You are on page 1of 10

ANALISIS SEKOLAH INKLUSI

SDN LANGENHARJO 02

Deskripsi Sekolah

SD Negeri Langenharjo 02 merupakan salah satu lembaga pendidikan formal yang


ada di kecamatan Margorejo, kota Pati yang menerapkan sistem Pendidikan inklusi bagi
anak-anak berkebutuhan khusus dalam satu lingkungan dengan anak-anak yang normal
lainnya. Proses pembelajaran yang dilakukan pada kelas inklusi disamakan dengan anak-
anak normal lainnya, namun dalam porsi materi yang disampaikan disesuaikan dengan
jenis ABK yang ada di sekolah ini.

Analisis SWOT merupakan pengujian terhadap kekuatan dan kelemahan internal sekolah
serta kesempatan dan ancaman lingkungan eksternalnya. Analisis teknik SWOT didasarkan
pada logika yang dapat memaksimalkan kekuatan (strengths) dan peluang
(opportunities), namun secara bersamaan dapat meminimalkan kelemahan (weaknesses)
dan tantangan (treats) yang dialami SDN Langenharjo 02 dalam pelaksanaan pendidikan
Inklusif.

A. Kekuatan (Strenght)
Strenghts atau kekuatan adalah beberapa hal yang merupakan kelebihan dari sekolah
yang bersangkutan, hal–hal yang memiliki potensi yang positif jika dikembangkan
dengan baik Kekuatan yang terdapat di SDN Langenharjo 02 meliputi:

1. SDN Langenharjo 02 merupakan lembaga pendidikan formal yang mau menerima


siswa ABK
2. Kurikulum yang digunakan sama dengan anak reguler, namun tujuan dan
pencapaiannya berbeda
3. Pelaksanaan pembelajaran ABK sudah sesuai dengan tahapan, mulai dari
perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi selama proses pembelajaran. Pada tahap
perancanaan, sebelum melaksanakan proses pembelajaran terlebih dahulu pihak
sekolah melakukan identfikasi dan assasemen pada siswa berkebutuhan khusus.

4. Tahap pelaksanaan, belajar bersama di satu kelas dengan siswa normal. RPP yang
digunakan berbeda, antara siswa normal dengan siswa ABK. Materi yang diberikan
siswa ABK lebih rendah, jadi pencapaian dalam pembelajarannya berbeda dengan
siswa reguler.
5. Bentuk tes evaluasi berbeda antara siswa reguler dengan kadar yang berbeda

6. Adanya sosialisasi secara intens kepada walimurid tentang anaknya yang tergolong
ABK

7. Memberikan pelayan yang baik agar para siswanya medapatakan pendidikan yang
bermutu
B. Kelemahan (Weaknesses)
Weaknesses atau kelemahan adalah komponen-komponen yang kurang menunjang
keberhasilan penyelenggaraan pendidikan yang ingin dicapai sekolah. Kelemahan
merupakan kondisi rill yang ada dan terjadi di sekolah. Keadaan ynag menjadi
penghambat penyelenggaraan pendidikan inklusi di SDN Langenharjo 02 yaitu:

1. Tidak ada guru pendamping, pembelajaran dilakukan oleh wali kelas, sehingga
proses pembelajaran rawan tidak kondusif

2. Guru tidak membuat Program Pembelajaran Individual (PPI), hal tersebut


dikarenakan yang mengajar adalah wali kelasnya sendiri, sehingga programnya
hanya sebatas program yang dibuat guru sendiri.

3. Sarpras masih belum memadai

4. Kurangnya kemampuan guru dalam pengelolaan dan pengajaran bagi ABK

C. Peluang (Opportunities)

Opportunities atau peluang merupakan kemungkinan-kemungkinan yang dapat


dicapai apabila potensi- potensi yang ada di sekolah mampu dikembangkan secara
optimal oleh sekolah. Peluang yang akan didapatkan melihat kondisi di SDN
Langenharjo 02 meliputi:

1. Walau memiliki keterbatasan dalam guru pendamping, namun dari pihak sekolah
tetap berupaya agar memberikan yang terbaik untuk pelayanan ABK dengan mencari
informasi permasalahan dan sharing dengan sekolah lain yang termasuk sekolah
inklusi
2. Dari segi guru dengan memberikan perhatian dan pendekatan lebih untuk ABK, maka
siswa ABK tetap mendapat pendidikan yang sesuai dengan kebutuhan

3. Dari segi sarana dengan memaksimalkan sarana yang ada. Jika ada dana pemerintah
akan digunakan untuk melengkapi fasilitas tersebut

4. Saling memberikan dukungan, terutama untuk walimurid yang memiliki ABK,


sehingga tidak ada deskriminasi, maka siswa ABK lebih nyaman untuk
mengembangkan potensi yang dimilikinya

5. Mendapat perhatian dan dukungan lebih dari pemerintah

D. Tantangan (Treats)

Threats atau tantangan, adalah kemungkin yang dapat terjadi atau berpengaruh
terhadap kesinambungan dan keberlanjutan kegiatan penyelenggaraan sekolah. Langkah
kedepan atau tekad yang harus diraih dengan bekerja keras untuk dapat meningkatkan
progam pendidikan inklusif di SDN Langenharjo 02 yaitu:

1. Hingga saat ini SDN Langenharjo 02 belum memiliki guru pendamping, sehingga
harapannya kedepannya melibatkan guru pendamping agar proses pembelajaran lebih
efektif baik untuk anak reguler maupun ABK

2. Adanya pelatihan khusus untuk semua tenaga pendiidk di SDN Langenharjo

3. Membuat inovasi untuk program khusus ABK, baik kurikulum, RPP, maupun hal-hal
yang menunjang pembelajaran ABK

E. Kesimpulan
Secara keseluruhan proses pembelajaran di sekolah pelaksana pendidikan inklusi
SDN Langenharjo 02, tidak jauh bebeda dengan proses pembelajaran sekolah pada
umumnya. Dalam penerapan proses pembelajarannya juga sama menggunakan
kurikulum yang berlaku yaitu kurikulum 2013 sebagai dasar pelaksanaan
pembelajarannya, yaitu terdiri dari tahap pendahuluan, kegiatan inti dan penutup.
Dimana dalam kegiatan inti terdiri dari beberapa kegiatan, seperti mengamati, menanya,
mengumpulkan informasi, menalar dan mengkomunikasikan. Namun, layanan
pembelajaran dalam kelas inklusi berbeda dengan layanan pembelajaran pada umumnya.
Dalam kelas inklusi layanan pembelajaran lebih mengacu pada layanan pembelajaran
individual pada masing-masing siswa ABK, disesuaikan dengan jenis kelainan dan
hambatan yang dimiliki. Jadi, antara siswa ABK satu dengan yang lain akan berbeda
perlakukan dalam hal layanan pembelajaran yang di berikan.

kecamatan Margorejo, kota Pati. Sekolah ini termasuk sekolah inklusi yang hanya menerima
Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) dengan kategori

SDIT Cahaya Bangsa merupakan salah satu Lembaga Pendidikan formal swasta di
kota Semarang. Di sekolah ini, hanya menerima Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) dengan
kategori ringan misalnya gangguan emosional, autis dan beberapa anak yang IQ nya di bawah
rata-rata. Untuk Anak Berkebutuhan Khusus dengan kategori berat sudah ada ranahnya
sendiri yaitu di SLB.

Untuk mengetahui permasalahan yang ada di SD teladan sebagai salah satu lembaga
yang menyelenggarakan Pendidikan inklusi bagi anak ABK dengan kategori ringan maka
observer menggunakan teknik analisis SWOT, Analisis ini didasarkan pada logika yang
dapat memaksimalkan kekuatan (strengths) dan peluang (opportunities), namun secara
bersamaan dapat meminimalkan kelemahan (weaknesses) dan tantangan (treats) yang dialami
SDIT Cahaya Bangsa dalam pelaksanaan pendidikan Inklusif.

. Kekuatan (Strength): Kekuatan pendidikan inklusif di SDIT Cahaya Bangsa untuk


dapat berkembang di masa datang adalah : 1) SD Teladan merupakan Lembaga Pendidikan
formal yang mau menerima siswa ABK dengan kategori ringan. 2) untuk kurikulum
menggunakan kurikulum yang yang sama dengan anak regular (normal). 3) evaluasi sama
dengan siswa reguler namun untuk Standart Ketuntasan Minimal (SKM) siswa reguler
nilainya 75 maka untuk siswa ABK lebih di turunkan menjadi 60 dan bersifat fleksibel serta
menyesuaikan kemampuan ABK. 4) Masyarakat mendukung penuh pelaksanaan Pendidikan
Inklusi baik masyarakat umum maupun masyarakat sekolah dilihat dari siswa ABK yang
sekarang kelas 5 masih berjalan dengan baik dan saat PPDB ada anak ABK yang mendaftar
ke SDIT Cahaya Bangsa. 5) Memberikan hak dan kesempatan untuk ABK memperoleh
Pendidikan yang bermutu dan sesuai kebutuhan individu peserta didik tanpa diskriminasi. 6)
ABK terarah dengan mengikuti pembelajaran didalam kelas bersama anak reguler serta
sangat membantu dan mendukung dalam pemahaman materi pelajaran.

Kekuatan=

kekuatan pendidikan inklusi di SDN Langenharjo 02 merupakan lembaga pendidikan formal


yang mau menerima siswa ABK
Kurikulum yang digunakan sama dengan anak reguler, namun tujuan dan pencapaiannya
berbeda

Pelaksanaan pembelajaran ABK sudah sesuai dengan tahapan, mulai dari perencanaan,
pelaksanaan, dan evaluasi selama proses pembelajaran. Pada tahap perancanaan, sebelum
melaksanakan proses pembelajaran terlebih dahulu pihak sekolah melakukan identfikasi dan
assasemen pada siswa berkebutuhan khusus.

Tahap pelaksanaan, belajar bersama di satu kelas dengan siswa normal.

Bentuk tes evaluasi berbeda antara siswa reguler dengan kadar yang berbeda

Adanya sosialisasi secara intens kepada walimurid tentang anaknya yang tergolong ABK

RPP yang digunakan berbeda, antara siswa normal dengan siswa ABK. Materi yang
diberikan siswa ABK lebih rendah, jadi pencapaian dalam pembelajarannya berbeda dengan
siswa reguler.
2. Kelemahan (Weakness) Kelemahan adalah suatu keadaan yang menjadi kendala
berkembangnya progam pendidikan inklusif di SDIT Cahaya Bangsa : 1) dari segi
penerimaan murid baru pihak sekolah hanya menerima anak dengan berkebutuhan khusus
autis, lambat belajar, tunagrahita ringan, gangguan emosional, dan beberapa anak yang IQ
nya di bawah rata-rata dan belum bisa menerima semua golongan anak berkebuthan khusus
seperti tunanetra, tunarungu, tuna daksa dan tuna laras. 2) media yang ada di sekolah masih
kurang memadai untuk sarana belajar anak ABK, karena media masih dibuat seadanya dan
terkadang media yang dibuat dianggap kurang menarik oleh ABK. 3) kurikulum yang belum
mempunyai standar bagi ABK sehingga guru memodifikasi dari kurikulum reguler dan tidak
jarang kurikulum yang dibuat tidak sesuai target. 5) Sarana prasarana yang belum 100%
belum tersedia untuk ABK. 6) belum ada pendamping khusus untuk ABK yang berkompeten
baik dalam KBM.
Kelemahan:

a. Tidak ada guru pendamping, pembelajaran dilakukan oleh wali kelas, sehingga proses
pembelajaran rawan tidak kondusif

b. guru tidak membuat Program Pembelajaran Individual (PPI), hal tersebut dikarenakan
yang mengajar adalah wali kelasnya sendiri, sehingga programnya hanya sebatas program
yang dibuat guru sendiri.

c. Sarpras masih belum memadai

d. Kurangnya kemampuan guru dalam pengelolaan dan pengajaran bagi ABK

3. Peluang (Opportunity) merupakan suatu kesempatan yang dimiliki SDN Langenharjo


02. Dan melalui kesempatan/peluang tersebut diharapkan para pendidik dapat
memanfaatkannya. Peluang tersebut adalah : 1). Dari segi interaksi sosial, kemauan, mental,
dan dukungan dari lingkungan belajar akan mendorong ABK untuk terus bisa berkembang
lebih baik sebab di dalam pembelajaran klasikal ABK akan berinteraksi secara langsung
dengan siswa normal sehingga bisa memacu ABK dan membuat ABK tertarik untuk
mengikuti KBM itu terlihat dari beberapa ABK yang mulai meningkat baik dari segi gairah
belajar, minat maupun kemampuan serta hasil belajar. 2) Dari segi media berpeluang akan
berkembang seiring dengan peningkatan kemampuan guru kelas dalam menangani anak ABK
dan membuat media yang sesuai dengan kebutuhan anak ABK. 3) Memberi contoh, inspirasi
dan memotivasi bagi sekolah lain untuk berani membuat Sekolah berbasis inklusif. 4) SDIT
Cahaya Bangsa mendapat dukungan dari pemerintah dengan bekerjasama dengan Rumah
Duta Revolusi Mental (RDRM)

a. Walau memiliki keterbatasan dalam guru pendamping, namun dari pihak sekolah tetap
berupaya agar memberikan yang terbaik untuk pelayanan ABK dengan mencari informasi
permasalahan dan sharing dengan sekolah lain yang termasuk sekolah inklusi

b. Dari segi guru dengan memberikan perhatian dan pendekatan lebih untuk ABK, maka
siswa ABK tetap mendapat pendidikan yang sesuai dengan kebutuhan

c. Dari segi sarana dengan memaksimalkan sarana yang ada. Jika ada dana pemerintah akan
digunakan untuk melengkapi fasilitas tersebut
d. Saling memberikan dukungan, terutama untuk walimurid yang memiliki ABK

4. Tantangan (Treats) merupakan langkah kedepan atau tekad yang harus diraih dengan
bekerja keras untuk dapat meningkatkan progam pendidikan inklusif di SDIT Cahaya Bangsa
melalui kekuatan yang ada. Tantangan tersebut adalah : 1) SDIT Cahaya Bangsa berusaha
dengan maksimal dan optimis mampu meningkatkan layanan, efektivitas dan efisiensi
pengajaran penedidikan inklusif di SDIT Cahaya Bangsa sebab mendapat tanggapan yang
sangat positif dari warga sekolah khususnya kepala Yayasan, kepala sekolah, staf, guru, TU,
karyawan. 2) SDIT Cahaya Bangsa optimis mampu berinovasi dan merenovasi baik
kurikulum, media, sarana dan prasarana terutama dalam program pengajaran bagi ABK. 3)
SDIT Cahaya Bangsa optimis untuk bisa membuat ABK dapat selaras dan sejalan dengan
anak reguler/normal terlihat dari diikutkanya ABK dalam ujian sekolah, praktik ujian akm,
dan ujian nasional yang mengikuti standart anak reguler. 4) Karena SDIT Cahaya Bangsa
merupakan sekolah yang menerima siswa ABK maka semakin banyak orang tua maupun
walimurid yang mendaftarkan anaknya (ABK) sehingga membuat murid yang berkebutuhan
khusus menjadi bertambah banyak namun tidak diimbangai penambahan jumlah guru khusus
dari pendidikan luar sekolah.

a. Hingga saat ini SDN Langenharjo 02 belum memiliki guru pendamping, sehingga
harapannya kedepannya melibatkan guru pendamping agar proses pembelajaran lebih efektif
baik untuk anak reguler maupun ABK

b. Adanya pelatihan khusus untuk

Berdasarkan hasil temuan dan analisis data sebagaimana focus kajian dalam observasi
tentang sekolah inklusif di SDIT Cahaya Bangsa, diperoleh kesimpulan secara keseluruhan
bahwa SDIT Cahaya Bangsa masih belum memiliki kemampuan manajemen strategis tentang
sekolah inklusif secara menyeluruh, pemahaman para pimpinan sekolah, para staf dan guru
terhadap manajemen strategis khususnya di sekolah penyelenggara pendidikan inklusif masih
kurang, dan sarana prasarana baik media maupun sumber daya manusia seperti guru
pendamping khusus (GPK).

Dari beberapa kesimpulan yang saya jelaskan masalah yang paling menonjol di SDIT
Cahaya Bangsa adalah ketidaksiapan sekolah penyelenggara program pendidikan inklusif
melakukan penyesuaian pada ketersediaan sumber daya manusia (SDM), salah satunya
ketersedian GPK. Mengakibatkan keterbatasan dalam memberikan program pendampingan
pembelajaran bagi siswa ABK, sehingga banyak dari siswa yang belum mendapatkan layanan
pendidikan sesuai dengan kebutuhan dan kemampuannya serta permasalahan siapa yang
memegang peran lebih banyak terhadap siswa ABK di sekolah inklusif.

Banyak ditemukan siswa di sekolah dasar reguler yang mengalami kesulitan belajar
dan mendapat prestasi rendah, terutama di kelas-kelas kecil atau rendah. Namun, dari sudut
pandang orang lain menganggap bahwa siswa yang mengalami kesulitan belajar disebabkan
karena siswa malas belajar, nakal, bodoh dan tidak mau berusaha. Pada kenyataannya, hal
tersebut dapat terjadi disebabkan karena faktor internal maupun eksternal. Faktor internal
adalah kondisi dari siswa itu sendiri karena memiliki kekurangan pada fisiknya, mengalami
disfungsi minimal otak yang tampak secara fisik anak tidak mengalami kekurangan namun
sebenarnya ada dari bagian otaknya yang tidak mampu memproses dengan baik informasi
yang masuk. Sehingga akan muncul perilaku seperti tidak dapat berkonsentrasi, kurangnya
atensi saat mengikuti pembelajaran, sulit memahami informasi dan memiliki durasi singkat
saat mengikuti kegiatan belajar di kelas. Faktor eksternal adalah situasi di luar kondisi anak
yang belum memahami bagaimana cara menghadapi dan menangani siswa yang mengalami
kesulitan dalam belajar seperti sistem pendidikan yang masih menganggap bahwa siswa
harus mengikuti kurikulum yang sudah ditetapkan secara general bukan kurikulum yang
mengikuti kebutuhan siswa secara individu, belum terakomodasi oleh Program Pembelajaran
individual (PPI), media pembelajaran, metode dan strategi pembelajaran yang belum
disesuaikan dengan kondisi dan kebutuhan siswa. Oleh karena itu, untuk meminimalisir
kesulitan yang dihadapi siswa, maka perlu difasilitasi dengan kehadiran guru pendamping
khusus di sekolah.

Setiap sekolah yang menyelenggarakan pendidikan inklusif, seyogyanya mampu


menghadirkan para pendidik dan tenaga kependidikan yang memadai untuk memberikan
layanan pendidikan bagi siswa berkebutuhan khusus. Salah satunya adalah kehadiran seorang
GPK yang merupakan Lulusan Jurusan Pendidikan Luar Biasa, diharapkan mampu dan siap
menangani siswa berkebutuhan khusus di sekolah inklusif, tidak hanya di SLB (Dedy
Kustawan, 2013:124). GPK bertugas untuk melayani kebutuhan siswa berkebutuhan khusus
yang mengalami kesulitan belajar baik karena kekurangan fisik, mental, emosi maupun
intelektual di sekolah inklusif sehingga potensi yang dimiliki mampu terlayani dengan
maksimal. Ada banyak tugas yang diberikan kepada seorang GPK di sekolah inklusif.
Menurut Sari Rudiyati (2005:25) tugas-tugas tersebut diantaranya, menyelenggarakan
administrasi khusus, melaksanakan asesmen, menyusun PPI siswa berkelainan,
menyelenggarakan kurikulum plus, mengajar kompensatif, pembinaan komunikasi siswa
berkelainan, pengadaan dan pengelolaan alat bantu pengajaran, konseling keluarga,
pengembangan pendidikan terpadu/inklusi dan menjalin hubungan dengan semua pihak yang
berhubungan dengan pelaksanaan pendidikan terpadu/inklusi. Tugas GPK tidak hanya
mengajar dan mendampingi siswa dalam proses kegiatan pembelajaran, namun juga
mengurus keperluan administrasi siswa, menyusun program pembelajaran akademik maupun
non akademik jika memang anak membutuhkan keduanya, hingga siap ditugaskan 4 menjadi
koordinator inklusif yang mampu menjalin kerjasama dengan semua pihak yang mendukung
pelaksanaan pendidikan inklusif, agar terbentuk sinergi yang baik. Permasalahan GPK yang
ditemukan berdasarkan hasil pengamatan dan wawancara di sekolah inklusif SDIT Cahaya
Bangsa, belum teridentifikasi secara menyeluruh sebagaimana mestinya. Ketidaksiapan
sekolah penyelenggara program pendidikan inklusif melakukan penyesuaian pada
ketersediaan sumber daya manusia (SDM), salah satunya ketersedian GPK. Mengakibatkan
keterbatasan dalam memberikan program pendampingan pembelajaran bagi siswa ABK,
sehingga banyak dari siswa yang belum mendapatkan layanan pendidikan sesuai dengan
kebutuhan dan kemampuannya serta permasalahan siapa yang memegang peran lebih banyak
terhadap siswa ABK di sekolah inklusif. Sering kali, siswa berkebutuhan khusus datang ke
sekolah tidak mengikuti kegiatan pembelajaran di kelas besar. Siswa mampu mencapai
keberhasilan prestasinya ketika didampingi oleh GPK di kelas karena mengacu pada PPI
yang sudah disusun sesuai dengan kemampuan dan kebutuhan siswa, namun ketika harus
belajar di kelas besar dan menyesuaikan PPI dengan kegiatan belajar klasikal, siswa
membutuhkan penyesuaian beberapa aspek rencana pembelajaran klasikal. Sehingga, belum
tercapainya salah satu tujuan dari penyelenggaraan pendidikan inklusif yaitu memberikan
kesempatan yang sama kepada siswa berkebutuhan khusus belajar dan bersaing bersama
dengan siswa reguler dengan adanya penyesuaian dari tujuan, materi, media, metode, strategi
dan evaluasi pembelajarannya. Kolaborasi dengan orangtua pun masih menjadi kendala
beberapa GPK di sekolah inklusif, dalam mencapai keberhasilan prestasi siswa. Kebanyakan
dari para orangtua, menyerahkan seluruh tanggung jawab pendidikan anak-anaknya kepada
guru yang mengajar di sekolah tanpa ada follow up dari orangtua di rumah, menyebabkan apa
yang sudah dipelajari terlupakan begitu saja dan keesokan harinya ketika siswa masuk
sekolah, guru harus mengajarkannya dari awal lagi. Seharusnya orang tua bisa bekerjasama
dengan GPK untuk mengadakan pertemuan khusus terkait assesmen dan perkembangan siswa
sehingga adanya evaluasi untuk perbaikan kedepannya (Fannisa Aulia, 2016)
Secara keseluruhan proses pembelajaran di
sekolah pelaksana pendidikan inklusi SDN
Langenharjo 02, tidak jauh bebeda dengan proses
pembelajaran sekolah pada umumnya. Dalam
penerapan proses pembelajarannya juga sama
menggunakan kurikulum yang berlaku yaitu kurikulum
2013 sebagai dasar pelaksanaan pembelajarannya,
yaitu terdiri dari tahap pendahuluan, kegiatan inti dan
penutup. Dimana dalam kegiatan inti terdiri dari
beberapa kegiatan, seperti mengamati, menanya,
mengumpulkan informasi, menalar dan
mengkomunikasikan. Namun, layanan pembelajaran
dalam kelas inklusi berbeda dengan layanan
pembelajaran pada umumnya. Dalam kelas inklusi
layanan pembelajaran lebih mengacu pada layanan
pembelajaran individual pada masing-masing siswa
ABK, disesuaikan dengan jenis kelainan dan hambatan
yang dimiliki. Jadi, antara siswa ABK satu dengan
yang lain akan berbeda perlakukan dalam hal layanan
pembelajaran yang di berikan

You might also like