You are on page 1of 24

KETERAMPILAN MEMBACA BAGI SISWA TAHAP PERMULAAN DI

SDN 28 TANJUNG ALAI KECAMATAN X KOTO SINGKARAK


KABUPATEN SOLOK
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Membaca sangat dibutuhkan bagi semua orang sekarang sebagai pintu
masuk untuk mempelajari ilmu pengetahuan, namun kenyataanya tidak masih
banyak siswa yang belum bisa membaca terutama pada anak Kelas I SD.
Tapi jika anak diberikan pendidikan prasekolah seperti PAUD/TK,
setidaknya anak tersebut mempunyai dasar pengenalan huruf/membaca. Hal
ini juga terjadi di SDN 1 Bulurejo. Berdasarkan pengamatan yang dilakukan
di SD 1 Bulurejo kelas I menyatakan bahwa mayoritas siswa belum bisa
membaca. Yakni dari 34 siswa yang sudah bisa mengenal huruf-huruf hanya
40% siwa sisanya yang 60% yang sudah bisa mengenal huruf namun belum
bisa membaca. Meskipun sesuai usianya harus sudah bisa membaca.
Kondisi tersebut disebabkan ketika dalam pembelajaran guru jarang
menggunakan alat peraga yang bisa membantu siswa untuk
mempermudah mengenal huruf, kata maupun kalimat. Selain itu dalam
pembelajaran masih dilakukan secara terpisah-pisah antara mata pelajaran
yang satu dengan yang lain. Padahal siswa usia kelas I SD baru bisa berfikir
holistik. Akibatnya, siswa mengalami kesulitan khususnya belajar
membaca. Dengan kondisi tersebut yang berlangsung-langsung terus
menerus akan berdampak pada menurunnya kemampuan siswa khususnya
dalam membaca. Oleh sebab itu perlu ada suatu tindakan yang dapat
meningkatkan kemampuan membaca salah satunya adalah kegiatan
pembelajaran yang menggunakan permainan kartu huruf untuk dapat
membantu meningkatkan kemampuan membaca. Mengingat dengan kartu
huruf akan mempermudah anak untuk mengingat huruf maupun kata sehingga
membantu siswa dalam membaca.

B. Identifikasi Masalah
Masalah yang dapat diidentifikasi dari latar belakang tersebut di atas
adalah :
1. Guru jarang menggunakan alat peraga dalam pembelajaran
2. Siswa belum bisa memahami huruf maupun kata dalam bacaaan
3. Pembelajaran masih dilakukan terpisah antara mata pelajaran yang
satu dengan yang lain.
4. Kemampuan membaca masih rendah.

C. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan di atas,
rumusan masalah penelitian ini adalah ”Bagaimanakah pembelajaran dengan
menggunakan permainan kartu huruf dapat meningkatkan kemampuan
membaca siswa kelas I SDN 1 Bulurejo Kecamatan Gadingrejo Kabupaten
Pringsewu ?”.

D. Pemecahan Masalah
Masalah yang akan diteliti, akan dilakukan pemecahan masalah
melalui pelaksanaan proses pembelajaran dengan menggunakan permainan
kartu huruf.

E. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah yang telah dikemukakan, tujuan
penelitian ini adalah Untuk meningkatkan kemampuan pemahaman membaca
siswa kelas I SDN 1 Bulurejo Kecamatan Gadingrejo Kabupaten Pringsewu
dengan permainan kartu huruf.

F. Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi:
1. Manfaat bagi siswa
a. Membantu siswa dalam meningkatkan kemampuan membaca
melalui kartu huruf
2. Manfaat bagi guru
a. Memberi masukan bagi guru dalam upaya meningkatkan kemampuan
membaca melalui permainan kartu huruf.
3. Manfaat bagi sekolah
a. Sebagai bahan referensi bagi sekolah dalam upaya meningkatkan
mutu pembelajaran dalam upaya meningkatkan kemampuan membaca
melalui permainan kartu huruf.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Belajar dan Pembelajaran


1. Pengertian Belajar dan Pembelajaran
Menurut Skinner (Dimyati dan Mudjiono, 2002:9) bahwa ‘belajar
adalah suatu perubahan perilaku’. Sedangkan menurut Sudjana (2009)
“belajar bukan hanya menghafal atau mengingat. Belajar adalah suatu
proses yang ditandai dengan adanya perubahan pada diri seseorang”.
Pernyataan senada juga dikemukakan oleh Gagne (Dahar, 1996:11) bahwa
‘belajar merupakan suatu proses, yakni suatu organisme yang berubah
perilakunya akibat dari pengalaman. Perubahan akibat proses belajar
tersebut diarahkan kepada suatu tujuan yang diharapkan dapat membuat
diri seseorang memiliki suatu pengalaman. Sebagai hasil proses belajar
dapat ditunjukkan dalam berbagai bentuk perubahan seperti berubah
pengetahuannya, pemahamannya, sikap dan tingkah lakunya,
keterampilannya, kecakapan dan kemampuannya, daya reaksinya, daya
penerimaannya, aktivitas diri, dan lain-lain aspek yang ada pada individu.
Belajar merupakan kegiatan orang sehari-hari. Kegiatan belajar tersebut
dapat dihayati (dialami) oleh orang yang sedang belajar dan diamati oleh
orang lain. Setelah melakukan proses belajar, maka akan didapatkan hasil
dari proses belajar. Hasil belajar siswa dapat diukur berdasarkan prestasi
belajarnya.
Dari definisi-definisi di atas dapat disimpulkan bahwa belajar
adalah segenap rangkaian kegiatan atau aktivitas yang dilakukan
secara sadar oleh seseorang dan mengakibatkan perubahan dalam dirinya
berupa penambahan pengetahuan atau kemahiran berdasarkan alat indera
dan pengalamannya. Oleh sebab itu apabila setelah belajar peserta didik
tidak ada perubahan tingkah laku yang positif dalam arti tidak memiliki
kecakapan baru serta wawasan pengetahuan tidak bertambah, maka dapat
dikatakan bahwa belajarnya belum sempurna.
Pembelajaran menurut Dimyati (2002 :62):”Kegiatan belajar
mengajar peserta didik dan pengajarnya menggunakan bahan ajar desain
instruksional”. Komponen Pembelajaran meliputi tujuan pembelajaran,
materi pembelajaran, metode pembelajaran, media pembelajaran,
penilaian pembelajaran dan sumber belajar.
Tujuan pembelajaran menurut Oemar Hamalik (2002:66)
“Indikator keberhasilan kegiatan belajar mengajar secara efektif,
efisien pada peserta didik sehingga memiliki penguasaan kognitif, afektif,
psikomotor, internal dan eksternal”. Materi Pembelajaran menurut Oemar
Hamalik (200268) ”Bahan ajar desain instruksional mengacu pedoman
Kurikulum SKKNI dan GBPP SMK tertentu”. Metode pembelajaran
menurut Dimyati (2002:76) “Pengajar melaksanakan strategi belajar
mengajar aktif pada peserta didik sehingga memiliki penguasaan
kognitif, afektif, psikomotor, internal dan eksternal”. Media
pembelajaran menurut Dimyati (2002:91) ”Perlengkapan audiovisual
mentransfer Ilmu Pengetahuan dan Teknologi pada peserta didik dan
pengajarnya sebagai kualitas pembelajaran”. Penilaian pembelajaran
menurut Oemar Hamalik (2002:80) “Pendistribusian nilai bahan belajar
secara kognitif, afektif, psikomotor, internal dan eksternal melalui
kegiatan belajar mengajar sebagai tujuan pembelajaran”.
Jadi pembelajaran pada hakekatnya adalah suatu proses interaksi
antara anak dengan anak, anak dengan sumber belajar dan anak
dengan pendidik. Kegiatan pembelajaran ini akan menjadi bermakna
bagi anak jika dilakukan dalam lingkungan yang nyaman dan
memberikan rasa aman bagi anak.

2. Teori Belajar dan Pembelajaran


a. Teori Behaviorisme
Didasarkan pada pemikiran bahwa belajar merupakan salah
satu jenis perilaku (behavior) individu atau peserta didik yang
dilakukan secara sadar. Individu berperilaku apabila ada rangsangan
(stimuli), sehingga dapat dikatakan peserta didik di SD/MI akan
belajar apabila menerima rangsangan dari guru. Semakin tepat dan
insentif rangsangan yang diberikan dari guru akan semakin tepat dan
insentif pula kegiatan belajar yang dilakukan peserta didik. Menurut
Pavlov dalam Udin S. Winataputra. Dkk (2007), penguatan berperan
penting dalam mengkondisikan munculnya respon yang diharapkan.
Jika penguatan tidak dimunculkan, dan stimulus hanya ditampilkan
sendiri, maka respon terkondisi akan menurun atau menghilang.
Namun, suatu saat respon tersebut dapat muncul kembali. Sementara
itu, connectionism dari Thorndike menyatakan bahwa belajar
merupakan proses coba- coba sebagai reaksi terhadap stimulus.
Respon yang benar akan semakin diperkuat melalui serangkaian
proses coba-coba, sementara respon yang tidak benar akan
menghilang.

b. Kognitivisme
Teori ini mengacu pada wacana psikologi kognitif, yang
didasarkan pada kegiatan kognitif dalam belajar. Para ahli belajar ini
berupaya menganalisis secara ilmiah proses mental dan struktur
ingatan atau cognition dalam aktivitas belajar. Cognition diartikan
sebagai aktivitas mengetahui, memperoleh, mengorganisasikan, dan
menggunakan pengetahuan. Tekanan utama psikologi kognitif
adalah struktur kognitif, yaitu setruktur perbendaharaan pengetahuan
pribadi individu yang mencakup ingatan jangka panjangnya (long-
term memory). Psikologi kognitif menekankan pada hubungan antara
orang dengan lingkungan psikologinya secara bersamaan dan saling
berhubungan secara timbal balik. Dalam hal belajar, aspek
psikologis ini memandang dalam proses belajar yang terjadi pada
seseorang tidak tampak dari luar dan sifatnya kompleks. Udin S.
Winataputra, dkk (2007).

c. Konstruktivisme
Konstruktivisme mempunyai pemahaman tentang belajar yang
lebih menekankan pada proses dari pada hasil. Hasil belajar sebagai
tujuan dinilai penting. Teori ini biasa juga disebut teori perkembangan
intelektual atau teori perkembangan kognitif. Teori belajar tersebut
berkenaan dengan kesiapan anak untuk belajar, yang dikemas dalam
tahap perkembangan intelektual dari lahir hingga dewasa. Setiap tahap
perkembangan intelektual yang dimaksud dilengkapi dengan ciri-ciri
tertentu dalam mengkontruksi ilmu pengetahuan. Misalnya, pada tahap
sensor motor anak berfikir melalui gerakan atau perbuatan
(Ruseffendi, 1988:132). Dari ketiga teori tersebut di atas, sehubungan
dengan penelitian yang dilakukan penulis menggunakan teori
konstruktivisme mengingat bahwa melalui pembelajaran membaca
melalui permainan kartu pada pelajaran Bahasa Indoneisa, siswa dapat
mengkonstruksikan pemahaman konsep sains dengan menggunakan
media atau alat peraga.

B. Pembelajaran Membaca
1. Pengertian Membaca
Hodgson dalam Tarigan (1985: 7) mengemukakan pengertian
membaca adalah sebagai suatu proses yang dilakukan serta dipergunakan
oleh pembaca untuk memperoleh pesan, yang hendak disampaikan oleh
penulis melalui media kata-kata atau bahasa tulis.
Finochiaro dan Bonomo dalam Tarigan (1973: 119) secara singkat
mengemukakan bahwa “reading” adalah “bringing meaning to and getting
meaning from printed or written material”, memetik serta memahami arti
atau makna yang terkandung di dalam bahan tertulis. Lado (dalam
Tarigan, 1976: 132) menyimpulkan bahwa membaca ialah memahami
pola-pola bahasa dari gambaran tertulisnya.
Menurut Rahim (2009:2) membaca adalah proses menerjemahkan
simbol tulis (huruf) ke dalam kata-kata lisan. Sebagai suatu proses
berpikir, membaca mencakup aktivitas pengenalan kata, pemahaman
literal, interpretasi,membaca kritis, dan pemahaman kreatif. Sedangkan
menurut klein,dkk (dalam Rahim, 2009:3) definisi membaca mencakup (1)
membaca merupakan suatu proses, (2) membaca adalah strategi, (3)
membaca merupakan interaktif. Membaca merupakan suatu proses
dimaksudkan informasi dari teks dan pengetahuan yang dimiliki oleh
pembaca mempunyai peranan utama dalam membentuk makna.
Listiyanto Ahmad dalam Rizem (2011: 19) mendefinisikan
membaca sebagai suatu proses yang dilakukan dan digunakan oleh
pembaca untuk memperoleh pesan yang hendak disampaikan oleh penulis
melalui media kata-kata bahasa tulis (tulisan). Sedangkan dari segi
linguistik, membaca adalah suatu penyandian kembali dan pembacaan
sandi. Menurut Soedarso dalam Rizem (2011:20), membaca merupakan
kegiatan yang kompleks dengan menggerakan sejumlah besar tindakan
yang terpisah. kegiatan kompleks tersebut meliputi pengertian dan
khayalan, mengamati, serta mengingat-ingat.
Dari pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa membaca adalah
suatu proses menangkap pesan atau informasi yang dibutuhkan dengan
cara memahami makna yang terdapat dalam lambang-lambang tulis.
Membaca merupakan proses berpikir, tanpa bantuan apapun selain
kalimat-kalimat dalam tulisan itu dapat meningkatkan pemahaman.

2. Tujuan Membaca
Menurut Tarigan (1985:9) tujuan membaca adalah sebagai berikut:
a. Membaca untuk menemukan atau mengetahui penemuan-penemuan
yang telah dilakukan oleh tokoh
b. Membaca untuk mengetahui mengapa hal itu merupakan topik yang
menarik
c. Membaca untuk menemukan dan mengetahui apa yang terjadi dalam
cerita
d. Membaca untuk menemukan dan mengetahui mengapa para tokoh
merasakan hal seperti itu
e. Membaca untuk menemukan dan mengetahui apa yangtidak biasa dan
tidak wajar dari sang tokoh
f. Membaca untuk menemukan dan mengetahui apakah sang tokoh
berhasil atau hidup dalam ukuran-ukuran tertentu
g. Membaca untuk menemukan dan mengetahui bagaimana cara tokoh
berubah
Listiyanto Ahmad dalam Rizem (2011:29) mengungkapkan
beberapa tujuan dari membaca. Berikut ini adalah beberapa tujuan
tersebut:
1) Untuk mendapatkan perincian atau fakta-fakta mengenai suatu
informasi atau pengetahuan;
2) Untuk mendapatkan ide pokok atau ide utama dari teks bacaan;
3) Untuk mengetahui urutan atau susunan dan organisasi cerita;
4) Untuk menyimpulkan dan membaca inferensi;
5) Untuk mengelompokan atau mengklasifikasikan;
6) Untuk membandingkan atau mempertentangkan;
7) Untuk menilai atau mengevaluasi;
8) Untuk memahami secara detail dan komprehensif tentang isi buku;
9) Untuk menagkap ide pokok atau gagasan utama buku secara cepat;
10) Untuk mendapatkan informasi tentang sesuatu;
11) Untuk mengenali makna kata-kata atau istilah yang sulit;
12) Untuk mengetahui peristiwa penting yang sedang terjadi di
masyarakat;
13) Untuk mendapatkan kenikmatan dari suatu karya fiksi;
14) Untuk memperoleh informasi tentang lowongan pekerjaan;
15) Untuk mencari merek barang yang cocok untuk dibeli;
16) Untuk menilai kebenaran gagasan pengarang atau penulis buku;
17) Untuk mendapatkan alat tertentu;
18) Untuk mendapatkan keterangan tentang pendapat seorang (ahli) atau
keterangan tentang definisi ataupun istilah;
19) Untuk tujuan akademik (studi atau telaah ilmiah);
20) Untuk menangkap garis besar bacaan;
21) Untuk mengisi waktu luang.

Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa tujuan


membaca itu sendiri terdiri atas tiga hal, yaitu: untuk memahami makna
kata, kalimat, yang terdapat dalam wacana; untuk memahami pola/cara
pengarang mengorganisasikan ide-idenya; dan untuk menentukan tujuan,
maksud, dan kesimpulan dari wacana tersebut.
3. Media Pembelajaran Membaca
a. Pengertian
Arsyad (2002:15) menyatakan bahwa dalam suatu proses
pembelajaran, dua unsur yang amat penting adalah metode dan media
pembelajaran. Kedua aspek ini saling berkaitan. Pemilihan salah satu
metode mengajar tertentu akan mempengaruhi jenis media pengajaran
yang sesuai, meskipun masih ada berbagai aspek lain yang harus
diperhatikan dalam memilih media, antara lain tujuan pengajaran, jenis
tugas dan respon yang diharapkan siswa setelah pembelajaran
berlangsung, dan konteks pembelajaran termasuk karakteristik siswa.
Meskipun demikian, dapat dikatakan bahwa salah satu fungsi utama
media pembelajaran adalah sebagai alat bantu mengajar yang turut
mempengaruhi iklim, kondisi, dan guru lingkungan belajar yang ditata
dan diciptakan oleh guru.
Menurut Dhieni (2006: 10.3) media berasal dari bahasa latin
dan merupakan bentuk jamak dari kata medium yang secara harfiah
mempunyai arti antara, perantara atau pengantar. Media dalam
pembelajaran adalah segala bentuk alat komunikasi yang dapat
digunakan untuk menyampaikan pesan/ informasi dari sumber kepada
anak didik yang bertujuan agar dapat merangsang pikiran, minat,
perasaan dan perhatian anak didik untuk mengikuti pembelajaran.
Jadi dapat disimpulkan bahwa media pembelajaran adalah alat
bantu mengajar yang digunakan oleh guru untuk merangsang pikiran,
minat, perasaan dan perhatian anak didik untuk mengikuti
pembelajaran.

b. Peranan Media dalam Pembelajaran


Media selain dapat digunakan untuk mengantarkan
pembelajaran secara utuh juga dapat dimanfaatkan untuk
menyampaikan bagian tertentu dari kegiatan pembelajaran,
memberikan penguatan maupun motivasi. Menurut Dhieni
(2006:10.4), peranan media pembelajaran bahasa adalah 1)
memperjelas penyajian pesan dan mengurangi verbalitas, 2)
memperdalam pemahaman anak didik terhadap materi pelajaran, 3)
memperagakan pengertian yang abstrak kepada pengertian yang
konkret dan jelas, 4) mengatasi keterbatasan waktu dan ruang dan daya
indra manusia, 5) penggunaan media yang tepat dapat mengatasi sikap
pasif anak didik, 6) mengatasi sifat unik pada setiap anak didik yang
diakibatkan oleh lingkungan berbeda, 7) media mampu memberikan
variasi dalam proses pembelajaran, 8) memberikan kesempatan kepada
anak didik untuk mereview pelajaran yang diberikan.
c. Kriteria Pemilihan Media
Kriteria pemilihan media bersumber dari konsep bahwa media
merupakan bagian dari sistem instruksional secara keseluruhan.
Menurut Arsyad (2002:72-74) ada beberapa kriteria yang patut
diperhatikan dalam memilih media, yaitu:
1) Sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai. Media dipilih
berdasarkan tujuan instruksional yang telah ditetapkan yang secara
umum mengacu kepada salah satu atau gabungan dari dua atau tiga
ranah kognitif, afektif dan psikomotor.
2) Tepat untuk mendukung isi pelajaran yang sifatnya fakta, konsep,
prinsip, atau generalisasi. Media yang berbeda, misalnya film dan
grafik memerlukan simbol dan kode yang berbeda, dan oleh karena
itu memerlukan proses dan ketrampilan mental yang berbeda untuk
memahaminya. Agar dapat membantu proses pembelajaran secara
efektif, media harus selaras dan sesuai dengan kebutuhan tugas
pembelajaran dan kemampuan mental siswa.
3) Praktis, luwes, dan bertahan. Jika tidak tersedia waktu, dana, atau
sumber daya yang lainnya untuk memproduksi, tidak perlu
dipaksakan. Media yang mahal dan memakan waktu lama untuk
memproduksinya bukanlah jaminan sebagai media yang terbaik.
Kriteria ini menuntun para guru / instruktur untuk memilih media
yang ada, mudah diperoleh, atau mudah dibuat sendiri oleh guru.
4) Guru trampil menggunakannya. Ini salah satu kriteria utama. Apa
pun media itu, guru harus mampu menggunakannya dalam proses
pembelajaran. Nilai dan manfaat media amat ditentukan oleh guru
yang menggunakannya.
5) Pengelompokan sasaran. Media yang efektif untuk kelompok besar
belum tentu sama efektifnya jika digunakan pada kelompok kecil
atau perorangan.
6) Mutu teknis. Pengembangan visual baik gambar maupun fotograf
harus memenuhi persyaratan teknis tertentu. Misalnya, visual pada
slide harus jelas dan informasi atau pesan yang ditonjolkan dan
ingin disampaikan tidak boleh terganggu oleh elemen lain yang
berupa latar belakang.
Dengan kriteria pemilihan di atas, guru akan lebih mudah
menggunakan media mana yang dianggap tepat untuk membantu
dalam proses belajar mengajar, sehingga dengan adanya media yang
tepat dapat melaksanakan proses belajar mengajar dengan efektif dan
efisien.
d. Manfaat Media Dalam Pembelajaran
Manfaat media dalam kegiatan pembelajaran tidak lain adalah
memperlancar proses interaksi antara guru dengan siswa, dalam hal ini
membantu siswa belajar secara optimal. Kemp dan Dayton (dalam
Yasmin, 2007:178-181), mengidentifikasi tidak kurang dari delapan
manfaat media dalam kegiatan pembelajaran yaitu:
1) Penyampaian materi pelajaran dapat diseragamkan
2) Proses pembelajaran menjadi lebih menarik
Media dapat menyampaikan informasi yang dapat didengar
(audio) dan dapat dilihat (visual), sehingga dapat mendeskripsikan
suatu masalah, suatu konsep, suatu proses atau prosedur yang bersifat
abstrak dan tidak lengkap menjadi lebih jelas dan lengkap.
1) Proses belajar siswa menjadi lebih interaktif, Media harus
dirancang dengan benar, media dapat membantu guru dan siswa
melakukan komunikasi dua arah secara aktif.
2) Jumlah waktu belajar-mengajar dapat dikurangi
3) Kualitas belajar siswa dapat ditingkatkan
4) Proses belajar dapat terjadi dimana saja dan kapan saja
5) Sikap positif siswa terhadap bahan pelajaran maupun terhadap
proses belajar itu sendiri dapat ditingkatkan.
6) Peran guru dapat berubah ke arah yang lebih positif
Manfaat lain dari media pembelajaran menurut Sanjaya
(2007:169-172) adalah nilai media ditentukan oleh manfaat yang
sangat kuat untuk meningkatkan kadar hasil belajar, beberapa manfaat
media meliputi :
1) Menangkap suatu objek atau peristiwa tertentu. Peristiwa-peristiwa
penting atau objek yang langka, dapat di abadikan dengan foto film
atau direkam melalui video kemudian peristiwa itu dapat
disampaikan dan dapat digunakan manakala diperlukan.
2) Memanipulasi keadaan, peristiwa atau objek tertentu. Dengan
menggunakan model sebagai media, maka guru dapat
menyuguhkan pengalaman yang konkrit kepada siswa.
3) Menambah gairah dan minat belajar siswa, penggunaan media
dapat menambah motivasi belajar siswa sehingga perhatian siswa
terhadap materi pembelajaran dapat lebih meningkat.
4) Kesempatan belajar yang lebih merata. Dengan mengggunakan
berbagai media seperti audio, video, slide suara, dan sebagainya,
memungkinkan setiap orang dapat belajar dimana saja dan kapan
saja.
5) Pengajaran lebih berdasarkan ilmu. Dengan menggunakan media
proses belajar mengajar akan lebih terencana dengan baik sebab
media dianggap sebagai bagian yang integral dari sistem belajar
mengajar, oleh sebab itu sebelum pelaksanaannya guru dihadapkan
kepada satu keharusan untuk mengidentifikasi dan karakteristik itu
siswa sehubungan dengan menggunakan media.
6) Menampilkan objek yang terlalu besar untuk dibawa keruang
kelas.
7) Memperbesar serta memperjelas objek yang terlalu kecil yang sulit
nampak dilihat mata, seperti sel-sel butir darah/molekul bakteri dan
sebagainya.
8) Mempercepat gerakan suatu proses yang terlalu lambat sehingga
dapat dilihat dalam waktu yang relatif cepat.
9) Memperlambat suatu proses gerakan yang terlalu cepat.
10) Menyederhanakan suatu objek yang terlalu komplek.
11) Memperjelas bunyi-bunyian yang sangat lemah sehingga dapat di
tangkap oleh telinga.
e. Media Pembelajaran Membaca
Pembelajaran membaca dapat dibantu dengan menggunakan
media. Berdasarkan ragam media yang telah disebutkan sebelumnya,
pembelajaran membaca dapat menggunakan media grafis. Media grafis
adalah media visual, yang berfungsi untuk menyalurkan pesan dari
sumber ke penerima pesan (reserver), dimana pesan dituangkan
melalui lambang atau simbol komunikasi visual. Menurut Sadiman
(2003:33) simbol-simbol tersebut harus dipahami benar, artinya agar
proses penyampaian pesan dapat berhasil dan efisien. Selain fungsi
umum tersebut, secara khusus grafis berfungsi pula untuk menarik
perhatian, memperjelas sajian ide, mengilustrasikan atau menghiasi
fakta yang mungkin akan cepat dilupakan atau diabaikan bila tidak
digrafiskan. Media grafis mempunyai jenis yang bermacam-macam,
beberapa di antaranya sebagai berikut: bagan, grafik, diagram. poster,
karikatur dan kartun, gambar/foto, komik.
Menurut Saadie dan Halimah (2010:17) dalam modul
pembelajaran bahasa dikemukakan media pembelajaran bahasa adalah:
1) Media massa/surat kabar
Media massa/surat kabar merupakan sumber ide atau
informasi bagi pembelajaran membaca. Media massa/surat kabar
ini, di samping refatif murah pengadaannya, juga lebih mudah
dalam penggunaannya, dalam arti tidak memerlukan peralatan
khusus, serta lebih luwes dalam pengertian mudah digunakan,
dibawa, atau dipindahkan. Dalam penggunaannya, hendaklah
dirancang dengan baik dan memerlukan kepekaan yang baik.
Media masa yang seperti apa yang tepat dan baik digunakan
sebagai media pembelajaran membaca sesuai dengan tingkat usia
siswa. Di samping itu, hendaklah dipilihkan bacaan yang dapat
memberikan suasana yang “hidup” bagi siswa agar tidak
membosankan.
2) Karya fiksi dan non fiksi
Selain media massa media yang dapat dipergunakan dalam
pembelajaran membaca adalah buku fiksi dan non fiksi. Karya fiksi
dapat dibedakan dengan karya nonfiksi. Perbedaan utama antara
fiksi dengan non-fiksi terletak pada tujuan. Maksud dan tujuan dari
cerita atau narasi yang non-fiksi, seperti sejarah, biografi, cerita
berita, dan cerita perjalanan, adalah untuk menciptakan kembali (to
re create) apa-apa yang telah terjadi secara faktual.
Fiksi merupakan cerita rekaan (disingkat: cerkan) atau
cerita khayalan, seperti novel dan cerpen. Karya naratif ini isinya
tidak menyaran pada kebenaran sejarah. Karya fiksi, dengan
demikian adalah suatu karya yang menceritakan sesuatu yang
bersifat rekaan, khayalan, sesuatu yang tidak terjadi sungguh-
sungguh, sehingga tidak perlu dicari kebenarannya pada dunia
nyata. Tokoh, peristiwa, dan tempat yang disebut-sebut dalam fiksi
adalah tokoh, peristiwa, dan tempat yang bersifat imajinatif,
sedang pada karya nonfiksi bersifat faktual. Fiksi menawarkan
berbagai permasalahan manusia dan kemanusiaan, hidup dan
kehidupan.

4. Metode Pembelajaran Membaca


Pada hakikatnya membaca merupakan kesatuan berbagai proses.
Oleh karena itu, siswa perlu dilatih secara intensif, teratur, dan
berkesinambungan dalam kegiatan membaca untuk melakukan kegiatan
yang aktif dan merangsang pola pikir. Membaca merupakan kemampuan
yang kompleks. Membaca bukan hanya kegiatan memandangi lambang-
lambang tertulis semata, tetapi berupaya agar lambang-lambang yang
dilihatnya itu menjadi lambang-lambang yang bermakna baginya. Banyak
metode yang dapat meransang siswa dalam kegiatan membaca khususnya
berkaitan dengan pembelajaran membaca. Menurut Saadie dan Halimah
(2010:2-9), Beberapa metode yang sering muncul dalam pembelajaran
membaca adalah:
a. Metode SQ3R
Menurut Suyatno (2009:67), Pembelajaran SQ3R adalah cara
membaca yang dapat mengembangkan metakognitif siswa, yaitu
dengan menugaskan siswa untuk membaca bahan belajar secara
seksama, cermat, melalui; survey dengan mencermati teks bacaan,
melihat pertanyaan di ujung bab, baca ringkasan bila ada dan cermati
gambar-gambar, grafik, dan peta. Question dengan membuat
pertanyaan (mengapa, bagaimana dan darimana) tentang bahan bacaan
(materi bahan ajar), Read dengan membaca teks dan mencari
jawabannya. Recite merupakan mempertimbangkan jawaban yang
diberikan (catat-bahas bersama) dan Review yaitu cara meninjau ulang
menyeluruh.
b. Metode SQ4R
Merupakan pengembangan dari metode SQ4R dengan
menambahkan unsur reflect,yaitu aktivitas memberikan contoh dari
bahan bacaan dan membayangkan konteks yang aktual dan relevan.
c. Membaca Cepat
Membaca cepat artinya membaca yang mengutamakan
kecepatan dengan tidak mengabaikan pemahamannya. Biasanya
kecepatan itu dikaitkan dengan tujuan membaca, keperluan (aspek
bacaan yang digali), dan berat ringannya bahan bacaan. Artinya
seorang pembaca cepat yang baik, tidak menerapkan kecepatan
membacanya secara konstan di berbagai cuaca dan keadaan membaca
(Nurhadi, 2008:39).
d. Scrambel
"Scrambel" merupakan istilah dalam bahasa Inggris yang
berarti perebutan, pertarungan, perjuangan. Scrambel adalah sejenis
permainan anak-anak, yang pada dasarnya merupakan latihan
pengembangan dan peningkatan wawasan pemilikan kosakata mereka,
dengan jalan berlomba membentuk kosakata-kosakata dari huruf-huruf
yang tersedia.

e. Isian Rumpang
Fungsi utama dari prosedur isian rumpang adalah sebagai alat
ukur dan sebagai alat ajar. Sebagai alat ukur tingkat keterbacaan
wacana, bermanfaat untuk menguji tingkat kesukaran dan kemudahan
bahan bacaan, mengklasifikasikan tingkat baca siswa (pembaca), dan
mengetahui kelayakan wacana sesuai dengan peringkat siswa. Sebagai
alat ajar, isian rumpang dipergunakan untuk melatih kemampuan dan
keterampilan membaca siswa dalam hal penggunaan isyarat sintaksis,
penggunaan isyarat semantik, pengunaan isyarat skematik,
peningkatan kosakata, dan peningkatan daya nalar dan sikap kritis
siswa terhadap bahan bacaan. Dengan manfaat tersebut, guru dalam
waktu relatif singkat akan mengetahui tingkat keterbacaan wacana,
tingkat keterpahaman siswa, dan latar belakang pengalaman, minat,
dan bahasa siswa.
5. Jenis-jenis Membaca
Menurut Tarigan (1983:12) jenis membaca yaitu membaca nyaring
dan membaca dalam hati. untuk keterampilan mekanis digunakan
membaca nyaring dan untuk pemahaman digunakan membaca dalam hati.
a. Membaca nyaring
Menurut Tarigan (1983:22), membaca nyaring adalah
Membaca nyaring sering kali disebut membaca bersuara atau membaca
teknik. Disebut demikian karena pembaca mengeluarkan suara secara
nyaring pada saat membaca. Dalam hal ini yang perlu mendapat
perhatian guru adalah lafal kata, intonasi frasa, intonasi kalimat, serta
isi bacaan itu sendiri. Di samping itu, pungtuasi atau tanda baca dalam
tata tulis bahasa Indonesia tidak boleh diabaikan. Para siswa harus
dapat membedakan secara jelas intonasi kalimat berita, intonasi
kalimat tanya, intonasi kalimat seru, dan sebagainya. Juga lagu kalimat
orang yang sedang susah, marah, bergembira, dan suasana lainnya.
Siswa dapat memberi tekanan yang berbeda pada bagian-bagian yang
dianggap penting dengan bagian-bagian kalimat atau frasa yang
bernada biasa.
Pembelajaran membaca nyaring ini mencakup dua hal, yaitu
pembelajaran membaca dan pembelajaran membacakan. Pembelajaran
membaca yang dimaksud yaitu kegiatan tersebut untuk kepentingan
siswa itu sendiri dan untuk pihak lain, misalnya guru atau kawan-
kawan lainnya. Si Pembaca bertanggung jawab dalam hal lafal kata,
lagu dan intonasi kalimat, serta kandungan isi yang ada di dalamnya.
Pembelajaran yang tergolong membacakan yaitu si pembaca
melakukan aktivitas tersebut lebih banyak ditujukan untuk orang lain.
Pembaca bertanggung jawab atas lagu kalimat, lafal kata, kesenyapan,
ketepatan tekanan, suara, dan sebagainya. Bagi pendengar, lebih
bertanggung jawab terhadap isi bacaan, karena mereka ini di pihak
yang berkepentingan dengan kegiatan pembaca.

b. Membaca dalam hati


Membaca dalam hati digunakan untuk memperoleh informasi.
Membaca dalam hati terbagi atas 2 jenis yaitu:
1) Membaca ekstensif
Menurut Tarigan (1983:31), Membaca ekstensif merupakan
proses membaca yang dilakukan secara luas. Luas berarti (1) bahan
bacaan beraneka dan banyak ragamnya; (2) waktu yang digunakan
cepat dan singkat. Tujuan membaca ekstensif adalah sekadar
memahami isi yang penting dari bahan bacaan dengan waktu yang
cepat dan singkat.
Membaca ekstensif meliputi membaca survei, membaca
sekilas, dan membaca dangkal. Ketiga jenis membaca ekstensif
tersebut diuraikan secara singkat di bawah ini.
a) Membaca survei merupakan kegiatan membaca yang bertujuan
untuk mengetahui gambaran umum isi dan ruang lingkup bacaan.
Membaca survei merupakan kegiatan membaca, seperti melihat
judul, pengarang, daftar isi, pengantar, dan lain-lain.
b) Membaca sekilas adalah membaca yang membuat mata kita
bergerak cepat melihat dan memperhatikan bahan tertulis untuk
mencari dan mendapatkan informasi secara cepat. Membaca
sekilas disebut juga skimming, yakni kegiatan membaca secara
cepat dan selektif serta bertujuan. Istilah lain membaca sekilas
adalah membaca layap, yaitu membaca dengan cepat untuk
mengetahui isi umum suatu bacaan atau bagian-bagiannya.
Membaca sekilas merupakan salah satu teknik dalam membaca
cepat.
c) Membaca dangkal adalah kegiatan membaca untuk memperoleh
pemahaman yang dangkal dari bahan bacaan yang kita baca. Bahan
bacaannya merupakan jenis bacaan ringan karena membaca
dangkal hanyalah untuk mencari kesenangan atau sekadar mengisi
waktu (Tarigan, 1983:31-34).
2) Membaca Intensif
Menurut Tarigan (1983:35), Membaca intensif adalah
kegiatan membaca yang dilakukan secara saksama dan merupakan
salah satu upaya untuk menumbuhkan dan mengasah kemampuan
membaca secara kritis. Membaca intensif merupakan studi
saksama, telaah teliti, serta pemahaman terinci terhadap suatu
bacaan sehingga timbul pemahaman yang tinggi.
Membaca intensif dapat dibagi menjadi dua kelompok,
yakni membaca telaah isi dan membaca telaah bahasa. Membaca
telaah isi meliputi membaca teliti, membaca pemahaman, membaca
kritis, dan membaca ide, sedangkan membaca telaah bahasa
meliputi membaca bahasa dan membaca sastra.
6. Penilaian Pembelajaran Membaca
Menurut Rahim (2009:137), menilai pembelajaran membaca
berarti mengumpulkan, menganalisis, meringkaskan, dan
menginterpretasikan data untuk menilai atau menghargai unjuk kerja dan
prestasi belajar siswa.
Menurut Saadie dan Halimah (2010:20), ada beberapa hal yang
harus dinilai dalam kemampuan membaca. Ditinjau dari kemampuan yang
menjadi sasaran tes membaca, cakupan kemampuan yang dapat diukur
dalam tes membaca, yaitu: (1) kemampuan literal (kemampuan memahami
isi teks berdasarkan aspek kebahasaan yang tersurat), (2) kemampuan
inferensia (kemampuan memahami isi teks yang tersirat/menyimpulkan isi
yang tidak langsung ada dalam teks), (3) kemampuan reorganisasi
(penyarian/ penataan kembali ide pokok: dan ide penjelas dalam paragraf
maupun ide-ide pokok paragraf yang mendukung tema bacaan), (4)
kemampuan evaluatif (untuk menilai keakuratan, kermanfaatan, kejelasan
isi teks), dan (5) kemampuan apresiasi (kemampuan menghargai teks).

7. Metode Membaca Permulaan


Membaca adalah proses menganalisa dan menginterpretasi suatu
tulisan. Membaca melibatkan indera penglihatan dan mekanisme pikiran.
Membaca dilakukan untuk memperoleh pesan yang hendak disampaikan
oleh penulis melalui tulisan. Seiring dengan perkembangan zaman,
membaca merupakan kemampuan yang harus dimiliki oleh manusia. Saat
ini hampir semua informasi dicatat dalam bentuk tulisan. Dengan
membaca, manusia dapat mengakses informasi dari tulisan. Maka, setiap
manusia harus belajar membaca sejak dini.
Pada kurikulum pendidikan Indonesia, membaca merupakan salah
satu kompetensi yang harus dikuasai siswa sekolah dasar dalam mata
pelajaran bahasa Indonesia. Disamping itu, kemampuan membaca
merupakan modal utama dalam mempelajari mata pelajaran lainnya.
Melalui membaca, siswa dapat mengakses informasi mengenai materi
pelajaran secara luas. Untuk itu, guru sekolah dasar harus mampu
mengajarkan cara membaca. Cara-cara ini dikenal dengan istilah metode
membaca permulaan. Terdapat berbagai macam metode membaca
permulaan, diantaranya:
a. Metode Abjad
Membaca permulaan dengan metode abjad dimulai dengan
mengenalkan huruf-huruf alpabet. Huruf tersebut dihafalkan dan
dilafalkan oleh siswa sesuai dengan bunyi menurut abjad. Metode ini
dibantu menggunakan media kartu huruf. Untuk beberapa kasus, anak
sulit membedakan huruf-huruf n dan u, m dan w, b dan d, serta p dan
q. Untuk itu guru perlu melatihkan huruf-huruf tersebut secara
berulang-ulang dan memberi warna yang berbeda pada kartu huruf
agar siswa lebih mudah membedakan. Setelah menghafal abjad, siswa
diajak untuk mengenal suku kata dengan merangkai beberapa huruf
yang telah dihafal. Contoh b dan o, dibaca bo, l dan a, dibaca la.
Sehingga dua suku kata tersebut dibaca bola.

b. Metode Eja
Metode eja dimulai dari mengeja huruf demi huruf. Siswa
diperkenalkan dengan lambang-lambang huruf dari A sampai Z.
Kemudian siswa diperkenalkan bunyi masing-masing huruf atau
fonem. Metode ini hampir sama dengan metode abjad. Perbedaannya
pada sistem pelafalan huruf. Contoh huruf b dilafalkan /eb/, huruf l
dilafalkan /el/, huruf k dilafalkan /ek/, huruf s dilafalkan /es/, dan
berlaku bagi semua huruf konsonan. Setiaf huruf konsonan dilafalkan
dengan huruf e pepet. Proses selanjutnya sama dengan metode abjad.

c. Metode Suku Kata


Metode ini diawali dengan pengenalan suku kata, seperti ba, bi,
bu, be, bo, la, li, lu, le, lo, sa, si, su, se, so, dan seterusnya. Kemudian
suku kata tersebut dirangkai menjadi kata-kata yang bermakna, misal
bo-la, bu-sa, ba-si, ba-so dan sebagainya. Kemudian dari suku kata
tersebut dirangkai menjadi kalimat sederhana, seperti bo-la bu-sa, ba-
so, ba-si, dan seterusnya. Lalu kalimat sederhana yang terbentuk
dikupas kembali menjadi kata dan akhirnya dikupas kembali menjadi
bentuk awal suku kata.

d. Metode Kata
Metode ini diawali dengan pengenalan kata bermakna.
Sebaiknya dikenalkan dengan kata yang terdiri dari dua suku kata dan
dekat dengan lingkungan siswa. Kemudian mengenalkan suku kata
dengan membaca kata tersebut secara perlahan dan memberi jeda pada
setiap suku kata.

e. Metode Kalimat atau Metode Global


Metode kalimat atau disebut juga metode global digunakan
dengan bantuan gambar. Caranya guru mengajarkan membaca dengan
menampilkan kalimat di bawah gambar. Selanjutnya siswa
menguraikan kalimat menjadi kata, menguraikan kata menjadi suku
kata, dan menguraikan suku kata menjadi huruf. Berikut contoh
penerapan metode kalimat:
Dari kalimat dikupas menjadi kata ini-bola;
dari kata dikupas menjadi suku kata i-ni bo-la;
dari suku kata dikupas menjadi huruf i-n-i b-o-l-a.

f. Metode SAS (Struktural, Analitik, dan Sintetik)


Metode SAS secara operasional memiliki langkah-langkah
berlandaskan operasional sebagai berikut:
1) Struktural, menampilkan keseluruhan dengan cara menampilkan
sebuah kalimat utuh sederhana kepada anak.
2) Analitik, siswa diajak melakukan proses penguraian dan mulai
menganalisis kalimat menjadi kata, kata menjadi suku kata, serta
suku kata menjadi huruf.
3) Sintetik, siswa melakukan penggabungan kembali menjadi bentuk
struktural semula, setelah kalimat tadi diuraikan menjadi huruf,
kemudian dirangkai kembali menjadi suku kata, suku kata
dirangkai menjadi kata, dan kata dirangkai menjadi bentuk kalimat
semula.

You might also like