You are on page 1of 8

LAPORAN HASIL

DETEKSI INTERVENSI DINI TUMBUH KEMBANG ANAK


(Untuk memenuhi tugas matakuliah Psikologi Perkembangan I)
Dosen Pengampu : Andia Kusuma Damayanti, S.Psi.,M.Psi.

Oleh:
1. Wahyu Nidar Melasani NIM: 2001010002
2. Friday Oktasia Putri Muriatin NIM: 2101010048

PRODI PSIKOLOGI
FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS WISNUWARDHANA MALANG
2021
DAFTAR ISI
1. PENDAHULUAN________________________________________________________________________hal 1
2. PEMBAHASAN _________________________________________________________________________hal 2-6
3. KESIMPULAN __________________________________________________________________________hal 7
4. DAFTAR PUSTAKA _____________________________________________________________________hal 8

i
PENDAHULUAN
Latar Belakang Masalah
Anak adalah buah hati yang selalu dinanti oleh pasangan suami istri yang sudah menikah.
Mereka sudah menyiapkan diri untuk menjadi orangtua yang baik. Kehadiran seorang anak
membuat suasana rumah menjadi lebih berwarna. Itu sebabnya orangtua akan berusaha untuk
memberikan yang terbaik dengan harapan dia dapat tumbuh menjadi anak yang bisa berguna
untuk agama, keluarga dan lingkungannya. Pertumbuhan dan perkembangan seorang anak di
dalam sebuah keluarga sangat penting untuk diperhatikan, namun banyak orangtua Indonesia
yang kurang memahami cara mengasuh dengan baik seorang anak mulai dari janin hingga
tumbuh besar, itu semua dikarenakan mereka belajar meniru orangtua sebelumnya dalam
mendidik dan mengasuh mereka sewaktu kecil hingga dewasa.
Teknologi informasi yang berkembang dengan pesat menyebabkan para orangtua
modern tidak hanya belajar dari orangtua mereka namun dapat memperoleh informasi dari
lingkungan dan internet mengenai cara yang baik dalam mengasuh dan mendidik anak agar
tidak terjadi keterlambatan dalam pertumbuhan dan perkembangan anak-anak. Pemerintah
dalam upaya memberikan yang terbaik dalam memantau generasi penerus salah satunya
dengan mengeluarkan buku SDIDTK yang biasanya dipakai di POSYANDU untuk membantu
para ibu ditingkat RW biasanya dalam memantau putra putri mereka agar sesuai dengan
pertumbuhan dan perkembangannya sehingga jika terjadi ketidaksesuaian hal ini dapat
disikapi dengan segera.
Menurut Ahmad, Nusaibah dan Lailah, Amr Abu (2009) mengatakan pada umur tiga
hingga lima tahun anak memiliki dunianya sendiri yang dipenuhi keajaiban dan imajinasi,
dimana dia merangkai imajinasi dengan kuat. Orangtua yang awam akan berfikir sang anak
kerasukan jin sehingga perlu penanganan khusus kepada alternative, namun apabila bisa
ditelaah dan dipahami masa perkembangannya orangtua dapat mengarahkan dan
meningkatkan kemampuan kognitifnya sehingga dia akan tumbuh menjadi anak yang cerdas
dan berakhlak baik.
Di lingkungan perumahan penulis didapati dua anak berumur sekitar 54 bulan yang
sangat menarik untuk diamati karena anak yang pertama memiliki kemampuan bicara yang
lancar namun tidak terarah atau bisa dikatakan kurang nyambung dengan pertanyaan yang
diberikan sedangkan anak yang kedua dapat memahami pertanyaan dan mengembangkan
jawaban dengan baik namun kemampuan bicaranya kurang baik sehingga tidak dapat
dipahami orang lain, yang dapat memahaminya hanya orang terdekatnya saja. Berdasarkan
fenomena tersebut penulis tertarik untuk mengetahui perkembangan kedua anak tersebut
berdasarkan buku panduan SDIDTK dengan harapan dapat melatih pemahaman cara
mengetahui perkembangan anak dan dapat memberikan informasi yang memadai untuk
orangtua.
PEMBAHASAN
a. Teori

Feist, Jess dan Feist, Gregory J (2014) menyampaikan tahap perkembangan ketiga Erikson
adalah usia bermain, periode yang meliputi waktu yang sama dengan fase falik (phalllic)- sekitar
usia 3 sampai 5 tahun. Anak usia 54 bulan masuk ke dalam fase usia bermain dimana
perkembangannya dapat maksimal dengan stimulus permainan yang disediakan di rumah
ataupun di lingkungan sekitar rumah.
Menurut Santrock (2012) selama prasekolah, kebanyakan anak-anak secara bertahap
menjadi lebih sensitif terhadap bunyi dari kata-kata yang diucapkan dan menjadi semakin
mampu menghasilkan semua bunyi dari bahasa mereka. Namun hal ini dapat mengalami
keterlambatan disebabkan oleh banyak faktor diantaranya yaitu orang tua yang kurang dalam
memberikan stimulus secara maksimal. Ini dapat disebabkan karena kurangnya pengetahuan
yang dimiliki oleh orangtua, pola asuh yang salah ataupun kurangnya perhatian dari orangtua.
Hastuti, Eko Widhi dan K, Lydia Ersta (2017) dalam jurnalnya menyampaikan bahwa
kemampuan berbicara merupakan suatu proses penggunan bahasa ekspresif dalam bentuk arti,
kajian tentang perkembangan kemampuan berbicara pada anak tidak terlepas dari kenyataan
adanya perbedaan kecepatan dalam berbicara, maupun kualitas dan kuantitas anak dalam
menghasilkan bahasa anak yang satu dapat lebih cepat, lebih rumit dalam mengungkapkan

bahasanya, ataupun lebih lambat dari yang lain . Untuk itu dengan menggunakan SDIDTK
sebagai pedoman standarisasi yang dikeluarkan pemerintah diharapkan dapat mendeteksi sejak
dini terjadinya penyimpangan terhadap anak-anak ditingkat RW atau kelurahan.
Berdasarkan jurnal yang ditulis oleh Manurung, Ade Karunia Rizky (2019) bahwa
kemampuan berbicara anak memiliki beberapa tahapan dimana pada umur 4-6 tahun anak
menggunakan kalimat lengkap. Tidak hanya kecepatan bicara namun penggunaan kalimat
dapat menunjukkan terjadinya keterlambatan pencapaian perkembangan di tahapan
sebelumnya.
Forget-Dobois, dkk dalam Santrock (2012) mengatakan bahwa lingkungan rumah di
masa kanak-kanak awal memengaruhi keterampilan berbahasa sehingga dapat memprediksi
kesiapan anak dalam memasuki sekolah. Hal ini menunjukkan bahwa perkembangan
berbahasa seorang anak dapat dipengaruhi oleh stimulus di rumah dan di luar rumah.
Dari paparan teori di atas menjadi bekal penulis dalam melakukan pengamatan lebih
lanjut dengan menggunakan formulir KPSP dan KPME terhadap kedua anak yang berusia
sekitar 54 bulan ada di sekitar tempat tinggal penulis. Kedua anak tersebut menunjukkan
perbedaan yang cukup mencolok di usianya dimana dalam kemampuan berbahasa dan
bicaranya yang satu lancar dan lengkap namun tak terarah sedangkan yang satu lengkap dan
terarah namun kurang jelas untuk dipahami oleh orang yang belum terbiasa dengan kosa
katanya.
b. Pembahasan

Bernama lengkap Kahfi Ramadhan Putra Al Majid atau sering dipanggil Kahfi adalah putra
ketiga dari empat bersaudara dengan ayah Sufi Al Majid (Sufi) dan ibu Dewi Widyawati
(Dewi). Sebelum pindah ke perumahan mereka tinggal di komplek batalyon dimana disana
Kahfi sejak lahir sampai umur dua tahun sering berada di rumah. Hal ini menyebabkan
perkembangan bicara dan bahasa mengalami keterlambatan. Setelah pindah rumah orangtua
membolehkan Kahfi untuk bermain di sekitar lingkungan perumahan yang menyebabkan
perkembangan bahasanya mengalami peningkatan yang cukup baik.
Dari keluhan yang diberikan pada awal wawancara sang ibu menyampaikan jika Kahfi
anak yang pemarah. Setelah melalui rangkaian tes dan wawancara dapat terlihat dari formulir
KPSP Kahfi mengalami masalah perkembangan pada bagian bicara dan bahasa. Hal ini sesuai
dengan cerita yang disampaikan sang ibu. Keterlambatan pada usia 0-2 tahun yang dikejar
diumur 2-4 tahun rupanya tidak diimbangi dengan stimulus yang kuat sehingga terpenuhi
meski sedikit terlambat. Pada formulir KPSP pada waktu diberi pertanyaan yang menuntut
jawaban Kahfi terlihat belum memahami pertanyaan yang disampaikan meski sudah diulang
dengan menggunakan pertanyaan yang sedikit mengarah ke jawaban yang benar namun Kahfi
belum bisa menjawab dengan sesuai. Dari wawancara sang ibu terlihat kerepotan dalam
menangani 3 anak laki-laki yang super aktif dan satu anak perempuan yang aktif pula sehingga
membuat ibu tidak dapat melakukan stimulus yang maksimal untuk Kahfi.
Meski begitu apa yang sudah dicapai sampai saat ini merupakan usaha yang luar biasa
dari orangtua agar Kahfi dapat memenuhi perkembangannya. Seperti kemampuan gerak
kasar, gerak halus dan sosialisasi serta kemandiriannya sudah sesuai dengan tahapan
perkembangannya. Hal ini layak untuk diapresiasi dimana sang ibu tidak memiliki asisten
rumah tangga dan harus mengurus ke empat anaknya merupakan hasil yang sangat baik,
disamping itu ayah juga sering membantu dalam pekerjaan rumah dan mengasuh anak-anak
di luar jam kerjanya.
Dari formulir KMPE terlihat bahwa Kahfi memang suka marah dengan sebab yang
tidak jelas seperti contohnya menahan pipis, diminta memakai kaos dalam atau tidur siang.
Hal ini dikarenakan diumur 3 tahun kahfi baru bisa lancar bicara meski masih belum jelas
sehingga banyak yang kesulitan memahami maksud perkataannya. Hal ini menyebabkan kahfi
tidak bisa menyampaikan apa yang diinginkan dengan baik sehingga menjadi marah tanpa
diketahui penyebabnya oleh orang lain.
Pengamatan anak berikutnya yaitu Ibrahim Yufie Wardhana atau sering dipanggil
Brahim merupakan anak kedua dari dua bersaudara pasangan Aditya Bayu (Ayah) dan Devi
Fatmawati (Ibu). Keluhan yang diberikan oleh sang ibu pada waktu awal wawancara adalah
berupa cerita pada waktu umur 0-2 tahun mengalami keterlambatan perkembangan bicara
dikarenakan sang anak diperlakukan terlalu berlebihan oleh sang pembantu dimana apa yang
diinginkan selalu diberikan sebelum sang anak bicara sehingga menyebabkan sang anak
menjadi malas bicara sedangkan kedua orang tua lebih banyak menghabiskan waktu di luar
rumah untuk bekerja.
Dari formulir KPSP dan KPME tidak menunjukkan adanya penyimpangan hanya saja
dalam penyampaian bicara Brahim menunjukkan fase perkembangan bahasa di umur 3 tahun
karena pengucapannya masih belum sempurna dan penyampaian yang sangat lambat meski
sudah menggunakan kalimat lengkap. Dari informasi yang diberikan sang ibu hal ini berjalan
baik sejak Brahim melakukan terapi untuk keterlambatan bicara dan diperbolehkan untuk
bermain ke luar rumah sehingga perkembangan bahasanya menjadi lebih cepat.
Stimulus yang diberikan oleh orangtua Brahim sangat tepat dalam menyikapi putra
mereka yang mengalami keterlambatan bicara sehingga mereka sekarang dapat menikmati
dan memberikan stimulus yang sesuai dengan umurnya. Hal ini menjadi catatan buat mereka
dalam memberikan stimulus yang terbaik untuk putra mereka yang ketiga.
PENUTUP

Kesimpulan yang kami peroleh dari membandingkan kedua anak tersebut adalah Kahfi dan
Brahim mengalami keterlambatan dalam bicara dan bahasa disebabkan pada waktu dia
berumur 0- 2 mereka hanya mendapatkan stimulus di rumah saja tanpa diperkenankan untuk
bermain di luar rumah. Namun perbedaannya yaitu orang tua Ibrahim ketika mengetahui
masalah yang terjadi pada putranya segera mengonsultasikannya kepada psikolog sehingga
dia mendapatkan terapi yang tepat. Tidak hanya itu kedua orang tua Kahfi dan Brahim pun
membolehkan mereka bermain di luar rumah sehingga mereka berdua mengalami
perkembangan yang cepat hanya saja perbedaan keduanya yaitu Kahfi dapat menyampaikan
kata dalam bentuk kelimat dengan jelas namun kurang terarah sedangkan Brahim dapat lancat
bicara dengan kalimat yang kurang jelas namun terarah. Hal ini kemungkinan terjadi karena
Brahim mendapatkan terapi sebelumnya sedangkan Kahfi tidak.
DAFTAR PUSTAKA

Ahmad, Nusaibah dan Lailah, Amr Abu. (2009). The Secret of Childhood. Pustaka Al-kautsar.
Jakarta. Hal 76.

Feist, Jess dan Feist, Gregory J. (2014). Teori Kepribadian Theories Of Personality. Salemba
Humanika. Jakarta. Hal 300.

Hastuti, Eko Widhi dan K, Lydia Ersta (2017). Meningkatkan Perkembangan Bahasa Anak Usia 4-
5 Tahun Melalui Bermain Pesan Berantai. Jurnal Audi. Volume II (2) :91-97.

Manurung, Ade Karunia Rizky. (2019). Optimization of Speaking Ability in Early Childhood.
Early Childhood Research Journal. VOL. 02 No 2: 58-63.

Santrock, J. W. (2012). Life Span Development Perkembangan Masa-Hidup Edisi


ketigabelas Jilid 1. Edisi 13, Erlangga. New York. Hal 264-266.

You might also like