Professional Documents
Culture Documents
Abstract
The exposure of dust in a long time at work place will cause the heavy stress on organ of
respiratory system. The purpose of this research is to know how the correlation of dust
concentration with lung function on press-packing process of battered at Tanjung Mulia Hilir
Medan 2013. This research is an analytic survey with cross sectional design, which sample are 19
people (total population). Data are analyze by using chi-square test and to know the correlation
using multiple regression logistic test with Backward Stepwise method. The result of research
showed that the dust concentration at four point measure at the work place still under the
Threshold Limit Value (< 3mg/m3) which are 0.014 mg/m3, 0.007 mg/m3, 0.080 mg/m3 and 0.020
mg/m3. In other hand the lung function shows that 4 workers (20.1%) have disorder and 15 workers
(78.9%) are normal. The chi-square test found that the variable of age, periode of work, a history
of lung disease showed has not a significant correlation with lung function. But, the smoking habit
and using of PPE has a significant correlation with lung function. Multiple logistic regression
analysis showed that the use of PPE has more significant correlation with lung function
(p =0.038) than smoking habit. From the result, the worker recommended have to wear personal
protective equipment like mask and stop smoking habit to prevent lung function disorder.
Keywords : Dust Concentration, Lung Function, Work Place
Pendahuluan
Tempat kerja merupakan tempat dimana Untuk menciptakan tempat kerja yang sehat
setiap orang mencari nafkah untuk memenuhi maka semua potensi bahaya di tempat kerja
kebutuhan diri sendiri maupun keluarga yang harus dikendalikan sehingga memenuhi batas
sebagian besar waktu pekerja dihabiskan di standard aman, memberikan kontribusi bagi
tempat kerja. Setiap tempat kerja selalu terciptanya kondisi lingkungan kerja yang
terdapat berbagai potensi bahaya yang dapat aman, sehat serta proses produksi menjadi
memengaruhi kesehatan pekerja atau dapat lancar serta dapat menekan risiko kerugian
menyebabkan timbulnya penyakit akibat dan meningkatan produktivitas pekerja
kerja. Tempat kerja yang sehat akan (Kepmenakertrans RI No.372 tahun 2009
mendukung pekerja untuk dapat bekerja tentang Petunjuk Pelaksanaan Bulan K3
secara optimal yang pada akhirnya akan Nasional ).
meningkatkan produktivitas. Sebaliknya
tempat kerja yang tidak sehat dapat Salah satunya potensi bahaya di tempat kerja
menurunkan derajat kesehatan pekerja dan ialah faktor kimia. Debu merupakan faktor
akhirnya menurunkan produktivitas. kimia yang paling sering terdapat dan
berbahaya di tempat kerja. Menurut
Suma’mur (2009), debu adalah zat kimia seperti restriktif, obstruktif atau
padat, yang disebabkan oleh kekuatan- kombinasinya. Penyakit paru akibat kerja
kekuatan alami atau mekanis seperti sangat ditentukan oleh organ tempat deposit
pengolahan, penghancuran, pelembutan, partikel, lama dan dosis pajanan, kerentanan
pengepakan yang cepat, peledakan, dan lain- sel paru akibat efek toksik pertikel tersebut,
lain dari benda, baik organik maupun dan efek khusus interaksi antara partikel
anorganik. toksik dengan mekanisme pertahanan paru
individu (Harrianto, 2010).
Menurut WHO (1996) ukuran debu partikel
yang dapat membahayakan berkisar 0,1-5 International Labour Organization (ILO)
atau 10 mikron, sedangkan Depkes tahun 1991 melaporkan tentang penyakit
mengisyaratkan bahwa ukuran debu yang akibat kerja yang memperkirakan insiden
membahayakan berada pada rentang 0,1-10 rata-rata dari penyakit akibat kerja adalah
mikron (Pudjiastuiti, 2003). Berdasarkan sekitar satu kasus per 1000 pekerja setiap
Permenakertrans RI No.13 tahun 2011 tahun. Diantara semua penyakit kerja,
tentang Nilai Ambang Batas Faktor Fisika terdapat 10-30% adalah penyakit paru. Di
dan Kimia di Tempat Kerja, bahwa kadar Inggris pada tahun 1996 ditemukan 330 kasus
debu maksimal di tempat kerja ialah 3 mg/m3. baru penyakit paru yang berhubungan dengan
pekerjaan. Di New York ditemukan 3%
Paru-paru adalah organ pada sistem kematian akibat penyakit paru kronik. Di
pernapasan (respirasi) yang berfungsi Indonesia sendiri angka sakit mencapai 70 %
menukar oksigen dari udara dengan karbon dari pekerja yang terpapar debu tinggi.
dioksida dari darah yang disebut dengan Sebagian besar penyakit paru akibat kerja
"pernapasan eksternal" atau bernafas. mempunyai akibat yang serius yaitu
(Raharjoe, 1994). Fungsi paru dapat menjadi terjadinya fungsi paru, dengan gejala utama
tidak maksimal oleh karena faktor dari luar yaitu sesak nafas (Aditama, 2002).
tubuh (ekstrinsik) yang meliputi kandungan
komponen fisik udara, komponen kimiawi Sektor informal memiliki peran yang besar di
dan faktor dari dalam tubuh penderita itu negara-negara sedang berkembang termasuk
sendiri (intrinsik) (Epler, 2000). Indonesia. Sektor informal adalah sektor yang
tidak terorganisasi , tidak teratur , dan
Menurut Harrianto (2010), bahwa seorang kebanyakan legal tetapi tidak terdaftar . Di
pekerja yang bekerja 8 jam kerja sehari akan negara sedang berkembang terdapat sekitar
menginhalasi kira-kira 10m3 udara 30-70 % populasi tenaga kerja di perkotaan
pernafasan, atau kira-kira sama dengan yang bekerja di sektor informal (Widodo, 2006).
dibutuhkan oleh orang dalam keadaan Data Badan Pusat Statistik (BPS) Sumut
istirahat per hari. Jika udara mengandung mencatat bahwa pekerja yang bekerja pada
kira-kira 10 mg partikel debu kerja/m3 industri sektor informal sebesar 3,87 juta
(konsentrasi rata-rata partikel debu kerja yang orang atau 63,82 persen.
mempunyai diameter 1-10 µm pada
kebanyakan negara industri) maka pekerja Usaha “butut” yang menjadi lokasi penelitian
tersebut akan menginhalasi 100 mg partikel merupakan industri sektor informal yang
debu kerja/hari kerja, atau kira-kira 20 g menampung barang-barang bekas, seperti :
partikel debu kerja/tahun, yang berarti kira- seng, kaleng, drum minyak (semua bahan-
kira menginhalasi satu sendok makan. Oleh bahan dari kaleng), kawat, kardus, buku,
sebab itu, dapat dimengerti bahwa kontak majalah, dan kertas dari para
yang lama dengan lingkungan yang pengumpul/”toke butut”. Menurut Kamus
mengandung partikel debu kerja, akan Besar Bahasa Indonesia (KBBI) “butut” ialah
mengakibatkan stress yang berat pada organ barang-barang yang sudah rusak/barang-
saluran pernafasan, sehingga mudah barang rongsokan yang tidak dapat lagi
menimbulkan berbagai jenis penyakit paru digunakan sesuai dengan fungsinya.
dan penyakit saluran pernafasan lainnya.
Berdasarkan hasil survei pendahuluan di Dari hasil wawancara singkat peneliti bahwa
lokasi penelitian bahwa usaha penampungan beberapa pekerja proses press-packing
“butut” yang berlokasi di Kelurahan Tanjung mengalami berbagai keluhan kesehatan
Mulia Hilir Medan ini memiliki beberapa selama bekerja, meliputi : sesak nafas, batuk-
proses kerja meliputi : proses penimbangan batuk, dan sering bersin-bersin. Dari uraian-
digital barang yang masuk, proses press- uraian diatas mendorong peneliti untuk
packing, proses penyortiran kertas, proses melakukan penelitian dengan mengangkat
pemugaran/perawatan mesin dan alat-alat judul “ Hubungan Kadar Debu dengan Fungsi
mekanik lain, proses penyimpanan. Kondisi Paru Pada Pekerja Proses Press-Packing di
lingkungan kerja banyak terlihat partikel- Usaha Penampungan “Butut” Kelurahan
patrikel debu yang beterbangan dan barang- Tanjung Mulia Hilir Medan tahun 2013.”
barang rusak/”butut” yang menumpuk.
Partikel debu tersebut bersumber dari proses Perumusan masalah
yang ada di lingkungan kerja yaitu dari Bagaimana hubungan antara kadar debu
bongkar muat, penyortiran, press-packing, dengan fungsi paru pada pekerja proses press-
dan penimbangan. Debu tidak hanya packing di usaha penampungan “butut”
dihasilkan dari proses kerja tersebut, namun Kelurahan Tanjung Mulia Hilir Medan tahun
juga dari lingkungan kerja yang semi terbuka 2013.
yang memungkinkan debu dari luar masuk ke
tempat kerja, ditambah lagi dengan lantai Tujuan penelitian
tempat kerja yang masih tanah. Untuk mengetahui bagaimana hubungan
kadar debu dengan fungsi paru pekerja proses
Proses press-packing merupakan kegiatan press-packing di usaha penampungan“butut”
pengepressan/pengempaan barang-barang Kelurahan Tanjung Mulia Hilir Medan tahun
yang sudah rusak/”butut” dengan 2013.
menggunakan mesin press yang kemudian Tujuan khusus penelitian ini adalah:
dilakukan pengepakan dari hasil pengepressan 1. Untuk menjelaskan kadar debu di
tersebut. Sebagian besar debu yang dihasilkan lingkungan kerja pada proses press-
di tempat kerja merupakan hasil dari akitivitas packing apakah melebihi Nilai Ambang
pengempaan/press barang-barang rusak/butut Batas (kadar debu > 3mg/m3 ) atau tidak
/butut adalah debu besi dan alumunium yang (kadar debu < 3mg/m3) berdasarkan
sudah korosif (berkarat) yang berasal dari ketentuan Permenakertrans RI No.13
pressan barang-barang berupa kaleng-kaleng tahun 2011 tentang Nilai Ambang Batas
(semua barang-barang dari kaleng), seng, Faktor Kimia dan Fisika di Tempat Kerja.
kawat,drum minyak dan juga debu hasil 2. Untuk menjelaskan keadaan fungsi paru
pressan kertas, buku dan kardus yang telah pekerja akibat paparan debu selama
berdebu. bekerja di proses press-packing.
3. Untuk menjelaskan hubungan antara usia
Pekerja yang bekerja di bagian proses press- dengan fungsi paru pekerja proses press-
packing lebih kurang telah bekerja 5-10 tahun packing.
dengan 8 jam kerja rata-rata per harinya 4. Untuk menjelaskan hubungan antara masa
dengan masuk pukul 08.00 dan selesai kerja kerja dengan fungsi paru pekerja proses
pukul 17.00 wib (istirahat pukul 12.00-13.00 press-packing.
Wib). Didalam melakukan pekerjaannya 5. Untuk menjelaskan hubungan antara
pekerja kurang memiliki kesadaran pekerja pemakaian alat pelindung diri (masker)
untuk patuh memakai alat pelindung diri dengan fungsi paru pekerja proses press-
(masker) selama bekerja, dimana sebagian packing.
besar pekerja tidak memakai alat pelindung 6. Untuk menjelaskan hubungan antara
diri (masker) dengan alasan pekerja merasa merokok dengan fungsi paru pekerja
tidak nyaman bekerja, dan mereka merasa proses press-packing.
jenuh/bosan memakai alat pelindung diri
(masker).
7. Untuk menjelaskan hubungan antara Hasil dan Pembahasan
riwayat penyakit paru dengan fungsi paru
pekerja proses press-packing. Tabel 1. Data Hasil Pengukuran Kadar Debu di
Usaha Penampungan Butut Kel.
Tanjung Mulia Hilir Medan tahun 2013
Manfaat Penelitian
1. Memberikan informasi dan menambah No Titik Lama Hasil Ket
Pengukuran pengujian pengukuran
pengetahuan kepada pekerja khususnya (menit) (mg/m3)
pekerja proses press-packing akan bahaya 1 Depan mesin 30 0,014 <NAB
debu bagi kesehatan. press X dan XI
2 Depan mesin 30 0,007 <NAB
2. Memberikan informasi/masukan bagi press II dan III
pengusaha tentang bahaya paparan debu 3 Belakang 30 0,080 <NAB
terhadap kesehatan pekerja, khususnya mesin press V
4 Depan mesin 30 0,020 <NAB
pekerja proses press-packing. press XV
3. Menambah wawasan peneliti dalam
aplikasi bidang keilmuan Keselamatan Berdasarkan tabel diatas, menunjukkan bahwa
dan Kesehatan Kerja (K3). titik pengukuran yang memiliki kadar debu
4. Sebagai bahan informasi yang dapat yang paling tinggi pada bagian belakang
dijadikan referensi bagi pengembangan mesin press V dengan konsentrasi 0,080
ilmu pengetahuan dan penelitian lebih mg/m3. Hasil pengukuran ini masih dibawah
lanjut. Nilai Ambang Batas (> 3 mg/m3).
Hubungan kadar debu dengan fungsi paru Hasil uji chi square menunjukkan adanya
tidak dapat dianalisis bivariat dengan hubungan yang signifikan antara kebiasaan
menggunakan uji chi-square karena hasil merokok dengan fungsi paru, dengan nilai p =
pengukuran kadar debu di tempat penelitian 0,033 (p < 0,05). Hal ini selaras dengan hasil
ternyata masih dibawah Nilai Ambang Batas penelitian yang dilakukan oleh Yanri (1996)
(< 3 mg/m3). Oleh karena kadar debu tak dalam Sardjanto (2010), yang mendapatkan
dapat dikategorikan maka hubungan kadar adanya hubungan yang kuat antara merokok
debu dengan fungsi paru tidak dapat di uji dengan kejadian penyakit paru pada para
secara statistik dengan menggunakan uji chi- pekerja. Merokok lebih merendahkan
square karena syarat menggunakan uji chi- kapasitas vital paru dibandingkan beberapa
square data variabel independen dan variabel bahaya kesehatan akibat kerja. Pengaruh asap
dependen harus bersifat kategori rokok dapat lebih besar dari pada pengaruh
(Murti, 1997). Meskipun kadar debu di usaha debu hanya sekitar sepertiga dari pengaruh
penampungan butut dibawah Nilai Ambang buruk rokok (Depkes RI, 2003). Menurut
Batas, bukan berarti kondisi lingkungan kerja Dhaise dan Rabi (1997) dalam Mengkidi
mutlak aman bagi pekerja, karena hasil (2006) bahwa tenaga kerja yang perokok dan
pemeriksaan fungsi paru menunjukkan berada di lingkungan yang berdebu cenderung
adanya pekerja yang mengalami gangguan mengalami gangguan saluran pernapasan
fungsi paru restriktif akibat menginhalasi dibanding dengan tenaga kerja yang berada
debu anorganik. pada lingkungan yang sama tetapi tidak
merokok. Kebiasaan merokok dapat Terdapat hubungan yang signifikan antara
menyebabkan gangguan fungsi paru pemakaian APD (masker) dengan fungsi paru,
obstruktif yang umumnya ditandai dengan dengan nilai p = 0,018 (p < 0,05). Hal ini
penurunan Forced Expiration Volume in 1 selaras dengan penelitian Sardjanto (2010)
secon (FEV1), hal ini selaras dengan pendapat bahwa pemakaian APD (masker) mempunyai
Rahmatullah (2009) yang menyatakan bahwa hubungan signifikan dengan gangguan fungsi
besarnya penurunan fungsi paru (FEV1) paru dengan nilai p = 0,000. Menurut
berhubungan langsung dengan kebiasaan Suharyanto (2007) dalam Sardjanto (2010)
merokok (konsumsi rokok). Pada orang yang menyebutkan alat pelindung diri yang
dengan fungsi paru normal dan tidak merokok digunakan untuk alat pernafasan bertujuan
mengalami penurunan FEV1 20 ml pertahun, untuk melindungi alat pernafasan terhadap
sedangkan pada orang yang merokok gas, uap,debu atau udara di tempat kerja yang
(perokok) akan mengalami penurunan FEV1 telah terkontaminasi dan sifat racun atau
lebih dari 50 ml pertahunnya. menimbulkan rangsangan. Tanpa alat
pelindung diri, debu akan menimbulkan efek
Hasil uji chi square menunjukkan tidak ada yang lebih buruk, terutama debu respirabel
hubungan yang signifikan antara masa bekerja terhadap timbulnya kelainan klinis. Beberapa
dengan fungsi paru. Hal ini ditunjukkan pekerja di usaha penampungan butut belum
dengan nilai p = 1,000 (p > 0,05). Hal ini memiliki kesadaran yang tinggi terhadap
selaras dengan hasil penelitian Khumaidah pemakaian APD (masker) padahal pengusaha
(2009) bahwa tidak ada hubungan yang telah menyediakan APD (masker) setiap kali
signifikan antara masa kerja dengan gangguan pekerja melaksanakan pekerjaan di tempat
fungsi paru dengan nilai p = 0,444. kerja. Pekerja beranggapan pemakaian APD
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh (masker) menghambat mereka dalam bekerja
Aditama (2006) menyatakan bahwa pada karena APD (masker) dirasakan tidak nyaman
pekerja yang berada di lingkungan dengan digunakan. APD (masker) yang disediakan
konsentrasi debu yang tinggi dalam waktu seharusnya memenuhi syarat enak dipakai dan
yang lama (> 10 tahun) memiliki risiko lebih tidak membahayakan bagi pekerja dan tidak
tinggi terkena gangguan fungsi paru mengganggu kerja (Suma’mur, 2009). Hal ini
obstruktif. Menurut hasil penelitian Suryanta selaras dengan Habsari (2003) yang
(2009) dalam Sardjanto (2010), menyebutkan menyatakan APD yang baik adalah yang
bahwa masa kerja tidak mempunyai hubungan memenuhi standar keamanan dan
langsung terhadap terjadinya gangguan kenyamanan bagi pekerja (safety and
pernafasan tetapi dapat menjadi faktor risiko acceptation). APD (masker) yang tepat bagi
terjadinya gangguan fungsi pernafasan. Hal tenaga kerja yang berada pada lingkungan
ini karena debu yang terhirup membutuhkan kerja dengan paparan debu berkonsentrasi
waktu yang lebih lama untuk dapat tinggi adalah :
menimbulkan gangguan pernafasan, karena 1. Masker penyaring debu
setiap jenis debu organik maupun anorganik Masker ini berguna untuk melindungi
sampai menimbulkan gangguan pernafasan pernafasan dari asap pembakaran, abu
mempunyai jangka waktu berbeda, tergantung pembakaran, abu hasil pembakaran dan
konsentrasi atau kadar serta ukuran debu debu.
tersebut dan hal lain kemungkinan adalah 2. Masker berhidung
adanya kerentanan pekerja terhadap pollutan. Masker ini dapat menyaring debu atau
benda sampai ukuran 0,5 mikron.
3. Masker bertabung c. Kadar debu di belakang mesin press V
Masker ini punya filter yang lebih baik adalah 0,080 mg/m3 (< NAB).
daripada masker berhidung. Masker ini d. Kadar debu di depan mesin press XIV
adalah 0,020 mg/m3 (< NAB).
tepat digunakan untuk melindungi
e. Rata-rata kadar debu di usaha
pernafasan dari gas tertentu. penampungan butut adalah 0,02763
Berdasarkan hasil analisis regresi logistik mg/m3 (< NAB).
berganda didapat bahwa pemakaian APD
(masker) memiliki hubungan yang signifikan 2. Pekerja yang menderita gangguan fungsi
dengan fungsi paru dengan nilai p = 0,038 paru sebanyak 4 pekerja atau (20,1%)
(p < 0,05). meliputi 1 orang (5,27%) obstruktif ringan,
1 orang (5,27%) obstruktif sedang, 1
orang (5,27%) restriktif ringan dan 1 orang
Hasil uji chi square juga menunjukkan tidak lagi (5,27%) mengalami obstruktif dan
ada hubungan yang signifikan antara riwayat restriktif (campuran), sedangkan yang
penyakit paru dengan fungsi paru. dengan tidak mengalami gangguan fungsi paru
nilai p = 0,603. Hal ini selaras dengan sebanyak 15 pekerja atau (78,9%).
penelitian Sardjanto (2010) bahwa tidak ada
hubungan yang signifikan antara riwayat 3. Kadar debu di proses press-packing berada
dibawah Nilai Ambang Batas (< 3 mg/m3)
penyakit dan gangguan fungsi paru dengan
sehingga hubungan kadar debu dengan
nilai p = 0,056 (p > 0,05). Menurut pendapat fungsi paru tidak dapat di analisis bivariat
Stanford T (1994) dalam Sardjanto (2010), dengan menggunakan uji chi square.
menyebutkan bahwa penyakit-penyakit paru
seperti : bronchitis, emfisema, asma 4. Kebiasaan merokok dan pemakaian APD
bronchial, tuberculosa paru dan pneumonia (masker) berhubungan signifikan dengan
fungsi paru.
berpengaruh terhadap volume udara dalam
paru. Disamping itu penyebab lain seperti 5. Umur, masa kerja, dan riwayat penyakit
trauma dada, kelainan dinding dada dan tumor paru tidak berhubungan signifikan
pada paru juga turut berpengaruh terhadap dengan fungsi paru.
fungsi paru. Beberapa penyakit paru tersebut
akan menimbulkan kerusakan pada jaringan Saran
paru dan membentuk jaringan fibrosis pada 1. Pekerja wajib memakai alat pelindung diri
(masker) yang telah disediakan setiap
alveoli. Hal ini menimbulkan hambatan dalam
melakukan pekerjaan di lingkungan kerja
proses penyerapan udara pernafasan dalam dan menghentikan kebiasaan merokok.
alveoli tersebut, sehingga jumlah udara yang
terserap akan berkurang. Sesuai dengan 2. Pihak pengusaha harus mengawasi
prinsip di atas maka riwayat penyakit paru penggunaan masker secara ketat dan
tidak dapat berdiri sendiri sebagai faktor kontinu setiap kali masuk lingkungan
risiko atas terjadinya gangguan fungsi paru. kerja, serta menjamin ketersediaan masker
yang aman dan nyaman bagi pekerja
Kesimpulan dan Saran (safety and acceptation).