You are on page 1of 18

LAPORAN PRAKTIKUM

“Perkecambahan dan Dormansi Biji”

Abstrak
Germination is the emergence and development of the radicle and plumule
from the seed. Visually and morphologically a germinating seed is characterized
by the visible radicle and plumule of the seed. Germination is affected by
temperature, pH, NaCl, water pressure, depth of seed planted, food supply in
seeds, hormones, seed size and hardness, and dormancy. Seed dormancy is a
condition when live seeds do not germinate until the time limit at the end of the
observation even though environmental factors are optimum for germination.
There are several ways to break dormancy, namely mechanical treatment, such as
scarification, and chemical treatment by using H2SO4, HCl, HNO3, and KNO3.
Growth Regulatory Substances (PGR) are non-nutritive organic compounds that
are active in low concentrations, can cause biochemical, physiological and
morphological responses. There are three hormones that are absolutely needed by
plants in the growth process, namely Auxin, gibberellin, and Cytokinin. In the
first experiment, we can see the effect of lights intensity in the growth of red chili.
When the plants get enough light, they have greener leaves than the plants that
don’t get enough light. In the second experiment, scarification and chemical
treatment can break dormancy. In the third experiment, IAA and KIN don’t give
any effect on the sunflower seeds.

Pendahuluan
Perkecambahan adalah muncul dan berkembangnya radikula dan plumula
dari benih/biji. Menurut Javaid et al. (2022) perkecambahan dipengaruhi oleh
temperature, pH, NaCl, tekanan air dan kedalaman biji ditanam. Sedangkan
menurut Imansari dan Haryanti (2017), perkecambahan juga dipengaruhi factor
gen, seperti persediaan makanan dalam biji, hormone, ukuran dan kekerasan biji,
serta dormansi.
Pada umumnya viabilitas benih diartikan sebagai kemampuan benih untuk
tumbuh menjadi kecambah normal (Ridha, Syahril, & Juanda, 2017). Menurut
Paramita et al. (2018) viabilitas dipengaruhi oleh factor internal yaitu kadar air,
sifat genetic, viabilitas awal, dan factor eksternal yaitu suhu dan kelembaban
ruang simpan, mikroorganisme, dan manusia. Vigor benih adalah fitur benih
integral yang menentukan potensinya untuk keberhasilan perkecambahan seragam
yang cepat dan perkembangan selanjutnya di berbagai kondisi lingkungan (Bose,
Juhasz, Broadbent, Komatsu, & Colgrave, 2020).
Menurut Tefa (2017), untuk viabilitas dan vigor suatu benih dapat dihitung
menggunakan rumus:
1. Potensi Tumbuh Maksimum (PTM)
Potensi tumbuh maksimum diperoleh dengan menghitung jumlah kecambah
yang tumbuh normal maupun abnormal pada 7 HST (Hari Setelah Tanam).
Potensi tumbuh maksimum dihitung dengan rumus

PTM ( % )=
∑ benih yang tumbuh × 100 %
∑ benih yang ditanam
2. Daya Berkecambah (DB)
Daya berkecambah diperoleh dengan menghitung jumlah benih yang
berkecambah normal pada 5 dan 7 HST. Daya berkecambah benih dihitung
dengan rumus

DB ( % )=
∑ KN Hitungan 1+ ∑ KN Hitungan 2 × 100 %
∑ benih yang ditanam
Keterangan:
KN : Kecambah Normal
3. Kecepatan Tumbuh (KCT)
Kecepatan tumbuh dihitung setiap hari selama 7 hari pada benih yang tumbuh
normal. Kecepatan tumbuh dihitung dengan rumus

( )
tn
KN N
KCT = % =∑
etmal 0 t
Keterangan:
t : Waktu Pengamatan ke-i
N : Persentase kecambah normal setiap waktu pengamatan
tn : Waktu Akhir Pengamatan (Hari ke-7)
1 etmal : 1 Hari
4. Indeks Vigor (IV)
Pengamatan indeks vigor dilakukan terhadap jumlah kecambah normal pada
hitungan pertama (first count) yaitu pada hari ke-5 (International Seed Testing
Association (ISTA), 2010)

IV =
∑ KN Hitungan 1 ×100 %
∑ Benih yang ditanam
5. Keserempakan Tumbuh (KST)
Keserempakan tumbuh dihitung berdasarkan persentase kecambah normal
pada 6 HST. Keserempakan tumbuh dihitung dengan rumus

KST =
∑ KN Hari ke−6 ×100 %
∑ Benih yang ditanam

Dormansi benih merupakan suatu kondisi Ketika benih hidup tidak


berkecambah sampai batas waktu di akhir pengamatan meskipun factor
lingkungan optimum untuk berkecambah (Ilyas, 2012). Dormansi benih
merupakan cara tanaman agar dapat bertahan hidup dan beradaptasi dengan
lingkungannya (Rumahorbo, Duryat, & Bintoro, 2020). Menurut Hamzah (2014),
upaya pematahan dormansi dapat dilakukan dengan beberapa cara yaitu fisik,
mekanis maupun kimia. Perlakuan fisik dilakukan dengan menghilangkan kulit
benih/testa yang lebih dikenal dikenal metode skarifikasi. Menurut Melasari,
Suharsi, dan Qadir (2018), Pematahan dormansi secara kimia yaitu dengan
menggunakan H2SO4, HCl, HNO3, serta garam KNO3.
Zat Pengatur Tumbuh (ZPT) merupakan senyawa organic bukan nutrisi
yang aktif dalam konsentrasi rendah, dapat menimbulkan tanggap secara
biokimia, fisiologis dan morfologis (Tanjung & Darmansyah, 2021). Menurut
Rachmawati et al. (2017), Zat Pengatur Tumbuh yang sesuai dapat membantu
pertumbuhan tanaman. Menurut Lidar (2008), terdapat tiga hormone yang mutlak
dibutuhkan oleh tanaman dalam proses pertumbuhannya, yaitu Auksin, Giberelin
dan Sitokinin. Auksin merupakan salah satu hormone yang dapat berpengaruh
terhadap pembentukan akar, perkembangan tunas, kegiatan sel-sel meristem,
pembentukan bunga, pembentukan buah dan terhadap gugurnya daun dan buah
(Dwidjoseputro, 1994). Giberelin berperan dalam pembentangan dan pembelahan
sel, pemecahan dormansi biji sehingga biji dapat berkecambah, mobilisasi
endosperm cadangan selama pertumbuhan awal embrio, pemecahan dormansi
tunas, pertumbuhan dan perpanjangan batang, perkembangan bunga dan buah,
pada tumbuhan roset mampu memperpanjang internodus sehingga tumbuh
memanjang (Hopkin, 1995). Sitokinin digunakan untuk merangsang terbentuknya
tunas, berpengaruh dalam metobalisme sel, dan merangsang sel dorman serta
aktivitas utamanya adalah mendorong pembelahan sel (Karjadi, K., & A., 2008).

Metode Percobaan
Percobaan 5.1 Pengaruh Cahaya Terhadap Perkecambahan Benih
Tempat dan Waktu Percobaan
Percobaan dimulai pada 7 Oktober 2022 di rumah masing-masing
Alat dan Bahan
Biji Cabai Keriting (Capsicum annum), kapas, wadah kecil 4 buah, wadah
besar 1 buah, koran.
Pelaksanaaan Percobaan
Pada percobaan ini, biji cabai diseleksi dan dipilih 200 butir yang baik.
Kemudian pada wadah kecil diletakkan kapas tipis yang sudah diberi air agar
lembab. Biji cabai diletakkan sebanyak 50 biji dalam setiap wadah dan diberi
label. Untuk wadah 1 dan wadah 2 diletakkan di tempat yang gelap, sedangkan
wadah 3 dan wadah 4 diletakkan di tempat yang terang. Biji diamati selama 10-14
hari dan dihitung persentase perkecambahan biji-biji tersebut.

Percobaan 5.1.1 Uji Viabilitas dan Vigoritas


Tempat dan Waktu Percobaan
Percobaan dilaksanakan pada 8 Oktober 2022 di rumah masing-masing
Alat dan Bahan
50 Biji cabai keriting (Capsicum annum), nampan, plastic wrap, klorox
10%, air hangat, kertas koran seukuran nampan
Pelaksanaan Percobaan
Pada uji ini, dipilih biji cabai sebanyak 50 butir. Biji cabai disterilisasi
terlebih dahulu dengan larutan klorox 10% selama 10 menit, kemudian dibilas
dengan aquades sebanyak 3 kali dan direndam di dalam air hangat selama 15
menit. Wadah besar dipersiapkan, kemudian kertas koran digunting sesuai ukuran
dasar wadah tersebut, kemudian diberi air supaya lembab. Biji cabai ditanam di
atas lembaran kertas koran kemudian ditutup dan diletakkan pada kondisi gelap.
Kemudian PTM, DB, Indeks Vigor, KCT, dan KST pada biji cabai tersebut dihitung.

Percobaan 5.2 Pengaruh Perlakuan Fisik dan Kimia Terhadap Pematahan


Dormansi Pada Biji
Tempat dan Waktu Percobaan
Pada percobaan ini, sterilisasi benih, serta pemberian perlakuan fisik dan
kimia dilakukan di Laboratorium Fisiologi Tumbuhan pada 11 Oktober 2022.
Pengamatan dilakukan di rumah masing-masing.
Alat dan Bahan
Biji saga (Abrus precatorium) sebanyak 40 biji, larutan H2SO4 pekat
(50%), Fungisida, Klorox 10%, Cawan Petri 4 buah, kapas, amplas, palu
Pelaksanaan Percobaan
Pada percobaan ini, 40 biji saga disterilisasi dengan merendamnya dalam
larutan fungisida (2%) selama 10 menit, kemudian dicuci dengan air steril.
Setelah itu biji diberi 4 perlakuan, yang pertama digosokkan pada kertas amplas
kasar (F1), kedua kulitnya diretakkan (F2), ketiga direndam dalam larutan H 2SO4
selama 15 menit (K2), dan yang terakhir direndam dalam larutan H 2SO4 selama 30
menit (K1)
Setelah diberi perlakuan, biji-biji tersebut disterilisasikan dengan
merendam dalam larutan klorox 10% selama 5 menit, lalu dikeringkan dengan
tissue. Biji-biji yang sudah dikeringkan ditanam dalam cawan petri yang sudah
diberi alas kapas yang sudah dibasahkan. Biji-biji diletakkan sesuai perlakuan
yang diberikan. Setelah biji diletakkan, biji diamati selama 14 hari dan dihitung
rata-rata jumlah biji yang berkecambah serta persentase perkecambahan.

Percobaan 5.3 Pengaruh Indole 3-Acetic Acid (IAA) dan Kinetin (KIN)
Terhadap Perkecambahan Biji Bunga Matahari (Helianthus annuus L.)
Tempat dan Waktu Percobaan
Pada percobaan ini, sterilisasi benih, serta pemberian IAA dan KIN
dilakukan di Laboratorium Fisiologi Tumbuhan pada 11 Oktober 2022.
Pengamatan dilakukan di rumah masing-masing.
Alat dan Bahan
Biji bunga matahari (Helianthus annuus L.), Larutan Indole 3-Acetic Acid
(IAA) 10 ppm dan Kinetin (KIN) 5 ppm, Klorox 10%, Cawan Petri 4 buah, kapas.
Pelaksanaan Percobaan
Pada percobaan ini, biji disterilisasi dengan merendam biji dalam larutan
klorox 10% selama 10 menit. Setelah disterilisasi, biji diberi perlakuan sebagai
berikut:
Perendaman 30 Menit (T1) Perendaman 60 Menit (T2)
IAA 10 ppm (A1) A1T1 A1T2
KIN 5 ppm (A2) A2T1 A2T2
Setelah diberi perlakuan, biji dikecambahkan dalam cawan petri yang
sudah dialasi kapas yang sudah dibasahkan. Setelah itu, biji diamati selama 14
hari dan dihitung rata-rata jumlah biji yang berkecambah serta persentase
perkecambahan.

Hasil dan Pembahasan


Percobaan 5.1 Pengaruh Cahaya Terhadap Perkecambahan Benih
Pada percobaan ini, dipilih 200 biji cabai (Capsicum annum) yang baik.
Kemudian diletakkan pada 4 wadah kecil yang sudah diberi kapas basah, masing-
masing 50 biji. Pada wadah 1 dan wadah 2 diletakkan di tempat yang gelap,
sedangkan wadah 3 dan wadah 4 diletakkan di tempat yang terang. Kemudian biji
diamati selama 14 hari dan dihitung persentase perkecambahannya.
Kecambah Yang Tumbuh Hari Ke-
Lokasi Total Rata-Rata Persentase
Benih Kecambah Kecambah Kecambah
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14
Terang 1 0 0 12 7 15 9 3 0 4 0 0 0 0 0 50 3,57 100

Terang 2 0 0 8 24 17 0 0 0 0 0 0 0 0 0 49 3,50 98

Gelap 1 0 0 28 13 8 0 0 1 0 0 0 0 0 0 50 3,57 100

Gelap 2 0 0 2 9 14 7 6 4 1 2 2 3 0 0 50 3,57 100

Tabel 1. Jumlah biji cabai yang berkecambah setiap harinya selama 14 hari
Terlihat pada table di atas kalau biji cabai tiap harinya dapat berkecambah
sebanyak 3-4 biji dalam sehari. Dari persentase kecambah, hanya biji cabai
dengan kode Terang 2 yang memiliki persentase di bawah 100%. Hal ini
disebabkan karena terapat biji cabai yang belum mengalami perkecambahan,
walau sudah 14 HST (hari setelah tanam). Besar kemungkinan, biji tersebut
sedang mengalami dormansi.

A B
Gambar 1. Hasil pengamatan perkecambahan pada tempat yang berbeda (A) Diletakkan di tempat
terang, (B) Diletakkan di tempat gelap
Dapat terlihat pada gambar, bahwa biji cabai yang tumbuh di tempat
terang terlihat memiliki daun yang lebih hijau dibanding yang berada di tempat
gelap. Sedangkan tinggi batang tanaman yang berada di tempat gelap lebih tinggi
dibandingkan yang berada di tempat terang. Hal ini membuktikan bahwa
intensitas cahaya berpengaruh terhadap proses fisiologi tanaman. Tanaman
mempunyai ukuran daun lebih kecil, daun lebih tebal serta ruas batang lebih
pendek menandakan bahwa tanaman mendapatkan cukup intensitas cahaya
matahari. Tumbuhan yang diletakkan di tempat gelap akan tumbuh lebih cepat
daripada yang diletakkan di tempat yang terkena cahaya (Buntoro, Rogomulyo, &
Trisnowati, 2014). Akan tetapi menurut Ningsih (2019), tumbuhan yang tumbuh
di tempat gelap mengalami etiolasi. Tumbuhan menjadi pucat karena kekurangan
klorofil, kurus dan daun tidak berkembang.
Hal tersebut terjadi karena adanya hormone auksin. Hormon auksin
mempunyai peranan penting dalam pertumbuhan batang, yaitu merangsang
pemanjangan sel pada tunas-tunas muda. Namun hormone auksin ini akan bekerja
tidak optimal jika terkena langsung paparan cahaya matahari. Hal ini yang
mengakibatkan tumbuhan pada perlakuan gelap tumbuh lebih cepat karena tidak
terpapar cahaya matahari langsung, jika dibandingkan yang terkena cahaya
matahari (Wimudi & Fuadiyah, 2021).

Percobaan 5.1.1 Uji Viabilitas dan Vigoritas


Pada percobaan ini, dipilih 50 biji cabai keriting yang baik. Kemudian biji
cabai tersebut disterilisasikan dengan merendam biji dalam klorox 10% selama 10
menit. Setelah itu biji direndam pada air hangat selama 15 menit. Setelah itu, biji
diletakkan pada wadah yang sudah diberi koran yang sudah dibasahi, kemudian
diletakkan di tempat yang gelap. Biji kemudian diamati dan dihitung nilai Potensi
Tumbuh Maksimum (PTM), Daya Berkecambah (DB), Indeks Vigor (IV),
Kecepatan Tumbuh (KCT), dan Keserempakan Tumbuh (KST).
Hari Total Belum Kondisi Kecambah
Kecambah
ke Kecambah Kecambah Normal Abnormal
Tabel 2.
1 0 0 50 0 0
Hasil
2 0 0 50 0 0
3 15 15 35 15 0 pengamatan
4 12 27 23 20 7 biji cabai
5 19 46 4 12 34 yang
6 4 50 0 3 47 berkecambah
7 0 0 0 2 48
normal dan
abnormal dalam 7 Hari
Terlihat pada table 2, biji cabai yang berkecambah secara normal
mengalami penurunan. Hal tersebut terjadi karena adanya kontaminasi dari jamur.
Kontaminasi dapat terjadi kemungkinan karena tahap sterilisasi yang kurang
berhasil. Fungsi sterlisisasi adalah menghilangkan kontaminasi baik dari alat
maupun bahan yang digunakan (Nida, Luaeliyah, Nurchayati, Izzati, & Setiari,
2021)
Perhitungan Potensi Tumbuh Maksimum
Benih Tumbuh Benih Tanam Nilai PTM (%)
50 50 100
Tabel 3. Hasil Perhitungan Potensi Tumbuh Maksimum
Untuk menghitung nilai PTM benih cabai, dilihat dari biji yang tumbuh
secara normal dan abnormal setelah 7 HST (Hari Setelah Tanam). Terlihat untuk
nilai PTM biji cabai sangat tinggi, yaitu mencapai 100%. Berarti semua biji cabai
pada percobaan kali ini berpotensi untuk berkecambah, baik itu berkecambah
secara normal maupun abnormal.

Perhitungan Daya Berkecambah


Hitungan 1 Hitungan 2 Benih Tanam Nilai DB (%)
12 2 50 28
Tabel 4. Hasil Perhitungan Daya Berkecambah
Berdasarkan hasil pengamatan terhadap daya berkecambah biji cabai,
didapatkan hasil yang seperti yang terlihat di table 4. Pada table 4, biji cabai
memiliki daya berkecambah sebesar 28%. Menurut Sugiantari, Raka, dan Utami
(2017), standard mutu benih menurut International Seed Testing Association
(ISTA) minimal tumbuh > 80%. Berdasarkan standard tersebut, biji cabai pada
praktikum kali ini tidak memenuhi standard tersebut. Hal tersebut bisa saja terjadi
karena beberapa factor, antara lain: usia benih yang sudah cukup tua dan dormansi
(Elfiani & Jakoni, 2015). Tetapi pada kasus praktikum kali ini, benih mengalami
kontaminasi jamur sehingga benih tersebut dapat dibilang tumbuh secara
abnormal

Perhitungan Indeks Vigor


Hitungan 1 Benih Tanam Nilai IV (%)
12 50 24
Tabel 5. Hasil Perhitungan Indeks Vigor
Berdasarkan hasil pengamatan, nilai Indeks Vigor biji cabai dapat terlihat
di table 5. Pada table 5, biji cabai memiliki nilai Indeks Vigor sebesar 24%.
Indeks vigor adalah pembanding antara jumlah kecambah normal pada hitungan
pertama dengan jumlah seluruh benih yang ditanam (Febriani & Widajati, 2015).
Kolasinka et al. (2000) menyatakan bahwa persentase kecambah normal pada
pengamatan pertama berhubungan erat dengan kemampuan benih berkecambah di
lapang dibandingkan dengan presentase kecambah pada akhir pengamatan.
Dengan demikian pengujian indeks vigor lebih peka dan dapat mencerminkan
atau menginformasikan secara akurat potensi tumbuh di lapang dibandingkan
dengan pengujian daya berkecambah. Dapat terlihat bahwa biji cabai memiliki
nilai Indeks Vigor yang cukup rendah. Menurut Lesilolo, Patty, dan Netty (2012),
benih yang vigornya baik/tinggi yaitu benih yang tumbuhnya dan serempak. Hal
tersebut mengindikasikan bahwa benih tersebut dapat beradaptasi dengan keadaan
lingkungan.

Perhitungan Kecepatan Tumbuh (KCT)


Hari Ke- (t) Nilai
Data
1 2 3 4 5 6 7 KCT (∑ N/t)
Kecambah 0 0 15 12 19 4 0
Benih
0 0 15 20 12 3 2 13,19
Normal (N)
N/t 0 0 5 5 2,4 0,5 0,29
Tabel 6. Hasil Perhitungan Kecepatan Tumbuh
Nilai kecepatan tumbuh benih (KCT) adalah nilai yang menunjukkan
jumlah benih yang berkecambah dalam 24 jam setiap harinya selama periode
pengamatan (Agustiansyah, Ardian, Setiawan, & Rosmala, 2020). Dapat terlihat
pada table 6, nilai KCT biji cabai pada praktikum kali ini sebesar 13,19%. Menurut
Sadjad (1993), keserempakan tumbuh benih yang baik berkisar antara 40% - 70%,
sedangkan kecepatan tumbuh yang baik berkisar antara 25% - 30%. Dari
pernyataan tersebut, biji cabai pada praktikum kali ini tidak memenuhi
persyaratan sebagai benih yang memiliki kecepatan tumbuh yang baik.

Perhitungan Keserempakan Tumbuh (KST)


KN Hari Ke-6 Benih Tanam Nilai KST (%)
3 50 6
Tabel 7. Hasil Perhitungan Keserempakan Tumbuh
Hasil dari pengamatan terhadap uji keserempakan tumbuh dapat dilihat
pada table 7. Nilai keserempakan tumbuh biji cabai pada praktikum kali ini hanya
mencapai 6%. Nilai keserempakan tumbuh biji ini ternilai rendah, karena
keserempakan tumbuh benih yang baik berkisar antara 25% hingga 30%.

Percobaan 5.2 Pengaruh Perlakuan Fisik dan Kimia Terhadap Pematahan


Dormansi Pada Biji
Pada percobaan ini, 40 biji saga disterilisasi dengan merendamnya dalam
larutan fungisida (2%), kemudian dicuci dengan air steril. Setelah itu biji diberi 4
perlakuan dan terbagi menjadi 2 perlakuan fisik, yaitu digosokkan pada kertas
amplas kasar (F1), dan diretakkan (F2), serta perlakuan kimia, yaitu direndam
dalam H2SO4 pekat selama 15 menit (K1) dan 30 menit (K2). Setelah diberi
perlakuan, biji-biji tersebut disterilisasikan dengan merendam dalam larutan
klorox 10%, lalu dikeringkan dengan tissue. Biji-biji yang sudah dikeringkan
diletakkan dalam cawan petri yang sudah diberi alas kapas basah. Setelah biji
diletakkan, biji diamati selama 14 hari dan dihitung rata-rata jumlah biji yang
berkecambah serta nilai Potensi Tumbuh Maksimum.

Percobaan 5.2.1 Skarifikasi Mekanik


Hari ke-
Jenis Total Rata PTM
Skarifikasi Berkecambah Rata (%)
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14

0 2 7 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 10 0,71 100
Amplas (F1)
0 1 0 2 0 0 1 1 1 1 1 0 0 0 8 0,57 80
Dipecahkan (F2)
Tabel 8. Hasil Pengamatan Pematahan Dormansi Biji Dengan Skarifikasi Mekanik
Hasil dari pengamatan biji saga yang diberi perlakuan skarifikasi mekanik
dapat dilihat dari table 8. Terlihat bahwa biji saga F1 memiliki nilai PTM yang
lebih tinggi dibandingkan biji saga F2. Menurut Juhanda et al. (2013), benih saga
yang diperlakuan skarifikasi mekanik dengan amplas menghasilkan laju imbibisi
yang baik sehingga menyebabkan terjadinya perkecambahan yang baik.
Kecambah normal yang terbentuk menjadi lebih tinggi karena skarifikasi mekanik
dengan pelukaan memungkinkan kulit benih terluka sehingga dapat dilewati air
dan terjadi proses imbibisi (Nurmiaty, Ermawati, & Purnamasari, 2014). Pada
hakekatnya, semua benih dibuat permeable dengan resiko kerusakan yang kecil,
asal daerah radikel tidak rusak. Rusaknya radikula pada saat proses pemecahan
biji menjadi salah satu kemungkinan biji saga F2 memiliki nilai PTM yang lebih
rendah.
Gambar 2. Hasil pengamatan pengaruh skarifikasi mekanik. Cawan petri sebelah kiri skarifikasi
dengan pengamplasan (F1), sebelah kanan skarifikasi dengan diretakkan (F2)

Percobaan 5.2.2 Skarifikasi Kimia


Jenis Hari ke- Total Rata PTM
Skarifikasi 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 Berkecambah Rata (%)

H2SO4 15 Menit (K1) 0 0 1 0 0 0 2 3 1 1 2 0 0 0 10 0,71 100

H2SO4 30 Menit (K2) 0 2 3 1 2 0 0 0 0 1 0 0 0 0 9 0,64 90

Tabel 9. Hasil Pengamatan Pematahan Dormansi Biji Dengan Skarifikasi Kimia


Hasil dari pengamatan biji saga yang diberi perlakuan skarifikasi kimia
dapat dilihat pada table 9. Dapat terlihat bahwa biji saga K1 memiliki nilai PTM
yang lebih tinggi dibandingkan K2. Hal ini disebabkan karena terdapat biji yang
tidak mengalami perkecambahan sama sekali. Kemungkinan hal ini terjadi karena
embrio dalam biji sudah mengalami kerusakan karena terlalu banyak menyerap
H2SO4 sehingga tidak dapat tumbuh Proses penyerapan H2SO4 kedalam benih ini
mengakibatkan perubahan pH pada embrio yang mengakibatkan proses denaturasi
protein enzim. Denaturasi protein enzim pada benih memicu gejala kemunduran
benih (Ismail & Duryat, 2017).

Gambar 3. Hasil Pengamatan Pengaruh Skarifikasi Kimia. Cawan Petri Sebelah Kiri Direndam di
dalam H2SO4 selama 15 Menit (K1), Sebelah Kanan Selama 30 Menit (K2)

Percobaan 5.3 Pengaruh Indole 3-Acetic Acid (IAA) dan Kinetin (KIN)
Terhadap Perkecambahan Biji Bunga Matahari (Helianthus annuus L.)
Pada percobaan ini, 40 biji bunga matahari disterilisasi dengan merendam
biji dalam larutan klorox 10%. Setelah disterilisasi, biji diberi perlakuan dengan
perendaman di dalam IAA dan KIN, masing-masing selama 30 menit dan 60
menit.
Setelah diberi perlakuan, biji dikecambahkan dalam cawan petri yang
sudah dialasi kapas yang sudah dibasahkan. Setelah itu, biji diamati selama 14
hari dan dihitung rata-rata jumlah biji yang berkecambah serta persentase
perkecambahan.

Percobaan 5.3.1 Pengaruh IAA 10 ppm


Lama Hari Ke- Total Rata PTM
Perendaman 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 Berkecambah Rata (%)

30 Menit (A1T1) 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0

60 Menit (A1T2) 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0

Tabel 10. Hasil Pengamatan Pengaruh IAA


Hasil dari pengamatan pengaruh IAA dapat dilihat pada table 10. Indole-
3-Acetic Acid (IAA), termasuk fitohormon golongan auksin alami dan berperan
sebagai zat pemacu pertumbuhan tanaman karena dapat meningkatkan sintesis
DNA dan RNA, serta pemanjangan sel dengan meningkatnya pertukaran proton
(Aslamyah, 2002). Pada praktikum kali ini, terlihat bahwa perendaman biji bunga
matahari ke dalam IAA baik selama 30 menit maupun 60 menit, tidak memiliki
pengaruh sama sekali. Hasil ini berbeda dengan percobaan yang dilakukan oleh
Tetuko et al. (2015) pada biji tanaman karet, dimana biji karet yang direndam
pada IAA 100 ppm memberikan hasil perkecambahan yang cukup baik yaitu
76,67 %. Hal ini kemungkinan terjadi karena biji bunga matahari masih
mengalami dormansi, atau karena konsentrasi IAA yang digunakan tidak cukup
untuk memacu perkecambahan biji bunga matahari. Menurut Alius et al. (2017),
IAA membantu dalam meningkatkan jumlah daun, Panjang akar, dan berat kering
daun.
Gambar 4. Hasil Pengamatan Pengaruh IAA 10 ppm. Cawan Petri Sebelah Kiri Direndam di
dalam IAA selama 30 Menit (A1T1), Sebelah Kanan Selama 60 Menit (A1T2)
Percobaan 5.3.2 Pengaruh KIN 5 ppm
Lama Hari Ke- Total Rata PTM
Perendaman 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 Berkecambah Rata (%)

30 Menit (A2T1) 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0

60 Menit (A2T2) 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0

Tabel 11. Hasil Pengamatan Pengaruh KIN


Hasil dari pengamatan pengaruh KIN dapat dilihat pada table 11. 6-fufury
amino purin atau Kinetin tergolong zat pengatur tumbuh dalam kelompok
sitokinin. Kinetin adalah kelompok sitokinin yang berfungsi untuk pengaturan
pembelahan sel dan morfogenesis. (Riono, 2019). Pada praktikum kali ini, Kinetin
tidak memberikan pengaruh sama sekali pada perkecambahan biji bunga matahari.
Hal ini selaras dengan penelitian yang dilakukan oleh Sativa et al. (2021) dengan
biji bidara (Ziziphus nummularia (Brum. F.) Witght & Arn.), dimana pemberian
giberelin dan kinetin memberikan pengaruh nyata untuk benih yang tidak tumbuh.
Hal ini kemungkinan diakibatkan hormone kinetin yang tidak berinteraksi dengan
auksin. Hormon kinetin umumnya berinteraksi dengan hormone auksin karena
dapat bekerja sama dalam memacu pertumbuhan embrio. Hormon kinetin mampu
mendorong pembelahan sel dan auksin merangsang pemanjangan sel (Lestari,
2009).

Gambar 5. Hasil Pengamatan Pengaruh KIN 5 ppm. Cawan Petri Sebelah Kiri Direndam di dalam
KIN selama 30 Menit (A2T1), Sebelah Kanan Selama 60 Menit (A2T2)

Kesimpulan
Dari semua percobaan kali ini, dapat kita simpulkan bahwa:
1. Intensitas cahaya mempengaruhi pertumbuhan biji cabai secara fisiologis,
karena adanya pengaruh hormone auksin pada tanaman
2. Biji cabai pada praktikum kali ini memiliki viabilitas yang tinggi tetapi
memiliki vigor yang rendah
3. Skarifikasi mekanik dan kimia memberikan pengaruh yang nyata pada
pematahan dormansi biji saga
4. Pemberian ZPT IAA dan KIN pada praktikum kali ini tidak memberikan
pengaruh yang nyata pada perkecambahan biji bunga matahari
5. Interaksi IAA dan KIN dapat membantu biji dalam perkecambahan

References
Agustiansyah, Ardian, Setiawan, K., & Rosmala, D. (2020). Pengaruh Lama Perendaman
dalam Berbagai Konsentrasi Giberelin (GA3) terhadap Perkecambahan .
Agrovigor: Jurnal Agroekoteknologi, 94-99.

Alius, D. Y., Rusmarini, U. K., & Mawandha, H. G. (2017). Keterkaitan antara IAA,
Giberelin, ZPT Alami Buatan dan Berbagai Dosis Pupuk Nitrogen Terhadap
Perkecambahan dan Pertumbuhan Tanaman Pepaya (Carica papaya L.). Jurnal
Agromast, 2.

Aslamyah, S. (2002). Peranan Hormon Tumbuh dalam Memacu Pertumbuhan Algae.

Bose, U., Juhasz, A., Broadbent, J. A., Komatsu, S., & Colgrave, M. L. (2020). Multi-Omics
Strategies for Decoding Smoke-Assisted Germination Pathways and Seed Vigour.
International Journal of Molecular Sciences, 1-18.

Buntoro, B. H., Rogomulyo, R., & Trisnowati, S. (2014). Pengaruh Takaran Pupuk
Kandang dan Intensitas Cahaya Terhadap Pertumbuhan dan Hasil Temu Putih
(Curcuma zedoaria L.). Vegetalika, 29-39.

Dwidjoseputro. (1994). Pengantar Fisiologi Tumbuhan. Jakarta: PT Gramedia Pustaka


Utama.

Elfiani, & Jakoni. (2015). Pengujian Daya Berkecambah Benih dan Evaluasi Struktur
Kecambah Benih. Jurnal Dinamika Pertanian, 45-42.

Febriani, L. Y., & Widajati, E. (2015). Evaluasi Beberapa Tolok Ukur Vigor untuk
Pendugaan Perpanjangan Masa Edar Benih Padi (Oryza sativa L.). Buletin
Agrohorti, 309-315.

Hamzah, M. (2014). Pengaruh Berbagai Metode Pematahan Dormansi Biji Terhadap


Daya Kecambah dan Pertumbuhan Vegetatif. Jurnal Photon, 1-5.
Hopkin, W. G. (1995). Indroduction to Plant Physiology. Singapore: Jhon Wiley & Sons,
Inc.

Ichsan, C. N., Hereri, A. I., & Budiarti, L. (2013). KAJIAN WARNA BUAH DAN UKURAN
BENIH TERHADAP VIABILITAS BENIH KOPI ARABIKA (Coffea arabica L.) VARIETAS
GAYO 1. Jurnal Floratek, 110-117.

Ilyas, S. (2012). Ilmu dan Teknologi Benih. Bogor: IPB Press.

Imansari, F., & Haryanti, S. (2017). Pengaruh Konsentrasi HCl terhadap Laju
Perkecambahan Biji Asam Jawa (Tamarindus indica L.). Buletin Anatomi dan
Fisiologi, 187-192.

International Seed Testing Association (ISTA). (2010). Seed Science and Technology. In
International rules for seed testing. Zurich: International Seed Testing
Association.

Ismail, A. D., & Duryat, D. (2017). Respon Perkecambahan Kemiri Sunan Terhadap
Skarifikasi dengan Asam Sulfat pada Berbagai Lama Waktu Perendaman. Jurnal
Lahan Suboptimal: Journal of Suboptimal Lands, 71-77.

Javid, M. M., Mahmood, A., Alshaya, D. S., AlKahtani, M. D., Waheed, H., Wasaya, A., . . .
Fiaz, S. (2022). Influence of Environmental Factors On Seed Germination and
Seedling Characteristics of Perennial Ryegrass (Lolium perenne L.). Scientific
Reports.

Juhanda, N., Y., & Ermawati. (2013). Pengaruh Skarifikasi Pada Pola Imbibisi dan
Perkecambahan Benih Saga Manis (Abrus precatorius L.). Jurnal Agrotek Tropika,
45-49.

Karjadi, K., A., & A., B. (2008). Pengaruh Auksin dan Sitokinin terhadap Pertumbuhan dan
Perkembangan Jaringan Meristem Kentang Kultivar Granola. J. Hort, 380-384.

Kolasinska, K., Szyrmer, J., & Dul, S. (2000). Relationship between Laboratory Seed
Quality Tests and Field Emergence of Common Bean Seed. Crop Science, 470-
475.

Lesilolo, M. K., Patty, J., & Tetty, N. (2012). Penggunaan Desikan Abu dan Lama Simpan
Terhadap Kualitas Benih Jagung (Zea mays L.), Pada Penyimpanan Ruang
Terbuka. Agrologia, 51-59.

Lestari, S. (2009). Pengaruh Pemberian Sitokinin dan Asam Giberelat (GA3) Terhadap
Perkecambahan Biji dan Pertumbuhan Tanaman Pule Pandak (Rauvolfia
verticillata Lour.). Surakarta: Universitas Sebelas Maret.

Lidar, S. (2008). Pengaruh Zat Pengatur Tumbuh (ZPT) Terhadap Pertumbuhan Karet
(Hevea brasiliensis) Stump Mata Tidur. Jurnal Ilmiah Pertanian, 47-54.

Melasari, N., Suharsi, T. K., & Qadir, A. (2018). Penentuan Metode Pematahan Dormansi
Benih Kecipir (Psophocarpus tetragonolobus L.) Aksesi Cilacap. Buletin Agrohorti,
59-67.
Nida, K., Luaeliyah, M., Nurchayati, Y., Izzati, M., & Setiari, N. (2021). Pertumbuhan
Kecambah Kentang (Solanum tuberosum L.) secara In Vitro pada Konsentrasi
NaClO dan Waktu Sterilisasi yang Berbeda. Life Science, 12-22.

Ningsih, R. S. (2019). Pengaruh Intensitas Cahaya Terhadap Pertumbuhan dan


Perkembangan Tanaman Kacang Merah. Jurnal AGROSWAGATI, 1-6.

Nurmiaty, Y., Ermawati, & Purnamasari, V. W. (2014). Pengaruh Cara Skarifikasi Dalam
Pematahan Dormansi Pada Viabilitas Benih Saga Manis (Abrus precatorius L.).
Jurnal Agrotek Tropika, 73-77.

Paramita, K. E., Suharsi, T. K., & Surahman, M. (2018). Optimasi Pengujian Daya
Berkecambah dan Faktor yang Mempengaruhi Viabilitas dan Vigor Benih Kelor
(Moringa oloifera Lam.) dalam Penyimpanan. Bul. Agrohorti, 221-230.

Rachmawati, U. S., & Machfudz, A. (2017). Pengaruh Pemberian Zat Pengatur Tumbuh
Alami Pada Pertumbuhan dan Produksi Tanaman Okra (Abelmoschus
esculentus). Nabatia.

Ridha, R., Syahril, M., & Juanda, B. R. (2017). Viabilitas dan Vigoritas Benih Kedelai
(Glycine max (L.) Merrill) Akibat Perendaman dalam Ekstrak Telur Keong Mas.
AGROSAMUDRA, 84-90.

Riono, Y. (2019). Zat Pengatur Tumbuh Kinetin untuk Pertumbuhan Sub Kultur Pisang
Barangan (Mussa paradisiaca L.) dengan Metode Kultur Jaringan. Jurnal Agro
Indragiri, 23-33.

Rumahorbo, A. S., Duryat, & Bintoro, A. (2020). Pengaruh Pematahan Masa Dormansi
melalui Perendaman Air dengan Stratifikasi Suhu terhadap Perkecambahan
Benih Aren (Arenga pinnata). Jurnal Sylva Lestari, 77-84.

Sadjad, S. (1993). Dari Benih kepada Benih. Jakarta: PT Grasindo.

Sugiantari, N. P., Raka, I. G., & Utami. (2017). Uji Mutu Benih Kedelai (Glycine max L.
Merril) Varietas Grobogan yang Diproduksi dengan Aplikasi 10 Isolat PGPR.
Agrotrop, 199-209.

Tanjung, T. Y., & Darmansyah. (2021). Pengaruh Penggunaan ZPT Alami dan Buatan
Terhadap Pertumbuhan Setek Tanaman Delima (Punica granatum L.). Jurnal
Hortuscoler, 6-13.

Tefa, A. (2017). Uji Viabilitas dan Vigor Benih Padi (Oryza sativa, L.) selama Penyimpanan
pada Tingkat Kadar Air yang Berbeda. Jurnal Pertanian Konservasi Lahan Kering,
48-50.

Tetuko, K. A., Parman, S., & Izzati, M. (2015). Pengaruh Kombinasi Hormon Tumbuh
Giberelin dan Auksin terhadap Perkecambahan Biji dan Pertumbuhan Tanaman
Karet (Hevea brasiliensis Mill. Arg.). Jurnal Biologi, 61-72.

Wimudi, M., & Fuadiyah, S. (2021). Pengaruh Cahaya Matahari Terhadap Pertumbuhan
Tanaman Kacang Hijau (Vigna radiata L.). Prosiding SEMNAS BIO 2021, 587-592.

You might also like