Professional Documents
Culture Documents
2
Departemen Administrasi dan Kebijakan Kesehatan, Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas
Indonesia, Depok
menggunakan Permendagri nomor 13 tahun 2006 terbit Permenkes 19 tahun 2014, yang direvisi oleh
dan perencanaannya melalui Permenkes nomor Permenkes 21 tahun 2016 tentang Penggunaan
44 tahun 2016, dengan acuan standar layanan Dana Kapitasi Jaminan Kesehatan Nasional Untuk
dan sumberdaya yaitu Permenkes 75 tahun 2014. Jasa Pelayanan Kesehatan Dan Dukungan Biaya
Permenkes 21 tahun 2016 sebagai Operasional Pada FKTP Milik Pemerintah Daerah.
kebijakan yang dibahas pada penelitian ini, Karena distribusi penyakit dan biaya
didasari oleh Pencasila sila ke-5, yang pengobatan sebagian besar penyakit tidak
mengamanatkan perlindungan keadilan sosial bervariasi besar, pembayaran dokter/dokter gigi
bagi seluruh rakyat Indonesia serta kaidah primer layak dilakukan dengan cara kapitasi,
konstitusi Bangsa Indonesia yaitu UUD NKRI atau bayar borongan (Thabrany, 2014). Konsil
tahun 1945, pasal 28H ayat 1sampai 3 serta Kedokteran Indonesia (KKI) menyebutkan jumlah
pasal 34 ayat 1 sampai 3. Kaidah abstraknya dokter yang tercatat sampai dengan Maret 2017
adalah UU RI Nomor 40 Tahun 2004 Tentang adalah: jumlah dokter umum: 118.173, dokter
Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) Pasal 24 gigi: 28.710, dokter spesialis: 32.947 dan dokter
ayat 2. Sedangkan kaidah konkritnya adalah gigi spesialis: 3.178 orang. Jumlah keseluruhan
Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor dokter dan dokter gigi menjadi 183.008 orang
12 Tahun 2013 tentang Jaminan Kesehatan, (KKI, 2017). Kesimpulan evaluasi JKN tahun
dalam pasal 39 ayat 1 disebutkan bahwa BPJS 2015, Rasio dokter per peserta 1:6.708 peserta
Kesehatan melakukan pembayaran kepada (lebih dari rasio ideal sebesar 1 : 5.000 peserta)
FKTP secara praupaya berdasarkan kapitasi atas (P2JK, 2015). Sebagai perbandingan, pada
jumlah peserta yang terdaftar di FKTP. penelitian di India, tahun 2013 rasio dokter
Peraturan Presiden RI nomor 32 tahun dengan penduduk sudah mencapai 1:1.800
2014, mengatur dana kapitasi FKTP Puskesmas penduduk (Deo, 2013). Evaluasi juga
sekurang- kurangnya 60% untuk jasa pelayanan menyebutkan bahwa peserta yang terdaftar di
dan sisanya untuk dukungan operasional lainnya. setiap FKTP serta besaran rentang kapitasi
Kemudian
Tabel 1. Aspek Temuan Investigasi KPK Dalam Pemanfaatan Dana Kapitasi oleh FKTP Puskesmas tahun 2014
1. Aturan pembagian
jasa medis dan biaya 1. Potensi fraud atas 1. Lemahnya pemahaman dan 1. Tidak adanya
operasional diperbolehkannya kompetensi petugas anggaran
berpotensi perpindahan kesehatan dalam menjalankan pengawasan
menimbulkan moral peserta Penerima regulasi dana kapitasi di
hazard dan ketidak Bantuan Iuran 2. Proses verifikasi eligibilitas daerah.
wajaran (PBI) dari kepesertaan di FKTP belum 2. Tidak adanya
2. Belum mengatur puskesmas ke berjalan dengan baik alat pengawasan
mekanisme FKTP swasta 3. Pelaksanaan mekanisme rujukan dan
pengelolaan sisa 2. perubahan berjenjang belum berjalan baik pengendalian
lebih kualitas layanan 4. Potensi petugas FKTP dana kapitasi
3. Aturan kurang puskesmas menjadi pelaku penyimpangan oleh BPJS
mengakomodasi secara (fraud) Kesehatan
kebutuhan keseluruhan 5. Petugas puskesmas rentan menjadi
Puskesmas. belum terlihat korban pemerasan berbagai pihak
secara nyata. 6. Sebaran tenaga kesehatan yang
tidak merata.
Gambar 3. Tujuan sistem kesehatan dan tujuan kebijakan pembiayaan kesehatan Kerangka konsep diadopsi
dari model yang dikembangkan oleh Kutzin (2013), dengan sistem pembiayaan meliputi 3 komponen pokok yaitu
pengumpulan dana (revenue collection), pengepulan dana (pooling) dan pembayaran (purchasing) khusus kepada
FKTP milik pemerintah yaitu puskesmas. Beberapa aspek yang akan dikaji dari dana kapitasi yang terkumpul di FKTP
tersebut meliputi alokasi/perolehan dana kapitasi dari BPJS, penggunaan (utilization) dana kapitasi oleh FKTP dan
kesesuaian antara perolehan dana dengan penggunaannya.
Gambar 4. Kerangka Konsep Pemanfaatan Dana Kapitasi FKTP Puskesmas dimodifikasi dari Kutzin, 2013 yang
diadopsi dari WHO 2010
dan konseling dilakukan di kantor. Menurut yang berkaitan dengan topik penelitian dan
Permenkes 21 tahun 2016, dana kapitasi pada wawancara dilakukan oleh peneliti sampai tidak
FKTP milik pemerintah Daerah non BLUD dapat ada lagi informasi yang baru yang didapat
dipergunakan sekurang-kurangnya 60% untuk (saturated). key informan dalam penelitian ini
pembayaran jasa pelayanan dan sisanya untuk adalah 4 orang pejabat dan staf di Dinas
dukungan operasional lainnya yang dialokasikan Kesehatan, kepala FKTP Puskesmas dan 1
untuk pengadaan obat, alat kesehatan dan orang dokter pelaksana di 2 FKTP Puskesmas
bahan medis pakai habis dan biaya operasional dan pejabat di stakeholder lainnya meliputi
pelayanan kesehatan lainnya yang bersifat upaya pejabat di Bappeda, BPS, BPJS dan Dinas Sosial
kesehatan perorangan. Kabupaten Bogor.
Sistem pembiayaan kesehatan di pengaruhi Pengumpulan data primer berasal dari
oleh beberapa fungsi yaitu pengurusan dan wawancara mendalam, sedangkan sekunder
pengawasan oleh pe me rin ta h /p imp in an , dikumpulkan dengan melakukan telaahan
sumberdaya fisik dan manusia, pelayanan terhadap dokumen yang berhubungan dengan
kesehatan dan pembiayaan. Secara spesifik kebijakan pemanfaatan dana kapitasi JKN
pada fungsi sistem pembiayaan kesehatan, pada FKTP Puskesmas. Pengumpulan data
mencakup pengumpulan pendapatan, awal dilakukan dengan wawancara dengan
penggabungan dalam anggaran dan belanja pejabat Dinas Kesehatan dan pengumpulan
anggaran yang secara langsung bermanfaat literatur.
untuk pelayanan sesuai dengan kebutuhan, Analisa data melalui analisa isi (content
efisiensi, kualitas serta transparansi dan analysis) dengan metode triangulasi diakukan
akuntabilitas (Kutzin, 2013). untuk validitas data, meliputi triangulasi sumber
Sistem kesehatan dan kebijakan dan triangulasi metode. Pengumpulan data
pembiayaan mempunyai tujuan antara dan tujuan dilakukan setelah keluar surat lolos kaji etik dan
akhir sebagai berikut : dimulai dengan memberikan penjelasan pada
Metode informan yang identitasnya disamarkan serta
Penelitian ini merupakan penelitian dengan dilakukan prosedur pengamanan data hasil
metode kualitatif dengan desain Rapid penelitian.
Assessment Procedure (RAP) dilakukan pada
bulan Mei sampai dengan Juni 2017. Informan Hasil
didapatkan dengan teknik non-probabilitas Data dana kapitasi pada FKTP Puskesmas
(purposive), dengan prinsip kesesuaian di Kabupaten Bogor tahun 2016 menunjukkan
(appropriateness) berdasarkan pengetahuan variasi cukup besar dengan standar deviasi
atau pengalaman yang dimiliki oleh informan sebesar Rp. 660,4 juta. Norma kapitasi bervariasi
dan prinsip kecukupan (adequacy) dimana yaitu berkisar antara Rp 4.500 sampai dengan
informan yang dipilih memenuhi kategori
Rp. 6.000, dengan jumlah peserta sangat
bervariasi dengan standar
deviasi sebesar 7.952 peserta. Rasio dokter puskesmas itu sendiri. Selain itu, penentuan
terhadap peserta juga memiliki variasi yang point daerah dalam menentukan jaspel
cukup besar, dengan standar deviasi satu orang terkendala oleh perbedaan persepsi antar
dokter untuk 6.426 peserta, dengan rata-rata puskesmas.
6.765 peserta untuk 1 orang dokter.
Besaran dana kapitasi JKN pada FKTP “..adanya gap tinggi banget… terendah mungkin
Puskesmas didapatkan dari jumlah peserta dilevelan 1 juta rupiah, di banding dengan
misalnya dokter bisa 1000% perbedaannya.” (5)
dikalikan dengan norma kapitasi perbulan di
puskesmas. Terkait kepesertaan, data “…dokter dengan yang perawat di wilayah lain
kepesertaan masih banyak yang belum valid sama…” (7)
sehingga harus dilakukan verifikasi. Di tingkat
“…kewenangan daripada Kepala Puskesmas kita
kabupaten, verifikasi dilakukan oleh Dinas Sosial
menambahkan porsi daerah / Point daerah yang
dengan data dasar dari Dinas Kependudukan kita SK kan, ada SK nya” (4)
dan Catatan Sipil. Masalah lainnya yaitu jumlah
peserta yang sangat tidak merata antar FKTP “ tidak ada kewenangan kepala FKTP untuk
Puskesmas dan jumlah dan sebaran dokter tidak memberikan reward …punishment… “ (5)
merata.
Penganggaran dana kapitasi pada porsi
“... Dinas Sosial itu, mereka yang setiap saat 40%, untuk puskesmas dengan kapitasi kecil sulit
mendapatkkan data dari desa, yah… “ (1) “rasio dalam penganggaran karena dananya kecil.
dokter peserta hanya 1 per 1000 an di tempat lain Namun pada puskesmas dengan dana kapitasi
26.000 .. “ (3)
besar, kesulitan menentukan kegiatan ketika
“Makaya di tiap puskesma tidak sama, ada jumlah anggaran kapitasi bertambah besar. Kesulitan
peserta dia 32.000, ada yang 16.000 ada 10.000 puskesmas lainnya adalah dalam penganggaran
ada kegiatan promotif dan preventif yang dapat
8.000 “ (9)
overlap dengan kegiatan bersumberdana
Terkait dengan tarif kapitasi, kondisi Bantuan Operasional Kesehatan (BOK), meski
menunjukkan disparitas antar puskesmas yang dapat juga saling melengkapi.
menunjukkan kualitas dan kuantitas sumber daya
di puskesmas yang berbeda. “Tapi di jasinga ini Alhamdulillah dilengkapi
dengan dana operasional dan BOK untuk
Jadi kita inginnya, kalo semua di puskesmas sementara ini cukup..” (5)
standar, maka kapitasi yang diterima juga akan
sama, saat ini masih ada ketimpangan” (1) “Sekarang banyak overlapping karena JKN
sekarang boleh promotif preventif. “ (5) “Kan dari
“…apa kekurangan SDM, apa kekurangan alat kapitasi gak ada buat operasional ke lapangan”
atau apakah ada hitungannya itu kenapa dia dapat (7) “…sekarang sudah terpenuhi… harusnya
kapitasinya per orang 4.500 ... “ (12) sudah mulai ada mutasi,perubahan persentase
anggaran
Pada tahap awal perencanaan, beberapa ... Mungkin setiap lima tahun harus ada evaluasi
mendasar” (5)
puskesmas telah melakukan proses perencanaan
melalui analisis kebutuhan mengacu kepada “…kalo dari segi pengadaan barang sih, pasti
Permenkes 44 tahun 2016 tentang Manajemen numpuk-numpuk terus. Misal di kita mungkin 2
Puskesmas, namun belum semua puskesmas sampai 3 tahun ke depan semua terpenuhi.” (6)
melakukannya sesuai dengan pedoman ini.
Prinsip efisiensi dalam penggunaan dana
“…mapping kegiatan …, dasarnya dari tahun kapitasi sangat penting, agar dengan dana yang
kemarin. Mereka bikin anggaran per bidang tersedia, puskesmas mampu memenuhi kuantitas
per program...kegiatan utama… pengembangan
butuhnya berapa anggarannya. Sumbernya itu
dan kualitas yang maksimal dalam memenuhi
nanti, yang penting berapa total anggaran, baru kebutuhannya.
setelah itu diplot dari mana sumber
anggarannya.” (2) “ Barang yang diadakan puskesmas harus yang
berkualitas, kegiatan juga.” (2) “… jangan karena
“tidak semua puskesms melakukan analisis, gengsi dan kebutuhan yang tidak perlu “ (5)
kadang-kadang ada mereka langsung membuat
RKA… “ (4) “Efisien iya, tapi tidak mampu memenuhi
kebutuhan
kami dalam memberikan pelayanan.” (7)
Dalam penganggaran jasa pelayanan, gap
besaran jasa pelayanan yang diterima, terjadi
Saat ini, pemanfaatan fasilitas pelayanan
baik antar FKTP Puskesmas, maupun internal
kesehatan di Puskesmas oleh peserta BPJS masih
cukup kecil, terutama di daerah perkotaan. Hal dokter peserta hanya 1 per 1000 an di tempat lain
ini berbeda pada daerah rural, masyarakat yang
memanfaatkan pelayanan kesehatan cukup tinggi.
Selain pemanfaatan, angka rujukan puskesmas
juga masih cukup tinggi.
“kunjungan peserta JKN itu tidak melebihi 5%...
15%, akses yang bagus. “ (3) “… selama ini
imagenya faskes swasta lebih bagus dimata
masyarakat” (3)
Kesimpulan
Puskesmas dengan dana kapitasi besar
memiliki keleluasaan lebih dalam
pengelolaannya, sedangkan puskesmas
dengan dana kapitasi kecil, sangat terbatas.
Sejak awal tahun 2014, pertama kali program
JKN dilaksanakan sampai dengan saat ini masih
banyak permasalahan dari berbagai aspeknya.
Masalah muncul bukan hanya pada aspek
pendanaan seperti yang menjadi fokus
penelitian, namun juga pada masih terbatasnya
sumberdaya puskesmas dan rendahnya kualitas
layanan kesehatan yang peningkatannya juga
sangat diperngaruhi oleh pembiayaan kesehatan.
Pemasalahan sumberdaya yang muncul
diantaranya yaitu diisparitas yang tinggi dalam
jumlah dan sebaran tenaga kesehatan,
khususnya rasio dokter dengan peserta JKN yang
menunjukkan dalam proses penempatan tenaga
kesehatan yang kurang memperhatikan jumlah
penduduk. Rasio dokter dengan peserta yang
tinggi berdampak pada waktu pelayanan yang
semakin singkat. Selain jumlah dan sebaran
tenaga kesehatan, kualitas sumberdaya juga
masih sangat tidak merata. Upaya peningkatan
kapasitas sumberdaya aparatur telah dilakukan
menggunakan dana kapitasi, namun hasilnya
masih belum maksimal terutama pada
puskesmas dengan dana kapitasi kecil.
Pemenuhan standar kualifikasi puskesmas
mengacu pada Permenkes 75 tahun 2014
banyak terkendala pada puskesmas dengan
dana kapitasi kecil karena keterbatasan jumlah
dana. Meski demikian, pada puskesmas dengan
dana kapitasi besar pun sangat dipengaruhi
oleh proses perencanaan awal kegiatan yang
banyak diantaranya belum menerapkan proses
perencanaan menggunakaan standar Permenkes
44 tahun 2016. Dalam proses pengaanggaran,
semua puskesmas telah melaksanakan
pembagian porsi anggaran dengan menggunakan
Permenkes 21 tahun 2016.
Pemanfaatan dana kapitasi porsi 60%
untuk jasa pelayanan sesuai dengan Permenkes
21 tahun 2016, terkendala pada perbedaan
persepsi penentuan point tambahan yang
menjadi kewenangan kepala puskesmas.
Perbedaan besarnya dana kapitasi yang
diterima, menyebabkan perbedaan penerimaan
jasa pelayanan antar puseksmas dengan jenis
tenaga yang sama. Sementara, pembagian
Permenkes 21 ini menimbulkan perbedaan yang
sangat besar jasa pelayanan yang di terima di
internal puskesmas.
Pemanfaatan dana kapitasi porsi 40%
untuk penunjang operasional lainnya sesuai
dengan Permenkes 21 tahun 2016, sangat
bervariasi tergantung jumlah dana kapitasi yang
diterima oleh puskesmas. Permasalahan yang
cukup besar ada pada pengelolaan obat-obatan,
yang menurut Permenkes 21, obat berasal dari
dana kapitasi dapat dipergunakan oleh seluruh
pasien di Puskesmas. Adanya transisi proses
pengadaan obat secara online menimbulkan
kegagalan pengadaan obat baik pada
puskesmas dengan dana kapitasi besar
maupun kecil. Hal ini mengakibatkan
puskesmas kekurangan obat yang berdampak
pada pengobatan pasien yang kurang rasional.
Selain pada pengadaan obat, pada
puskesmas dengan dana kapitasi kecil tidak
mampu mengadakan fasilitas memadai untuk
penunjang medik, terutama laboratorium.
Dampaknya adalah puskesmas tersebut
merujuk pemeriksaan laboratorium ke fasilitas
kesehatan lainnya. Pemenuhan fasilitas
penunjang lainnya, seperti pemeliharaan
sarana prasarana dan pengadaan peralatan
kantor dan rumah tangga juga sangat berbeda
antara puskesmas dengan dana kapitasi besar
dan dana kapitasi kecil yang sangat terbatas.
Pemanfaatan dana kapitasi untuk
peningkatan upaya promotif dan preventif
dilakukan dengan upaya pelayanan dalam
gedung dan luar gedung yang tidak bermasalah
pada puskesmas dengan dana kapitasi besar,
meski tetap terbatas pada puskesmas dengan
dana kapitasi kecil. Namun, upaya promotif dan
preventif yang pelaksanaannya terutama
didanai oleh sumber dana lain yaitu BOK,
menimbulkan kesulitan puskesmas dalam tahap
perencanaan awal yang dikhawatirkan
overlapping dengan dana kapitasi JKN.
Dua hal penting lainnya terkait masalah
pemanfaatan dana kapitasi adalah potensi sisa
anggaran menumpuk dan fleskibilitas
penggunaan dana. Pada puskesmas dengan
dana kapitasi besar, potensi sisa anggaran
menumpuk juga akan semakin besar. Bila
puskesmas tidak cerdik dan tidak mampu
inovatif dalam penganggaran dan
pemanfaatan dana maka mereka akan
kesulitan dalam mengalokasikan sisa
anggaran ini secara tepat, efektif dan efisien.
Penyebab lainnya dari sisa dana yang
menumpuk adalah kurang fleksibelya
penggunaan dana, sehingga puskesmas tidak
dapat menyerap anggaran yang
tidak dapat diserap pada tahun berjalan kepada http://www.ijmr.org.in/article.asp?issn=0971-
kebutuhan lainnya. Upaya menggatasi ketidak 5916;year=2013;volume=137;issue=4;spage
fleksibel an ini dapat diatasi dengan penerapan =632;epage=635;aulast=Deo
PPK-BLUD 4. Kemenkes. (2009). Sistem kesehatan
nasional: Jakarta.
Saran 5. Kemenkes. (2014). Permenkes no. 28 tahun
1. Perlunya segera akselerasi pemenuhan rasio 2014 tentang Pedoman Pelaksanaan
dokter per peserta ideal, dengan didukung Program Jaminan Kesehatan Nasional.
oleh regulasi dan langkah-langkah yang 6. Kemenkes. (2015). Jumlah Puskesmas per
konkrit serta mudah dilaksanakan. Juni 2015 menurut Propinsi dan Kabupaten
2. Penting untuk meningkatkan kembali fungsi- / Kota. Retrieved from http://www.depkes.
fungsi perencanaan dalam manajemen go.id/download.php?file=download/pusdatin/
puskesmas sesuai dengan regulasi melalui lain- lain/JumlahPuskesmas 30 Juni 2015.pdf
keterlibatan seluruh personil di puskesmas 7. KPK. (2015). KPK Temukan 4 Kelemahan
dengan pendampingan dan pembinaan serta Pengelolaan Dana Kapitasi. Retrieved
petunjuk pelaksanaan yang mudah untuk from https://www.kpk.go.id/id/berita/siaran-
diaplikasikan di puskesmas. Penting juga pers/ 2440- kpk- temukan- 4-
melibatkan akademisi khususnya administrasi kelemahan- pengelolaan-dana-kapitasi
dan kebijakan kesehatan dalam 8. Kutzin, J. (2000). Towards universal health
pengembangan manajemen puskesmas ini. care coverage. A goal-oriented framework for
3. Dapat dipertimbangkan untuk melakukan policy analysis. Health, Nutrition and
revisi Permenkes 21 tahun 2016, dengan Population (HNP) discussion paper.
melewati tahap evaluasi menyeluruh Washington DC: The World Bank.
terhadap pemanfaatan dana kapitasi JKN. 9. Kutzin, J. (2013). Health financing for
4. Perlu komitmen bersama untuk mengatasi universal coverage and health system
ketimpangan pendanaan puskesmas, dengan performance: concepts and implications for
menutupi kekurangan pendanaan pada policy. Bulletin of the World Health
puskesmas dengan dana kapitasi kecil, Organization, 91(8), 602-611.
melalui sumber dana lainnya seperti APBD doi:10.2471/BLT.12.113985
Kabupaten. 10. Linzer, M., Bitton, A., Tu, S. P., Plews-Ogan,
5. Perlunya akselerasi penerapan PPK-BLUD di M., Horowitz, K. R., & Schwartz, M. D.
Puskesmas dengan didukung oleh regulasi (2015). The End of the 15–20 Minute Primary
dari Kementerian Kesehatan yang mengatur Care Visit. Journal of General Internal
tentang PPK-BLUD Puskesmas yang punya Medicine, 30(11), 1584-1586.
kekhususan tersendiri. doi:10.1007/s11606-015-3341-3
11. MKEKI, I. (2002). Kode Etik Kedokteran
Daftar Referensi Indonesia dan Pedoman Pelaksanaan Kode
1. Abbo, E. D., Zhang, Q., Zelder, M., & Huang, Etik Kedokteran Indonesia. Retrieved from
E. S. (2008). The Increasing Number of http://luk.staff.ugm.ac.id/atur/sehat/Kode-Etik-
Clinical Items Addressed During the Time of Kedokteran.pdf
Adult Primary Care Visits. Journal of General 12. P2JK. (2015). Evaluasi Pengelolaan dana
Internal Medicine, 23(12), 2058-2065. JKN tahun 2015. Retrieved from https://goo.
doi:http://dx.doi. org/10.1007/s11606-008- gl/O4gVJH
0805-8 13. Stuckler, D., Feigl, A., Basu, S., & McKee,
2. Alguire, P. C. (2016). Understanding Capitation. M. (2010). The political economy of universal
Internal Medicine. Retrieved from https:// health coverage. Background paper for the
www.acponline.org/about-acp/about-internal- global symposium on health systems
medicine/career-paths/residency- career- research.
counseling/understanding-capitation 14. Thabrany, H. (2014). Jaminan kesehatan
3. Deo, M. G. (2013). Doctor population ratio for nasional.
India - The reality. Indian Journal of Medical 15. WHO. (2013). Universal health coverage:
Research, 137(4), 632-635. Retrieved from supporting country needs. Geneva: World
Health Organization.