You are on page 1of 13

Jurnal

Jurnal Akuakultur
Akuakultur Rawa
Rawa Indonesia 8 (1): 37- 49 (2020)
Indonesia, Putra, :et2303-2960
ISSN al. (2020)

DAYA TETAS TELUR IKAN PATIN (Pangasius hypophthalmus)


PADA pH MEDIA BERBEDA

Hatching Rate of Catfish (Pangasius hypophthalmus) in Different pH


of Media

Prily Lovian Putra1, Dade Jubaedah1*, Mochamad Syaifudin1


1
PS.Budidaya Perairan Fakultas Pertanian UNSRI
Kampus Indralaya Jl. Raya Palembang Prabumulih KM 32 Ogan Ilir Telp. 0711-7728874
*
Korespondensi email : dade.jubaedah@fp.unsri.ac.id

ABSTRACT
The pH of waters is one of external factors that is important for succesful of
hatching of fish egg. The pH stimulates the chorionase enzyme become more active that
can softens the egg chorion. The aim of this study was to determine the optimum pH
value for hatching of catfish eggs. This research has been conducted in Laboratorium
Dasar Perikanan, Study Program of Aquaculture, Agriculture Faculty, Universitas
Sriwijaya from August 31st to September 16th, 2019. The research design used
Completely Randomized Design with five treatments and 3 replications. The treatments
are P1 (pH of 5±0.2), P2 (pH of 6±0.2), P3 (pH of 7±0.2), P4 (pH of 8±0.2) dan P5 (pH
of 9±0.2). The results showed that different value of water pH gave significant effect on
hatching percentage, hatching time and survival rate of catfish larvae but unsignificant
effect on percentage of abnormal larva. The highest hatching percentage (80.33 %) was
in treatment of pH 7 ± 0.2 (P3), the fastest hatching percentage (21.59 hours) was in
treatment of pH 8 ± 0.2 (P4), the highest survival rate of catfish larvae (99.44 %) was in
treatment of pH 7 ± 0.2 (P3) and the highest percentage of abnormal larvae (2.22 %) was
in treatment pH 5 ± 0.2 (P1). During the research, water quality were in tolerance range
for hatching eggs and rearing larvae catfish i.e. temperature of 26.2 – 27.9 oC, dissolved
oxygen of 4.7 – 5.5 mg.L-1, and ammonia of 0.22 – 0.47 mg.L-1.
Key word : Hatching eggs, Catfish, pH value

PENDAHULUAN Hal ini menyebabkan kegiatan budidaya


ikan patin siam lebih dikenal di
Ikan patin siam (Pangasius masyarakat luas dibandingkan dengan
hypophthalmus) adalah satu dari kerabat ikan patin yang lain (Hamid et
beberapa komoditi budidaya air tawar al., 2009).
introduksi dari Thailand yang Beberapa kegiatan budidaya telah
berkembang di Indonesia. Ikan patin cukup banyak dilakukan dalam rangka
siam memiliki pertumbuhan yang cepat mengembangkan pembenihan ikan patin
dan kemampuan beradaptasi yang baik. siam. Namun kendala yang dihadapi

37
Jurnal Akuakultur Rawa Indonesia Putra, et al. (2020)

meskipun ikan tersebut sudah dapat sebagainya yang tidak sesuai dengan
dipijahkan, adalah cukup rendahnya kelenjar endodermal embrio yang
jumlah telur yang menetas dari seluruh berperan dalam menyekresikan enzim
telur yang telah dibuahi. Berdasarkan tersebut (Kumar and Tembhre, 1997).
penelitian Tahapari dan Dewi (2013), Studi tentang pengaruh pH
nilai derajat pembuahan telur ikan patin terhadap ikan patin siam telah dilakukan
pada pH 6,57 – 7,98 adalah 48,55 % dan oleh Syahputra (2008) menunjukkan
nilai derajat penetasannya adalah 35,59 nilai kelangsungan hidup benih ikan
%. Hasil pembuahan dan penetasan patin siam tertinggi pada pH 5,5 sebesar
tersebut mempengaruhi jumlah larva 86,63%. Penelitian Gao et al. (2011)
yang dihasilkan oleh induk ikan. menunjukkan bahwa telur ikan eastern
Permasalahan ini diduga karena catfish (Silurus asotus) atau disebut lele
terhambatnya perkembangan embrio dan Asia Timur, mendapatkan tingkat
terhambatnya sekresi atau terhambatnya penetasan (hatching rate) tertinggi
kerja enzim penetasan (chorionase) dari sebesar 52% pada pH 7. Penelitian
embrio yang dibutuhkan dalam proses Altiara et al. (2016) menunjukkan pH 9
penetasan telur. Mekanisme penetasan memiliki persentase penetasan paling
terjadi karena dua hal, yaitu karena tinggi untuk telur ikan gabus (Channa
adanya aktivitas gerakan embrio dan striata), sedangkan telur ikan baung
adanya kerja enzim korionase yang (Hemibagrus nemurus Blkr.) pada pH
mereduksi korion telur (Blaxter, 1969 7±0,02 (Irawan, 2010). Berdasarkan dari
dalam Isriansyah, 2011). hasil penelitian tersebut, menunjukkan
Penetasan telur ikan dipengaruhi bahwa nilai pH terbaik untuk penetasan
oleh beberapa faktor, yaitu faktor telur ikan pada setiap spesies berbeda.
internal (kualitas telur dan hormon) dan Dengan demikian, diperlukan kajian
faktor eksternal (suhu, alkalinitas, tentang pengaruh pH media terhadap laju
salinitas, amonia, pencahayaan dan pH) penetasan dan tingkat penetasan pada
(Tang dan Affandi, 2001). Terhambatnya telur ikan patin siam.
sekresi dan kerja enzim korionase
tersebut dapat disebabkan oleh
parameter-parameter lingkungan seperti
suhu, pH, oksigen terlarut, salinitas dan

38
Jurnal Akuakultur Rawa Indonesia Putra, et al. (2020)

BAHAN DAN METODA 0,2), P5 (pH 9 ± 0,2) (Altiara et al,


2016).
Tempat dan Waktu
Penelitian ini telah dilaksanakan di Cara Kerja
Laboratorium Dasar Perikanan, Program Persiapan Wadah dan Induk
Studi Budidaya Perairan, Jurusan Akuarium sebanyak 15 unit
Perikanan, Fakultas Pertanian, dibersihkan terlebih dahulu dan
Universitas Sriwijaya pada tanggal 31 disterilisasi dengan larutan PK 20 ppm
Agustus – 16 September 2019. selama 24 jam lalu dibilas sampai bersih
Bahan dan Alat kemudian diisi air sebanyak 10 liter, dan
Bahan yang digunakan selama dipasang aerasi. Air yang digunakan
penelitian adalah induk ikan patin siam untuk penetasan telur adalah air tawar
terdiri dari induk jantan (bobot 7 ± 0,5 yang bersumber dari sumur yang
kg) dan induk betina (bobot 10 ± 0,5) , sebelumnya telah diendapkan di dalam
HCG, Ovaprim, larutan Kalium bak penampungan selama 3 hari.
Permanganat, telur ikan patin, Tubifex Masing-masing akuarium diberi label
sp., Artemia, larutan NaOH (0,1 N), sesuai perlakuan secara acak. Induk ikan
larutan H2SO4 (0,1 N), lumpur tanah liat. patin siam diperoleh dari BBI Indralaya
Alat yang digunakan selama yang telah melalui proses seleksi terlebih
penelitian adalah mikroskop, sendok, dahulu.
spuit suntik, beaker glass, aerator, pH
meter, DO meter, termometer, Pembuatan Media Air Perlakuan
spektrofotometer, akuarium, bulu ayam. Pembuatan media air dilakukan
setelah proses penyuntikan induk ikan
Metoda patin. pH awal media penetasan adalah
Rancangan Percobaan 5,2. Setelah pH air media diketahui,
Penelitian ini menggunakan maka untuk memperoleh P1 (pH 5±0,2)
Rancangan Acak Lengkap (RAL) yang dengan memberikan H2SO4 ke media air
terdiri dari lima perlakuan dan tiga penetasan untuk menurunkan pH dan P2
ulangan. Adapun perlakuan dalam (pH 6±0,2), P3 (pH 7±0,2), P4 (pH
penelitian ini adalah P1 (pH 5 ± 0,2), P2 8±0,2), P5 (pH 9±0,2) dengan
(pH 6 ± 0,2), P3 (pH 7 ± 0,2), P4 (pH 8 ± memberikan larutan NaOH untuk

39
Jurnal Akuakultur Rawa Indonesia Putra, et al. (2020)

menaikkan nilai pH masing-masing perbandingan NaCl dan sperma sebesar


sesuai perlakuan. Cara menjaga nilai pH 4:1. Induk betina dilakukan stripping
agar tetap berada pada kisaran perlakuan dengan menekan perut ke arah alat
pada masing-masing akuarium adalah kelamin ikan untuk mengeluarkan telur
dilakukan pengecekan setiap 4 jam dan ditampung di dalam baskom.
sekali. Sperma dan telur yang telah didapatkan
dicampurkan ke dalam satu baskom dan
Penyuntikan Hormon diaduk dengan menggunakan sehelai
Sperma dan telur ikan patin siam bulu ayam sampai merata (Slembrouck
diperoleh dari hasil pemijahan buatan et al., 2005). Telur dicuci dengan air
dengan menggunakan 1 induk jantan dan bersih beberapa kali untuk
1 induk betina. Induk betina diberi dua menghilangkan epitel dan cairan sperma
kali suntikan hormon, suntikan pertama yang tidak membuahi. Telur ikan patin
menggunakan HCG dengan dosis 1,7 siam bersifat adhesif, sehingga untuk
ml.kg-1. Suntikan kedua menggunakan menghilangkan daya rekat pada telur
ovaprim dengan dosis 0,6 ml.kg-1 yang dicuci menggunakan lumpur tanah liat
diberikan 24 jam setelah penyuntikan dan diaduk kembali dengan sehelai bulu
HCG. Sedangkan penyuntikan ovaprim ayam secara perlahan sampai telur tidak
untuk induk jantan dilakukan bersamaan lagi menempel satu sama lain
dengan suntikan kedua induk betina. (Slembrouck et al., 2005). Lumpur tanah
Penyuntikan induk secara intramuscular liat dan telur dipisahkan menggunakan
di bawah sirip punggung (Slembrouck et serok halus. Telur hasil saringan,
al., 2005). dimasukkan ke dalam air bersih.

Pengambilan Sperma dan Persiapan Penetasan Telur


Telur Telur ikan yang telah terbuahi
Pengambilan sperma ikan patin dengan ciri-ciri tetap tembus pandang
siam dilakukan dengan melakukan ditebar sebanyak masing-masing 100
stripping secara perlahan pada bagian butir ke 15 unit akuarium dan diamati
urogenital. Sperma tersebut ditampung perkembangannya hingga menetas
dalam beaker glass dan diencerkan (Altiara et al, 2016). Perkembangan
dengan larutan NaCl 0,9 % dengan telur diamati proses embriogenesisnya

40
Jurnal Akuakultur Rawa Indonesia Putra, et al. (2020)

4 jam sekali. Selama proses penetasan terjadi pembuahan (To) hingga telur
tidak dilakukan pergantian air. Telur menetas 90% (Tn) dengan rumus :
yang mati dihitung dan dibuang dengan T = Tn - To
cara disipon.
Kelangsungan Hidup Larva
Pemeliharaan Larva Persentase kelangsungan hidup
Larva hasil penetasan telur dihitung menggunakan rumus sebagai
dipelihara pada pH media sesuai berikut :
perlakuan selama 15 hari. Larva diberi Kelangsungan hidup
pakan alami berupa Artemia hari ke 3 - 5 = (∑ikan akhir/∑ikan awal) x 100%
(D3-D5) (Slembrouck et al., 2005) dan
cacing sutera hari ke 6 - 15 (D6-D15) Persentase Larva Abnormal
dengan frekuensi pemberian sebanyak 4 Abnormalitas larva merupakan
kali sehari (BSN, 2000). Jumlah Artemia telur yang menetas menjadi larva cacat
yang diberikan adalah 20 artemia/larva (abnormal). Persentase abnormalitas
ikan patin yang dihitung secara larva dihitung dengan menggunakan
volumetrik untuk satu akuarium dan rumus :
cacing sutera sebanyak 1 gram untuk 100 Larva abnormal
ikan untuk 4 kali pemberian = (∑Larva abnormal/∑Larva total) x 100 %
(Slembrouck et al., 2005).
Kualitas Air
Parameter yang Diamati Selain pH sebagai faktor
Persentase Penetasan perlakuan, peubah kualitas air lain yang
Persentase penetasan (Hatching diukur meliputi suhu, DO (Dissolved
Rate) dihitung dengan menggunakan Oxygen) dan amonia pada tahap
rumus penetasan dan pemeliharaan. Suhu
Persentase penetasan diukur setiap hari selama penelitian pada
= (∑Telur menetas/∑Telur dibuahi) x 100 % waktu pagi dan sore. DO (Dissolved
Oxygen) atau oksigen terlarut diukur 3
Lama Waktu Penetasan kali selama penelitian pada awal, tengah
Lama waktu penetasan telur (T) dan akhir penelitian. Amonia diukur
diketahui dengan cara menghitung waktu pada akhir pemeliharaan larva ikan patin.

41
Jurnal Akuakultur Rawa Indonesia Putra, et al. (2020)

Analisis Data pH 7 ± 0,2 (P3) berbeda nyata lebih


Data persentase penetasan telur, tinggi dibandingkan perlakuan lainnya.
lama waktu penetasan telur, persentase Sementara persentase penetasan telur
kelangsungan hidup larva dan persentase ikan patin siam pada pH 5 ± 0,2 (P1),
larva abnormal yang diperoleh dianalisis berbeda nyata lebih rendah dibandingkan
ragam. Apabila data menunjukkan perlakuan lainnya.
pengaruh berbeda nyata dilanjutkan Persentase penetasan telur tertinggi
dengan uji Beda Nyata Terkecil (BNT) ikan patin siam terdapat pada perlakuan
dengan selang kepercayaan 95%. Data pH 7 ± 0,2 (P3). Hal ini menunjukkan
kualitas air dianalisis secara deskriptif bahwa perlakuan P3 merupakan kondisi
dengan ditunjang literatur. pH yang optimum untuk proses
penetasan telur ikan patin siam. Menurut
HASIL DAN PEMBAHASAN Nchedo dan Chijioke (2012), pH
optimum untuk penetasan telur ikan
Persentase Penetasan Telur Ikan berkisar 7,5 – 8,5. Menurut Nadirah et
Patin Siam al, (2014), perlu pendekatan konsentrasi
Persentase penetasan telur ikan ion antara telur dan lingkungan agar
patin siam selama penelitian tercantum energi yang digunakan untuk proses
pada Tabel 1. Berdasarkan analisis osmoregulasi mampu dimaksimalkan
ragam menunjukkan bahwa pH media untuk perkembangan embrio dan dapat
yang berbeda berpengaruh nyata mempertahankan kelangsungan hidup
terhadap persentase penetasan telur ikan embrio.
patin siam. Uji BNTα0,05 menunjukkan
bahwa persentase penetasan telur pada

Tabel 1. Persentase penetasan telur ikan patin siam selama penelitian


Ulangan Rerata (%)
Perlakuan Jumlah Std
1 2 3 BNT0,05 = 5,81
P1 (pH 5 ± 0,2) 52 54 49 155 51,67a 2,52
P2 (pH 6 ± 0,2) 64 68 69 201 67,00c 2,65
P3 (pH 7 ± 0,2) 78 81 82 241 80,33d 2,08
P4 (pH 8 ± 0,2) 75 71 68 214 71,33c 3,51
P5 (pH 9 ± 0,2) 58 64 55 177 59,00b 4,58
Keterangan : Angka yang diikuti dengan huruf superskrip yang berbeda menunjukkan berbeda nyata.

42
Jurnal Akuakultur Rawa Indonesia Putra, et al. (2020)

Persentase telur menetas terendah cangkang bahkan dapat mengalami


terdapat pada ikan patin siam dengan kematian pada embrio.
perlakuan pH 5 ± 0,2 (P1). Hal ini
diduga karena pH yang rendah Lama Waktu Penetasan Telur Ikan
menyebabkan terganggunya proses Patin Siam
metabolisme dalam telur dan dapat Lama waktu penetasan telur ikan
menyebabkan kematian pada embrio. patin siam selama penelitian tercantum
Menurut Tataje et al. (2015), pH kurang pada Tabel 2.
dari 5,5 mampu menonaktifkan enzim Berdasarkan analisis ragam
korionase dan bersifat berbahaya untuk menunjukkan bahwa pH media yang
perkembangan telur ikan bahkan berbeda berpengaruh nyata terhadap
menyebabkan kematian. Menurut lama waktu penetasan telur ikan patin
Nchedo dan Chijioke (2012), telur ikan siam. Uji BNTα0,05 menunjukkan bahwa
tidak mampu menetas pada pH air 4 dan lama waktu penetasan telur pada pH 8 ±
10. Menurut Irawan (2010), pH media 0,2 (P4) berbeda nyata lebih cepat
air penetasan yang asam menyebabkan dibandingkan perlakuan lainnya.
metabolisme dalam telur tidak optimal Sementara lama waktu penetasan telur
sehingga kerja mekanik tidak berjalan ikan patin siam pada pH 5 ± 0,2 (P1),
dengan baik yang mengakibatkan embrio berbeda nyata lebih lama dibandingkan
kesulitan dalam membebaskan diri dari perlakuan lainnya.

Tabel 2. Lama waktu penetasan telur ikan patin siam


Ulangan Rerata (jam)
Perlakuan Jumlah Std
1 2 3 BNT0,05 = 0,45
P1 (pH 5 ± 0,2) 27,72 27,62 27,23 82,57 27,52e 0,26
P2 (pH 6 ± 0,2) 26,02 26,22 25,03 77,27 25,76d 0,63
P3 (pH 7 ± 0,2) 23,35 23,57 23,70 70,62 23,54c 0,18
P4 (pH 8 ± 0,2) 21,63 21,45 21,68 64,76 21,59a 0,12
P5 (pH 9 ± 0,2) 22,78 22,03 22,53 67,34 22,45b 0,38
Keterangan : Angka yang diikuti dengan huruf superskrip yang berbeda menunjukkan berbeda nyata.

Waktu penetasan tercepat mempercepat penetasan pada telur ikan


terdapat pada perlakuan pH 8 ± 0,2 patin siam. Menurut Tang dan Affandi
(P4). Hal ini diduga bahwa perlakuan (2001), kerja enzim korionase yang
P4 adalah kondisi pH yang mampu dikeluarkan oleh kelenjar endodermal

43
Jurnal Akuakultur Rawa Indonesia Putra, et al. (2020)

di daerah pharynk embrio akan menghambat perkembangan embrio


optimum pada pH 7,1 - 9,6 sehingga telur ikan patin siam dan kinerja enzim
aktif mereduksi korion yang korionase tidak optimum. Menurut Gao
mengandung pseudokeratine hingga et al (2011), waktu penetasan akan
menjadi lembik. Banyak yang telah semakin meningkat seiring dengan
melaporkan hasil penelitiannya tentang rendahnya nilai pH. Menurut Sukendi
lama waktu penetasan telur ikan di (2003), kondisi pH tidak optimum pada
kondisi pH air yang berbeda. Gao et al. media penetasan menyebabkan kinerja
(2011), melaporkan penetasan telur enzim korionase dalam telur ikan
ikan Estern catfish (Silorus asotus) terganggu, sehingga waktu yang
tercepat pada kondisi pH 10. Penetasan dibutuhkan telur untuk menetas
telur ikan mas (Cyprinus carpio) semakin lama.
tercepat pada pH 8 (Mukminin, 2019).
Menurut Altiara et al. (2016), Kelangsungan Hidup Larva Ikan
penetasan telur ikan gabus (Channa Patin Siam
striata) tercepat pada pH 8. Kelangsungan hidup larva ikan
Waktu penetasan terlama patin siam dengan pH berbeda selama
terdapat pada perlakuan pH 5 ± 0,2 penelitian tercantum pada Tabel 3.
(P1). Hal ini diduga pH yang rendah

Tabel 3. Kelangsungan hidup larva ikan patin siam


Ulangan Rerata (%)
Perlakuan Jumlah Std
1 2 3 BNT0,05 = 5,74
P1 (pH 5 ± 0,2) 68,33 71,67 66,67 207,50 68,89a 2,55
P2 (pH 6 ± 0,2) 96,67 91,67 96,67 285,00 95,00cd 2,89
P3 (pH 7 ± 0,2) 100,00 100,00 98,33 298,33 99,44d 0,96
P4 (pH 8 ± 0,2) 100,00 90,00 90,00 280,00 93,33c 5,77
P5 (pH 9 ± 0,2) 88,33 86,67 86,67 261,67 87,22b 0,96
Keterangan : Angka yang diikuti dengan huruf superskrip yang berbeda menunjukkan berbeda nyata.

Berdasarkan analisis ragam kelangsungan hidup larva ikan patin


menunjukkan bahwa pH media yang siam diberi perlakuan pH 7 ± 0,2 (P3)
berbeda berpengaruh nyata terhadap berbeda nyata lebih tinggi dibandingkan
kelangsungan hidup larva ikan patin. Uji perlakuan lainnya, tetapi tidak berbeda
BNTα0,05 menunjukkan bahwa nyata dengan perlakuan pH 6 ± 0,2 dan

44
Jurnal Akuakultur Rawa Indonesia Putra, et al. (2020)

perlakuan pH 6 ± 0,2 (P2) tidak berbeda % lebih rendah dibandingkan pH 7


nyata dengan perlakuan pH 8 ± 0,2 (P4). dengan waktu penetasan telur ikan
Sementara kelangsungan hidup larva selama 23,70 jam memiliki
ikan patin pada P1 (pH 5 ± 0,2), berbeda kelangsungan hidup 84,52 % (Altiara et
nyata lebih rendah dibandingkan al, 2016).
perlakuan lainnya. Kelangsungan hidup larva ikan
Kelangsungan hidup larva ikan patin siam terendah terdapat pada
patin siam tertinggi terdapat pada perlakuan P1. Diduga larva ikan patin
perlakuan pH 7 ± 0,2 (P3). Hal ini tidak mampu menyesuaikan diri pada pH
menunjukkan bahwa pH 7 ± 0,2 (P3) rendah. Menurut Surbakti (2015), pH
merupakan pH yang optimum untuk rendah mempengaruhi struktur insang
pemeliharaan larva ikan patin siam. sehingga dapat mempengaruhi tingkat
Menurut BSN (2000), sesuai baku mutu konsumsi oksigen. Menurut Tang dan
pH yang baik untuk pemeliharaan larva Affandi (2001), perubahan struktur
ikan patin adalah 6,5 – 8,5. Menurut insang ikan membuat sistem
Minggawati dan Saptono (2012), pH osmoregulasi dan ekskresi pada tubuh
optimum untuk pemeliharaan ikan patin ikan akan terganggu yang dapat
7 – 8,5. membuat tekanan osmotik cairan tubuh
Berdasarkan hasil penelitian tidak ideal dan akan menyebabkan laju
menunjukkan bahwa meskipun lama biosintesis terhambat dan akhirnya
waktu penetasan tercepat diperoleh pada mengganggu tingkat sintasan dan
pH 8 ± 0,2 namun persentase penetasan pertumbuhan ikan.
dan kelangsungan hidup larva yang
diperoleh relatif lebih rendah Persentase Larva Abnormal
dibandingkan pada pH 7 ± 0,2. Hal ini Persentase larva abnormal dengan
menunjukkan bahwa penetasan telur ikan pH air berbeda selama penelitian
yang terlalu cepat juga berdampak tidak tercantum pada Tabel 4. Setelah data
baik bagi kelangsungan hidup larva. ditransformasi akar kuadrat, hasil
Pada ikan gabus, penetasan pada pH 8 analisis ragam menunjukkan bahwa pH
menghasilkan lama waktu penetasan yang berbeda pada air media
telur tercepat selama 20,23 jam namun pemeliharaan berbeda tidak nyata
kelangsungan hidup larva sebesar 58,86 terhadap abnormalitas larva ikan patin

45
Jurnal Akuakultur Rawa Indonesia Putra, et al. (2020)

siam. Menurut Mount (1973), tingkah genetik, abnormalitas dapat


laku ikan menjadi abnormal dan ikan menyebabkan menurunnya total
akan mengalami kecacatan pada pH panjang tubuh pada ikan akibat dari
<5. Menurut Iswanto dan Suprapto mutasi pada lokus gen. Abnormalitas
(2015), abnormalitas bentuk disebabkan oleh tekanan lingkungan
morfologis tersebut dinyatakan dengan alam, polusi antropogenik, kesalahan
kelainan atau penyimpangan bentuk upaya pemijahan dan pemeliharaan
organ-organ tubuh (deformitas) serta (Prochazka, 2009) dan beberapa faktor
tidak seimbangnya (asimetris) lain seperti genetik, parasit,
karakteristik meristik (jumlah) di penanganan dan nutrisi (Silverstone &
antara pasangan organ-organ bilateral. Hammell, 2002).
Menurut Kadarini et al. (2018), secara

Tabel 4. Larva abnormal ikan patin siam


Ulangan
Perlakuan Jumlah Rerata (%) STDEV
1 2 3
P1 (pH 5 ± 0,2) 0,00 1,67 5,00 6,67 2,22 2,55
P2 (pH 6 ± 0,2) 1,67 0,00 3,33 5,00 1,67 1,67
P3 (pH 7 ± 0,2) 0,00 0,00 1,67 1,67 0,56 0,96
P4 (pH 8 ± 0,2) 1,67 0,00 0,00 1,67 0,56 0,96
P5 (pH 9 ± 0,2) 1,67 0,00 0,00 1,67 0,56 0,96
Jumlah 16,67 5,56
Rerata 1,11

Gambar larva ikan patin yang Kualitas air


normal dan abnormal disajikan pada Data hasil pengukuran kualitas air
Gambar 1 dan Gambar 2. penetasan telur ikan patin siam selama
penelitian tercantum pada Tabel 5.
Berdasarkan data pada Tabel 5,
menunjukkan bahwa nilai suhu dan DO
media pemeliharaan larva relatif sedikit
lebih rendah dari baku mutu suhu dan
Sirip dada kanan lebih kecil
DO yang baik untuk pemeliharaan larva
Gambar 1. Larva Gambar 2. Larva ikan patin (BSNI, 2000).
ikan patin normal ikan patin abnormal

46
Jurnal Akuakultur Rawa Indonesia Putra, et al. (2020)

Tabel 5. Kualitas air selama penelitian


Parameter
Perlakuan
Suhu (oC) DO (mg.l-1) Amonia (mg.l-1)
P1 (pH 5 ± 0,2) 26,3 – 27,5 4,8 – 5,1 0,45 – 0,47
P2 (pH 6 ± 0,2) 26,2 – 27,9 4,7 – 5,2 0,22 – 0,47
P3 (pH 7 ± 0,2) 26,3 – 27,7 4,7 – 5,3 0,36 – 0,42
P4 (pH 8 ± 0,2) 26,3 – 27,6 4,8 – 5,5 0,36 – 0,43
P5 (pH 9 ± 0,2) 26,3 – 27,7 4,7 – 5,5 0,40 – 0,42
Baku Mutu (BSN, 2000) 27 – 30 >5 <0,02

Meskipun demikian, suhu dan DO KESIMPULAN DAN SARAN


media pemeliharaaan yang terukur
tersebut masih dapat ditoleransi oleh Kesimpulan
larva ikan patin. Hal ini ditunjukkan Berdasarkan hasil penelitian ini
dengan masih tingginya kelangsungan diperoleh bahwa pH 7 ± 0,2
hidup larva ikan patin yang diperoleh menghasilkan persentase penetasan telur
selama penelitian yang masih berada sebesar 80,33 % dan kelangsungan hidup
dalam kisaran BSNI (2000), yaitu larva sebesar 99,44 %. Namun lama
berkisar antara 75 – 80 %, namun hanya waktu penetasan telur tercepat diperoleh
P1 yang hanya berada sedikit lebih pada pH 8 ± 0,2 selama 21,59 jam,
rendah yaitu sebesar 69,17 %. sedangkan perlakuan pH yang berbeda
Amonia terlarut selama penelitian tidak berpengaruh terhadap persentase
berkisar 0,22 – 0,47 mg.l-1. Berdasarkan abnormal larva. Selama penelitian,
data tersebut, kandungan amonia terlarut kualitas air berada pada kisaran toleransi
melebihi baku mutu yaitu sebesar <2 untuk penetasan dan pemeliharaan larva
mg.l-1 (BSN, 2000). Meskipun demikian, ikan patin yaitu suhu 26,2 – 27,9 oC,
kandungan amonia tersebut masih berada oksigen terlarut 4,7 – 5,5 mg.l-1, dan
dalam toleransi untuk pemeliharaan ikan amonia 0,22 – 0,47 mg.l-1.
patin yaitu maksimum 1 mg.l-1
(Mahyuddin, 2010). Saran
Penetasan telur ikan patin siam
sebaiknya dilakukan pada media pH 7 ±
0,2.

47
Jurnal Akuakultur Rawa Indonesia Putra, et al. (2020)

DAFTAR PUSTAKA Kadarini, T., Yamin, M., & Musthofa,


S.Z., 2018. Reproduction, growth,
survival and vertebra abnormalities
Altiara, A., Muslim., dan Fitrani, M., inheritance of hybrid balloon and
2016. Persentase penetasan telur normal red rainbowfish
ikan gabus (Channa striata) pada (Glossolepis incius). AACL
pH air yang berbeda. Jurnal Bioflux. 11(4). 1173 – 1182.
Akuakultur Rawa Indonesia. 4 (2) . Kordi, M.G.H., dan Tancung, A.B.,
140 – 151. 2007. Pengelolaan Kualitas Air
Badan Standarisasi Nasional, 2000. SNI : dalam Budi Daya Perairan.
01-6483.4-2000 Produksi Benih Jakarta : Rineka Cipta.
Ikan Patin Siam (Pangasius Kumar, S., and Tembhre, M., 1997.
hypophthalmus) Kelas Benih Anatomy and physiology of fishes.
Sebar. Bogor : BSNI. New Delhi : Vikas Publishing
Gao, Y., Kim, S.G., & Lee, J.Y., 2011. House PVT LTD.
Effects of pH on Fertilization and Mahyuddin, K., 2010. Panduan Lengkap
The Hatching Rates of Far Eastern Agribisnis Patin. Jakarta : Penebar
Silurus asotus. Fisheries and Swadaya.
Aquatic Sciences. 14(4), 417 - 420.
Minggawati, I., dan Saptono,. 2012.
Hamid, A.M., Wahyu, B.W., Rangga, Parameter kualitas air utuk
W., Lubis, R.A., dan Furusawa, budidaya ikan patin (Pangasius
A., 2009. Analisa efektivitas pangasius) di karamba sungai
managemen induk dan Kahayan, kota Palangka Raya.
pembenihan ikan patin siam Jurnal Ilmu Hewani Tropika. 1
(Pangasius hypophthalmus) di (1). 27 – 30.
BBAT Jambi. Jurnal Akuakultur
Indonesia, 8 (1), 29 – 35. Mount, D.I., 1973. Chronic effect of low
pH on fathead minnow survival,
Irawan, R., 2010. Persentase Penetasan growth and reproduction. Water
Telur Ikan Baung (Hemibagrus
Research Pergamon Press. 7. 987
nemurus Blkr.) dengan pH – 993.
Berbeda. Skripsi. Fakultas
Pertanian Univeristas Sriwijaya. Mukminin, A., (2019). Pengaruh pH
yang Berbeda Terhadap Daya
Isriansyah, 2011. Daya Tetas Telur Ikan Tetas Telur Ikan Mas (Cyprinus
Patin (Pangasius hypophthalmus) carpio, L). Skripsi. Fakultas
pada Media dengan Salinitas yang Perikanan dan Ilmu Kelautan
Berbeda. Jurnal Ilmu Perikanan
Universitas Bung Hatta.
Tropis. 14 (2). 11 – 17.

Nadirah, M., Munafi, A.B.A., Anuar,


Iswanto, B., dan Suprapto, R., 2015. K.K., Mohammad, R.Y.R., dan
Abnormalitas morfologis benih Najiah, M., 2014. Suitability of
ikan lele afrika (Clarias water salinity for hatching and
gariepinus) strain mutiara. Jurnal
survival of newly hatched larvae of
Media Akuakultur. 10 (2). 51 – 57.
climbing perch (Anabas

48
Jurnal Akuakultur Rawa Indonesia Putra, et al. (2020)

testudineus). Songklanakarin Pemeliharaan. Skripsi. Fakultas


Journal of Science and Pertanian Universitas Sriwijaya.
Technology. 36 (4), 433 – 437. Tahapari, E., dan Dewi, R.R.S.P.S.,
Nchedo, A.C., dan Chijioke, O.G., 2012. 2013. Peningkatan performa
Effect of pH on hatching and reproduksi ikan patin siam
larval survival of African catfish (Pangasianodon hypophthalmus)
(Clarias gariepinus). Nature and pada musim kemarau melalui
Science. 10 (8). 47 – 52. induksi hormonal. Berita Biologi.
12(2). 203 – 209.
Prochazka, E., 2009. Incidence of
Malformations in Fish Tang, U.M., dan Affandi, R., 2001.
Embryos/Larvae. Review. Smart Biologi Reproduksi Ikan. Riau :
Water Research Facility, Griffith Pusat Penelitian Kawasan Pantai
University. dan Perairan Universitas Riau.
Silverstone, A.M., dan Hammell, K.L., Tataje, D.A.R., Baldisserotto, B., dan
2002. Spinal deformities in farmed Filho, E.Z., 2015. The effect of
atlantic salmon. Canadian water pH on the incubation and
Veterinary Journal : Revue larviculture of curimbutá
Veterinaire Canadienne. 43(10), Prochilodus lineatus
782 – 784. (Valencinennes, 1837)
Slembrouck, J., Komarudin, O., Maskur, (Characiformes:
Prochilodontidae). Neutropical
dan Legendre, M., 2005. Petunjuk
Ichthyology Journal. 1 (1).
Teknis Pembenihan Ikan Patin
Indonesia, Pangasius djambal.
Jakarta : Badan Riset Kelautan dan
Perikanan.
Sukendi, 2003. Vitelogenesis dan
Manipulasi Fertilisasi pada Ikan.
Bahan Mata Kuliah Ajaran Biologi
Reproduksi Ikan. Jurusan
Budidaya Perairan Fakultas
Perikanan dan Ilmu Kelautan
Universitas Riau.
Surbakti, T., 2015. Performa Sintasan
dan Pertumbuhan Larva Ikan
Gabus (Channa striata) pada
Perlakuan pH yang Berbeda.
Skripsi. Fakultas Perikanan dan
Ilmu Kelautan. Institut Pertanian
Bogor.
Syahputra, R., 2008. Kelangsungan
Hidup dan Pertumbuhan Benih
Ikan Patin Siam (Pangasius
hypophthalmus) pada Berbagai
pH dan DO Air Media

49

You might also like