You are on page 1of 22

38 Jurnal Akuntansi & Keuangan Daerah Volume 11, Nomor 1, Mei 2016: 38–59

PENGARUH MANIPULASI LABA AKRUAL DAN MANIPULASI LABA REAL


TERHADAP PENGUNGKAPAN CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY (CSR)
(Studi Pada Perusahaan Manufaktur Yang Listing Di BEI
Pada Tahun 2011-2013)

Samuel S. Sirait1
Dr. Meinarni Asnawi, SE., M.Si, CBV, CMA 2
Bill J. C Pangayow, SE., M.Si., Ak3
Jurusan Akuntansi, Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Cenderawasih

ABSTRACT

This study was conducted to examine the effect of earnings manipulation performed by a manager on
the Corporate Social Responsibility Disclosure, where techniques used to manipulate earnings
consists of the accrual earnings manipulation and real earnings manipulation. The population in this
study are all companies listed on the Indonesian Stock Exchange (BEI) between 2011 and 2013. The
research sample obtained from 27 manufacturing copanies with total data that serve as many as 81
sample of observations. Variables that have been tested in this study are Corporate Social
Responsibility Disclosure (CSRD) were measured using a dummy variable based on indicators that
refer to research of Sembiring (2005) as the dependent variable, and independent variables consist of
accrual earnings manipulation measured through Discrestionary Accrual (DA) using Kothari models
et. all (2005) and real earnings manipulation (Real Earning Management/REM), which is calculated
from the sum value of abnormal cash flows from operating, abnormal production costs, and abnormal
discretionary expenses by using model of Roychowdhury (2006). Based on the result of hypothesis
testing using multiple lienar analys in this study, it was concluded that the Discretionary Accrual has
effect on the Corporate Social Responsibility Disclosure while Real Earnings Management has no
effect on the Corporate Social Responsibility Disclosure.

Keywords :Discretionary Accrual, Real Earning Management, Corporate Social


Responsibility.

1. PENDAHULUAN
Kondisi lingkungan ekonomi yang berubah-ubah memiliki pengaruh besar pada keadaan dunia
usaha, terutama kelangsungan hidup perusahaan. Agar mampu bertahan dan bersaing, maka
perusahaan harus meningkatkan transparansi dalam mengungkapkan informasi yang dimiliki mengenai
perusahaannya. Informasi merupakan kebutuhan yang mendasar bagi para stakeholder. Hal ini
dianggap penting karena dengan adanya informasi yang lengkap, akurat, relevan dan tepat waktu
memungkinkan para stakeholder dapat melakukan pengambilan keputusan secara rasional sehingga
hasil yang diperoleh menjadi maksimal dan sesuai dengan yang diharapkan. Salah satu informasi yang
marak dibicarakan dan diminta untuk diungkapkan oleh perusahaan saat ini adalah informasi tentang
Corporate Social Responsibility (CSR) atau sering disebut dengan tanggung jawab sosial perusahaan.
Secara teoretik, tanggungjawab sosial perusahaan atau yang dikenal dengan nama lain
Corporate Social Responsibilty (CSR) dapat didefinisikan sebagai tanggungjawab moral suatu
perusahaan terhadap para stakeholders terutama komunitas atau masyarakat disekitar wilayah kerja
dan operasinya.

1. Alumni Jurusan Akuntansi FEB Uncen


2. Dosen Jurusan Akuntansi FEB Uncen
3. Dosen Jurusan Akuntansi FEB Uncen
39 Jurnal Akuntansi & Keuangan Daerah Volume 11, Nomor 1, Mei 2016: 38–59
Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas, yang disahkan pada 20 Juli 2007
lahir sebagai solusi atas permasalahan tanggung jawab wajib yang harus dilakukan oleh perusahaan
oleh karena aktivitas yang dilakukannya. Pasal 74 Undang-Undang ini secara jelas mewajibkan
perseroan yang menjalankan kegiatan usaha di bidang dan/atau berkaitan dengan sumber daya alam
untuk melaksanakan tanggung jawab sosial lingkungan.
Pengungkapan informasi mengenai lingkungan juga telah dipaparkan dalam Standar Akuntansi
Keuangan yang dikeluarkan oleh Ikatan Akuntan Indonesia (IAI). Sebagaimana tertulis dalam
Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) No. 1 (revisi 2009) paragraf dua belas:
“Khusus bagi industri yang terkait dengan lingkungan hidup memiliki peran signifikan juga
memahami bahwa karyawan dapat dianggap sebagai kelompok yang memiliki peran yang signifikan.
Sehingga, perlu adanya penyajian laporan tambahan oleh perusahaan misalnya laporan mengenai
lingkungan hidup dan laporan nilai tambah (value added statement). Laporan ini di luar ruang lingkup
Standar Akuntansi Keuangan”. Oleh karena itu, CSR bukanlah lagi bersifat sukarela (voluntary),
melainkan bersifat wajib (mandatory) yang harus dilakukan oleh setiap perusahaan.
Skandal akuntansi yang terjadi dapat merusak moral bisnis dan menghancurkan CSR,
contohnya adalah manajemen laba yang dilakukan oleh manajer dalam perusahaan. Manajemen laba
adalah tindakan manajemen untuk menggunakan judgement dalam pelaporan keuangan dan dalam
prosedur transaksi, dengan tujuan untuk mempengaruhi kontraktual atau menyesatkan pihak
stakeholders dalam pengambilan keputusan mengenai kinerja ekonomi perusahaan (Healy dan
Wahley, 1999) dalam Oktafia (2013).
Hasil penelitian Handajani, dkk (2010) mengemukakan bahwa pengungkapan CSR akan
digunakan oleh manajer oportunis yang melakukan manipulasi laba akrual sebagai perilaku etis untuk
mendapatkan dukungan dari para stakeholders, dalam mendapatkan dukungan dari para stakeholders
salah satu strategi pertahanan diri yang akan dilakukan manajerial bagi manajer oportunis yaitu dengan
pengungakapan CSR. Hasil serupa dari penelitian Oktafia (2013) yang meneliti tentang pengaruh
manajemen laba (yang diukur dengan proksi discretionary accrual) terhadap pengungkapan CSR,
bahwa semakin tinggi tingkat manajemen laba dalam perusahaan, maka perusahaan cenderung untuk
melakukan pengungkapan yang lebih luas mengenai pelaksanaan pengungkapan CSR.
Pada penelitian lainnya yang dikaitkan dengan menipulasi laba hanya difokuskan pada
manipulasi akrual (Chih et. al, 2008 ; Prior 2008; dan Sun et. al.,2010) dalam arifin, dkk (2012) dan
belum mengkaitkan dengan manipulasi real, padahal cara memanipulasi laba yang dilakukan
perusahaan tidak hanya terbatas pada cara-cara akrual saja tetapi juga dapat dilakukan melalui aktivitas
real. Manajer akan melakukan manipulasi terhadap kegiatan real selama tahun berjalan untuk
mengurangi resiko tidak tercapainya target laba yang diinginkan melalui manipulasi laba akrual (Yu
Wei, 2008). Sehingga dapat dikatakan cukup penting untuk mengkaitkan antara manipulasi real
dengan CSR untuk menegetahui apakah manipulasi real memberikan pengaruh atau tidak terhadap
pengungkapan CSR.
Manipulasi aktivitas real adalah jenis manipulasi laba yang dilakukan manajer disepanjang
kegiatan operasional perusahaan. Ini dinilai cukup mahal untuk dilakukan, karena tindakan yang
diambil saat ini dalam meningkatkan nilai laba dapat mempengaruhi arus kas masa depan yang
kemungkinan menjadi negatif. Akan tetapi, kemungkinan keuntungan yang dapat diperoleh jika entitas
melakukan perubahan dalam kegiatan real manipulasi laba yaitu perilaku manipulasi kegiatan real ini
dapat sulit untuk dikenali oleh auditor dan badan regulator.
Umumnya, manajer yang melakukan kegiatan manipulasi laba dapat mendukung dilakukannya
Corporate Social Responsibility Disclosure (selanjutnya akan disebut CSRD). Pada saat terdeteksinya
praktik manipulasi laba yang dilakukan oleh manajer, sehingga perusahaan akan kehilangan dukungan
dai para stakeholdernya sebagai bagaian dari konsekuensi tindakan manipulasi laba tersebut. Agar
manipulasi laba dapat tetap dijalankan demi menjaga kepentingan pihak manajemen, maka manajer
termotivasi untuk menggunakan kegiatan CSR sebagai alasan agar manipulasi laba yang manajer
40 Jurnal Akuntansi & Keuangan Daerah Volume 11, Nomor 1, Mei 2016: 38–59
lakukan tidak dapat dideteksi oleh pihak stakeholders. Penelitian Chih et.al. (2008) dalam arifin, dkk
(2012) yang menjelaskan yaitu reputasi perusahaan dan posisi manajer dapat teranrancam apabila ada
sikap proaktif dan upaya kontrol yang dilakukan oleh para stakeholder terhadap praktik manipulasi
laba, oleh karena itu kegiatan CSR digunakan oleh manajer sebagai alat yang sangat berguna untuk
mendapatkan dukungan dari para stakeholder.
Penelitian ini merujuk pada penelitian dari Bustanul Arifin, Foziah Ulfah dan Yeni Januarsi
(2012) dengan beberapa perbedaan yaitu data laporan tahunan (annual report) yang digunakan
diperbaharui menjadi dari tahun 2011 sampai tahun 2013 dan juga tidak menggunakan variabel kontrol
seperti pada penelitian sebelumnya, dengan alasan bahwa variabel kontrol merupakan variabel pilihan
(optional) sehingga tidak wajib untuk digunakan dalam penelitian.
Variabel kontrol didefinisikan sebagai variabel yang keberadaannya dikontrol oleh peneliti
untuk menetralisasi pengaruhnya. Dengan mengendalikan variabel tersebut, maka pengaruh variabel
bebas terhadap variabel terikat merupakan pengaruh yang bersih (murni) dan variabel yang
dikendalikan tersebut tidak mempengaruhi variabel terikatnya (Sarwono dan Suhayati, 2010). Hal ini
dimaksudkan karena peneliti hanya ingin melihat pengaruh murni antara manipulasi laba akrual
maupun maupun manipulasi laba real terhadap pengungkapan tanggungjawab sosial perusahaan tanpa
adanya gangguan dari penggunaan variabel kontrol. Variabel kontrol yang digunakan dalam penelitian
sebelumnya adalah profitabilitas dan leverage.

1.1 Rumusan Masalah


Berdasarkan uraian latar belakang diatas, maka dapat di rumuskan permasalahan sebagai
berikut:
1. Apakah manipulasi laba akrual berpengaruh terhadap pengungkapan CSR (Corporate
Social Responsibility)?
2. Apakah manipulasi laba real berpengaruh terhadap pengungkapan CSR (Corporate Social
Responsibility)?
Dengan demikian, secara umum penelitian ini bertujuan untuk menguji apakah manipulasi laba yang
dilakukan oleh perusahaan berpengaruh terhadap pengungkapan CSR. Secara khusus peneliti ingin: 1).
Untuk menguji pengaruh manipulasi laba akrual terhadap pengungkapan CSR. 2). Untuk menguji
pengaruh manipulasi laba real terhadap pengungkapan CSR.

2. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Teori Stakeholder
Definisi stakeholder menurut adalah setiap kelompok atau individu yang dapat mempengaruhi
atau dipengaruhi oleh pencapaian tujuan organisasi.Teori stakeholder memprediksi manajemen
memperhatikan ekspektasi dari stakeholder yang berkuasa, yaitu stakeholder yang memiliki kuasa
mengendalikan sumberdaya yang dibutuhkan oleh perusahaan (Deegan, 2000) dalam Sembiring
(2005). Perilaku pengungkapan sosial dan lingkungan dapat diungkapkan dengan menggunakan teori
stakeholder ini. Pengungkapan informasi yang dibutuhkan akan dilakukan oleh perusahaan guna
memuaskan stakeholder agar tetap bertahan. Beberapa kelompok stakeholder sangat membutuhkan
informasi tanggung jawab sosial dan lingkungan.

2.2 Teori Legitimasi


Teori legitimasi penting bagi organisasi karena teori legitimasi didasari oleh batasan-batasan,
norma-norma, nilai-nilai dan peraturan sosial yang membatasi perusahaan agar memperhatikan
kepentingan sosial dan dampak dari reaksi sosial yang dapat ditimbulkan. Dengan melakukan
pengungkapan sosial, perusahaan merasa keberadaan dan aktivitasnya terlegitimasi.
Ghozali dan Chariri, (2007) menyatakan bahwa dampak sosial dan lingkungan dapat
41 Jurnal Akuntansi & Keuangan Daerah Volume 11, Nomor 1, Mei 2016: 38–59
dipengaruhi oleh kegiatan bisnis yang dilakukan oleh perusahaan, oleh karena itu untuk menghindari
konflik sosial dan lingkungan maka perusahaan melakukan praktik pengungkapan sosial dan
lingkungan sebagai alat manajerial. Hal lainnya, proses akuntabilitas perusahaan kepada publik dapat
terjadi ketika perusahan melakukan praktik pengungkapan sosial dan lingkungan berkaitan dengan
dampak baik atau buruk yang mungkin terima.

2.3 Corporate Social Responsibility


CSR merupakan tanggungjawab aktivitas sosial kemasyarakatan yang tidak berorientasi profit.
Dalam konteks global, istilah CSR mulai digunakan sejak tahun 1970-an dan semakin populer
terutama setelah kehadiran buku Cannibals with Forks: The Triple Bottom Line in 21st Century
Business (1998) karya John Elkington. Mengembangkan tiga komponen penting sustainable
development, yakni economic growth, environmental protection, dan social equity yang digagas the
World Commission on Environment and Development (WCED), Elkington mengemas CSR ke dalam
tiga fokus: 3P (profit, planet, dan people). Perusahaan yang baik tidak hanya memburu keuntungan
ekonomi belaka (profit), tetapi memiliki kepedulian terhadap kelestarian lingkungan (planet) dan
kesejahteraan masyarakat (people).
Pengertian CSR sangat beragam. Intinya, CSR merupakan komitmen perusahaan dalam
menjalankan aktivitas operasinya yang tidak hanya untuk tujuan peningkatan profit, akan tetapi untuk
pembangunan yang berkelanjutan dalam bidang sosial dan ekonomi serta secara holistik dan
melembaga. Berikut ini sejumlah istilah yang identik dengan dengan CSR adalah corporate giving,
corporate philanthropy, corporate community relations, dan community development.
Dasar konsep dari Corporate Social Responsibility (Tanggung Jawab Sosial Perusahaan) yang
merupakan hal pokok dari etika bisnis yaitu bahwa perusahaan tidak hanya mempunyai kepada
pemengang saham atau shareholder dalam arti lain yaitu kewajiban ekonomi dan legalitas, tetapi juga
perusahaan memiliki kewajiban kepada para stakeholder yang jangkauannya melebihi kewajiban-
kewajiban di atas. Konsep dari tanggungjawab sosial yang dilakukan oleh perusahaan memiliki
hubungan dengan para stakeholder yanga ada diantaranya pelanggan atau customer, pegawai,
komunitas, pemilik atau investor, pemerintah, supplier bahkan juga kompetitor.

2.4 Earnings Management


Pada dasarnya manajemen/pengeloalaan laba (earning management) memiliki banyak definisi,
tidak ada definisi pasti mengenai manajemen laba. Menurut Healy dan Wahlen (1999) dalam Rahman
dan Hutagaol (2008) manajemen laba didefinisikan sebagai tindakan yang dilakukan oleh manajemen
dalam menyusun laporan keuangan dengam menggunakan pertimbangannya (judgement). kepada
bagaimana upaya-upaya manajemen dalam menggunakan pertimbangannya (judgement), dimana hal
ini dapat mempengaruhi para stakeholder dalam menilai kinerja perusahaan atau dapat menyesatkan
kontrak-kontrak pendapatan yang telah ditetapkan berdasarkan angka-angka laporan keuangan.
Dalam Positif Accounting Theory terdapat tiga faktor pendorong yang melatarbelakangi
terjadinya manajemen laba (Watt dan Zimmerman, 1986) dalam Rahmawati dkk, (2006), yaitu:
a)Bonus Plan Hypothesis, Manajemen akan memilih metode akuntansi yang memaksimalkan
utilitasnya yaitu bonus yang tinggi. Metode akuntansi yang bertujuan untuk meningkatkan laba yang
dilaporakan akan digunakan oleh manajer perusahaan yang mana dapat memberikan bonus besar
berdasarkan laba lebih banyak. b)Debt Covenant Hypothesis, pelanggaran perjanjian kredit yang
dilakukan oleh manajer perusahaan cenderung memilih metode akuntansi yang memiliki dampak
meningkatkan laba. Hal ini untuk menjaga reputasi mereka dalam pandangan pihak eksternal.
c)Political Cost Hypothesis, ketika ukusan perusahaan semakin besar, maka tindakan untuk melakukan
pemilihan metode akuntansi yang menurunkan laba cenderung lebih tinggi. Hal tersebut dikarenakan
dengan laba yang tinggi pemerintah akan segera mengambil tindakan, misalnya: mengenakan
peraturan antitrust, menaikkan pajak pendapatan perusahaan, dan lain-lain.
Dalam perkembangannya, manajemen laba tidak hanya terbatas dilakukan melalui aktifitas
akrual saja namun dapat juga dilakukan melalui aktifitas rill.
42 Jurnal Akuntansi & Keuangan Daerah Volume 11, Nomor 1, Mei 2016: 38–59

2.5 Manipulasi Laba Akrual


Manajemen laba akrual ditunjukkan dengan adanya discretionary accrual. Penelitian yang
menganalisis manajemen laba dengan melihat adanya discretionary accrual adalah Hayn (1995) dalam
Hastuti (2011) yang menyatakan bahwa manajemen dapat melakukan manajemen laba ketika
perusahaan tersebut masih bertumbuh, bahkan dilakukan juga pada saat earnings perusahaan jatuh
mendekati poin nol. Manajemen laba akrual biasanya dikaitkan dengan segala aktifitas yang tidak
mempengaruhi aliran kas secara langsung dan juga merupakan kemampuan manajer dalam mengontrol
manipulasi hal yang bersifat akrual dalam jangka pendek. Contohnya mempercepat atau menunda
suatu pendapatan, menganggap suatu beban biaya atau menganggap suatu tambahan investasi atas
suatu biaya, Purnomo dan Pratiwi (2009).

2.6 Manipulasi Laba Rill


Manajemen laba rill adalah tindakan-tindakan manajemen yang menyimpang dari praktek
bisnis yang normal yang dilakukan dengan tujuan utama untuk 5 mencapai target laba
(Roychowdhury, 2006; Cohen dan Zarowin, 2010). Manajemen laba rill dapat dilakukan dengan 3
(tiga) cara yaitu 1). Manipulasi Penjualan, terjadi ketika ada penawaran diskon harga produk secara
berlebihan atau memberikan persyaratan kredit yang lebih ringan guna untuk meningkatkan penjualan
secara temporer dalam periode tertentu. Walaupun, peningkatan volume penjualan dan laba periode
berjalan dapat terjadi dengan asumsi laba positif dalam penggunaan strategi ini. Akan tetapi, dapat
terjadi penurunan aliran kas periode berjalan yang disebabkan oleh pemberian diskon harga dan syarat
kredit yang lebih ringan. 2). Penurunan beban-beban diskresionari (dicretionary expenditures),
perusahaan dapat menurunkan discretionary expenditures seperti beban penelitian dan pengembangan,
iklan, dan penjualan, adminstrasi, dan umum terutama dalam periode di mana pengeluaran tersebut
tidak langsung menyebabkan pendapatan dan laba. Hal ini dapat menurunkan arus kas periode yang
mendatang walaupun dapat meningkatkan laba dan arus kas periode saat ini. 3). Produksi yang
berlebihan (overproduction), untuk meningkatkan laba, manajer perusahaan dapat memproduksi lebih
banyak daripada yang diperlukan dengan asumsi bahwa tingkat produksi yang lebih tinggi akan
menyebabkan biaya tetap per unit produk lebih rendah. Peningkatan laba operasi dan kos barang
terjual (cost of goods sold) dapat mengalami penuruanan ketiga melakukan strategi ini.

2.7 Pengembangan Hipotesis


2.7.1 Accrual Earnings Management dan CSRD
Apapun motivasi manajer dalam melakukan manipulasi laba, hal tersebut dapat
mengindikasikan secara eksplisit bahwa praktik manipulasi laba yang disengaja oleh para manajer
pada akhirnya akan membawa konsekuensi negatif terhadap shareholders, karyawan, komunitas di
mana perusahaan beroperasi, masyarakat, karir, dan reputasi manajer yang bersangkutan. Perusahaan
akan kehilangan dukungan dari para stakeholders-nya, sebagai akibat yang terburuk dari tindakan
manipulasi yang dilakukan untuk memanipulasi laba perusahaan. Tekanan dari investor, sanksi dari
regulator, ditinggalkan rekan kerja, boikot dari para aktivis dan pemberitaan media massa merupakan
respon yang negatif dari stakeholder.
Hal tersebut konsisten dengan penelitian-penelitian sebelumnya, seperti penelitian yang
dilakukan oleh Cespa dan Cestone (2007) yang menyatakan bahwa manajemen yang memanipulasi
laba mempunyai insentif untuk memproyeksikan social-friendly image melalui aktivitas CSR untuk
memperoleh dukungan dari stakeholders. Menurut penelitian Prior et.al. (2008) menunjukkan bahwa
terdapat hubungan yang positif antara tanggung jawab sosial perusahaan dan manipulasi laba
perusahaan. Hal ini karena CSR dianggap menjadi alat yang ampuh yang dapat digunakan untuk
menggalang dukungan dari para stakeholders dan oleh karena itu menyediakan jalan bagi kubu para
manajer yang memanipulasi laba, sehingga secara signifikan dapat mengurangi kemungkinan mereka
43 Jurnal Akuntansi & Keuangan Daerah Volume 11, Nomor 1, Mei 2016: 38–59
dipecat. Penelitian yang dilakukan oleh Handajani, dkk (2010) memberikan hasil yang sama bahwa
untuk mendapatkan dukungan dari para stakeholders, maka manajer oportunis akan melakukan
manipulasi laba akrual dengan menggunakan pengungkapan CSR sebagai perilaku etisnya, sehingga
untuk mendapatkan dukungan dari para stakeholders, CSR akan digunakan sebagai strategi pertahanan
diri manajerial bagi manajer oportunis. Penelitian Oktafia (2013) yang meneliti tentang pengaruh
manajemen laba (yang diukur dengan proksi discretionary accrual) terhadap pengungkapan CSR
menemukan hasil bahwa semakin tinggi tingkat manajemen laba dalam perusahaan, maka perusahaan
cenderung untuk melakukan pengungkapan yang lebih luas mengenai pelaksanaan pengungkapan
CSR.
Dengan demikian, tindakan perusahaan dalam melakukan CSR adalah untuk mengalihkan
perhatian para stakeholders dari terdeteksinya manajer dalam melakukan manipulasi laba akrual.
Berdasarkan penjelasan di atas, maka hipotesis pertama dalam penelitian ini adalah:
H1: Manipulasi laba akrual berpengaruh terhadap Corporate Social Responsibility Disclosure.

2.7.2 Manipulasi Laba Real dan CSRD


Walaupun manipulasi aktivitas real ini cukup mahal, termasuk kemungkinan bahwa arus kas di
masa mendatang menjadi negatif yang dipengaruhi oleh tindakan yang diambil pada periode saat ini
untuk meningkatkan laba namun ada keuntungan yang lain bahwa apabila perusahaan mengubah
aktivitas real dalam memanipulasi laba maka auditor dan regulator cenderung sulit mengenali perilaku
manipulasi laba ini (Wei Yu, 2008).
Teknik manipulasi aktivitas real dapat dilakukan dengan cara menaikkan diskon atau
memperlunak syarat kredit, memotong pengeluaran diskresioner, ataupun dengan cara mengurangi
biaya produksi (Roychowdhury, 2006). Selanjutnya, Roychowdhury (2006) menyatakan bahwa dalam
rangka meningkatkan laba, manajer dapat melakukan produksi melebihi pemenuhan kebutuhan
permintaan konsumen. Dengan tingginya level produksi, fixed overhead cost disebar pada unit biaya
yang lebih besar, sehingga menghasilkan nilai fixed cost per unit yang lebih rendah. Sepanjang
penurunan fixed cost per unit tidak dapat ditutupi oleh peningkatan marginal cost per unit, maka total
cost per unit akan menurun. Hal ini menyebabkan Cost Of Goods Sold yang dilaporkan lebih rendah
dibandingkan dengan level produksi normal dan perusahaan dapat melaporkan margin operasi yang
lebih baik. Manipulasi aktivitas real yang ketiga adalah abnormal discretionary expense.
Argumen di atas menunjukkan bahwa untuk memenuhi target laba yang diinginkan, manajer
tidak hanya menggunakan akrual diskresioner saja, yaitu dengan menunggu sampai akhir tahun untuk
mengelola laba yang akan dilaporkan. kemampuan manajer untuk melaporkan laba yang diperoleh
terbatas, maka target laba tidak dapat dicapai jika hanya dengan menggunakan akrual diskresioner
pada akhir tahun (Wei Yu, 2008) sehingga, manajer dapat mengurangi risiko tersebut dengan
memanipulasi aktivitas real selama tahun berjalan. Hal ini konsisten dengan hasil penelitian Graham
et.al. (2005) bahwa perusahaan beralih untuk mengelola manipulasi laba dengan menggunakan metode
aktivitas real, karena, walaupun teknik ini lebih mahal, namun cenderung lebih sulit untuk dideteksi.
Meskipun tindakan manipulasi laba aktivitas real tidak dapat terdeteksi (baik oleh auditor
maupun regulator) dan menyebabkan manajer kurang memiliki insentif untuk melakukan kegiatan
CSR, namun setelah digulirkannya UU No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, maka aktivitas
CSR menjadi wajib untuk diungkapkan dalam setiap laporan tahunan suatu perusahaan terutama bagi
perusahaan yang berkaitan dengan dan/atau sumber daya alam. Artinya bahwa, berdasarkan regulasi
tersebut CSR telah menjadi mandatory disclosure. Konsekuensi dari mandatory disclosure ini adalah
ketika perusahaan berhasil memperoleh target laba yang diinginkan melalui manipulasi aktivitas real,
maka laba ini akan tetap digunakan untuk melaksanakan kegiatan CSR. Dari kegiatan ini, perusahaan
tentunya akan terdorong untuk mengungkapan aktivitas CSR-nya karena dengan mengungkapkan
kegiatan CSR yang telah dilakukan dapat meningkatkan citra perusahaan, dapat membawa
keberuntungan dan dapat menjamin keberlangsungan perusahaan Nurkhin (2009). Selain itu, Cespa
44 Jurnal Akuntansi & Keuangan Daerah Volume 11, Nomor 1, Mei 2016: 38–59
dan Cestone (2007), Prior et.al. (2008), dan Handajani, dkk (2010) menunjukkan bahwa menagemen
yang melakukan manipulasi laba memiliki dorongan dalam melakukan aktivitas CSR untuk
mendapatkan dukungan dari para stakeholders. Berdasarkan penjelasan di atas, maka hipotesis kedua
dalam penelitian ini adalah:
H2: Manipulasi laba real berpengaruh terhadap Corporate Sosial Responsibility Disclosure.

2.8 Model Penelitian


Berdasarkan teori-teori yang telah diuraikan, maka kerangka pemikiran yang digunakan dalam
penelitian ini adalah sebagai berikut:

Gambar 1
Model Penelitian
Pengaruh Manipulasi Laba Akrual dan Manipulasi Laba Real terhadap Pengungkapan
Corporate Social Responsibility (CSR)

Manipulasi Laba Akrual


(X1) H
1

Corporate Social
Responsibility Disclosure
(CSRD) (Y)

Manipulasi Laba Real H


(X2) 2

Sumber: Model penelitian penulis 2015


45 Jurnal Akuntansi & Keuangan Daerah Volume 11, Nomor 1, Mei 2016: 38–59
3 METODE PENELITIAN
3.1 Desain Penelitian
Penelitian ini menggunakan desain penelitian berbentuk pengujian hipotesis, untuk menguji
pengaruh variabel independen terhadap variabel dependen (riset kausal). Jenis variabel yang digunakan
dalam penelitian ini ada dua, yaitu variabel dependen (terikat) dan variabel independen (bebas).

3.2 Populasi dan Sampel Penelitian


Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa
Efek Indonesia selama tahun 2011 sampai 2013. Sedangkan sampel yang digunakan dalam penelitian
ini diambil dengan menggunakan teknik purposive sampling, dengan kriteria sebagai berikut:
1. Perusahaan manufaktur yang telah listing di Bursa Efek Indonesia sejak tahun 2011 sampai tahun
2013.
2. Perusahaan manufaktur yang menerbitkan laporan tahunan (annual report) dan laporan keuangan
secara lengkap selama periode pengamatan 2011, 2012 dan 2013.
3. Perusahaan manufaktur yang memiliki periode laporan keuangan yang berakhir tanggal 31
Desember.
4. Perusahaan tersebut menyajikan laporan CSR dalam laporan tahunannya atau laporan
berkelanjutan yang terpisah selama periode pengamatan tahun 2011, 2012 dan 2013.
5. Perusahaan manufaktur yang menerbitkan annual report dan laporan keuangan menggunakan
satuan mata uang Rupiah.
6. Perusahaan yang dideteksi melakukan income increasing. Estimasi perusahaan yang melakukan
income-increasing ditunjukkan dengan interaksi antara akrual diskresioner dengan kenaikan laba
dan untuk mengukur perusahaan yang melakukan income-decreasing ditunjukkan dengan
interaksi antara akrual diskresioner dengan penurunan laba.
Untuk menentukan apakah perusahaan melakukan manajemen laba dengan menaikkan
laba atau menurunkan laba digunakan regresi, yaitu laba perusahaan tahun ini (NIt) yang dideflasi
dengan aset total tahun sebelumnya (TAt-1) sebagai variabel dependen dan laba tahun kemarin
(NIt-1) yang dideflasi dengan aset total dua tahun yang lalu (TAt-2) sebagai variabel independen
dan apabila diformulasikan menjadi: Menentukan income increasing mengikuti model (Ardiati,
2003) yaitu:

Rumus : / - = α + β₁ - / - +ε
Keterangan:
t = Laba perusahaan tahun ini
At- = Aset total tahun sebelumnya
t- = Laba tahun sebelumnya
At- = Aset total dua tahun yang lalu

Laba harapan tahun ini sama dengan laba tahun kemarin, kemudian dilakukan regresi. Error
yang terjadi, yaitu selisih antara laba harapan dengan laba aktual, digunakan untuk menentukan
apakah perusahaan berada di atas garis regresi (eror positif) atau di bawah garis regresi (eror
negatif). Jika eror positif maka perusahaan mengalami kenaikan laba relatif terhadap industri dan
diberi nilai 1 (income increasing), dan jika eror negatif berati perusahaan tidak mengalami kenaikan
laba dan diberi nilai 0 (income decreasing).
46 Jurnal Akuntansi & Keuangan Daerah Volume 11, Nomor 1, Mei 2016: 38–59
3.3 Jenis dan Sumber Data
Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder, yaitu data yang berasal dari
pihak ketiga atau pihak lain yang dijadikan sampel dalam suatu penelitian. Data yang dimaksud dalam
penelitian ini berupa laporan tahunan (annual report) dan laporan CSR perusahaan manufaktur yang
listing di Bursa Efek Indonesia periode tahun 2011 sampai dengan tahun 2013. Sumber data dalam
penelitian ini diperoleh melalui situs yang dimiliki oleh BEI, yaitu www.idx.co.id dan dari Indonesia
Capital Market Directory (ICMD).

3.4 Identifikasi Variabel, Definisi Operasional dan Pengukuran Variabel


3.4.1 Identifikasi Variabel
Variabel – variabel yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari dua jenis variabel, yaitu:
a. Variabel Dependen
Variabel dependen (terikat) adalah variabel yang dipengaruhi atau yang menjadi akibat karena
adanya variabel bebas. Jenis variabel dependen yang digunakan dalam penelitian ini adalah
Corporate Social Responsibility Disclosure (CSRD).
b. Variabel Independen
Variabel independen (bebas) adalah variabel yang mempengaruhi atau menjadi sebab
perubahan atau timbulnya variabel dependen. Variabel independen dalam penelitian ini adalah
manipulasi laba akrual (discretionary accrual) dan manipulasi laba real (real earning
management).

3.4.2 Definisi Operasional Variabel


a. Corporate Social Responsibility Disclosure (CSRD)
Pengungkapan tanggung jawab sosial merupakan pengungkapan informasi terkait dengan
aktivitas tanggung jawab sosial perusahaan. Tanggung jawab perusahaan terhadap para
stakeholder tersebut yang memunculkan istilah tanggung jawab sosial perusahaan atau lebih
dikenal dengan istilah Corporate Social Responsibility (CSR). CSR merupakan komitmen
perusahaan dalam menjalankan kegiatan operasinya untuk senantiasa memberikan kontribusi
positif terhadap masyarakat sosial dan lingkungan.
Penerapan Corporate Social Responsibility yang dialkukan perusahaan dapat dilakukan melalui
pengungkapan CSR (Corporate Social Responsibility
Disclosure) yang dimuat dalam laporan tahunan (annual report) perusahaan untuk
disosialisasikan ke publik. Undang-undang telah mengatur pelaksanaan CSR dengan
menerbitkan Undang-undang No. 40 tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas. Pernyataan
Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) No. 1 paragraf 9 tentang pengungkapan dampak
lingkungan juga mengatur mengenai Pengungkapan CSR, Sari (2012). Hal ini menjelaskan
bahwa CSRD bukanlah jenis pengungkapan sukarela lagi melainkan bersifat wajib bagi setiap
perusahaan.
b. Manipulasi laba akrual
Manajemen laba merupakan kegiatan mengintervensi proses pelaporan keuangan yang
dilakukukan oleh manajemen secara sengaja yang mana akan mempengaruhi pihak luar
perusahaan dalam pemanfaatan nilai informasi pelaporan keuangan dalam pengambilan
keputusan dengan tujuan untuk memuluskan kepentingan pribadi dari manajemen. Manajemen
laba akrual biasanya dikaitkan dengan segala aktifitas yang dapat mempengaruhi aliran kas dan
juga keuntungan secara pribadi merupakan wewenang dari para manjer. Contohnya
mempercepat atau menunda suatu pendapatan, menganggap suatu beban biaya atau
menganggap suatu tambahan investasi atas suatu biaya, Purnomo dan Pratiwi (2009)
47 Jurnal Akuntansi & Keuangan Daerah Volume 11, Nomor 1, Mei 2016: 38–59

c. Manipulasi Laba real


Manajemen laba riil adalah tindakan-tindakan manajemen yang menyimpang dari praktek
bisnis yang normal yang dilakukan dengan tujuan utama untuk mencapai target laba.
Manajemen laba riil dapat dilakukan dengan 3 (tiga) cara yaitu, manipulasi penjualan,
penurunan beban-beban diskresionari (dicretionary expenditures) dan melakukan produksi
yang berlebihan (overproduction). Perushaan-perusahaan dengan kinerja yang buruk dapa
melakukan ketiga cara manipulasi aktivitas riil di atas, sehingga tidak banyak memiliki akrual
untuk dimanipulasi. Untuk mencapai laba sedikit di atas nol, satu-satunya cara yang dapat
dilakukan yaitu dengan memanipulasi aktivitas riil tersebut. Dengan ketiga cara di atas
perusahaan-perusahaan yang diduga (suspect) melakukan manipulasi aktivitas riil akan
mempunyai abnormal cash flow operations (CFO) dan abnormal production cost yang lebih
besar dibandingkan perusahaan-perusahaan lain serta abnormal discretionary expenses yang
lebih kecil, Trisnawati, dkk (2012).

3.4.3 Pengukuran Variabel


a. Corporate Social Responsibility Disclosure (CSRD)

Pengungkapan tanggungjawab sosial diukur dengan proksi CSRDI (Corporate Social


Responsibility Disclosure Index) berdasarkan indikator yang mengacu pada penelitian
Sembiring (2005), dengan melakukan checklist pada item-item pengungkapan tanggung jawab
sosial perusahaan dalam tujuh kategori, yaitu: lingkungan, energi, kesehatan dan keselamatan
tenaga kerja, lain-lain tenaga kerja, produk, keterlibatan masyarakat, dan umum. Ketujuh
kategori tersebut terbagi lagi dalam 90 item pengungkapan dengan penyesuaian yaitu, dua belas
item dihapuskan karena kurang sesuai untuk diterapkan dengan kondisi di Indonesia
berdasarkan peraturan Bapepam No. VIII.G.2 tentang laporan tahunan. sehingga secara total
tersisa 78 item pengungkapan. Rumus perhitungan CSRDI adalah sebagai berikut:

CSRDIj = (ΣXij) Jumlah item CSRD yang diungkapkan oleh perusahaan


78 item CSRD

Keterangan :
CSRDI : Corporate Sosial Responsibility Disclosure Index perusahaan j;
ΣXij : Dummy variable; 1 = jika item i diungkapkan; 0 = jika item i tidak
diungkapkan. Dengan demikian, 0≤CSRD j≤ .

b. Manipulasi laba akrual

Pendeteksian accrual earnings management menggunakan model Kothari et.al. (2005)


dalam Krisna (2015), karena model tersebut mempunyai daya prediksi yang lebih kuat dengan
adanya tambahan kontrol terhadap proksi manipulasi laba dibandingkan dengan model
sebelumnya yaitu model modifikasian Jones (1991). Pengukuran manajemen laba akural
dengan menggunakan discretionary accruals sebagai proksi manipulasi laba dihitung dengan
model berikut:
Ait = t – C t ....................................................................................(1)
Mencari nilai koefisien ( , , , dan ) yang akan digunakan untuk menghitung
Nondiscretionary Accrual (NDA) yang diestimasi dengan persamaan regresi OLS sebagai
berikut:
48 Jurnal Akuntansi & Keuangan Daerah Volume 11, Nomor 1, Mei 2016: 38–59

Ait /A it- = (1/A it- )+ ( it - it)/ t- + ( it / t- )+ ( it / t- )


.............................................................(2)
Dengan menggunakan koefisien regresi dari persamaan di atas, nilai non discretionary accruals
(NDA) dapat dihitung dengan rumus:
NDA = (1/A it- ) + ( it - it)/ t- + ( it / t- ) + ( it /

t- )............................................................................................(3)
Selanjutnya nilai discretionary accruals (DA) dapat dihitung sebagai berikut:
DAit = Ait – DAit ................................................................................(4)
Keterangan:
t = Net Income perusahaan i pada tahun t
C t = Aliran kas dari aktivitas operasi perusahaan i pada periode t
Ait = Total akrual perusahaan i pada tahun t
it = Perubahan pendapatan perusahaan i tahun antara t dan t-1
it = Perubahan piutang i tahun antara t dan t-1
it = Tingkat PPE perusahaan i pada tahun t
it = ROA perusahaan i pada tahun t
Ait-1 = Total aktiva perusahaan i pada akhir tahun t-1

c. Manipulasi Laba real

Pendeteksian real earnings management (REM) yang diproksi dengan abnormal cash
flows from operating, abnormal production costs, dan abnormal discretionary expenses dengan
menggunakan model Roychowdhury (2006).
Abnormal cash flow from operating (CFO):
C t / At- = 0 + (1/At- ) + ( t /At- ) + ( t /At- ) + 
Abnormal production costs:
t / At- = 0 + (1/At- ) + (St /At- ) + ( t /At- )+ ( t- /At- ) + 
Abnormal discretionary expenses:
t / At- = 0 + (1/At- ) + (St- /At- ) + 
Keterangan:
CFOt = Arus kas operasi pada tahun t
PRODt = Beban produksi pada tahun t
DISEXPt = Biaya diskresioner pada tahun t.
= Total Aset 1 tahun sebelum tahun t.
= Total Penjualan (sales) pada tahun t.
= -
= -

Untuk menghitung Real Earning Management dalam ukuran yang komprehensif, peneliti
menghitung variabel tunggal dengan menggabungkan ketiga variabel-variabel real individu dari
manipulasi laba. Untuk menghitung nilai REM (Real Earnings Management), maka seluruh nilai
dari standardized variables CFO, PROD, dan DISXEP harus dijumlahkan. Dalam melakukan
penjumlahan dari nilai standardized CFO, PRODUCTION, dan DISCRETIONARY EXPENSE
harus dikalikan dengan -1 terlebih dahulu sebelum nilai standardized ketiganya dijumlahkan,
Arifin (2012).
49 Jurnal Akuntansi & Keuangan Daerah Volume 11, Nomor 1, Mei 2016: 38–59

3.5 Metode Analisis Data


3.5.1 Statistik Deskriptif
Statistik deskriptif memberikan gambaran atau deskripsi suatu data yang dilihat dari nilai rata-
rata (mean), standar deviasi, varian, maximum, minimum, sum, range, kurtosis dan skewness (Ghozali,
2011).

3.5.2 Uji Asumsi Klasik


Ada beberapa uji yang wajib dilakukan dalam uji asumsi klasik,diantaranya adalah: Uji
normalitas, dilakukan untuk mendeteksi apakah data yang dipakai dalam penelitian normal atau tidak.
Uji multikolinearitas, bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi ditemukan adanya korelasi
antar variabel bebas. Uji autokorelasi bertujuan untuk menguji apakah dalam suatu model regresi linier
ada korelasi antara kesalahan pengganggu pada periode t dengan kesalahan pengganggu periode t-1
(sebelumnya). Serta Uji Heteroskedastisitas untuk menguji apakah dalam model regresi terjadi
ketidaksamaan variance dari residual dari suatu pengamatan kepengamatan yang lain. Jika variance
dari residual satu pengamatan ke pengamatan yang lain tetap, maka disebut homoskedastisitas dan jika
berbeda disebut heteroskedastisitas. Untuk mendeteksi ada atau tidaknya heteroskedastisitas dapat
dilakukan dengan melihat ada atau tidaknya pola tertentu pada grafik scatterplot dan juga melihat nilai
signifikan secara statistik.

3.5.3 Analisis Linear Berganda


Data dalam penelitian ini diolah menggunakan software SPSS v.20. Pengujian hipotesis
dilakukan dengan menggunakan analisis regresi linear berganda. Secara umum, analisis regresi adalah
studi mengenai ketergantungan variabel dependen (terikat) dengan satu atau lebih variabel independen
(penjelas/bebas), dengan tujuan mengestimasi rata-rata populasi atau nilai rata-rata variabel dependen
berdasarkan nilai variabel independen yang diketahui (Gujarati, 2003) dalam Ghozali, (2011). Dengan
demikian maka model regresi yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
= + + +Ɛ
Keterangan:
CSRD = Corporate Social Responsibility Disclosure
α = Konstanta
, = Koefisien
DA = Discretionery accrual
REM = Real Earnings Management
Ɛ = error

3.6 Pengujian Hipotesis


Pengujian hipotesis tentang pengaruh variabel independen dalam mempengaruhi variabel
dependen dapat menggunakan alat analisis statistik berupa uji (Koefisien determinasi), uji F
(simultan) dan uji-t (parsial).

4 HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN


4.1 Gambaran Umum Responden
Berdasarkan kriteria-kriteria yang digunakan dalam penarikan sampel, maka penelitian ini
menggunakan sampel perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia selama periode 3
tahun berturut-turut yaitu dari tahun 2011 sampai tahun 2013, mempunyai data annual report dan
laporan keuangan yang lengkap, menerbitkan laporan tahunan yang berakhir pada periode 31
desember, menyajikan laporan CSR di dalam laporan tahunan atau laporan keberlanjutan terpisah
50 Jurnal Akuntansi & Keuangan Daerah Volume 11, Nomor 1, Mei 2016: 38–59
lainnya selama periode pengamatan tahun 2011, 2012 dan 2013, menggunakan satuan mata uang
rupiah dalam laporan keuangannya serta perusahaan yang dideteksi melakukan income increasing.
Adapun proses seleksi sampel disajikan pada tabel 1 di bawah ini.

Tabel 1
Penentuan Sampel
Kreteria Jumlah
Perusahaan manufaktur yang terdaftar di BEI 2011-2013. 141
Perusahaan manufaktur yang data annual report dan laporan (57)
keuangannya tidak lengkap.
Perusahaan manufaktur yang memiliki akhir periode laporan (0)
keuangan bukan per 31 desember.
Perusahaan manufaktur yang tidak menyajikan laporan CSR. (8)
Perusahaan yang tidak menggunakan satuan mata uang Rupiah. (15)

Perusaahaan manufaktur yang diduga tidak melakukan income (34)


increasing.
Perusahaan yang menjadi sampel 27
Jumlah data pengamatan selama 3 tahun (27 x 3) 81
Sumber: Data yang diolah (2015)

Dari 142 perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia, hanya 27 perusahaan
yang memenuhi kriteria penarikan sampel, sehingga total observarian data berjumlah 81 data yang
kemudian dipakai dalam penelitian.

4.2 Statistik Deskriptif


Statistik deskriptif memberikan gambaran umum tentang nilai minimum, nilai maximum, nilai
rata-rata dan standar deviasi dari data yang digunakan dalam penelitian. Gambaran umum tentang
variabel-variabel yang digunakan dalam penelitian ini dapat dilihat pada tabel 2 di bawah ini.
Tabel 2
Tabel Statistik Deskriptif
N Minimum Maximum Mean Std. Deviation
CSRD 81 .18 .78 .4109 .13161
DA 81 -.71 .10 -.3445 .26118
REM 81 -2.83 2.75 .0000 1.16097
Valid N (listwise) 81
Sumber: Data yang diolah (2015)

Variabel manipulasi laba akrual yang diukur dengan discretionary accruals (DA)
menunjukkan rata-rata sebesar -0,3445. Nilai minimum menunjukkan sebesar -0,71 dan nilai maximum
menunjukkan sebesar 0,10.
Variabel real earnings management (REM) yang diukur dari hasil penjumlahan standardized
dari ABR_CFO, ABR_PROD, dan ABR_DISEXP menunjukkan rata-rata sebesar 0,000. Nilai
minimum menunjukkan sebesar -2,83 dan nilai maximum menunjukkan sebesar 2,75.
Indeks pengungkapan sosial (CSR) yang diukur dengan 78 item pengungkapan diperoleh nilai
rata-rata sebesar 0,4109 atau 41%. Hal ini menunjukkan bahwa dalam satu periode, perusahaan telah
mengungkapkan laporan tanggungjawab sosialnya (CSRD) sebanyak 41 %. Nilai Indeks
pengungkapan terkecil sebesar 0,18 atau sebanyak 18 % dan nilai indeks pengungkapan terbesar
51 Jurnal Akuntansi & Keuangan Daerah Volume 11, Nomor 1, Mei 2016: 38–59
sebesar 0,78 atau sebanyak 78 %. Berdasarkan hasil data CSR setiap periode, dapat dilihat bahwa
setiap periode dari 2011 sampai dengan 2013, ada kecenderungan mengalami peningkatan
pengungkapan CSR yang dilakukan oleh perusahaan manufaktur. Mungkin hal ini disebabkan oleh
adanya regulasi pemerintah berupa UU No. 40 Tahun 2007 mengenai Perseroan Terbatas.

4.3 Uji Asumsi Klasik


Uji Normalitas
Untuk melihat apakah data dari suatu penelitian terdistribusi dengan normal atau tidak, maka
dapat dideteksi dengan melakukan analisis grafik dan juga uji statistik. Berdasarkan hasil dari data
yang diolah, grafik P-Plot (gambar 4.1) menunjukkan bahwa titik-titik menyebar berhimpit disekitar
garis diagonal serta mengikuti garis digonalnya.
Dari garfik histogram (gambar 4.2) juga terlihat bahwa data residual terdistribusi secara
normal, yaitu bentuk gafik yang dihasilkan berbentuk simetris tidak menceng kekiri maupun ke
kanan. Sehingga berdasarkan analisis dari grafik P-Plot maupun grafik histogram yang ada, maka
dapat disimpulkan bahwa

Gambar 2. Grafik P-Plot Gamba 3. Grafik Histogram

residual data yang digunakan dalam penelitian ini terdistribusi secara normal.
Hasil uji normalitas dengan menggunakan uji statistik kolmogorov-smirnov juga menunjukkan
hasil yang sama yaitu, bahwa residual dari data penelitian ini terdistribusi secara normal. Dalam Tabel
4.3 terlihat bahwa besarnya nilai kolmogorov-smirnov adalah 0,666 dan signifikan pada 0,767, hal ini
berarti data residual terdistribusi secara normal karena signifikannya berada di atas 0,05 atau 5%.
52 Jurnal Akuntansi & Keuangan Daerah Volume 11, Nomor 1, Mei 2016: 38–59

Tabel 3
Uji Kolmogrov-Smirnov
Unstandardized
Residual

N 81

a,b
Mean 0E-7
Normal Parameters
Std. Deviation .12598860
Absolute .074
Most Extreme Differences Positive .074
Negative -.044
Kolmogorov-Smirnov Z .666
Asymp. Sig. (2-tailed) .767
Sumber: Data yang diolah(2015)

Uji Multikolinearitas

Uji multikolinearitas dimaksudkan untuk mengetahui apakah terdapat interkorelasi sempurna


antara variabel-variabel independen yang ada. Dari tabel 4.4 di bawah, dapat diketahui hasil pengujian
tolerance menunjukkan variabel discretionary accrual (DA) dan real earnings management (REM)
memiliki nilai tolerance lebih dari 0,10 (10%). Hasil perhitungan VIF juga menunjukkan bahwa tidak
ada satupun variabel bebas yang memiliki nilai VIF lebih dari 10. Oleh karena itu, dapat disimpulkan
bahwa tidak ada multikolinearitas antara variabel dalam model regresi tersebut.

Tabel 4
Tabel Uji Multikolinearitas
Model Collinearity Statistics

Tolerance VIF

(Constant)
1 DA .982 1.018

REM .982 1.018

a. Dependent Variable: CSRD

Uji Autokorelasi
Uji autokorelasi digunakan untuk mengetahui apakah dalam sebuah model regresi ada
korelasi antara kesalahan pengganggu pada periode t dengan periode t-1. Untuk mengetahui ada
tidaknya autokorelasi, maka digunakan uji Durbin-Watson (DW test). Dimana kriteria pengujiannya
adalah:
 Jika nilai D-W di bawah 0 sampai 1,5 berarti ada autokelarsi positif.
 Jika nilai D-W diantara 1,5 sampai 2,5 berarti tidak ada autokolerasi.
 Jika nilai D-W di atas 2,5 sampai 4 berarti ada autokolerasi negatif.
Berdasarkan pengolahan data yang dilakukan, maka didapat hasil sebagai berikut.
53 Jurnal Akuntansi & Keuangan Daerah Volume 11, Nomor 1, Mei 2016: 38–59

Tabel 5
Tabel Uji Autokorelasi (Durbin-Watson)
Model R R Square Adjusted R Std. Error of the Durbin-Watson
Square Estimate
a
1 .289 .084 .060 .12759 1.507
Sumber: Data yang diolah (2015)

Berdasarkan hasil olah data, maka didapat nilai Durbin-Watson sebesar 1,507. Dengan
demikian dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat autokorelasi pada model regresi yang digunakan
karena nilai DW berada diantara 1,5 sampai dengan 2,5.

Uji Heterokedastisitas
Uji Heteroskedastisitas bertujuan menguji apakah dalam model regresi terjadi ketidaksamaan
variance dari residual satu pengamatan ke pengamatan yang lain. Jika variance dari residual satu
pengamatan ke pengamatan yang lain tetap, maka disebut homoskesdatisitas atau tidak terjadi
heteroskedastisitas.
Ada beberapa cara yang dapat digunakan untuk mendeteksi ada atau tidaknya
heteroskedastisitas. Dalam penelitian ini penulis menggunakan dua cara untuk mendeteksi ada atau
tidaknya heteroskedastisitas, yaitu dengan menganalisis grafik scatterplot dan juga menggunakan uji
statistik berupa uji glesjer. Cara menganalisis melalui grafik scatterplot yaitu dengan melihat jika ada
pola tertentu, seperti titik-titik yang ada membentuk pola tertentu yang teratur (bergelombang, melebar
kemudian menyempit), maka mengindikasikan telah terjadi heteroskedastisitas. Jika tidak ada pola
yang jelas, serta titik menyebar di atas dan di bawah angka 0 pada sumbu Y, maka tidak terjadi
Heteroskedastisitas, Ghozali (2011). Berdasarkan hasil dari data yang telah diolah, maka didapat grafik
seperti dibawah ini, gambar 4.3. Dari grafik tersebut dapat dilihat bahwa data menyebar secara acak
serta tersebar di atas maupun di bawah angka 0 pada sumbu Y, maka dapat disimpulkan bahwa tidak
ada gejala heteroskedastisitas dalam penelitian ini.

Gambar 4
Grafik Scatterplot - Uji Heteroskedastisitas
54 Jurnal Akuntansi & Keuangan Daerah Volume 11, Nomor 1, Mei 2016: 38–59
Cara lain mendeteksi ada atau tidaknya gejala heteroskedastisitas yaitu melalui uji glesjer. Bila
nilai signifikan masing-masing variabel independen > 0,05, maka dapat disimpulkan bahwa model
regresi tidak terdapat heteroskedastisitas. Berdasarkan hal tersebut dapat dilihat dalam tabel 4.6 di
bawah, bahwa nilai signifikansi variabel discretionary accrual (DA) sebesar 0,064 dan variabel real
earning management (REM) sebesar 0,931 lebih besar dari tingkat signifikansi 0,05. Maka dapat
disimpulkan bahwa tidak terdapat heteroskedastisitas dalam model regresi tersebut, hal ini sejalan
dengan hasil analisis grafik scatterplot.

Tabel 6
Tabel Uji Heteroskedastisitas (Glesjer)
Model Unstandardized Coefficients Standardized t Sig.
Coefficients

B Std. Error Beta

(Constant) .080 .014 5.814 .000

1 DA -.060 .032 -.210 -1.879 .064

REM -.001 .007 -.010 -.087 .931

a. Dependent Variable: Abs_Ut


Sumber: Data yang diolah, (2015)

4.4 Uji Hipotesis


Uji Koefisien Determinasi ( )

Nilai koefisien determinasi ditunjukkan dengan nilai adjusted R-Square dari model regresi
yang digunakan untuk mengetahui seberapa jauh kemampuan variabel-variabel independen dapat
menerangkan variasi variabel terikatnya. Nilai yang mendekati satu berarti variabel-variabel
independen memberikan hampir semua informasi yang dibutuhkan untuk memprediksi variasi variabel
dependen.
Tabel 7
Tabel Koefisien Determinasi
b
Model Summary

Model R R Square Adjusted R Std. Error of the


Square Estimate
a
1 .289 .084 .060 .12759

a. Predictors: (Constant), REM, DA


b. Dependent Variable: CSRD
Sumber: Data yang diolah, (2015)

Tabel 7 di atas menunjukkan bahwa koefisien determinasi memiliki nilai adjusted sebesar
0,06. Hal ini berarti bahwa 6 % variasi indeks pengungkapan CSR dapat dijelaskan oleh variabel
discretionary accruals dan real earnings management, sedangkan sisanya 94 % (100% - 6%) indeks
pengungkapan CSR dapat dijelaskan oleh variabel lain yang tidak dimasukkan ke dalam model
penelitian.
55 Jurnal Akuntansi & Keuangan Daerah Volume 11, Nomor 1, Mei 2016: 38–59
Uji F (Simultan)
Uji F bertujuan untuk mengetahui apakah seluruh variabel independen secara bersama-sama
(simultan) memiliki pengaruh yang signifikan terhadap variabel dependennya. Hasil uji F dapat dilihat
pada tabel 4.8 di bawah ini.
Tabel 8
Tabel Uji F (Simultan)
a
ANOVA

Model Sum of Squares df Mean Square F Sig.


b
Regression .116 2 .058 3.557 .033

1 Residual 1.270 78 .016

Total 1.386 80
a. Dependent Variable: CSRD
b. Predictors: (Constant), REM, DA
Sumber: Data yang diolah, (2015)

Hasil dari pengolahan data terlihat bahwa nilai F sebesar 3,557 dengan nilai probabilitas
signifikan sebesar 0,033. ilai signifikan pengujian yang lebih kecil dari α = 0,05 menunjukkan bahwa
variabel discretionary accruals (DA) dan real earnings management (REM) secara bersama-sama
(simultan) memiliki pengaruh terhadap variabel corporate social responsibility disclosure (CSRD).

Uji t (Parsial)
Uji statistik-t pada dasarnya menunjukkan seberapa jauh pengaruh satu variabel
penjelas/independen secara individual dalam menerangkan variasi variabel dependen, Ghozali (2011).
Untuk melihat pengaruh dari masing-masing variabel independen terhadap variabel dependen, dapat
dilihat dari nilai probabilitas signifikannya yang harus < α = 0,05. Sedangkan untuk
mengiterpretasikan koefisien variabel indenpenden dapat digunakan nilai unstandardized coefficient.
Hasil uji satistik-t dari penelitian ini dapat dilihat dari tabel 9 di bawah ini.

Tabel 9
Tabel Uji-t (Parsial)
a
Coefficients

Model Unstandardized Coefficients Standardized t Sig.


Coefficients

B Std. Error Beta

(Constant) .361 .024 15.222 .000

1 DA -.146 .055 -.289 -2.642 .010

REM -9.612E-005 .012 -.001 -.008 .994

a. Dependent Variable: CSRD


Sumber: Data yang diolah, (2015)

Berdasarkan hasil olahan data diatas (tabel 9), terlihat bahwa variabel discretionary accrual
(DA) signifikan terhadap variabel corporate social responsibility disclosure (CSRD), sedangkan
variabel real earnings management (REM) tidak signifikan. Hal ini dapt dilihat dari nilai probabilitas
variabel DA sebesar 0,0 0 < α = 0,05 sedangkan variabel REM sebesar 0,99 > α = 0,05. Hasil
persamaan regresi yang diperoleh dari tabel 4.9 juga dapat disimpulkan sebagai berikut:
Y = 0,361 – 0,146 DA – 0,000009612 REM + e

4.5 Pembahasan
4.5.1 Manipulasi Laba Akrual dan Corporate Social Responsibility Disclosure
56 Jurnal Akuntansi & Keuangan Daerah Volume 11, Nomor 1, Mei 2016: 38–59
Hasil pengujian hipotesis dalam penelitian ini, seperti terlihat dalam tabel 9 menunjukkan
manipulasi laba akrual yang diukur menggunakan proksi discretionary accrual menunjukkan pengaruh
yang negatif signifikan dengan nilai β sebesar -0,146 dengan tingkat signifikan sebesar 0,010 yang
lebih kecil daripada α = 0,05, sehingga hipotesis berhasil diterima. Berarti dapat disimpulkan bahwa
Manipulasi laba akrual yang diukur menggunakan discretionary accrual (DA) berpengaruh terhadap
corporate social responsibility disclosure (CSRD). Berpengaruh negatif berarti bahwa semakin tinggi
tingkat manajemen laba maka semakin rendah CSR, dengan kata lain semakin banyak manajer
melakukan manajemen laba, maka akan semakin sedikit kegiatan CSR yang harus dilakukan.
Hasil penelitian ini sedikit berbeda dengan hasil dari penelitian Arifin, dkk, (2012), Chih et.al.
(2008) dan penelitian Handajani, dkk (2010). Mereka menemukan bahwa manipulasi laba akrual
memiliki mengaruh yang positif dan signifikan terhadap CSR. Sedangkan penelitian ini sejalan dengan
penelitian dari Djuitaningsih dan Marsyah (2012) serta Chih et.al.,(2008) dalam Horison (2014) serta
hasil penelitian Krisna (2015) yang menemukan hasil bahwa manajemen laba berpengaruh negatif
signifikan terhadap CSR. Hal ini bisa terjadi karena pengungkapan CSR yang dilakukan bukan
termotivasi oleh manipulasi laba akrual, akan tetapi semata-mata untuk memenuhi aturan yang ada
yaitu UU No. 40 tahun 2007 pasal 66 ayat (2) poin c dan pasal 74 tentang Perseroan Terbatas.
Namun, hasil penelitian ini tidak sesuai dengan penelitian Sun Nan et.al. (2010) dalam arifin,
dkk (2012) yang mendapatkan hasil bahwa manipulasi laba akrual dengan menggunakan proksi
discretionary accrual tidak signifikan berhubungan dengan environmental disclosure. Menurut hasil
penelitian tersebut, manajer yang berada dalam kontrol pembuat keputusan, mereka akan termotivasi
untuk melakukan manipulasi laba baik income increasing maupun income decreasing semata-mata
untuk mendapatkan keuntungan dirinya sendiri. Artinya bahwa, manajer yang berada dalam tekanan
suatu perusahaan akan melakukan manipulasi laba hanya untuk mencapai keuntungan dirinya sendiri,
bukan digunakan untuk kegiatan lain seperti kegiatan CSR.

4.5.2 Manipulasi Laba Real dan Corporate Social Responsibility Disclosure


Pengujian hipotesis kedua dalam penelitian ini adalah untuk menguji apakah manipulasi laba
real memiliki pengaruh terhadap Corporate Social Responsibility Disclosure. Hasil penelitian
menunjukkan nilai β sebesar 0,0000096 dengan tingkat signifikan sebesar 0,99 lebih besar
daripada α = 0,05, sehingga hipotesis kedua berhasil menolak hipotesis ke dua. Berarti dapat
disimpulkan manipulasi laba real tidak berpengaruh terhadap Corporate Social Responsibility
Disclosure. Dengan kata lain, hipotesis ke dua tidak dapat terdukung secara statistik. Dapat
disimpulkan bahwa baik semakin rendah maupun tinggi manipulasi laba real yang dilakukan, maka
tidak akan mempengaruhi pengungkapan tanggung jawab sosial perusahaan.
Hal ini sejalan dengan penelitian Arifin,dkk (2012) yang menemukan bahwa manipulasi laba
real tidak berpengaruh terhadap CSR. Ini dapat terjadi karena, auditor dan badan regulator cenderung
sulit untuk mendeteksi manipulasi laba melalui aktivitas real, sehingga manajer akan lebih leluasa
dalam melakukan praktik tersebut. Akibat dari auditor dan regulator yang cenderung sulit untuk
mendeteksi perilaku tersebut, maka perusahaan yang cenderung melakukan manipulasi aktivitas real
kurang memiliki dorongan untuk melakukan pengungkapan tanggung jawab sosial perusahaan (Wei
Yu 2008).
Pengungkapan CSR dirasa tidak perlu dilakukan oleh pihak manajemen yang melakukan
manipulasi laba melalui aktivitas real. Hal ini terjadi karena target laba yang didapatkan dari real
earnings management tidak digunakan oleh manajer untuk kegiatan CSR bahkan untuk melakukan
pengungkapan CSR dalam annual report perusahaan. Target laba yang didapatkan tersebut hanya
untuk memenuhi kepentingan manajer semata seperti yang dikemukakan oleh Watts dan Zimmerman
(1986) dalam Arifin,dkk (2012) yang menyatakan bahwa para manajer melakukan praktik manajemen
laba karena untuk motivasi yang mereka harapkan, antara lain: (1) hipotesis rencana bonus (bonus plan
hypothesis); (2) hipotesis perjanjian hutang (debt convenants hypothesis); (3) hipotesis biaya politik
57 Jurnal Akuntansi & Keuangan Daerah Volume 11, Nomor 1, Mei 2016: 38–59
(political cost hypothesis).

5 Kesimpulan
Penelitian ini menganalisis pengaruh manipulasi laba akrual dan manipulasi laba real terhadap
pengungkapan corporate social responsibility (CSR). Berdasarkan hasil analisis data, pengujian
hipotesis, dan pembahasan, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa manipulasi laba akrual yang diukur
dengan proksi discretionary accrual memiliki pengaruh negatif dan signifikan terhadap pengungkapan
CSR. Artinya dapat disimpulkan bahwa manipulasi laba akrual yang dilakukan oleh manajer dalam
perusahaan akan berpengaruh terhadap pengungkapan tanggung jawab sosial perusahaan namun
semakin tinggi manipulasi laba akrual yang dilakukan oleh manajer, maka pengungkapan CSR akan
menurun atau sedikit diungkapkan. Sedangkan, manipulasi laba real yang diukur dengan penjumlahan
dari ketiga variabel rill individu memiliki pengaruh negatif dan tidak signifikan terhadap
pengungkapan CSR. Dengan demikian dapat diketahui bahwa manipulasi laba real tidak berpengaruh
terhadap pengungkapan tanggungjawab sosial perusahaan. Artinya semakin tinggi ataupun semakin
rendah manipulasi laba real yang dilakukan oleh manajer, maka tidak akan berpengaruh sama sekali
terhadap pengungkapan CSR.
Penelitian ini memiliki beberapa keterbatasan yaitu diantaranya memiliki jumlah sampel yang
relatif sedikit dan tahun pengamatan yang pendek. Dari hasil penyeleksian berdasarkan kriteria yang
ditetapkan, didapat 27 sampel perusahaan dengan total observasian sebanyak 81 sampel yang diteliti
dalm 3 tahun pengamatan (2011-2013). Penelitian ini terbatas pada perusahaan industri manufaktur
dan juga hanya fokus terhadap perusahaan yang diduga melakukan income increasing. Nilai koefisien
determinasi yang didapat dari hasil pengolahan data masih rendah, yang artinya variabel independen
yang ada dalam penelitian ini memiliki kemampuan yang minim untuk menjelaskan variasi variabel
dependennya. Dalam penentuan nilai indeks pengungkapan CSR masih ada unsur subjektivitas di
dalamnya, sehingga penentuan indeks untuk indikator dalam kategori yang sama dapat berbeda untuk
setiap peneliti.
Saran kepada peneliti selanjutnya untuk menambah tahun pengamatan sehingga periode
pengamatan menjadi lebih panjang, sehingga diperoleh sampel yang lebih banyak dan gambaran
dampak manipulasi laba terhadap pengungkapan CSR menjadi lebih luas. Diharapkan pula sampel
yang digunakan adalah perusahaan dari jenis sektor dan industri yang berbeda, seperti sektor
pertambangan atau kontruksi terutama untuk perusahaan yang berkaitan dengan dan/atau sumber daya
alam yang dimaksudkan dalam UU No. 40 Tahun 2007 serta perusahaan dari industri non-keuangan
lainnya. Dalam penelitian selanjutnya dapat menggunakan indeks pengungkapan CSR yang berbeda
seperti GRI, agar dapat dilihat manakah indeks yang cocok untuk digunakan dalam melihat
pengungkapan CSR yang dilakukan perusahaan di Indonesia. Peneliti selanjutnya dapat menggunakan
atau menambahkan jenis pengujian lain selain analisis linear berganda, sepeti uji beda untuk melihat
dampak dan perbedaan yang ditimbulkan oleh manipulasi laba terhadap pengungkapan tanggung
jawab sosial perusahaan.
58 Jurnal Akuntansi & Keuangan Daerah Volume 11, Nomor 1, Mei 2016: 38–59

DAFTAR PUSTAKA

Arifin, Bustanul., aoziah Ulfah dan Yeni Januarsi. ( 0 ). “Perbedaan Kecenderungan pengungkapan
Corporate Social Responsibility : Pengujian Terhadap Manipulasi Akrual dan Manipulasi
Real”. Makalah disampaikan pada Simposium Nasional Akuntansi XV, Banjarmasin.

Ardiati, Aloysia. ( 00 ). “Pengaruh Manajemen Laba erhadap Return Saham dengan Kualitas Audit
Sebagai Variabel Pemoderasi”. Makalah disampaikan pada Simposium asional Akuntansi
VI, Surabaya.

Beatrix; Eko Pudjolaksono dan Rizky Eriandani. (2014). “Pengaruh Earnings Management Terhadap
Pengungkapan Corporate Social Responsibility Pada Badan Usaha Manufaktur Yang
erdaftar Di BE ”. Jurnal lmiah Mahasiswa Universitas Surabaya Vol. o. 0 .
Surabaya.

Hanafi, Mamduh M. ( 008). “Manajemen Keuangan”, Edisi pertama. Yogyakarta: BP E.

Handajani, Lilik., dkk. ( 0 0) “The Effect of Earnings Management and Corporate Governance
Mechanism to Corporate Social Responsibility Disclosure: Study at Public Companies in
Indonesia Stock Exchange”. Makalah disampaikan pada Simposium Nasional Akuntansi XII,
Purwekerto.

Hartono, J. (2012). “Metodologi Penelitian Bisnis : Salah Kaprah dan Pengalaman


Pengalaman”, Edisi kelima. Yogyakarta: BP E.

Hastuti, Sri. ( 0 ). “ itik Kritis Manajemen Laba Pada Perubahan Tahap Life Cycle Perusahaan:
Analisis Manajemen Laba Rill Dibandingkan Dengan Manajemen Laba Akrual”. Makalah
disampaikan pada Simposium Nasional Akuntansi XIV, Banda Aceh.

Horison, Muhamad Yolio dan Yeterina W. ugrahanti. ( 0 ).” Perbedaan Penggungkapan corporate
social responsibility dan nilai perusahaan antara perusahaan dengan manajemen laba tinggi
dan rendah. Seminar Nasional dan Call for Paper (Sancall 2014) hal. 281-295.

Ikatan Akuntan Indonesia (2009). Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan No. 1:


Penyajian Laporan Keuangan (revisi 2009). Jakarta : IAI

Krisna, Kadek Dhayana Sari dan Wayan Pradnyantha Wirasedana. ( 0 5). “Manajemen Laba dalam
Pelaksanaan Corporate Social Responsibility dan Pengaruhnya pada Return Saham”. E-Jurnal
Akuntansi Universitas Udayana 10.3 hal : 632-646. Bali

uha, Gardina Aulin; ining ka Wahyuni dan Ririn rmadaryani. ( 0 ). “Perbedaan ingkat
Pengungkapan Corporate Social Responsibility (CSR) Pada Perusahaan Yang Diduga
Melakukan Manipulasi Laba Akrual Dan Manipulasi Real”. Makalah disampaikan pada
Simposium Nasional Akuntansi XVII, Mataram.

ktafia, Yufenti. ( 0 ). “Pengaruh Manajemen Laba erhadap Pengungkapan anggungjawab Sosial


Perusahaan Dengan Corporate Governance Sebagai Variabel Moderasi”. Jurnal Ilmiah
Akuntansi Dan Humanika (JINAH) UNDIKSHA Vol. 2 No. 2, Singaraja.

Priyatno, Duwi. ( 009). “SPSS untuk Analisis Kolerasi, Regresi, dan Multivariate”, Edisi
pertama. Yogyakarta: GavaMedia.
59 Jurnal Akuntansi & Keuangan Daerah Volume 11, Nomor 1, Mei 2016: 38–59

Purnomo, Budi.S; Puji Pratiwi. ( 009). “Pengaruh Earning Power Terhadap Praktek Manajemen Laba
(Earning Management)”. Jurnal Media Ekonomi Vol. o. , April 009.

Rachmawati, Rima. ( 007). “ injauan eoritis : Penerapan Pengungkapan anggung Jawab Sosial
Dalam Laporan ahunan”. Jurnal Bisnis, Manajemen dan Ekonomi. Vol 8 No. 4, Mei 2007.
Bandung.

Rahman, Annisaa; Yanthi Hutagaol. ( 008). “Manajemen Laba Melalui Akrual dan Aktivitas Real
Pada Penawaran Perdana Dan Hubungannya Dengan Kinerja Jangka Panjang: Studi Empiris
pada BEJ”. Jurnal Akuntansi dan Keuangan Indonesia, Vol. 5 No. 1 tahun 2008.

Ratmono, Dwi. ( 0 0). “Manajemen Laba Rill dan Berbasis Akrual: Dapatkah Auditor Yang
Berkualitas Mendeteksinya?”. Makalah disampaikan pada Simposium asional Akuntansi
XIII, Purwokerto.

Roychowdhury, Sugata. (2006).”Earnings Management Through Real Activities Manipulaiton”.


Journal of Accounting and Economics 42 (2006) 335-370.

Sembiring, Eddy Rismanda. ( 005). “Karakteristik Perusahaan dan Pengungkapan anggung Jawab
Sosial: Studi Empiris Pada Perusahaan Yang ercatat Di Bursa Efek Jakarta”. Makalah
disampaikan pada Simposium Nasional Akuntansi VIII, Solo.

Sari, Riskia Anggarita. ( 0 ). “Pengaruh Karakteristik Perusahaan erhadap Corporate Social


Responsibility Disclosure pada Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di Bursa Efek
ndonesia”. Jurnal ominal, Vol o. , ahun 2012.

Sarwono, Jonatan; Ely Suhayati. ( 0 0). “Riset Menggunakan SPSS”, Edisi pertama. Yogyakarta:
Graha Ilmu.

risnawati, Rina; Wiyadi; oer Sasongko. ( 0 ). “Pengukuran Manajemen Laba: Pendekatan


erintegrasi”, Makalah disampaikan pada Simposium asional Akuntansi XV, Palembang.

Veronica, Sylvia .P.S, Yanivi S. Bachtiar ( 00 ). “Hubungan Antara Manajemen Laba Dengan
ingkat Pengungkapan Laporan Keuangan”. Makalah disampaikan pada Simposium Nasional
Akuntansi VI, Surabaya.

Wei, Yu. ( 008). “Accounting-Based Earnings Management and Real ActivitisManipulations”.


Georgia Institute of Technology.
.

You might also like