Professional Documents
Culture Documents
Halaman Judul i
Kata Pengantar ii
Daftar Isi iii
BAB I PENDAHULUAN 1
A. Latar Belakang 1
B. Rumusan Masalah 2
C. Tujuan 2
BAB II PEMBAHASAN 3
A. Sinergi ilmu dan pengintegrasiannya dengan
Nilai dan ajaran agama 3
B. Paradigma ilmu bebas nilai dan ilmu tidak bebas nilai 5
C. Perlunya akhlak islami dalam IPTEKS 9
BAB III PENUTUP 11
A. Simpulan 11
B. Saran/Implikasi 11
Daftar Pustaka 17
KATA PENGANTAR
Puji syukur yang dalam kami sampaikan ke hadiran Allah SWT, karena berkat kemurahanNya
makalah ini dapat kami selesaikan sesuai yang diharapkan.
Dalam makalah ini kami membahas”Etika pengembangan dan dan penerapan IPTEKS dalam
pandangan islam”,
Dalam pembuatan makalah ini, penulis mendapat bantuan dari berbagai pihak, maka pada
kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada : Hengki
Nurhuda, M.Pd. yang telah memberikan kesempatan dan memberi tugas sehingga makalah ini
dapat selesai dengan lancar.
Dan terima kasih pula kami ucapkan kepada bapak dan ibu dirumah yang telah memberikan
bantuan materil maupun do’anya, sehingga pembuatan makalah ini dapat terselesaikan. Semua
pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu yang membantu pembuatan makalah ini.
Akhir kata semoga makalah ini bisa bermanfaat bagi pembaca pada umumnya dan penulis pada
khususnya, penulis menyadari bahwa dalam pembuatan makalah ini masih jauh dari sempurna
untuk itu penulis menerima saran dan kritik yang bersifat membangun demi perbaikan kearah
kesempurnaan. Akhir kata penulis sampaikan terimakasih.
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Peran Islam dalam perkembangan ipteks pada dasarnya ada 2 (dua). Pertama, menjadikan Aqidah
Islam sebagai paradigma ilmu pengetahuan. Paradigma inilah yang seharusnya dimiliki umat
Islam. Paradigma Islam ini menyatakan bahwa Aqidah Islam wajib dijadikan landasan
pemikiran (qa’idah fikriyah) bagi seluruh ilmu pengetahuan. Ini bukan berarti menjadi Aqidah
Islam sebagai sumber segala macam ilmu pengetahuan, melainkan menjadi standar bagi segala
ilmu pengetahuan. Maka ilmu pengetahuan yang sesuai dengan Aqidah Islam dapat diterima dan
diamalkan, sedang yang bertentangan dengannya, wajib ditolak dan tidak boleh diamalkan.
Kedua, menjadikan Syariah Islam (yang lahir dari Aqidah Islam) sebagai standar bagi
pemanfaatan iptek dalam kehidupan sehari-hari. Standar atau kriteria inilah yang seharusnya
yang digunakan umat Islam, Standar syariah ini mengatur, bahwa boleh tidaknya pemanfaatan
ipteks, didasarkan pada ketentuan halal-haram (hukum-hukum syariah Islam). Umat Islam boleh
memanfaatkan iptek jika telah dihalalkan oleh Syariah Islam. Sebaliknya jika suatu aspek ipteks
dan telah diharamkan oleh Syariah, maka tidak boleh umat Islam memanfaatkannya, walau pun
ia menghasilkan manfaat sesaat untuk memenuhi kebutuhan manusia.
Kemajuan ilmu pengetahuan teknologi dan seni dunia , yang kini dipimpin oleh perdaban barat ,
mencengangkan banyak orang di berbagai penjuru dunia. Kesejahteraan dan kemakmuran
material (fisikal) yang dihasilkan oleh perkembangan iptek modern membuat orang lalu
mengagumi dan meniru- niru gaya hidup peradaban barat tanpa dibarengi sikap kritis trhadap
segala dampak negatif yang diakibatkanya.
Padahal pada dasarnya kita hidup di dunia ini tidak lain untuk beribadah kepada Allah SWT.
B. RUMUSAN MASALAH
1. Bagaimana sinergi ilmu dan pengintegrasiannya dengan nilai dan ajaran agama?
2. Bagaimana paradigma ilmu tidak bebas nilai?
3. Bagaimana paradigma ilmu bebas nilai?
4. Bagaimana perlunya akhlak islami dalam dan penerapan ipteks?
C. TUJUAN
1. Mendeskripsikan sinergi ilmu dan peng integrasiannya dengan nilai dan ajaran agama
2. Mendeskripsikan paradigma ilmu tidak bebas nilai
3. Mendeskripsikan paradigma ilmu bebas nilai
4. Mendeskripsikan akhlak islami dalam penerapan ipteks
D. MANFAAT
Manfaat penyusunan makalah ini yaitu agar dapat menambah dan memperluas wawasan
penyusun dan pembaca mengenai “Etika pengembangan dan penerapan ipteks dalam pandangan
islam”.
BAB II
PEMBAHASAN
3
B. Paradigma ilmu bebas nilai dan ilmu tidak bebas nilai
a. Pengertian ilmu
Rasionalisasi limu pengetahuan terjadi sejak Rene Descartes dengan sikap skeptic-metodisnya
meragukan segala sesuatu, kecuali dirinya yang sedang ragu-ragu. Sikap ini berlanjut pada Auf
Klarung, suatu era yang merupakan suatu usaha manusia untuk mencapai rasional tentang
dirinya dan alam.
Istilah ilmu dalam pengertian klasik diartikan sebagai pengetahuan tentang sebab akibat atau asal
usul. Guston Buchelard menyatakan bahwa ilmu pengetahuan adalah suatu produk pemikiran
manusia yang sekaligus menyesuaikan antara hukum-hukum pemikiran dengan dunia luar.
Daoed Joesoef menunjukkan bahwa pengertian ilmu mengacu pada tiga hal, yakni
produkproduk, proses dan masyarakat. Ilmu pengetahuan sebagai produk, artinya pengetahuan
yang telah diketahui serta diakui kebenarannya oleh masyarakat ilmuwan. Ilmu pengetahuan
sebagai poses, artinya kegiatan kemasyarakatan yang di lakukan demi penemuan dan
pemahaman dunia alami sebagaimana adanya bukan sebagaimana yang dikehendaki.
Ilmu pengetahuan sebagai masyarakat, artinya dunia pergaulan yang tindak tanduknya,
perilaku dan sikap serta tutur katanya diatur oleh empat ketentuan yaitu: universalisme,
komunalisme, tanpa pamrih dan skeptisisme yang teratur.
Van Melsen mengemukakan beberapa ciri yang menandai ilmu, yaitu :
1. Ilmu pengetahuan secara metodis harus mencapai suatu keseluruhan yang secara logis
koheren
2. Ilmu pengetahuan tanpa pamrih karena erat kaitannya dengan tanggung jawab ilmuan.
3. Universalitas ilmu pengetahuan
4. Objektivitas, artinya setiap ilmu terpimpin oleh objek dan tidak di distorsi oleh
prasangka-prasangka subjektif
5. Ilmu pengetahuan harus dapat diverifikasi oleh semua peneliti ilmiah yang bersangkutan,
karena itu ilmu pengetahuan harus dapat dikomunikasikan.
6. Progresivitas, artinya suatu jawaban ilmiah baru bersifat ilmiah bila mengandung
pertanyaan-pertanyaan baru dan menimbulkan problem-problem baru lagi.
7. Kritis, tidak ada teori ilmiah yang difinitif.
8. Ilmu pengetahuan harus dapat digunakan sebagai perwujudan antara teori dengan praktis.
b. Pengertian nilai
Filsafat sebagai “phylosophy of life” mempelajari nilai-nilai yang ada dalam kehidupan dan
berfungsi sebagai pengontrol terhadap keilmuan manusia. Teori nilai berfungsi mirip dengan
agama yang menjadi pedoman kehidupan manusia. Dalam teori nilai terkandung tujuan
bagaimana manusia mengalami kehidupan dan memberi makna terhadap kehidupan ini. Nilai,
bukan sesuatu yang tidak eksis, sesuatu yang sungguh-sungguh berupa kenyataan,
bersembunyi dibalik kenyataan yang tampak, tidak tergantung pada kenyataan- kenyataan lain,
mutlak dan tidak pernah mengalami perubahan (pembawa nilai bisa berubah).
c. Paradigma ilmu
Ilmu terbagi menjadi dua pandangan yaitu ilmu bebas nilai (value free) dan ilmu terikat nilai/
ilmu tak bebas nilai (value bound)
Paradigma ilmu bebas nilai
Ilmu bebas nilai dalam bahasa Inggris sering disebut dengan value free, yang menyatakan bahwa
ilmu dan teknologi adalah bersifat otonom. Ilmu secara otonom tidak memiliki keterkaitan sama
seklai dengan nilai. Bebas nilai berarti semua kegiatan terkait dengan penyelidikan ilmiah harus
disandarkan pada hakikat ilmu itu sendiri. Ilmu menolak campur tangan faktor eksternal yang
tidak secara hakiki menentukan ilmu itu sendiri.
Josep Situmorang menyatakan bahwa sekurang-kurangnya ada 3 faktor sebagai indikator bahwa
ilmu itu bebas nilai, yaitu:
a. Ilmu harus bebas dari pengendalian-pengendalian nilai. Maksudnya adalah bahwa ilmu
harus bebas dari pengaruh eksternal seperti faktor ideologis, religious, cultural, dan social.
b. Diperlukan adanya kebebasan usaha ilmiah agar otonom ilmu terjamin. Kebebasan di sisni
menyangkut kemungkinan yang tersedia dan penentuan diri.
c. Penelitian ilmiah tidak luput dari pertimbangan etis yang sering dituding menghambat
kemajuan ilmu, karena nilai etis sendiri itu bersifat universal.
Dalam pandangan ilmu yang bebas nilai, eksplorasi alam tanpa batas dapat dibenarkan, karena
hal tersebut untuk kepentingan ilmu itu sendiri, yang terkdang hal tersebut dapat merugikan
lingkungan. Contoh untuk hal ini adalah teknologi air condition, yang ternyata berpengaruh pada
pemansan global dan lubang ozon semakin melebar, tetapi ilmu pembuatan alat pendingin
ruangan ini semata untuk pengembangan teknologi itu dengan tanpa memperdulikan dampak
yang ditimbulakan pada lingkungan sekitar. Setidaknya, ada problem nilai ekologis dalam ilmu
tersebut, tetapi ilmu bebas nilai menganggap nilai ekologis tersebut menghambat perkembangan
ilmu.
Ilmu pengetahuan tidak boleh terpengaruh oleh nilai – nilai yang letaknya di luar ilmu
pengetahuan, hal ini dapat juga di ungkapkan dengan rumusan singkat bahwa ilmu pengetahuan
itu seharusnya bebas. Maksud dari kata kebebasan adalah kemungkinan untuk memilih dan
kemampuan atau hak subyek bersangkutan untuk memilih sendiri. Supaya terdapat kebebasan,
harus ada penentuan diri dan bukan penentuan dari luar. Jika dalam suatu ilmu tertentu terdapat
situasi bahwa ada berbagai hipotesa atau teori yang semuanya tidak seluruhnya memadai, maka
sudah jelas akan di anggap suatu pelanggaran kebebasan ilmu pengetahuan, bila suatu instansi
dari luar memberi petunjuk teori mana harus di terima. Menerima teori berarti menentukan diri
berdasarkan satu – satunya alasan yang penting dalam bidang ilmiah, yaitu wawasan akan
benarnya teori. Apa yang menjadi tujuan seluruh kegiatan ilmiah disini mecapai pemenuhannya.
Dengan demikian penentuan diri terwujud sunguh – sungguh.Walaupun terlihat dipaksakan,
namun penentuan diri ini sungguh bebas, karena dilakukan bukan berdasarkan alasan – alasan
yang kurang dimengerti subyek sendiri melainkan berdasarkan wawasan sepenuhnya tentang
kebenaran.
Tokoh sosiologi, Weber menyatakan bahwa ilmu sosial harus bebas nilai, tetapi ilmu-ilmu sosial
harus menjadi nilai yang relevan. Weber tidak yakin ketika para ilmuwan sosial melakukan
aktivitasnya seperti mengajar dan menulis mengenai bidang ilmu sosial mereka tidak
terpengaruh oleh kepentingan tertentu. Nilai-nilai itu harus diimplikasikan oleh bagian-bagian
praktis ilmu sosial jika praktik itu mengandung tujuan atau rasional. Tanpa keinginan melayani
kepentingan segelintir orang, budaya, maka ilmuawan sosial tidak beralasan mengajarkan atau
menuliskan itu semua. Suatu sikap moral yang sedemikian itu tidak mempunyai hubungan
objektivitas ilmiah.
Dengan bebas nilai kita maksudkan suatu tuntutan dengan mengajukan kepada setiap kegiatan
ilmiah atas dasar hakikat ilmu pengetahuan itu sendiri. Orang yang mendukung bebas nilai ilmu
pengetahuan akan melakukan kegiatan ilmiah berdasarkan nilai yang khusus yang diwujudkan
ilmu pengetahuan. Karena kebenaran dijunjung tinggi sebagai nilai, maka kebenaran itu dikejar
secara murni dan semua nilai lain dikesampingkan.
c. Pengetahuan yang ketiga, teori kritis. Yaitu membongkar penindasan dan mendewasakan
manusia pada otonomi dirinya sendiri. Sadar diri amat dipentingkan disini. Aspek sosial yang
mendasarinya adalah dominasi kekuasaan dan kepentingan yang dikejar adalah pembebasan atau
emansipasi manusia.
Ilmu yang tidak bebas nilai ini memandang bahwa ilmu itu selalu terkait dengan nilai dan harus
di kembangkan dengan mempertimbangkan nilai. Ilmu jelas tidak mungkin bisa terlepas dari
nilai-nilai kepentingan-kepentingan baik politik, ekonomi, sosial, keagamaan, lingkungan dan
sebagainya.
Kemajuan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni dunia, yang kini dipimpin oleh perdaban barat
satu abad terakhir ini, mencengangkan banyak orang di berbagai penjuru dunia. Kesejahteraan
dan kemakmuran material (fisikal) yang dihasilkan oleh perkembangan ipteks modern membuat
orang lalu mengagumi dan meniru- niru gaya hidup peradaban barat tanpa dibarengi sikap kritis
trhadap segala dampak negatif yang diakibatkanya.
Padahal Islam sangat memperhatikan pentingnya ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni dalam
kehidupan umat manusia. Martabat manusia disamping ditentukan oleh peribadahannya kepada
Allah, juga ditentukan oleh kemampuannya mengembangkan ilmu pengetahuan, teknologi dan
seni. Islam sangat mendukung umatnya untuk melakukan research dan bereksperimen dalam hal
apapun, termasuk dalam IPTEKS. Bagi Islam, IPTEKS adalah termasuk ayat-ayat Allah yang
perlu digali dan dicari keberadaannya.
Artinya: “Katakanlah (Muhammad): lakukanlah nadzar (penelitian dengan menggunakan
metode ilmiah) mengenai apa yang ada di langit dan di bumi ...”( QS. Yunus ayat 101) Peran
pertama yang dimainkan Islam dalam ipteks, yaitu aqidah Islam harus dijadikan basis segala
konsep dan aplikasi ipteks. Inilah paradigma Islam sebagaimana yang telah dibawa oleh
Rasulullah Saw.
Paradigma Islam inilah yang seharusnya diadopsi oleh kaum muslimin saat ini. Bukan paradigma
sekuler seperti yang ada sekarang. Diakui atau tidak, kini umat Islam telah telah terjerumus
dalam sikap membebek dan mengekor Barat dalam segala-galanya; dalam pandangan hidup,
gaya hidup, termasuk dalam konsep ilmu pengetahuan. Bercokolnya paradigma sekuler inilah
yang bisa menjelaskan, mengapa di dalam sistem pendidikan yang diikuti orang Islam, diajarkan
sistem ekonomi kapitalis yang pragmatis serta tidak kenal halal haram. Eksistensi paradigma
sekuler itu menjelaskan pula mengapa tetap diajarkan konsep pengetahuan yang bertentangan
dengan keyakinan dan keimanan muslim. Misalnya Teori Darwin yang dusta dan sekaligus
bertolak belakang dengan Aqidah Islam.
Kekeliruan paradigmatis ini harus dikoreksi. Ini tentu perlu perubahan fundamental dan
perombakan total. Dengan cara mengganti paradigma sekuler yang ada saat ini, dengan
paradigma Islam yang memandang bahwa Aqidah Islam (bukan paham sekularisme) yang
seharusnya dijadikan basis bagi bangunan ilmu pengetahuan manusia.
Namun di sini perlu dipahami dengan seksama, bahwa ketika Aqidah Islam dijadikan landasan
iptek, bukan berarti konsep-konsep iptek harus bersumber dari al-Qur`an dan al-Hadits, tapi
maksudnya adalah konsep iptek harus distandardisasi benar salahnya dengan tolok ukur al-
Qur`an dan al-Hadits
Peran kedua Islam dalam perkembangan iptek, adalah bahwa Syariah Islam harus dijadikan
standar pemanfaatan iptek. Ketentuan halal-haram (hukum-hukum syariah Islam) wajib dijadikan
tolok ukur dalam pemanfaatan iptek, bagaimana pun juga bentuknya. Iptek yang boleh
dimanfaatkan, adalah yang telah dihalalkan oleh syariah Islam. Sedangkan iptek yang tidak boleh
dimanfaatkan, adalah yang telah diharamkan syariah Islam.
Keharusan tolok ukur syariah ini didasarkan pada banyak ayat dan juga hadits yang mewajibkan
umat Islam menyesuaikan perbuatannya (termasuk menggunakan iptek) dengan ketentuan
hukum Allah dan Rasul-Nya. Antara lain firman Allah:
Maka demi Tuhanmu, mereka (pada hakekatnya) tidak beriman hingga mereka menjadikan
kamu hakim terhadap perkara yang mereka perselisihkan, kemudian mereka tidak merasa dalam
hati mereka sesuatu keberatan terhadap putusan yang kamu berikan, dan mereka menerima
dengan sepenuhnya. (Qs. an-Nisaa` [4]: 65). ikutilah apa yang diturunkan kepadamu dari
Tuhanmu dan janganlah kamu mengikuti
pemimpin-pemimpin selain-Nya[528].
Amat sedikitlah kamu mengambil pelajaran (daripadanya). (Qs. al-Araaf [7]: 3).
[528] Maksudnya: pemimpin-pemimpin yang membawamu kepada kesesatan.
Sabda Rasulullah Saw:
Barangsiapa yang melakukan perbuatan yang tidak ada perintah kami atasnya, maka perbuatan
itu tertolak. [HR. Muslim].
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
IPTEKS yaitu Ilmu Teknologi dan Seni adalah suatu hal yang sangat diperhatikan dalam Islam,
martabat manusia disamping ditentukan oleh peribadahannya kepada Allah, juga ditentukan oleh
kemampuannya mengembangkan ilmu pengetahuan. Oleh karena itu Islam mewajibkan setiap
umat muslim untuk menuntut ilmu, karena manusia adalah makhluk yang telah dikaruniai
potensi akal yang sepatutnya diperintahkan untuk berfikir dan berilmu. Tetapi IPTEK dan Seni
pada zaman sekarang ini telah dikuasai oleh peradaban Barat yang mana banyak yang melenceng
dari syara’. Sejatinya, ilmu adalah amal jariyah maka IPTEK dan Seni haruslah dijalankan sesuai
dengan hukum dan syara dan yang patut dipertimbangkah adalah mengenai halal-haramnya,
bukan manfaatnya saja.
B. SARAN
Sebagai makhluk yang diciptakannya, sudah sepatutnya kita berjalan di dunia ini sesuai dengan
aturan pencipta kita, Allah Azza wa Jalla, karena akan telah dikaruniai kepada kita, maka
kewajiban menuntut ilmu harus segera kita jalankan. Tentunya, sesuai dengan aturan Allah
SWT.
DAFTAR PUSTAKA