Professional Documents
Culture Documents
5
EKSISTENSI KAMPUNG SIAGA BENCANA (KSB) TUNAS BANGSA
DALAM PENANGGULANGAN KORBAN BENCANA ALAM
This research aims to describe the existence of KSB Tunas Bangsa in overcoming victims of natural disasters
in Garut Regency. This type of research is descriptive, targeting 53 subjects from the Disaster Alert Village (KSB). The
object of research includes the characteristics of members of the KSB, the ability of the KSB in managing logistics;
and the ability of the KSB in disaster victims management. Data collection techniques for interviewing, observing, and
studying documents. Data and information were analyzed descriptively qualitatively.The results showed that KSB Tunas
Bangsa had sufficient ability both in managing logistics and in dealing with victims of natural disasters, although there
were problems relating to proper storage of logistics, provision of logistics, and the lack of Education and training (Diklat)
for the KSB Tunas Bangsa vagi disasters. One of the recommendations proposed is the need for KSB to have disaster
management facilities and infrastructure such as social barns and social substations that function as a place to collect
basic goods needed by disaster victims, both in the form of consumer goods and non-consumption logistics goods.
Likewise, technical assistance needs to be held about managing KSB logistics.
Abstrak
Riset ini bertujuan mendeskripsikan eksistensi KSB Tunas Bangsa dalam penanggulangan korban bencana
alam di Kabupaaten Garut. Tipe penelitian deskriptif, dengan sasaran subjek 53 orang anggota Kampung Siaga
Bencana (KSB). Objek penelitian mencakup karakteristik anggota KSB, Kemampuan KSB dalam mengelola logistic;
dan kemampuan KSB dalam penanggulangan korban bencana. Teknik pengumpulan data wawancara, observasi, dan
telaah dokumen. Data dan informasi dianalisis secara deskriptif kualitatif. Hasil penelitian menunjukkan, bahwa KSB
Tunas Bangsa memiliki kemampuan yang cukup baik dalam mengelola logistic dan dalam menangani korban bencana
alam, meskipun ada masalah yang berkait dengan tepat penyimpanan logistic, penyediaan logistic, dan minimnya
Pendidikan dan pelatihan(Diklat) kebencanaan bagi KSB Tunas Bangsa. Salah satu rekomendasi yang diajukan adalah
perlunya KSB memiliki sarana dan prasarana penanggulangan bencana seperti lumbung sosial dan gardu social
yang berfungsi sebagai tempat penampungan barang kebutuhan pokok yang dibutuhkan korban bencana, baik yang
berupa barang konsumsi maupun barang logistic non konsumsi. Demikian juga perlu diselenggarakan bimtek tentang
pengelolaan logistic KSB.
Kata Kunci: Eksistensi; Kampung Siaga Bencana (KSB), Penanggulangan Korban Bencana
237
Media Informasi Penelitian Kesejahteraan Sosial, Vol. 43, No. 3, Desember 2019, 237-250
238
Eksistensi Kampung Siaga Bencana (KSB) Tunas Bangsa dalam Penanggulangan Korban Bencana Alam
factor non alam, dan faktor manusia sehingga warga miskin dan yal ini berasal dari ketimpangan
mengakibatkan timbulnya korban jiwa manusia, sosial-ekonomi dan lingkungan alam.
kerusakan lingkungan, kerugian harta benda Belajar dari pengalaman panjang
dan dampak psikologis2. Bencana alam memberi masyarakat local bagaimana menghadapi
dampak yang sangat luas bagi kehidupan dan kejadian bencana alam yang bertubi-tubi,
penghidupan masyarakat terdampak bencana. antisipasi, adaptasi, tindakan dan kendala
Dampak yang ditimbulkan bencana alam bersifat menghadapi, maka pemerintah, khususnya
destruktif, merugikan, dan memerlukan pemulihan Kementerian Sosial RI telah melakukan
waktu yang relatif tidak singkat. Akibat bencana perubahan paradigma dalam penanggulangan
alam selalu menimbulkan dampak berantai bencana dengan menempatkan kemandirian
baik dampak psikologis, sosial, ekonomi, fisik, masyarakat local sebagai kesatuan aktif yang
ekonomi, dan dampak lain. Dampak psikologis memiliki kemampuan dan keterampilan merespon
diantaranya munculnya perasaan sedih, cemas, bencana. Kearifan local yang berisi pengetahuan
dan tidak berdaya akan masa depan, sehingga local dinamis yang sudah menyatu dengan
dapat menimbulkan gejala depresi. Dampak sosial pengalaman panjang, sistem nilai, kebiasaan dan
mengakibatkan adanya perubahan kebiasaan budaya setempat, menjadi peluang yang tepat bagi
karena kehilangan pekerjaan, harta benda, Kementerian Sosial untuk mengambil kebijakan
kehilangan atau perpisahaan dengan anggota pada level local. Caranya adalah mengintegrasikan
keluarga. dampak fisik dan ekonomi diantaranya semangat kemandirian, keswadayaan, dan
dapat dilihat dari luka-luka, kematian, hancurya memperkuat partisipasi masyarakat local dalam
tempat tinggal, dan rusaknya tempat atau sarana- proses kegiatan penanggulangan bencana alam
prasarana publik dan ekonomi. Dampak lain akibat dengan memfasilitasi perencanaan pendekatan
bencana alam antara lain hilangnya sumber daya, program yang sesuai kebutuhan lokalitas ke
timbulnya berbagai penyakit, dan terganggunya dalam suatu wadah yang disebut Kampung Siaga
pelaksanaan program pembangunan di daerah Bencana (KSB).
bencana (Sunit Agus Tri Cahyono 2011: 25-27).3 Kearifan lokal berkait dengan alam
Berkait korban jiwa, ESCAP-PBB mendata merupakan suatu bentuk kearifan perilaku hidup
sedikitnya terdapat 191.164 jiwa yang tewas masyarakat di suatu daerah tertentu dalam
akibat bencana alam di Indonesia selama 1980- berinteraksi dengan lingkungan tempat mereka
2009. Laporan itu juga merilisi bahwa kerugian hidup. setiap daerah memiki kearifan lokal
akibat bencana alam diperparah oleh kemiskinan4. spesifik, sehingga antara daerah satu dengan
Sebagai perbandingan dampak yang ditimbulkan daerah lain berbeda. Perbedaan ini disebabkan
bencana alam selama tahun 2016 adalah 375 oleh kebutuhan, masalah dan tantangan hidup
orang tewas, 383 jiwa luka-luka, 2,52 juta jiwa yang berbeda-beda sehingga melahirkan
menderita dan mengungsi, dan lebih 34 ribu rumah berbagai pengalaman perilaku yang berbeda dan
rusak.Tingkat kerentanan lebih besar diderita oleh dinamis berkait dengan lingkungan sosial maupun
alam sejalan dengan berubahnya waktu, dan
2 Hadi Purnomo dan Ronny Sugiantoro. (2010). tatanan sosial budaya yang ada di masyarakat,
Manajemen Bencana Respons dan Tindakan terhadap termasuk dalam beradaptasi dengan lingkungan
Bencana. Yogyakarta: MedPress
3 Sunit Agus Tri Cahyono. (2011). Kajian Faktor atau menghadapi tatangan bencana alam.
Penyebab dan Dampak Sosial Bencana Banjir Wasior. Pengetahuan dan pengalaman mereka bersama
Yogyakarta: B2P3KS Press
lingkungan setempat yang telah diwariskan turun-
4 Laporan «The Asia Pacific Disaster Report 2010»
yang disusun oleh Komisi Ekonomi dan Sosial PBB untuk temurun dijadikan pedoman yang akurat dan
kawasan Asia dan Pasifik (ESCAP) dan Badan PBB Urusan modal sosial dalam mengembangkan lingkungan
Strategi Internasional untuk Penanggulangan Bencana
dan menjadi basis utama solusi apabila terjadi
(UNISDR). Dipublikasikan Selasa, 26 Oktober 2010, ini
merupakan kali pertama PBB menyusun laporan khusus ketidakseimbangan lingkungan alam seperti
mengenai bencana alam di Asia-Pasifik. http://dunia.news.viva. kejadian bencana alam.
co.id/news/read/185603-korban-di-ri-terbanyak-kedua-di-asia-
pasifik29 Oktober 2010
239
Media Informasi Penelitian Kesejahteraan Sosial, Vol. 43, No. 3, Desember 2019, 237-250
240
Eksistensi Kampung Siaga Bencana (KSB) Tunas Bangsa dalam Penanggulangan Korban Bencana Alam
Adapun berkait dengan KSB adalah wilayah dengan teknik elaborasi. Dengan mengetahui
rawan bencana tersebut memiliki organisasi KSB6 frekuensi dan persentase kategori maka dapat
yang dibentuk secara sukarela oleh masyarakat7 ditangkap makna informasi yang terkemas dalam
untuk membantu masyarakat dan meningkatkan keseluruhan hasil penelitian.8
kemandirian dalam penanganan korban bencana.
KSB dimaksud telah mendapatkan pengakuan C. HASIL DAN PEMBAHASAN
atau legitimasi dari Kementerian Sosial dan/atau 1. Karakteristik KSB Tunas Bangsa
pemerintah setempat, serta telah memperoleh Kabupaten Barut
pelatihan dan bimbingan teknis dari Tagana. Di Kabupaten Garut, Kampung Siaga
Mempertimbangkan hal di atas, maka lokasi Bencana (KSB) Tunas Bangsa di Kecamatan
ditentukan secara purposive di empat kabupaten Cisompet, desa Sukanegara adalah KSB terpilih
dan satu kota, yaitu di Kabupaten Malang Jawa dalam penelitian ini yang beranggotakan 53
Timur. Sumber data diperoleh melalui wawancara orang. Kecamatan Cisompet berjarak 98 km dari
tatap muka antara peneliti dengan informan kunci Ibu Kota Garut dengan waktu tempuh kurang
(anggota KSB) dan instansi lain yang dipilih secara lebih 5 jam perjalanan dengan kendaraan roda
purposif terkait dengan penanganan korban empat. Lamanya karena perjalanan dari Kota
bencana, serta observasi yang berhubungan Garut menuju Kecamatan Cisompet melalui
dengan eksistensi KSB dalam penanganan korban perbukitan dengan jalan berkelok-kelok. KSB
bencana di lokasi penelitian secara langsung. “Tunas Bangsa”
Informan ditentukan sebanyak 20 orang. KSB Tunas Bangsa yang berada di desa
Adapun teknik penentuan informan KSB Sukanegara, Kecamatan Cisompet secara legalitas
terdiri dari unsur Masyarakat, yaitu pertama, telah diakui dengan SK kepala Desa Sukanegara
pengurus (ketua, sekretaris), anggota, Tagana, No 101/2005/DS/ XII, diakui keberadaannya pada
masyarakat sekitar, yaitu masyarakat sekitar tahun 2011, dan dikukuhkan pada tahun 2012
(tokoh/tetua yang mengetahui sejarah kearifan dengan nomenklatur KSB Tunas Bangsa.
local/sejarah daerah). Kedua, tetua/tokoh Kampung Siaga Bencana (KSB) yang
masyarakat yang mengetahui sejarah kearifan dikukuhkan tahun 2012 berada di Desa Sukanegara
local yang tidak masuk anggota KSB. Ketiga, beranggotakan 53 orang (22 orang perempuan
korban bencana alam. Keempat, Instansi atau dan 31orang laki-laki ). Banyaknya jumlah anggota
badan terkait (OPD) sebagai informan pendukung KSB dengan jenis kelamin laki-laki terjadi seiring
yang terlibat langsung/tidak langsung dalam dengan banyaknya jumlah penduduk laki-laki di
penanganan bencana dan korban bencana Kecamatan Cisompet. Sebagai organisasi sosial
alam. Dalam penelitian ini digunakan teknik yang berfungsi sebagai penyelesaian masalah
pengumpulan data wawancara, observasi, dan korban bencana alam yang terjadi di Kabupaten
telaah dokumen. Teknik analisis data penelitian ini Garut. Anggota KSB Tunas Bangsa mempunyai
menggunakan gabungan teknik kualitatif deskriptif. tingkat pendidikan yang sangat beragam. Sampai
Adapun teknik deskriptif kuantitatif yang lebih penelitian ini dilakukan KSB Tunas Bangsa
mengedepankan perhitungan untuk memperoleh belum memiliki gedung yang berfungsi sebagai
persentase dan distribusi frekuensi atau dikenal lumbung sosial dan gardu sosial. Pusat aktivitas
keorganisasian masih “nebeng” di Kelurahan
6 Sampai tahun 2019, Kementerian Sosial
Sukanegara, Kecamatan Cisompet.
mentargetkan kurang lebih 1000 KSB di daerah-daerah rawan
bencana tingkat kabupaten/kota, sedangkan pada tahun 2017 Terdapat keragaman tingkat pendidikan
menargetkan 100 KSB. Di Indonesia hingga saat ini ada 456 anggota KSB Tunas Bangsa. Sebagian terbesar
KSB.Republika.com.23 Maret 2017.
7 Pembentukan KSB dimulai dari proses sosialisasi
(21 orang atau 38,5%) anggota KSB berpendidikan
selama lima hari dan bimbingan teknis. Kekuatan KSB ada pada Sekolah Lanjutan Tingkat Atas (SLTA), dan hanya
pendampinganTagana dan Tagana. Setelah sosialisasi Tagana
melakukan bimbingan teknis kepada warga KSB sampai ada
lumbung sosial di kampung yang fungsinya serupa dengan 8 Mukhtar dan Erna Widodo.(2000). Konstruksi Kea
gudang logistik (buffer stock) rah Penelitian Deskriptif. Yogyakarta: Avyrouz.
241
Media Informasi Penelitian Kesejahteraan Sosial, Vol. 43, No. 3, Desember 2019, 237-250
satu orang yang berpendidikan sarjana S1. Hasil oleh anggota masyarakat dan tokoh masyarakat.
penelusuran melalui wawancara tidak terstruktur Keanggotaan KSB Tunas Bangsa cukup bervariasi,
diketahui bahwa banyaknya anggota KSB dengan sebagian terbesar (13 orang) anggota KSB adalah
pendidikan SLTA terjadi karena, rendahnya minat anggota masyarakat terdampak, terbanyak
orangtua untuk memberikan kesempatan bagi kedua adalah Tagana jumlahnya delapan orang,
anaknya untuk masuk ke jenjang pendidikan TKSK satu orang, aparat desa empat orang.
tinggi. Mahalnya biaya pendidikan dan keinginan TKSK jumlahnya hanya satu orang, hal ini terjadi
untuk membantu ekonomi keluarga menjadi karena satu kecamatan hanya ada satu orang
alasan bagi orangtua untuk tidak memberikan TKSK. Kondisi yang demikian dapat dimaknai
kesempatan bagi anak-anak untuk masuk ke secara positif bahwa partisipasi masyarakkat
jenjang pendidikan tinggi. untuk menolong dirinya sendiri cukup bagus.
Mata pencaharian anggota KSB Tunas Tagana yang bekerjasama dengan aparat desa
Bangsa sebagaian besar bekerja sebagai ibu dan organisasi sosial kemasyarakat berusaha
rumah tangga dan buruh. Hasil pengumpulan untuk memberikan pelayanan dalam penanganan
data diketahui bahwa sebagian terbesar (21 korban bencana alam.
orang) anggota KSB dengan pekerjaan sebagai Sebagai organisasi yang dibentuk dari
Ibu Rumah Tangga. Sebagian terbesar kedua oleh dan untuk mesyarakat kepengurusan KSB
adalah buruh ( 11 orang atau 19,8%), dan hanya disususn sebagai berikut: Satu orang ketua, satu
satu orang yang bekerja sebagai Pegawai Negeri orang sekretaris, delapan orang di Dapur Umum,
Sipil. Hal ini terjadi seiring dengan banyaknya tujuh belas orang di Pertolongan Pertama Pada
jumlah penduduk yang mempunyai mata Gawat Darurat (PPGD), empat belas orang di
pencaharian sebagai buruh. Hasil penelusuran bidang shelter, enam orang di bidang komunikasi.
lebih lanjut melalui wawancara tidak terstruktur Kondisi yang demikian dirasa masih kurang
diketahui bahwa mereka yang bekerja sebagai ibu memenuhi kebutuhan pelayanan dan penanganan
rumahtangga pada saat tanggap darurat bekerja korban bencana. Secara ideal dalam penanganan
di dapur umum. korban bencana disususn sebagai berikut : Ketua,
Karakteristik umur KSB Tunas Bangsa Sekretaris, Bendahara dan beberapa seksi: a)
di Kabupaten Garut sebagian besar berusia Tim Reaksi Cepat (TRC) dan komunikasi, b) Tim
produktif. yaitu 24- 51 tahun sejumlah 49 orang Evaluasi;c) Tim Logistik d) Tim Dapur Umum e) Tim
atau 92,45 %. Kondisi yang demikian sangat Shelter d)Tim Pelayanan Sosial e) Tim Kesehatan
memungkinkan bagi KBS untuk melaksanakan ( PPGD) f) Tim Keamanan g) Tim Sarana. Secara
kegiatan penanggulangan bencana alam yang rinci KSB telah menentukan Standart Operasional
terjadi hampir setiap tahun. Namun demikian, Prosedur dalam setiap tim.
usia produktif seseorang tidak serta merta akan Hasil wawancara dengan ketua KSB
menjadikan seseorag mejadi terampil dalam diketahui bahwa secara materi pembagian
menyelesaikan masalah jika belum disertai keanggotaan telah disesuaikan dengan bidang
dengan latihan yang memadai. kebutuhan dalam penanganan korban bencana
Hasil pengumpulan data menunjukkan alam. Namun demikian dalam kegiatan se hari-
bahwa belum semua anggota KBS telah mengikuti hari belum semua bidang dapat bekerja sesuai
pelatihan penanggulangan bencana sesuai dengan tahapan penanggulangan bencana alam
dengan kejadian bencana di Kabupaten Garut. (Pra Bencana, Saat Kejadian Bencana dan Paska
Struktur Organisasi KSB Tunas Bangsa. Bencana). Artinya sebagian bidang, akan bekerja
Dalam keanggotaan KSB terdiri dari beberapa pada saat terjadinya bencana, sedang untuk
unsur ;Unsur TKSK, Tagana,PSM, Karang Taruna, pra dan paska masih kurang kegiatan. Berikut
Aparat Desa,Tokoh Masyarakat dan masyarakat penuturan ketua KSB ( Jajang ); “Pada saat Pra
pada umumnya. Hasil wawancara dengan ketua bencana yang idealnya dilakukan sosialisasi
diketahui bahwa unsur yang terdapat dalam pencegahan kerusakan / penyelamatan jiwa
keanggotaan KSB sebagian besar didominasi dan harta benda, kami belum dapat melakukan
242
Eksistensi Kampung Siaga Bencana (KSB) Tunas Bangsa dalam Penanggulangan Korban Bencana Alam
secara optimal karena keterbatasan dana”. Untuk penyediaan sarana penunjang berupa peralatan,
pencegahan kami masih menggunakan kearifan sedang prasarana berupa penyediaan dan
lokal berupa peringatan untuk mengungsi dengan perbaikan prasarana jalan dan penerangan.
memukul “pentrungan” Namun saat tanggap Hasil wawancara dengan ketua KSB
darurat kami dapat memberikan pertolongan diketahui bahwa dari delapan bidang tugas
dengan cepat, dengan menghimpun dana tersebut ada beberapa bidang yang belum dapat
dari masyarakat dan pedagang di pasar”. Dari bekerja dengan baik, diantaranya adalah bidang
pernyataan tersebut ada beberapa hal yang logistik. Logistik yang disediakan terkadang
patut untuk dimaknai yaitu; ketika pra bencana menjadi kadaluwarsa karena disimpan terlalu
masyarakat masih memanfaatkan kearifan lokal lama. Demikian pula bidang pelayanan kesehatan
sebagai upaya untuk meminimalisir timbulnya yang belum memadai, medan bencana yang sulit
korban yang lebih banyak akibat bencana, makna ditempuh, keterbatasan sarana transportasi,
lain adanya kemampuan anggota KSB dalam kerusakan jalan dan keterbatasan personil,
menumbuhkan partisipasi masyarakat untuk menjadi hambatan dari tim pelayanan kesehatan
ikutserta dalam kegiatan penanganan korban untuk memberikan pelayanan secara optimal.
bencana alam cukup baik. Menurut aspirasi korban, untuk pelayanan
Pembagian Tugas Orgaisasi Kampung kesehatan idealnya disediakan tenaga medis
Siaga Bencana. KSB Tunas Bangsa dalam yang selalu siap sedia di Huntara. Namun hal ini
pengananan korban bencana alam terbagi dalam sulit dilakukan, kesulitan ini dikemukakan pula
beberapa tim ( bidang ) yaitu: (1) Tim reaksi cepat oleh salah satu aparat Dinas Kesehatan pada
yang bertugas pada saat terjadi bencana untuk saat konfirmasi data ; “Kami telah melakukan
mengidentifikasi kejadian bencan, kronologis, upaya untuk memberikan pelayanan kesehatan
lokasi bencana,jumlah korban, jenis kerugian dan sesuai dengan kemampuan, namun untuk
jenis kebutuhan korban (2) Tim Evakuasi yang menyediakan tenaga medis di lokasi Huntara kami
bertugas untuk pencarian korban, penanganan belum mampu” Memperkuat pernyatan tersebut
pengungsi dan pemantauan perkembangan adalah pernyataan korban “kalau ada yang sakit
kejadian bencana (3) Tim Logistik menyediaan mendadak kami membawanya dengan tandu dan
keperluan dan kebutuhan korban bancana; berupa kain sarung”.
peralatan dan bahan konsumsi, serta kebutuhan Peralatan yang Dimiliki KSB Tunas bangsa
pengganti prasarana dan sarana umum (4) Tim Peralatan (Sarana dan prasarana) yang
dapur umum; mengelola stock bahan makanan, dimiliki KSB Tunas bangsa sebagai beikut.
dan mengelola peralatan dapur, mengelola Tabel 1
konsumsi bahan makanan untuk korban (5) Tim Kepemilikan Sarana dan Prasarana KSB Tunas Bangsa
Shelter menyiapkan tempat pengugsian bagi para No Jenis Barang Jumlah
korban bencana, menjalin komunikasi dengan 1 Tenda keluarga 3 unit
pihak terkait dalam pemenuhan kebutuhan korban 2 Tenda Regu 1 unit
(6) Tim Kesehatan yang bertugas untuk menjalin 3 Blankar tidur 5 unit
komunikasi dan koordinasi dengan rumah sakit, 4 Perlengkapan dapur keluarga Tidak terdata
5 Tikar gulung 10 buah
tenaga medis untuk bersama-sama memberikan
6 Kabel 100 m
pertolongan bagi korban bencana sesuai dengan
7 Lampu TL 4 buah
kebutuhan korban (7) Tim Pelayanan Sosial 8 Pentrungan 10 buah
bertugas menjalin komunikasi dan koordinasi 9 Terpal 4 buah
dengan relawan sosial untuk memberikan 10 Tambang 50 m
pelayanan bagi korban bencana terutama untuk Sumber: hasil wawancara dan telaah dokumen, 2017
pelayanan psiko sosial. Pelayanan psikososial
Hasil pengamatan langsung diketahui
idealnya diberikan secara berkelanjutan. Terutama
bahwa peralatan tersebut masih tersedia, hanya
bagi korban yang mengalami guncangan jiwa
saja ketersediaan vasilitas tersebut masih kurang
(8) Tim sarana dan prasarana yang bertugas
243
Media Informasi Penelitian Kesejahteraan Sosial, Vol. 43, No. 3, Desember 2019, 237-250
memadai untuk penanganan korban pada saat satu tahun. Hasil pengamatan langsung di
terjadinya bencana. Selain fasilitas yang berupa lokasi Huntara diketahui kondisinya sudah mulai
barang-barang inventaris, terdapat pula persediaan rusak. Namun demikian pemerintah daerah
bahan makanan berupa sembako. Untuk barang sudah mengupayakan relokasi bagi korban
inventaris yang tersedia di kantor desa, pada saat bencana alam.
terjadinya bencana telah dimanfaatkan secara 2. Kemampuan KSB Tunas Bangsa dalam
baik. Namun jumlahnya masih kurang memadai, Penanggulangan Korban Bencana Alam
dapat dicontohkan di sini ketika terjadi bencana
Kemampuan KSB Tunas Bangsa dalam
banjir bandang pada tanggal 21 September
Pengelolaan Logistik
2016 dengan jumlah pengungsi 177 KK, hanya
tersedia 3 unit tenda keluarga dan 5 blankar Kemampuan pengelolaan logistik atau
tidur. Sedang untuk persediaan bahan makanan bufferstock dalam kajian ini dimaksudkan sebagai
(sembako) yang sudah tersedia di bufeerstock upaya dari anggota KSB untuk mencari, menyimpan
beberapa bulan sebelum terjadi bencana,pada dan menyalurkan logistik. Mencari bantuan logistik
saat terjadinya bencana sudah kadaluwarsa. dilakukan dapat saat pra bencana. Mencari dan
Mempertegas kondisi ini ketua KSB menyatakan : menyalurkan bantuan logistik dilakukan pada
“ Ibu..... bahan makanan yang tersedia sudah tidak saat terjadinya bencana, penyimpanan bantuan
layak untuk dimakan karena sudah kadaluwarsa, dilakukan pada saat pra bencana, tanggap darurat
sehingga untuk memenuhi kebutuhan makan maupun paska bencana. Untuk mengetahui
para pengungsi kami berusaha dengan mencari tingkat kemampuan dalam pengelolaan logistik
donatur di pasar. Kesanggupan dari anggota KSB ada tiga kategori yaitu : Mampu, Cukup Mampu
untuk mencari donatur pemenuhan kebutuhan dan kurang mampu. (1) Mampu jika informan
makan bagi para pengungsi, merupakan indikator mempunyai kemampuan untuk mengumpulkan
eksistensi anggota KSB dalam penanganan logistik, menyalurkan secara tepat sasaran dan
korban bencana alam. menyimpan dengan baik (2) Cukup mampu;
Selain barang-barang inventaris dan jika informan hanya mampu memenihi dua dari
persediaan bahan makanan, telah tersedia pula tiga kategori di muka (3) Kurang mampu ; jika
tempat hunian sementara (Huntara). Huntara hanya mampu melakukan satu dari tiga kategori
yang disediakan untuk 177 KK, sudah berusia di muka
Tabel 2
Kemampuan Pengelolaan Logistik
Hasil wawancara dengan 20 informan bersifat nasional (hanya terjadi di satu wilayah
mempunyai kemampuan yang bervariasi dalam kecamatan), anggota KSB merasa kesulitan
setiap kegiatan. Untuk kegiatan pra bencana untuk perolehan bantuan.Untuk mengatasi hal
sebagian besar yaitu 13 orang (65%) informan ini anggota KSB yang bekerjasama dengan
mengaku kurang mampu dalam mengelola SKPD setempat berhasil mengumpulkan bantuan
logistik, baik secara kuantitas maupun kualitas. dari masyarakat.
Secara kuantitas terjadi karena karena tidak Secara kualitas terjadi karena bantuan
semua sifat bencana mendapat bantuan logistik yang sudah ada acap kali tersimpan terlalu lama
dari pemerintah. Untuk bencana alam yang tidak dalam ruang yang kurang memenuhi standart
244
Eksistensi Kampung Siaga Bencana (KSB) Tunas Bangsa dalam Penanggulangan Korban Bencana Alam
penyimpanan, ketika sudah mendapat bantuan dari menghimpun dana dari masyarakat dan menjalin
masyarakat dan harus menyimpan di bufferstock kerja sama dengan instansi terkait, kemudian
dengan kondisi ruangan yang belum memenuhi menyalurkan bantuan dengan meluangkan waktu
standart penyimpanan yang baik. Barang logistik dengan mengendarai kendaraan pribadi, menjadi
acap kali disimpan terlalu lama sehingga pada saat indikasi dari eksistensi KSB dalam penanggulangan
harus disalurkan barang tersebut sudah rusak atau bencana alam secara lebih khusus untuk
kadaluwarsa. Untuk mengatasi hal ini ketua KSB penanganan korban bencana secara lebih khusus
menyatakan : kami ingin agar logistik yang sudah lagi pada pemenuhan kebutuhan logistik.
tersedia dikelola dengan membuka warung, untuk Kemampuan KSB Tunas Bangsa dalam
jual beli stock logistik yang tersimpan. Evakuasi Korban Bencana Alam
Pada saat tanggap darurat,selain berusaha
Seperti diketahui bahwa berdasarkan
untuk mendapatkan bantuan diupayakan juga
sistem penanganan bencana terbagi menjadi tiga
penyaluran bantuan. Untuk kemampuan tersebut
siklus waktu yaitu , pra bencana, tanggap darurat
sebagian besar informan yaitu 15 orang (75
dan paska bencana. Dalam kejadian bencana
persen) menyatakan cukup mampu untuk ,
alam, ketiga siklus penanganan korban tersebut
mencari bantuan maupun menyalurkan bantuan
saling bertautan satu dengan lainnya, saat pra
kepada korban, kendati jarak tempat penyimpanan
bencana dapat berubah menjadi kondisi tangggap
dengan desa terdampak bencana cukup jauh
darurat bahkan menjadi paska bencana. Untuk
dan tidak dapat dijangkau dengan kendaraan
penanganan korban dinyatakan mampu jika
roda empat, namun anggota KSB dengan suka
memenuhi tujuh kategori berikut: (1) mamahami
cita mengantarkan bantuan tersebut dengan
SOP penanganan korban bencana (2) mampu
mengendarai motor pribadi.
memberikan sosialisasi (3) mampu menyelamatkan
Seperti halnya pada saat pra bencana,
korban, (4) menempatkan di shelter dan posko
saat pasca bencana, informan yang menyatakan
(5) menempatkan dalam huntara, (6) memberi
kurang mampu jumlahnya cukup banyak yaitu 15
bantuan sesuai kebutuhan (7) memberikan
orang ( 75 persen). Pada paska bencana logistik
bantuan psiko sosial; dinyatakan cukup mampu
yang tersedia selain jumlahnya yang belum dapat
jika informan baru mampu melakukan enam dari
dipastian sesuai dengan jumlah korban bencana,
tujuh kategori di muka dan dinyatakan kurang
kualitasnyapun acap kali kurang terjamin
mampu jika hanya mampu melakukan lima dari
karena kadaluwarsa. Kemampuan KSB untuk
tujuh kategori di muka.
Tabel 3
Tingkat Kemampuan Penanganan Korban
Data di atas menunjukkan bahwa untuk masih sebatas untuk kejadian tanggap darurat
penanganan korban pada saat pra bencana bencana. Kendati informan mengaku belum
sebagian besar informan (12 orang atau 60 memahami SOP saat pra bencana, bagaimana
persen) mengaku kurang mampu untuk menangani cara mengamankan diri dan menyelamatkan harta
korban, hal ini terjadi karena informan kurang benda, namun dengan kejadian bencana yang
memahami SOP penanganan korban bencana berulang-ulang, maka pada saat pra bencana
saat pra bencana. SOP yang disususn oleh KSB masyarakat mulai memahami tanda-tanda
245
Media Informasi Penelitian Kesejahteraan Sosial, Vol. 43, No. 3, Desember 2019, 237-250
akan terjadinya bencana dan memanfaatkan orang dan berakhir pada bulan April, hanya cukup
kearifan lokal sebagai penanganan korban saat untuk memenuhi kebutuhan dasar minimal se
pra bencana. Kearifan lokal yang dimanfaatkan hari-hari. Hasil penelusuran lebih lanjut terhadap
oleh KSB dalam penanganan korban pada saat korban yang berada di Huntara sudah satu
pra bencana adalah dengan mencermati situasi tahun lamanya,dan tidak lagi mendapat bantuan
alam dan musim. Dicontohkan di sini adalah dari pemerintah. Untuk memenuhi kebutuhan
ketika terjadi hujan lebat, maka kemungkiinan korban, informan mengaku telah berusaha untuk
terjadi banjir dan tanah longsor sangat tinggi. memberikan bantuan makanan dengan mencari
Pemukulan kentrungan ( kentongan) sebagai donatur pada penjual sembako, dan masyarakat
tanda akan terjadinya bencana menjadi suatu sekitar. Disamping itu informan telah menjalin
hal yang sangat diyakini oleh masyarakat bahwa hubungan kerjasama dengan beberapa SKPD
bencana alam akan terjadi. Hanya 3 orang ( 15 terkait untuk memberikan bantuan pemenuhan
persen) yang mengaku kurang mampu untuk kebutuhan korban, di antaranya lampu
menangani korban saat pra bencana, hal ini penerangan jalan menuju Huntara maupun di
terjadi karena pengetahuan mereka tentang Huntara, penyediaan air bersih, perbaikan jalan
SOP penanganan korban bencana masih kurang, dan pemenuhan kesehatan.
disamping rendahnya kemampuan untuk menjalin Untuk pemenuhan kebuthan psikososial,
komunikasi dengan masyarakat. meski sudah dilaksanakan namun belum optimal.
Pada saat tanggap darurat 14 orang Beberapa hambatan di antaranya keterbatasan
(70 persen) informan mengaku mampu untuk SDM, demikian pula dengan pemenuhan
menangani korban. Berdasarkan data yang pelayanan kesehatan. Kejadian bencana alam
diperoleh dari lokasi bencana (BPBD dan tanah longsor di desa Sukanegara menjadi
TKSK) informan yang sudah memahami SOP salah satu bukti empirik dari kemampuan KSB
penanganan korban bencana alam akan segera dalam penanganan korban bencana alam baik
melakukan evakuasi, menyelamatkan korban pada pra, tanggap darurat dan paska bencana.
dengan menempatkan di shelter pengungsian, Bahkan untuk relokasi korban bencana alam KSB
kemudian memberikan bantuan sesuai dengan bersama-sama dengan pemerintah daerah telah
kebutuhan korban. Hanya dua orang ( 10 persen) menyiapkan lahan untuk relokasi korban bencana
yang mengaku kurang mampu menangani korban, alam tanah longsor.
hal ini terjadi karena pengetahuan mereka tentang
SOP penanganan korban bencana masih kurang, D. SIMPULAN
disamping keterbatasan kemampuan mereka KSB Tunas Bangsa Kecamatan. Cisompet,
untuk mencari informasi tentang jumlah dan Kabupaten Garut mampu mengelola logistik
keadaan korban yang masih kurang. secara baik. Meskipun demikian terdapat sejumlah
Pada saat paska bencana sebagian besar masalah yang dihadapi. yaitu: Pertama, berkait
informan (12 orang atau 60 persen) mengaku dengan tempat penyimpanan untuk persediaan
mampu untuk menangani korban bencana. logistik bagi korban bencana. Bagi KSB,
Hasil wawancara yang kemudian didukung Lumbung Sosial merupakan persyaratan utama
dengan konfirmasi data diketahui bahwa kendati karena berhungan langsung dengan kebutuhan
SOP penanganan korban bencana pada saat dasar korban bencana, khususnya pada fase
paska bencana belum tersusun, namun dalam tanggap darurat, seperti disyaratkan dalam
kegiatannya KSB telah melakukan kegiatan Pasal 7 Permensos RI Nonor 128 Tahun 2011
untuk penanganan korban, antara lain berupa tentang Kampung Siaga Bencana dan Peraturan
pendampingan. Hasil pengamatan langsung Direktorat Perlindungan Sosial Korban Bencana
diketahui bahwa paska bencana, korban telah Alam Nomor 193 Tahun 2011. KSB Tunas Bangsa
ditempatkan di hunian sementara (Huntara), Kecamatan Cisompet, Kabupaten Garut, masih
dengan jaminan jatah hidup dari pemerintah menggunakan kantor kelurahan sebagai pusat
selama 90 hari dengan nominal Rp 900.000 per pengadaan, penyimpanan, dan pendestribusian,
246
Eksistensi Kampung Siaga Bencana (KSB) Tunas Bangsa dalam Penanggulangan Korban Bencana Alam
serta penyaluran logistik.Masalah kedua, berkait yang mengalami masalah psikis seperti trauma,
dengan penyediaan logistik barang konsumsi duka mendalam, dan stress karena kurang bisa
untuk korban bencana yang disimpan di gudang menerima kenyataan bencana yang telah terjadi
penyimpanan sehingga ada sebagian logistik belum sepenuhnya dilakukan. Hal berkait masih
di salah satu KSB menjadi kadaluwarsa. Logitik belum maksimalnya bintek atau diklat yang mereka
menjadi kadaluwarsa sebagai akibat proses peroleh dari sejumlah stakeholder, khususnya,
penyimpanan yang melampau batas waktu dinas social yang lebih memfokuskan pada materi
pemakaian (waktu layak konsumsi).Ketiga, tanggap darurat.
berkait dengan minimnya diklat kebencanaan Berkenaan dengan kondisi sarana dan
yang bermateri materi kediklatan pasca bencana prasarana/ perlengkapan penanggulangan
yang diterima KSB seperti kelogistikan dan bencana alam yang dimiliki kelima KSB tersebut,
pendampingan social-psikologik bagi korban seyogyanya dibutuhkan pengembangan
bencana alam yang mengalami stress atau trauma, pengadaan sapras KSB yang tidak hanya sebatas
bagaimana melakukan pendataan kebutuhan pada lumbung social dan gardu social sebagaimana
untuk memastikan kebutuhan korban bencana tercantum dalam aturan tata syarat dan tata cara
(pengungsi) baik keluarga maupun umum, dalam Keputusan Direktorat Jenderal Perlindungan
selanjutya menyalurkan bantuan dari pemerintah Sosial dan Jaminan Sosial Kementerian Sosial
dan donator. Apabila bantuan kurang, bagaimana RI Nomor 193/LJS/X/2011 tentang Petunjuk
KSB mengusahakan melalui sumber-sumber daya Teknis Kampung Siaga Bencana. Pengembangan
setempat untuk mencukupi kekurangannya, atau pengadaan kelengkapan sarana dan prasarana
mengajukan bantuan kepada pihak lain (lembaga/ (sapras) penanggulangan bencana di setiap KSB
organisasi pemberi bantuan). ini mencakup juga alat transportasi, komunikasi
Kemampuan menangani korban bencana. dan logistik yang sesuai dengan kebutuhan, jenis
Pada saat sebelum bencana semua anggotaKSB bencana, cakupan bencana, intensitas bencana,
Tunas Bangsa telah mengetahui dan memahami dampak bencana, dan waktu. KSB di daerah
standar operasional prosedur (SOP) atau langkah- rawan bencana banjir, selain memiliki gardu
langkah yang harus mereka tempuh untuk social dan lumbung social, perlu memiliki standar
melakukan kegiatan kesiapsiagaan, peringatan peralatan penanggulangan bencana banjir seperti
dini, dan mitigasi kepada masyarakat sekitar perahu (karet dan bermesin), pelampung, mesin
daerah rawan bencana.Pada tanggap darurat (fase pompa/penyedot air, tandu, skop/arco/bronjong,
saat bencana), mayoritas anggota KSB Tunas gergaji mesin, mesin fogging. Ditambah peralatan
Bangsa mampu melakukan kegiatan penanganan minimal bencana yang harus tersedia diantaranya
korban bencana alam termasuk mengevakuasi lampu, tenda, mantel, sepatu bot, kabel,
atau menyelamatkan korban ke tempat yang aman tikar, genset, tali/tambang, dapur umum, alat
dengan langkah-langkah yang disesuaikan dengan komunikasi dan transportasi untuk penyelamatan
bencana yang terjadi dan berdasar SOP yang dan pendestribusian barang bantuan (sepeda
telah disusun. Sebaliknya kegiatan yang bersifat motor, dll), HP/HT. radio, televise, sirine, bendera
untuk memperkuat habitasi masyarakat tentang peringatan, senter, dan peralatan pertukangan.
pentingnya kesiapsiagaan dan mitigasi pada fase Berkenan dengan pengelolaan logistic.
pra bencana masih belum banyak dilakukan. Pertama, setiap KSB seyogyanya memiliki
Pada pasca bencana, meskipun sebagian besar sarana dan prasarana penanggulangan bencana
kapasitas KSB dalam penanggulangan bencana seperti lumbung sosial dan gardu social yang
alam khususnya penanganan korban bencana berfungsi sebagai tempat penampungan barang
alam berkategori mampu namun kegiatan kebutuhan pokok yang dibutuhkan korban
pendampingan sosial-psikologis bagi korban bencana, baik yang berupa barang konsumsi
bencana masih belum banyak dilakukan. Kegiatan (habis pakai) seperti sembako dan obat-obatan
melakukan pendampingan social pemulihan maupun barang logistic non konsumsi seperti
social-psikologis bagi korban bencana alam pakaian dan peralatan rumahtangga/pribadi.
247
Media Informasi Penelitian Kesejahteraan Sosial, Vol. 43, No. 3, Desember 2019, 237-250
248
Eksistensi Kampung Siaga Bencana (KSB) Tunas Bangsa dalam Penanggulangan Korban Bencana Alam
Diskursus Pembangunan Kebencanaan. Sunit Agus Tri Cahyono. (2011). Kajian Faktor
Puslitbang Kesos, Kementerian Sosial Penyebab dan Dampak Sosial Bencana
RI.Sosio Konsepsia Vol. 5, No. 01, Banjir Wasior. Yogyakarta: B2P3KS
September - Desember, Tahun 2015 Press
Mukhtar dan Erna Widodo. (2000). Konstruksi ke Sriadi Setyawati, Dyah Respati Suryo Sumunar
Arah Penelitian Deskriptif. Yogyakarta: (2014). Mitigasi Bencana Berbasis
Avyrouz. Kearifan Lokal Masyarakat Baduy.
Moleong. (2005). Metodologi Penelitian Kualitatif, Jurnal Penelitian Humaniora, Vol. 19,
Bandung: Remaja Rosdakarya No.1, April 2014
Nurjanah, dkk. (2014). Managemen Bencana. Suparmini, dkk (2013). Mitigasi Bencana Berbasis
Bandung. Afabeta Kearifan Lokal Masyarakat Baduy.
Hadi Purnomo dan Ronny Sugiantoro. (2010). Yogyakarta: UNY
Manajemen Bencana. Yogyakarta: Teti Ati Padmi, dkk (2013). Studi Kebijakan
Media Pressindo. Penanggulangan Bencana Alam
Priambodo, S.A. (2009). Panduan Praktis Berbasis Masyarakat. Jakarta: P3KS
Mengatasi Bencana. Yogyakarta: Press.
Kanisius. Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang
Robert J. Kodoate dan Rustam Syarief. (2006). Penanggulangan Bencana.
Pengeloaan Bencana Terpadu. Jakarta:
Yarsif Watampane
Soehatman Ramli. (2010). Pedoman Praktis
Manajemen Bencana. Jakarta; Dian
Rakyat
Sri Prastyowati, dkk. (2012). Implementasi
Sistem Jaringan Kerja dalam Penyaluran
Bantuan Sosial Bencana Alam.
Yogyakarta: B2P3KS Press
249
Media Informasi Penelitian Kesejahteraan Sosial, Vol. 43, No. 3, Desember 2019, 237-250
250