Professional Documents
Culture Documents
Komparasi Syarat Sah Nya Perjanjian Menurut Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Dan Hukum Islam
Komparasi Syarat Sah Nya Perjanjian Menurut Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Dan Hukum Islam
Abstract
This article was written to compare the terms of its agreement valid according to the Book of the Law of
Civil Law and Islamic Law. Indonesia is a Constitutional State is therefore in the legal world. Every man is
either a citizen or a foreigner is the bearer of rights and obligations that have the right to take legal actions
including making agreements with other parties. Agreement which gave birth to the most important source
of the engagement. contract and a contract is an agreement or a joint commitment well spoken, gestures, or
written between two or more parties that have legal implications which bind to implement them. The contract
is very much to be the one to perform a variety of business cooperation. A contract or agreement to be valid
and legally binding for the parties who made it. Contract law in Indonesia is in fact very varied due to the
different legal systems in each of these countries. This writing mengguunakan normative legal research
methods with the comparative study approach. In civil law terms legitimate its agreement including by their
ability to make an engagement (bekwaamheid), their licensing as an agreement voluntarily from those who
make agreements (toestemming), regarding a case or a particular object (bepaalde onderwerp), as well as
their causes (causes) is justified (georloofde oorzak). While the terms legitimate under Islamic law among
its agreement with the subject of Engagement (Al›Aqidin), the object of engagement (Mahallul ‹AQD), the
purpose of the engagement (Maudhu› ul›Aqd) as well as their Ijab and Kabul (sighat al-›Aqd). Based on the
description of the discussion can be drawn a conclusion that the terms of agreement in civil law and Islamic
law is almost the same, namely to protect the interests of the parties are mutually entering into a contract.
Agreements in Civil Law understood from Western law, while Islamic law is based on Sharia law.
Keyword : Legal requirements of the Treaty, the draft Civil Law, Islamic Law
\
Abstrak
Artikel ini ditulis untuk mengetahui perbandingan syarat sah nya perjanjian menurut Kitab Undang-Undang
Hukum Perdata dan Hukum Islam. Indonesia adalah Negara Hukum oleh karenanya di dalam dunia hukum.
Setiap manusia baik warga Negara maupun orang asing adalah pembawa hak yang mempunyai hak dan
kewajiban untuk melakukan perbuatan hukum termasuk melakukan perjanjian dengan pihak lain. Perjanjian
merupakan sumber terpenting yang melahirkan perikatan. akad dan kontrak adalah suatu kesepakatan atau
komitmen bersama baik lisan, isyarat, maupun tulisan antara dua belah pihak atau lebih yang memiliki
implikasi hukum yang mengikat untuk melaksanakannya. Kontrak sangat banyak dipergunakan orang dalam
melakukan berbagai kerja sama bisnis. Suatu kontrak atau perjanjian menjadi sah dan mengikat secara hukum
bagi para pihak yang membuatnya. Hukum kontrak di Indonesia pada kenyataanya sangat beragam karena
adanya perbedaan sistem hukum di masing-masing negara tersebut. Penulisan ini mengguunakan metode
penelitian hukum normatif dengan pendekatan studi perbandingan. Dalam hukum perdata syarat sah nya
perjanjian diantaranya dengan adanya kecakapan untuk membuat suatu perikatan (bekwaamheid), adanya
perizinan sebagai kata sepakat secara sukarela dari mereka yang membuat perjanjian (toestemming), mengenai
suatu hal atau obyek tertentu (bepaalde onderwerp), serta adanya sebab (kausa) yang dibenarkan (georloofde
oorzak). Sedangkan dalam hukum Islam syarat sah nya perjanjian diantaranya dengan adanya subjek Perikatan
(Al’Aqidin), adanya objek perikatan (Mahallul ‘Aqd), tujuan perikatan (Maudhu ‘ul’Aqd) serta adanya Ijab
dan Kabul (Sighat al-‘Aqd). Berdasarkan uraian pembahasan dapat ditarik sebuah simpulan bahwa syarat
perjanjian dalam Hukum Perdata dan Hukum Islam hampir sama, yaitu untuk melindungi kepentingan para
pihak yang saling mengikatkan diri dalam sebuah kontrak. Perjanjian dalam Hukum Perdata difahami dari
hukum Barat, sedangkan dalam Hukum Islam didasarkan pada hukum syariat.
Kata Kunci: Syarat sah nya Perjanjian, Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, Hukum Islam
79
Jurnal Repertorium Volume IV No. 2 Juli - Desember 2017
80
Novi Ratna Sari. Komparasi Syarat Sahnya Perjanjian Menurut Kitab Undang-Undang Hukum Perdata...
Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Namun Perkembangan Ekonomi Islam di Indonesia
seiring dengan perkembangan situasi, kondisi, dan mulai mendapatkan momentum yang berarti sejak
kebutuhan yang nyata dalam kehidupan bernegara didirikannya Bank Muamalat Indonesia pada tahun
dewasa ini, kaidah-kaidah sistem hukum Civil 1992. Upaya pengembangan perbankan syariah
Law dirasakan sudah tidak diterapkan secara utuh, perlu dilakukan secara berkesinambungan untuk
karena kaidah hukum Common Law dan kaidah meningkatkan kontribusinya terhadap pembangunan
hukum Islam saat ini sudah banyak mempengaruhi ekonomi (Rahmani Timorita Yulianti, 2008 : 91).
pembangunan hukum di Indonesia (Huala Adolf,
Perjanjian dalam Hukum Islam khususnya
2008 : 29).
Al-Quran sendiri setidaknya ada dua istilah yaitu
Hukum Islam mulai dikenal oleh penduduk kata akad (al-‘aqdu) dan kata ‘ahd (al-‘ahdu), Akad
yang mendiami nusantara ini. Setelah agama Islam atau al-‘aqdu dalam bahasa Arab berarti ikatan, atau
disebarkan di Indonesia. Setelah penduduk yang perjanjian dan kesepakatan. Kata ‘aqdu (atau al’aqd)
mendiami nusantara ini memeluk agama Islam, sendiri mengacu pada terjadinya dua perjanjian
hukum Islam telah diikuti dan dilaksanakan oleh atau lebih, yaitu bila seseorang mengadakan
pemeluknya (Zainudin Ali, 2010 : 79). janji kemudian ada orang lain yang menyetujui
janji tersebut, serta menyatakan suatu janji yang
Kemaslahatan yang ingin dicapai hukum
berhubungan dengan janji yang pertama, sehingga
Perdata Barat adalah melindungi kesusilaan dan
terjadilah perikatan dua buah janji dari orang yang
kepentingan umum sedangkan hukum Islam juga
mempunyai hubungan antara yang satu dan yang lain,
berusaha mewujudkan hal tersebut yang dikenal
yang kemudian disebut perikatan (‘aqd) (Mariam
dalam Maqasidul Syariah (melindungi agama, jiwa,
Darus Badrulzaman, 2001 : 247).
akal, kehormatam dan harta), disamping itu dalam
perikatan Islam tidak boleh mengandung riba, Rumusan akad di atas mengindikasikan bahwa
maisyir dan ghoror yang dilarang dalam syariat. perjanjian harus merupakan perjanjian kedua belah
pihak yang bertujuan untuk saling mengikatkan diri
Oleh karena itu penulis membandingkan
tentang perbuatan yang akan dilakukan dalam suatu
perbedaan syarat sahnya perjanjian berdasarkan
hal yang khusus setelah akad secara efektif mulai
pada Kitab Undang-undang Hukum Perdata dengan
diberlakukan. Adapun mengenai syarat sah nya
hukum Islam.
perjanjian tersebut diantaranya adalah :
a. Adanya subjek Perikatan (Al’Aqidin);
B. Syarat Perjanjian dalam Hukum b. Adanya objek perikatan (Mahallul ‘Aqd);
Perdata dan Hukum Islam c. Tujuan perikatan (Maudhu ‘ul’Aqd);
Hukum kontrak adalah bagian dari hukum privat. d. Ijab dan Kabul (Sighat al-‘Aqd).
Hukum ini memusatkan perhatian pada kewajiban
untuk melaksanakan kewajiban sendiri (self imposed C. Persamaan dan Perbedaan Syarat sah
obligation) (Sudargo Gautama, 1991: 115). nya Perjanjian menurut Kitab Undang-
Undang Hukum Perdata dan Hukum
Suatu kontrak atau perjanjian menjadi sah
dan mengikat secara hukum bagi para pihak yang
Islam
membuatnya. Syarat sahnya perjanjian diatur dalam 1. Adanya Kecakapan dalam Membuat
Pasal 1320 KUH Perdata (Suharnoko, 2008 : 1). Perjanjian
Dalam Pasal 1320 tersebut menentukan empat syarat Setiap orang dan badan hukum (legal
sahnya perjanjian, yaitu : entity) adalah subjek hukum, namun KUH
a. Adanya kecakapan untuk membuat suatu Perdata membatasi subjek hukum yang dapat
perikatan (bekwaamheid); menjadi pihak dalam kontrak/perjanjian.
b. Adanya perizinan sebagai kata sepakat secara Untuk itu kita perlu mengetahui siapa saja
sukarela dari mereka yang membuat perjanjian yang menurut hukum tidak cakap atau tidak
(toestemming); mempunyai kedudukan hukum untuk membuat
c. Mengenai suatu hal atau obyek tertentu perjanjian. Berikut adalah pihak-pihak yang
(bepaalde onderwerp); tidak cakap secara hukum untuk membuat
d. Adanya sebab (kausa) yang dibenarkan kontrak:
(georloofde oorzak).
81
Jurnal Repertorium Volume IV No. 2 Juli - Desember 2017
82
Novi Ratna Sari. Komparasi Syarat Sahnya Perjanjian Menurut Kitab Undang-Undang Hukum Perdata...
“setuju” atau ”ijab-kabul” (dalam hukum Islam), a. Lisan. Para pihak mengungkapkan
disertai pembubuhan tanda tangan sebagai bukti kehendaknya dalam bentuk perikatan
persetujuan atas segala hal yang tercantum secara jelas.
dalam kontrak/Perjanjian (KUH Perdata). b. Tulisan. Hal ini dapat dilakukan oleh para
pihak yang tidak dapat bertemu langsung
Ada 5 (lima) cara terjadinya persesuaian
dalam melakukan perikatan, atau untuk
pernyataan kehendak, yaitu dengan :
perikatan yang sifatnya lebih sulit, seperti
a. Bahasa yang sempurna dan tertulis;
perikatan yang dilakukan oleh badan
b. Bahasa yang sempurna secara lisan;
hukum.
c. Bahasa yang tidak sempurna asal diterima
c. Isyarat. Suatu perikatan dapat pula
pihak lawan;
dilakukan oleh orang cacat. Apabila
d. Bahasa isyarat kausal dapat diterima oleh
cacatnya adalah berupa tunawicara, maka
pihak lawannya;
dimungkinkan akad dilakukan dengan
e. Diam atau membisu, tetapi asal dipahami
isyarat.
atau diterima pihak lawan (Sudikno
d. Perbuatan. Adanya perbuatan memberi dan
Mertokusumo, 1987 : 7).
menerima dari para pihak yang telah saling
Pada dasarnya, cara yang paling banyak memahami perbuatan perikatan tersebut
dilakukan oleh para pihak, yaitu dengan bahasa dan segala akibat hukumnya.
yang sempurna secara lisan dan secara tertulis.
Persamaan : syarat sah nya suatu perjanjian
Tujuan pembuatan perjanjian secara tertulis
baik dalam KUH Perdata maupun Hukum Islam
adalah agar memberikan kepastian hukum
suatu kesepakatan dinyatakan tidak sah, apabila
bagi para pihak dan sebagai alat bukti yang
kesepakatan yang dicapai tersebut terjadi karena
sempurna, di kala timbul sengketa di kemudian
kekhilafan atau dibuat dengan suatu tindakan
hari (Salim H.S., 2003 : 24).
pemaksaan atau penipuan.
Dalam hukum Islam kesepakatan biasanya
Perbedaan : dalam KUH Perdata
diekspresikan dengan kata Ijab dan Kabul
pernyataan kehendak banyak dilakukan
(Sighat al-‘Aqd) adalah suatu ungkapan para
oleh para pihak, yaitu dengan bahasa yang
pihak yang melakukan akad berupa ijab dan
sempurna secara lisan dan secara tertulis. Tujuan
kabul. Ijab adalah suatu pernyataan janji atau
pembuatan perjanjian secara tertulis adalah agar
penawaran dari pihak pertama untuk melakukan
memberikan kepastian hukum bagi para pihak
atau tidak melakukan sesuatu. Kabul adalah
dan sebagai alat bukti yang sempurna, di kala
suatu pernyataan menerima dari pihak kedua
timbul sengketa di kemudian hari. Sedangkan
atas penawaran yang dilakukan oleh pihak
dalam hukum Islam kesepakatan biasanya
pertama (Salim H.S., 2003 : 69).
diekspresikan dengan kata Ijab dan Kabul
Para ulama fiqih mensyaratkan tiga hal (Sighat al-‘Aqd. Tiga hal dalam melakukan ijab
dalam melakukan ijab qabul agar meiliki akibat qabul agar meiliki akibat hukum, diantaranya
hukum,(Faturrahman Djamil, 2001 : 253) yaitu tujuan yang terkandung dalam pernyataan itu
sebagai berikut : jelas, adanya kesesuaian antara ijab dan qabul,
a. Jala›ul ma›na, yaitu tujuan yang terkandung disamping kedua syarat yang telah disebutkan,
dalam pernyataan itu jelas, sehingga dapat antara ijab dan qabul juga harus menunjukkan
dipahami jenis akad yang dikehendaki; kehendak para pihak secara pasti, tidak ada
b. Tawafuq, yaitu adanya kesesuaian antara keraguan sedikitpun, tidak berada dibawah
ijab dan qabul; tekanan dan tidak berada dalam keadaan
c. Jazmul iradataini, yaitu antara ijab dan terpaksa.
qabul menunjukkan kehendak para pihak
3. Adanya Objek Perjanjian (onderwerp der
secara pasti, tidak ada keraguan sedikitpun,
overreenskomst)
tidak berada dibawah tekanan dan tidak
berada dalam keadaan terpaksa. Mengenai objek perjanjian dalam KUH
Perdata berbagai literatur disebutkan bahwa
Ijab dan kabul dapat dilakukan dengan
yang menjadi objek perjanjian adalah prestasi
empat cara (Ahmad Azhar Basyir, 2000 : 68-
(pokok perjanjian). Prestasi adalah apa yang
69) berikut ini :
83
Jurnal Repertorium Volume IV No. 2 Juli - Desember 2017
menjadi; kewajiban debitur dan apa yang Persamaan : Objek perjanjian baik dalam
menjadi hak kreditur (Yahya Harahap, 1986 : KUH Perdata dan Hukum Islam mewajibkan
10; Sudikno Mertokusumo, 1987 : 36). Prestasi setiap kontrak/perjanjian harus mengenai
ini terdiri dart perbuatan positif dan negatif. sesuatu hal sebagai objek hukum.
Prestasi terdiri atas :
Perbedaan : dalam KUH Perdata berbagai
a. Memberikan sesuatu;
literatur disebutkan bahwa yang menjadi objek
b. Berbuat sesuatu; dan
perjanjian adalah prestasi (pokok perjanjian)
c. Tidak berbuat sesuatu (Pasa1 1234 KUH
yang harus dapat ditentukan, dibolehkan,
Perdata).
dimungkinkan, dan dapat dinilai dengan uang.
Prestasi itu harus dapat ditentukan, Dapat ditentukan artinya, dalam mengadakan
dibolehkan, dimungkinkan, dan dapat dinilai perjanjian, isi perjanjian harus dipastikan dalam
dengan uang. Dapat ditentukan artinya, dalam arti dapat ditentukan secara cukup. Sedangkan
mengadakan perjanjian, isi perjanjian harus dalam hukum Islam sesuatu yang dijadikan
dipastikan dalam arti dapat ditentukan secara objek akad (Mahallul ‘Aqd) objek perikatan
cukup (Salim H.S., 2003 : 24). telah ada ketika akad dilangsungkan, dibenarkan
oleh syariah, objek harus jelas dikenali, serta
Dalam hukum Islam Mahallul ‘Aqd
objek harus dapat diserahterimakan.
adalah sesuatu yang dijadikan objek akad
dan dikenakan padanya akibat hukum yang 4. Adanya Kausa yang Halal (geoorloofde
ditimbulkan. Syarat-syarat yang harus dipenuhi oorzaak)
dalam mahallul ‘aqd (Ghufron A. Mas’adi,
Perjanjian menuurut KUH Perdata yaitu
2002: 86-89) adalah sebagai berikut :
sebagaimana dalam Pasal 1320 tidak dijelaskan
a. Objek perikatan telah ada ketika akad
pengertian oorzaak (causa yang halal). Di dalam
dilangsungkan
Pasal 1337 KUH Perdata hanya disebutkan
Suatu perikatan yang objeknya tidak ada
causa yang terlarang. Suatu sebab adalah
adalah batal, seperti menjual anak hewan
terlarang apabila bertentangan dengan undang-
yang masih di dalam perut induknya
undang, kesusilaan, dan ketertiban umum. Hoge
atau menjual tanaman sebelum tumbuh.
Raad sejak tahun 1927 mengartikan oorzaak
Alasannya, bahwa sebab hukum dan akibat
sebagai sesuatu yang menjadi tujuan para pihak.
akad tidak mungkin bergantung pada
Syarat yang pertama dan kedua disebut syarat
sesuatu yang belum ada.
subjektif, karena menyangkut pihak-pihak yang
b. Objek perikatan dibenarkan oleh syariah
mengadakan perjanjian. Sedangkan syarat yang
Pada dasarnya, benda-benda yang menjadi
ketiga dan keempat disebut syarat objektif,
objek perikatan haruslah memiliki nilai dan
karena menyangkut objek perjanjian.
manfaat bagi manusia. Ahmad Azhar Basyir
berpendapat bahwa, benda yang bukan Apabila syarat pertama dan kedua tidak
milik seseorang tidak boleh dijadikan objek terpenuhi maka perjanjian itu dapat dibatalkan.
perikatan. Hal ini tidak dibenarkan dalam Artinya, salah satu pihak dapat mengajukan
syariah (Ahmad Azhar Basyir, 2000 : 80). kepada Pengadilan untuk membatalkan
c. Objek akad harus jelas dan dikenali perjanjian yang disepakatinya. Akan tetapi,
Suatu benda yang menjadi objek perikatan apabila para pihak tidak ada yang keberatan
harus memiliki kejelasan dan diketahui maka perjanjian itu tetap dianggap sah. (Salim
oleh ‘aqid. Hal ini bertujuan agar tidak H.S., 2003 : 25).
terjadi kesalahpahaman di antara para
pihak yang dapat menimbulkan sengketa. Menurut Subekti, Undang-undang
Jika objek tersebut berupa benda, maka menghendaki untuk sahnya perjanjian harus
benda tersebut harus jelas bentuk, fungsi, ada oorzaak atau causa. Secara letterlijk,
dan keadannya. oorzaak atau causa berarti sebab, tetapi menurut
d. Objek dapat diserahterimakan riwayatnya yang dimaksudkan dengan kata itu
Benda yang menjadi objek perikatan dapat adalah tujuan, yaitu apa yang dikehendaki oleh
diserahkan pada saat akad terjadi, atau pada kedua pihak dengan mengadakan perjanjian
waktu yang telah disepakati. itu. Jika ayat 3 dan 4 tidak dipenuhi maka
perjanjian ini batal demi hukum. Artinya bahwa
84
Novi Ratna Sari. Komparasi Syarat Sahnya Perjanjian Menurut Kitab Undang-Undang Hukum Perdata...
dari semula perjanjian itu dianggap tidak ada dengan adanya subjek Perikatan (Al’Aqidin), adanya
(Subekti, 2003 : 21). objek perikatan (Mahallul ‘Aqd), tujuan perikatan
(Maudhu ‘ul’Aqd) serta adanya Ijab dan Kabul
Maudhu ‘ul ’Aqd adalah tujuan dan hukum
(Sighat al-‘Aqd). Perjanjian dalam Hukum Perdata
suatu akad disyaratkan untuk tujuan tersebut.
difahami dari hukum Barat, sedangkan dalam Hukum
Dalam hukum Islam, tujuan akad ditentukan
Islam didasarkan pada hukum syariat.
oleh Allah Allah SWT dalam Al-Qur’an
dan Nabi Muhammad SAW dalam Hadits
(Faturrahman Djamil, 2001 : 257). G. Daftar Pustaka
Ahmad Azhar Basyir menentukan syarat- Abdurrahman Raden Aji Haqqi. 1999. The
syarat yang harus dipenuhi agar suatu tujuan Philosophy of Islamic Law of Transactions.
akad dipandang sah dan mempunyai akibat Kuala Lumpur: Univision Press.
hukum, yaitu sebagai berikut :
a. Tujuan akad tidak merupakan kewajiban Ade Armando, dkk. Ensiklopedin Islam untuk
yang telah ada atas pihak-pihak yang Pelajar. Jakarta : PT Ichtiar Baru Van Hoeve.
bersangkutantanpa akad yang diadakan; Ahmad Azhar Basyir. 2000. Asas-Asas Hukum
b. Tujuan harus berlangsung adanya hingga Muamalat (Hukum Perdata Islam). Edisi
berakhirnya pelaksanaan akad; Revisi. Yogyakarta : UII Press.
c. T u j u a n a k a d h a r u s d i b e n a r k a n
syara’(Ahmad Azhar Basyir, 2000 : 99- Ash Shiddieqy, Tengku Muhammad Hasbi. 1999.
100). Memahami Syariat Islam. Semarang : Pustaka
Rizki Putra.
Persamaan: Perjanjian menuntut adanya
itikad baik dari para pihak dalam membuat Faturrahman Djamil. 2001. Hukum Perjanjian
kontrak/perjanjian, oleh karena itu kontrak/ Syariah dalam Kompilasi Hukum Perikatan.
perjanjian yang disebabkan oleh sesuatu yang Bandung : Citra Aditya Bakti.
tidak halal, misalnya karena paksaaan atau tipu Gemala Dewi, Dkk. 2005. Hukum Perikatan Islam.
muslihat tidak memenuhi syarat, baik dalam Jakarta : Prenada Media Group.
KUH Perdata maupun Hukum Islam.
Ghufron A. Mas’adi. 2002. Fiqh Muamalah
Perbedaan: kausa perjanjian jual beli
Kontekstual. Cetakan ke-1. Jakarta : Raja
bukan terikatnya penjual untuk menyerahkan Grafindo Persada.
barangnya setelah pembeli menyerahkan
uangnya, seperti yang selama ini difahami dari Hamzah Ya’cub. 1984. Kode Etik Dagang Menurut
hukum Barat, melainkan pemindahan hak milik Islam Pola Pembinaan Hidup dalam
dengan imbalan berdasarkan hukum syariat. Berekonomi. Bandung : CV Diponegoro.
85
Jurnal Repertorium Volume IV No. 2 Juli - Desember 2017
86