suatu payung hukum bagi seorang
bersangkutan dapat memberikan
bidan dalam menangani pasien
pelayanan yang bermutu sesuai
yaitu balita dan bayi dalam
dengan perkembangan ilmu
pemberian obat sesuai dengan
pengetahuan dan teknologi baru.
buku panduan MTBS dan MTBM
dan sesuai dengan batasan DAFTAR PUSTAKA
kompetensi pengetahuan bidan Buku
tentang obat. Bagir Manan, 2003, Teori Politik dan
2. Undang-undang Kesehatan Nomor Konstitusi, Yogyakarta: Fakultas
Hukum UII Press
36 Tahun 2009 Bab I Ketentuan
B.Hestu, Cipto Handoyo, 2009, Hukum
Umum Pasal 1 ayat (6) Pasal ini
Tata Negara Indonesia “Menuju
mempertegas bahwa petugas Kosolidasi Sistem Demokrasi,
kesehatan wajib melakukan upaya Universitas Admajaya, Jakarta.
kesehatan termasuk dalam Estiwidani.D, 2007, Peran dan Tanggung
Jawab Bidan dalam Menangani
pelayanan gawat darurat yang
Pasiennya di Rumah Sakit, Sinar
terjadi baik dalam pelayanan Pustaka: Jakarta.
sehari-hari maupun dalam keadaan
Freed Kerlinger, N., 1996, Asas-asas
bencana. Undang-undang Nomor Penelitian Behavioral, Edisi
36 Tahun 2009 terdiri dari 22 bab Indonesia, Gajah Mada University
Press. Yogyakarta.
dan 205 pasal 27, tenaga kesehatan
Kemenkes, 2013, Buku Saku Pelayanan
berhak mendapatkan perlindungan
Kesehatan Ibu di Fasilitas
hukum apabila pasien sebagai Kesehatan Dasar dan Rujukan,
edisi pertama.
Lahan Basah di Provinsi Kalimantan Selatan. Al
Adl: Jurnal Hukum, Volume 8 Issue 1, 2016, hlm.
1.
233
Al’Adl, Volume X Nomor 2, Juli 2018 ISSN 1979-4940/ISSN-E 2477-0124
234
Al’Adl, Volume X Nomor 2, Juli 2018 ISSN 1979-4940/ISSN-E 2477-0124
235
Al’Adl, Volume X Nomor 2, Juli 2018 ISSN 1979-4940/ISSN-E 2477-0124
236