Professional Documents
Culture Documents
Abstrak
Germination is the emergence and development of the radicle and plumule
from the seed. Visually and morphologically a germinating seed is characterized
by the visible radicle and plumule of the seed. Germination is affected by
temperature, pH, NaCl, water pressure, depth of seed planted, food supply in
seeds, hormones, seed size and hardness, and dormancy. Seed dormancy is a
condition when live seeds do not germinate until the time limit at the end of the
observation even though environmental factors are optimum for germination.
There are several ways to break dormancy, namely mechanical treatment, such as
scarification, and chemical treatment by using H2SO4, HCl, HNO3, and KNO3.
Growth Regulatory Substances (PGR) are non-nutritive organic compounds that
are active in low concentrations, can cause biochemical, physiological and
morphological responses. There are three hormones that are absolutely needed by
plants in the growth process, namely Auxin, gibberellin, and Cytokinin. In the
first experiment, we can see the effect of lights intensity in the growth of red chili.
When the plants get enough light, they have greener leaves than the plants that
don’t get enough light. In the second experiment, scarification and chemical
treatment can break dormancy. In the third experiment, IAA and KIN don’t give
any effect on the sunflower seeds.
Pendahuluan
Perkecambahan adalah muncul dan berkembangnya radikula dan plumula
dari benih/biji. Menurut Javaid et al. (2022) perkecambahan dipengaruhi oleh
temperature, pH, NaCl, tekanan air dan kedalaman biji ditanam. Sedangkan
menurut Imansari dan Haryanti (2017), perkecambahan juga dipengaruhi factor
gen, seperti persediaan makanan dalam biji, hormone, ukuran dan kekerasan biji,
serta dormansi.
Pada umumnya viabilitas benih diartikan sebagai kemampuan benih untuk
tumbuh menjadi kecambah normal (Ridha, Syahril, & Juanda, 2017). Menurut
Paramita et al. (2018) viabilitas dipengaruhi oleh factor internal yaitu kadar air,
sifat genetic, viabilitas awal, dan factor eksternal yaitu suhu dan kelembaban
ruang simpan, mikroorganisme, dan manusia. Vigor benih adalah fitur benih
integral yang menentukan potensinya untuk keberhasilan perkecambahan seragam
yang cepat dan perkembangan selanjutnya di berbagai kondisi lingkungan (Bose,
Juhasz, Broadbent, Komatsu, & Colgrave, 2020).
Menurut Tefa (2017), untuk viabilitas dan vigor suatu benih dapat dihitung
menggunakan rumus:
1. Potensi Tumbuh Maksimum (PTM)
Potensi tumbuh maksimum diperoleh dengan menghitung jumlah kecambah
yang tumbuh normal maupun abnormal pada 7 HST (Hari Setelah Tanam).
Potensi tumbuh maksimum dihitung dengan rumus
PTM ( % )=
∑ benih yang tumbuh × 100 %
∑ benih yang ditanam
2. Daya Berkecambah (DB)
Daya berkecambah diperoleh dengan menghitung jumlah benih yang
berkecambah normal pada 5 dan 7 HST. Daya berkecambah benih dihitung
dengan rumus
DB ( % )=
∑ KN Hitungan 1+ ∑ KN Hitungan 2 × 100 %
∑ benih yang ditanam
Keterangan:
KN : Kecambah Normal
3. Kecepatan Tumbuh (KCT)
Kecepatan tumbuh dihitung setiap hari selama 7 hari pada benih yang tumbuh
normal. Kecepatan tumbuh dihitung dengan rumus
( )
tn
KN N
KCT = % =∑
etmal 0 t
Keterangan:
t : Waktu Pengamatan ke-i
N : Persentase kecambah normal setiap waktu pengamatan
tn : Waktu Akhir Pengamatan (Hari ke-7)
1 etmal : 1 Hari
4. Indeks Vigor (IV)
Pengamatan indeks vigor dilakukan terhadap jumlah kecambah normal pada
hitungan pertama (first count) yaitu pada hari ke-5 (International Seed Testing
Association (ISTA), 2010)
IV =
∑ KN Hitungan 1 ×100 %
∑ Benih yang ditanam
5. Keserempakan Tumbuh (KST)
Keserempakan tumbuh dihitung berdasarkan persentase kecambah normal
pada 6 HST. Keserempakan tumbuh dihitung dengan rumus
KST =
∑ KN Hari ke−6 ×100 %
∑ Benih yang ditanam
Metode Percobaan
Percobaan 5.1 Pengaruh Cahaya Terhadap Perkecambahan Benih
Tempat dan Waktu Percobaan
Percobaan dimulai pada 7 Oktober 2022 di rumah masing-masing
Alat dan Bahan
Biji Cabai Keriting (Capsicum annum), kapas, wadah kecil 4 buah, wadah
besar 1 buah, koran.
Pelaksanaaan Percobaan
Pada percobaan ini, biji cabai diseleksi dan dipilih 200 butir yang baik.
Kemudian pada wadah kecil diletakkan kapas tipis yang sudah diberi air agar
lembab. Biji cabai diletakkan sebanyak 50 biji dalam setiap wadah dan diberi
label. Untuk wadah 1 dan wadah 2 diletakkan di tempat yang gelap, sedangkan
wadah 3 dan wadah 4 diletakkan di tempat yang terang. Biji diamati selama 10-14
hari dan dihitung persentase perkecambahan biji-biji tersebut.
Percobaan 5.3 Pengaruh Indole 3-Acetic Acid (IAA) dan Kinetin (KIN)
Terhadap Perkecambahan Biji Bunga Matahari (Helianthus annuus L.)
Tempat dan Waktu Percobaan
Pada percobaan ini, sterilisasi benih, serta pemberian IAA dan KIN
dilakukan di Laboratorium Fisiologi Tumbuhan pada 11 Oktober 2022.
Pengamatan dilakukan di rumah masing-masing.
Alat dan Bahan
Biji bunga matahari (Helianthus annuus L.), Larutan Indole 3-Acetic Acid
(IAA) 10 ppm dan Kinetin (KIN) 5 ppm, Klorox 10%, Cawan Petri 4 buah, kapas.
Pelaksanaan Percobaan
Pada percobaan ini, biji disterilisasi dengan merendam biji dalam larutan
klorox 10% selama 10 menit. Setelah disterilisasi, biji diberi perlakuan sebagai
berikut:
Perendaman 30 Menit (T1) Perendaman 60 Menit (T2)
IAA 10 ppm (A1) A1T1 A1T2
KIN 5 ppm (A2) A2T1 A2T2
Setelah diberi perlakuan, biji dikecambahkan dalam cawan petri yang
sudah dialasi kapas yang sudah dibasahkan. Setelah itu, biji diamati selama 14
hari dan dihitung rata-rata jumlah biji yang berkecambah serta persentase
perkecambahan.
Terang 2 0 0 8 24 17 0 0 0 0 0 0 0 0 0 49 3,50 98
Tabel 1. Jumlah biji cabai yang berkecambah setiap harinya selama 14 hari
Terlihat pada table di atas kalau biji cabai tiap harinya dapat berkecambah
sebanyak 3-4 biji dalam sehari. Dari persentase kecambah, hanya biji cabai
dengan kode Terang 2 yang memiliki persentase di bawah 100%. Hal ini
disebabkan karena terapat biji cabai yang belum mengalami perkecambahan,
walau sudah 14 HST (hari setelah tanam). Besar kemungkinan, biji tersebut
sedang mengalami dormansi.
A B
Gambar 1. Hasil pengamatan perkecambahan pada tempat yang berbeda (A) Diletakkan di tempat
terang, (B) Diletakkan di tempat gelap
Dapat terlihat pada gambar, bahwa biji cabai yang tumbuh di tempat
terang terlihat memiliki daun yang lebih hijau dibanding yang berada di tempat
gelap. Sedangkan tinggi batang tanaman yang berada di tempat gelap lebih tinggi
dibandingkan yang berada di tempat terang. Hal ini membuktikan bahwa
intensitas cahaya berpengaruh terhadap proses fisiologi tanaman. Tanaman
mempunyai ukuran daun lebih kecil, daun lebih tebal serta ruas batang lebih
pendek menandakan bahwa tanaman mendapatkan cukup intensitas cahaya
matahari. Tumbuhan yang diletakkan di tempat gelap akan tumbuh lebih cepat
daripada yang diletakkan di tempat yang terkena cahaya (Buntoro, Rogomulyo, &
Trisnowati, 2014). Akan tetapi menurut Ningsih (2019), tumbuhan yang tumbuh
di tempat gelap mengalami etiolasi. Tumbuhan menjadi pucat karena kekurangan
klorofil, kurus dan daun tidak berkembang.
Hal tersebut terjadi karena adanya hormone auksin. Hormon auksin
mempunyai peranan penting dalam pertumbuhan batang, yaitu merangsang
pemanjangan sel pada tunas-tunas muda. Namun hormone auksin ini akan bekerja
tidak optimal jika terkena langsung paparan cahaya matahari. Hal ini yang
mengakibatkan tumbuhan pada perlakuan gelap tumbuh lebih cepat karena tidak
terpapar cahaya matahari langsung, jika dibandingkan yang terkena cahaya
matahari (Wimudi & Fuadiyah, 2021).
0 2 7 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 10 0,71 100
Amplas (F1)
0 1 0 2 0 0 1 1 1 1 1 0 0 0 8 0,57 80
Dipecahkan (F2)
Tabel 8. Hasil Pengamatan Pematahan Dormansi Biji Dengan Skarifikasi Mekanik
Hasil dari pengamatan biji saga yang diberi perlakuan skarifikasi mekanik
dapat dilihat dari table 8. Terlihat bahwa biji saga F1 memiliki nilai PTM yang
lebih tinggi dibandingkan biji saga F2. Menurut Juhanda et al. (2013), benih saga
yang diperlakuan skarifikasi mekanik dengan amplas menghasilkan laju imbibisi
yang baik sehingga menyebabkan terjadinya perkecambahan yang baik.
Kecambah normal yang terbentuk menjadi lebih tinggi karena skarifikasi mekanik
dengan pelukaan memungkinkan kulit benih terluka sehingga dapat dilewati air
dan terjadi proses imbibisi (Nurmiaty, Ermawati, & Purnamasari, 2014). Pada
hakekatnya, semua benih dibuat permeable dengan resiko kerusakan yang kecil,
asal daerah radikel tidak rusak. Rusaknya radikula pada saat proses pemecahan
biji menjadi salah satu kemungkinan biji saga F2 memiliki nilai PTM yang lebih
rendah.
Gambar 2. Hasil pengamatan pengaruh skarifikasi mekanik. Cawan petri sebelah kiri skarifikasi
dengan pengamplasan (F1), sebelah kanan skarifikasi dengan diretakkan (F2)
Gambar 3. Hasil Pengamatan Pengaruh Skarifikasi Kimia. Cawan Petri Sebelah Kiri Direndam di
dalam H2SO4 selama 15 Menit (K1), Sebelah Kanan Selama 30 Menit (K2)
Percobaan 5.3 Pengaruh Indole 3-Acetic Acid (IAA) dan Kinetin (KIN)
Terhadap Perkecambahan Biji Bunga Matahari (Helianthus annuus L.)
Pada percobaan ini, 40 biji bunga matahari disterilisasi dengan merendam
biji dalam larutan klorox 10%. Setelah disterilisasi, biji diberi perlakuan dengan
perendaman di dalam IAA dan KIN, masing-masing selama 30 menit dan 60
menit.
Setelah diberi perlakuan, biji dikecambahkan dalam cawan petri yang
sudah dialasi kapas yang sudah dibasahkan. Setelah itu, biji diamati selama 14
hari dan dihitung rata-rata jumlah biji yang berkecambah serta persentase
perkecambahan.
30 Menit (A1T1) 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
60 Menit (A1T2) 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
30 Menit (A2T1) 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
60 Menit (A2T2) 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
Gambar 5. Hasil Pengamatan Pengaruh KIN 5 ppm. Cawan Petri Sebelah Kiri Direndam di dalam
KIN selama 30 Menit (A2T1), Sebelah Kanan Selama 60 Menit (A2T2)
Kesimpulan
Dari semua percobaan kali ini, dapat kita simpulkan bahwa:
1. Intensitas cahaya mempengaruhi pertumbuhan biji cabai secara fisiologis,
karena adanya pengaruh hormone auksin pada tanaman
2. Biji cabai pada praktikum kali ini memiliki viabilitas yang tinggi tetapi
memiliki vigor yang rendah
3. Skarifikasi mekanik dan kimia memberikan pengaruh yang nyata pada
pematahan dormansi biji saga
4. Pemberian ZPT IAA dan KIN pada praktikum kali ini tidak memberikan
pengaruh yang nyata pada perkecambahan biji bunga matahari
5. Interaksi IAA dan KIN dapat membantu biji dalam perkecambahan
References
Agustiansyah, Ardian, Setiawan, K., & Rosmala, D. (2020). Pengaruh Lama Perendaman
dalam Berbagai Konsentrasi Giberelin (GA3) terhadap Perkecambahan .
Agrovigor: Jurnal Agroekoteknologi, 94-99.
Alius, D. Y., Rusmarini, U. K., & Mawandha, H. G. (2017). Keterkaitan antara IAA,
Giberelin, ZPT Alami Buatan dan Berbagai Dosis Pupuk Nitrogen Terhadap
Perkecambahan dan Pertumbuhan Tanaman Pepaya (Carica papaya L.). Jurnal
Agromast, 2.
Bose, U., Juhasz, A., Broadbent, J. A., Komatsu, S., & Colgrave, M. L. (2020). Multi-Omics
Strategies for Decoding Smoke-Assisted Germination Pathways and Seed Vigour.
International Journal of Molecular Sciences, 1-18.
Buntoro, B. H., Rogomulyo, R., & Trisnowati, S. (2014). Pengaruh Takaran Pupuk
Kandang dan Intensitas Cahaya Terhadap Pertumbuhan dan Hasil Temu Putih
(Curcuma zedoaria L.). Vegetalika, 29-39.
Elfiani, & Jakoni. (2015). Pengujian Daya Berkecambah Benih dan Evaluasi Struktur
Kecambah Benih. Jurnal Dinamika Pertanian, 45-42.
Febriani, L. Y., & Widajati, E. (2015). Evaluasi Beberapa Tolok Ukur Vigor untuk
Pendugaan Perpanjangan Masa Edar Benih Padi (Oryza sativa L.). Buletin
Agrohorti, 309-315.
Ichsan, C. N., Hereri, A. I., & Budiarti, L. (2013). KAJIAN WARNA BUAH DAN UKURAN
BENIH TERHADAP VIABILITAS BENIH KOPI ARABIKA (Coffea arabica L.) VARIETAS
GAYO 1. Jurnal Floratek, 110-117.
Imansari, F., & Haryanti, S. (2017). Pengaruh Konsentrasi HCl terhadap Laju
Perkecambahan Biji Asam Jawa (Tamarindus indica L.). Buletin Anatomi dan
Fisiologi, 187-192.
International Seed Testing Association (ISTA). (2010). Seed Science and Technology. In
International rules for seed testing. Zurich: International Seed Testing
Association.
Ismail, A. D., & Duryat, D. (2017). Respon Perkecambahan Kemiri Sunan Terhadap
Skarifikasi dengan Asam Sulfat pada Berbagai Lama Waktu Perendaman. Jurnal
Lahan Suboptimal: Journal of Suboptimal Lands, 71-77.
Javid, M. M., Mahmood, A., Alshaya, D. S., AlKahtani, M. D., Waheed, H., Wasaya, A., . . .
Fiaz, S. (2022). Influence of Environmental Factors On Seed Germination and
Seedling Characteristics of Perennial Ryegrass (Lolium perenne L.). Scientific
Reports.
Juhanda, N., Y., & Ermawati. (2013). Pengaruh Skarifikasi Pada Pola Imbibisi dan
Perkecambahan Benih Saga Manis (Abrus precatorius L.). Jurnal Agrotek Tropika,
45-49.
Karjadi, K., A., & A., B. (2008). Pengaruh Auksin dan Sitokinin terhadap Pertumbuhan dan
Perkembangan Jaringan Meristem Kentang Kultivar Granola. J. Hort, 380-384.
Kolasinska, K., Szyrmer, J., & Dul, S. (2000). Relationship between Laboratory Seed
Quality Tests and Field Emergence of Common Bean Seed. Crop Science, 470-
475.
Lesilolo, M. K., Patty, J., & Tetty, N. (2012). Penggunaan Desikan Abu dan Lama Simpan
Terhadap Kualitas Benih Jagung (Zea mays L.), Pada Penyimpanan Ruang
Terbuka. Agrologia, 51-59.
Lestari, S. (2009). Pengaruh Pemberian Sitokinin dan Asam Giberelat (GA3) Terhadap
Perkecambahan Biji dan Pertumbuhan Tanaman Pule Pandak (Rauvolfia
verticillata Lour.). Surakarta: Universitas Sebelas Maret.
Lidar, S. (2008). Pengaruh Zat Pengatur Tumbuh (ZPT) Terhadap Pertumbuhan Karet
(Hevea brasiliensis) Stump Mata Tidur. Jurnal Ilmiah Pertanian, 47-54.
Melasari, N., Suharsi, T. K., & Qadir, A. (2018). Penentuan Metode Pematahan Dormansi
Benih Kecipir (Psophocarpus tetragonolobus L.) Aksesi Cilacap. Buletin Agrohorti,
59-67.
Nida, K., Luaeliyah, M., Nurchayati, Y., Izzati, M., & Setiari, N. (2021). Pertumbuhan
Kecambah Kentang (Solanum tuberosum L.) secara In Vitro pada Konsentrasi
NaClO dan Waktu Sterilisasi yang Berbeda. Life Science, 12-22.
Nurmiaty, Y., Ermawati, & Purnamasari, V. W. (2014). Pengaruh Cara Skarifikasi Dalam
Pematahan Dormansi Pada Viabilitas Benih Saga Manis (Abrus precatorius L.).
Jurnal Agrotek Tropika, 73-77.
Paramita, K. E., Suharsi, T. K., & Surahman, M. (2018). Optimasi Pengujian Daya
Berkecambah dan Faktor yang Mempengaruhi Viabilitas dan Vigor Benih Kelor
(Moringa oloifera Lam.) dalam Penyimpanan. Bul. Agrohorti, 221-230.
Rachmawati, U. S., & Machfudz, A. (2017). Pengaruh Pemberian Zat Pengatur Tumbuh
Alami Pada Pertumbuhan dan Produksi Tanaman Okra (Abelmoschus
esculentus). Nabatia.
Ridha, R., Syahril, M., & Juanda, B. R. (2017). Viabilitas dan Vigoritas Benih Kedelai
(Glycine max (L.) Merrill) Akibat Perendaman dalam Ekstrak Telur Keong Mas.
AGROSAMUDRA, 84-90.
Riono, Y. (2019). Zat Pengatur Tumbuh Kinetin untuk Pertumbuhan Sub Kultur Pisang
Barangan (Mussa paradisiaca L.) dengan Metode Kultur Jaringan. Jurnal Agro
Indragiri, 23-33.
Rumahorbo, A. S., Duryat, & Bintoro, A. (2020). Pengaruh Pematahan Masa Dormansi
melalui Perendaman Air dengan Stratifikasi Suhu terhadap Perkecambahan
Benih Aren (Arenga pinnata). Jurnal Sylva Lestari, 77-84.
Sugiantari, N. P., Raka, I. G., & Utami. (2017). Uji Mutu Benih Kedelai (Glycine max L.
Merril) Varietas Grobogan yang Diproduksi dengan Aplikasi 10 Isolat PGPR.
Agrotrop, 199-209.
Tanjung, T. Y., & Darmansyah. (2021). Pengaruh Penggunaan ZPT Alami dan Buatan
Terhadap Pertumbuhan Setek Tanaman Delima (Punica granatum L.). Jurnal
Hortuscoler, 6-13.
Tefa, A. (2017). Uji Viabilitas dan Vigor Benih Padi (Oryza sativa, L.) selama Penyimpanan
pada Tingkat Kadar Air yang Berbeda. Jurnal Pertanian Konservasi Lahan Kering,
48-50.
Tetuko, K. A., Parman, S., & Izzati, M. (2015). Pengaruh Kombinasi Hormon Tumbuh
Giberelin dan Auksin terhadap Perkecambahan Biji dan Pertumbuhan Tanaman
Karet (Hevea brasiliensis Mill. Arg.). Jurnal Biologi, 61-72.
Wimudi, M., & Fuadiyah, S. (2021). Pengaruh Cahaya Matahari Terhadap Pertumbuhan
Tanaman Kacang Hijau (Vigna radiata L.). Prosiding SEMNAS BIO 2021, 587-592.