You are on page 1of 6

Jurnal Sainstech Politeknik Indonusa Surakarta ISSN: 2355-5009 Volume 7 Nomor 2 Desember 2020

EVALUASI SISTEM SURVEILANS TB DI DINAS KESEHATAN


KABUPATEN BLORA

Artika Fristi Firnawati1, Riris Andono Ahmad2, Henny Indriyanti3


1
Health Information Manajemen, Politeknik Indonusa Surakarta, Indonesia
2
Field Epidemiology and Training Program (FETP), Faculty Medicine, Gadjah Mada University,
Indonesia
3
Health Department of Blora District, Central Java, Indonesia

Background: Tuberculosis is one of health problems in Blora that must be controlled. One
of the efforts made by the health authorities is to conduct surveillance of tuberculosis to
measure the achievements of the tuberculosis control program. Epidemiological surveillance
in order to work well it needs to be evaluated. The purpose of the evaluation of TB
surveillance was to identify the weaknesses of TB surveillance system in Blora.
Methods: This descriptive study was conducted on June 2014 by observation and interview
used questionnaire and checklist to TB programers and laboratory workers at Public Health
Center (PHC).
Results: All (100%) PHC already done the data collection, processing the data by table and
graphs 11.54%, made the distribution map 7.69%. Data analysis was done 11.54% PHC.
Dissemination of information was done by minlok every month. The accuracy of delivery
report of PHC was 46.15%. Only 69.23% PHC whom got feedback from Health Officer.
Conclusion: The weakness of TB surveillance systems in Blora caused of the programmer
just do surveillance activity till data collection step. Researcher suggest to WASOR of TB to
supervise TB programmers and laboratory workers routinely and intensively, so the quality
of surveillance system can be improved.

Keywords: Evaluation, system surveillance, Tuberculosis, Blora

I. PENDAHULUAN 202.301 kasus dengan angka insidensi


Tuberkulosis merupakan masalah 82,65 per 100.000 penduduk) kasus TB
kesehatan global yang utama. Setiap tahun BTA positif mengalami peningkatan 2,28%
sekitar 9 juta kasus TB baru dan 2 juta dari tahun 2011 (TB BTA positif 197.797
diantaranya meninggal. Penyumbang 85% kasus dengan prevalensi 281 per 100.000
jumlah kasus di dunia ialah Region Asia penduduk) (Kementerian Kesehatan RI,
(55%) dan Afrika (30%). Terdapat 22 2013) tetapi menurun kembali (2,96%)
negara yang tergolong HBCs (high-burden pada tahun 2013 (196.310 kasus dengan
countries) sebagai penyumbang 80% kasus angka insidensi 79,02 per 100.000
TB di dunia termasuk Indonesia (WHO penduduk) (Kementerian Kesehatan RI,
2010) dengan prevale tahun 2004 sebesar 2014).
110 per 100.000 penduduk (Menteri Angka insidens regional Jawa
Kesehatan RI, 2009)nsi TB BTA positif. tahun 2004 sebesar 107 per 100.000
Jumlah kasus TB dari tahun ke tahun penduduk dengan penyumbang kasus BTA
meningkat secara perlahan-lahan dan TB positif tertinggi adalah Provinsi Jawa Barat,
menjadi penyebab kematian ke-8 di dunia Jawa Tengah dan Jawa Timur. Angka
terutama di negara-negara dengan insidens di Provinsi Jawa Tengah tahun
pendapatan rendah dan menengah (WHO 2012 (104,13 per 100.000 penduduk
2010). Sama halnya dengan kasus TB di dengan PR 106,42 per 100.000 penduduk)
Indonesia tahun 2012 (TB BTA positif masih berada di bawah angka survei

54
Jurnal Sainstech Politeknik Indonusa Surakarta ISSN: 2355-5009 Volume 7 Nomor 2 Desember 2020

prevalensi TB tahun 2004 (107 per telah melakukan berbagai upaya guna
100.000 penduduk) (Dinas Kesehatan mencegah penyebaran kasus TB dengan
Provinsi Jawa Tengah, 2013) dan beban penyuluhan dan pemeriksaan kontak.
penyakit akibat TB mengalami kenaikan Sedangkan surveilans epidemiologi yang
enam kali lipat pada tahun 2013 (600,62 dilakukan belum dapat mendeteksi dini
per 100.000 penduduk). pasien baru TB sehingga pengobatan yang
Salah satu penyumbang angka dilakukan terlambat dan pencegahan
insidens TB di Provinsi Jawa Tengah yaitu penyebaran TB terlambat pula.
Kabupaten Blora sebesar 55,65 per Berdasarkan latar belakang di atas, penulis
100.000 penduduk (Dinas Kesehatan tertarik untuk mengevaluasi sistem
Kabupaten Blora, 2013), dan pada tahun surveilans TB di Kabupaten Blora guna
2013 insiden TB mengalami penurunan mengetahui manfaat sistem surveilans
36,72% dari tahun 2012 (87,94 per yang berjalan dan perbaikan sistem
100.000 penduduk) (Dinas Kesehatan surveilans itu sendiri.
Provinsi Jawa Tengah, 2013). Angka ini
menunjukkan bahwa program III. METODE
penanggulangan TB di Kabupaten Blora Evaluasi sistem surveilans TB di Dinas
sudah berjalan. Sedangkan untuk angka Kesehatan Kabupaten Blora menggunakan
mortalitas tahun 2012 (2%) mengalami rancangan deskriptif dengan subjek
peningkatan 1,3% dibandingkan tahun evaluasi yaitu sistem surveilans TB di
2013 (3,3%) (Dinas Kesehatan Kabupaten seluruh Puskesmas dan Dinas Kesehatan di
Blora, 2013). wilayah Kabupaten Blora. Responden
evaluasi sistem surveilans ini adalah
II. DASAR TEORI programmer TB puskesmas dan dinas
Angka dalam capaian program Kesehatan serta kepala seksi P2P di Dinkes
penanggulangan TB tidak terlepas dari Blora. Cara pengumpulan data pada
sistem surveillans yang berjalan. Guna evaluasi sistem surveilans TB ini melalui
pemantauan terhadap hasil capaian observasi dan wawancara terhadap
program penanggulangan TB diperlukan responden (data primer) serta data lain
telaah terhadap laporan, pengamatan yang mendukung (data sekunder) yaitu:
langsung dan wawancara dengan petugas data laporan penderita TB dari puskesmas,
P2TB. Dalam pelaksanaan monitoring dan Dinkes Blora, buku referensi dan internet.
evaluasi diperlukan pula sistem pencatatan Metode analisis yang di gunakan dengan
dan pelaporan baku yang dilaksanakan cara evaluasi dari input,proses, output, dan
dengan baik dan benar (Menteri Kesehatan outcome.
RI, 2009).
Sistem pencatatan dan pelaporan
baku yang dilaksanakan dengan baik dan
benar bertujuan untuk mendapatkan data
yang siap diolah, dianalisis,
diinterpretasikan, disajikan dan
disebarluaskan guna dimanfaatkan. Data
yang telah terkumpul harus valid (akurat,
lengkap dan tepat waktu) sehingga
pengolahan dan analisis data dapat
dilakukan dengan mudah (Menteri
Kesehatan RI, 2009). Gambar 1. Evaluasi Sistem Surveilans
Data yang valid dalam sistem Program penanggulangan Penyakit
surveilans penyakit menular digunakan Tuberkulosis
sebgai tanda peringatan dini terhadap
ancaman kesehatan yang akan muncul dan
untuk melakukan pemantauan fungsi
program pengendalian penyakit (WHO,
2006). Dinas Kesehatan Kabupaten Blora

55
Jurnal Sainstech Politeknik Indonusa Surakarta ISSN: 2355-5009 Volume 7 Nomor 2 Desember 2020

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Tabel 2. Distribusi Tenaga P2TB


4.1. Input Berdasarkan Tugas
1. Tenaga Rangkap, Masa Kerja dan
Tabel 1. Distribusi Karakteristik Pelatihan DOTS di
Tenaga P2TB Berdasarkan Kabupaten Blora Tahun
Tingkat Pendidikan di 2013
Kabupaten Blora Tahun 2013

Ketenagaan yang diperlukan dalam 2. Sarana


pelaksanaan sistem surveilans di tingkat Indikator sarana untuk penyelenggara
puskesmas minimal ada 1 tenaga sistem surveilans epidemiologi
epidemiolog yang terampil (Kementerian kesehatan di puskesmas yaitu 1 paket
Kesehatan RI, 2003a). Ketenagaan P2TB komputer, 1 paket alat komunikasi, 1
di puskesmas wilayah Kabupaten Blora paket kepustakaan, 1 paket pedoman
semuanya telah memiliki tenaga kesehatan pelaksanaan surveilans epidemiologi
yang mendukung walaupun bukan dari dan program aplikasi komputer, 1
epidemiolog. P2TB di puskesmas masih paket formulir, 1 paket peralatan
ada yang berpendidikan sederajat SMA pelaksanaan surveilans epidemiologi
(SPK). Sedangkan untuk tenaga dan 1 roda dua (Kementerian
laboratorium belum semua puskesmas Kesehatan RI, 2003a). Seluruh
memiliki tenaga laboratorium (76,92%) puskesmas di Kabupaten Blora sudah
dengan latar belakang pendidikan tidak memiliki komputer tetapi dalam
semuanya dari medis (SLTA 15%) penggunaannya bergantian dengan
(Firnawati, 2014). program yang lain terutama dalam
Tenaga surveilans yang terampil menyelesaikan laporan keuangan.
menunjukkan kualitas pelaksanaan sistem Alat komunikasi yang digunakan
surveilans yang cepat dan tepat. Kualitas merupakan alat komunikasi milik
tenaga pelaksana sistem surveilans di pribadi sedangkan untuk kendaraan
puskesmas khususnya P2TB mayoritas roda dua belum semuanya memilki.
memiliki tugas rangkap dan masa jabatan ≥ Sarana lain yang dapat menunjang
1 tahun dengan pelatihan DOTS yang yang sistem srveilans adalah ketersediaan
telah diikuti P2TB sudah lebih dari 5 pedoman dan formulir pencatatan dan
tahun. Pelaksana surveilans untuk tenaga pelaporan
laboratorium kondisinya berbanding
terbalik dengan P2TB, mayoritas tidak
memiliki tugas rangkap walupun yang
memiliki tugas rangkap tidak lebih dari 2
tugas, masa jabatan ≥ 1 tahun dengan
pelatihan DOTS yang ≤ 5 tahun
(Firnawati, 2014).

56
Jurnal Sainstech Politeknik Indonusa Surakarta ISSN: 2355-5009 Volume 7 Nomor 2 Desember 2020

Tabel 3. Ketersediaan Buku Pedoman Biaya untuk kegiatan surveilans TB di


P2TB, Formulir Pencatatan Kabupaten Blora bersumber dari
Pelaporan dan Protap di APBD yang diberikan kepada P2TB
Laboratorium Puskesmas di puskesmas apabila mereka telah
Wilayah Kerja Kabupaten menyerahkan laporan surveilans TB.
Blora Tahun 2014
4.2. Proses
Kualitas kegiatan sistem surveilans TB di
Kabupaten Blora dapat dilihat dari proses
pengumpulan data, pengolahan dan
penyajian data, penyebarluasan informasi
serta monitoring evaluasi.

Tabel 4. Kegiatan Sistem Surveilans


di Puskesmas Wilayah
Kerja Kabupaten Blora
Tahun 2014

Ketersediaan Buku Pedoman


Nasional Penanggulangan
Tuberkulosis belum semua puskesmas
ada, begitu pula untuk formulir yang
lainnya (TB.04, TB.05, TB.06, TB.09,
TB.10, TB.03) khususnya
kepemilikan formulir TB.09 masih
50%. Kepemilikan formulir ini juga
tergantung status puskesmas itu
sendiri dan pelaksanaan kegiatan
program penangulangan TB yang
dilaksanakan di puskesmas tersebut.
Sedangkan di DKK ketersediaan buku
pedoman dan formulir untuk laporan
ke dinas provinsi sudah lengkap.
Sarana yang penting adalah Kegiatan surveilans pada
tersedianya protap pemeriksaan tahap proses yang meliputi
mikroskopis dan pengolahan limbah pengumpulan data, pengolahan data,
dipuskesmas guna menegakkan penyajian data dan penyebarluasan
diagnosis dan pencemaran lingkungan informasi belum semua berjalan
tetapi dalam kenyataannya tidak dengan baik. Kegiatan pengumpulan
semua PRM/PPM memilikinya data di seluruh puskesmas semuanya
(Firnawati, 2014). telah dilakukan dengan baik, yaitu:
penentuan suspek oleh bidan desa,
3. Dana dokter dan perawat, kriteria diagnosis
Sumber biaya penyelenggaraan sistem TB konfirmasi menggunakan
surveilans epidemiologi kesehatan pemeriksaan mikroskopis pada semua
terdiri sumber dana APBN, APBD suspek dengan pencatatan telah
kabupaten/kota, APBD provinsi, dilakukan pada TB.01, pemberian
bantuan luar negeri, bantuan nasional obat pada pasien dilakukan setiap satu
dan daerah, dan swadaya masyarakat minggu sekali sesuai dengan strategi
(Kementerian Kesehatan RI, 2003a). DOTS, PMO dilakukan oleh keluarga

57
Jurnal Sainstech Politeknik Indonusa Surakarta ISSN: 2355-5009 Volume 7 Nomor 2 Desember 2020

pasien (92,31%) dan bidan desa Blora (Dinas Kesehatan Kabupaten


(7,69%). Pada kegiatan pengumpulan Blora, 2013a).
data belum dilakukan secara
maksimal, hal ini digambarkan V. KESIMPULAN
dengan belum semua puskesmas Evaluasi dan implementasi sistem
melakukan survei kontak (7,69) dan surveilans Tuberkulosis di Kabupaten
pemeriksaan untuk menentukan Blora tahun 2014 dapat disimpulkan
pasien sembuh (pemeriksaan Pelaksanaan sistem surveilans penyakit TB
mikroskopis pada fase pengobatan di Kabupaten Blora belum berjalan secara
lanjutan) tidak semua puskesmas maksimal mulai dari pengumpulan data,
melakuannya. Kondisi ini pengolahan dan penyajian data, analisa dan
menggambarkan bahwa data yang interpretasi data, penyebarluasan informasi
disajikan oleh puskesmas berdasarkan dan pemanfaatan data serta pelaporan dari
prosesnya berarti tidak lengkap. puskesmas ke DKK belum tepat watu;
Data yang telah terkumpul Kelemahan sistem surveilans penyakit TB
pada sistem surveilans tidak semua di Kabupaten Blora disebabkan oleh sistem
puskesmas melakukan olah data dan pelaporan hanya mengumpulkan TB.03 ke
disajikan, hanya 5 puskesmas DKK sehingga P2TB masih banyak yang
(19,23%) yang melakukan pengolahan belum sadar betapa pentingnya sistem
data. Dari 5 puskesmas tersebut 2 surveilans bisa berjalan; Penyebab
puskesmas yang melakukan kelemahan pelaksanaan sistem surveilans
pengolahan data dengan mengetahui penyakit TB paru karena kelemahan faktor
jumlah penderita saja, 3 puskesmas sumber daya manusia dan manajemen,
melakukan penyajian tabel dan grafik sehingga komponen sistem surveilans
serta 2 puskmas yang menyajikan data belum berjalan seperti yang diharapkan;
dalam bentuk spotmap. Untuk analisis Berdasarkan kesimpulan tersebut
dan interpreatasi data dilakukan oleh maka saran yang tepat untuk menigkatkan
3 puskemas dengan melihat trend system surveilans TB di Kabupaten Blora
penyakit. adalah Supervisi wasor TB dilakukan
Penyebarluasan informasi secara rutin dengan melaksanakan fungsi
dilakukan rutin setiap bulan di monitoring dan evaluasi sistem surveilans
puskesmas saat rapat mini lokakarya yang berjalan dengan memberikan
kepada lintas program tetapi untuk bimbingan dan pembinaan kepada P2TB
penyebarluasan informasi ke lintas dan tenaga laboratorium serta evaluasi di
sektor tidak bisa disajikan karena DKK juga dilakukan secara rutin; P2TB
tidak ada bukti. Penyebarluasan membentuk dan meningkatkan kerjasama
informasi ke lintas sektor tergantung lintas sektoral sehingga sistem surveilans
dengan kegiatan yang dilakukan lintas dapat berjalan lancar dengan meningkatkan
sektor. Kegiatan pelaporan ke DKK komonikasi; Mendistribusikan tenaga
banyak puskesmas yan tidak tepat kesehatan di puskesmas dengan tepat
waktu, hal ini sama halnya umpan supaya tidak terjadi beban kerja yang
balik dari DKK dan tidak semua terlalu tinggi; dan Meningkatkan motivasi
puskesmas mendapatkan umpan balik bekerja sama antar tenaga kesehatan
dari DKK. dipuskesmas dengan mengadakan kegiatan
luar ruang misalnya outbont.
4.3. Output
Output pada sistem surveilans dapat
dilihat pada capaian program yang DAFTAR PUSTAKA
telah dilaksanakan berdasarkan
proses. Kegiatan surveilans Center for Disease Control and Prevention,
merupakan salah satu tujuan dari 2001. Updated Guidelines for
program penanggulangan TB di Evaluating Public Health
Kabupaten Blora yaitu dapat mencatat Surveillance Systems, Available at:
semua penderita TB di Kabupaten http://www.cdc.gov/mmwr/preview/

58
Jurnal Sainstech Politeknik Indonusa Surakarta ISSN: 2355-5009 Volume 7 Nomor 2 Desember 2020

mmwrhtml/rr5013a1.htm [Accessed Menteri Kesehatan Republik


December 26, 2014]. Indonesia Nomor
364/Menkes/SK/V/2009 Tentang
Departemen Kesehatan RI, 2007. Pedoman Pedoman Penananggulangan
Nasional Penanggulangan Tuberkulosis, Jakarta.
Tuberkulosis 2nd ed., Jakarta.
Thacker, Stephen B; Birkhead, G.S., 2008.
Dinas Kesehatan Kabupaten Blora, 2013. field epidemiologi 3rd ed. M. B.
Petunjuk Operasional Program Gregg, ed., New York: Oxford
Eliminasi Kusta dan Penanggulanga University Press.
Tuberkulosis, Blora.
WHO, 2006. Communicable Disease
Dinas Kesehatan Kabupaten Blora, 2014. Surveillance and Response Systems :
Profil Kesehatan Kabupaten Blora Guide to Monitoring and Evaluating,
Tahun 2013, Blora. Geneva: World Health Organization.

Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Tengah, WHO, 2010. The Global Plan To Stop TB
2013. Buku Profil Kesehatan 2011-2015, Geneva: World Health
Provinsi Jawa Tengah Tahun 2012, Organization.
Semarang: Dinas Kesehatan Provinsi
Jawa Tengah.

Firnawati, A.F., 2014. Evaluasi Program


Penanggulanggan Tuberkulosis di
Kabupaten Blora Provinsi Jawa
Tengah Tahun 2013, Yogyakarta.

Kementerian Kesehatan RI, 2014. Data


dan Informasi Tahun 2013 (Profil
Kesehatan Indonesia) B. Hardhana et
al., eds.,

Kementerian Kesehatan RI, 2003a.


Keputusan Menteri Kesehatan
Republik Indonesia Nomor
1116/Menkes/SK/VIII/2003 Tentang
Pedoman Penyelenggaraan Sistem
Surveilans Epidemiologi Kesehatan,
Jakarta.

Kementerian Kesehatan RI, 2003b.


Keputusan Menteri Kesehatan
Republik Indonesia Nomor
1479/Menkes/SK/X/2003 Tentang
Pedoman Penyelenggaraan Sistem
Surveilans Epidemiologi Penyakit
Menular dan Penyakit Tidak Menular
Terpadu, Jakarta.

Kementerian Kesehatan RI, 2013. Profil


Kesehatan Indonesia Tahun 2012,
Jakarta.

Menteri Kesehatan RI, 2009. Keputusan

59

You might also like