You are on page 1of 16

Al’Adl, Volume X Nomor 2, Juli 2018 ISSN 1979-4940/ISSN-E 2477-0124

TANGGUNG JAWAB BIDAN DALAM MENANGANI PASIEN NON KEBIDANAN


DI KAITKAN DENGAN MANAJEMEN TERPADU BALITA SAKIT DAN
MANAJEMEN TERPADU BAYI MUDA

Rista Dian Anggraini


Progam Studi Magister Ilmu Hukum
Fakultas Hukum Universitas Hang Tuah Surabaya
Email: ristadian94@gmail.com

Abstract
WHO in 2005 has acknowledged that integrated infant management and integrated young
infant management approaches are well suited to apply in developing countries in efforts to
reduce infant and under-five mortality, mordibity dan disability in infants and toddlers when
done in a complete and good manner. The government progam in the Minister of Healt No. 28
of 2017 on the implementation of midwifery pratices does allow midwives of handle infant
and toodlers in accordance with the guidelines MTBS and MTBM, but in terms of drug
delivery to infants and toddlers midwife has no authority and no competence so that here can
happen conflict. In this study the authors examine some problems, namely; 1. Responsibility
of the midwife in the administration of drugs to non-midwifes patients associated with MTBS
and MTBM. 2. Responsibility of the midwife if the handling that causes death. In this study
categorized as normative legal research, the approach used in this study is the legislation
approcoach that is not only a norm buat also see how the law can be applied in the
community. In this study, health workers against the law can also be subject to sancitions in
accordance with the law applicable to the general public. Beside that, in this research also
mention about competence and authority if midwife in giving action of MTBS and MTBM.

Keywords: MTBS and MTBM, Permenkes No. 28 of 2017, midwives competence, authority of
midwife.

Abstrak
WHO (World Health Organization) tahun 2005 telah mengakui bahwa pendekatan
Manajemen Terpadu Balita Sakit (yang selanjutnya disingkat dengan MTBS) dan Manajemen
Terpadu Bayi Muda (yang selanjutnya disingkat dengan MTBM) sangat cocok diterapkan di
Negara-negara berkembang dalam upaya menurunkan angka kematian, kesakitan dan
kecacatan pada bayi dan balita bila dilaksanakan dengan lengkap dan baik. Progam
pemerintah dalam Permenkes No. 28 tahun 2017 tentang penyelenggaraan praktik kebidanan
memang memperbolehkan bidan dalam menangani bayi dan balita sakit sesuai dengan
pedoman MTBM dan MTBS, tetapi dalam hal pemberian obat terhadap bayi dan balita sakit
bidan tidak memiliki wewenang dan tidak memiliki kompetensi sehingga disini dapat terjadi
konflik. Dalam penelitian ini penulis mengkaji beberapa masalah yaitu; 1. Tanggungjawab
bidan dalam pemberian obat kepada pasien non kebidanan dikaitkan dengan MTBS dan
MTBM. 2. Peran dan tanggung jawab Bidan jika melakukan penanganan yang salah yang
menyebabkan meninggal dunia. Dalam penelitian ini di kategorikan sebagai penelitian hukum
normatif, Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini ialah pendekatan perundang-
undangan yaitu bukan hanya bersifat norma tapi juga melihat bagaimana hukum dapat di
terapkan di masyarakat. Dalam penelitian ini tenaga kesehatan yang melawan hukum juga
dapat dikenakan sanksi sesuai dengan hukum yang berlaku bagi masyarakat umum.
Disamping itu, dalam penelitian ini juga mencantumkan mengenai kompetensi dan

221
Al’Adl, Volume X Nomor 2, Juli 2018 ISSN 1979-4940/ISSN-E 2477-0124

kewenangan bidan dalam memberikan tindakan MTBS dan MTBM.

Kata Kunci: MTBS dan MTBM, Permenkes No. 28 tahun 2017, kompetensi bidan,
kewenangan bidan.

PENDAHULUAN bidan yaitu, bidan kit, atau tas persalinan


Angka kematian ibu bersalin bidan harus mengetahui isi dan
sebagai salah satu indikator kesehatan ibu pemeliharaan bidan kit / tas persalinan
maternal (ibu dalam masa kehamilan, tersebut dan dari segi aturan hukum
persalinan dan nifas) sangat penting untuk profesi bidan juga di atur di dalam
melihat keberhasilan program kesehatan Peraturan Menteri Kesehatan No 28
kebidanan. Pada saat ini angka kematian Tahun 2017 tentang Izin dan
ibu bersalin sangat tinggi diperkirakan Penyelenggaraan Praktik Bidan.2
lebih kurang 20.000 kematian ibu / tahun Setiap tahunnya lebih dari sepuluh
hasil penelitian mengemukakan kematian juta anak di dunia meninggal sebelum
ibu bersalin disebabkan oleh perdarahan, mencapai usia 5 tahun. Lebih dari
keracunan kehamilan dan infeksi. stengahnya disebabkan oleh lima kondisi
Bidan merupakan tenaga yang sebenarnya dapat dicegah dan
kesehatan yang salah satu tugas utamanya diobati antara lain pneumonia, diare,
melakukan pertolongan persalinan. malaria, campak, dan malnutrisi. Sering
Pertolongan persalinan sebagian besar 90 kali kombinasi dari beberapa penyakit
% dilakukan oleh yang sudah maupun lain.
terlatih dilaksanakan di rumah, salah satu WHO tahun 2005 telah mengakui
pengelolaan program Kesehatan Ibu dan bahwa pendekatan Manajemen Terpadu
Anak yaitu meningkatkan pertolongan Balita Sakit (yang selanjutnya disingkat
oleh tenaga professional (bidan) yang dengan MTBS) dan Manajemen Terpadu
secara terus-menerus meningkat walaupun Bayi Muda (yang selanjutnya disingkat
persalinan tetap di layani secara selektif.1 dengan MTBM) sangat cocok diterapkan
Untuk dapat melaksanakan pertolongan di Negara-negara berkembang dalam
persalinan dengan lancar dan aman di upaya menurunkan angka kematian,
rumah, peralatan yang mutlah dimiliki kesakitan dan kecacatan pada bayi dan
1 balita bila dilaksanakan dengan lengkap
Emmy Latifah, “Harmonisasi Kebijakan
Pengentasan Ke-miskinan di Indonesia Yang
2
Berorientasi Pada Millen-nium Development Peraturan Menteri Kesehatan No 28
Goals”, Jurnal Dinamika Hukum, Volume 11, Tahun 2017 tentang Izin dan Penyelenggaraan
Nomor 3, September 2011, hlm. 403 Praktik Bidan.

222
Al’Adl, Volume X Nomor 2, Juli 2018 ISSN 1979-4940/ISSN-E 2477-0124

dan baik. Karena pendekatan MTBS dan kesehatan selama daur kehidupan yang
MTBM tergolong lengkap untuk sesuai dengan MTBS dan MTBM.
mengantisipasi penyakit-penyakit yang Ketika kebutuhan masyarakat
sering menyebabkan kematian pada balita terhadap pelayanan kesehatan meningkat,
di dunia, termasuk pneumonia. Dikatakan terutama pelayanan bidan, tidak diimbangi
lengkap karena meliputi upaya preventif oleh keahlian dan keterampilan bidan
(pencegahan penyakit), perbaikan gizi, untuk membentuk suatu mekanisme kerja
upaya promotif (berupa konseling) dan pelayanan yang baik. Masih sering
upaya kuratif (pengobatan) . Menurut data dijumpai pelayanan bidan tidak sesuai
laporan rutin yang dihimpun dari Dinas dengan wewenangnya dan juga kurangnya
Kesehatan Kota Semarang seluruh perlindungan hukum terhadap bidan.
Indonesia melalui Pertemuan Nasional Banyak diketemuaan kewenangan
Program Kesehatan Anak tahun 2012, bidan melebihi kewengannnya karena
jumlah puskesmas yang melaksanakan dituntut merawat pasien yang rujuk ke
MTBS hingga akhir tahun 2012 sebesar puskesmas antara lain, sakit demam,
60%. malaria, batuk, flu dan berbagai macam
Dalam beberapa kasus dibidang penyakit lainnya, bukanhanya tugas
kesehatan salah satunya adalah malpraktik pooknya yaitu membantu pasien yang
yang bisa dikenakan pidana kepada dokter melahirkan. Kejadian tersebut sebagian
atau tenaga medis lainnya.3 bukan wewenang bidan dalam melakukan
Disinilah kita harus memastikan praktiknya dan seharusnya dirujuk ke
bahwa semua penolong persalinan tingkat yang lebih tinggi untuk
mempunyai pengetahuan, ketrampilan dan memperoleh pertolongan dan sesuai
alat untuk memberikan pertolongan yang dengan wewenangnya atau tanggung
aman dan bersih. Adanya etika pelayanan jawabnya. Seperti pemberian obat pada
bisa memberikan kepedulian, kewajiban bayi yang sakit walaupun berpedoman
dan tanggung jawab moral yang dimiliki dengan MTBS dan MTBM tetapi hal
oleh bidan tentang hidup dan makna tersebut bertentangan dengan Peraturan
Pemerintah Nomor 51 Tahun 2009
tentang Pekerjaan Kefarmasian Pasal 21
3
Yati. Nurhayati, "THE APPLICATION OF ayat (2) ang berbunyi “Penyerahan dan
BALANCE IDEA IN SETTLEMENT OF DOCTOR
MALPRACTICE CASE THROUGH PENAL pelayanan obat berdasarkan resep dokter
MEDIATION." The 2nd Proceeding “Indonesia
Clean of Corruption in 2020" (2017), hlm. 111.

223
Al’Adl, Volume X Nomor 2, Juli 2018 ISSN 1979-4940/ISSN-E 2477-0124

dilaksanakan oleh Apoteker.4 Oleh karena akan dipaparkan secara deskriptif (dengan
itu, pentingnya penelitian ini adalah dapat kata-kata), sehingga memperoleh
ditegakannya penegakan hukum terhadap gambaran yang jelas masalah yang diteliti.
pelanggaran bidan dan akibat hukumnya,
PEMBAHASAN
karena seorang bidan sudah mempunyai
Tanggung Jawab Bidan Dalam
wewenang dan standar praktik bidan
Pemberian Obat Kepada Pasien Non
dalam hal ini guna membatasi wewenang
Kebidanan Dikaitkan Dengan MTBS
sesuai dengan peraturan yang berlaku.
Dan MTBM
Jenis dari penelitian ini
Dalam Undang-Undang Tahun
dikategorikan sebagai penelitian hukum
2014 tentang Tenaga Kesehatan (UU
normative, yaitu penelitian yang
Tenaga Kesehatan)6 terbaru, tenaga
dilakukan dengan mengkaji ketentuan
kebidanan adalah salah satu jenis tenaga
perundang-undangan serta melihat fakta
kesehatan. Sebagai salah satu tenaga
hukum yang terjadi dilapangan. Secara
kesehatan, bidan dalam menjalankan
hakikat, ilmu hukum berusaha untuk
praktik harus sesuai dengan kewenangan
menampilkan hukum secara integral.5
yang didasarkan pada kompetensi yang
Metode pendekatan yang digunakan yaitu
dimilikinya (lihat Pasal 62 ayat (1) UU
metode perundang-undangan yang
Tenaga Kesehatan). Menurut penjelasan
memandang hukum bukan saja sebagai
Pasal 62 ayat (1) huruf c UU Tenaga
perangkat kaidah tetapi juga melihat
Kesehatan, yang dimaksud dengan
bagaimana hukum itu dapat di terapkan di
"kewenangan berdasarkan kompetensi"
tengah-tengah masyarakat. Dalam
adalah kewenangan untuk melakukan
penelitian ini terdapat tiga sumber bahan
pelayanan kesehatan secara mandiri sesuai
hukum yaitu, primer, sekunder dan tersier.
dengan lingkup dan tingkat
Untuk memperoleh pemahaman atas
kompetensinya, antara lain untuk bidan
masalah yang terjadi, digunakan metode
adalah ia memiliki kewenangan untuk
kajian Induktif. Data tersebut kemudian
melakukan pelayanan kesehatan ibu,
pelayanan kesehatan anak, dan pelayanan
4
Peraturan Pemerintah Nomor 51 Tahun
2009 Tentang Pekerjaan Kefarmasian Pasal 21
ayat (2).
5
, Nurhayati, Yati. "Perdebatan antara
Metode Normatif dengan Metode Empirik dalam
Penelitian Ilmu Hukum Ditinjau dari Karakter,
6
Fungsi, dan Tujuan Ilmu Hukum." Al Adl: Jurnal Undang-Undang Republic Indonesia,
Hukum5.10 (2013), hlm. 15. tentang Tenaga Kesehatan, pasal 11 ayat (1) dan
(5). Tahun 2014.

224
Al’Adl, Volume X Nomor 2, Juli 2018 ISSN 1979-4940/ISSN-E 2477-0124

kesehatan reproduksi perempuan dan Pelayanan kesehatan yang


keluarga berencana7. dilakukan oleh bidan atau perawat
Jika bidan tidak melaksanakan dilakukan di luar kewenangannya karena
ketentuan dalam Pasal 62 ayat (1) UU mendapat pelimpahan wewenang. Hal ini
Tenaga Kesehatan, ia dikenai sanksi disebut dalam Pasal 65 ayat (1) UU
administratif. Ketentuan sanksi ini diatur Tenaga Kesehatan yang berbunyi bahwa
dalam Pasal 82 ayat (1) UU Tenaga dalam melakukan pelayanan kesehatan,
Kesehatan8. Sanksi yang dikenal dalam Tenaga Kesehatan dapat menerima
UU Tenaga Kesehatan adalah sanksi pelimpahan tindakan medis dari tenaga
administratif, yakni sanksi ini dijatuhkan medis.
jika bidan yang bersangkutan dalam Adapun yang dimaksud dengan
menjalankan praktiknya tidak sesuai tenaga medis dalam Pasal 11 ayat (2) UU
dengan kompetensi yang dimilikinya. Tenaga Kesehatan adalah dokter, dokter
Dengan kata lain, jika memang gigi, dokter spesialis, dan dokter gigi
memberikan obat atau suntikan bukanlah spesialis. Kemudian yang dimaksud
kompetensi yang dimilikinya, maka sanksi tenaga kesehatan yang disebut dalam
yang berlaku padanya adalah sanksi penjelasan pasal di atas antara lain adalah
administratif bukan sanksi pidana. Akan bidan dan perawat9.
tetapi, apabila ternyata pertolongan Selain itu, bidan yang menjalankan
persalinan itu merupakan suatu kelalaian program pemerintah berwenang
berat yang menyebabkan penerima melakukan pelayanan kesehatan meliputi
pelayanan kesehatan menderita luka berat, pemberian alat kontrasepsi suntikan, alat
maka bidan yang bersangkutan dapat kontrasepsi dalam rahim, dan memberikan
dipidana dengan pidana penjara paling pelayanan alat kontrasepsi bawah kulit
lama 3 (tiga) tahun. Sedangkan jika (Pasal 13 ayat (1) huruf a Permenkes
kelalaian berat itu mengakibatkan 1464/2010)10.
kematian, bidan tersebut dipidana dengan Melihat pada ketentuan di atas,
pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun sehubungan dengan pertolongan
(lihat Pasal 84 UU Tenaga Kesehatan). persalinan dengan vakum ekstraksi oleh
bidan, dapat dilihat bahwa sanksi pidana

7
Undang-Undang Tenaga Kesehatan,
9
Pasal 65 ayat (1) huruf c. Undang-undang Tenaga Kesehatan,
8
Undang-undang Tenaga Kesehatan, pasal 11 ayat (2), tentang Tenaga Medis.
10
pasal 82 ayat (1). Ibid, pasal 13 ayat (1).

225
Al’Adl, Volume X Nomor 2, Juli 2018 ISSN 1979-4940/ISSN-E 2477-0124

akan diberikan kepada bidan jika tindakan Bentuk dari pelanggaran ini
yang dilakukannya kepada pasien bermacam-macam. Seperti pemberian
merupakan suatu kelalaian berat yang pelayanan yang tidak sesuai dengan
mengakibatkan luka berat atau kematian kewenangan bidan yang telah diatur
kepada pasien. dalam Permenkes Nomor
Kode etik diharapkan mampu 1464/Menkes/Per/X/2010 tentang Izin dan
menjadi sebuah pedoman yang nyata bagi Penyelenggaraan Praktik Bidan12. Sanksi
para bidan dalam menjalankan tugasnya. yang diberikan kepada bidan bisa berupa
Tapi pada kenyataannya para bidan masih pencabutan ijin praktek bidan, pencabutan
banyak yang melakukan pelanggaran SIPB sementara, atau bisa juga berupa
terhadap kode etiknya sendiri dalam denda.Selain itu bidan juga bisa mendapat
pemberian pelayanan terhadap sanksi hukuman penjara jika melakukan
masyarakat. pelanggaran terhadap peraturan
Bidan yang menolong persalinan perundang-undangan. Apabila seorang
banyak melakukan penyimpangan bidan melakukan pelanggaran kode etik
pelayanan kebidanan yang tidak maka penyelesaian atas hal tersebut
seharusnya dilakukan oleh bidan seperti dilakukan oleh wadah profesi bidan yaitu
teknik kristeller, episiotomy yang terlalu IBI. Sedangkan apabila seorang bidan
lebar, bayi meninggal, perdarahan karena melakukan pelanggaran yuridis dan
robekan uterus dan akhirnya dirujuk dan dihadapkan ke muka pengadilan. Maka
dilakukan tindakan histerektomi. Mestinya IBI melalui MPA dan MPEB wajib
bidan sudah mempunyai ketrampilan melakukan penilaian apakah bidan
dalam pertolongan persalinan sehingga tersebut telah benar-benar melakukan
penyimpangan-penyimpangan ini tidak kesalahan. Apabila menurut penilaian
terjadi sebelum melakukan pertolongan MPA dan MPEB kesalahan atau kelalaian
bidan juga harus melihat penapisan awal tersebut terjadi bukan karena kesalahan
terlebih dahulu apakah pasien ini beresiko, atau kelalaian bidan, dan bidan tersebut
bila menemukan pasien ini beresiko telah melakukan tugasnya sesuai dengan
mestinya bidan tersebut melakukan standar profesi, maka IBI melalui MPA
rujukan terencana11. wajib memberikan bantuan hukum kepada

11
http://elisevaraniriang.blogspot.co.id/-
12
2014/02/penyimpangan-kode-etik-bidan diakeses Permenkes No. 1464 tentang Izin dan
pada 9 Januari 2018. Penyelenggaraan Prakrik Bidan.

226
Al’Adl, Volume X Nomor 2, Juli 2018 ISSN 1979-4940/ISSN-E 2477-0124

bidan tersebut dalam menghadapi tuntutan tertentu seperti kegawatdaruratan dan


atau gugatan di pengadilan. tidak adanya tenaga kesehatan lain
didaerah tempat bidan tersebut praktek
Menganalisa Kewenangan Bidan
(tidak adanya tenaga kesehatan lain
Dalam Pemberian Obat Pada Bayi
didaerah tersebut dinyatakan dengan
Progam pemerintah dalam
keterangan dari Dinas Kesehatan
Permenkes No. 28 tahun 2017 tentang
setempat). Bidan boleh melakukan
penyelenggaraan praktik kebidanan
penanganan atau pemberian obat terhadap
memang memperbolehkan bidan dalam
bayi dan balita tetapi sesuai dengan
menangani bayi dan balita sakit sesuai
panduan MTBS dan MTBM dan sesuai
dengan pedoman MTBM dan MTBS
dengan batasan-batasan penyakit yang
karena hal tersebut dapat sangat
sudah ditentukan. Penyakit yang dapat
membantu dalam mengurangi angka
ditangani oleh bidan sesuai dengan MTBS
kematian bayi dan balita. Tetapi dalam hal
dan MTBM adalah diare, demam, masalah
pemberian obat terhadap bayi dan balita
telinga, status gizi, dan anemia, dengan
sakit bidan tidak memiliki wewenang dan
catatan masih dalam klasifikasi rendah
tidak memiliki kompetensi sehingga disini
dan sedang, jika sudah pada tahap
dapat terjadi konflik jika terjadi kesalahan
klasifikasi yang berat maka pasien
dalam pemberian obat, terutama dalam
tersebut harus segera dirujuk.
pedoman MTBS dan MTBM obat yang
Hierarki Peraturan Perundang-
sering di gunakan adalah antibiotik.
undangan saat ini, Undang-Undang No.
Antibiotik sendiri jika di berikan tidak
12 tahun 2011 pasal 7 yang saat ini
sesuai usia dan sesuai dosis maka akan
diberlakukan:13
berakibat sebaliknya yaitu dapat
1. Undang-Undang Dasar Negara
melemahkan system kekebalan tubuh
Republik Indonesia tahun 1945;
manusia yang akan mengakibatkan lebih
2. Ketetapan Majelis
mudah penyakit masuk kedalam tubuh
Permusyawaratan Rakyat;
bayi dan balita tersebut.
3. Undang-Undang/ Peraturan
Sesuai dengan Peraturan
Pemerintah pengganti Undang-
Pemerintah Nomor 51 Tahun 2009
Undang;
tentang pekerjaan kefarmasian bahwa
4. Peraturan Pemerintah;
yang berkompetensi dibidang obat adalah
5. Peraturan Presiden;
profesi farmasi. Tetapi dalam keadaan
13
Undang-Undang No.12 Tahun 2011.

227
Al’Adl, Volume X Nomor 2, Juli 2018 ISSN 1979-4940/ISSN-E 2477-0124

6. Peraturan Daerah Provinsi; Jadi, Permenkes No. 28 tahun


7. Peraturan Daerah Kabupaten/Kota. 2017 tentang penyelenggaraan praktik
Peraturan Menteri dalam Undang- kebidanan kedudukannya berada lebih
Undang No. 12 tahun 2011 tentang tinggi dari Peraturan Pemerintah No. 51
Pembentukan Peraturan Undang-Undang, Nomor Tahun 2009 tentang pekerjaan
pasal 8 ayat (1) Undang-Undang No. kefarmasian, hal ini dapat menjadi suatu
12/2011 yang menegaskan14 : payung hukum bagi seorang bidan dalam
“Jenis Peraturan Perundang-undangan menangani pasien yaitu balita dan bayi
selai sebagaimana dimaksud dalam pasal
dalam pemberian obat sesuai dengan buku
7 ayat (1) mencakup Peraturan Dewan
Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan panduan MTBS dan MTBM dan sesuai
Daerah, Mahkamah Agung, Mahkamah
dengan batasan kompetensi pengetahuan
Konstitusi, Badan Pemeriksa Keuangan,
Komisi Yudisial, Bank Indonesia, bidan tentang obat.
Menteri, Bdan Lembaga, atau komisi yang
dibentuk setingkat dengan Undang-
Tanggung Jawab Bidan Dalam
undang, Dewan Perwakilan Rakyat
Daerah Kabupaten/Kota, Bupat/Walikota, Menangani Balita Yang Menyebabkan
Kepala Desa, atau setingkat pasal diatas
Kematian
mencerminkan bahwa keberadaan
peaturan Menteri sebagai salah satu jenis Maraknya kasus dugaan
peraturan Perundang-Undangan. Dengan
malpraktik belakangan ini, khususnya di
demikian Peraturan Menteri setelah
berlakunya Undang-Undang No. 12/2011 bidang perawatan ibu dan anak, menjadi
tetap diakui keberadaannya”.
peringatan dan sekaligus sebagai
Peraturan Menteri yang dibentuk
dorongan untuk lebih memperbaiki
atas dasar perintah Undang-Undang
kualitas pelayanan. Melaksanakan tugas
tersebut di kategorikan sebagai peraturan
dengan berpegangan pada janji profesi
Peraturan Perundang-Undangan atas dasar
dan tekad untuk selalu meningkatkan
delegasi. Dengan demikian, secara umum
kualitas diri perlu dipelihara. Kerja sama
peraturan perundang-undangan delegasi
yang melibatkan segenap tim pelayanan
adalah peraturan perundang-undangan
kesehatan perlu dieratkan dengan
yang dibentuk atas dasar perintah
kejelasan dalam wewenang dan fungsinya.
peraturan perundang-undangan yang lebih
Khusus berkenaan dengan
tinggi.
wewenang bidan diatur di dalam
Peraturan Menteri Kesehatan Nomor
363/Men.Kes/Per/IX/1980 tentang
14
Undang-Undang No.12 Tahun 2011 Wewenang Bidan. Dari sudut hukum,
tentang Pembentukan Peraturan Undang-Undang,
Pasal 8.

228
Al’Adl, Volume X Nomor 2, Juli 2018 ISSN 1979-4940/ISSN-E 2477-0124

profesi tenaga kesehatan dapat di minta kompetensinya. Pelayanan kebidanan


pertangungjawaban berdasarkan hukum adalah bagian integral dari sistem
perdata, hukum pidana, maupun hukum pelayanan kesehatan yang diberikan oleh
administrasi. bidan yang telah terdaftar (teregister) yang
Tanggung jawab dari segi hukum dapat dilakukan secara mandiri,
perdata didasarkan pada ketentuan Pasal kolaborasi atau rujukan. Pelayanan
1365 BW, atau kitab Undang-Undang Kebidanan merupakan bagian integral dari
Hukum Perdata15. Apabila tenaga pelayanan kesehatan, yang diarahkan
kesehatan dalam melaksanakan tugasnya untuk mewujudkan kesehatan keluarga,
melakukan tindakan yang mengakibatkan sesuai dengan kewenangan dalam rangka
kerugian pada pasien, maka tenaga tercapainya keluarga kecil bahagia dan
kesehatan tersebut dapat digugat oleh sejahtera. Sasaran pelayanan kebidanan
pasien atau keluarga yang merasa adalah individu, keluarga, dan masyarakat
dirugikan itu berdasarkan pasal 1365 BW, yang meliputi upaya peningkatan,
yang berbunyi sebagai berikut : 21 karena pencegahan, penyembuhan dan
kesalahannya menerbitkan kerugian yang pemulihan.
disebabkan kelalaian atau kurang hati- Selain kewenangan tersebut,
hati. kewenagan bidan lainnya didapat dari
Dari segi hukum pidana juga pelimpahan kewenangan, pelimpahan
seorang tenaga kesehatan dapat dikenai kewenangan bagi bidan menurut Pasal 22
ancaman Pasal 351 Kitab Undang-Undang Permenkes Ijin dan Penyelenggaraan
16
Hukum Pidana . Ancaman pidana Praktik Bidan menyatakan bahwa selain
tersebut dikenakan kepada seseorang kewenangan sebagaimana yang telah
(termasuk tenaga kesehatan) yang karena dijelaskan sebelumnya, bidan memiliki
kelalaian atau kurang hati-hati kewenangan memberikan pelayanan
menyebabkan orang lain (pasien) cacat berdasarkan penugasan dari pemerintah
atau bahkan sampai meninggal dunia. sesuai kebutuhan; dan/atau pelimpahan
Bidan diberikan kewenangan wewenang melakukan tindakan pelayanan
melakukan pelayanan kesehatan sesuai kesehatan secara mandat dari dokter.

15
Pelayanan kesehatan anak
Kitab Undang-Undang Hukum Perdata,
Buergerlijk Wetboek, diterjemahkan oleh R. diberikan pada bayi baru lahir, bayi, anak
Subekti dan R. Tjitrosudibio, Pradaya Paramita,
Jakarta. 2004. pasal. 1365. balita, dan anak prasekolah. Dalam
16
Kitab Undang-undang Hukum pidana,
pasal 351.
memberikan pelayanan kesehatan anak

229
Al’Adl, Volume X Nomor 2, Juli 2018 ISSN 1979-4940/ISSN-E 2477-0124

bidan berwenang melakukan pelayanan kembang balita dengan menggunakan


neonatal esensial meliputi inisiasi Kuesioner Pra Skrining Perkembangan
menyusui dini, pemotongan dan (KPSP).serta konseling dan penyuluhan
perawatan tali pusat, pemberian suntikan meliputi pemberian komunikasi,
vitamin K1, pemberian imunisasi B0, informasi, edukasi (KIE) kepada ibu dan
pemeriksaan fisik bayi baru lahir, keluarga tentang perawatan bayi baru
pemantauan tanda bahaya, pemberian lahir, ASI eksklusif, tanda bahaya pada
tanda identitas diri, dan merujuk kasus bayi baru lahir, pelayanan kesehatan,
yang tidak dapat ditangani dalam kondisi imunisasi, gizi seimbang, PHBS, dan
stabil dan tepat waktu ke Fasilitas tumbuh kembang.
Pelayanan Kesehatan yang lebih mampu.;
Menganalisa Perlindungan Hukum
Penanganan kegawatdaruratan,
Bagi Bidan
dilanjutkan dengan perujukan meliputi
Tenaga kesehatan merupakan
penanganan awal asfiksia bayi baru lahir
komponen utama pemberi pelayanan
melalui pembersihan jalan nafas, ventilasi
kesehatan kepada masyarakat dalam
tekanan positif, dan/atau kompresi
rangka tercapainya tujuan pembangunan
jantung; penanganan awal hipotermia
kesehatan yang sesuai dengan tujuan
pada bayi baru lahir dengan BBLR
nasional sebagaimana diamanatkan oleh
melalui penggunaan selimut atau fasilitasi
konstitusi. Selaku komponen utama
dengan cara menghangatkan tubuh bayi
pemberi pelayanan kesehatan tentunya
dengan metode kangguru; penanganan
keberadaan, peran dan tanggung jawab
awal infeksi tali pusat dengan
tenaga kesehatan sangatlah penting dalam
mengoleskan alkohol atau povidon iodine
kegiatan pembangunan kesehatan serta
serta menjaga luka tali pusat tetap bersih
terlindungi baik bagi tenaga kesehatan itu
dan kering; dan membersihkan dan
sendiri maupun bagi masyarakat yang
pemberian salep mata pada bayi baru lahir
menerima pelayanan kesehatan tersebut
dengan infeksi gonore (GO). Dan
tentu perlu pengaturan yang dituangkan
pemantauan tumbuh kembang bayi, anak
dalam bentuk peraturan perundang-
balita, dan anak prasekolah meliputi
undangan.
kegiatan penimbangan berat badan,
Undang-undang Nomor 36 Tahun
pengukuran lingkar kepala, pengukuran
2009 terdiri dari 22 bab dan 205 pasal,
tinggi badan, stimulasi deteksi dini, dan
intervensi dini peyimpangan tumbuh

230
Al’Adl, Volume X Nomor 2, Juli 2018 ISSN 1979-4940/ISSN-E 2477-0124

dalam pasal 23 ayat (3) yang berbunyi17 : wewenang dan perlindugan bagi bidan
“Dalam menyelenggarakan pelayanan dalam melaksanakan tindakan
kesehatan, tenaga kesehatan wajib penyelamatan jiwa ibu dan bayi baru lahir.
memiliki izin dari pemerintah”. Dalam Kegawatan suatu yang menimpa
pasal 23 diatas menjelaskan tenaga seseorang yang dapat menimbulkan proses
kesehatan dalam melakukan pelayanan mengancam jiwa, dalam arti pertolongan
kesehatan serta tugasnya, tenaga tepat, cermat dan cepat bila tidak dapat
kesehatan harus memiliki izin baik berupa menyebabkan seseorang meninggal atau
SIK (Surat Ijin Kerja) atau SIP (Surat Ijin cacat (seri PPGD/GELS, Materi Teknis
Praktek) dari pemerintah. Medis Standar Depkes 2003).
Pasal 27 Sejak tahun 2000 Kementerian
(1) Tenaga kesehatan berhak Kesehatan RI telah mengembangkan
mendapatkan imbalan dan
konsep Sistem Penanggulangan Gawat
perlindungan hukum dalam
melaksanakan tugas sesuai dengan Darurat Terpadu (SPGDT) memadukan
profesinya.
penanganan gawat darurat mulai dari
(2) Tenaga kesehatan dalam
melaksanakan tugasnya berkewajiban tingkat pra rumah sakit sampai tingkat
mengembangkan dan meningkatkan
rumah sakit dan rujukan antara rumah
pengetahuan dan keterampilan yang
dimiliki. sakit dengan pendekatan lintas progam
dan multisektoral. Penanggulangan gawat
Keberadaan bidan di Indonesia
darurat menekan respon cepat dan tepat
sangat diperlukan dalam upaya
dengan prinsip Time Saving is Life and
meningkatkan kesejahteraan ibu dan
Limb Saving. Public Safety Care (PSC)
janinnya, salah satu upaya yang dilakukan
sebagai ujung tombak safe community
oleh pemerintah adalah mendekatkan
adalah sarana public/masyarakat yang
pelayanan kebidanan kepada setiap ibu
merupakan perpaduan dari dari unsur
yang membutuhkannya. Pada tahun 1993
pengamanan (kepolisian) dan unsur
WHO merekomendasikan agar bidan di
penyelamatan. PSC merupakan
bekali pengetahuan dan keterampilan
penanganan pertama kegawatdaruratan
penanganan kegawatdaruratan kebidanan
yang membantu memperbaiki pelayanan
yang relevan. Untuk itu pada tahun 1996
pra RS untuk menjamin respons cepat dan
Depkes telah menerbitkan Permenkes No.
tepat untuk menyelamatkan nyawa dan
572/PER/Menkes/VI/96 yang memberikan
mencegah kecacatan.
17
Undang-Undang No 36 tentang Sumber
Daya Bidang Kesehatan tahun 2009.

231
Al’Adl, Volume X Nomor 2, Juli 2018 ISSN 1979-4940/ISSN-E 2477-0124

Undang-undang penanggulangan Ketentuan Umum Pasal 1 ayat (6)19:


bencana Nomor 24 tahun 2007 dalam Bab “Setiap orang yang mengabdikan diri
I Tentang ketentuan umum pasal 1 ayat dalam bidang kesehatan serta memiliki
(10),18 ”Tanggap darurat bencana adalah pengetahuan dan/atau keterampilan
serangkaian kegiatan yang dilakukan melalui pendidikan di bidang kesehatan
dengan segera pada saat kejadian bencana yang untuk jenis tertentu memerlukan
untuk menangani dampak buruk yang kewenangan untuk melakukan upaya
ditimbulkan yang meliputi kegiatan kesehatan”. Dalam Peraturan Pemerintah
penyelamatan dan evakuasi korban, harta Republik Indonesia, Nomor 36 Tahun
benda, pemenuhan kebutuhan dasar, 1996 tentang Tenaga Kesehatan bidan
perlindungan pengurusan pengungsi, serta adalah termasuk sebagai tenaga
pemulihan sarana dan pra sarana”. keperawatan.
Undang-undang Kesehatan Nomor 36 Berdasarkan Kepmenkes RI
tahun 2009 Pasal 32 Nomor 1239/Menkes/SK/XI/2001
(1) Dalam keadaan darurat fasilitas Tentang Registrasi dan Praktik
pelayanan kesehatan baik
Keperawatan, pasal 20 ayat (1)20:
pemerintah maupun swasta wajib
memberikan pelyanaan kesehatan “Dalam darurat yang mengancam jiwa
bagi penyelamatan nyawa pasien seseorang/pasien, perawat berwenang
dan pencegahan kecacatan untuk melakukan pelayanan kesehatan
terlebih dahulu. diluar kewenangannya sebagaimana yang
(2) Dalam keadaan darurat fasilitas dimaksud dalam pasal 15”.
pelayanan kesehatan baik
Pelayanan dalam keadaan darurat
pemerintah maupun swasta
dilarang menolak pasien dan/atau sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
meminta uang muka.
ditujukan untuk penyelamatan jiwa.
Profesi kesehatan (tenaga Dalam perkembangan hukum
kesehatan) seperti perawat, bidan dan kesehatan saat ini muncul juga wacara
dokter dan profesi lainnya mempunyai mediasi penal sebagai bentuk
tanggung jawab moral untuk memberikan perlindungan terhadap tenaga kesehatan.
21
pertolongan pada kasus kasus kegawat
daruratan dan bencana, yang disebut
19
Tenaga Kesehatan dalam Undang-undang Undang-Undang Kesehatan Nomor 36
Tahun 2009.
20
Kesehatan Nomor 36 Tahun 2009 Bab I Kepmenkes RI Nomor
1239/Menkes/SK/XI/2001 tentang Registrasi
Praktik Keperawatan, Pasal 20.
21
SARI, N., HAITI, D., & IFRANI, I. (2016).
18
Undang-Undang Nomor 24 tentang Mediasi Penal sebagai Alternatif Penyelesaian
Penanggulangan Bencana Tahun 2007. Perkara Tindak Pidana Lingkungan Hidup pada

232
Al’Adl, Volume X Nomor 2, Juli 2018 ISSN 1979-4940/ISSN-E 2477-0124

konsumen kesehatan
PENUTUP
menuduh/merugikan tenaga
1. Permenkes No. 28 tahun 2017
kesehatan dimana tenaga
tentang penyelenggaraan praktik
kesehatan sudah melakukan tugas
kebidanan kedudukannya berada
sesuai ke ahliannya serta
lebih tinggi dari Peraturan
kewajiban mengembangkan dan
Pemerintah No. 51 Nomor Tahun
meningkatkan pengetahuan dan
2009 tentang pekerjaan
keterampilan dimaksudkan agar
kefarmasian, hal ini dapat menjadi
tenaga kesehatan yang
suatu payung hukum bagi seorang
bersangkutan dapat memberikan
bidan dalam menangani pasien
pelayanan yang bermutu sesuai
yaitu balita dan bayi dalam
dengan perkembangan ilmu
pemberian obat sesuai dengan
pengetahuan dan teknologi baru.
buku panduan MTBS dan MTBM
dan sesuai dengan batasan DAFTAR PUSTAKA
kompetensi pengetahuan bidan Buku
tentang obat. Bagir Manan, 2003, Teori Politik dan
2. Undang-undang Kesehatan Nomor Konstitusi, Yogyakarta: Fakultas
Hukum UII Press
36 Tahun 2009 Bab I Ketentuan
B.Hestu, Cipto Handoyo, 2009, Hukum
Umum Pasal 1 ayat (6) Pasal ini
Tata Negara Indonesia “Menuju
mempertegas bahwa petugas Kosolidasi Sistem Demokrasi,
kesehatan wajib melakukan upaya Universitas Admajaya, Jakarta.
kesehatan termasuk dalam Estiwidani.D, 2007, Peran dan Tanggung
Jawab Bidan dalam Menangani
pelayanan gawat darurat yang
Pasiennya di Rumah Sakit, Sinar
terjadi baik dalam pelayanan Pustaka: Jakarta.
sehari-hari maupun dalam keadaan
Freed Kerlinger, N., 1996, Asas-asas
bencana. Undang-undang Nomor Penelitian Behavioral, Edisi
36 Tahun 2009 terdiri dari 22 bab Indonesia, Gajah Mada University
Press. Yogyakarta.
dan 205 pasal 27, tenaga kesehatan
Kemenkes, 2013, Buku Saku Pelayanan
berhak mendapatkan perlindungan
Kesehatan Ibu di Fasilitas
hukum apabila pasien sebagai Kesehatan Dasar dan Rujukan,
edisi pertama.
Lahan Basah di Provinsi Kalimantan Selatan. Al
Adl: Jurnal Hukum, Volume 8 Issue 1, 2016, hlm.
1.

233
Al’Adl, Volume X Nomor 2, Juli 2018 ISSN 1979-4940/ISSN-E 2477-0124

Kementrian Kesehatan Republik Usmara, 2015, Peran Pelatihan kedokteran


Indonesia, 2011, Pedoman dalam menangani pasiennya,
Pelayanan Kefarmasian Untuk Rajawali Pers, Jakarta.
Terapi Antibiotik. Sudarsono, 1999, Kamus Hukum, edisi
Michael Zwell dalam Wibowo, 2011, kedua, Rineka Cipta, Jakarta.
Kompetisi perawat dalam Wila, 2010, Chandra Supriadi, Hukum
menangani pasien di rumah sakit, Kedokteran, Mandar maju,
Gramedia, Jakarta. Bandung.
Miller, Rankin dan Neathey, Praktek Yanti dan W E Nurul, 2010, Etika Profesi
kedokteran di Indonesia, Buku
Dan Hukum Kebidanan, Pustaka
Kompas, Jakarta. Riham, Yogyakarta.
Nazriah, 2009, Praktek Kebidanan di
Indonesia, Gramedia, Jakarta. Peraturan Perundang-Undangan
Ridwa. HR, 2003, Hukum Administrasi Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.
Negara, UII Press, Yogyakarta. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.
Roeslan, Saleh, 1982, Pikiran-pikiran Undang-Undang No. 36 Tahun 2009
tentang Pertanggungjawaban tentang Kesehatan.
(Pidana), Ghalia Indonesia,
Peraturan Menteri Kesehatan No 28
Jakarta.
Tahun 2017 tentang Izin
Setiawan, 2010, Etika Kebidanan dan penyelenggaraan praktik bidan.
Hukum Kesehatan, Trans Info
Undang-undang No. 23 Tahun 1992
Media, Jakarta.
tentang Kesehatan.
Soerjono Soekanto, 1986, Pengantar
Peraturan pemerintah No. 51 Tahun 2009
Penelitian Hukum, Cetakan
tentang Pekerjaan Kefarmasian.
Ketiga, (UI-PRESS) Universitas
Indonesia. Jakarta. Kepmenkes RI Nomor
369/Menkes/SK/III/2007 tentang
Soerjono Soekanto, 1986, Pengantar
standar Profesi Bidan.
Penelitian Hukum, Cetakan
Ketiga, Universitas Indonesia (UI- Permenkes RI Nomor
PRESS), Jakarta. 1464/Menkes/Per/X/2010, Pasal 6
dan 18, tahun 2014.
Subekti, 2002, Hukum perjanjian,
Intermasa, Jakarta. Undang-undang Tenaga Kesehatan
Sudarti, 2010, Endang Khoirunnisa, Keputusan Menteri Kesehatan Republik
Asuhan Kebidanan Neonatus, Bayi Indonesia Nomor 369 Tahun 2007
dan Anak Balita, Nuha Medika, tentang Standar Profesi Bidan.
Yogyakarta.
Jurnal
Sadjijono, Memahami Beberapa Bab
Pokok Hukum Administrasi, Akhmad. Marwi, Kewenangan Pejabat
Laksbang. Kepala Daerah di Bidang

234
Al’Adl, Volume X Nomor 2, Juli 2018 ISSN 1979-4940/ISSN-E 2477-0124

Kepegawaian dalam Nurhayati, Yati. "The Application Of


Menyelenggarakan Pemerintahan Balance Idea In settlement of
Daerah, Jurnal IUS, Volume IV, Doctor Malpractice Case Through
2011. Penal Mediation”." The 2nd
Proceeding “Indonesia Clean of
Emmy Latifah, “Harmonisasi Kebijakan
Corruption in 2020" (2017).
Pengentasan Ke-miskinan di
Indonesia Yang Berorientasi Pada
Millen-nium Development Goals”, Kamus
Jurnal Dinamika Hukum, Vol. 11 Kamus besar bahasa Indonesia, cetakan
No. 3 2011, Purwokerto: Fakultas ketiga, Balai pustaka: Jakarta,
Hukum Uni-versitas Jenderal 2005.
Soedirman.
Sari N., Haiti, D., & Ifrani, I. (2016).
Mediasi Penal sebagai Alternatif
Penyelesaian Perkara Tindak
Pidana Lingkungan Hidup pada
Lahan Basah di Provinsi
Kalimantan Selatan. Al Adl: Jurnal
Hukum, 8(1).
Tedi, Sudrajat dan Agus Mardiyanto,
“Hak Atas Pela-yanan dan
Perlindungan Kesehatan Ibu dan
Anak (Im-plementasi Kebijakan di
Kabupaten Banyumas)”, Jurnal
Dinamika Hukum, Vol. 12 No. 2
Mei 2012, Purwokerto: Fakultas
Hukum Universitas Jenderal
Soedirman.
Tedi. Sudrajat dan Agus Mardiyanto, Hak
Atas Pelayanan dan Perlindungan
Kesehatan Ibu dan Anak, Jurnal
Dinamika Hukum, Vol. 12,
Fakultas Hukum Universitas
Soedirman.
Nurhayati, Yati. "Perdebatan antara
Metode Normatif dengan Metode
Empirik dalam Penelitian Ilmu
Hukum Ditinjau dari Karakter,
Fungsi, dan Tujuan Ilmu
Hukum." Al Adl: Jurnal Hukum
5.10 (2013).

235
Al’Adl, Volume X Nomor 2, Juli 2018 ISSN 1979-4940/ISSN-E 2477-0124

236

You might also like