You are on page 1of 19

TUNARUNGU/TUNAGANDA

MAKALAH
Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Pendidikan Inklusi
Dosen Pengampu:
Fatik Luthfiana Anggraeni, M.Pd.

Disusun oleh:
1. Muhammad Suhendri Arifandi (202191260010)
2. Cicha Maylenia (202191260018)
3. Umiyanti (202191260040)
4. Dita Khoyrun Nisa’ (202191260048)

PROGRAM STUDI
PENDIDIKAN GURU MADRASAH IBTIDAIYAH
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM AT-TAQWA BONDOWOS
TAHUN 2023
KATA PENGANTAR
Dengan menyebut nama Allah SWT yang maha pengasih lagi maha penyayang.
Puji syukur kami panjatkan kehadirat-Nya yang telah memberikan limpahan rahmat,
hidayah, serta inayah-Nya kepada kami sehingga kami dapat menyelesaikan pembuatan
makalah ini dengan judul TUNARUNGU/TUNAGANDA secara tepat waktu.
Dalam penyusunan laporan hasil pembuatan media pembelajaran ini kami ucapkan
terimakasih sebanyak banyaknya pada semua pihak yang terlibat dalam proses penyusunan
makalah ini, terutama untuk Ibu Fatik Lutviana Anggraini, M.Pd. selaku dosen pengampu
mata kuliah Pendidikan Inklusi.
Terlepas dari segala hal tersebut, kami menyadari bahwa masih terdapat banyak
sekali kekurangan baik dari segi penyusunan laporan berupa susunan kalimat ataupun dari
sisi penggunaan diksi kata yang kurang tepat dan juga yang lain. Oleh karena itu kami
disini dengan senang hati menerima segala saran dan juga kritik yang membangun.
Akhir kata kami dengan segala kerendahan hati berharap semoga makalah ini dapat
memberikan manfaat bagi kami khususnya dan untuk semua pihak yang berkepentingan
pada umumnya.

Bondowoso, 15 oktober, 2023

Mahasiswa PGMI

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR........................................................................................................i
DAFTAR ISI.......................................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN..................................................................................................1
A. Latar Belakang.........................................................................................................1
B. Rumusan Masalah....................................................................................................2
C. Tujuan......................................................................................................................2
BAB II PEMBAHASAAN.................................................................................................3
A. Pengertian Tunarungu dan tunaganda......................................................................3
B. Karakterisk anak tunarungu dan tunaganda.............................................................6
C. Proses membina kemandirian belajar anak-anak tunarungu dan tunaganda...........9
D. Bentuk dan Sistem Layanan Pendidikan Anak Tunaganda dan Tunarungu............11
BAB III PENUTUP...........................................................................................................13
A. Kesimpulan..............................................................................................................13
B. Saran .......................................................................................................................14
DAFTAR PUSTAKA.........................................................................................................15

ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Perbedaan pasti akan selalu ada dalam setiap kehidupan manusia. Manusia
dilahirkan dengan berbagai macam latar belakang. Perbedaan tersebut dapat dilihat
dari segi fisik ataupun dari segi kejiwaaan. Perbedaan fisik dapat kita lihat secara
langsung seperti warna kulit, tinggi badan, bentuk mata, bentuk hidung, bentu
rambut dan lain sebagainya. Sedangkan untuk mengetahui atau melihat perbedaan
kejiwaan manusia tidak dapat diketahui secara langsung, melainkan harus melalui
tes yang valid mengenai kondisi kejiwaaan seseorang.
Perbedaan tersebut juga dapat kita lihat seperti pada anak berkebutuhan
khusus. Anak berkebutuhan khusus dapat diartikan sebagai anak yang lambat atau
mengalami gangguan yang membuat mereka kesulitan belajar dan beraktifitas
layaknya anak normal pada umunya. Anak berkebutuhan khusus juga diartikan
sebagai anak yang mengalami gangguan fisik, bahasa dan bicara, intelegensi, emosi
dan sosial, sehingga membutuhkan Pembelajran yang khusus dan tidak sama
dengan anak normal yang lain agar kebutuhan belajar merke terpenuhi.
Kebutuhan khusus anak tunaganda, tunanetra dan tunarungu memiliki
karakteristik khusus, anak tunanetra menggunakan kemampuan perabaan dan
pendengaran sebagai saluran utama untuk belajar. (Asep AS Hidayat, Ate Suwandi,
2013). Anak tunarungu secara fungsional intelegensi dibawah anak normal walau
dari segi intelegensi secara potensial tidak berbeda dengan anak normal pada
umumnya, sehingga memerlukan waktu belajar lebih lama dalam proses belajarnya
terutama untuk mata Pelajaran yang diverbalisasikan (Haenudin, 2013). Anak
tunaganda dengan lebih dari satu jenis disabilitas memiliki karakteristik gabungan
sesuai dengan disabilitas yang dimiliki. Khusus untuk anak yang memiliki
tunaganda atau kondisi dimana dia mempunyai dua kelainan yaknit tunanetra dan
tunarungu memiliki kemampuan yang lebih terbatas lagi dalam belajar dan
berkomunikasi. Dengan demikian proses pembinaan pada anak tunaganda sangat
diperlukan. Baik dirumah maupun disekolah agar mereka juga memiliki
kemandirian dalam hidup.

1
2

B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud Tunarungu dan tunaganda?
2. Bagaimana karakterisk anak tunarungu dan tunaganda?
3. Bagaimana proses membina kemandirian belajar anak-anak tunarungu dan
tunaganda?
4. Bagaimana Bentuk dan Sistem Layanan Pendidikan Anak Tunaganda dan
Tunarungu?
C. Tujuan
1. Mengetahui Apa yang dimaksud Tunarungu dan tunaganda
2. Mengetahui Bagaimana karakterisk anak tunarungu dan tunaganda
3. Mengetahui Bagaimana proses membina kemandirian belajar anak-anak
tunaganda
4. Mengetahui Bagaimana Bentuk dan Sistem Layanan Pendidikan Anak
Tunaganda dan Tunarungu
5.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Tunarungu dan tunaganda
1. Tunarungu
Tunarungu merupakan sebuah kondisi tidak mampuan anak dalam
mendapatkan informasi secara lisan, sehingga membutuhkan bimbingan dan
pelayanan khusus dalam belajarnya disekolah. Berdasarkan beberapa pengertian
diatas menunjukkan bahwa secara pedagogis tunarungu dapat diartikan sebagai
suatu kondisi tidak mampuan seseorang dalam mendapatkan informasi secara lisan,
sehingga membutuhkan bimbingan dan pelayanan khusus dalam belajarnya
disekolah (Suparno 2001:9).
Keadaan seperti ini yang membuat dunia pendidikan dapat membantu
bagaimana caranya agar anak tunarungu bisa belajar dan mendapatkan
pembelajaran yang pantas dan layaknya anak normal lainnya, sehingga penyandang
tunarungu memerlukan lembaga pendidikan yang dapat membantunya mengurangi
gejala – gejala kekurangannya.
Tunarungu adalah individu yang kehilangan seluruh atau sebagian daya
pendengarannya sehingga tidak atau kurang mampu berkomunikasi secara verbal
dan pelayanan pendidikan khusus. Individu tunarungu memiliki ciri – ciri sebagai
berikut (Direktorat pendidikan luar biasa Departemen Pendidikan Nasional, 2004):
a. Secara nyata tidak mampu mendengar
b. Terlambat perkembangan bahasanya
c. Sering menggunakan isyarat dalam berkomunikasi
d. Kurang atau tidak tanggap bila diajak bicara
e. Ucapan kata tidak jelas
f. Kualitas suara aneh atau monoton
g. Sering memiringkan kepala dalam usaha mendengar
h. Banyak perhatian terhadap getaran
i. Keluar cairan “nanah” dari kedua telinga
Seseorang dikatakan tunarungu jika memenuhi minimal enam diantara
ciri – ciri tersebut. Secara medis tunarungu berarti kekurangan atau kehilangan
kemampuan mendengar yang disebabkan oleh kerusakan atau tidak

3
4

berfungsinya sebagian atau seluruh alat pendengarannya. Sedangkan secara


pedagogis tunarungu berarti kekurangan atau kehilangan alat pendengarnya
yang mengakibatkan hambatan dalam perkembangan bahasa sehingga
memerlukan bimbingan dan pendidikan khusus ( Sastrawinata, 1976 ).
Dari dua definisi diatas, maka yang dimaksud dengan tunarungu dalam
tulisan ini adalah individu yang mengalami kekurangan atau kehilangan
kemampuan mendengar yang disebabkan oleh kerusakan atau tidak
berfungsinya sebagian atau seluruh alat pendengarannya, sehingga tidak atau
kurang mampu berkomunikasi secara verbal dan walaupun telah diberikan
pertolongan dengan alat bantu dengar masih tetap memerlukan pelayanan
pendidikan khusus.
Anak tunarungu merupakan anak yang memiliki gangguan pada
pendengarannya sehingga tidak dapat mendengar sama sekali, tetapi dipercayai
bahwa tidak ada satupun manusia yang tidak bisa mendengar suara sama sekali.
Walaupun sanagat sedikit, masih ada sisa-sisa pendengaran yang masih belum
dioptimalkan pada anak tunarungu tersebut.
Murni Winarsih mengemukakan bahwa tunarungu adalah suatu istilah
umum yang menunjukkan kesulitan mendengar dari yang ringan sampai berat,
digolongkan ke dalam tuli dan kurang dengar. Orang tuli adalah yang
kehilangan kemampuan mendengar sehingga menghambat proses informasi
bahasa melalui pendengaran, baik memakai alat bantu dengar dimana batas
pendengaran yang dimilikinya cukup memungkinkan keberhasilan proses
informasi bahasa melalui pendengaran. Tin suharmi mengemukakan tunarungu
dapat diartikansebagai keadaan individu yang mengalami kerusakan pada
Indera pendengaran sehingga menyebabkan tidak bisa menangkap berbagai
rangsangan suara, atau rangsang lain melalui pendengaran (Laila,2013:10)
Beberapa pengertian diatas dan definisi tunarungu diatas merupakan
definisiyang termasuk kompleks, sehingga dapat disimpulkan bahwa anak
tunarungu adalah anak yang memiliki ganguan dalam pendengarannya, baik
secara keseluruhan ataupun masih memiliki sisa pendengaran. Meskipun anak
tunarungu adalah anak yang memiliki ganguan dalam pendengaran. Meskipun
5

anak tunarungu sudah diberikan alat bantu dengar, tetap saja anak tunarungu
masih memerlukan pelayanan pendidikan khusus.
2. Tunaganda
Menurut Johnston & Magrab, tunaganda adalah mereka yang
mempunyai kelainan perkembangan mencakup kelompok yang mempunyai
hambatan-hambatan perkembangan neurologis yang disebabkan oleh satu atau
dua kombinasi kelainan dalam kemampuan seperti intelegensi, gerak, bahasa,
atau hubungan pribadi di masyarakat. Walker berpendapat mengenai tunaganda
sebagai berikut :
1. Seseorang dengan dua hambatan yang masing-masing memerlukan layanan-
layanan pendidikan khusus.
2. Seseorang dengan hambatan-hambatan ganda yang memerlukan layanan
teknologi.
3. Seseorang dengan hambatan-hambatan yang memerlukan modifikasi
khusus.
Anak yang mengalami gangguan pendengaran dan berbicara atau yang
dikenal dengan istilah tunaganda merupakan anak dengan gangguan lebih dari
satu gangguan. Artinya anak tersebut mengalami gangguan majemuk dimana
terdapat dua gangguan dalam diri anak. Lebih lanjut (Mirnawati, 2019)
menjelaskan definisi anak tunaganda adalah anak yang mempunyai hambatan
dan kebutuhan belajar secara khusus yang disebabkan karena adanya gangguan
hambatan antara hambatan fisik, sensoris, sosial, emosi, intelektual, dan
sebagainya. Misalkan anak yang mengalami ganguan pendengaran dan
sekaligus hambatan penglihatan.
Anak dengan gangguan tersebut cukup ekstrem karena anak tidak dapat
melihat dan tidak dapat mendengar sama sekali. Anak dengan kelainan ini
dikenal dengan nama buta-tuli atau tunanetra dan tunarungu. Sedangkan
menurut kementrian pemberdayaan Perempuan dan perlindungan anak RI
(Winarsih et al., 2013) menjelaskan maksud dari anak tunaganda adalah yang
mempunyai dua bahkan lebih gangguan sehinga dibutuhkan pendampingan dan
bimbingan dalam pemberian layanan, pemberian pendidikan khusus dan alat
bantu belajar yang khusus.
6
7

B. Karakteristik anak tunarungu dan tunaganda


1. Karakteristik anak tunarungu
Tunarungu adalah istilah yang menunjuk pada kondisi ketidakfungsian organ-
organ pendengaran atau telinga seorang anak. Kondisi ini menyebabkan mereka
memiliki karakteristik yang khas, berbeda dari anak normal pada umumnya.
Beberapa karakteristik anak tunarungu diantaranya adalah:
a. Segi fisik
1) Cara berjalan kaku dan agak membungkuk akibat terjadinya
permasalahan pada organ keseimbangan ditelinga. Itulah penyebab
anak tunarungu mengalami kurang keseimbangan dalam aktifitas
fisiknya.
2) Pernafasan pendek dan tidak teratur. Anak-anak tunarungu tdak pernah
mendengarkan suara-suara dalam kehidupan sehari-hari. Bagaimana
bersuara atau mengucapkan kata-kata dengan intonasi yan baik,
sehingga mereka juga tidak terbiasa mengaturpernapasannya dengan
baik, khususnya dalam berbicara.
3) Cara melihatnya agak beringas. Penglihatan merupakan salah satu
Indera yang paling dominan bagi anak-anak penyandang tunarungu
karena Sebagian besar pengalamannya diperoleh melalui penglihatan.
Oleh karena itu anak-anak tunarungu juga dikenal sebagai anak visual
sehingga cara melihatnya selalu menunjukkan keingintahuan yang
besar dan terlihat beringas.
b. Segi Bahasa
1) Kosa kata yang dimiliki tidak banyak
2) Sulit mengartikan kata-kata yang mengandung ungkapan atau idiomatic
3) Tata bahasanya kursng tepat
c. Intelektual
1) Kemampua intelektualnya normal. Pada dasarnya anak-anak tunarungu
tidak mengalami permasalahan dalam segi intelektual. namum akibat
keterbatasan dalam bentuk komunikasi dan berbahasa, perkembangan
intelektualnya menjadi lamban.
8

2) Perkembangan akademiknya lamban akibat keterbatasan bahasa. Sering


terjadinya keterlambanan dalam perkembanga intelektualnya akibat
adanya hambatan dalam berkomunikasi, dalam segi akademik anak
tunarungu juga mengalami keterlambanan dalam perkembangan
intelektualnya karena keterhambatan komunikasi, dalam segi akademik
anak tunarungu juga mengalami keterlambanan
d. Sosial-Emosional
1) Sering merasa curiga dan berprasangka. Sikap seperti ini terjadi akibat
adanya kelainan fungsi pendengarannya. Mereka tidak dapat memahami
apa yang dibicarakan orang lain sehingga anak-anak tunarungu menjadi
mudah merasa curiga.
2) Sering bersikap Agresif. Anak-anak tunarungu bersikap agresif karena
mereka merasa tidak bisa mengartikanapa yang dikatakan orang lain.
Anak tunarungu juga mengalami kelainan dalam fungsi pendengarannya
sehingga menimbulkan hambatan dalam berkomunikasi dengan orang yang bisa
mendengar. Hal ini tentu saja bisa menghambat pengembangan potensi yang
dimilikinya. Oleh karena itu, dalam menjalani kehidupan sehari-hari, anak
tunarungu memiliki hak sebag berikut:
a) Hak mendapatkan perlindungan sesuai denga nisi pembukaan UUD 1945 alineake-
4
b) Hak untuk mendapatkan pendidikan dan pengajaran
c) Mendapatkan kedudukan yang sama baik dalam hukun dan pemerintahan dengan
orang normal
d) Mendapatkan kehidupan dan pekerjaan yang layak sama hal nya dengan anak-anak
normal yang lain.
Menurut permanarian somad dan tati hermawati mendeskripsikan karakteristik
anak ketunarunguan dilihat dari segi intelegensi, bahasa dan bicara, emosi, dan sosial
adalah sebagai berikut:
a. Karakteristik dari segi intelegensi:
Intelegensi anak tunarungu tidak berbeda dengan anak normal yaitu tinggi,
rata-rata, dan rendah. Pada umumnya anak tunarungu memilki integensi normal dan
rata-rata dan rendah. Prestasi anak tunarungu sringkali lebih rendah daripada
9

prestasi anak normal karena dipengaruhi oleh kemampuan anak tunarungu dalam
mengerti Pelajaran yang diverbalkan. Namun untuk Pelajaran yang tidak
diverbalkan, anak tunarungu memiliki perkembangan yang sama cepatnya dengan
anak normal. Prestasi anak tunarungu yang rendah bukandisebabkan karena tingkat
intelegensinya rendah namun karena anak tunarungu tidak dapat memaksimalkan
intelegensinya yng diniliki. Aspek intelegensi yag bersumber pada verbal seringkali
rendah, namun aspek intelegensi yang bersumber pada [englihatandan motoruk
akan berkembang cepat.
b. Karakteristik dari segi bahasa dan bicara.
Kemampuan anak tunarungu dalam bahasa dan berbicara berbeda dengan
anak normal pada umumnya karena kemampuan tersebut sangat erat kaitannya
dengan kemampuan mendengar. Karena anak tunarungu tidak bisa mendengar
bahasa, maka anak tunarungu mengalami hambatan dalam berkomunikasi. Bahasa
merupakan alat dan sarana utama seseorang dalam berkomunikasi. Alat komunikasi
terdiri dari membaca, menulis, dan berbicara, sehingga anak tunarungu akan
tertinggal dalam tiga aspek penting ini. Anak tunarungu memerlukan penanganan
khusus dan berbahasa intensif yang dapat meningkatkan kemampuan berbahasanya.
Kemampuan berbicara anak tunarungu juga dipengaruhi oleh kemampuan
berbahasa yang dimiliki oleh anak tunarungu akan berkembang dengan sendirinya
namumn memerlukan Upaya terus menerus serta Latihan dan bimbingan secara
professional. Dengan cara yag demikian banyak dari mereka yang belum bisa
berbicara seperti anak normal baik dari segi suara, irama, dan tekana suara
terdengar monoton berbeda dengan anak normal.
c. Karakteristik dari segi emosi dan sosial
Ketunarunguan dapat menyebabkan keterasingan dengan lingkungan..
Keterasingan tersebut menimbulkan beberapa efek negative seperti: egonsentrisme
yang melebihi anak normal, mempunyai perasaan takut akan lingkungan yang lebih
luas, ketergantungan terhadap orang lain, perhatian mereka lebih sukar dialihkan,
umumnya memiliki sifat yang polos dan tanpa banyak masalah, dan lebih mudah
marah dan cepat tersinggung.
1) Egosentrisme yang melebihi anak normal
2) Mempunyai perasaan takut akan lingkungan yang lebih luas
10

3) Ketergantungan terhadap orang lain


4) Perhatian mereka lebih sukar dialihkan
5) Umumnya memiliki sifat yang polos, sederhana dan tampa banyak masalah
2. Karakteristik anak tunaganda
Adapun karakteristik anak tunaganda yaitu (Winarsih et al., 2013) yaitu:
a. Memiliki dua bahkan lebih gangguan yang diderita oleh anak misalnya
disabilitas penglihatan dengan ganngguan spetruam autism, disabilitas
penglihatan dengan disabilitas pendengaran, don syndrome/disabilitas
intelktual dengan disabilitas pendengaran, dan lain-lain.
b. Mempunyai hambatan dalam melakukan interaksi sosial
c. Memiliki keterbatasan kemampuan dan perkembangan fisik motoric
d. Sering berperilaku aneh dan tidak bertujuan seperti misalnya menggosok-
gosokkan jarinya kewajah, melukai dirinya (membenturkan kepala),
mencabut rambut, dan sebagainya
e. Sulit untyk mengurusi kebutuhan diri yang bersifat dasar seperti makan
sendiri, berpakaian, buang air kecil dan lain-lain.
C. Proses membina kemandirian belajar anak-anak tunaganda
1. Kemandirian
Kemandirian berasal dari istilah autonomy, istilah ini berbeda dengan independence
yang lebih sering dikaitkan pada kemandirian remaja, sementara autonomy secara
umum adalah kemampuan seseorang untuk memerintah, mengurus, ataupun mengatur
kepentingan sendiri (Steinberg, 1993). Steinberg (1993) lebih lanjut mengungkapkan
bahwa autonomy adalah bentuk kemandirian untuk bertindak. dan tidak bergantung
pada orang lain. Steinberg (1993) membedakan karakteristik kemandirian atas tiga
bentuk, yaitu:
a) Kemandirian emosional yakni aspek kemandirian yang menyatakan perubahan
kedekatan hubungan individu, emosional antar
b) Kemandirian tingkah laku, yakni suatu kemampuan untuk membuat keputusan-
keputusan tanpa tergantung pada orang lain dan melakukannya secara bertanggung
jawab.
c) Kemandirian nilai, yakni kemandirian memaknai suatu hal tentang benar dan salah,
tentang hal yang penting dan apa tidak penting
11

2. Bentuk-bentuk Pembelajaran Kemandirian Pada Anak Tuna Ganda.


Konsistensi dan ketertiban kelas sangat penting dalam pengaturan pendidikan bagi
siswa tuna ganda. Siswa melakukan kegiatan yang dimulai dari tugas yang diletakkan
ditempat tertentu dan urutan tertentu. Misalnya, sebagai siswa anak-anak tunaganda
bisa mendekati rak khusus berisi benda-benda yang mewakili kegiatan yang akan
dilakukannya selama satu hari. Sebuah sendok dapat juga digunakan untuk
menunjukkan makanan dan sarapan. Ada juga aitem sikat gigi yang bisa menunjukkan
bahwa siswa perlu menyikat gigi setelah sarapan. (Wood dan Chinn, 2010).
Dalam hal ini bagi anak dengan kemampuan koginitif yang lebih baik, ini mungkin
menjadi lebih abstak atau terlalu ringan. Sehingga di lain waktu kartu braille bisa
digunakan, atau kartu untuk menulis garis, maupun gambar yang bisa digunakan untuk
berkomunikasi dengan orang lain. Dan yang terpenting apapun bentuk kegiataan yang
dilakuan didalam kelas perlu konsistensi (Engleman, dalam Wood dan Chinn, 2010).
Ini merujuk pada kegiatan harian Activiti of Daily Living yang nantinya akan
mengarah pada kemandirian anak tuna ganda.
Dalam mengajarkan kemandirian anak sendiri selain komunikasi menjadi sangat
penting dalam menyampaikan pesan dan menjadi bagian dari proses pembelajaran
penting Activity of Daily Living, beberapa model komunikasi dari deafbliness antara
lain seperti yang diungkapkan oleh Milles (2005) bahwa mode komunikasi pada tuna
ganda antara lain yaitu:
1. Penggunaan sistem Pendengaran (berbicara dengan jelas melalui bantuan alat bantu
dengar) atau sight ( misalnya menulis dengan cetak besar) 2. Tanda Tactile. Berupa
penggunaan Bahasa isyarat atau alphabet manual, seperti alphabet manual Amerika
untuk tuna ganda (tuna netra dan tunarungu) yang juga dikenal dengan penggunaan
dua tangan dengan tactile modifikasi visual. Atau Interpreting services,
menggunakan interprener Bahasa isyarat atau pembantu komunikasi.
2. Tanda Tactile. Berupa penggunaan bahasa isyarat atau alphabet manual, seperti
alphabet manual amerika untuk tuna ganda (tunanetra dan tunarungu) yang juga
dikenal dengan penggunaan dua tangan demngan tactile atau modifikasi visual.
3. Interpreting service, menggunakan interprener bahasa isyarat atau pembantu
komunikasi.
12

4. Menggunakan perangkat komunikasi seperti braille manual Tellatouch-sebuah


tulisan
5. Membaca braille
6. Large-Print reading
7. Kartu komunikasi Tactile
D. Bentuk dan Sistem Layanan Pendidikan Anak Tunaganda dan Tunarungu
1. Bentuk pendidikan
Sejalan dengan perkembangan pendidikan anak tuna daksa yang di awali
dengan layanan anak-anak tunaganda dan tunarungu yang menderita sakit di rumah
sakit, maka bentuk layanan pendidikannya di sesuaikan dengan tempat-tempat anak
tunaganda dan tunarungu memperoleh pendidikan. Bhatt (1962) menyarankan lima
bentuk layanan pendidikan untuk anak tunaganda dan tunarungu, yaitu: (1) sekolah
dirumah sakit. (2) pengajaran dirumah, (3) sekolah khusus (sekolah luar biasa). (4)
kelas khusus, dan (5) sekolah koresponden.
a. Sekolah di rumah sakit
Suatu hal yang harus di pertimbangkan dalam memberikan layanan pendidikan
adalah menyesuaikan dengan jenis "treatment" yang sedang di berikan kepada
mereka. Pemberian pendidikan di harapkan tidak malah memperberat kecacatan
anak, tetapi diharapkan berfungsi mengembangkan potensi yang dimilikinya.
Layanan pendidikan model ini di berikan secara berkelompok sesuai dengan derajat
kemampuan masing-masing Dengan demikian pengelompokan anak bahkan
didasarkan pada usia yang sama tetapi berorientasi pada aspek kemampuannya.
Ada dua keuntungan yang dapat dipetik dalam pendidikan di rumah sakit, pertama
suguhan psikologis Anak merasa terhibur dan senang hatinya. Kedua anak
meperoleh pengetahuan yang berkaitan dengan pelajaran di sekolah.
b. Pelajaran di rumah
Derajat kecacatan anak heterogen. Ada yang mampu pulang pergi ke
sekolah sendiri, diantar jemput, dan ada pula yang tidak mampu berangkat sekolah
karena keacatanya yang sangat berat. Maka dari itu guru mengalah untuk
mendatangi mereka untuk memberikan pengajaran di rumah.
c. Sekolah khusus (luar biasa)
13

Bentuk model pendidikan ini di maksudkan untuk anak tunaganda dan


tunarungu berat yang tidak memungkinkan sekolah bersama-sama anak normal,
karena mereka membutuhkan layanan khusus maka dibutuhkan guru yang memiliki
kualitas tertentu, kemampuan khusus, teknik-teknik pengajaran yang sesuai dengan
orangnya, dan alat-alat yang sesuai. Model layanan ini harus di tunjang dengan
asrama sehingga anak tidak pulang pergi ke rumah, tetapi di tampung di asrama. di
asrama anak memperoleh layanan tambahan yang sesuai dengan kondisi mereka
masing-masing.
d. Kelas khusus
Kelas khusus ini adalah kelas khusus yang disediakan di sekolah biasa yang
dimaksudkan khusus untuk anak tunaganda dan tunarungu yang memerlukan
layanan khusus. Kelas ini diadakan sebagai alternatif, karena permasalahan
transportasi manakala anak-anak harus bersekolah khusus anak tunaganda dan
tunarungu.
e. Sekolah koresponden
Bentuk sekolah koresponden tidak banya diminati oleh anak tunaganda dan
tunarungu karena sekolah model ini membutuhkan kemandirian yang cukup tinggi,
Mereka kontak dengan sekolah melalui korespondensi dan untuk dapat melakukan
ini dibutuhkan ketrampilan-ketrampilan yang menunjang seperti ketrampilan
mealis surat dan lain-lain. Frances P. Connor (1975), mengusulkan bentuk-bentuk
pendidikan untuk anak tunaganda dan tunarungu sebagai berikut:
1) Kelas biasa
2) Sekolah khusus
3) Pengajaran di rumah
4) Sekolah dirumah sakit
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Tunarungu adalah individu yang kehilangan seluruh atau sebagian daya
pendengarannya sehingga tidak atau kurang mampu berkomunikasi secara verbal
dan pelayanan pendidikan khusus. anak tunaganda adalah anak yang mempunyai
hambatan dan kebutuhan belajar secara khusus yang disebabkan karena adanya
gangguan hambatan antara hambatan fisik, sensoris, sosial, emosi, intelektual, dan
sebagainya. Misalkan gannguan pendengaran sekaligus penglihatan.
Tunarungu adalah istilah yang menunjuk pada kondisi ketidakfungsian
organ-organ pendengaran atau telinga seorang anak. Kondisi ini menyebabkan
mereka memiliki karakteristik yang khas, berbeda dari anak normal pada
umumnya. Baik secara fisik, emosional, intelektual dan kemandirian seorang anak.
Adapun karakteristik anak tunaganda yang paling menonjol adalah memiliki dua
bahkan lebih gangguan yang diderita oleh anak misalnya disabilitas penglihatan
dengan ganngguan spetruam autism, disabilitas penglihatan dengan disabilitas
pendengaran, don syndrome/disabilitas intelktual dengan disabilitas pendengaran,
dan lain-lain.
Dalam mengajarkan kemandirian anak penyandang tunarungu maupun
tunaganda sendiri selain komunikasi menjadi sangat penting dalam menyampaikan
pesan dan menjadi bagian dari proses pembelajaran.
Sejalan dengan perkembangan pendidikan anak tuna daksa yang di awali
dengan layanan anak-anak tunaganda dan tunarungu yang menderita sakit di rumah
sakit, maka bentuk layanan pendidikannya di sesuaikan dengan tempat-tempat anak
tunaganda dan tunarungu memperoleh pendidikan. Bhatt (1962) menyarankan lima
bentuk layanan pendidikan untuk anak tunaganda dan tunarungu, yaitu: (1) sekolah
dirumah sakit. (2) pengajaran dirumah, (3) sekolah khusus (sekolah luar biasa). (4)
kelas khusus, dan (5) sekolah koresponden.

14
15

B. Saran
Demikian makalah ini kami susun, semoga bermanfaat dan dapat
menambah pengetahuan para pembaca mengenai anak tunarungu dan tunaganda,
kelainan yang dimiliki bukan sebuah hambatan untuk mereka berkarya dan
mengembangkan dirinya, dan keistimewaan yang dimiliki mereka perlu kita
dukung dengan sebaik mungkin dan tidak mendeskriminasi.
Kami mohon maaf apabila terdapat banyak kekeliruan baik dari segi ejaan,
dalam penulisan kata maupun dari segi penyusunan yang kurang tepat, kurang jelas
atau kurang dimengerti. Kami juga sangat mengharapkan saran dan kritik dari para
pembaca demi kesempurnaan makalah ini. Sekian penutup dari kami semoga dapat
diterima dan kami ucapkan terimakasih sebesar-besarnya
DAFTAR PUSTAKA

Aiyuda, N. (2018). Kemandirian pada anak Tuna Ganda di Sekolah Dasar Luar Biasa
Hellen Keller Indonesia, Yogyakarta. Nathiqiyyah, 1(1).

Asep AS. Hidayat, Ate Suwandi (2013) Pendidikan Anak berkebutuhan Khusus Tunanetra
(1ed.). Jakarta: Luxima Metro Media.

Cahya, Laili S. 2013. Buku Anak Untuk ABK, Yogyakarta: Familia

Dermawan, O. (2013). Strategi pembelajaran bagi anak berkebutuhan khusus di slb.


Psympathic: Jurnal Ilmiah Psikologi, 6(2), 886-897.

Ferawati, Y. (2015). Pembelajaran tari kreasi Bungong jeumpa pada anak tunarungu Di
SLB Negeri Semarang. Jurnal Seni Tari, 4(1).

Haenuddin (2013). Pendidikan Anak Berkebutuhan Khusu Anak Tunarungu (1.ed). Jakarta:
Luxima Metro Media.

Kamil Nurhusni, Anthon Sope Yuanita (2023) Pendidikan Inklusi Untuk Anak
Berkebutuhan Khusus,terimalah mereka apa adanya.Bantul Jogjakarta: Jejak
Pustaka

Purnomo, B. R. (2017). Efektivitas Pelatihan Kewirausahaan Dalam Meningkatkan


Pengetahuan Dan Motivasi Berwirausaha Pada Penyandang Tunarungu. Ekspektra:
Jurnal Bisnis dan Manajemen, 1(1), 21-30.

Sutjihati. T. Soemantri. (2012). Psikologi Anak Luar Biasa. Bandung: Reflika Aditama

Susfirman, dkk. (1987), Ilmu Pendidikan, Bandung: Remaja Karya

Steinberg, L. 1993. Adolescence. International Editon Third Edition. New York: McGraw-
Hill,Inc

Suparno. 2010. Pendidikan Inklusif untuk Anak Usia Dini. Jurnal Pendidikan Khusus,
Vol.7. No.2. Nopember.

16

You might also like